Pelaksanaan Lelang Eksekusi Kejaksaan (Studi Pada Kpknl Medan)

(1)

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI KEJAKSAAN

(STUDI PADA KPKNL MEDAN)

TESIS

Oleh

LAMRIA SIANTURI 037011044/MKn

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(2)

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI KEJAKSAAN

(STUDI PADA KPKNL MEDAN)

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan

dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

LAMRIA SIANTURI 037011044/MKn

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008


(3)

Judul Tesis : PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI KEJAKSAAN (STUDI PADA KPKNL MEDAN)

Nama Mahasiswa : Lamria Sianturi

Nomor Pokok : 037011044

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N) Ketua

(Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum) Anggota

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S) Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H.,M.S.,C.N) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah Diuji Pada Tanggal: 3 Juni 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N.

Anggota : 1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum. 2. Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H., M.S.

3. Dr. Purnama T. Sianturi, S.H., M.Hum. 4. Notaris/PPAT Syafnil Gani, S.H., M.Hum.


(5)

ABSTRAK

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dinyatakan Lelang eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan atau dokumen-dokumen lain, yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dipersamakan dengan itu, dalam rangka membantu penegakan hukum, di antaranya adalah Lelang Eksekusi Kejaksaan. Lelang Eksekusi Kejaksaan berasal dari barang temuan, sitaan, dan rampasan dalam kaitan sebagai barang bukti dalam perkara pidana. Lelang Eksekusi Kejaksaan yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) mendapat sorotan publik karena lelang tidak sesuai dengan harga pasar dan terlambatnya penyetoran uang hasil lelang. Oleh sebab itu dilakukan pengkajian tentang lelang eksekusi Kejaksaan yang mengakibatkan lelang, hambatan yang ditemui dan upaya yang dapat dilakukan dalam pelaksanaan lelang eksekusi Kejaksaan pada KPKNL Medan.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis tentang pelaksanaan lelang eksekusi kejaksaan pada KPKNL, secara pendekatan yuridis normatif terhadap peraturan perundangan yang terkait dengan lelang, dan didukung penelitian empiris pada pelaksanaan eksekusi Kejaksaan pada KPKNL Medan.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa eksekusi Kejaksaan yang mengakibatkan lelang adalah berasal dari suatu barang temuan dan sitaan sebagai barang bukti dalam perkara pidana. Barang temuan yang sudah diumumkan tetapi tidak ada pemiliknya maka akan menjadi barang rampasan Negara, dan juga barang sitaan yang cepat busuk atau rusak dapat didahulukan dilelang sebelum adanya putusan perkara yang mana uang hasil lelang digunakan untuk pengganti barang bukti dalam perkara itu. Barang sitaan sebagai barang bukti dalam perkara pidana dapat menjadi barang rampasan Negara, jika terdapat unsur yang dipenuhi oleh hakim untuk dapat merampas suatu barang, yaitu barang sitaan itu kepunyaan si terhukum yang diperoleh dengan kejahatan atau yang dengan sengaja dipakai untuk melakukan kejahatan. Namun, barang sitaan yang dipergunakan oleh terpidana untuk melakukan tindak pidana atau merupakan hasil dari tindak pidana tetapi barang tersebut bukan milik terpidana, maka barang tersebut tidak dapat dirampas untuk Negara, tetapi barang tersebut hanya sebagai barang bukti dan harus dikembalikan kepada yang berhak. Bentuk hambatan yang sering terjadi dalam pelaksanaan lelang eksekusi Kejaksaan pada KPKNL adalah keterlambatan penyerahan atau permohonan lelang terhadap barang rampasan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tetapi terlalu lama dalam penyimpanan sehingga mengurangi nilai jual barang tersebut, dan juga hambatan dapat terjadi ketika setelah pelaksanaan lelang, yaitu terlambatnya penyetoran uang hasil lelang eksekusi kejaksaan itu. Sedangkan hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan lelang eksekusi Kejaksaan Negeri Medan pada KPKNL Medan adalah objek lelang yang dimohonkan oleh Kejaksaan merupakan hasil


(6)

perkara pidana, sehingga dokumen dari barang tersebut tidak lengkap. Upaya yang dilakukan oleh KPKNL untuk mengatasi hambatan tersebut adalah melakukan koordinasi terhadap Kejaksaan dan juga dengan lembaga yang terkait dengan dokumen barang yang dilelang. Disarankan kepada pihak Kejaksaan, selesai melakukan proses hukum barang bukti sebagai barang rampasan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, segera menyerahkan berkasnya ke bagian yang berwenang untuk dilakukan proses lelang tepat waktu dan tidak berlarut-larut, sehingga tidak terjadi penurunan harga jual dari barang rampasan tersebut.


(7)

ABSTRACT

Regulation of Finance Minister Number 150/PMK.06/2007 about Change of Regulation of Finance Minister Number 40/PMK.07/2006 about Guide of Execution of Auction, expressed by Auction execute is auction to execute decision/ stipulating of other documents or justice, matching with law and regulation going into effect, to be likened with that, in order to assisting the straightening of law, among others is Auction Execute Public Attorney (lelang

eksekusi kejaksaan). Auction Execute Public attorney come from found goods,

confiscated goods, and looted matters in bearing as evidence goods in is criminal. Auction Execute Public Attorney executed by State Asset Management and Auction Office (KPKNL) get public focus because auction disagree with market price and losing time of endorsement of money result of auction. On that account conducted by study about auction execute Public attorney resulting auction, resistance met and effort able to be conducted in execution of auction execute Public attorney at KPKNL Medan.

This character of research is analytical descriptive about execution of auction execute public attorney at KPKNL, with normative juridical approach to regulation of invitation which related to auction, and supported by research of empiric at execution execute Public attorney at KPKNL Medan.

From result of research known that executing Public attorney resulting auction is come from found goods and confiscated goods as evidence goods in is criminal. Found goods which have been announced but there no its owner hence will become State spoil, as well as seized goods which quickly decay or destroy can prioritize by auction before existence of verdict of[is which money result of auction used for the substitution of evidence goods in that case. Seized goods as evidence goods in criminal can become State spoil, if there are element fulfilled by judge to be able to hijack goods, that is that seized goods property of obtained condemned person with badness or which is designedly wearied to conduct badness. But, seized goods utilized by punished to conduct doing an injustice or represent result of from doing an injustice but the goods non property of punished, hence the goods cannot be hijacked for State, but the goods only as evidence goods and have to be returned to rightful claimant. Resistance form which often happened in execution of auction execute Public attorney at KPKNL is delay of delivery or application of auction to spoil which have had legal force remain to but too old in moth-balls so that lessen value sell the goods, as well as resistance earn happened when after execution of auction, that is losing time of endorsement of money result of auction execute that public attorney. While resistance met in execution of auction execute Public Attorney of Country Medan at KPKNL Medan is auction object requested by Public attorney represent criminal result, so that document of the goods incomplete. Effort conducted by KPKNL to overcome the resistance is co-ordinate to Public attorney as well as with institute which


(8)

related to goods document which by auction. Suggested to Public attorney, have process evidence goods law as spoil which have had legal force remain to, immediately deliver binding to shares in charge to process timely auction and do not long draw out, so that do not happened degradation of price sell from spoil. Keywords: Auction Execute Public Attorney, KPKNL.


(9)

KATA PENGANTAR

Pertama dan terutama, dengan segala kerendahan hati dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugrah-Nya yang telah menambah keyakinan dan kekuatan bagi penulis dengan segala keterbatasan yang dimiliki telah dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “Pelaksanaan Lelang Eksekusi Kejaksaan (Studi Pada KPKNL Medan)”

Tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn.) pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak

Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., dan Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, S.H. M.S., atas kesediaannya

memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Kemudian juga, kepada para dosen penguji di luar komisi pembimbing, yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Notaris/PPAT Syafnil Gani, S.H., M.Hum., dan Ibu Dr. Purnama T. Sianturi, S.H., M.Hum., yang telah berkenan memberi masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium, seminar hasil sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.


(10)

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Prof. Chairudin P. Lubis, DTM&H., Sp.A (K), selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., selaku Direktris Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, dan para Asisten Direktris serta seluruh Staf atas bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara beserta seluruh Staf atas bantuan dalam memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga dapat diselesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan.

5. Kepada seluruh rekan-rekan seangkatan mahasiswa Magister Kenotariatan (M.Kn) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu membantu dan memotivasi penulis dalam rangka penyelesaian studi Program Magister Kenotariatan (M.Kn).


(11)

Teristimewa dengan tulus hati diucapkan terima kasih kepada kedua orang tua penulis yang selalu mengasihi, Ayahanda St. Luther Sianturi dan Ibunda Ramen br

Siahaan yang selalu memberikan limpahan kasih sayang dan nasihat untuk berbuat

sesuatu yang terbaik demi masa depan penulis. Demikian juga kepada Orang tua mertua, Ayahanda Adum Toga Monang Sihotang dan Ibunda Nurminah br Siahaan yang telah memberikan motivasi untuk penyelesaian studi.

Ucapan terima kasih kepada suami tercinta Jus Samuel Sihotang, S.E., M.Si., dan anakku tersayang Chelsea Bernike Sihotang yang menjadi motivasi penulis untuk menyelesaikan studi dan penulisan tesis ini.

Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas kebaikan, ketulusan dan dukungan serta doa kepada penulis selama proses penyelesaian tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amen.

Medan, Juni 2008 Penulis,


(12)

RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

Nama : Lamria Sianturi

Tempat/ Tgl. Lahir : Medan, 07 Oktober 1976 Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Agama : Kristen

Alamat : Jl. Krisan Blok C-35 Kompleks Griya Riatur Indah Medan.

II. Orang Tua

Nama Ayah : St. Luther Sianturi

Nama Ibu : Ramen br Siahaan

III. Pendidikan

1. SD Kristen 5 Medan Tamat Tahun 1989 2. SMP Negeri 9 Medan Tamat Tahun 1992 3. SMA Negeri 3 Medan Tamat Tahun 1995

4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Tamat Tahun 2000

5. S-2 Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn) Sekolah Pascasarjana USU Medan.

Medan, Juni 2008 Penulis,


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... iii

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 9

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 10

1. Kerangka Teori ... 10

2. Konsepsi ... 20

G. Metode Penelitian ... 22

BAB II. TINJAUAN TENTANG LELANG DAN RISALAH LELANG 28 A. Lelang ... 28

1. Pengertian Lelang ... 28

2. Dasar Hukum Lelang ... 34


(14)

4. Jenis Lelang ... 39

5. Persiapan dan Tempat Pelaksanaan Lelang ... 41

B. Risalah Lelang ... 43

BAB III. EKSEKUSI KEJAKSAAN YANG DAPAT MENGAKIBATKAN LELANG ... 52

A. Penataan Barang Bukti Pada Kejaksaan ... 52

1. Tugas dan Wewenang Kejaksaan ... 52

2. Penataan Barang Bukti ... 53

B. Eksekusi Kejaksaan Yang Dapat Mengakibatkan Lelang ... 58

BAB IV. HAMBATAN YANG DITEMUI DAN UPAYA YANG DILAKUKAN UNTUK MENGATASI HAMBATAN DALAM PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI KEJAKSAAN PADA KPKNL MEDAN ... 84

A. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) ... 84

1. Kantor Wilayah II DJKN Medan ... 86

2. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) ... 94

B. Hambatan Yang Ditemui dan Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Hambatan LElang Eksekusi Kejaksaan Pada KPKNL Medan ... 98

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 111

A. Kesimpulan ... 111

B. Saran ... 112


(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lelang sebagai suatu lembaga hukum mempunyai fungsi menciptakan nilai dari suatu barang atau mencairkan suatu barang menjadi sejumlah uang dengan nilai objektif. Lembaga lelang pasti selalu ada dalam sistem hukum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Pertama, untuk memenuhi kebutuhan penjualan lelang, sebagaimana diatur dalam banyak peraturan perundang-undangan. Kedua, untuk memenuhi atau melaksanakan putusan peradilan atau lembaga penyelesaian sengketa berdasarkan undang-undang dalam rangka penegakan keadilan (law enforcement). Ketiga untuk memenuhi kebutuhan dunia usaha pada umumnya, produsen atau pemilik benda pribadi dimungkinkan melakukan penjualan lelang.1

Penjualan umum secara resmi masuk dalam perundang-undangan di Indonesia sejak tahun 1908, dengan berlakunya Vendu Reglement (Peraturan Lelang Stbl. 1908 Nomor 189) dan Vendu Instructie (Instruksi Lelang Stbl. 1908 No. 190) yang hingga sekarang masih berlaku..

Lelang sebagai alternatif cara penjualan barang telah cukup lama dikenal. Namun pada umumnya pengertian yang dipahami masih rancu. Sering

1

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Lelang, Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, Biro Hukum-Sekretariat Jenderal, Jakarta, 18 Februari 2005, hal. 4.


(16)

dikacaukan dengan lelang pengadaan barang atau jasa dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Lelang tender yang sering dikenal dengan lelang atas pemborongan yang dalam kaitan ini pembeli (Pemerintah) berhadapan dengan penjual yang menawarkan barang/jasa. Sementara lelang menurut Pasal 1 Vendu Reglement itu adalah suatu penjualan barang di muka umum dengan cara penawaran secara lisan dan naik-naik untuk memperoleh harga yang semakin meningkat atau dengan penawaran harga yang semakin menurun dan/atau dengan penawaran harga secara tertutup dan tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan para calon peminat/pembeli lelang yang dipimpin oleh pejabat lelang.

Demikian juga dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dinyatakan Lelang adalah penjualan barang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang (Pasal 1 angka 1). Setiap pelaksanaan lelang harus dilakukan oleh dan/atau di hadapan Pejabat Lelang kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan (Pasal 2). Pejabat lelang adalah orang yang khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan melaksanakan Penjualan barang secara lelang (Pasal 1 angka 13).

Dengan demikian, lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau


(17)

menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang, dilakukan oleh dan/atau di hadapan Pejabat Lelang yang khusus diberi wewenang oleh Menteri Keuangan.

Sebelum diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan, tempat pelaksanaan lelang dikenal dengan Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) yang merupakan instansi vertikal Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (DJPLN) yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah DJPLN.2 Kemudian dengan diterbitkan Peraturan Presiden di atas terjadi reorganisasi DJPLN menjadi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 135/PMK.01/2006 tanggal 29 Desember 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), maka lelang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

Setiap pelaksanaan lelang, maka Pejabat Lelang membuat Risalah Lelang yang terdiri dari bagian kepala, bagian badan dan bagian kaki, dalam Bahasa

2

Lihat, Pasal 73 dan Pasal 74 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Di Lingkungan Departemen Keuangan


(18)

Indonesia dan diberi penomoran. Penandatanganan Risalah lelang dilakukan oleh: 3

a. Pejabat Lelang pada setiap lembar di sebelah kanan atas dari Risalah Lelang, kecuali lembar yang terakhir;

b. Pejabat Lelang dan Penjual/Kuasa Penjual pada lembar terakhir dalam hal lelang barang bergerak; dan

c. Pejabat Lelang, Penjual/Kuasa Penjual dan Pembeli/kuasa Pembeli pada lembar terakhir dalam hal lelang barang tidak bergerak.

Dalam hal Penjual tidak menghendaki menandatangani Risalah Lelang atau tidak hadir setelah Risalah Lelang ditutup, Pejabat Lelang membuat catatan keadaan tersebut pada bagian Kaki Risalah Lelang dan menyatakan catatan tersebut sebagai tanda tangan penjual. Minuta Risalah Lelang ditandatangani oleh Pejabat Lelang pada saat penutupan pelaksanaan lelang. KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II hanya dapat memperlihatkan atau memberitahukan Minuta Risalah Lelang kepada pihak yang berkepentingan langsung dengan Risalah Lelang, ahli warisnya atau orang yang memperoleh hak, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan.4

Pada dasarnya penyelenggaraan lelang dapat dilakukan oleh dua pihak yaitu pihak Balai Lelang diarahkan untuk memberikan pelayanan lelang atas barang-barang masyarakat/dunia usaha (lelang sukarela), sedangkan KPKNL memberikan pelayanan lelang khususnya untuk barang-barang yang dimiliki/dikuasai negara, termasuk barang-barang eksekusi pengadilan atau

3

Lihat, Pasal 52 dan Pasal 58 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang

4

Lihat, Pasal 58 ayat (2), (3) dan ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang


(19)

badan yang berwenang. Jadi, salah satu tugas Pokok KPKNL dalam memberikan pelayanan umum lelang adalah yang dimohonkan oleh badan peradilan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, membedakan lelang menjadi dua, yaitu Lelang Eksekusi dan Lelang Non Eksekusi.

Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan atau dokumen-dokumen lain, yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dipersamakan dengan itu, dalam rangka membantu penegakan hukum, di antaranya adalah Lelang Eksekusi Kejaksaan.5 Sedangkan Lelang Non Eksekusi dibedakan atas lelang non eksekusi wajib, yaitu lelang untuk melaksanakan pejualan barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara atau barang Milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) yang oleh peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk dijual secara lelang termasuk kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama. 6 Lelang Non Eksekusi Sukarela adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik perorangan,kelompok masyarakat atau badan swasta yang dilelang

5

Lihat Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

6

Lihat Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.


(20)

secara sukarela oleh pemiliknya, termasuk BUMN/D berbentuk persero. 7 Selanjutnya di sini difokuskan pada Lelang Eksekusi Kejaksaan.

Lelang Eksekusi Kejaksaan yang dilaksanakan oleh KPKNL mendapat sorotan publik, di antaranya adanya gugatan pembatalan lelang gula ilegal dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), sebagaimana berita pada mass media berikut ini:8

Sejak publik mengetahui bahwa lelang gula ilegal sebanyak 56.343 ton hanya dihargai sebesar Rp. 2.100 per kg, hampir semua pihak terkait mengajukan protes, supaya lelang gula ilegal tersebut dibatalkan, antara lain Ketua Dewan Gula Nasional Anton Apriyantono yang juga sebagai Menteri Pertanian, BULOG, HKTI, dan Komisi III DPR.

Komisi III DPR meminta Jaksa Agung memberikan klarifikasi kepada DPR mengenai proses lelang. “Sebelum ada klarifikasi dari Jaksa Agung, kami minta lelang dibatalkan”, kata Ketua Komisi III DPR Teras Narang.

Tetapi meskipun ada desakan dari berbagai kalangan agar lelang 56.343 ton gula impor ilegal diulang kembali, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Soehandojo mengatakan, bahwa lelang gula ilegal hasil sitaan Kejaksaan Agung yang sudah dilakukan beberapa waktu yang lalu tidak akan dibatalkan. Alasannya, karena lelang gula impor ilegal tersebut sudah sesuai dengan prosedur yang benar. Dan tampaknya Pemerintah mengiyakan (mengikuti) pendapat pihak Kejaksaan Agung tersebut.

Kemudian kasus-kasus yang ditemukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Lelang Eksekusi Kejaksaan yang dilaksanakan oleh KPKNL di beberapa daerah daerah provinsi tentang adanya keterlambatan penyetoran uang hasil lelang ke Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

7

Lihat Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

8

Martinus Udin Silalahi, “Menyoal Pembatalan Lelang Gula Ilegal”, Harian Sore Sinar Harapan, terdapat dalam http://google.com, diakses tanggal 24 September 2007..


(21)

Lelang Eksekusi Kejaksaan berasal dari barang temuan, sitaan, dan rampasan dalam kaitan perkara pidana. Barang temuan adalah barang-barang yang ditemukan oleh Penyidik/Kejaksaan dan telah diumumkan dalam jangka waktu tertentu tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya. Barang temuan kebanyakan berupa hasil hutan yang disita oleh penyidik tetapi tidak ditemukan tersangkanya dan telah diumumkan secara patut, juga tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.

Barang sitaan adalah barang-barang yang disita sebagai barang bukti sitaan perkara pidana, karena pertimbangan sifatnya cepat rusak, busuk, berbahaya atau biaya penyimpannya terlalu tinggi, maka dapat dilelang mendahului Keputusan Pengadilan berdasarkan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP), misalnya barang bukti sitaan berupa kayu gergajian yang telah disita oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dari instansi yang terkait, dengan pertimbangan sifatnya cepat rusak/busuk dan biaya penyimpanan tinggi, maka Kejaksaan Negeri yang menangani perkara memohon barang sitaan tersebut untuk dilelang ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Lelang barang bukti sitaan memerlukan ijin dari Ketua Pengadilan tempat perkara berlangsung, dan uang hasil lelang dipergunakan sebagai bukti dalam perkara. Sedangkan lelang barang rampasan adalah lelang eksekusi barang yang telah diputus oleh Pengadilan dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap serta dinyatakan barang bukti tersebut dirampas untuk Negara, maka barang bukti tersebut dapat dijual lelang. Setiap barang rampasan yang


(22)

akan dijual lelang oleh Kejaksaan terlebih dahulu mendapat izin dari Kepala Kejaksaan Negeri atau Kepala Kejaksaan Tinggi atau Jaksa Agung Muda yang berwenang menyelesaikan barang rampasan, menurut harga dan barang rampasan yang dikeluarkan oleh Instansi yang berwenang.9

Barang temuan, sitaan dan rampasan Kejaksaan tersebut dapat berupa barang bergerak atau barang barang tidak bergerak, namun dalam prakteknya lebih sering jenis barang bergerak, karena barang tidak bergerak seperti tanah lebih banyak dibebankan sebagai hak tanggungan pada perbankan dalam kasus kredit macet atau piutang negara, sehingga pengurusannya diwajibkan diserahkan oleh bank (kreditur) pada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN).

Hasil Lelang Eksekusi Kejaksaan (kecuali untuk barang sitaan yang hasil lelangnya masih dipergunakan sebagai uang pengganti barang bukti), maka wajib disetorkan segera ke rekening Kas Negara sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), sebagaimana dinyatakan dalam Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004 pasal 20 ayat (1), orang atau badan yang melakukan pungutan atau penerimaan uang negara wajib menyetor seluruh penerimaan dalam waktu 1 (satu) hari kerja setelah penerimaannya ke rekening kas negara pada Bank Pemerintah atau lembaga lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

9

Lihat, Pasal 6 Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-089/J.A/8/1988 tentang Penyelesaian Barang Rampasan.


(23)

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian tentang Pelaksanaan Lelang Eksekusi Kejaksaan pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara Dan Lelang (KPKNL) Medan.

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian adalah:

1. Bagaimana eksekusi Kejaksaan yang dapat mengakibatkan lelang?

2. Bagaimana hambatan yang ditemui dan upaya yang dilakukan dalam mengatasi hambatan lelang eksekusi Kejaksaan pada KPKNL Medan?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian adalah

1. Untuk mengetahui eksekusi Kejaksaan yang dapat mengakibatkan lelang. 2. Untuk mengetahui hambatan yang ditemui dan upaya yang dilakukan dalam

mengatasi hambatan lelang eksekusi Kejaksaan pada KPKNL Medan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Secara teoritis, dapat diharapkan menjadi bahan untuk pengembangan wawasan dan kajian lebih lanjut terhadap kekuatan hukum dalam pelaksanaan lelang eksekusi Kejaksaan pada KPKNL Medan.


(24)

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada para pihak bahwa pelaksanaan lelang eksekusi yang dapat memberikan kepastian hukum bagi pemohon lelang/penjual dan bagi pembeli dalam pelaksanaan lelang pada KPKNL medan.

E. Keaslian Penelitian

Sepanjang yang diketahui dan berdasarkan informasi, maupun data yang ada dari penelusuran pada kepustakaan Sekolah Pascasarjana, Magister Kenotariatan dan Magister Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan bahwa belum ada penelitian sebelumnya dengan judul ”Pelaksanaan Lelang Eksekusi Kejaksaan Pada KPKNL Medan”. Namun ada penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan oleh Arief Hidayat, mahasiswa Program Ilmu Hukum Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang berjudul “Pelaksanaan Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara Pada Kantor Lelang Negara Medan. Dalam penelitian tersebut pemasalahan yang diajukan adalah cara penanganan kredit macet yang dilakukan oleh Panitia Urusan Piutang Negara, pelaksanaan lelang eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara pada Kantor Lelang Negara Medan, serta hambatan apa saja yang timbul pada pelaksanaan lelang eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara Medan sebelum maupun sesudah lelang dan alternatif penanggulangannya. Akan tetapi dilihat dari titik permasalahan dari masing-masing penelitian di atas, terdapat perbedaan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, sehingga dengan demikian penelitian adalah asli,


(25)

baik dari segi permasalahan maupun materi dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi,10 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.11) Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoretis12 Kerangka teori yang akan dijadikan pisau analisis dalam penelitian ini dengan aliran hukum positif yang analitis dari Jhon Austin, yang mengartikan hukum itu sebagai a command

of the lawgiver (perintah dari pembentuk undang-undang atau penguasa), yaitu

suatu perintah mereka yang memegang kekuasaan tertinggi atau yang memegang kedaulatan, hukum dianggap sebagai suatu sistem yang logis, tetap, dan bersifat

10

J.J.J. M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, 1996, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I asas-asas, FE UI, Jakarta, hal. 203, dalam S. Mantayborbir, 2004, Sistem Hukum Pengurusan Piutang,, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, hal. 13.

11

Ibid, hal. 16. 12


(26)

tertutup (closed logical system). Hukum secara tegas dipisahkan dari moral dan keadilan tidak didasarkan pada penilaian baik-buruk.13

Selain menggunakan teori positivisme hukum dari Jhon Austin dalam menganalisis tesis ini juga menggunakan teori pembangunan hukum yang dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja. Teori tersebut mengatakan bahwa hukum adalah sarana pembangunan yaitu sebagai alat pembaharuan dan pembangunan.14 masyarakat yang merupakan alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat. Mengingat fungsinya, sifat hukum pada dasarnya adalah konservatif. Artinya, hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Selain itu hukum harus dapat membantu proses perubahan pembangunan masyarakat tersebut.15

Mengingat pelaksanaan lelang yang diatur dalam Vendu Reglement Stbl. 1908/189, Vendu Instructie Stbl.1908/190. Sementara perubahan-perubahan

13

Lihat Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2002, hal. 55.

14

Pembangunan adalah suatu kata yang digunakan untuk menjelaskan proses dan usaha untuk meningkatkan kehidupan ekonomi, politik, budaya, hukum dan infrastruktur masyarakat. Pembangunan juga disejajarkan dengan kata perubahan sosial. Lihat Mansour Fakih, Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001, hal.10

15

Lihat, Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Dalam Pembangunan, Pusat Studi Wawasan Nusantara, Hukum dan Pembangunan Bekerjasama dengan Penerbit PT. Alumni, Bandung, 2002, hal. 13 dan 74. Dalam hubungan ini lebih jauh peranan hukum sebagai sarana pembangunan telah ditegaskan oleh Kepala Negara pada tanggal 19 Januari 1974, sebagai berikut: Walaupun pembangunan mengharuskan rangkaian perubahan yang mendesak, akan tetapi sangat mutlak pada terpeliharanya ketertiban itu sendiri tidak boleh diberi arti yang statis, yang hanya mempertahankan status quo. Hukum sebagai sarana yang penting untuk memelihara ketertiban harus dikembangkan dan dibina sedemikian, sehingga dapat memberikan ruang gerak bagi peradaban tadi. Bukan sebaliknya, menghambat usaha-usaha pembaruan karena semata-mata ingin mempertahankan nilai-nilai lama. Sesungguhnya harus dapat diambil ke depan, menunjukkan arah dan memberikan jalan bagi pembaruan.


(27)

telah terjadi dalam pelaksanaan lelang. Untuk menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat itu Pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan pelaksana lelang dalam hal ini Peraturan Pemerintah dan Keputusan Menteri Keuangan. Peraturan teknis tersebut menimbulkan masalah karena kekuatan mengikat hanya terhadap lingkup lelang, tidak mengikat setiap orang, seperti halnya undang-undang. Substansi peraturan teknis tersebut terkadang tidak sinkron dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau setingkat yang diatur oleh instansi yang terkait. Jika suatu hukum yang baik harus mengandung keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan, maka peraturan perundang-undangan lelang yang ada kurang mengandung tujuan hukum dimaksud. Lelang sebagai suatu lembaga hukum harus memuat aspek filosofis yaitu menjamin kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan16sesuai dengan perkembangan dalam pelaksanaan lelang tersebut.

Penjualan lelang tidak secara khusus diatur dalam KUHPerdata tetapi termasuk perjanjian bernama di luar KUHPerdata. Penjualan Lelang dikuasaí oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli yang diatur dalam

16

Bandingkan aspek filosofis yaitu menjamin kepastian hukum, mendukung terjadinya penjualan yang efisien/harga optimal, melindungi kepentingan publik menurut Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Lelang Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara Biro Hukum Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan, Reformasi Undang-Undang Lelang di Indonesia, Makalah disampaikan dalam Sosialisasi RUU Lelang, Medan tanggal 9 Desember 2004. Dilihat dari tinjauan hukum perdata, lembaga lelang adalah alat untuk mengadakan perjanjian jual beli dengan cara khusus yang diatur undang-undang. Lembaga lelang pada dasarnya merupakan institusi pasar yang mempunyai nilai lebih dari penjualan barang pada umumnya, karena dilakukan terbuka untuk umum, banyaknya peminat/peserta lelang karena dalam setiap pelaksanaan lelang harus didahului pengumuman lelang, yang salah satu fungsinya adalah upaya mengumpulkan peminat/peserta lelang, dilaksanakan pada suatu tempat serta dijamin adanya kompetensi dalam mengajukan penawaran diantara peserta lelang sehingga diharapkan akan tercapai harga yang optimal.


(28)

KUHPerdata Buku III tentang Perikatan. Pasal 1319 KUHPerdata berbunyi: semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yag lalu”. Pasal 1457 KUH Perdata, merumuskan “jual beli” adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang dijanjikan. Lelang mengandung unsur-unsur yang tercantum dalam defenisi jual beli adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli, adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga; adanya hak dan kewajiban yang timbul antara pihak penjual dan pembeli. Namun, penjualan lelang memiliki identitas dan karakteristik sendiri, dengan adanya pengaturan khusus dalam Vendu Reglement, namun dasar penjualan lelang mengacu pada ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli.

Vendu Reglement (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Stbl.

1940 Nomor 56) dalam terjemahan Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia menyebutkan::

Penjualan umum adalah pelelangan atau penjualan barang-barang yang dilakukan kepada umum dengan harga penawaran yang meningkat atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta, dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup.”17

17

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta, 1992, hal. 931.


(29)

Pengertian lelang dalam Pasal 1 butir 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, bahwa “Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang”.

Sehubungan dengan itu, S. Mantayborbir dan Iman Jauhari, mengemukakan bahwa lelang merupakan suatu sarana perekonomian untuk melakukan penjualan barang melalui Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara (KP2LN) (sebagaimana telah diubah dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)). Lebih jauh dikatakan bahwa menurut ketentuan, pelaksanaan lelang harus dilakukan di hadapan pejabat lelang.18 Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dijelaskan definisi lelang bahwa “Lelang adalah penjualan barang di muka umum yang dipimpin oleh pejabat lelang dengan cara penawaran harga secara terbuka, lisan dan naik-naik atau secara menurun dan atau secara tertulis dan tertutup yang didahului dengan pengumuman lelang”.19

Berdasarkan pendapat mengenai pengertian lelang sebagaimana dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa lelang merupakan suatu proses yang sangat sederhana dan merupakan suatu mekanisme pasar di mana orang dapat berkumpul untuk membeli dan menjual berbagai jenis barang. Dengan demikian

18)

S. Mantayborbir dan Iman Jauhari, Hukum Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2003, hal. 7

19


(30)

dapat pula dikatakan bahwa lelang merupakan sistem penjualan yang dilakukan di muka umum yang dipimpin oleh pejabat lelang dengan cara penawaran lisan dan naik-naik atau semakin menurun dan atau secara tertulis dan tertutup untuk memperoleh harga yang optimal yang didahului dengan pengumuman lelang sebagai usaha untuk mengumpulkan para calon peminat/pembeli. Oleh karena itu, pengertian lelang yang dimaksud di sini adalah terbatas pada penjualan barang di muka umum.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, dapat dikemukakan 5 (lima) unsur yang harus dipenuhi di dalam pengertian lelang, antara lain:

a. Lelang adalah suatu sarana dalam melakukan bentuk penjualan atas sesuatu barang

b. Harga yang diperoleh bersifat kompetitif karena cara penawaran harga dilakukan secara khusus, yaitu dengan cara penawaran harga secara lisan dan naik-naik atau turun-turun dan/atau secara tertulis dan tertutup tanpa memberi prioritas pada pihak manapun untuk membeli.

c. Pembeli tidak dapat ditunjuk sebelumnya, kecuali kepada calon peminat pembeli lelang dengan penawaran tertinggi yang telah melampaui harga limit dapat ditunjuk sebagai pemenang/pembeli.

d. Memenuhi unsur publisitas, karena lelang adalah penjualan yang bersifat transparan.

e. Dilaksanakan pada suatu saat dan tempat tertentu sehingga bersifat cepat, efisien, dan efektif. 20

Berdasarkan pengertian eksekusi lelang yang telah diuraikan di atas, maka dapat diartikan bahwa eksekusi lelang merupakan perbuatan atau tindakan menjalankan putusan mengenai penjualan atas suatu barang di muka umum

20

S. Mantayborbir, Iman Jauhari, Agus Hari Widodo, Hukum Piutang dan Lelang Negara, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2002, hal. 168.


(31)

dengan cara lelang yang didahului dengan pengumuman lelang untuk menghimpun calon peminat/pembeli.

Sebagaimana telah dikemukakan di atas, bahwa Lelang termasuk perjanjian jual beli barang, karenanya terhadapnya berlaku syarat-syarat sahnya perjanjian. Pasal 1319 KUHPerdata, berbunyi: semua perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu, yang tunduk pada ketentuan umum dari KUHPerdata Buku III Bab I dan Bab II.21 Syarat sahnya perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUHPerdata, yang terdiri dari: sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; cakap untuk membuat suatu perikatan; suatu hal tertentu; suatu sebab yang halal.

Dengan demikian dalam hal eksekusi lelang barang temuan dan sitaan, rampasan kejaksaan/penyidik yang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), maka kata sepakat terjadi saat Pejabat Lelang (KPKNL) untuk kepentingan pemohon lelang atas barang temuan dan sitaan, rampasan kejaksaan (penjual) dalam hal menunjuk penawar yang tertinggi dan mencapai harga limit sebagai pembeli lelang.

Lelang sebagai suatu perjanjian dalam pelaksanaannya tunduk pada klausula-klausula risalah lelang. Klausula Risalah Lelang sebagai perjanjian yang mengikat para pihak dalam lelang, yang merupakan hukum khusus yang berlaku bagi para pihak dalam lelang. Pasal 53 Peraturan Menteri Keuangan

21

Mariam Darus, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, edisi kedua, Alumni, Bandung, 1996, hal. 74.


(32)

Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, mengatur Risalah Lelang adalah berita acara pelaksanaan lelang yang dibuat oleh Pejabat Lelang yang merupakan akta otentik yang mempunyai kekuatan pembuktian sempurna bagi para pihak. Selanjutnya dalam Pasal 58 peraturan tersebut diatur setiap pelaksanaan lelang dibuat Risalah Lelang oleh pejabat lelang. Kemudian, dalam Pasal 35 Vendu Reglement mengatur Risalah Lelang sama artinya dengan ”Berita Acara” Lelang. Berita acara lelang merupakan landasan otentifikasi penjualan lelang, berita acara lelang mencatat segala peristiwa yang terjadi pada penjualan lelang.22 Perumusan Risalah Lelang sebagai berita acara yang dibuat oleh Pejabat Lelang kurang tepat, karena risalah lelang lebih mencirikan suatu akta otentik yang dibuat dihadapan Pejabat Lelang.

Risalah Lelang termasuk akta otentik yang dibuat dihadapan pejabat, karena memenuhi syarat formal dan syarat materil suatu akta otentik dibuat dihadapan pejabat. Syarat formil yaitu dibuat dihadapan pejabat yang berwenang menurut undang-undang, yaitu Pejabat Lelang berdasarkan Pasal 58 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dihadiri para pihak yaitu penjual dan pihak pembeli lelang; kedua belah pihak dikenal atau dikenalkan kepada para Pejabat Lelang, menyebut identitas Pejabat Lelang; menyebut tempat, hari bulan dan tahun pembuatan risalah lelang;

22

M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Gramedia, Jakarta, 1994, hal. 187.


(33)

Pejabat Lelang membacakan akta dihadapan para penjual dan pembeli lelang; ditanda-tangani semua pihak; dan penegasan, pembacaan, penerjemahan dan penanda-tanganan pada bagian penutup akta. Syarat materil, Risalah Lelang memuat keterangan kesepakatan para pihak antara penjual dan pembeli lelang, isi keterangan perbuatan hukum (rechthandeling) yang bersegi dua berupa jual beli melalui lelang atau mengenai hubungan hukum (rechtbetrekking) antara penjual dan pembeli lelang dan pembuatan akta sengaja dimaksudkan sebagai bukti. Risalah Lelang merupakan bukti yang sempurna tentang adanya pelaksanaan lelang.

Pasal 1457 KUHPerdata mengatur: ”Jual beli adalah suatu persetujuan dengan pihak mana yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan”. Berdasarkan rumusan perjanjian jual beli ditujukan untuk mengalihkan hak kebendaan atas suatu barang dari penjual kepada pembeli. Jual beli mengandung dua aspek hukum, yaitu hukum kebendaan dan hukum perikatan, karena jual beli melahirkan hak bagi kedua belah pihak atas tagihan, yang berupa penyerahan kebendaan pada satu pihak dan pembayaran harga jual pada pihak yang lainnya. Sedangkan dari sisi perikatan melahirkan kewajiban dalam bentuk penyerahan kebendaan yang dijual oleh penjual, dan penyerahan uang oleh pembeli kepada penjual. Demikian juga lelang mengalihkan hak kebendaan atas objek lelang dari penjual kepada pembeli, sehingga pengalihan kepemilikan atas hak kebendaan oleh pembeli lelang merupakan tujuan akhir dari lelang.


(34)

Selanjutnya sifat lelang ditinjau dari sudut sebab barang dilelang dibedakan antara lelang eksekusi dan lelang non eksekusi. Lelang eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan atau dokumen yang dipersamakan dengan itu sesuai dengan perundang-undagan yang berlaku. Lelang non eksekusi adalah lelang selain lelang eksekusi yang meliputi lelang non eksekusi wajib dan lelang non eksekusi sukarela. Sifat lelang ditinjau dari sudut penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang, dibedakan antara lelang yang sifatnya wajib, yang menurut peraturan perundang-undangan wajib melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dan lelang yang sifatnya sukarela atas permintaan masyarakat. Lelang non eksekusi wajib adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik negara/daerah dan kekayaan negara yang dipisahkan sesuai peraturan yang berlaku. Lelang non eksekusi sukarela adalah lelang untuk melaksanakan kehendak perorangan atau badan untuk menjual benda miliknya.

Demikian halnya dengan barang temuan dan sitaan, rampasan Kejaksaan merupakan lelang eksekusi yang sifatnya wajib yang menurut peraturan perundang-undangan wajib melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), yang dalam hal ini kedudukan Kejaksaan adalah sebagai pemohon lelang.


(35)

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition.23 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.24 Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, yaitu:

a. Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang.25

b. Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan atau dokumen-dokumen lain, yang sesuai dengan peraturan

23

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993, hal. 10.

24

Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, Medan: PPs-USU, 2002, hal 35

25

Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.


(36)

perundang-undangan yang berlaku, dipersamakan dengan itu, dalam rangka membantu penegakan hukum dalam hal ini adalah Lelang Eksekusi Kejaksaan.26 c. Barang bukti adalah sesuatu barang yang dalam proses persidangan mempunyai

fungsi untuk memperkuat keyakinan hakim dalam menilai kebenaran material dan formal atas kesalahan terdakwa serta ikut melengkapi alat bukti yang telah ditentukan oleh Undang-undang.27

d. Barang temuan adalah barang temuan adalah barang-barang yang ditemukan oleh kejaksaan/penyidik dan telah diumumkan dalam jangka waktu tertentu tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.

e. Barang sitaan adalah barang-barang yang disita sebagai barang bukti perkara pidana yang karena sifatnya cepat rusak, busuk, berbahaya atau biaya penyimpanannya terlalu tinggi, dijual mendahului keputusan Pengadilan, berdasarkan Pasal 45 KUHAP.

f. Barang rampasan adalah barang bukti yang berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dinyatakan dirampas untuk Negara.28

26

Lihat Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

27

Lihat, Keputusan Jaksa Agung R.I. Nomor: KEP-112/JA/10/1989 tentang Mekanisme Penerimaan, Penyimpanan Dan Penataan Barang Bukti.

28

Lihat, Pasal 1 Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: KEP-089/J.A/8/1988 tentang Penyelesaian Barang Rampasan.


(37)

g. Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

h. Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah.29

G. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat tentang pelaksanaan lelang eksekusi Kejaksaan pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan.

Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis normatif yang didukung oleh data primer dan data sekunder. Pendekatan yuridis normatif terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan lelang eksekusi, dan didukung dengan yuridis empiris dengan melihat pada kasus-kasus pelaksanaan lelang eksekusi Kejaksaan pada KPKNL Medan.

2. Lokasi Penelitian

29

Lihat, Pasal 29 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.01/2006 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.


(38)

Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan. Adapun pertimbangan dipilihnya lokasi penelitian ini karena Kota Medan adalah salah astu kota terbesar di Sumatera, dan merupakan ibukota Sumatera sehingga diharapkan akan lebih mudah untuk mendapatkan informasi dan data tentang pelaksanaan eksekusi lelang yang berasal dari Kejaksaan.

3. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian adalah seluruh kasus pelaksanaan lelang eksekusi Kejaksaan pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan.

Dari hasil penelitian terhadap barang sitaan, temuan dan rampasan Kejaksaan Negeri Medan yang telah dieksekusi lelang pada tahun 2006 sampai 2007 hanya sebanyak 3 (tiga) kasus pada KPKNL Medan, sehingga keseluruhan kasus dijadikan sampel dalam penelitian ini.

Penelitian ini didukung dengan data penunjang melalui informan yaitu: a. Kepala Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan

b. Kepala Kejaksaan Negeri Medan c. Kepala Kejaksaan Negeri Belawan d. Kepala Kantor Pertanahan Medan


(39)

e. Hakim Pengadilan Negeri Medan

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, dengan cara sebagai berikut:

a. Penelitian Kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.30 1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yakni:

a) Norma atau kaidah dasar, yaitu Pembukaan UUD 1945.

b) Peraturan perundang-undangan yang berkait dengan pelaksanaan lelang, seperti KUH Perdata, Vendu Reglement (Peraturan Lelang Stbl. 1908 Nomor 189) dan Vendu Instructie (Instruksi Lelang Stbl. 1908 No. 190), Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang,

2) Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

30

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1995, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta, hal.39.


(40)

hukum primer, seperti: hasil-hasil penelitian, karya dari kalangan hukum dan sebagainya.

3) Bahan tertier (penunjang) di luar bidang hukum seperti kamus, insklopedia, majalah, koran, makalah, dan sebagainya yang berkaitan dengan permasalahan.

b. Penelitian Lapangan (field research) untuk mendapatkan data primer berkaitan dengan masalah pelaksanaan lelang eksekusi Kejaksaan pada pada KPKNL Medan dengan melakukan wawancara kepada para informan yang telah ditentukan.

5. Alat Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan 2 (dua) alat pengumpulan data yaitu :

a. Studi Dokumen, untuk mengumpulkan data sekunder guna dipelajari kaitannya dengan permasalahan yang diajukan. Data ini diperoleh dengan mempelajari buku-buku, hasil penelitian dan dokumen-dokumen perundang-undangan yang ada kaitannya dengan pelaksanaan lelang eksekusi Kejaksaan pada KPKNL Medan yang selanjutnya digunakan sebagai kerangka teoritis untuk penelitian lapangan.

b. Wawancara, dilakukan dengan pedoman wawancara kepada informan yang telah ditetapkan dengan memilih model wawancara langsung (tatap muka), yang terlebih dahulu dibuat pedoman wawancara dengan sistematika


(41)

berdasarkan pokok bahasan yaitu pelaksanaan lelang eksekusi Kejaksaan pada KPKNL.31 Tujuannya agar mendapatkan data yang mendalam dan lebih lengkap sebagai data primer dalam penelitian ini.

6. Analisis Data

Penelitian ini dilakukan berdasarkan wawancara langsung dengan informan yang mengetahui langsung permasalahan pelaksanaan lelang eksekusi Kejaksaan pada KPKNL Medan

Teknik analisis data penelitian ini adalah menggunakan teknik analisis kualitatif, sehingga hasil analisis ditentukan berdasarkan uraian-uraian fakta di lapangan untuk memperkuat argumentasi yang dapat dijadikan sebagai dasar penarikan kesimpulan. Sebagaimana layaknya pelaksanaan jenis deskriptif, penelitian ini pada dasarnya tidak hanya terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data, tetapi meliputi analisis dan interpretasi data yang dikumpulkan. Penelitian ini lebih diarahkan pada jenis studi kasus. Menurut

31)

Lihat, Abdulkadir Muhammad. Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 126, yang menyatakan data yang sudah terkumpul kemudian dilakukan editing yaitu mengoreksi apakah data yang terkumpul sudah cukup lengkap, sudah benar dan sudah sesuai/relevan dengan masalah; penandaan (coding), yaitu memberi catatan atau tanda yang menyatakan jenis sumber data (buku literatur, perundang-undangan, atau dokumen) sesuai urutan rumusan masalah, penyusunan (reconstructing), yaitu menyusun ulang data secara teratur, berurutan, logis sehingga mudah dipahami dan diinterpretasikan; dan sistematisasi berdasarkan pokok bahasan dan subpokok bahasan yang diidentifikasi dari rumusan masalah (systematizing).


(42)

Winarno, studi kasus lebih memusatkan perhatian pada suatu kasus secara intensif dan mendetail.32

32

Winarno Surakhmad, 1985, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metode dan Teknik, Edisi Ketujuh, Tarsito, Bandung, hal. 143


(43)

BAB II

TINJAUAN TENTANG LELANG DAN RISALAH LELANG A. Lelang

1. Pengertian Lelang

Penjualan lelang tidak secara khusus diatur dalam KUHPerdata tetapi termasuk perjanjian bernama di luar KUHPerdata. Penjualan Lelang dikuasaí oleh ketentuan-ketentuan KUHPerdata mengenai jual beli yang diatur dalam KUHPerdata Buku III tentang Perikatan. Pasal 1319 KUHPerdata berbunyi, semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum. Pasal 1319 membedakan perjanjian atas perjanjian bernama (nominaat) dan perjanjian tidak bernama (innominaat). Pasal 1457 KUH Perdata, merumuskan jual beli adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang dijanjikan. Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian yang dibuat antara pihak penjual dan pembeli. Di dalam perjanjian itu pihak penjual berkewajiban untuk menyerahkan objek jual beli kepada pembeli dan berhak menerima harga dan pembeli berkewajiban untuk membayar harga dan berhak menerima objek tersebut.

Lelang mengandung unsur-unsur yang tercantum dalam defenisi jual beli adanya subjek hukum, yaitu penjual dan pembeli, adanya kesepakatan antara penjual dan pembeli tentang barang dan harga; adanya hak dan kewajiban yang


(44)

timbul antara pihak penjual dan pembeli. Esensi dari lelang dan jual beli adalah penyerahan barang dan pembayaran harga. Penjualan lelang memiliki identitas dan karakteristik sendiri, dengan adanya pengaturan khusus dalam Vendu

Reglement, namun dasar penjualan lelang sebagian masih mengacu pada

ketentuan KUHPerdata menganai jual beli, sehingga penjualan lelang tidak boleh bertentangan dengan asas atau ajaran umum yang terdapat dalam hukum perdata, seperti ditegaskan dalam Pasal 1319.

Vendu Reglement (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Stbl.

1940 Nomor 56) yang masih berlaku sebagai dasar hukum lelang, dinyatakan:33 Penjualan umum adalah pelelangan atau penjualan barang-barang yang dilakukan kepada umum dengan harga penawaran yang meningkat atau menurun atau dengan pemasukan harga dalam sampul tertutup, atau kepada orang-orang yang diundang atau sebelumnya diberitahu mengenai pelelangan atau penjualan itu, atau diizinkan untuk ikut serta, dan diberi kesempatan untuk menawar harga, menyetujui harga yang ditawarkan atau memasukkan harga dalam sampul tertutup.

Pengertian lelang menurut pendapat Polderman, sebagaimana dikutip Rochmat Soemitro, menyatakan: 34

Penjualan umum adalah alat untuk mengadakan perjanjian atau persetujuan yang paling menguntungkan untuk sipenjual dengan cara menghimpun para peminat”. Polderman selanjutnya mengatakan, bahwa syarat utama lelang adalah menghimpun para peminat untuk mengadakaan perjanjian jual beli yang paling menguntungkan si penjual. Dengan demikian syaratnya ada 3, yaitu: 1) Penjualan umum harus selengkap mungkin (volledigheid). 2) Ada kehendak untuk mengikat diri.3)Bahwa pihak lainnya yang akan mengadakan perjanjian tidak dapat ditunjuk sebelumnya.

33

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta, 1992, hal. 931

34

Rochmat Soemitro, Peraturan dan Instruksi Lelang, Edisi Kedua, Penerbit PT Eresco Bandung, Bandung, 1987, hal. 106.


(45)

Menurut Roell sebagaimana dikutip Rochmat Soemitro menyatakan:35

Penjualan umum adalah suatu rangkaian kejadian yang terjadi antara saat mana seseorang hendak menjual sesuatu atau lebih dari satu barang, baik secara pribadi maupun dengan perantaraan kuasanya, memberikan kesempatan kepada orang-orang yang hadir melakukan penawaran untuk membeli barang-barang yang ditawarkan sampai kepada saat di mana kesempatan lenyap.

Jadi menurut Rochmat Soemitro titik berat dari definisi yang diberikan Roell adalah pada kesempatan penawaran barang.36

Menurut Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Lelang Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara Biro Hukum-Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan:37

Pengertian lelang adalah cara penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran secara kompetisi yang didahului dengan pengumuman lelang dan atau upaya mengumpulkan peminat. Unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian lelang adalah:

a. cara penjualan barang; b. terbuka untuk umum;

c. penawaran dilakukan secara kompetisi;

d. pengumuman lelang dan atau adanya upaya mengumpulkan peminat;

e. cara penjualan barang yang memenuhi unsur-unsur tersebut diatas harus dilakukan oleh dan atau di hadapan Pejabat Lelang.

Dari pengertian di atas, maka lalang adalah penjualan barang di muka umum yang didahului dengan upaya pengumpulan peminat melalui pengumuman yang dilakukan oleh dan atau di hadapan pejabat lelang dengan pencapaian harga yang optimal melalui cara penawaran lisan naik-naik atau turun-turun dan atau tertulis.

35

Ibid, hal. 107. 36

Ibid, hal. 107. 37

Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Lelang Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara Biro Hukum Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan, Reformasi Undang-Undang Lelang di Indonesia (Makalah disampaikan dalam Sosialisasi RUU Lelang), Medan 9 Desember 2004, hal.15.


(46)

Pengertian lelang harus memenuhi unsur-unsur, yaitu: penjualan barang di muka umum, didahului dengan upaya pengumpulan peminat melalui pengumuman, dilakukan oleh dan atau dihadapan pejabat lelang, harga terbentuk dengan cara penawaran lisan naik-naik atau turun-turun dan atau tertulis.

Lelang sebagai alternatif cara penjualan barang telah cukup lama dikenal. Namun pada umumnya pengertian yang dipahami masih rancu. Sering dikacaukan dengan lelang pengadaan barang atau jasa dalam rangka pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Lelang tender yang sering dikenal dengan lelang atas pemborongan ini diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan APBN. Dalam kaitan ini pembeli (pemerintah) berhadapan dengan penjual yang menawarkan barang/jasa. Sementara lelang menurut Pasal 1

Vendu Reglement adalah suatu penjualan barang di muka umum dengan cara

penawaran secara lisan dan naik-naik untuk memperoleh harga yang semakin meningkat atau dengan penawaran harga yang semakin menurun dan/atau dengan penawaran harga secara tertutup dan tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan para calon peminat/pembeli lelang yang dipimpin oleh pejabat lelang atau Vendumeester (dahulu juru lelang).38

Dari pengertian lelang dapat dikemukakan dua hal yang penting:

1) Pengertian lelang adalah terbatas pada penjualan barang di muka umum. Karena itu, pembelian barang dan pemborongan pekerjaan secara lelang seperti pada

38

Sutarjo dalam S. Mantayborbir dan Iman Jauhari, Hukum Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, 2003, hal. 9-10.


(47)

mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang sering disebut dengan “lelang tender” tidak termasuk di dalamnya.

2) Di dalam pengertian lelang harus dipenuhi 5 unsur, yaitu: a) Lelang adalah suatu bentuk penjualan barang.

b) Penentuan harga bersifat kompetitif karena cara penawaran harga yang khusus, yaitu dengan cara penawaran harga secara lisan dan naik-naik atau secara turun-turun dan/atau secara tertutup dan tertulis tanpa memberi prioritas kepada pihak manapun untuk membeli.

c) Pembeli tidak dapat ditunjuk sebelumnya, keceuali kepada para calon peminat lelang dengan penawaran tertinggi yang telah melampaui harga limit dapat ditunjuk sebagai pemenang/pembeli.

d) Memenuhi unsur publisitas, karena lelang adalah penjualan yang bersifat transparan.

e) Dilaksanakan pada suatu saat dan tempat tertentu sehingga bersifat cepat, efisien dan efektif.

Jadi, lelang adalah cara penjualan yang diatur dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus yaitu Vendu Reglement Stb. 1908. Peraturan peninggalan Belanda tersebut sampai saat ini masih berlaku secara nasional dengan berbagai penyesuaian seperlunya dan dilaksanakan dengan Vendu Instructie Stb 1908 dan Peraturan Pemerintah tentang pemungutan bea lelang Stb. 1949 Nomor 390. Karena itu lelang adalah suatu cara penjualan barang yang diatur dengan peraturan perundang-undangan yang bersifat khusus (lex specialist).39

39


(48)

Selanjutnya, lelang sebagai perjanjian, terjadi pada saat pejabat lelang untuk kepentingan penjual menunjuk penawar yang tertinggi dan mencapai harga limit sebagai pembeli lelang.40 Hal tersebut sebagai tahap perjanjian obligatoir yang menimbulkan hak dan kewajiban antara penjual dan pembeli lelang, sehingga tahap perjanjian obligatoir dalam penjualan lelang yaitu sejak pejabat lelang untuk kepentingan penjual menunjuk penawar yang tertinggi dan mencapai harga limit sebagai pembeli lelang.

Dalam lelang, keempat unsur dalam perjanjian jual beli terpenuhi, ada penjual lelang, ada pembeli lelang, ada barang yang menjadi objek lelang, dan ada harga yang terbentuk dalam penawaran terakhir yang ditunjuk pejabat lelang. Lelang adalah sebagai suatu perjanjian jual beli, maka ketentuan jual beli sebagaimana diatur oleh KUHPerdata juga berlaku dalam lelang. Lelang tunduk pada ketentuan umum dari KUHPerdata Buku III Bab I dan II, sehingga atas suatu pelaksanaan lelang berlaku asas-asas perjanjian yang diatur oleh KUHPerdata. Dalam Pasal 1339 KUHPerdata disebutkan, “Persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang”.

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 40/PMK.07/2006

40

Purnama T Sianturi, “Tanggung Jawab Kantor Lelang Negara, Penjual, Pembeli dan Balai Lelang Dalam Penjualan Aset Bada Penyehatan Perbankan Nasional (Studi Kasus di Kantor Lelang Negara Medan Kurun Waktu 1999-2000)”, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2002, hal. 102.


(49)

Tentang Pelaksanaan Lelang, dinyatakan Lelang adalah penjualan barang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi yang didahului dengan pengumuman lelang (Pasal 1 angka 1). Ketentuan ini membatasi pengertian lelang itu hanya pada penjualan di muka umum saja tidak termasuk lelang tender atau lelang pemborongan pekerjaan.

2. Dasar Hukum Lelang

Keberadaan lembaga lelang sebagai bentuk khusus dari penjualan benda telah diakui dalam banyak peraturan perundang-undangan di Indonesia,41 terdapat dalam berbagai peraturan umum dan peraturan khusus. Peraturan umum yaitu peraturan perundang-undangan yang tidak secara khusus mengatur lelang tetapi ada pasal-pasal di dalamnya yang mengatur tentang lelang, yaitu:

a. KUHPdt (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) Stbl. 1847/23 antara lain: Pasal 389, 395, 1139 (1), 1149 (1).

b. RGB (Reglemen Hukum Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura) Stbl. 1927/227 Pasal 206-228.

c. RIB/HIR (Reglement Indonesia yang Diperbaharui) Stbl. 1941/44 Pasal 195-208. d. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat

Paksa sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.

41

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Lelang, Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Piutang dan lelang Negara, Biro Hukum-Sekretariat Jenderal, Jakarta, 18 Februari 2005, hal 9.


(50)

e. Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara Pasal 10 dan 13.

f. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1970 tentang Penjualan dan atau Pemindah tanganan Barang-barang yang Dimiliki/Dikuasai Negara

g. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Pasal 45 dan 273.

h. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan Pasal 6, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan i. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,

Pasal 41.

j. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1986 tentang Hak Tanggungan,Pasal 6. k. Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Fiducia, Pasal 29 ayat (3). l. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan.

m. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

n. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 48. o. Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

Peraturan khusus yaitu peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur tentang lelang, yaitu:

a. Vendu Reglement (Peraturan Lelang) Staatsdlad 1908:198 sebagaiman telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Staablaad 1941:3. Vendu Reglement mulai berlaku pada tanggal 1 April 1908, merupakan peraturan yang mengatur prinsip-prinsip pokok tentang Lelang. Bentuk peraturan ini reglemen bukan ordonansi


(51)

yang dapat dianggap sederajat dengan undang-undang, karena pada saat pembuatannya belum dibentuk volksraad.

b. Vendu Instructie (Instruksi Lelang) Staatsblaab 1908 190 sebagaimana telah

beberapa kali diubah terakhir dengan Staatsblaab 1930:85. Vendu Instructie merupakan ketentuan-ketentuan yang melaksanakan vendu reglement.

c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lebaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687).

d. Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2001 tentang kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 37 tahun 2004.

e. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal dilingkungan Departemen Keuangan.

f. Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 2003 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Departemen Keuangan g. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,

Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementeriaan Negara Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62 Tahun 2005. h. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 445/KMK. 01/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja kantor Wilayah Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara dan KP2LN sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 425/KMK.01/2002;


(52)

i. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 371/KMK.01/2002 tentang Pelimpahan Wewenang Kepada Pejabat Eselon I di Lingkungan Departemaen Keuangan untuk dan atas Nama Menteri Keuangan Menandatangani Surat dan/atau Keputusan Menteri Keuangan sebagimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 469/KMK.06/2003.

j. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.06 /2004 tentang organisasi dan Tata Kerja Departeman Keuangan sebagaimana telah diubah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 426/KMK.01/2004.

k. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

l. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41/PMK.07/2006 tanggal 30 Mei 2006 tentang Pejabat Lelang Kelas I.

m. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.07/2005 tanggal 30 Nopember 2005 tentang Balai Lelang

n. Peraturan Menteri Keuangan No. 119/PMK.07/2005 tanggal 30 Nopember 2005 tentang Pejabat Lelang Kelas II.

Peraturan teknis yang utama mengenai pelaksanaan lelang adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.


(53)

3. Fungsi Lelang

Fungsi Lelang dibedakan atas fungsi privat dan fungsi publik adalah: a. Fungsi privat: karena lelang merupakan institusi pasar yang mempertemukan

penjual dan pembeli, maka lelang berfungsi memperlancar arus lalu lintas perdagangan barang. Fungsi ini dimanfaatkan untuk memberikan pelayanan penjualan barang kepada masyarakat/pengusaha yang menginginkan barangnya dilelang, maupun kepada peserta lelang.

b. Fungsi publik:

1) Memberikan pelayanan penjualan dalam rangka pengamanan terhadap asset yang dimiliki/dikuasai oleh negara untuk meningkatkan efisiensi dan tertib administrasi pengelolaannya;

2) Memberikan pelayanan penjualan barang yang bersifat cepat, aman tertib dan mewujudkan harga yang wajar;

3) Mengumpulkan penerimaan negara dalam bentuk bea lelang dan uang miskin.42

Kebaikan penjualan secara lelang merupakan suatu cara penjualan barang yang dipilih dan dimanfaatkan dalam berbagai sistem hukum mengingat adanya kebaikan-kebaikan yang dapat dipetik dari lelang tersebut, yaitu sebagai berikut:

42

S. Mantayborbir dan Iman Jauhari, 2003, Hukum Lelang Negara di Indonesia, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Jakarta, hal. 9.


(54)

a. Adil; karena lelang bersifat terbuka (umum) dan obyektif.

b. Aman; lelang disaksikan, dipimpin, dilaksanakan oleh pejabat lelang dan cukup terlindungi oleh hukum, karena sistem lelang mengharuskan Pejabat Lelang meneliti terlebih dahulu tentang keabsahan dokumen penjualan dan barang yang akan dijual (subyek dan obyek) lelang. Bahkan pelaksanaan lelang harus lebih dahulu diumumkan melalui surat kabar harian dan berselang 15 (lima belas) hari, sehingga memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan atas penjualan melalui lelang tersebut. Oleh sebab itu penjualan secara lelang adalah penjualan yang sah dan aman.

c Cepat, karena lelang didahului dengan pengumuman lelang sehingga peminat lelang dapat berkumpul pada saat hari lelang yang ditentukan dan pembayarannya secara tunai.

d Mewujudkan harga yang wajar, karena sistem penawaran dalam lelang bersifat kompetitif dan transparan.

e Memberikan kepastian hukum, karena pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh Pejabat Lelang dapat dibuat Berita Acara pelaksanaan lelang yang disebut Risalah Lelang sebagai akte otentik.43

4. Jenis Lelang

43


(55)

Jenis Lelang dibedakan berdasarkan sebab barang dijual dan penjual dalam hubungannya dengan barang yang akan dilelang, dibedakan antara Lelang Eksekusi dan Lelang Non Eksekusi, sebagai berikut:

a. Lelang Eksekusi

Lelanag Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan/penetapan pengadilan atau dokumen-dokumen lain, yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dipersamakan dengan itu, dalam rangka membantu penegakan hukum, antara lain: Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN), Lelang Eksekusi Pengadilan, Lelang Eksekusi Pajak, Lelang Eksekusi Harta Pailit, Lelang Eksekusi Pasal 6 Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT), Lelang Eksekusi dikuasai/tidak dikuasai Bea Cukai lelang Eksekusi Barang Sitaan Pasal 45 Kitab Undang-undang Acara Hukum Pidana (KUHAP), Lelang Eksekusi Barang Rampasan, Lelang Eksekusi Barang Temuan, Lelang Eksekusi Fidusia, Lelang Eksekusi Gadai.44

b. Lelang Non Eksekusi

1) Lelang Non Eksekusi Wajib adalah lelang untuk melaksanakan pejualan barang milik negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara atau barang Milik Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/D) yang oleh peraturan

44

Lihat Pasal 1 angka 4 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.


(56)

perundang-undangan diwajibkan untuk dijual secara lelang termasuk kayu dan hasil hutan lainnya dari tangan pertama.45

2) Lelang Non Eksekusi Sukarela adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang milik perorangan,kelompok masyarakat atau badan swasta yang dilelang secara sukarela oleh pemiliknya, termasuk BUMN/D berbentuk persero. 46

5. Persiapan dan Tempat Pelaksanaan Lelang

Persiapan dan Tempat Pelaksanaan Lelang diatur dalam Pasal 6, 7, 8, 9 dan Pasal 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Pelaksanaan Lelang, sebagai berikut:

Pasal 6:

(1) Penjual yang bermaksud melakukan penjualan secara lelang mengajukan surat permohonan lelang secara tertulis Kepada KPKNL atau Pemimpin Balai Lelang disertai dengan dokumen persyaratan lelang.

(2) Dalam hal lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Lelang Eksekusi Panitia Urusan Piutang Negara, surat permohonan diajukan dalam bentuk Nota Dinas oleh Kepala Seksi Piutang Negara KPKNL kepada Kepala KPKNL.

(3) Surat permohonan kepada Pemimpin Balai Lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diteruskan kepada Kepala KPKNL untuk dimintakan jadwal pelaksanaan lelangnya.

(4) KPKNL/Kantor Pejabat Lelang Kelas II tidak boleh menolak permohonan lelang yang diajukan kepadanya sepanjang dokumen persyaratan lelang sudah lengkap dan telah memenuhi legalitas subjek dan objek lelang.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan lelang dan dokumen persyaratan lelang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.

45

Lihat Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

46

Lihat Pasal 1 angka 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.


(57)

Pasal 7:

(1) Penjual/Pemilik Barang bertanggungjawab terhadap keabsahan barang dokumen persyaratan lelang dan penggunaan Jasa Lelang oleh Balai Lelang. (2) Penjual bertanggungjawab atas tuntutan ganti rugi terhadap kerugian yang

timbul karena ketidakabsahan barang, dokumen persyaratan lelang dan penggunaan Jasa Lelang oleh Balai Lelang.

(3) Dalam hal yang dilelang barang bergerak, Penjual/Pemilik Barang Wajib menguasai fisik barang bergerak yang akan dilelang.

Pasal 8:

(1) Penjual/Pemilik Barang dapat mengajukan syarat-syarat lelang tambahan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain:

a. jadwal penjelasan lelang kepada peserta lelang sebelum pelaksanaan lelang (aanwidjzing);

b. jangka waktu bagi calon Pembeli untuk melihat, meneliti secara fisik barang yang akan dilelang.

c. jangka waktu pembayaran Harga Lelang;

d. jangka waktu pengambilanpenyerahan barang oleh pembeli.

(2) Syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampirkan dalam surat permohonan lelang.

Pasal 9:

(1) Penjual/Pemilik Barang Wajib memperlihatkan atau menyerahkan asli dokumen kepemilikan kepada pejabat Lelang paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum pelaksanaan lelang, kecuali Lelang Eksekusi yang menurut peraturan perundang-undangan tetap dapat dilaksanakan meskipun asli dokumen kepemilikannya tidak dikuasai oleh Penjual.

(2) Dalam hal Penjual/Pemilik Barang menyerahkan asli dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pejabat Lelang, Pejabat Lelang wajib memperlihatkannya kepada Peserta Lelang sebelum/pada saat lelang dimulai.

(3) Dalam hal Penjual/Pemilik Barang tidak menyerahkan asli dokumen kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepada Pejabat Lelang, Penjual wajib memperlihatkan kepada Peserta Lelang sebelum/pada saat lelang dimulai.

Pasal 10:

(1) Tempat pelaksanaan lelang harus di wilayah kerja KPKNL atau di wilayah jabatan Pejabat Lelang Kelas II tempat barang berada.

(2) Tempat pelaksanaan lelang ditetapkan oleh Kepala KPKNL atau Pejabat Lelang Kelas II.


(1)

2. Bentuk hambatan yang sering terjadi dalam pelaksanaan lelang eksekusi Kejaksaan pada KPKNL adalah keterlambatan penyerahan atau permohonan lelang terhadap suatu barang rampasan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang dalam penyimpanan dapat mengurangi nilai jual barang tersebut, dan juga hambatan dapat terjadi setelah selesai pelaksanaan lelang yaitu terlambatnya penyetoran uang hasil lelang eksekusi kejaksaan itu. Sedangkan hambatan yang ditemui dalam pelaksanaan lelang eksekusi Kejaksaan Negeri Medan pada KPKNL Medan adalah objek lelang yang dimohonkan oleh Kejaksaan merupakan hasil perkara pidana, yang dokumen dari barang tersebut tidak lengkap, seperti kendaraan yang tidak memiliki STNK/BPKP sementara pihak Samsat tidak bersedia mengeluarkan STNK/BPKP yang baru, yang dapat mengurangi peminat objek lelang. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan tersebut oleh KPKNL harus melakukan koordinasi terhadap lembaga yang terkait yaitu pihak Samsat, Kejaksaan Negeri dan KPKNL Medan.

B. Saran

1. Disarankan kepada pihak Kejaksaan, selesai melakukan proses hukum barang bukti sebagai barang rampasan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, diupayakan segera diserahkan berkasnya ke bagian yang berwenang untuk dapat dilakukan proses lelang tepat waktu dan tidak berlarut-larut, untuk menghindari terjadi penurunan harga jual dari barang rampasan tersebut, dan segera melakukan penyetoran hasil lelang tersebut ke Kas Negara. Sebagaimana yang diatur dalam


(2)

Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 Pasal 7 ayat (1) dan (2) dan Instruksi Jaksa Agung RI No. Instr-006/J.A/4/1988 tanggal 22 April 1988 tentang Pelaksanaan Pola Pengawasan Penanganan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP)

2. Disarankan kepada pihak KPKNL agar setelah melaksanakan lelang untuk tetap berkoordinasi dengan pihak Kejaksaan dalam hal bukti penyetoran hasil lelang KPKNL yang sudah diberikan dan dicatat sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dapat dilaporkan kembali kepada KPKNL.

3. Disarankan kepada Pihak Kejaksaan untuk merekomendasi dengan tegas tentang perlindungan hukum terhadap hak pihak ketiga dalam hal barang bukti perkara pidana yang dilelang.


(3)

DAFTAR PUSTAKA A. Buku

Darus, Mariam, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, edisi kedua, Alumni, Bandung, 1996.

Fakih, Mansour, Sesat Pikir Teori Pembangunan dan Globalisasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2001.

Hadjar, Ibnu, 1996, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kuantitatif Dalam Pendidikan, PT. Raja Granfindo Persada, Jakarta.

Harahap, M. Yahya, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Gramedia, Jakarta, 1994.

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, PT Ichtiar Baru-Van Hoeve, Jakarta, 1992.

Hisyam, M., 1996, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I asas-asas, FE UI, Jakarta. Kamelo, Tan, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan

Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Disertasi, Medan: PPs-USU, 2002.

“KPKNL Medan Kehilangan Potensi Penerimaan Lelang Hingga Miliaran Rupiah”, tersedia dalam http://www/djkn.depkeu.go.id, diakses pada tanggal 18 Pebruari 2008.

Krippendorff, Klaus, 1993, Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi, PT.Raja Granfindo Persada, Jakarta.

Kusumaatmadja, Mochtar, Konsep-Konsep Dalam Pembangunan, Pusat Studi Wawasan Nusantara, Hukum dan Pembangunan Bekerjasama dengan Penerbit PT. Alumni, Bandung, 2002.

Lubis, M. Solly, 1994, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung.

Makarasa, Moh. Taufik, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata, cetakan pertama PT. Asdi Mahasatya, Jakarta, 2004.

Mantayborbir, S., 2004, Sistem Hukum Pengurusan Piutang,, Pustaka Bangsa Press, Jakarta.


(4)

Mantayborbir, S., dan Iman Jauhari, Hukum Lelang Negara di Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2003.

Mantayborbir, S., dan V.J. Mantayborbir, Hukum Perbankan dan Sistem Hukum Piutang dan Lelang Negara, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2006.

Mantayborbir, S., Iman Jauhari, Agus Hari Widodo, Hukum Piutang dan Lelang Negara, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2002.

Muhammad. Abdulkadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004.

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Lelang, Departemen Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara, Biro Hukum-Sekretariat Jenderal, Jakarta, 18 Februari 2005.

Rasjidi dan Ira Thania Rasjidi, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2002.

Sianturi, Purnama T, “Tanggung Jawab Kantor Lelang Negara, Penjual, Pembeli dan Balai Lelang Dalam Penjualan Aset Bada Penyehatan Perbankan Nasional (Studi Kasus di Kantor Lelang Negara Medan Kurun Waktu 1999-2000)”, Tesis, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2002.

Silalahi, Martinus Udin, “Menyoal Pembatalan Lelang Gula Ilegal”, Harian Sore Sinar Harapan, terdapat dalam http://google.com, diakses tanggal 24 September 2007.

Sjahdeini, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 1995, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Press, Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta.

Soemitro, Rochmat, Peraturan dan Instruksi Lelang, Edisi Kedua, Penerbit PT Eresco Bandung, Bandung, 1987.

Surakhmad, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah, Dasar Metode dan Teknik, Edisi Ketujuh, Tarsito, Bandung, 1985.


(5)

Tjitrosudibyo, Subekti, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1973. B. Peraturan Perundang-Undangan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang Nomor.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Departemen Keuangan.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 95 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal dilingkungan Departemen Keuangan

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.48/Menhut-II/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelelangan Hasil Hutan Temuan, Sitaan dan Rampasan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.06/2007 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.48/Menhut-II/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelelangan Hasil Hutan Temuan, Sitaan dan Rampasan.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.48/Menhut-II/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pelelangan Hasil Hutan Temuan, Sitaan dan Rampasan.

Keputusan Jaksa Agung R.I. Nomor: KEP.112/JA/19/1989 tentang Mekanisme Penerimaan Penyimpanan Dan Penataan Barang Bukti.

Keputusan Jaksa Agung R.I. Nomor: KEP-089/J.A/1988 tentang Penyelesaian Barang Rampasan.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 84 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Instansi Vertikal Di Lingkungan Departemen Keuangan


(6)

Surat Edaran Nomor: SE-03/B/B.5/1988 tentang Penyelesaian Barang Rampasan. Surat Edaran Nomor: SE-03/B/B.5/8/1988 tentang Penyelesaian Barang Rampasan. Tim Penyusun Rancangan Undang-Undang Lelang Direktorat Jenderal Piutang dan

Lelang Negara Biro Hukum Sekretariat Jenderal Departemen Keuangan, Reformasi Undang-Undang Lelang di Indonesia (Makalah disampaikan dalam Sosialisasi RUU Lelang), Medan 9 Desember 2004.