Tinjaun Yuridis Tentang Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan (Studi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan)
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Fuady Munir. 2013. Hukum Jaminan Utang. Erlangga: Jakarta.
HS H. Salim. 2012. Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia. Rajawali Pers: Jakarta.
Harahap M. Yahya. 2005. Ruang Lingkup Permaslahan Eksekusi Bidang Perdata, Edisi Kedua. Sinar grafika: Jakarta.
_______________. 1988. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata. Gramedia: Jakarta.
Hamzah Andi. 1986. Kamus Hukum. Ghalia Indonesia: Jakarta.
Marwan. M dan Jimmy P. 2009. Kamus Hukum. Reality Publisher: Surabaya.
Muljadi Kartini dan Gunawan Widjaja. 2005. Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak Tanggungan. Kencana: Jakarta.
Mantayborbir S. dan Iman Jauhari. 2003. Hukum Lelang Negara Indonesia. Pustaka Bangsa Press: Jakarta.
Muljono, E. Liliawati. 2003. Tinjauan Yuridis Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Dengan Pemberian Kredit Oleh Perbankan. Harwarindo: Jakarta.
Mertokusumo Sudikno. 1988. Hukum Acara Perdata Indonesia. Liberty: Yogyakarta.
Nainggolan Ojak. 2008. Pengantar Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas HKBP Nomensen: Medan.
Poerwadarminta W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. PN Balai Pustaka: Jakarta.
Sianturi Purnama Tiora. 2013. Perlindungan Hukum terhadap Pembeli Barang Jaminan Tidak Bergerak Melalui Lelang. Mandar Maju: Bandung.
(2)
Sutedi Andrian. 2010. Hukum Hak Tanggungan. Sinar Grafika: Jakarta.
Subekti R. 2009. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Balai Pustaka: Jakarta.
Supriadi. 2007. Hukum Agraria. Sinar Grafika: Jakarta.
Siregar Tampil Anshari. 2007. Metode Penelitian Hukum : Penulis Skripsi. Multi Grafika: Medan.
Sjahdeini Sutan Remy. 1999. Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan. Alumni: Bandung.
Syahrani Ridwan. 1988. Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum. Pustaka Kartini: Jakarta.
Soepomo. 1963. Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri. Gita Karya: Jakarta.
Tim Prima Pena. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Gita Media Press: Surabaya.
Usman Rachmadi. 2016. Hukum Lelang. Sinar Grafika: Jakarta.
______________. 2011. Hukum Kebendaan. Sinar Grafika: Jakarta.
______________. 2008. Hukum Jaminan Keperdataan. Sinar Grafika: Jakarta.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Undang-Undang No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan
(3)
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3687). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan. Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana No. 8 Tahun 1981. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.
Undang-Undang No. 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero).
Peraturan Presiden Nomor. 66 Tahun 2006 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor. 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Lelang Baru.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor. 106/PMK.06/2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor. 40/PMK.07/2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 445/PMK.01/2006 tentang
Organisasi Departemen Keuangan.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
36/KMK.04/2002 tentang Jasa Pra lelang Dalam Lelang Barang Yang Dinyatakan Tidak Dikuasai , Barang Yang Dikuasai Negara Dan Barang Yang Menjadi Milik Negara Pada Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai.
(4)
Keputusan Menteri Keuangan No. 450/KMK.01/2002 sebagaimana diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 304/KMK.01/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.
Vendu Reglement (Stbl. Tahun 1908 Nomor 189 diubah dengan Stbl.1940 Nomor 56.
C. Jurnal
Ita Sucihati, Bambang Winarno, Amelia Sri Kusuma D, (Perlindungan Hukum Bagi Pemenang Lelang Eksekusi Hak Tanggungan Atas Penguasaan Obyek Lelang Analisis Yuridis Atas Putusan Pengadilan Negeri Kediri Nomor 61/Pdt.G/2012/PN.Kdr), Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, hal. 8, April 2014.
Ngadenan, (Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Konsekuensi Jaminan Kredit Untuk Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Kreditur di Mungkid), Tesis, hal. 58, Maret 2009.
D. Wawancara
Wawancara dengan Narasumber Bapak Arieffadillah., S.E, Kepala Seksi Pelayanan Lelang Medan, Dokumen Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan lelang (KPKNKL) Medan, [Pada tanggal 12 April 2016, Pukul: 08.00 dan tanggal 23 Juni 2016, Pukul:09.00].
E. Website
Ketentuan Hukum Lelang Melalui Balai lelang Swasta, [Diakses Pada 04 Februari 2016 Pukul 00.09 WIB].
2016 Pukul 13:39].19/19.
Maret 2016 Pukul: 12:03].
(5)
tanggal 19 Mei 2016 Pukul: 23:29].
(6)
BAB lll
TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN
A. Hak Tanggungan
1. Pengertian Hak Tanggungan
Hak Tanggungan, menurut ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang
No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta benda-benda
yang berkaitan dengan tanah, adalah:
Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain.
Dari rumusan Pasal 1 butir 1 UUHT No. 4 Tahun 1996 tersebut dapat
diketahui bahwa pada dasarnya suatu Hak Tanggungan adalah suatu bentuk
jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahului dengan objek (jaminan)
berupa hak-hak atas tanah yang diatur dalam UUPA No. 5 Tahun 1960.51
Tanggungan di dalam Kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai
barang yang dijadikan jaminan. Sedangkan jaminan itu sendiri artinya
51 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Harta Kekayaan: Hak
(7)
tanggungan atas pinjaman yang diterima.52
a. Hak Tanggungan adalah hak jaminan untuk pelunasan utang.
Unsur-unsur yang tercantum
dalam pengertian Hak Tanggungan disajikan berikut ini.
b. Objek Hak Tanggungan adalah hak atas tanah sesuai UUPA No. 5
Tahun 1960.
c. Hak Tanggungan dapat dibebankan atas tanahnya (hak atas tanah)
saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda-benda lain yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah itu.
d. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu
terhadap kreditur-kreditur lainnya.53
Lazimnya memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur
tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya disebut droit de preference.
Keistimewaan ini ditegaskan dalam pasal 1 angka (1) dan Pasal 20 ayat (1)
UUHT No. 4 Tahun 1996 yang berbunyi:
“Apabila debitur cedera janji, kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak untuk menjual objek yang dijadikan jaminan melalui pelelangan umum menurut peraturan yang berlaku dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut, dengan hak mendahului daripada kreditur-kreditur lain yang bukan pemegang Hak Tanggungan atau kreditur pemegang Hak Tanggungan dengan peringkat yang lebih rendah.”
Prof. Budi Harsono mengartikan Hak Tanggungan adalah:
“Penguasa hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur-kreditur untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi
52 Dikutip dar
23:29].
53 H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers,
(8)
bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai pembayaran lunas hutang debitur kepadanya”.54
a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada
pemegangnya atau yang dikenal dengan droit de preference;
Berdasarkan uraian di atas, dapatlah dikemukakan ciri-ciri Hak
Tanggungan. Ciri-ciri hak tangungan adalah:
b. Selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapa pun benda
itu berada atau disebut dengan droit de suite. Keistimewaan ini
ditegaskan dalam Pasal 7 UUHT No. 4 Tahun 1996. Biarpun objek
Hak Tanggungan sudah dipindahkan haknya kepada pihak lain,
kreditur pemegang Hak Tanggungan tetap masih berhak untuk
menjualnya melalui pelelangan umum jika debitur cedera janji;
c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat
pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yang
berkepentingan; dan
d. Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya. Dalam UUHT No.
4 Tahun 1996 memberikan kemudahan dan kepastian kepada kreditur
dalam pelaksanaan eksekusi.
2. Peraturan Tentang Hak Tanggungan
Sebelum berlakunya UUHT No. 4 Tahun 1996, maka peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang hak atas tanah adalah Pasal 1162
(9)
Buku II KUHPerdata, yang berkaitan dengan Hypotheek dan Credietverband
dalam Stbl. 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Stbl. 1937-190.
Kedua ketentuan tersebut sudah tidak berlaku lagi, karena sudah tidak sesuai
dengan kebutuhan pengkreditan di Indonesia.
Lahirnya undang-undang tentang Hak Tanggungan karena adanya
perintah dalam Pasal 51 UUPA No. 5 Tahun 1960 berbunyi “Hak
Tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha, dan hak
guna bangunan tersebut dalam Pasal 25, Pasal 33, dan Pasal 39 diatur dalam
undang-undang”. Tetapi dalam Pasal 57 UUPA No. 5 Tahun 1960 disebutkan
bahwa selama undang-undang Hak Tanggungan belum terbentuk, maka
digunakan ketentuan Hypotheek sebagaimana yang diatur di dalam
KUHPerdata dan Credietverband. Perintah Pasal 51 UUPA No. 5 Tahun
1960 baru terwujud setelah menunggu selama 36 Tahun. UUHT No. 4 Tahun
1996 ditetapkan pada tanggal 9 April 1996.55
Keberadaan UUHT No. 4 Tahun 1996 mengakhiri dualisme hukum
yang berlaku dalam pembebanan Hak Tanggungan atas tanah. Secara formal
pembebanan hak atas tanah berlaku ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
UUPA No. 5 Tahun 1960, tetapi secara materiil berlaku ketentuan-ketentuan
yang tercantum dalam Pasal 1162 Buku II KUHPerdata dan credietverband. 56
3. Asas-Asas Hak Tanggungan
55 Ibid., hal. 98-99. 56 Ibid., hal. 102.
(10)
Ada beberapa asas dari Hak Tanggungan yang perlu dipahami betul
yang membedakan Hak Tanggungan ini dari jenis dan bentuk
jaminan-jaminan utang yang lain. Bahkan yang membedakannya dari Hypotheek yang
digantikannya. Asas-asas tersebut tersebar dan diatur dalam berbagai pasal
dari UUHT No. 4 Tahun 1996.
Asas-asas Hak Tanggungan tersebut adalah:
a. Hak Tanggungan memberikan prioritas bagi kreditur pemegang Hak
Tanggungan (berlaku prinsip droit de preference).
b. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi (dengan beberapa
kekecualian). Pada prinsipnya, roya partial tidak dimungkinkan.
c. Hak Tanggungan hanya dapat dibebankan atas tanah yang sudah ada.
d. Selain atas tanahnya Hak Tanggungan juga dapat dibebankan ke atas
benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut. Dapat juga
dibebankan atas benda-benda yang akan ada dikemudian hari yang
berkaitan dengan tanah tersebut.
e. Perikatan Hak Tanggungan bersifat accessoir.
f. Hak Tanggungan dapat juga diikatkan kepada utang yang baru akan
ada di kemudian hari.
g. Hak Tanggungan dapat juga menjamin terhadap dari lebih dari satu
utang.
h. Hak Tanggungan mengikuti benda objeknya ditangan siapapun benda
(11)
i. Terhadap objek Hak Tanggungan tidak dapat diletakkan sita oleh
Pengadilan.
j. Objek Hak Tanggungan hanya mencakup tanah-tanah tertentu (berlaku
asas spesialitas).
k. Hak Tanggungan wajib didaftarkan (berlaku asas publisitas).
l. Terhadap Hak Tanggungan dapat diberikan janji-janji tertentu.
m. Jika mengeksekusi Hak Tanggungan maka tidak boleh dengan cara
mendaku (langsung milik kreditur).
n. Eksekusi Hak Tanggungan mudah dan pasti. Dalam konteks ini,
sertifikat Hak Tanggungan bersifat eksekutorial.57
4. Objek dan Subjek Hak Tanggungan
a. Objek Hak Tanggungan
Pada dasarnya tidak setiap hak atas tanah dapat dijadikan jaminan
utang, tetapi hak atas tanah yang dijadikan jaminan harus memenuhi
syarat-syarat berikut:
1) Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa
uang;
2) Termasuk hak yang didaftarkan dalam daftar umum, karena harus
memenuhi syarat publisitas;
3) Mempunyai sifat dapat dipindahtangankan, karena apabila debitur
cedera janji benda yang dijadikan jaminan utang akan dijual di
muka umum; dan
(12)
4) Memerlukan penunjukan dengan undang-undang.
KUHPerdata di dalamnya mengatur mengenai ketentuan
credietverband dalam Stbl. 1908-542 sebagaimana dengan Stbl.1937-190, telah diatur tentang objek hypotheek dan credietverband. Objek hypotheek
dan credietverband hanya meliputi hak-hak atas tanah saja tidak meliputi
benda-benda yang melekat dengan tanah seperti bangunan, tanaman,
segala sesuatu di atas tanah. Namun dalam UUHT No. 4 Tahun 1996 tidak
hanya ketiga objek hak atas tanah tersebut yang menjadi objek Hak
Tanggungan, tetapi telah ditambah dengan lengkap dengan hak-hak
lainnya. Dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7 UUHT No. 4 Tahun 1996
telah ditunjuk secara tegas hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan
hutang.
Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah:
1) Hak Milik.
2) Hak Guna Usaha.
3) Hak Guna Bangunan.
4) Hak Pakai, baik hak milik maupun hak atas negara.
5) Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang
telah ada atau akan ada merupakan satu kesatuan dengan tanah
tersebut dan merupakan hak milik pemegang hak atas tanah yang
(13)
pemberian hak atas tanah yang bersangkutan.58 Penjelasannya yaitu
Hak Tanggungan dapat pula meliputi bangunan, tanaman, dan hasil
karya misalnya candi, patung, gapura, relief yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah yang bersangkutan dan bangunan yang
dapat dibebani Hak Tanggungan bersamaan dengan tanahnya
tersebut meliputi bangunan yang berada di atas maupun di bawah
permukaan tanah misalnya basement, yang ada hubungannya
dengan hak atas tanah yang bersangkutan.
b. Subjek Hak Tanggungan
Subjek Hak Tanggungan ini diatur dalam Pasal 8 dan Pasal 9
UUHT No. 4 Tahun 1996, dari ketentuan dua pasal tersebut dapat
disimpulkan bahwa yang menjadi subjek hukum dalam Hak Tanggungan
adalah subjek hukum yang terkait dengan perjanjian pemberi Hak
Tanggungan.
Isi di dalam suatu perjanjian Hak Tanggungan, ada dua pihak yang
mengikatkan diri, yaitu sebagai berikut:
1) Pemberi Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang
menjaminkan objek Hak Tanggungan (debitur);
2) Pemegang Hak Tanggungan, yaitu orang atau pihak yang menrima
Hak Tanggungan sebagai jaminan dari piutang yang diberikannya.
(14)
Pasal 8 dan Pasal 9 UUHT No. 4 Tahun 1996 memuat ketentuan
mengenai subjek Hak Tanggungan, yaitu sebagai berikut:
1) Pemberi Hak Tanggungan, adalah orang perorangan atau badan
hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan
hukum terhadap objek Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak
Tanggungan itu dilakukan.
2) Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perorangan atau badan
hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang mendapatkan
pelunasan atas piutang yang diberikan.59
Pemberi Hak Tanggungan biasanya dalam praktek disebut dengan
debitur, yaitu orang yang meminjamkan uang di lembaga perbankan,
sedangkan penerima Hak Tanggungan disebut dengan istilah kreditur,
yaitu orang atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak
berpiutang.60
5. Pemberi Hak Tanggungan
Pemberian Hak Tanggungan haruslah dilakukan di hadapan PPAT.
Tahap pemberian Hak Tanggungan diawali atau didahului dengan janji untuk
memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu. Hal
ini dapat disimpulkan dari ketentuan dalam Pasal 10 ayat (1) UUHT No. 4
Tahun 1996 yang menyatakan:
Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang
59 Andrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, (Jakarta: Sinar Grafika,2010), hal. 54. 60 H. Salim HS, Loc.Cit, hal.104.
(15)
tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.61
Pasal 8 ayat (2) UUHT No. 4 Tahun 1996 untuk itu harus dibuktikan
keabsahan dari kewenangan tersebut pada saat didaftarnya Hak Tanggungan
yang bersangkutan.
Mereka yang akan menerima Hak Tanggungan haruslah
memperhatikan ketentuan Pasal 8 ayat (2) UUHT No. 4 Tahun 1996 yang
menentukan bahwa kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap
objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud Pasal 8 ayat (1) UUHT No. 4
Tahun 1996 tersebut di atas harus ada (harus telah ada dan masih ada
penulis), pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak
Tanggungan dilakukan.
UUHT No. 4 Tahun 1996 menentukan bahwa kewenangan itu harus
ada pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan karena lahirnya Hak
Tanggungan adalah pada saat didaftarnya Hak Tanggungan tersebut
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek Hak
Tanggungan diharuskan ada (telah ada dan masih ada penulis), pada pemberi
Hak Tanggungan pada saat pembuatan buku tanah Hak Tanggungan.
62
6. Lahir dan Berakhirnya Hak Tanggungan
a. Akta Pemberian Hak Tanggungan (selanjutnya disebut sebagai APHT)
dan Janji-Janji Dalam Hak Tanggungan, dan SKMHT
61 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal.
397-398.
(16)
Lahirnya Hak Tanggungan didasarkan pada adanya perjanjian
pokok, yaitu perjanjian utang piutang. Pemberian Hak Tanggungan
didahului janji debitur untuk memberikan Hak Tanggungan kepada
kreditur sebagai jaminan pelunasan utang. Janji tersebut dituangkan dan
merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang, kemudian
dilakukan pemberian Hak Tanggungan melalui pembuatan Akta
Pemberian Hak Tanggungan (selanjutnya disebut sebagai APHT). Pasal 11
UUHT No. 4 Tahun 1996, APHT wajib dicantumkan:
1) nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan.
2) domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan
apabila diantara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia,
baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di
Indonesia, dan dalam hal domisili pilihan itu tidak dicantumkan,
Kantor PPAT tempat pembuatan APHT dianggap sebagai domisili
yang dipilih.
3) penunjukan secara jelas utang-utang yang dijamin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1) UUHT No. 4 Tahun
1996.
4) nilai tanggungan.
Pasal 11 ayat (2) UUHT No. 4 Tahun 1996, dalam APHT dapat
dicantumkan janji-janji tertentu antara lain:
1) Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk
(17)
mengubah jangka waktu sewa dan/atau menerima uang sewa di
muka, kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari
pemegang Hak Tanggungan.
2) Janji yang membatasi kewenangan pemberi Hak Tanggungan untuk
mengubah bentuk atau tata susunan objek Hak Tanggungan,
kecuali dengan persetujuan tertulis lebih dahulu dari pemegang
Hak Tanggungan.
3) Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak
Tanggungan untuk mengelola objek Hak Tanggungan berdasarkan
penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi letak objek Hak Tanggungan apabila debitur
sungguh-sungguh cedera janji.
4) Janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang Hak
Tanggungan untuk menyelamatkan objek Hak Tanggungan, jika
hal itu diperlukan untuk pelaksanaan eksekusi atau untuk
mencegah menjadi hapusnya atau dibatalkannya hak yang menjadi
objek Hak Tanggungan karena tidak dipenuhi atau dilanggarnya
ketentuan undang-undang.
5) Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak
untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek Hak Tanggungan
(18)
6) Janji yang diberikan oleh pemegang Hak Tanggungan pertama
bahwa objek Hak Tanggungan tidak akan dibersihkan dari Hak
Tanggungan.
7) Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan tidak akan melepaskan
haknya atas objek Hak Tanggungan tanpa persetujuan tertulis lebih
dahulu dari pemegang Hak Tanggungan.
8) Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh
atau sebagian dari ganti rugi yang diterima pemberi Hak
Tanggungan untuk pelunasan piutangnya apabila objek Hak
Tanggungan dilepaskan haknya oleh pemberi Hak Tanggungan
atau dicabut haknya untuk kepentingan umum.
9) Janji bahwa pemegang Hak Tanggungan akan memperoleh seluruh
atau sebagian dari uang asuransi yang diterima pemberi Hak
Tanggungan untuk pelunasan piutangnya, jika objek Hak
Tanggungan diasuransikan.
10) Janji bahwa pemberi Hak Tanggungan akan mengosongkan objek
Hak Tanggungan pada waktu eksekusi Hak Tanggungan.
11) Janji yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) UUHT No. 4 Tahun
1996.63
b. Pendaftaran Hak Tanggungan
(19)
Pendaftaran Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 13 UUHT No. 4
Tahun 1996. APHT yang dibuat oleh PPAT wajib didaftarkan. Secara
sistematis tata cara pendaftaran APHT dikemukakan berikut ini:
1) Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor
Pertanahan.
2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan
APHT, PPAT wajib mengirimkan APHT yang bersangkutan dan
dokumen yang dijadikan dasar pembuatan akta (warkah) lain yang
diperlukan kepada Kantor Pertanahan.
3) Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan
dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya
dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak
Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas
tanah yang bersangkutan.
4) Tanggal buku tanah Hak Tanggungan adalah tanggal hari ketujuh
setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi
pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku
tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
5) Hak Tanggungan lahir pada hari ketujuh setelah penerimaan secara
(20)
hari ketujuh itu jatuh pada hari libur maka buku tanah hak
tanggungan tersebut diberi tanggal pada hari kerja berikutnya.64
Prosedur Pendaftaran di atas, tampaklah bahwa momentum
lahirnya pembebanan Hak Tanggungan atas tanah adalah pada saat hari
buku tanah Hak Tanggungan dibuat di Kantor Pertanahan. Tanpa
pendaftaran Hak Tanggungan dianggap tidak pernah ada.
c. Sertifikat Hak Tanggungan
Penerbitan Sertifikat Hak Tanggungan sebagai bukti keberadaan
atau eksistensi Hak Tanggungan dapat ditemukan pengaturannya dalam
ketentuan Pasal 14 UUHT No. 4 Tahun 1996, yang menyatakan sebagai
berikut:
1) Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2) Sertifikat Hak Tanggungan memuat irah-irah dengan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA".
3) Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse akta Hypotheek
sepanjang mengenai hak atas tanah.
(21)
4) Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertifikat hak atas tanah yang telah dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan yang
dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.
5) Sertifikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan.65
Sertifikat Hak Tanggungan merupakan tanda bukti adanya Hak
Tanggungan, berarti Hak Tanggungan tidak bisa dibuktikan dengan alat
bukti yang lain. Sekalipun tidak disebutkan secara tegas, tetapi dalam
kenyataannya sertifikat Hak Tanggungan merupakan salinan buku tanah
Hak Tanggungan. Kiranya tidak tertutup kemungkinan, bahwa adanya Hak
Tanggungan dibuktikan dengan buku tanah Hak Tanggungan yang
tersimpan di Kantor Pertanahan.66
d. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (selanjutnya disebut
sebagai SKMHT)
SKMHT wajib dibuat dengan akta Notaris atau akta PPAT, ini
diatur dalam Pasal 15 ayat (1) yaitu:
(1) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta Notaris atau akta PPAT dan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada membebankan Hak Tanggungan;
b) tidak memuat kuasa substitusi;
c) mencantumkan secara jelas objek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas krediturnya, nama dan identitas debitur apabila debitur bukan pemberi Hak Tanggungan.67
65 Lihat,Pasal 14 UUHT No. 4 Tahun 1996. 66 Rachmadi Usman, Op. Cit, 2008, hal. 461-462. 67 Lihat,Pasal 15 ayat (1) UUHT No. 4 Tahun 1996.
(22)
e. Peralihan Hak Tanggungan
Hak Tanggungan dapat dialihkan kepada pihak lainnya. Peralihan
Hak Tanggungan ini diatur dalam Pasal 16 UUHT No. 4 Tahun 1996;
1) Jika piutang yang dijamin dengan Hak Tanggungan beralih karena
cessie, subrogasi, pewarisan, atau sebab-sebab lain, Hak Tanggungan tersebut ikut beralih karena hukum kepada kreditur
yang baru.
2) Beralihnya Hak Tanggungan wajib didaftarkan oleh kreditur yang
baru kepada Kantor Pertanahan.
3) Pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan dilakukan oleh Kantor
Pertanahan dengan mencatatnya pada buku tanah Hak Tanggungan
dan buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak
Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada sertifikat Hak
Tanggungan dan sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.
4) Tanggal pencatatan pada buku tanah adalah tanggal hari ketujuh
setelah diterimanya secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi
pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan dan jika hari ketujuh itu
jatuh pada hari libur, catatan itu diberi bertanggal hari kerja
berikutnya.
5) Beralihnya Hak Tanggungan mulai berlaku bagi pihak ketiga pada
(23)
6) Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang tidak diikuti
dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam waktu
yang ditentukan akan batal demi hukum.
Peralihan Hak Tanggungan wajib didaftarkan oleh kreditur yang
baru kepada Kantor Pertanahan. Hal-hal yang dilakukan Kantor
Pertanahan berkaitan dengan pendaftaran peralihan Hak Tanggungan
adalah melakukan:
1) Pencatatan pada buku tanah Hak Tanggungan,
2) Buku-buku hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan,
dan
3) Menyalin catatan tersebut pada sertifikat Hak Tanggungan dan
sertifikat hak atas tanah.
Tanggal pencatatan pada buku tanah adalah tanggal hari ketujuh
setelah diterimanya secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi
pendaftaran beralihnya Hak Tanggungan dan jika pada hari ketujuh itu
jatuh pada hari libur, catatan itu diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
Sedangkan momentum berlakunya peralihan Hak Tanggungan bagi pihak
ketiga, yaitu pada hari tanggal pencatatan pada buku tanah oleh Kantor
Pertanahan.68
f. Hapusnya Hak Tanggungan
(24)
Sudikno Mertokusumo, mengemukakan 6 (enam) cara berakhirnya
atau hapusnya Hak Tanggungan. Keenam cara tersebut disajikan berikut
ini:
1) Dilunasinya hutang atau dipenuhinya prestasi secara sukarela oleh
debitur. Di sini tidak terjadi cedera janji atau sengketa.
2) Debitur tidak memenuhi tepat pada waktu, yang berakibat debitur
akan ditegur oleh kreditur untuk memenuhi prestasinya. Teguran
ini tidak jarang disambut dengan dipenuhinya prestasi oleh debitur
dengan sukarela, sehingga dengan demikian utang debitur lunas
dan perjanjian utang piutang berakhir.
3) Debitur cedera janji. Dengan adanya cedera janji tersebut, maka
kreditur dapat mengadakan parate executie dengan menjual lelang
barang yang dijaminkan tanpa melibatkan Pengadilan. Utang
dilunasi dari hasil penjualan lelang tersebut. Dengan demikian,
perjanjian utang piutang berakhir.
4) Debitur cedera janji, maka kreditur dapat mengajukan sertifikat
Hak Tanggungan ke Pengadilan untuk dieksekusi berdasarkan
Pasal 224 HIR yang diikuti pelelangan umum. Dengan dilunasi
utang dari hasil penjualan lelang, maka perjanjian utang piutang
berakhir. Di sini tidak terjadi gugatan.
5) Debitur cedera janji dan tetap tidak mau memenuhi prestasi maka
debitur digugat oleh kreditur, yang kemudian diikuti oleh putusan
(25)
yang terjadi pada cara yang kedua dengan dipenuhinya prestasi
oleh debitur dengan sukarela maka pelelangan umum tidak akan
dilaksanakan dan dengan demikian perjanjian utang piutang
berakhir.
6) Debitur tidak mau melaksanakan putusan Pengadilan yang
mengalahkannya dan tidak mau melunasi utangnya maka
Pengadilan akan mengeksekusi secara paksa dengan pelelangan
umum yang hasilnya digunakan untuk melunasi hutang debitur, dan
mengakibatkan perjanjian utang piutang berakhir.69
Pasal 18 ayat (1) UUHT No. 4 Tahun 1996 ditetapkan sebagai
limitatif peristiwa-peristiwa atau hal-hal yang dapat menyebabkan berakhir
atau hapusnya Hak Tanggungan:
Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut:
1) Hutang akan berakhir atau hapus jika dijaminkan dengan Hak
Tanggungan;
2) Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya
dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai
dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan
kepada pemberi Hak Tanggungan;
3) Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan
berdasarkan penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri
terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani
(26)
Hak Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang dibelinya itu
dibersihkan dari beban Hak Tanggungan;
4) Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah yang
dibebani Hak Tanggungan tidak menghapuskan utang yang
dijaminkan karenanya debitur tetap berkewajiban untuk melunasi
(sisa) uangnya. 70
Accessoir merupakan sifat dari Hak Tanggungan, adanya Hak Tanggungan tergantung pada adanya piutang yang dijamin pelunasannya.
Apabila utang tersebut hapus karena pelunasan atau sebab-sebab lain,
dengan sendirinya Hak Tanggungan yang bersangkutan menjadi hapus
juga.71
B. Eksekusi Hak Tanggungan
1. Pengertian Eksekusi
Menguraikan tentang Eksekusi mau tidak mau harus mempersoalkan
tentang alas hak eksekusi itu. Dengan membicarakan hal itu maka harus
diuraikan tentang adanya titel eksekutorial, dalam praktek title eksekutorial
tersebut sering diartikan dengan judul eksekutorial.
Ciri-ciri Hak Tanggungan salah satunya yang dikatakan kuat adalah
mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, jika debitur cedera janji
(wansprestasi) kemudahan dan kepastian pelaksanaan eksekusi tersebut dapat
70 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 Tentang UUHT dengan
Pasal 18 ayat (1).
(27)
dilihat dengan disediakannya cara-cara eksekusi yang lebih mudah daripada
melalui cara gugatan seperti perkara perdata biasa. Di dalam Hak
Tanggungan, hak pemegang Hak Tanggungan untuk dapat melakukan parate
executie adalah hak yang diberikan oleh Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996, dengan kata lain diperjanjikan atau tidak diperjanjikan, hal itu demi hukum
dipunyai oleh pemegang Hak Tanggungan.72
a. Pendapat M. Yahya Harahap, bahwa eksekusi sebagai tindakan
hukum yang dilakukan oleh Pengadilan kepada pihak yang kalah
dalam suatu perkara, merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari
proses pemeriksaan perkara, oleh karena itu eksekusi tidak lain
daripada tindakan yang berkesinambungan dan keseluruhan proses
hukum antara perdata. Jadi eksekusi merupakan suatu kesatuan yang
tidak terpisahkan dari pelaksanaan tata tertib berita acara yang
terkandung dalam HIR atau RBg.
Pengertian eksekusi perlu dijelaskan sebelum dijelaskan tentang
eksekusi Hak Tanggungan, oleh karena itu maka pengertian eksekusi menurut
para ahli hukum menurut literatur seperti di bawah ini:
73
b. Pendapat Soepomo, bahwa hukum eksekusi mengatur cara dan
syarat-syarat yang dipakai oleh alat-alat Negara guna membantu pihak yang
berkepentingan untuk menjalankan putusan Hakim, apabila yang
72 E. Liliawati Muljono, Tinjauan Yuridis Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Dengan Pemberian Kredit Oleh Perbankan, (Jakarta,
Harwarindo, 2003), hal. 43.
73 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata,(Jakarta,
(28)
kalah tidak bersedia dengan sukarela memenuhi putusan yang tidak
ditentukan dalam undang-undang.74
c. Pendapat Ridwan Syahrani, bahwa eksekusi/pelaksanaan putusan
Pengadilan tidak lain adalah realisasi daripada apa yang merupakan
kewajiban dari pihak yang dikalahkan untuk memenuhi suatu prestasi
yang merupakan hak dari pihak yang dimenangkan, sebagaimana
tercantum dalam putusan Pengadilan.75
d. Pendapat Sudikno Mertokusumo, bahwa pelaksanaan putusan Hakim
atau eksekusi pada hakikatnya adalah realisasi daripada kewajiban
pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum
dalam putusan tersebut.76
Dari beberapa definisi di atas jelaslah bahwa eksekusi merupakan
upaya pemenuhan prestasi oleh pihak yang kalah kepada pihak yang menang
dalam perkara di Pengadilan dengan melalui kekuasaan Pengadilan,
sedangkan hukum eksekusi merupakan hukum yang mengatur hal ihwal
pelaksanaan putusan Hakim.
Eksekusi dalam hubungannya dengan Hak Tanggungan tidaklah
termasuk dalam pengertian apa yang dinamakan eksekusi riil, karena eksekusi
riil hanya dilakukan setelah adanya pelelangan. Eksekusi dalam hubungannya
dengan Hak Tanggungan bukanlah merupakan eksekusi riil akan tetapi yang
74 Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, (Jakarta, Gita Karya, 1963), hal.
137.
75
Ridwan Syahrani, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, (Jakarta, Pustaka Kartini, 1988), hal. 106.
76 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta, Liberty, 1988),
(29)
berhubungan dengan penjualan dengan cara lelang objek Hak Tanggungan
yang kemudian hasil perolehannya dibayarkan kepada kreditur pemegang
Hak Tanggungan, apabila ada sisanya dikembalikan kepada debitur.
Eksekusi seringkali merupakan akhir suatu perkara maka masalah
eksekusi diatur dalam Hukum Acara Perdata Buku Kedua HIR Herzien
Inlandsch Reglement diberi judul mengenai pelaksanaan putusan Pengadilan dan surat perintah serta akta yang dipersamakan dengan suatu putusan
Pengadilan, sedang yang dimaksud dengan akta yang mempunyai kekuatan
sebagai suatu keputusan Pengadilan adalah Grosse Akta, termasuk Grosse
Akta Hypotheek.
Sertifikat Hak Tanggungan yang kini merupakan surat jaminan yang
mempunyai titel eksekutorial yang juga dikenal dalam sistem Hukum Acara
Perdata disamping Grosse dari putusan hakim dan Grosse Akta Pengakuan
Hutang, mempunyai kekuatan eksekutorial.77
2. Eksekusi Hak Tanggungan di dalam Lembaga Keuangan
Lembaga Keuangan adalah semua lembaga yang bergerak dibidang
keuangan, menarik uang dari dan menyalurkannya ke dalam masyarakat.78
77 Ngadenan, Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Konsekuensi Jaminan Kredit Untuk
Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Kreditur Di Mungkid, Tesis, hal. 58, Maret 2009.
78 M. Marwan dan Jimmy P, Kamus Hukum, (Surabaya, Reality Publisher, 2009), hal.404.
Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Arieffadillah selaku Kepala
Seksi Pelayanan Lelang menjelaskan Lembaga Keuangan memiliki fungsi
(30)
masyarakat ataupun sebagai lembaga yang menyalurkan dana pinjaman untuk
nasabah atau masyarakat.
Di Indonesia Lembaga Keuangan ini dibagi ke dalam 2 kelompok
yaitu Lembaga Keuangan Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
(selanjutnya disebut sebagai LKBB).
a. Lembaga Keuangan Bank
Adapun Lembaga Keuangan Bank antara lain: Bank Sentral, Bank
Umum, Bank Pengkreditan Rakyat (selanjutnya disebut sebagai BPR) dll.
Berdasarkan kepemilikan modal, Bank di Indonesia dibedakan menjadi 5,
yaitu Bank Pemerintah, Bank Swasta Nasional, Bank Swasta Asing, kerja
sama Bank Swasta Nasional dan Bank Swasta Asing, dan Bank koperasi.
Berdasarkan Pasal 41A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang perbankan yang menjelaskan bahwa:
(1) Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan Nasabah Debitur.
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia Urusan Piutang Negara.
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Panitia Urusan Piutang Negara, nama Nasabah Debitur yang bersangkutan, dan alasan diperlukannya keterangan.
Adapun 2 Bank yang akan dijelaskan Penulis:
(31)
Bank Pemerintah adalah bank yang dimiliki oleh Pemerintah. Bank
Pemerintah dibagi atas Bank Umum, Bank Tabungan, dan Bank
Pembangunan.
Bapak Arieffadillah selaku Kepala Seksi Pelayanan Lelang
menjelaskan bahwa debitur yang wanprestasi atas perbuatannya
mengakibatkan piutang macet, Bank Pemerintah dapat menyerahkan
penagihan kredit macetnya tersebut kepada Panitia Urusan Piutang Negara
yang pelaksanaannya diselenggarakan oleh DJKN dengan kantor
operasionalnya yaitu KPKNL sesuai dengan wilayah kewenangannya
masing-masing. Lelang eksekusi Hak Tanggungan dilaksanakan atas dasar
adanya permohonan dari pihak kreditur karena debitur tidak memenuhi
somasi yang diberikan oleh kreditur maka kreditur berhak untuk
melakukan lelang eksekusi terhadap jaminan pada perjanjian antara pihak
kreditur dan debitur yaitu dengan objek Hak Tanggungan.
2) Bank Swasta Nasional
Bank Swasta Nasional adalah bank-bank yang modalnya dimiliki
oleh pengusaha nasional Indonesia atau badan-badan hukum yang
peserta dan pimpinannya terdiri atas warga negara Indonesia. 79
Bapak Arieffadillah selaku Kepala Seksi Pelayanan Lelang
menjelaskan bahwa debitur yang wanprestasi atas perbuatannya
mengakibatkan piutang macet dan piutang macet tersebut merupakan
79 Wawancara dengan Narasumber Bapak Arieffadillah., S.E, Kepala Seksi Pelayanan
Lelang Medan, Dokumen Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan lelang (KPKNKL) Medan, [Pada tanggal 23 Juni 2016, Pukul: 09.00].
(32)
tagihan dari Bank Swasta atau perorangan, termasuk badan hukum Swasta
maka penagihannya dilakukan melalui Pengadilan Negeri. Kredit yang
diberikan oleh Bank-Bank Swasta hampir selalu dijamin dengan Hak
Tanggungan. Apabila debitur ingkar janji dalam hal kredit dijamin dengan
Hak Tanggungan dan jalan damai tidak berhasil ditempuh maka, Bank
dapat memperoleh uangnya kembali dengan membawa sertifikat Hak
Tanggungan yang memakai irah-irah “ Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa” dan dapat langsung mengajukan permohonan
eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri di wilayah objek Hak
Tanggungan terletak.
Berdasarkan penjelasan Bapak Arieffadillah di atas tersebut maka
penjualan wajib dilakukan melalui pelelangan umum yang dilaksanakan
oleh Kantor Lelang perlu diketahui dalam melaksanakan penjualan objek
Hak Tanggungan tersebut yang berhak mengambil pelunasan penjualan
objek Hak Tanggungan tersebut serta yang mengambil pelunasan
piutangnya tersebut diberikan kewenangan istimewa kepada Kreditur
pemegang Hak Tanggungan yang disebut “Droit de preference” yaitu Hak
mendahului yang dimiliki kreditur atas benda-benda tertentu yang
dijaminkan pada kreditur tersebut. Atas hasil penjualan benda-benda
tersebut, kreditur berhak mendapatkan pelunasan utang debitur terlebih
dahulu dan “Droit de suite” yaitu hak suatu kebendaan seseorang yang
(33)
mempertahankan atau menggugat bendanya dari tangan siapapun juga atau
dimanapun benda itu berada.
Sehubungan dengan keterangan di atas, maka pelaksanaan eksekusi
lelang hak tanggungan untuk Bank Pemerintah dan Bank Swasta tetap
yang melaksanakan pelelangan yaitu KPKNL dengan ketentuan:
dilaksanakan di muka umum, didahului dengan pengumuman lelang dan
dilaksanakan di hadapan Pejabat Lelang. Karena Bank Pemerintah dan
Bank Swasta sama-sama berasal dari Lembang Keuangan Bank.
b. Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)
LKBB adalah lembaga atau badan yang melakukan kegiatan di
bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun
dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke
dalam masyarakat guna membiayai investasi perusahaan-perusahaan.80
1) Koperasi Simpan Pinjam.
Macam-macam LKBB:
2) Perum Pegadaian (selanjutnya disebut sebagai Perum Pegadaian).
3) Perusahaan Asuransi.
4) Dana Pensiun yaitu perusahaan yang mengelola dana pensiun
adalah P.T. Taspen ( Tabungan Asuransi Pensiunan ).
Salah satu macam dari LKBB yang dijelaskan Bapak Arieffadillah
selaku Kepala Seksi Pelayanan Lelang ialah Pegadaian. Perum Pegadaian
merupakan perusahaan umum milik pemerintah yang tujuannya
80
(34)
memberikan pinjaman kepada perseorangan atau golongan ekonomi
lemah. Pinjaman yang diberikan oleh Perum Pegadaian didasarkan pada
nilai barang jaminannya. Bapak Arieffadillah selaku Kepala Seksi
Pelayanan Lelang menjelaskan dalam memberikan kreditnya, pegadaian
tidak memerhatikan penggunaan uang tersebut. Pinjaman dapat digunakan
untuk usaha perdagangan, industri rumah tangga dan bahkan untuk
keperluan konsumsi.
Jaminan kredit dapat berupa benda-benda bergerak dan tidak
bergerak. Jaminan tersebut diserahkan oleh peminjam untuk dikuasai
pemberi kredit tanpa akta notaris. Apabila peminjam terlambat melunasi
pinjamannya maka ia dikenai peringatan dan diberi kesempatan 20 (dua
puluh) hari untuk melunasi pinjamannya. Jika ternyata tetap tidak dapat
melunasi barulah barang jaminannya dilelang.
Di dalam praktiknya, penerima gadai tidak memberikan teguran
kepada debitur yang lalai melaksanakan kewajibannya. Ketentuan ini
hanya berlaku terhadap benda gadai yang nilainya kecil. Jika benda gadai
nilainya besar maka pihak penerima gadai akan memberikan satu kali
somasi kepada pihak debitur yang lalai. Apabila pihak debitur tidak
melunasi juga maka penerima gadai dapat melakukan pelelangan terhadap
objek gadai.
Pelaksanaan lelang pegadaian sepenuhnya menjadi tanggung jawab
pihak Pegadaian karena pihak Pegadaian memiliki hak untuk menjual
(35)
eksekutorial yang disebut Parate Eksekusi. Hal ini berarti pihak Pegadaian selaku pelaksana lelang tidak memerlukan perantara Pengadilan, tidak
memerlukan bantuan juru sita dan pelaksanaannya tidak dilakukan oleh
pihak KPKNL. Dengan demikian pelelangan Pegadai dilaksanakan
dihadapan Pegawai lelang yang ditunjuk oleh negara yang berwenang
melaksanakan pelelangan yaitu Pegawai Perum Pegadaian.
Mekanisme penjualan barang gadai dilakukan di hadapan umum
menurut kebiasaan setempat dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Untuk barang-barang dagangan atau efek maka penjualan dapat dilakukan
di tempat itu juga, asalkan dengan perantara 2 (dua) orang makelar yang
ahli dalam bidang tersebut. Jika nilai jual jaminan lebih tinggi daripada
nilai utang, kelebihannya dikembalikan kepada pihak pemberi gadai.81
3. Cara Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan
Eksekusi Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 20 UUHT No. 4 Tahun
1996. Sesuai dengan ciri Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas
tanah yang kuat, yaitu mudah dan pasti dalam pelaksanaannya, maka cara
penjualan objek Hak Tanggungan disederhanakan. Apabila debitur cedera
janji, maka berdasarkan Pasal 20 UUHT No. 4 Tahun 1996:
a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak
Tanggungan jika debitur cedera janji.
81 Wawancara dengan Narasumber Bapak Arieffadillah., S.E, Kepala Seksi Pelayanan
Lelang Medan, Dokumen Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan lelang (KPKNKL) Medan, [Pada tanggal 23 Juni 2016, Pukul: 09.00].
(36)
b. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan memuat irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA” dan objek Hak Tanggungan
dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang
pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahului daripada
kreditur-kreditur lainnya.
c. Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan
objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika
dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan semua pihak.
d. Pelaksanaan penjualan, hanya dapat dilakukan setelah lewat waktu 1
(satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan/atau
pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang
beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat,
serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.
e. Setiap janji untuk melaksanakan eksekusi Hak Tanggungan dengan
cara yang bertentangan akan batal demi hukum.
f. Sampai saat pengumuman untuk lelang dikeluarkan, penjualan dapat
(37)
Tanggungan itu beserta biaya-biaya eksekusi yang telah
dikeluarkan.82
Pasal 20 UUHT No. 4 Tahun 1996 merupakan perwujudan dari
kemudahan yang disediakan oleh UUHT No. 4 Tahun 1996 bagi para kreditur
pemegang Hak Tanggungan dalam hal harus dilakukan eksekusi terhadap
objek Hak Tanggungan.
Cara penjualan objek Hak Tanggungan terdapat dua macam yaitu:
a. Melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam
peraturan perundang-undangan.
b. Penjualan di bawah tangan.
Eksekusi pada prinsipnya harus dilaksanakan dengan melalui
pelelangan umum karena dengan cara ini diharapkan diperoleh harga yang
paling tinggi untuk objek Hak Tanggungan. Kreditur berhak mengambil
pelunasan piutang yang dijamin dari hasil penjualan objek Hak Tanggungan.
Dalam hal hasil penjualan itu lebih besar daripada piutang tersebut yang
setinggi-tingginya sebesar nilai tanggungan, sisanya menjadi hak pemberi
Hak Tanggungan.
Hapusnya Hak Tanggungan karena peristiwa-peristiwa sebagaimana
dimaksud di atas, maka demi ketertiban administrasi dilakukan pencoretan
catatan atau roya Hak Tanggungan. Hal mana tidak mempunyai pengaruh
hukum terhadap Hak Tanggungan yang bersangkutan yang sudah dihapus.
82
(38)
Mengenai Pencoretan Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 22 UUHT
No. 4 Tahun 1996. Adapun pengaturan mengenai pencoretan Hak Tanggunan
ini ialah:
(1) Setelah Hak Tanggungan hapus, Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya.
(2) Dengan hapusnya Hak Tanggungan, sertifikat Hak Tanggungan yang bersangkutan ditarik dan bersama-sama buku tanah Hak Tanggungan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor Pertanahan.
(3) Apabila sertifikat karena sesuatu sebab tidak dikembalikan kepada Kantor Pertanahan, hal tersebut dicatat pada buku tanah Hak Tanggungan.
(4) Permohonan pencoretan diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan melampirkan sertifikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditur bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu sudah lunas, atau pernyataan tertulis dari kreditur bahwa Hak Tanggungan telah hapus karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu telah lunas atau karena kreditur melepaskan Hak Tanggungan yang bersangkutan.
(5) Apabila kreditur tidak bersedia memberikan pernyataan bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin pelunasan dengan Hak Tanggungan itu sudah lunas, maka pihak yang berkepentingan dapat mengajukan permohonan perintah pencoretan tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat Hak Tanggungan yang bersangkutan didaftar.
(6)Apabila permohonan perintah pencoretan timbul dari sengketa yang sedang diperiksa oleh Pengadilan Negeri lain, permohonan tersebut harus diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara yang bersangkutan.
(7)Permohonan pencoretann catatan Hak Tanggungan berdasarkan perintah Pengadilan Negeri, diajukan kepada Kepala Kantor Pertanahan dengan melampirkan salinan penetapan atau putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
(8)Kantor Pertanahan melakukan pencoretan catatan Hak Tanggungan menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya permohonan.
(9)Apabila pelunasan utang dilakukan dengan cara angsuran maka hapusnya Hak Tanggungan pada bagian objek Hak Tanggungan yang bersangkutan dicatat pada buku tanah dan sertifikat Hak Tanggungan
(39)
serta pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang telah bebas dari Hak Tanggungan yang semula membebaninya.
Pasal 20 UUHT No. 4 Tahun 1996 mengatur bahwa setelah Hak
Tanggungan hapus, Kantor Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan
tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya. Permohonan
pencoretan Hak Tanggungan diajukan oleh pihak yang berkepentingan
dengan melampirkan:
a. Sertifikat Hak Tanggungan yang telah diberi catatan oleh kreditur
bahwa Hak Tanggungan hapus karena piutang yang dijamin
pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu sudah lunas.
b. Pernyataan tertulis dari kreditur bahwa Hak Tanggungan telah hapus
karena piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan
itu telah lunas atau karena kreditur melepaskan Hak Tanggungan yang
bersangkutan.83
(40)
BAB IV
PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG (KPKNL)
MEDAN
A. Profil Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan
1. Sejarah
Pada Tahun 1971 struktur organisasi dan sumber daya manusia
PUPN tidak mampu menangani penyerahan piutang negara yang berasal dari
kredit investasi. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976
dibentuk Badan Urusan Piutang Negara (selanjutnya disebut sebagai BUPN)
dengan tugas mengurus penyelesaian piutang negara sebagaimana
Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara,
sedangkan PUPN yang merupakan panitia interdepartemental hanya
menetapkan produk hukum dalam pengurusan piutang negara. Sebagai
penjabaran Keputusan Presiden tersebut, maka Menteri Keuangan
mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 517/MK/IV/1976 tentang susunan
organisasi dan tata kerja BUPN, dimana tugas pengurusan piutang Negara
dilaksanakan oleh Satuan Tugas (satgas) dan BUPN.
Pelunasan piutang kredit macet agar cepat prosesnya dengan
diterbitkanlah Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1991 yang
menggabungkan fungsi lelang dan seluruh aparatnya dari lingkungan
(41)
terbentuklah organisasi baru yang bernama BUPLN. Sebagai tindak lanjut,
Menteri Keuangan memutuskan bahwa tugas operasional pengurusan piutang
negara dilakukan oleh Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara
(selanjutnya disebut sebagai KP3N)sedangkan tugas operasional lelang
dilakukan oleh KLN. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 177 Tahun
2000 yang ditindak lanjuti dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
2/KMK.01/2001 tanggal 3 Januari 2001 Perubahan Lampiran keputusan
Menteri Keuangan Nomor 543/KMK.01/1993 Tanggal 22 Mei 1993 Tentang
Perubahan Lampiran Keputusan Menteri Keuangan Nomor
446/KMK.01/1983 Tanggal 2 Juli 1983 Tentang Penunjukan Pejabat
Pengganti Dalam Lingkungan Departemen Keuangan, BUPLN ditingkatkan
menjadi Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara (selanjutnya disebut
sebagai DJPLN) yang fungsi operasionalnya dilaksanakan oleh Kantor
Pengurusan Piutang dan Lelang Negara (selanjutnya disebut sebagai
KP2LN).
Reformasi Birokrasi di lingkungan Departemen Keuangan pada Tahun
2006 menjadikan fungsi pengurusan piutang negara dan pelayanan lelang
digabungkan dengan fungsi pengelolaan kekayaan negara pada
PBM/KNDJPB, sehingga berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun
2006 tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun
2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian RI, DJPLN
(42)
sebagai DJKN) dan KP2LN berganti nama menjadi KPKNL dengan tambahan
fungsi pelayanan di bidang kekayaan negara dan penilaian.
Penertiban Barang Milik Negara (selanjutnya disebut sebagai PBMN)
yang terdiri dari kegiatan inventarisasi, penilaian dan pemetaan permasalahan
PBMN mengawali tugas DJKN dalam pengelolaan kekayaan negara.
Kemudian dilanjutkan dengan koreksi nilai neraca pada Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (selanjutnya disebut sebagai LKPP) dan Laporan Keuangan
Kementerian/Lembaga (selanjutnya disebut sebagai LKKL). Dari kegiatan ini
LKPP yang sebelumnya mendapat opini disclaimer dari Badan Pemeriksa
Keuangan (selanjutnya disebut sebagai BPK) RI telah meraih opini wajar
dengan pengecualian. Pada periode pelaporan 2012 sebanyak 50 dari 93
Kementerian/lembaga meraih opini wajar tanpa pengecualian.
Fungsi pengelolaan aset negara yang merupakan pos terbesar neraca
pada LKPP dan sebagai kontributor perkembangan perekonomian nasional
saat ini DJKN tengah melaksanakan transformasi kelembagaan sebagai bagian
dari Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan. Transformasi
Kelembagaan di DJKN ini dimaksudkan untuk meningkatkan dan
mempertajam fungsi DJKN yang terkait dengan manajemen aset dan special
mission pengelolaan kekayaan negara.84
2. Visi dan Misi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)
84
Wawancara dengan Narasumber Bapak Arieffadillah., S.E, Kepala Seksi Pelayanan Lelang Medan, Dokumen Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan lelang (KPKNKL) Medan, [Pada tanggal 12 April 2016, Pukul: 08.00].
(43)
a. Visi
Menjadi pengelola kekayaan negara yang profesional dan
akuntabel untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
b. Misi
1) Mewujudkan optimalisasi penerimaan, efisiensi pengeluaran, dan
efektivitas pengelolaan kekayaan negara.
2) Mengamankan kekayaan negara secara fisik, administrasi, dan
hukum.
3) Meningkatkan tata kelola dan nilai tambah pengelolaan investasi
pemerintah.
4) Mewujudkan nilai kekayaan negara yang wajar dan dapat
dijadikan acuan dalam berbagai keperluan.
5) Melaksanakan pengurusan piutang negara yang efektif, efisien,
transparan, dan akuntabel.
6) Mewujudkan lelang yang efisien, transparan, akuntabel, adil, dan
kompetitif sebagai instrumen jual beli yang mampu
mengakomodasi kepentingan masyarakat.85
3. Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)
a. Tugas
85
Wawancara dengan Narasumber Bapak Arieffadillah., S.E, Kepala Seksi Pelayanan Lelang Medan, Dokumen Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan lelang (KPKNKL) Medan, [Pada tanggal 12 April 2016, Pukul: 08.00].
(44)
DJKN mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan
kebijakan dan standardisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang
negara, dan lelang.
b. Fungsi
DJKN menyelenggarakan fungsi:
1) Perumusan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara,
dan lelang.
2) Pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara,
dan lelang.
3) Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang
kekayaan negara, piutang negara, dan lelang.
4) Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kekayaan
negara, piutang negara, dan lelang.
5) Pelaksanaan administrasi DJKN.86
4. Struktur Organisasi KPKNL
86
Wawancara dengan Narasumber Bapak Arieffadillah., S.E, Kepala Seksi Pelayanan Lelang Medan, Dokumen Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan lelang (KPKNKL) Medan, [Pada tanggal 12 April 2016, Pukul: 08.00].
(45)
Sumber: Data dari KPKNL Medan.
5. Pejabat Lelang (Vendumeester)
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa setiap penjualan
barang secara lelang harus dilakukan oleh dan/atau di hadapan Pejabat
Lelang. Isitilah Pejabat Lelang tersebut merupakan terjemahan dari kata
vendumeester atau auctioneer, yang juga dapat diartikan ”Juru Lelang”. Menurut Pasal 1 angka 14 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
93/PMK.06/2010 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang. Sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 106/PMK.06/2013
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang dimaksud Pejabat Lelang adalah
”orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi wewenang
khusus untuk melaksanakan penjualan barang secara lelang”.87
a. Pejabat Lelang Kelas I
Berdasarkan Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
27/PMK.06/2016 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang Baru, Pejabat Lelang
dibedakan dalam 2 (dua) tingkat, yaitu:
Pejabat Lelang Kelas I berwenang melaksanakan lelang untuk
semua jenis lelang atas permohonan penjual.
b. Pejabat Lelang Kelas II
(46)
Pejabat Lelang Kelas II berwenang melaksanakan lelang non
eksekusi sukarela atas permohonan Balai Lelang atau penjual.
6. Tugas dan Fungsi Pejabat Lelang
Tugas Pejabat Lelang pada dasarnya bertugas mempersiapkan dan
melaksanakan penjualan barang dimuka umum secara lelang, baik tugas
melakukan kegiatan persiapan lelang, pelaksanaan lelang maupun setelah
penyelenggaraan lelang.
Dalam melaksanakan tugasnya Pejabat Lelang mempunyai fungsi
sebagai berikut:
a. Penelitian dokumen persyaratan lelang, yaitu Pejabat Lelang meneliti
kelengkapan dokumen persyaratan lelang.
b. Pemberi informasi lelang, yaitu Pejabat Lelang memberikan informasi
kepada pengguna jasa lelang dalam rangka mengoptimalkan
pelaksanaan lelang.
c. Pemimpin Lelang yaitu Pejabat Lelang dalam memimpin lelang harus
komunikatif, adil, tegas, serta berwibawa untuk menjamin ketertiban,
keamanan, dan kelancaran pelaksanaan lelang.
d. Pejabat Umum, yaitu Pejabat yang membuat acte autentik
berdasarkan undang-undang di wilayah kerjanya.88
(47)
B. Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan bapak Arieffadillah
selaku Kepala Seksi Pelayanan Lelang menjelaskan bahwa pada prinsipnya semua
pelaksanaan lelang sama, yang membedakannya hanya pada lelang eksekusi
objeknya Hak Tanggungan yang menjadi pihak pemohonnya yaitu kreditur/pihak
perbankan, pihak kreditur melelang Hak Tanggungan karena adanya wanprestasi
dari pihak debitur kepada pihak kreditur, pihak debitur tidak membayar hutangnya
kepada pihak kreditur, sehingga pihak Bank mengambil keputusan untuk
melelang hak tanggung yang sudah di perjanjikan.
Penjualan objek Hak Tanggungan berdasarkan Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun
1996 pada dasarnya dilakukan dengan cara lelang dan tidak memerlukan fiat
eksekusi dari Pengadilan mengingat penjualan tersebut merupakan tindakan
pelaksanaan perjanjian.
Berdasarkan hasil wawancara juga yang dilakukan di KPKNL Medan,
dapat dikatakan bahwa pelaksanaan lelang eksekusi Hak Tanggungan secara garis
besar terbagi atas 3 (tiga) tahapan, yaitu:
1. Tahap Pra Lelang
Tahap pra lelang ini dimulai dari permohonan lelang secara tertulis
oleh pihak penjual disertai dengan dokumen-dokumen kelengkapannya.
Menurut ketentuan Pasal 6 UUHT No. 4 Tahun 1996 terdiri atas:
a. Salinan atau fotokopi Perjanjian Kredit.
(48)
c. Salinan atau fotokopi Sertifikat Hak Atas Tanah yang dibebani Hak
Tanggungan.
d. Salinan atau fotokopi Perincian Utang atau jumlah kewajiban debitur
yang harus dipenuhi.
e. Salinan atau fotokopi bukti bahwa debitur wanprestasi, berupa
peringatan-peringatan maupun pernyataan dari pihak kreditur, pihak
kreditur melakukan peringatan sampai 3 (tiga) kali.
f. Surat pernyataan dari kreditur selaku pemohon lelang yang isinya
akan bertanggung jawab apabila terjadi gugatan.
g. Salinan atau fotokopi surat pemberitahuan rencana pelaksanaan lelang
kepada debitur oleh kreditur, yang diserahkan paling lama 1 (satu)
hari sebelum lelang dilaksanakan.
Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan berkas
permohonan lelang dan berkas tersebut telah dinyatakan lengkap dan benar
secara formal, selanjutnya KPKNL akan menetapkan waktu pelaksanaan
lelang. Setelah KPKNL menetapkan hari dan tanggal pelaksanaan lelang
maka pihak penjual mengumumkan pelaksanaan lelang, sebelum penjualan
lelang wajib harus didahului dengan pengumuman lelang. Pengumuman
lelang dilaksanakan untuk pemberitahuan kepada masyarakat bahwa akan
adanya lelang dengan maksud untuk mengumpulkan peminat lelang dan
untuk pemberitahuan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Barang tidak
bergerak diumumkan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari sebelum pelaksanaan
(49)
Pengumuman lelang dilakukan melalui media cetak/elektronik,
selebaran ditempat-tempat umum yang memuat identitas penjual, waktu dan
tempat pelaksanaan lelang, jenis dan jumlah barang yang dilelang, lokasi,
luas tanah, jenis hak atas tanah,ada/tidaknya bangunan, khusus buat barang
tidak bergerak berupa tanah dan/bangunan, jangka waktu untuk melihat
barang yang akan dilelang, uang jaminan penawaran lelang, dalam hal adanya
syarat uang jaminan penawaran lelang, jangka waktu pembayaran harga
lelang dan harga limit sepanjang itu diatur dalam perundang-undangan dan
atas permintaan penjual barang. Lelang dapat tidak terlaksana jika
syarat-syarat tidak lengkap.89
2. Tahap pelaksanaan lelang
Tahap pelaksanaan lelang berhubungan dengan penentuan peserta
lelang, penyerahan Nilai limit, pelaksanaan penawaran lelang, dan
penunjukkan pembelian. Pada tahap pelaksanaan lelang hal-hal yang
dilakukan:
a. Para peminat menyetorkan uang jaminan
Uang jaminan disetor minimal 20 % dari Nilai limit.
b. Pejabat lelang memeriksa keabsahan sebagai peserta lelang dengan
bukti setoran uang jaminan.
c. Peserta lelang mengajukan penawaran lelang, yang dilakukan setelah
Pejabat membacakan Kepala Risalah Lelang.
89
Wawancara dengan Narasumber Bapak Arieffadillah., S.E, Kepala Seksi Pelayanan Lelang Medan, Dokumen Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan lelang (KPKNKL) Medan, [Pada tanggal 12 April 2016, Pukul: 08.00].
(50)
d. Cara penawaran lelang dilakukan melalui 2 (dua) cara, yaitu:
1) Penawaran lisan, yaitu Pejabat menawarkan barang mulai dari
Nilai limit, penawaran dengan harga naik-naik dengan kelipatan
kenaikkan ditentukan Pejabat lelang. Penawaran tertinggi yang
telah mencapai harga limit ditetapkan sebagai pembeli oleh
Pejabat lelang.
2) Penawaran tertulis dilakukan dengan cara membagikan formulir
penawaran lelang yang disediakan oleh Kantor Lelang kemudian
formulir dimasukkan ke dalam amplop tertutup. Penawaran
tertinggi yang sudah mencapai harga limit ditetapkan sebagai
pemenang lelang jika harga limit tidak tercapai maka dilakukan
penawaran kembali secara lisan.
Apabila dalam pelaksanaan lelang tersebut ternyata penawar tertinggi
belum mencapai Nilai limit maka lelang tersebut dinyatakan “ditahan”.
Sedangkan apabila terdapat dua atau lebih penawar penawar tertinggi yang
sama dan telah mencapai harga limi, maka untuk menentukan pemenang
lelang dilakukan penawaran kembali secara lisan untuk menaikkan
penawaran lisannya sehingga terdapat satu orang saja penawar tertinggi,
penawar tertinggi tersebut ditunjuk sebagai pemenang lelang/Pembeli Lelang.
Apabila tidak terdapat peminat seorang pun atau tidak ada penawaran,
maka lelang dinyatakan “tidak ada penawaran” barang tidak terjual. Semua
proses lelang sampai didapatkan pemenang lelang harus dicatat di dalam
(51)
dalam hal barang dijual barang tidak bergerak maka pembeli turut
menandatangani Risalah Lelang untuk barang tidak bergerak penjual tidak
perlu menandatangani Risalah Lelang.
3. Tahap Pasca Lelang
Pasca lelang menyangkut pembayaran harga lelang, penyetoran hasil
lelang dan pembuatan Risalah Lelang. Hal-hal yang perlu dalam prosedur
lelang adalah sebagai berikut:
a. Pembayaran harga lelang, pembeli melunasi kewajibannya yang
berupa pokok lelang ditambah bea lelang dan uang miskin. Menurut
ketentuan waktu pembayaran 3 × 24 jam setelah lelang.
b. Pembeli menerima dokumen kepemilikan barang yang telah
dimenangkannya dari Kantor Lelang/Pejabat Lelang.
c. Penyetoran hasil lelang dikurang bea lelang dari Kantor lelang
diserahkan kepada penjual lelang sedangkan Bea lelang, uang miskin
dan pajak penghasilan disetor ke kas negara. Objek lelang yang
terkena BPHTB, pembeli menyetor BPHTB ke kas negara melalui
Bank Persepsi.
d. Pejabat lelang membuat Risalah Lelang berupa minut, salinan, petikan
dan grosse Risalah Lelang. Pejabat lelang memberikan petikan lelang
kepada Pembeli Lelang beserta kuitansi lelang terkhusus terhadap
lelang barang tidak bergerak diberikan kepada Pembeli Lelang setelah
(52)
Pihak yang berkepentingan mendapatkan risalah lelang antara lain:
1) Kantor Wilayah dan Kantor pusat DJPLN untuk kepentingan dinas.
2) Pembeli untuk bukti pembelian dan keperluan balik nama.
3) Penjual sebagai bukti dilaksanakan lelang.
4) Kantor pertanahan sebagai laporan terjadi peralihan hak atas tanah.
5) Pengembalian uang jaminan kepada peserta lelang yang tidak
menang dilakukan 1 (satu) hari kerja sejak dilengkapinya
persyaratan permintaan pengembalian uang jaminan dari peserta
lelang.90
C. Perlindungan Hukum Hak Pembeli Lelang Eksekusi Hak Tanggungan yang Beriktikad Baik
Hasil wawancara dengan bapak Arieffadillah selaku Kepala Seksi
Pelayanan Lelang menjelaskan bahwa Pembeli yang membeli suatu barang
melalui pelelangan umum oleh KPKNL adalah sebagai pembeli yang beriktikad
baik dan harus dilindungi oleh undang-undang. Ini tercantum dalam
Yurisprudensi Mahkamah Agung RI Nomor 821/K/Sip/1974 bahwa pembelian
dimuka umum melalui Kantor lelang adalah pembeli beriktikad baik harus
dilindungi undang-undang juga dalam Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor
323/K/Sip/1968 yang menyebutkan bahwa suatu lelang yang telah dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta dimenangkan oleh Pembeli Lelang
90 Wawancara dengan Narasumber Bapak Arieffadillah., S.E, Kepala Seksi Pelayanan
Lelang Medan, Dokumen Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan lelang (KPKNKL) Medan, [Pada tanggal 12 April 2016, Pukul: 08.00].
(53)
yang beriktikad baik maka lelang tersebut tidak dapat dibatalkan. Terhadap
Pembeli Lelang yang beriktikad baik tersebut wajib diberikan perlindungan
hukum.
Pembeli sudah beriktikad baik maka pembeli berhak menuntut kembali
hak berupa harga pembelian dan pengeluaran yang sah kepada penjual lelang.
Kenyataannya, ada banyak kasus yang terjadi ialah setelah terjadinya pelelangan,
Pembeli Lelang yang telah beriktikad baik tersebut susah untuk mendapatkan
haknya atau barang yang telah dibelinya melalui pelelangan umum. Hal ini yang
perlu mendapat perlindungan hukum dan mendapatkan penyelesaian dari
instansi-instansi terkait. Ada beberapa masalah yang diterima oleh Pembeli Lelang setelah
membeli barang melalui pelelangan umum yaitu:
1. Barang yang dijual di pelelangan umum digugat oleh pihak ketiga. Pihak
ketiga tersebut merupakan suami/istri selain debitur, sehingga Pembeli
Lelang selaku pemenang lelang yang sudah beriktikad baik susah untuk
menguasai barang yang telah dibelinya tersebut karena harus melalui
proses penyelesaian Pengadilan dulu.
2. Lelang Eksekusi Hak Tanggungan Pembeli Lelang sering mengalami
kesulitan dalam menguasai rumah yang telah dibelinya sering terjadi
pemilik lama atau orang yang sedang menyewa dirumah tersebut tidak
mau mengosongkan bangunannya sehingga Pembeli Lelang atau
pemenang lelang tersebut tidak dapat langsung menikmati rumah yang
(54)
3. Adanya kasus pembatalan lelang atas barang yang telah terjual melalui
pelelangan umum dimana proses pelelangan tersebut sudah sesuai dengan
ketentuan dan prosedur yang berlaku namun pihak debitur/pemilik lama
menggugat penjualan tersebut tidak sah tidak sesuai prosedur ini sering
terjadi agar pihak debitur tidak kehilangan barang yang telah dilelang
tersebut banyak cara yang dilakukan debitur atau pihak ketiga untuk
mendapatkan kembali barang yang telah dilelang tersebut agar tidak jatuh
ketangan pemenang lelang.
Masalah-masalah yang timbul dari penjualan secara lelang ini
menyebabkan timbulnya ketidakpastian secara hukum dimana pihak Pembeli
Lelang yang beriktikad baik mempercayakan mekanisme pembelian barang
melalui sarana lelang yang dianggap aman. Hal ini sangat berpengaruh terhadap
persoalan perlindungan hukum terhadap pembeli/pemenang lelang.
Agar pemenang lelang yang telah beriktikad baik tersebut mendapatkan
perlindungan hukum maka kita akan menggunakan Pasal 16 Peraturan
Kementerian Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petujuk Pelaksanaan
Lelang menyatakan:
(1) Penjual/Pemilik Barang bertanggung jawab terhadap: a. Keabsahan kepemilikan barang.
b. Keabsahan dokumen persyaratan lelang.
c. Penyerahan barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak. d. Dokumen kepemilikan kepada Pembeli.
(2) Penjual/pemilik barang bertanggung jawab terhadap gugatan perdata maupun tuntutan pidana yang timbul akibat tidak dipenuhinya peraturan perundang-undangan di bidang lelang.
(3) Penjual/pemilik barang bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi terhadap kerugian yang timbul karena ketidakabsahan barang dan dokumen persyaratan lelang.
(55)
Berdasarkan peraturan tersebut, jika terjadi pembatalan oleh pihak
Pengadilan yang menyatakan bahwa proses pelelangan tersebut tidak sah, maka
pihak penjual/pemilik barang harus bertanggung jawab terhadapat gugatan pidana
maupun gugatan perdata yang mengakibatkan kerugian bagi si pemenang lelang.
Undang-Undang menjamin perlindungan hukum bagi orang yang mengalami
kerugian dalam jual beli dan bentuk perlindungan hukum tersebut ialah pembeli
barang tersebut berhak menuntut ganti kerugian di depan Pengadilan.
Perlindungan hukum tersebut diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata
menjelaskan bahwa tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian
kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan
kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.91
D. Hambatan-Hambatan dalam Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan di KPKNL Medan
Hambatan lelang adalah lelang yang akan dilaksanakan namun karena
alasan-alasan tertentu tidak dapat dilaksanakan pada waktu yang telah ditentukan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan bapak Arieffadillah selaku
Kepala Seksi Pelayanan Lelang di KPKNL Medan, lelang yang akan dilaksanakan
dan telah diumumkan ke masyarakat kadangkala sebelum waktunya ditunda oleh
Kepala KPKNL Medan. Hambatan-hambatan dalam pelaksanaan eksekusi Hak
91 Wawancara dengan Narasumber Bapak Arieffadillah., S.E, Kepala Seksi Pelayanan
Lelang Medan, Dokumen Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan lelang (KPKNKL) Medan, [Pada tanggal 12 April 2016, Pukul: 08.00].
(56)
Tanggungan di KPKNL Medan secara umum dibagi menjadi 2 (dua) kelompok
yaitu:
1. Hambatan Yuridis
Hambatan yuridis/hukum yang sering dijumpai dalam pelaksanaan
lelang oleh KPKNL adalah menyangkut aturan yang ada antara lain:
a. Adanya penetapan atau putusan penundaan dari Pengadilan yang
diberitahukan 3 (tiga) hari sebelum lelang dilaksanakan atau
setidak-tidaknya sebelum pengumuman lelang kedua diterbitkan. KPKNL
seringkali mempermasalahkan penundaan pelaksanaan lelang karena
adanya penetapan penundaan lelang oleh Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN) atas permohonan yang diajukan oleh pihak debitur
atau pihak ketiga. Penundaan ini biasanya diberikan dalam bentuk
putusan sela (provisi) yang melarang KPKNL untuk melakukan
pelelangan sampai ada keputusan hakim yang berkekuatan hukum
tetap.
b. Kreditur tidak melakukan pengikatan Hak Tanggungan dengan
sempurna. Lelang eksekusi Hak Tanggungan hanya dapat
dilaksanakan apabila terhadap objek agunan debitur tersebut sudah
dipasang Hak Tanggungan. Dalam praktek masih ada dijumpai
kreditur tidak melakukan pengikatan Hak Tanggungan dengan
sempurna. Pengikatan Hak Tanggungan hanya dilakukan ketika
debitur menunjukkan tanda-tanda akan wanprestasi keadaan ini yang
(57)
c. Syarat-syarat lelang tidak dapat dipenuhi sebelum pelaksanaan lelang
dilaksanakan. Berdasarkan PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Hak Atas Tanah untuk melaksanakan lelang atas tanah
dipersyaratkan SKPT yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan atas
permintaan KPKNL. Hal inilah yang sering menghambat proses
pelaksanaan lelang Hak Tanggungan. Apabila SKT tidak ada maka
lelang tidak dapat dilaksanakan, karena jika tetap dilakukan lelang hal
ini akan mempersulit pembeli dalam membuat peralihan hak atas
tanahnya.
d. Munculnya gugatan dari pihak ketiga selain debitur atau suami/istri
yang mengatakan bahwa barang yang akan dilelang itu adalah
miliknya sehingga secara hukum mengakibatkan tidak dapat
dilaksanakannya lelang eksekusi Hak Tanggungan. Penundaan lelang
atas dasar kepemilikan barang jaminan. Pasal 195 ayat (6) HIR dan
Pasal 206 ayat (6) RBg, menyatakan bahwa:
Perlawanan pihak ketiga terhadap sita conservatoir, sita revindicatoir
atas lelang hanya dapat diajukan atas dasar hak milik jadi hanya dapat
diajukan oleh pemilik barang atau orang yang merasa bahwa ia adalah
pemilik barang yang disita dan perlawanan ini diajukan kepada Ketua
Pengadilan Negeri dari Pengadilan Negeri yang secara nyata menyita. Untuk
mengajukan perlawanan ini, pihak ketiga harus dapat membuktikan bahwa
barang yang akan dilelang itu benar adalah miliknya.
(58)
Adapun hambatan sosiologis yang dijumpai dalam pelaksanaan
lelang, yaitu:
a. Adanya ketidaksesuaian pendapat tentang harga lelang antara debitur
dengan Pejabat lelang kelas II ataupun KPKNL.
b. Adanya bantahan dari pihak debitur karena adanya penangguhan
hutang melalui kuasa hukumnya lewat media massa terhadap
pengumuman lelang sehingga sedikit banyak mempengaruhi
pandangan masyarakat untuk berminat membeli barang jaminan
penangguhan hutang secara lelang, ini mengakibatkan tidak
terlaksananya lelang karena tidak ada peserta lelangnya.
c. Adanya faktor kelemahan dari Pembeli Lelang
Pembeli Lelang tidak teliti dalam membeli barang yang akan dilelang,
pembeli mengabaikan pengumuman bantahan lelang melalui media
cetak (surat kabar) yang diajukan pihak ketiga karena tertarik dengan
barang yang akan dijual harganya murah atau dia sebagai perantara
dalam pembelian lelang. Sehingga ini membuat kekecewaan terhadap
Pembeli Lelang karena barang yang dibelinya tidak sesuai dengan
yang diharapkan.
d. Adanya faktor bentuk jaminan hutang yang kurang disukai pembeli
eksekusi lelang Hak Tanggungan
Seorang calon pembeli yaitu masyarakat khususnya Pembeli Lelang
(1)
Daftar Singkatan (Glosarium)
1. Accessoir : Perjanjian tambahan yang keberlakuan dan
keabsahannya bergantung pada perjanjian utama. Jika perjanjian utama batal, maka perjanjian acessoir batal pula (namun tidak sebaliknya).
2. APBD : Anggaran dan Penerimaan Belanja
Daerah.
3. APBN : Anggaran Penerimaan dan Belanja
Negara.
4. APHT : Akta Pemberian Hak Tanggungan.
5. BPHTB : Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.
6. BPK : Badan Pemeriksa Keuangan.
7. BPN : Badan Pertanahan Nasional.
8. BUMD : Badan Usaha Milik Daerah.
9. BUMN : Badan Usaha Milik Negara.
10. BUPLN : Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara.
11. BUPN : Badan Urusan Piutang Negara.
12. Credietverband: : Pengikatan agunan berupa tanah yang umumnya belum
bersertifikat
13. Disclaimer : Pernyataan Penyangkalan.
14. DJKN : Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.
15. DJP : Direktorat Jenderal Pajak.
16. DJPB : Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
17. DJPLN : Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara.
18. Droit de suite : Berdasarkan hak suatu kebendaan, seseorang yang
berhak terhadap benda itu, mempunyai
kekuasaan/wewenang untuk mempertahankan atau menggugat bendanya dari tangan siapapun juga atau dimanapun benda itu berada.
(2)
19. Droit de preference : Hak mendahului yang dimiliki kreditur atas benda-benda tertentu yang dijaminkan pada kreditur tersebut. Atas hasil penjualan benda-benda tersebut, kreditur berhak mendapatkan pelunasan utang debitur terlebih dahulu.
20. Het Openbare aanbod : Pejualan umum.
21. HIR : Herzien Inlandsch Reglement.
22. KLN : Kantor Lelang Negara.
23. KN : Kekayaan Negara.
24. KP2LN : Kantor Pengurusan Piutang dan Lelang Negara. 25. KP3N : Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara (KP3N) 26. KPKNL : Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. 27. KUHAP : Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata. 28. KUHPerdata : Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
29. LKBB : Lembaga Keuangan Bukan Bank.
30. LKKL : Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga. 31. LKPP : Laporan Keuangan Pemerintah Pusat.
32. LN : Lembaran Negara.
33. PA : Pengadilan Agama.
34. Parate executie : Dimana kreditur melakukan tuntutan sendiri secara
langsung kepada debitur tanpa melalui pengadilan.
35. PBM : Pengelolaan Barang Milik.
36. PBMN : Penertiban Barang Milik Negara. 37. PERUM Pegadaian : Perusahaan Umum Pegadaian.
38. PN : Pengadilan Negeri.
39. PNBP : Penerimaan Negara Bukan Pajak.
40. PPAT : Pejabat Pembuat Akta Tanah.
41. PPH : Penerimaan Pajak berupa Pajak Penghasilan.
42. PPJ : Perhitungan dan Pertanggungjawaban.
43. PTUN : Pengadilan Tata Usaha Negara.
44. PUPN : Panitia Urusan Piutang Negara.
(3)
45. RBg : Rechtreglement Voor de Buitengewesten.
46. RI : Republik Indonesia.
47. RIB : Reglement Indonesia Yang Diperbaharui.
48. Roya partial: : Kelembagaan hukum baru, untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, yang memungkinkan penyelesaian secara praktis terhadap bagian benda jaminan apabila telah dilunasi sebagian, sehingga dapat dipergunakan untuk keperluan lainnya.
49. Satgas : Satuan Tugas.
50. SKMHT : Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggung.
51. SKT : Surat Keterangan Tanah.
52. Staatsblad (Stbl) : Lembaran Negara.
53. Titel Eksekutorial : Eksekusi berdasarkan irah-irah “Demi Keadilan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” yang dilakukan melalui tata cara dengan menggunakan lembaga parate executie sesuai dengan Hukum Acara Perdata.
54. UUHT : Undang-Undang Hak Tanggungan.
55. UUPA : Undang-Undang Pokok Agraria.
56. Vendu Instructie : Instruksi Lelang.
(4)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... .i
GLOSARIUM ... ii
DAFTAR ISI ... .iii
ABSTRAK ... iv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... .1
B. Permasalahan... 7
C. Tujuan Penulisan ... .8
D. Manfaat Penulisan ... .8
E. Keaslian Penulisan ... 9
F. Metode Penelitian... 9
G. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LELANG EKSEKUSI ... 15
A. Lelang ... 15
1. Sejarah Lelang ... .15
2. Pengertian Lelang ... 20
3. Peraturan Tentang Lelang ... 23
4. Fungsi dan Manfaat Lelang ... 26
(5)
5. Klasifikasi Lelang ... 29
6. Prosedur Lelang ... 37
7. Risalah Lelang ... 57
B. Pembukuan Lelang ... 61
C. Laporan Lelang ... 62
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HAK TANGGUNGAN ... 64
A. Hak Tanggungan... 64
1. Pengertian Hak Tanggung ... 64
2. Peraturan Tentang Hak Tanggungan ... .66
3. Asas-Asas Hak Tanggungan ... 67
4. Objek dan Subjek Hak Tanggungan ... 69
5. Pemberi Hak Tanggungan ... 72
6. Lahir dan Berakhirnya Hak Tanggungan ... 73
B. Eksekusi Hak Tanggungan ... 84
1. Pengertian Eksekusi... 84
2. Eksekusi Hak Tanggungan di dalam Lembaga Keuangan. .. 87
3. Cara Pelaksanaan Eksekusi Hak Tanggungan ... 93
BAB IV PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG (KPKNL) MEDAN ... 98
A. Profil Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan ... 98
(6)
B. Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL)
Medan ... 104
C. Perlindungan Hukum Hak Pembeli Lelang Eksekusi Hak Tanggungan yang Beriktikad Baik ... 110
D. Hambatan-Hambatan dalam Pelaksanaan Lelang Eksekus Hak Tanggungan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan ... 113
E. Solusi dalam mengatasi Hambatan-Hambatan dalam Pelaksanaan Lelang Eksekusi Hak Tanggungan di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan ... 117
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ... 122
A. Kesimpulan ... 122
B. Saran ... 123
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN