Pengaruh Pemberian Pupuk Nitrogen Terhadap Timbulnya Penyakit Daun Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Pada Beberapa Varietas Di Lapangan

(1)

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK NITROGEN TERHADAP

TIMBULNYA PENYAKIT DAUN TANAMAN JAGUNG

(Zea mays L.) PADA BEBERAPA VARIETAS

DI LAPANGAN

SKRIPSI

Oleh : Tia Irmayani

030302042 HPT

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK NITROGEN TERHADAP

TIMBULNYA PENYAKIT DAUN TANAMAN JAGUNG

(Zea mays L.) PADA BEBERAPA VARIETAS

DI LAPANGAN

SKRIPSI

Oleh : Tia Irmayani

030302042 HPT

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Meraih Gelar Sarjana

di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

(Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M. Agr) (Ir. Zulnayati)

Ketua Anggota

DEPARTEMEN ILMU HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRACT

Tia Irmayani “THE INFLUENCE OF N FERTILIZER TO THE LEAF DISEASE OF CORN (Zea mays L.) IN THE FIELDS” with conselling Mr. Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr, as a chief and Mrs. Ir. Zulnyati as a member.

This research aims to determine the influence of Nitrogen fertilizer on the incidence of disease on leaves of corn plants (Zea mays L.) in the field

This research was conducted at UPT-BBI Palawija Tanjung Slamet and Plant Disease Laboratorium, Faculty of Agriculture, University of North Sumatera, Medan with location is at about 32 meters above sea level. This research starting in November 2008 until March 2009.

This research use randomized block design (Factorial RAK) by 2 factors

which consist of N0 (Control/without treatment), N1 (4,63 gr/plant), N2 (6,93 gr/plant), N3 (9,25 gr/plant), N4 (11,57 gr/plant). The second factor is

corn varieties that is V1(Varietas Bisma), V2 (Varietas NK22), V3 (Varietas Pioneer 12). The parameters were observed the Intensity Attack of

Helminthosporium maydis Nisik., Helminthosporium turcicum Pass, Puccinia sorghi Schw. (%), Percentage attack of Peronosclerospora maydis (Rac.) Schaw. (%), and corn production (ton/ha).

The result of this research showing in the last time supervision that the highest attack intensity of Helminthosporium maydis Nisik is N4V1 is 81,98% and the lowest is N2V3 is 65,09%, Helminthosporium turcicum Pass the highest is N4V1 is 65,38% and the lowest is N2V3 is 61,88%, Puccinia sorghi Schw. the highest is N4V1 is 35,59% and the lowest is N2V3 is 29,40%. The highest percentage attack of Peronosclerospora maydis (Rac.) Schaw is N4V2 is 5,56% and the lowest is N0V1 until N4V3 is 0%. The highest production sequencely are V3 (Pioneer 12) is 7,36 ton/ha, V2 (NK 22) is 5,48 ton/ha and V1 (Bisma) is 4,83 ton/ha.


(4)

ABSTRAK

Tia Irmayani “PENGARUH PEMBERIAN PUPUK NITROGEN TERHADAP TIMBULNYA PENYAKIT DAUN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) PADA BEBERAPA VARIETAS DI LAPANGAN” Dengan komisi pembimbing Bapak Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr selaku ketua dan Ibu Ir. Zulnayati selaku anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk Nitrogen terhadap timbulnya penyakit pada daun tanaman jagung (Zea mays L.) di lapangan.

Penelitian ini dilaksanakan di UPT-BBI Palawija Tanjung Slamet dan Laboratotrium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 m di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2008 sampai bulan Maret 2009.

Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak kelompok (RAK) factorial dengan menggunakan 2 faktor yang terdiri dari N0 (Kontrol/tanpa perlakuan pupuk Nitrogen), N1 (4,63 gr N/tan), N2 (6,93 gr N/tan), N3 (9,25 gr N/tan), N4 (11,57 gr N/tan). Faktor kedua adalah varietas jagung yaitu V1 (varietas Bisma), V2 (varietas NK 22), V3 (varietas Pioneer 12). Parameter yang diamati adalah Intensitas Serangan Helminthosporium myadis Nisik.(%), Helminthosporium turcicum Pass.(%), Puccinia sorghi Schw. (%), Persentase Serangan Peronosclerospora maydis (Rac.)Schaw (%), dan produksi jagung (Ton/Ha).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas serangan penyakit Helminthosporium maydis Nisik. yang tertinggi pada pengamatan terakhir adalah N4V1 yaitu 81,98%, yang terendah adalah N2V3 yaitu 65,09%, intensitas serangan Helminthosporium turcicum Pass. yang tertinggi adalah N4V1 yaitu 65,38%, yang terendah adalah N2V3 yaitu 61,88%, intensitas serangan Puccinia sorghi Schw. yang tertinggi adalah N4V1 yaitu 29,40% dan yang terendah adalah N2V3 yaitu 35,47%. Nilai persentase serangan penyakit Peronosclerospora maydis (Rac.)Schaw. yang tertinggi adalah N4V2 yaitu 5,56% dan yang terendah adalah N0V1 – N4V3 yaitu 0%. Produksi tertinggi hingga terendah masing-masing adalah V3 (Pioneer 12) yaitu 7,36 ton/ha, V2 (NK 22) yaitu 5,48 ton/ha, V1 (Bisma) yaitu 4,83 ton/ha.


(5)

RIWAYAT HIDUP

” Tia Irmayani ” lahir di Tanjung Gading pada tanggal 12 Mei 1985, dari pasangan Irwan Djamaluddin dan Ibunda Muliyani T. Penulis merupakan putri pertama dari 3 (tiga) bersaudara.

Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah lulus dari SD F. Tandean tahun 1997, tahun 2000 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Tebing Tinggi, tahun 2003 lulus dari Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Tebing Tinggi dan tahun 2003 diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan melalui jalur SPMB.

Kegiatan akademis yang pernah diikuti penulis selama perkuliahan adalah menjadi anggota IMAPTAN FP USU, mengikuti ceramah ilmiah Pengendalian Hayati sebagai Komponen PHT di Fakultas Pertanian USU pada tanggal 10 Februari 2006, menjadi asisten di Laboratorium Virologi di tahun 2007.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PTPN 3 Kebun Bangun pada bulan Juni-Juli 2007 dan melaksanakan praktek skripsi di UPT-BBI Tanjung Selamet mulai bulan November 2008 sampai bulan Maret 2009.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dab rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan usulan penelitian ini dengan baik.

Judul dari usulan penelitian ini adalah “PENGARUH PEMBERIAN PUPUK NITROGEN TERHADAP TIMBULNYA PENYAKIT DAUN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) PADA BEBERAPA VARIETAS DI LAPANGAN” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M. Agr, dan Ir. Zulnayati selaku dosen pembimbing dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian usulan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa usulan penilitian ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan usulan penelitian ini dan semoga dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesa Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian... 5

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 6

Syarat Tumbuh ... 8

Penyakit-penyakit penting tanaman jagung ... 10

Pengaruh Pemberian Pupuk N Terhadap Tanaman Jagung ... 22

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

Bahan dan Alat ... 24

Metode Penelitian ... 24

Pelaksanaan Penelitian Pengolahan Lahan ... 26

Penanaman Benih dan Pemupukan Dasar ... 27

Pemupukan Susulan ... 28

Pemeliharaan ... 28

Panen ... 29

Parameter Pengamatan ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 32

Pembahasan ... 41

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 51


(8)

DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

No Judul Hlm

1 Rataan Pengaruh Pupuk Nitrogen dan Varietas ... 37 terhadap Intensitas Serangan (%)

H. maydis Nisik.

2 Rataan Pengaruh Pupuk Nitrogen dan Varietas ... 38 terhadap Intensitas Serangan (%)

H. turcicum Pass.

3 Rataan Pengaruh Pupuk Nitrogen dan Varietas ... 39 terhadap Persentase Serangan (%)

Peronoscelrospora maydis Rac. Shaw.

5 Rataan Pengaruh Pupuk Nitrogen dan Varietas ... 40 terhadap Intensitas Serangan (%)

Puccinia sorghi Schw.

6 Rataan Pengaruh Pupuk Nitrogen dan Varietas ... 40 terhadap Produksi Jagung (ton/ha)


(10)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Hlm

1 Jamur H. maydis Nisik ... 11

2 Gejala serangan H. maydis Nisik ... 12

3 Jamur H. turcicum Pass ... 14

4 Gejala serangan H. turcicum ... 15

5 Jamur P. maydis Rac. Shaw ... 17

6 Gejala serangan P. maydis ... 18

7 Jamur Puccinia sorghi Schw ... 20

8 Gejala serangan Puccinia sorghi ... 22

9 Gejala serangan H. maydis Nisik ... 32

10 Konidia H.maydis Nisik. ... 33

11 Gejala serangan H. turcicum Pass ... 33

12 Konidia H. Turcicum Pass. ... 34

13 Gejala serangan Peronosclerospora maydis ... 35

14 Peronosclerospora maydis ... 35

15 Gejala serangan Puccinia sorghi ... 36

16 Urediospora Puccinia sorghi... 36

17 Histogram Pengaruh Pemberian Pupuk N terhadap Intensitas Serangan H. maydis ... 45

18 Histogram Pengaruh Pemberian Pupuk N terhadap Intensitas Serangan H. Turcicum ... 46

19 Histogram pengaruh pemberian pupuk Nitrogen terhadap persentase serangan Peronocslerospora maydis ... 47

20 Histogram Pengaruh Pemberian Pupuk N terhadap Intensitas Serangan Puccinia sorghi Schw ... 48

21 Histogram Pengaruh Pemberian Pupuk N terhadap produksi jagung (ton/ha) ... 50


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Hlm

1 Bagan Penelitian ... 54

2 Bagan Pengambilan Sampel ... 55

3 Deskripsi varietas Bisma ... 56

4 Deskripsi varietas NK 22 ... 57

5 Deskripsi varietas Pioneer 12 ... 58

6 Data Intensitas Serangan H. maydis (%) pada 1 mst ... 59

7 Data Intensitas Serangan H. maydis (%) pada 2 mst ... 62

8 Data Intensitas Serangan H. maydis (%) pada 3 mst ... 64

9 Data Intensitas Serangan H. maydis (%) pada 4 mst ... 66

10 Data Intensitas Serangan H. maydis (%) pada 5 mst ... 68

11 Data Intensitas Serangan H. maydis (%) pada 6 mst ... 71

12 Data Intensitas Serangan H. maydis (%) pada 7 mst ... 73

13 Data Intensitas Serangan H. maydis (%) pada 8 mst ... 75

14 Data Intensitas Serangan H. maydis (%) pada 9 mst ... 77

15 Data Intensitas Serangan H. maydis (%) pada 10 mst ... 79

16 Data Intensitas Serangan H. turcicum (%) pada 1 mst... 81

17 Data Intensitas Serangan H. turcicum (%) pada 2 mst... 83

18 Data Intensitas Serangan H. turcicum (%) pada 3 mst... 85

19 Data Intensitas Serangan H. turcicum (%) pada 4 mst... 87

20 Data Intensitas Serangan H. turcicum (%) pada 5 mst... 89

21 Data Intensitas Serangan H. turcicum (%) pada 6 mst... 91

22 Data Intensitas Serangan H. turcicum (%) pada 7 mst... 93

23 Data Intensitas Serangan H. turcicum (%) pada 8 mst... 95

24 Data Intensitas Serangan H. turcicum (%) pada 9 mst... 97

25 Data Intensitas Serangan H. turcicum (%) pada 10 mst... 99

26 Data Persentase Serangan P. maydis (%) pada 3 mst ... 101

27 Data Persentase Serangan P. maydis (%) pada 4 mst ... 103

28 Data Persentase Serangan P. maydis (%) pada 5 mst ... 105


(12)

30 Data Intensitas Serangan Puccinia sorghi pada 8 mst ... 109

31 Data Intensitas Serangan Puccinia sorghi pada 9 mst ... 111

32 Data Intensitas Serangan Puccinia sorghi pada 10 mst ... 113

33 Data Produksi Jagung (ton/ha) ... 115


(13)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Tanaman jagung (Zea mays L.) dalam sistematika tumbuh-tumbuhan menurut Warisno (2007) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Class : Monocotyledonae

Ordo : Poales

Family : Poaceae

Genus : Zea

Species : Zea mays L.

Jagung merupakan tanaman semusim (annual). Satu siklus hidupnya diselesaikan dalam 80-150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Susunan morfologi tanaman jagung terdiri dari akar, batang, daun, bunga, dan buah (Wirawan dan Wahab, 2007).

Perakaran tanaman jagung terdiri dari 4 macam akar, yaitu akar utama, akar cabang, akar lateral, dan akar rambut. Sistem perakaran tersebut berfungsi sebagai alat untuk mengisap air serta garam-garam mineral yang terdapat dalam


(14)

tanah, mengeluarkan zat organik serta senyawa yang tidak diperlukan dan alat pernapasan. Akar jagung termasuk dalam akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman (Suprapto, 1999).

Batang jagung tegak dan mudah terlihat sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gadum. Batang tanaman jagung beruas-ruas dengan jumlah ruas bervariasi antara 10-40 ruas. Tanaman jagung umumnya tidak bercabang. Panjang batang jagung umumnya berkisar antara 60-300 cm, tergantung tipe jagung. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin (Rukmana, 1997).

Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang, antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada pula yang berambut. Setiap stoma dikelilingi oleh sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting

dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun (Wirawan dan Wahab, 2007).

Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol yang tumbuh


(15)

menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga (Suprapto, 1999).

Buah jagung terdiri dari tongkol, biji dan daun pembungkus. Biji jagung mempunyai bentuk, warna, dan kandungan endosperm yang bervariasi, tergantung pada jenisnya. Umumnya buah jagung tersusun dalam barisan yang melekat

secara lurus atau berkelok-kelok dan berjumlah antara 8-20 baris biji (AAK, 2006).

Syarat Tumbuh Iklim

Suhu yang dikehendaki tanaman jagung adaah antara 21oC-30oC. Akan tetapi, untuk pertumbuhan yang baik bagi tanaman jagung khusunya jagung hibrida, suhu optimum adalah 23oC-27oC. Suhu yang terlalu tinggi dan kelembaban yang rendah dapat mengganggu peroses persarian. Jagung hibrida memerlukan air yang cukup untuk pertumbuhan, terutama saat berbunga dan pengisian biji. Curah hujan normal untuk pertumbuhan tanaman jagung adalah sekitar 250 mm/tahun sampai 2000 mm/tahun (Warisno, 2007).

Iklim yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung adalah daerah-daerah beriklim sedang hingga daerah beriklim subtropis/tropis yang basah. Jagung dapat tumbuh di daerah yang terletak antara 0o-50o LU hingga 0o -40o LS. Jagung bisa ditanam di daerah dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian tempat antara 1000-1800 meter dari permukaan laut. Jagung yang ditanam di dataran rendah di bawah 800 meter dari permukaan laut dapat berproduksi dengan baik (AAK, 2006).


(16)

Waktu fase pembungaan dan pengisian biji tanaman jagung perlu mendapatkan cukup air. Pertumbuhan tanaman jagung sangat membutuhkan sinar matahari. Tanaman jagung yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang kurang baik bahkan tidak dapat membentuk buah (AAK, 1993).

Tanah

Tanah sebagai tempat tumbuh tanaman jagung harus mempunyai kandungan hara yang cukup. Jagung tidak memerlukan persyaratan tanah yang khusus, hampir berbagai macam tanah dapat diusahakan untuk pertanaman jagung. Tanah yang gembur, subur, dan kaya akan humus dapat memberi hasil yang baik. Drainase dan aerasi yang baik serta pengelolaan yang bagus akan membantu keberhasilan usaha pertanaman jagung. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung adalah tanah andosol, tanah latosol, tanah grumosol, dan tanah berpasir (AAK, 2006).

Derajat keasaman tanah (pH) yang paling baik untuk tanaman jagung hibrida adalah 5,5-7,0. Pada pH netral, unsur-unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman jagung banyak tersedia di dalamnya. Tanah-tanah yang pH nya kurang dari 5,5 dianjurkan diberi pengapuran untuk menaikkan pH (Warisno, 2007).


(17)

Penyakit-penyakit Penting pada Daun Tanaman Jagung

1. Penyakit Hawar Daun (Leaf Blight) (Helminthosporium maydis Nisik)

Sistematika jamur penyebab penyakit hawar daun Helminthosporium maydis Nisik diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Myceteae

Divisio : Eumycota

Class : Deuteromycetes

Ordo : Moniliales

Family : Dematiaceae

Genus : Helminthosporium

Species : Helminthosporium maydis Nisik (Dwidjoseputro, 1978).

Konidiofor terbentuk dalam kelompok, sering dari stomata yang datar, berwarna coklat tua atau hitam. Konidiofor lurus atau lentur. Kadang-kadang mempunyai bengkokan seperti lutut. Konidium jelas bengkok berbentuk seperti perahu, mempunyai 5-11 sekat palsu dan kebanyakan mempunyai panjang 70-160 μm (Dwidjisepotro, 1978).

Konidia berbentuk curva yang meruncing ke ujung seperti perahu, stadia sempurnanya disebut Cochliobolus heterostrophus. Ukuran konidia 120-170 x 15-20 μm berwarna coklat pucat sampai coklat emas. Konidianya terbentuk dalam kelompok sering dari stomata yang datar. Konidia bisa terbawa angn atau percikan air pada tanaman (Shurtleff, 1980).


(18)

Gambar 1. Jamur H. maydis Nisik, a : konidia, b : konidiofor Sumber : Shurtleff (1980)

Gejala serangan untuk H. maydis menyebabkan terjadinya bercak-bercak coklat kelabu atau berwarna seperti jerami yang dapat meluas ke seluruh permukaan daun. Ukuran bercak dapat mencapai 4 cm dengan lebar 0,6 cm. Sisi-sisinya lebih kurang sejajar dengan tulang daun utama. Jika terjadi infeksi yang berat beberapa bercak dapat bersatu dan membentuk jaringan mati yang lebar. Bercak terutama terdapat pada daun bawah (Semangun, 1993).

Gejala pada daun tampak bercak memanjang dan teratur berwarna kuning dan dikelilingi warna coklat, bercak berkembang dan meluas dari ujung daun hingga ke pangkal daun, semula bercak tampak basah, kemudian berubah warna menjadi coklat kekuning-kuningan, kemudian berubah menjadi coklat tua.

Akhirnya seluruh permukaan daun berwarna coklat (Pangasara dan Rahmawati, 2007).

a


(19)

Epidemiologi penyakit H. Maydis ini akan menjadi sangat berbahaya pada kondisi yang cukup hangat dengan suhu antara 20-320C. Musim panas yang panjang dan cuaca antara hujan dan panas tidak sesuai untuk perkembangan penyakit H. maydis ini. Pada kelembaban 97-98 % jamur dapat membentuk banyak konidium (Shurtleff, 1980).

Gambar 2. Gejala serangan H. Maydis Sumber : Silitonga, dkk, (2007)

Pengendalian terhadap penyakit H. Maydis dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman dilakukan guna menekan meluasnya jamur, pengendalian secara mekanis dengan mengatur kelembaban lahan agar kondisi lahan tidak lembab, secara kimiawi dengan pestisida seperti Daconil 75 WP, Difolatan 4 F, penanaman jagung dilakukan bila curah hujan rata-rata selama 10 hari kurang dari

55 mm. Menanam varietas tahan yaitu Arjuna, Antasena, Lamuru (Semangun, 1993).


(20)

2. Penyakit Hawar Daun (Leaf Blight) (Helminthosporium turcicum Pass.)

Sistematika jamur penyebab penyakit hawar daun Helminthosporium turcicum Pass. diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Myceteae

Divisio : Eumycota

Class : Deuteromycetes

Ordo : Moniliales

Family : Dematiaceae

Genus : Helminthosporium

Species : Helminthosporium turcicum Pass. (Dwidjoseputro, 1978).

Helminthosporium turcicum atau biasa disebut Exserohilum turcicum. Konidium berbentuk lurus atau agak melengkung, jorong, halus, berukuran 300 x 7-9 μm dengan jumlah sekat 4-9 buah yang berwarna coklat jerami. Stadium sempurnanya disebut Trichometasphaeria turcica. Konidiumnya mempunyai hilum yang menonjol yang merupakan cirri khas dari genus Exserohilum (Shurtleff, 1980).


(21)

Gambar 3. H. turcicum Pass., a : konidia, b : konidiofor Sumber : Shurtleff (1980)

Konidium dipencarkan oleh angin. Di udara konidium yang terbanyak terdapat menjelang tengah hari. Konidium berkecambah dan pembuluh kecambah mengadakan infeksi melalui mulut kulit atau dengan mengadakan penetrasi secara langsung, yang didahului dengan pembentukan apresorium (Wakman, 2004).

Penyakit hawar daun H. turcicum dapat berkembang dengan baik pada suhu/temperature 18-270C dan banyak embun di tanaman untuk perkembangan penyakit. Suhu yang kering atau panas akan menghambat perkembangan penyakit (Shurtleff, 1980).

Gejala serangan H. turcicum, mula-mula menyebabkan terjadinya bercak-bercak kecil, jorong, hijau tua atau hijau kelabu kebasah-basahan yang kelak akan berwarna coklat pada daun. Bercak mempunyai bentuk yang khas yaitu berbentuk kumparan atau perahu dengan lebar 1-2 cm dan panjang 5-10 cm. Beberapa

a b


(22)

bercak dapat bersatu yang dapat membunuh seluruh daun dan menimbulkan gejala seperti terbakar (Semangun, 1993).

Gambar 4. Gejala serangan H. turcicum Sumber : Silitonga, dkk, (2007)

Cara pengendalian yang biasa dilakukan untuk mengendaliakn penyakit H. turcicum dapat dilakukan dengan cara melakukan pergiliran tanaman, mengatur kelembaban lahan agar kondisi lahan tidak lembab sehingga dapat menekan meluasnya serangan penyakit ini, dan pengendalian secara kimia

dapat dilakukan dengan penyemprotan Daconil 75 WP, Difolan 4 f (Warisno, 2007).


(23)

3. Penyakit Bulai (Downy mildew) (P. maydis (Rac.) Shaw)

Menurut Dwijoseputro (1978) jamur penyebab penyakit (P. maydis (Rac.) Shaw) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Myceteae

Divisio : Eumycota

Class : Oomycetes

Ordo : Peronosprorales

Family : Peronosporaceae Genus : Peronosclerospora

Species : Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw

Suku peronosporaceae mempunyai sporangiosfor yang berbeda jelas dari hifa yang biasa. Sporangiosfor mempunyai sumbu yang jelas, umumnya mempunyai percabangan. Sporangiosfor waktu permukaan berembun, miselium membentuk konidiofor yang keluar melalui mulut kulit (Semangun, 2000).

Dari satu mulut kulit dapat keluar satu konidiofor atau lebih. Konidium yang masih muda berbentuk bulat, sedang yang sudah masak dapat menjadi jorong, konidium berukuran 12-19 x 10-23 μm dengan rata-rata 19,2 x 17,0 μm. Konidium tumbuh dengan membentuk pembuluh kecambah. Sporangiosfor pada sclerospora panjang dan bercabang-cabang dekat dengan ujung. Sporangium tumbuh pada ujung cabang-cabang. Peronosporaceae tidak menghasilkan sporangium terus menerus tetapi sekali saja. Sporangium boleh dikatakan seragam, semuanya serupa jeruk nipis (Dwidjoseputro, 1978).


(24)

Gambar 5. P. maydis Rac. Shaw, a : sporangia, b : sporangiosfor Sumber : Shurtleff (1980)

P. maydis tidak dapat hidup secara saprofitik. Pertanaman di bekas pertanaman yang terserang berat dapat sehat sama sekali. Jamur ini harus bertahan dari musim ke musim pada tanaman hidup. Jamur dapat terbawa ke dalam biji tanaman sakit, namun ini hanya terjadi pada biji yang masih muda dan basah pada jenis jagung yang rentan (Karen dan Ruhl, 2007).

Jamur menyebar dengan konidia melalui infeksi pada stomata dan lentisel. Perkembangan jamur sangat baik pada keadaan lembab, curah hujan tinggi, dan pemupukan N yang berat. Spora disebarkan oleh angin pada cuaca kering. Konidium berkecambah paling baik pada suhu 30oC (Pracaya, 1999).

Daun yang telah terinfeksi menjadi bergaris-garis putih sampai kekuningan. Pada tingkat akhir warna daun menjadi kecoklatan dan kering. Pertumbuhan menjadi terhambat, bila yang terserang tanaman jagung yang baru saja tumbuh pada umur 2-3 minggu setelah tanam biasanya daun menjadi

a


(25)

kerdil dan mati serta tidak bisa berbuah. Bagian bawah daun kelihatan ada tepung putih yang berasal dari sisa konidia dan konidiofor. Bila umur tanaman sudah kira-kira satu bulan, walaupun sudah diserang oleh jamur, namun masih bisa tumbuh dan berbuah, hanya tongkolnya tidak bisa besar, kelobot tidak membungkus secara penuh pada tongkol. Ujung tongkol masih kelihatan, kadang-kadang bijinya tak penuh atau ompong (Pracaya, 1999).

Penyakit bulai pada jagung terutama terdapat di dataran rendah dan jarang terdapat di daerah-daerah yang lebih tinggi dari 900-1200 m dari permukaan laut. Penyakit ini lebih banyak terdapat pada daerah yang ditanam pada musim hujan dengan curah hujan lebih dari 100 mm/tahun. Infeksi hanya terjadi kalau ada air, baik air embun, air hujan atau air gutasi. Infeksi juga ditentukan oleh umur tanaman dan umur daun yang terinfeksi. Tanaman yang berumur lebih dari 3 minggu cukup tahan terhadap infeksi dan makin muda tanaman makin rentan (Pangarasa dan Rahmawati, 2007).

Gambar 6. Gejala serangan P. maydis Sumber : Warisno (2007)


(26)

Pengendalian yang dapat dilakukan terhadap penyakit bulai pada jagung adalah sebagai berikut :

1. Penggunaan varietas tahan terhadap penyakit ini seperti Kalingga, Wijasa, Bromo, Parikesit, dan jagung hibrida.

2. Bila musim hujan datang, udara lembab, dan serangan bulai banyak maka tanaman yang terserang segera dicabut

3. Melakukan rotasi tanaman, dimaksudkan untuk memutus siklus hidup penyakit

4. Pengobatan benih dengan menggunakan Ridomil 35 SD atau Saromyl 35 SD, untuk pertanaman digunakan Ridomil Gold 350 EC

5. Pemupukan bersamaan saat tanam juga dapat membantu mencegah serangan penyakit. Tanaman akan tumbuh sehat dan kokoh sehingga mempunyai kekuatan untuk menangkal penyakit

(Semangun, 1993).

4. Penyakit Karat Daun (Puccinia sorghi Schw.)

Sistematika jamur Puccinia sorghi Schw. menurut Dwidjoseputro (1978) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Myceteae

Divisio : Eumycota

Class : Basidiomycetes

Ordo : Uredinales

Family : Pucciniaceae


(27)

Urediospora berbentuk bulat atau jorong, 24-29 μm x 22-29 µm, berdinding coklat kemerahan, berduri-duri halus. Teliospora jorong, berbentuk tabung atau gada. Aesiospora bulat atau jorong, bergaris tengah 12-24 µm, berdinding hialin (Semangun, 1993).

Gambar 7. P. sorghi Schw., a : urediospora, b : teliospora Sumber : Shurtleff (1980)

P. sorghi membentuk urediosorus bulat atau jorong. Di lapangan kadang-kadang epidermis tetap menutupi ureidiosorus sampai matang. Tetapi ada kalanya epidermis pecah dan massa spora dalam jumlah besar menjadi tampak. Setelah terbuka ureidiosorus berwarna jingga atau jingga tua. Jamur membentuk banyak ureidiospora pada daun dan kadang-kadang juga pada upih daun. Karena adanya sorus ini permukaan atas daun menjadi kasar. Pada tingkatan yang jauh penyakit

karat menyebabkan mengeringnya bagian-bagian daun (Pangasara dan Rahmawati, 2007).

Jamur karat tidak dapat hidup sebagai saprofit, sehingga tidak mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman jagung. P. sorghi mempertahankan diri pada tanaman jagung yang hidup dan dipencarkan oleh urediospora yang

a b


(28)

dibantu oleh tiupan angin dan tetap dapat hidup karena sporanya kering dan mempunyai dinding yang cukup tebal (Semangun, 1993).

Penyakit dapat berkembang pada suhu 16oC-23oC. Urediospora terdapat di udara paling banyak pada waktu siang, tengah hari, dan setelah tengah hari. Infeksi terjadi melalui mulut kulit, yang umumnya dengan pembentukan apresorium (Semangun, 1993).

P. sorghi membentuk urediosorus bulat atau jorong. Di lapangan kadang-kadang epidermis tetap menutupi ureidiosorus sampai matang. Tetapi ada kalanya epidermis pecah dan massa spora dalam jumlah besar menjadi tampak. Setelah terbuka ureidiosorus berwarna jingga atau jingga tua. Jamur membentuk banyak ureidiospora pada daun dan kadang-kadang juga pada upih daun. Karena adanya sorus ini permukaan atas daun menjadi kasar. Pada tingkatan yang jauh penyakit

karat menyebabkan mengeringnya bagian-bagian daun (Pangasara dan Rahmawati, 2007).

Tanaman jagung yang terserang jamur ini memperlihatkan gejala bercak kuning kemerahan (seperti karat) pada daun, bunga, dan kelobot buah. Jika serangan berat maka tanaman dapat mengalami kematian (Tjahjadi, 2005).


(29)

Gambar 8. Gejala serangan Puccinia sorghi Sumber :Warisno (2007)

Pengendalian penyakit karat daun dapat dilakukan dengan mengatur kelembaban pada areal tanam, menanam varietas unggul atau varietas tahan terhadap penyakit, melakukan sanitasi pada areal pertanaman jagung, secara

kimiawi dengan menggunakan pestisida seperti Daconil 75 WP, Difolatan 4 (Pangasara dan Rahmawati, 2007).

Pengaruh Pemberian Pupuk N Terhadap Tanaman Jagung

Tanaman jagung agar bisa mendapatkan hasil panen yang maksimal, maka perlu diberi pupuk secukupnya. Manfaat pupuk unsur Nitrogen (N) untuk tanaman jagung ini adalah :

a. Unsur hara N merupakan faktor yang menentukan dalam usaha peningkatan produksi

b. Tanaman jagung yang masih muda lebih banyak menyerap N dalam bentuk amonium dan setelah tua menyerap nitrat

c. Unsur hara N diperlukan dari mulai tanaman muda sampai tanaman tua d. Untuk jagung hibrida pupuk N yang dianjurkan adalah pupuk urea (Warisno, 2007).


(30)

Nitrogen merupakan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman, yang pada umumnya sangat diperlukan untuk pertumbuhan atau pembentukan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang, dan akar. Tetapi kalau terlalu banyak dapat menghambat pembungaan dan pembuahan bahkan mengundang hama dan penyakit (Sutejo, 1995).

Kesehatan tanaman secara langsung berhubungan dengan serangan hama dan penyakit. Tanaman yang kekurangan unsur hara akan mudah terserang hama dan penyakit, sebaliknya pemupukan yang berlebihan juga akan memudahkan tanaman terserang hama dan penyakit. Pemberian pupuk yang berlebihan memberikan daya tarik bagi hama dan mendorong populasi hama berkembang lebih besar, pertumbuhan tanaman akan berlebihan tetapi rapuh terhadap serangan hama (Sutanto, 2002).

Pupuk itu harus disesuaikan dengan keadaan tanah yang bersangkutan. Pemupukan dengan pupuk N dilakukan 3 kali, yaitu yang pertama pada saat penanaman benih sebagai persediaan makanan di dalam tanah setelah berkecambah, yang kedua setelah tanaman kira-kira berumur 1 bulan dengan tujuan memacu pertumbuhan tanaman, dan yang ketiga dilakukan setelah tanaman berumur kira-kira 2 bulan, terutama ditujukan untuk pengisian biji (AAK, 2006).

Tanaman jagung mengambil N sepanjang hidupnya. Karena nitrogen dalam tanah sudah tercuci, maka pemberian dengan cara bertahap sangat dianjurkan. Nitrogen diserap tanaman selama masa pertumbuhan sampai pematangan biji, sehingga tanaman ini menghendaki tersedianya N secara terus


(31)

Nitrogen diserap oleh tanaman sebagai NO3- dan NH4+ kemudian dimasukkan ke dalam semua gas amino dan Protein (Indrana, 1994). Ada juga bentuk pokok nitrogen dalam tanah mineral, yaitu nitrogen organik, bergabung dengan humus tanah ; nitrogen amonium dapat diikat oleh mineral lempung tertentu, dan amonium anorganik dapat larut dan senyawa nitrat. Nitrogen yang tersedia tidak dapat langsung digunakan, tetapi harus mengalami berbagai proses terlebih dahulu. Pada tanah yang immobilitasnya rendah nitrogen yang ditambahkan akan bereaksi dengan pH tanah yang mempengaruhi proses nitrogen. Begitu pula dengan proses denitrifikasi yang pada proses ini ketersediaan nitrogen tergantung dari mikroba tanah yang pada umumnya lebih

menyukai senyawa dalam bentuk ion amonium daripada ion nitrat (Anonimus, 2009).

Kekahatan atau defisiensi nitrogen menyebabkan proses pembelahan sel terhambat dan akibatnya menyusutkan pertumbuhan. Selain itu, kekahatan senyawa protein menyebabkan kenaikan nisbah C/N, dan kelebihan karbohidrat ini akan meningkatkan kandungan selulosa dan lignin. Ini menyebabkan tanaman jagung yang kahat nitrogen tampak kecil, kering, tidak sukulen, dan sudut terhadap batang sangat runcing. Urea termasuk pupuk nitrogen yang higroskopis. Urea termasuk pupuk yang higroskopis (mudah menarik uap air). Pada kelembaban 73%, pupuk ini sudah mampu menarik uap air dan udara. Oleh karena itu urea mudah larut dan mudah diserap oleh tanaman. Urea mudah larut dalam air dan jika diberikan ke tanah maka mudah berubah menjadi amoniak dan karbondioksida. Pemberian urea pada tanah bias


(32)

dilakukan 2-3 kali lebih efisien dengan dosis yang tidak terlalu tinggi karena jika demikian akan mengakibatkan daun akan terbakar (Anonimus, 2009).


(33)

ABSTRACT

Tia Irmayani “THE INFLUENCE OF N FERTILIZER TO THE LEAF DISEASE OF CORN (Zea mays L.) IN THE FIELDS” with conselling Mr. Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr, as a chief and Mrs. Ir. Zulnyati as a member.

This research aims to determine the influence of Nitrogen fertilizer on the incidence of disease on leaves of corn plants (Zea mays L.) in the field

This research was conducted at UPT-BBI Palawija Tanjung Slamet and Plant Disease Laboratorium, Faculty of Agriculture, University of North Sumatera, Medan with location is at about 32 meters above sea level. This research starting in November 2008 until March 2009.

This research use randomized block design (Factorial RAK) by 2 factors

which consist of N0 (Control/without treatment), N1 (4,63 gr/plant), N2 (6,93 gr/plant), N3 (9,25 gr/plant), N4 (11,57 gr/plant). The second factor is

corn varieties that is V1(Varietas Bisma), V2 (Varietas NK22), V3 (Varietas Pioneer 12). The parameters were observed the Intensity Attack of

Helminthosporium maydis Nisik., Helminthosporium turcicum Pass, Puccinia sorghi Schw. (%), Percentage attack of Peronosclerospora maydis (Rac.) Schaw. (%), and corn production (ton/ha).

The result of this research showing in the last time supervision that the highest attack intensity of Helminthosporium maydis Nisik is N4V1 is 81,98% and the lowest is N2V3 is 65,09%, Helminthosporium turcicum Pass the highest is N4V1 is 65,38% and the lowest is N2V3 is 61,88%, Puccinia sorghi Schw. the highest is N4V1 is 35,59% and the lowest is N2V3 is 29,40%. The highest percentage attack of Peronosclerospora maydis (Rac.) Schaw is N4V2 is 5,56% and the lowest is N0V1 until N4V3 is 0%. The highest production sequencely are V3 (Pioneer 12) is 7,36 ton/ha, V2 (NK 22) is 5,48 ton/ha and V1 (Bisma) is 4,83 ton/ha.


(34)

ABSTRAK

Tia Irmayani “PENGARUH PEMBERIAN PUPUK NITROGEN TERHADAP TIMBULNYA PENYAKIT DAUN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) PADA BEBERAPA VARIETAS DI LAPANGAN” Dengan komisi pembimbing Bapak Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr selaku ketua dan Ibu Ir. Zulnayati selaku anggota.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk Nitrogen terhadap timbulnya penyakit pada daun tanaman jagung (Zea mays L.) di lapangan.

Penelitian ini dilaksanakan di UPT-BBI Palawija Tanjung Slamet dan Laboratotrium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 m di atas permukaan laut. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2008 sampai bulan Maret 2009.

Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak kelompok (RAK) factorial dengan menggunakan 2 faktor yang terdiri dari N0 (Kontrol/tanpa perlakuan pupuk Nitrogen), N1 (4,63 gr N/tan), N2 (6,93 gr N/tan), N3 (9,25 gr N/tan), N4 (11,57 gr N/tan). Faktor kedua adalah varietas jagung yaitu V1 (varietas Bisma), V2 (varietas NK 22), V3 (varietas Pioneer 12). Parameter yang diamati adalah Intensitas Serangan Helminthosporium myadis Nisik.(%), Helminthosporium turcicum Pass.(%), Puccinia sorghi Schw. (%), Persentase Serangan Peronosclerospora maydis (Rac.)Schaw (%), dan produksi jagung (Ton/Ha).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas serangan penyakit Helminthosporium maydis Nisik. yang tertinggi pada pengamatan terakhir adalah N4V1 yaitu 81,98%, yang terendah adalah N2V3 yaitu 65,09%, intensitas serangan Helminthosporium turcicum Pass. yang tertinggi adalah N4V1 yaitu 65,38%, yang terendah adalah N2V3 yaitu 61,88%, intensitas serangan Puccinia sorghi Schw. yang tertinggi adalah N4V1 yaitu 29,40% dan yang terendah adalah N2V3 yaitu 35,47%. Nilai persentase serangan penyakit Peronosclerospora maydis (Rac.)Schaw. yang tertinggi adalah N4V2 yaitu 5,56% dan yang terendah adalah N0V1 – N4V3 yaitu 0%. Produksi tertinggi hingga terendah masing-masing adalah V3 (Pioneer 12) yaitu 7,36 ton/ha, V2 (NK 22) yaitu 5,48 ton/ha, V1 (Bisma) yaitu 4,83 ton/ha.


(35)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman jagung yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Zea mays L., adalah salah satu jenis tanaman biji-bijian yang menurut sejarahnya berasal dari Amerika. Orang-orang Eropa yang datang ke Amerika membawa benih jagung tersebut ke negaranya. Melalui Eropa tanaman jagung terus menyebar ke Asia dan Afrika. Baru sekitar abad ke-16 tanaman jagung ini oleh orang Portugis dibawa ke Pakistan, Tiongkok dan daerah-daerah lainnya di Asia termasuk Indonesia (Wirawan dan wahab, 2007).

Di Indonesia daerah-daerah penghasil tanaman jagung adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Madura, Daerah Istimewa Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Maluku. Khusus daerah Jawa Timur dan Madura, tanaman jagung dibudidayakan cukup intensif karena selain tanah dan iklimnya sangat mendukung untuk pertumbuhan tanaman jagung, di daerah tersebut khususnya Madura jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok (Warisno, 2007).

Jagung merupakan salah satu pangan dunia yang terpenting selain gandum dan padi. Sebagai sumber karbohidrat utama di Amerika Tengah dan Selatan, jagung juga menjadi alternatif sumber pangan di Amerika Serikat. Penduduk beberapa daerah di Indonesia juga menggunakan jagung sebagai bahan pangan yang penting. Selain sebagai sumber karbohidrat, jagung juga ditanam untuk pakan ternak dan bahan baku industri (Suprapto, 1999).


(36)

Jagung merupakan salah satu jenis bahan makanan yang mengandung sumber hidrat arang yang dapat digunakan untuk menggantikan (mensubstitusi) beras sebab :

1. Jagung memiliki kalori yang hampir sama dengan kalori yang terkandung pada padi

2. Kandungan protein di dalam biji jagung sama dengan biji padi, sehingga jagung dapat pula menyumbangkan sebagian kebutuhan protein yang diperlukan manusia

3. Jagung dapat tumbuh pada berbagai macam tanah, bahkan pada kondisi tanah yang agak kering pun jagung masih dapat ditanam

(AAK, 2006).

Prospek usaha tani tanaman jagung cukup cerah bila dikelola secara intensif dan komersial berpola agribisnis. Permintaan pasar dalam negeri dan peluang ekspor komoditas jagung cenderung meningkat dari tahun ke tahun, baik untuk memenuhi kebutuhan pangan. Hasil penelitian agroekonomi tahun 1981-1986 menunjukkan bahwa permintaan terhadap jagung terus meningkat. Hal ini berkaitan erat dengan laju pertumbuhan penduduk, peningkatan konsumsi perkapita, perubahan pendapatan dan pemenuhan kebutuhan benih (Rukmana, 1997).

Penyakit bulai atau downy mildew pada jagung sejak lama dirasa menimbulkan kerugian yang sangat besar, sehingga banyak dikenal antara para petani. Penyakit bulai adalah penyakit terpenting pada pertanian jagung di


(37)

sehingga penyakit ini menyebabkan penanaman jagung mengandung resiko yang tinggi (Silitonga, dkk., 2007). Penyakit bulai adalah penyakit yang paling merusak pada tanaman jagung di Indonesia (Sudjono, 1979) maupun di negara lain di dunia. Di Indonesia dilaporkan penyebaran penyakit bulai meliputi 25 provinsi. Walaupun ada 5 species Peronosclerospora penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung telah dilaporkan (Renfo, 1980) hanya ada 2 species yang telah dilaporkan sampai saat ini di Indonesia yaitu P. maydis dan P. philippinensis (Wakman, 2001).

Hawar daun termasuk penyakit penting tanaman jagung dan telah menyebar di banyak negara di Amerika, Asia, Afrika, dan Eropa. Penyakit ini umumnya berkembang di negara subtropis. Di daerah tropis, penyakit hawar daun dapat berkembang di dataran tinggi. Di Indonesia, penyakit hawar daun jagung pertama kali dilaporkan berjangkit di daerah dataran tinggi Sumatera Utara pada tahun 1917. Gejala penularannya ditandai oleh munculnya bercak daun yang kemudian melebar hingga daun jagung mengering (Wakman, 2004).

Penyakit ini ditemukan di lapangan baik pada fase vegetatif maupun fase generatif (Pakki,et al., 1997) dan keberadaannya sangat berhubungan dengan iklim dan varietas. Pada iklim yang sesuai dan varietas yang rentan perkembangannya sangat baik sedangkan pada daerah yang cekaman iklimny kurang menguntungkan perkembangan penyakit ini akan terhambat. Diketahui faktor-faktor yang dominan seperti curah hujan yang tinggi, suhu yang relatif rendah berperan dalam fluktuasi intensitas serangan penyakit hawar daun (Pakki dan Muis, 1999).


(38)

Penyakit karat pada jagung di Indonesia baru menarik perhatian pada tahun 1950-an. Jamur yang diidentifikasi adalah jenis Puccinia sorghi Schweinitz. Diberitakan bahwa pada waktu baru masuk di Afrika Puccinia sp. menimbulkan kerugian sampai sekitar 70% (Hollyday 1980 dalam Semangun, 1993).

Salah satu kendala dalam meningkatkan dan mempertahankan produksi jagung adalah serangan penyakit bercak daun yang disebabkan oleh Helminthosporium sp. penyakit ini menyebabkan kehilangan hasil hingga 59%, terutama bila infeksi terjadi sebelum bunga betina keluar. Species yang dominan

menyerang pertanaman jagung di dataran rendah adalah Helminthosporium maydis (Pakki, 2005).

Penyakit bakteri yang menyerang tanaman jagung dilaporkan ada sebanyak 7 jenis penyakit bakteri yang menginfeksi tanaman. Bakteri patogen umumny bersel tunggal, berbentuk batang, tidak berspora dengan panjang mencapai 3 µm. Beberapa species mempunyai flagel satu sampai banyak untuk bergerak. Salah satu jenis bakterinya adalah Pseudomonas adropogonis Smith yang berkembang di dalam tanaman menyebabkan kematian sel atau nekrosa, pertumbuhan yang abnormal (Wakman dan Burhanudin, 2009).

Ada lebih dari 40 jenis virus pada tanaman jagung yang telah dilaporkan di seluruh duniia. Namun demikian, persamaan gejala dari beberapa virus adanya strain virus, tanaman yang terinfeksi virus tunggal atau ganda, dan tidak adanya karakterisasi yang membingungkan dalam mengidentifikasi virus di lapangan. Selain itu, gejala tanaman yang terjangkit virus sering dikacaukan oleh gejala


(39)

atau malnutrisi. Penyakit yang disebabkan virus antara lain penyakit virus kerdil klorotik (Chlorotic Dwarf Virus = CDV), mosaik virus (Mosaic Virus Disease =

MVD), virus gores (Streak Virus Disease = SVD) (Wakman dan Burhanudin, 2009).

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk Nitrogen terhadap penyakit daun tanaman jagung (Zea mays L.) pada beberapa varietas di lapangan.

Hipotesa Penelitian

 Ada pengaruh pemberian pupuk Nitrogen terhadap perkembangan penyakit pada daun tanaman jagung (Zea mays L.) di lapangan

 Pemberian pupuk Nitrogen dengan dosis yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda terhadap perkembangan penyakit pada daun tanaman jagung (Zea mays L.) di lapangan

 Kombinasi pemberian pupuk Nitrogen dan beberapa varietas jagung mempengaruhi perkembangan penyakit daun tanaman jagung (Zea mays L.)

Kegunaan Penelitian

 Sebagai salah satu syarat untuk dapat melaksanakan penelitian di Departemen Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan


(40)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan UPT-BBI Palawija Tanjung Slamet dan Laboratotrium Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 m di atas permukaan laut.

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2008 sampai bulan Maret 2009.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah benih jagung hibrida varietas NK 22, varietas Pioneer 12, varietas lokal Bisma, PDA, media agar daun jagung, air, Saromyl 35 SD, pupuk Urea, pupuk TSP, dan pupuk KCL.

Alat yang digunakan adalah cangkul, gembor, papan sampel, papan nama, tugal, timbangan, mikroskop, meteran, erlenmeyer, alat-alat tulis, tali plastik, dan alat pendukung lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor yaitu :

Faktor 1 : Pupuk Nitrogen (N) N0 = tanpa perlakuan pupuk Nitrogen


(41)

N2 = 6,93 gr Urea/tan setara dengan 300 kg Urea/Ha atau 135 kg N/Ha (sesuai anjuran)

N3 = 9,25 gr Urea/tan setara dengan 400 kg Urea/Ha atau 180 kg N/Ha N4 = 11,57 gr Urea/tan setara dengan 500 kg Urea/Ha atau 225 kg N/Ha Faktor 2 : Varietas jagung

V1 = varietas Bisma V2 = varietas NK 22 V3 = varietas Pioneer 12 Kombinasi perlakuan

N0V1 N0V2 N0V3

NIV1 N1V2 N1V3

N2V1 N2V2 N2V3

N3V1 N3V2 N3V3

N4V1 N4V2 N4V3

Jumlah kombinasi perlakuan = 15 Jumlah ulangan = 3 (t-1) (r-1) ≥ 15 (15-1) (r-1) ≥ 15

14 (r-1) ≥ 15

14 r ≥ 29

r ≥ 2,07

r ≥ 3 (dibulatkan)

Jumlah plot = 45 plot


(42)

Jumlah sampel yang diamati = 6 tanaman/plot Ukuran plot = 4,8 m x 2,7 m Jarak antar ulangan = 50 cm

Parit antar plot = 30 cm Parit keliling = 100 cm

Jarak tanam = 70 cm x 30 cm (sesuai anjuran)

Ukuran lahan seluruhnya =17,4 m x 42,46 m = 738,8 m2

Model linier yang digunakan adalah : Yijk = μ + τi + βj + (τβ)ij + Σijk

Dimana :

Yijk = respon tanaman yang diamati μ = nilai tengah umum (rataan)

τi = pengaruh taraf ke i dari faktor A βj = pengaruh taraf k j dari faktor B

(τβ)ij = pengaruh interaksi taraf ke i dari faktor A dan taraf ke j dari faktor B Σijk = pengaruh galat percobaan taraf ke i dari faktor A dan taraf ke j dari

faktor B pada ulangan ke k (Sastrosupadi, 2000).

Pelaksanaan Penelitian

Pengolahan Lahan


(43)

bongkahan tanah dan meratakan tanah yang telah dicangkul dan sekaligus membuat petak-petak percobaan dengan ukuran 4,8 m x 2,7 m sebanyak 45 petakan. Jarak antar petak 0,3 m dan jarak antar blok 0,5 m, kemudian dilakukan penggemburan tanah kembali.

Penanaman Benih dan Pemupukan Dasar

Benih yang ditanam adalah benih yang sehat dan seragam, sebelum dilakukan penanaman dibuat lubang tanam pada setiap plot dengan menggunakan tugal. Kedalaman lubang tanam antara 3-5 cm dengan jarak tanam 70 cm x 30 cm. Setiap lubang tanam diisi dengan 2 biji jagung lalu ditutupi dengan tanah dan dilakukan pemupukan dasar yang bersamaan dengan pemupukan dasar yaitu urea yang sesuai dengan perlakuan yaitu

N0 = tanpa perlakuan pupuk Nitrogen

N1 = 4,63 gr Urea/tan setara dengan 200 kg Urea/Ha atau 90 kg N/Ha

N2 = 6,93 gr Urea/tan setara dengan 300 kg Urea/Ha atau 135 kg N/Ha (sesuai anjuran)

N3 = 9,25 gr Urea/tan setara dengan 400 kg Urea/Ha atau 180 kg N/Ha N4 = 11,57 gr Urea/tan setara dengan 500 kg Urea/Ha atau 225 kg N/Ha TSP 100 kg/Ha atau 2,32 gr/tan, KCL 50 kg/Ha atau 1,16 gr/tan. Pupuk Urea

diberikan 1/3 bagian, TSP dan KCL seluruhnya, yaitu 2,31 gr Urea/tan,

2,32 gr TSP/tan, 1,16 gr KCL/tan dengan cara membuat lubang tugal di sebelah utara dan selatan lubang benih dengan jarak ± 7 cm dengan kedalaman ± 10 cm lalu campuran pupuk dimasukkan ke dalam lubang. Sebelum dilakukan penanaman benih, untuk benih lokal varietas Bisma diberikan perlakuan


(44)

Seed Treatment dengan menggunakan fungisida sistemik Saromyl 35 SD dengan dosis 1,5 gr/8ml/kg benih jagung dan ditambah 20 gr tepung talk.

Pemupukan Susulan

Pemupukan untuk pupuk Urea selanjutnya diberikan setelah tanaman berumur kira-kira satu bulan setelah tanam, diberikan bagian pupuk Urea lagi yang 2,32 gr Urea/tan yang dilakukan sama dengan pemupukan sebelumnya dengan jarak ± 15 cm dari lubang tanam. Untuk pemupukan yang terakhir pupuk Urea diberikan setelah tanam berumur 8 minggu atau dua bulan setelah tanam diberikan 1/3 bagian Urea lagi, yaitu 2,32 gr Urea/tan yang dilakukan sama dengan

cara pemupukan yang kedua.

Pemeliharaan Tanaman

Penyiangan dan pembubunan perlu dilakukan. Penyiangan dapat dilakukan bila tumbuhan pengganggu mulai tumbuh dan menggangu tanaman utama. Pembubunan dilakukan setelah tanaman berumur 1 bulan, karena saat itu tanaman sudah giat melakukan penyerapan hara.

Penjarangan dilakukan setelah tanaman berumur 14 hari. Hal ini dilakukan apabila setiap lubang tanam, tanaman yang tumbuh lebih dari satu tanaman dan tanaman yang dibiarkan tumbuh adalah tanaman yang pertumbuhannya lebih baik.

Pengendalian hama dilakukan secara mekanis yaitu dengan mengutip hama yang tampak dan mengumpulkannya kemudian dimatikan.


(45)

Panen

Panen jagung dilakukan setelah tanaman jagung telah berumur ± 4 bulan. Ciri jagung yang siap panen adalah telah berumur 86-96 hari setelah tanam, tongkol atau kelobot mulai mengering yang ditandai dengan adanya lapisan hitam pada biji bagian lembaga dan biji kering dan mengkilat, apabila ditekan tidak membekas.

Parameter Pengamatan

Intensitas Serangan

Pengamatan intensitas serangan dilakukan untuk mengamati serangan penyakit Helminthosporium maydis Nisik, Helminthosporium turcicum Pass. dan Puccinia sorghi dilakukan satu minggu setelah tanam setiap satu minggu sekali sebanyak 10 kali pengamatan, dengan mengikuti skoring dari Mayee dan Datar (1986) dalam Muis, dkk (1999) yaitu sebagai berikut :

Skala Keterangan

0 tidak terdapat gejala serangan

1 > 1 % - ≤ 15 % luas permukaan

terserang

3 > 15 % - ≤ 25 % luas permukaan

terserang

5 > 25 % - ≤ 50 % luas permukaan terserang

7 > 50 % - ≤ 75 % luas permukaan

terserang

9 > 75 % - ≤ 100 % luas permukaan


(46)

Untuk menghitung nilai intensitas serangan hasil skoring dimasukkan dalam rumus :

IS

NxZ nixvi

x 100%

Dimana :

IS = Intensitas Serangan

ni = bagian tanaman sampel dengan skala kerusakan ke-i vi = nilai skala kerusakan tanaman sampel ke-i

N = jumlah bagian tanaman sampel yang diamati Z = nilai skala kerusakan tertinggi

Perhitungan serangan penyakit Peronosclerospora maydis menggunakan persentase serangan dengan rumus :

P N a

x 100% Dimana :

P = Persentase serangan

a = jumlah tanaman yang terserang N = jumlah tanaman yang diamati


(47)

Produksi

Produksi dihitung dengan menimbang berat bersih jagung pipilan pada akhir masa percobaan per varietas, yang dikonversikan dalam ton/ha dengan rumus :

Y = L X

x

kg m 1000 10000 2

Dimana :

Y = Produksi dalam ton/ha X = Produksi dalam kg/plot L = Luas plot (m2)

(Sudarman dan Sudarsono, 1981).

Pengambilan Sampel

Tanaman yang dijadikan sampel adalah 6 tanaman yang berada dalam setiap plot perlakuan. Pengambilan data dilakukan setelah satu minggu setelah tanam setiap satu minggu sekali sebanyak 10 kali.


(48)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

1. Penyakit-penyakit pada daun tanaman jagung (Zea mays L.)

a. Bercak Daun (Helminthosporium maydis Nisik.)

Gejala serangan yang tampak di lapangan adalah adanya bercak-bercak yang berwarna coklat kekuning-kuningan, yang lama-kelamaan berubah menjadi coklat tua, sesuai dengan yang terlihat pada gambar 17. Bentuk konidia dari jamur H. maydis seperti pada gambar 18 terlihat seperti kurva atau perahu yang mempunyai ± 7 sekat.

Gambar 9. Gejala serangan H. maydis Nisik. Sumber : foto langsung


(49)

Gambar 10. Konidia H.maydis Nisik. Sumber : foto langsung

Keterangan gambar : a. Konidia, b. Konidiofor b. Bercak Daun (Helminthosporium turcicum Pass.)

Gejala serangan yang terlihat di lapangan sesuai pada gambar 19 terdapat bercak-bercak yang berwarna berwarna agak kecoklatan yang berbentuk jorong dan lama-kelamaan bercak akan membesar dan menyebabkan gejala seperti terbakar dan akhirnya mengakibatkan daun menjadi coklat dan kering.

(a) (b)

Gambar 11. Gejala serangan H. turcicum Pass Sumber : foto langsung

Keterangan gambar : a. Gejala awal, b. Gejala lanjutan a


(50)

Gambar 12. Konidia H. Turcicum Pass. Sumber : foto langsung

Keterangan gambar : a. Sekat, b. Konidia

Konidia jamur H. turcicum pada gambar 20 tidak berbentuk seperti kurva atau perahu seperti H. maydis, tetapi berbentuk lurus dan mempunyai ± 9 buah sekat.

c. Bulai (Peronosclerospora maydis Rac. Shaw)

Gambar 21 menunjukkan gejala serangan dari penyakit P. Maydis yang menyebabkan daun menjadi bergaris-garis yang berwarna putih. Biasanya menyerang tanaman pada umur ± 3 minggu setelah tanam. Tanaman yang terinfeksi akan terhambat pertumbuhannya sehingga menjadi kerdil dan tanaman akan mati. Gambar 22 menunjukkan bentuk sporangium jamur Peronosclerospora maydis bulat dan seragam seperti jeruk nipis

a b


(51)

Gambar 13. Gejala serangan Peronosclerospora maydis Sumber : foto langsung

Gambar 14. Peronosclerospora maydis Sumber : foto langsung

Keterangan gambar : a. Sporangium, b. sporangiosfor d. Karat Daun (Puccinia sorghi Schw.)

Gambar 23 menunjukkan gejala serangan penyakit Puccinia sorghi yang menyebebakan bercak-bercak yang berwarna kuning kemerahan

a


(52)

seperti karat. Jamur banyak membentuk urediospora pada daun dan kadang-kadang upih daun yang menyebabkan daun menjadi kasar dan daun menjadi mengering. Gambar 24 menunjukkan urediospora jamur Puccinia sorghi yang berbentuk bulat hingga jorong.

Gambar 15. Gejala serangan Puccinia sorghi Sumber : foto langsung

Gambar 16. Urediospora Puccinia sorghi Sumber : foto langsung

Keterangan gambar : a. urediospora


(53)

2. Intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik

Hasil pengamatan intensitas serangan H. maydis Nisik pengamatan mulai 1 – 10 minggu setelah tanam (MST) dapat dilihat pada lampiran 6-15. Dari analisis sidik ragam dapat dilihat adanya perbedaan yang tidak nyata, nyata, dan sangat nyata antar perlakuan. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Rataan Pengaruh Pupuk Nitrogen dan Varietas Terhadap Intensitas Serangan Penyakit H. maydis Nisik. (%) untuk setiap minggu pengamatan (lampiran 6-15)

Perlakuan Minggu Setelah Tanam (MST)

I II III IV V VI VII VIII IX X

N0V1 5,52 9,23 14,53 24,46 42,57 a 50,15 55,13 66,36 74,15 81,88

N1V1 7,03 8,96 13,63 23,63 41,15 b 49,87 54,08 65,05 73,34 80,37

N2V1 7,03 8,27 12,91 22,99 40,68 b 48,63 53,19 64,15 72,56 79,45

N3V1 7,03 8,95 13,45 23,40 41,36 ab 49,92 54,12 65,18 73,55 80,42

N4V1 4,25 9,29 14,47 24,36 42,61 a 50,27 55,19 66,41 74,28 81,98

N0V2 5,97 9,06 13,54 23,84 35,94 c 39,77 47,88 56,89 67,75 77,95

N1V2 7,03 8,74 12,45 23,21 33,24 d 38,31 46,74 55,08 66,37 76,77

N2V2 7,03 8,06 12,04 22,41 30,55 e 36,68 44,82 53,71 65,11 75,07

N3V2 7,03 8,68 12,55 23,28 33,21 d 38,27 46,72 55,04 66,29 76,75

N4V2 5,59 9,32 13,49 23,88 35,75 c 39,72 47,81 56,80 67,67 77,89

N0V3 7,03 9,24 12,74 23,23 29,61 f 35,32 42,20 50,95 60,18 67,67

N1V3 7,03 8,39 12,21 22,03 28,08 h 33,98 41,64 49,90 59,39 66,05

N2V3 7,47 7,97 11,86 21,07 27,04 h 30,53 40,50 48,52 58,13 65,09

N3V3 7,03 8,37 12,04 22,09 28,05 gh 33,83 41,48 49,84 59,21 66,01

N4V3 6,70 9,20 12,73 23,10 29,23 fg 35,15 42,17 50,75 60,04 67,60

Keterangan : Angka yang tidak memiliki notasi berbeda tidak nyata antar perlakuan, angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada Uji Jarak Duncan pada taraf 0,05

3. Intensitas serangan Helminthosporium turcicum Pass.

Hasil pengamatan intensitas serangan H. turcicum Pass. mulai 1 – 10 minggu setelah tanam (MST) dapat dilihat pada lampiran 16-25. Dari analisis sidik ragam dapat dilihat adanya perbedaan yang tidak nyata, nyata, dan sangat nyata antar perlakuan. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 2.


(54)

Tabel 2. Rataan Pengaruh Pupuk Nitrogen dan Varietas Terhadap Intensitas Serangan Penyakit H. turcicum Pass. (%) untuk setiap minggu pengamatan (lampiran 16-25)

Perlakuan Minggu Setelah Tanam (MST)

I II III IV V VI VII VIII IX X

N0V1 0,51 12,81 18,87 24,91 30,19 38,20 45,27 53,04 58,07 65,36

N1V1 0,00 11,65 18,08 23,42 28,17 37,06 44,24 52,11 57,19 64,76

N2V1 0,00 10,67 16,91 22,96 27,10 35,62 43,48 51,23 56,33 63,18

N3V1 0,00 11,46 18,31 23,42 28,26 37,11 44,23 52,17 57,21 64,78

N4V1 0,78 12,98 18,84 24,75 30,35 38,29 45,17 53,12 58,15 65,38

N0V2 0,15 12,54 18,27 23,95 28,48 36,63 43,44 51,87 56,98 64,27

N1V2 0,00 11,83 17,60 23,12 27,24 35,69 42,85 50,54 55,39 63,32

N2V2 0,00 11,29 16,95 21,86 26,65 34,27 41,87 49,00 54,25 62,40

N3V2 0,00 11,93 17,40 23,18 27,12 35,63 42,54 50,43 55,35 63,28

N4V2 0,38 12,49 18,08 23,89 28,43 36,54 43,51 51,69 56,92 64,23

N0V3 0,19 12,62 17,68 23,36 25,78 35,23 42,80 50,78 55,10 63,07

N1V3 0,00 11,86 17,23 22,50 24,65 34,24 41,83 49,58 54,32 62,48

N2V3 0,06 10,71 16,17 21,58 23,80 33,10 40,82 48,51 53,36 61,88

N3V3 0,00 11,97 17,24 22,41 24,48 34,22 41,78 49,49 54,29 62,43

N4V3 0,80 12,33 18,04 23,46 25,59 35,19 42,56 50,75 55,09 63,05

4. Persentase Serangan Peronosclerospora maydis Rac. Shaw.

Hasil pengamatan persentase serangan Peronosclerospora maydis Rac. Shaw. pengamatan mulai 3-6 minggu setelah

tanam (MST) dapat dilihat pada lampiran 26-29. Dari analisis sidik ragam dapat dilihat adanya perbedaan yang tidak nyata, nyata, dan sangat nyata antar perlakuan. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 3.


(55)

Tabel 3. Rataan Pengaruh Pupuk Nitrogen dan Varietas Terhadap Persentase Serangan Penyakit Peronoscelrospora maydis Rac. Shaw. (%) untuk setiap minggu pengamatan (lampiran 26-29)

Perlakuan Minggu Setelah Tanam (MST)

III IV V VI

N0V1 0,00 0,00 0,00 0,00

N1V1 0,00 0,00 0,00 0,00

N2V1 0,00 0,00 0,00 0,00

N3V1 0,00 0,00 0,00 0,00

N4V1 0,00 0,00 0,00 0,00

N0V2 0,00 0,00 0,00 0,00

N1V2 0,00 0,00 0,00 0,00

N2V2 0,00 0,00 0,00 0,00

N3V2 0,00 0,00 0,00 0,00

N4V2 5,56 5,56 5,56 5,56

N0V3 0,00 0,00 0,00 0,00

N1V3 0,00 0,00 0,00 0,00

N2V3 0,00 0,00 0,00 0,00

N3V3 0,00 0,00 0,00 0,00

N4V3 0,00 0,00 0,00 0,00

5. Intensitas Serangan Penyakit Puccinia sorghi Schw.

Hasil pengamatan intensitas serangan Puccinia sorghi Schw. pengamatan mulai 8 – 10 minggu setelah tanam (MST) dapat dilihat pada lampiran 30-32. Dari analisis sidik ragam dapat dilihat adanya perbedaan yang tidak nyata, nyata, dan sangat nyata antar perlakuan. Untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda nyata, maka dilakukan Uji Jarak Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel 4.


(56)

Tabel 4. Rataan Pengaruh Pupuk Nitrogen dan Varietas Terhadap Intensitas

Serangan Penyakit Puccinia sorghi Schw. (%) untuk setiap minggu pengamatan (lampiran 30-32)

PERLAKUAN Minggu Setelah Tanam (MST)

VIII IX X

N0V1 0,47 28,57 35,47

N1V1 0,46 27,68 34,49

N2V1 0,21 26,71 33,59

N3V1 0,17 27,82 34,51

N4V1 0,42 28,64 35,59

N0V2 0,70 27,91 33,94

N1V2 0,39 26,79 32,18

N2V2 0,57 25,67 31,43

N3V2 0,16 26,92 32,30

N4V2 0,38 27,97 33,98

N0V3 0,64 25,79 31,49

N1V3 0,41 24,66 30,58

N2V3 0,51 23,94 29,40

N3V3 0,41 24,78 30,60

N4V3 0,57 25,93 31,55

6. Produksi

Rataan produksi jagung dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini. Untuk mengetahui produksi yang berbeda nyata dilakukan Uji Jarak Duncan (lampiran 33).

Tabel 5. Data Produksi jagung (ton/ha)

PERLAKUAN ULANGAN TOTAL RATAAN

I II III

N0V1 4,80 3,73 4,76 13,29 4,43

N1V1 4,76 4,27 5,60 14,63 4,88

N2V1 4,07 5,73 5,21 15,01 5,00

N3V1 4,76 5,67 4,80 15,23 5,08

N4V1 5,60 4,47 4,22 14,29 4,76

N0V2 5,51 6,20 4,20 15,91 5,30

N1V2 6,35 4,20 6,35 16,90 5,63

N2V2 5,50 6,35 5,32 17,17 5,72

N3V2 4,20 5,17 6,17 15,54 5,18

N4V2 5,15 6,35 5,21 16,71 5,57

N0V3 7,35 7,20 5,51 20,06 6,69

N1V3 7,33 7,51 8,00 22,84 7,61

N2V3 7,46 8,31 7,91 23,68 7,89

N3V3 6,89 7,61 8,42 22,92 7,64


(57)

Pembahasan

1. Penyakit-penyakit pada daun tanaman jagung (Zea mays L.)

a. Bercak daun (Helminthosporium maydis Nisik.)

Gejala serangan yang tampak di lapangan adalah adanya bercak-bercak yang berwarna coklat kekuning-kuningan, yang lama-kelamaan

berubah menjadi coklat tua, sesuai dengan pada gambar 17. Pangasara dan Rahmawati (2007) menyatakan bahwa gejala yang tampak

pada daun tanaman yang terserang penyakit H. maydis Nisik bercak yang memanjang dan berwarna kuning lalu menjadi coklat kekuning-kuningan kemudian berubah menjadi coklat tua.

Pengamatan yang dilakukan di laboratorium terlihat bentuk konidia jamur H. maydis Nisik seperti kurva atau perahu yang mempunyai ± 7 buah sekat seperti pada gambar 18. Sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Dwidjoseputro (1978) yang menyatakan bahwa konidium jamur H. maydis Nisik jelas berbentuk seperti perahu dan mempunyai 5-11 buah sekat palsu.

b. Bercak daun (Helminthosporium turcicum Pass.)

Gambar 19 menunjukkan gejala serangan penyakit H. turcicum Pass. berdasarkan pengamatan dilapangan. Gejala yang

tampak di lapangan terdapat bercak-bercak yang berwarna agak kecoklatan yang berbentuk jorong dan lama-kelamaan bercak akan membesar dan menyebabkan gejala seperti terbakar dan akhirnya mengakibatkan daun menjadi coklat dan kering. Sesuai dengan pernyataan


(58)

yang dikemukakan oleh Semangun (1993) yang menyatakan bahwa gejala serangan mula-mula menimbulkan terjadinya bercak yang berbentuk kecil, jorong, hijau tua atau hijau kelabu yang kelak akan manjadi berwarna coklat pada daun. Beberapa bercak dapat bersatu dan menimbulkan gejala seperti terbakar.

Konidia jamur H. turcicum Pass. pada pengamatan di laboratorium tidak berbentuk seperti kurva atau perahu seperti H. maydis, tetapi berbentuk lurus dan mempunyai ± 9 buah sekat seperti pada gambar 20. Shurtleff (1980) menyatakan bahwa konidium H. turcicum Pass. berbentuk lurus atau agak melengkung, jorong, halus, dan mempunyai 4-9 buah sekat.

c. Bulai (Peronosclerospora maydis Rac. Shaw.)

Pengamatan penyakit P. maydis di lapangan terlihat pada gambar 21 yang menunjukkan gejala serangan dari penyakit P. maydis ini. Gejala serangan yang tampak adalah daun yang bergari-garis berwarna putih. Biasanya menyerangan tanaman pada umur ± 3 minggu setelah tanam. Tanaman yang terinfeksi pertumbuhannya menjadi terhambat dan menjadi kerdil. Selanjutnya tanaman mengalami kematian. Literatur dari Pracaya (1999) menyatakan bahwa daun yang telah terinfeksi P. maydis menjadi bergaris-garis putih sampai kekuningan. Bila menyerang tanaman umur 3-5 minggu daun akan menguning menjadi kaku dan kering, tanaman bisa menjadi kerdil dan mati serta tidak bisa berbuah.


(59)

Gambar 22 menunjukkan bentuk sporangium dari jamur P. maydis yang diamati di bawah mikroskop berbentuk bulat dan seragam seperti jeruk nipis. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Dwidjoseputro (1978) yang menyatakan bahwa sporangium dari jamur P. maydis boleh dikatakan seragam semuanya serupa jeruk nipis.

d. Karat daun (Puccinia sorghi Schw.)

Gejala serangan penyakit P. sorghi seperti yang terlihat pada gambar 23 menunjukkan gejala timbulnya bercak-bercak yang berwarna kuning kemerahan seperti karat. Jamur banyak membentuk urediospora pada daun sehingga menyebabkan daun menjadi kasar bila dipegang akan terdapat serbuk berwarna seperti karat lalu daun akan mengering. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Pangasara dan Rahmawati (2007) yang menyatakan bahwa jamur banyak membentuk urediospora pada daun dan kadang-kadang upih daun sehingga permukaan daun menjadi kasar. Pada tingkatan yang jauh menyebabkan mengeringnya bagian-bagian daun.

Gambar 24 menunjukkan urediospora jamur P. sorghi dari hasil pengamatan di bawah mikroskop berbentuk bulat dan agak jorong. Hal ini sesuai dengan literatur dari Pangasara dan Rahmawati (2007) yang menyatakan bahwa urediospora P. sorghi berbentuk bulat atau jorong. Di lapangan kadang-kadang epidermia tetap menutupi urediosorus sampai matang.


(60)

2. Pengaruh Interaksi Pupuk Nitrogen dan Beberapa Varietas Jagung terhadap Intensitas Serangan H. maydis Nisik. (%)

Dari analisa sidik ragam menunjukkan bahwa interkasi antara pupuk Nitrogen dan varietas jagung menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap intensitas serangan penyakit H. maydis pada pengamatan 1-10 MST tetapi menunjukkan pengaruh yang nyata pada 5 MST terhadap perlakuan.

Dari tabel 1 terlihat pada 5 MST perlakuan N0V1 dan N4V1 berbeda nyata dengan perlakuan N1V1, N2V1, dan N3V1. Perlakuan N0V2 dan N4V2 berbeda nyata dengan perlakuan N1V2, N2V2, dan N3V2. Perlakuan N0V3 dan N4V3 berbeda nyata dengan perlakuan N1V3, N2V3, dan N3V3.

Dari interaksi kedua faktor tersebut hanya pada 5 MST yang terdapat notasi bahwa pengaruh yang berbeda nyata. Hal ini terjadi setelah pemupukan kedua pada 4 MST sehingga langsung meningkatkan intensitas serangan penyakit dan menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap minggu pengamatan lainnya, sedangkan pemupukan ketiga yang dilakukan pada 8 MST tidak berpengaruh terhadap intensitas serangan H. maydis hal ini karena untuk pemupukan yang ketiga ditujukan hanya untuk pengisian biji.

Epidemiologi penyakit pada 5 MST terlihat peningkatan intensitas serangan yang cukup nyata perbedaanya dengan minggu pengamatan yang lainnya. Hal ini karena didukung karena suhu lingkungan antara 270C sehingga perkembangan penyakit terus meningkat. Hal ini sesuai dengan literatur dari Shurtleff (1980) yang menyatakan epidemiologi penyakit H. maydis akan menjadi


(61)

Pengaruh interaksi pupuk Nitrogen dan varietas terhadap intensitas serangan penyakit H. maydis dapat dilihat pada gambar histogram di bawah ini.

Pengamatan 1-10 MST

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

N0V1 N1V1 N2V1 N3V1 N4V1 N0V2 N1V2 N2V2 N3V2 N4V2 N0V3 N1V3 N2V3 N3V3 N4V3 Perlakuan

Intensitas Serangan

(%)

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST 10 MST Gambar 17. Histogram pengaruh interaksi pupuk Nitrogen dan varietas terhadap intensitas serangan Helminthosporium maydis Nisik.

3. Pengaruh Interaksi Pupuk Nitrogen dan Beberapa Varietas Jagung terhadap Intensitas Serangan H. turcicum Pass. (%)

Dari analisa sidik ragam (lampiran 16-25) menunjukkan bahwa interaksi pupuk Nitrogen dan varietas jagung menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap intensitas serangan penyakit H. turcicum pada pengamatan 1-10 MST.

Dari interaksi kedua faktor tersebut dilihat bahwa pada pengamatan 10 MST tingkat intensitas serangan H. turcicum yang paling tinggi ada pada

perlakuan N4V1 dan yang terendah pada perlakuan N2V3. Nilai intensitas

serangan tertinggi hingga terendah berturut-turut yang dapat dilihat pada gambar 18 adalah N4V1 (65,38%), N0V1 (65,36%), N3V1 (64,78%), N1V1 (64,76%), N0V2 (64,27%), N4V2 (64,23%), N1V2 (63,32%),


(62)

N3V2 (63,28%), N2V1 (63,18%), N0V3 (63,07%), N4V3 (63,05%), N1V3 (62,48%), N3V3 (62,43%), N2V2 (62,40%), dan N2V3 (61,88%).

Pengamatan 1-10 MST

0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00

N0V1 N1V1 N2V1 N3V1 N4V1 N0V2 N1V2 N2V2 N3V2 N4V2 N0V3 N1V3 N2V3 N3V3 N4V3 Perlakuan

Intensitas Serangan

(%)

1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST 7 MST 8 MST 9 MST 10 MST Gambar 18. Histogram pengaruh interaksi pupuk Nitrogen terhadap intensitas serangan Helminthosporium turcicum Pass.

Perkembangan pernyakit H. turcicum dari 1-10 MST cukup stabil dan terus mengalami peningkatan. Perkembangannya didukung oleh curah hujan yang cukup yaitu 11,19 mm/hari dan suhu udara yang sesuai yaitu 260C, hal ini sesuai dengan pernytaan yang dikemukakan oleh Shurtleff (1980) yang menyatakan bahwa penyakit hawar daun H. turcicum dapat berkembang dengan baik pada suhu/temperatur 18-270C dan banyak embun di tanaman untuk perkembangan penyakit. Suhu yang kering atau panas akan menghambat perkembangan penyakit.

4. Pengaruh Interaksi Pupuk Nitrogen dan Varietas Terhadap Persentase Serangan Penyakit Peronoscelrospora maydis Rac. Shaw. (%)

Dari analisa sidik ragam (lampiran 26-29) dapat dilihat bahwa pengaruh interaksi pupuk Nitrogen dan varietas jagung terhadap persentase serangan


(63)

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa persentase serangan hanya terdapat pada perlakuan N4V2 selama 3-6 MST. Perkembangan penyakit ini dilapangan dipengaruhi oleh perubahan cuaca yang ekstrim dan jumlah pemupukan. Selama penelitian suhu/temperatur udara rata-rata hanya 26,10C dengan curah hujan 11,89 mm/hari dan karena tidak adanya perubahan cuaca tidak ekstrim yang artinya jumlah sinar matahari dengan curah hujan sebanding sehingga penyebaran penyakit P. maydis terhambat. Hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Pracaya (1999) yang menyatakan bahwa perkembangan jamur P. maydis sangat baik pada keadaan lembab, curah hujan tinggi dan pemupukan N yang berat. Konidium berkecambah paling baik pada suhu 300C.

Untuk melihat pengaruh interaksi pupuk Nitrogen dan varietas terhadap persentase serangan penyakit Peronoscelrospora maydis Rac. Shaw. dapat dlihat pada gambar 19 di bawah ini

Pengamatan 3-6 MST

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00

N0V1 N1V1 N2V1 N3V1 N4V1 N0V2 N1V2 N2V2 N3V2 N4V2 N0V3 N1V3 N2V3 N3V3 N4V3 Perlakuan

Persentase Serangan

(%)

3 MST 4 MST 5 MST 6 MST

Gambar 19. Histogram pengaruh interaksi pupuk Nitrogen dan varietas terhadap persentase serangan penyakit Peronoscelrospora maydis Rac. Shaw.


(64)

5. Pengaruh Interaksi Pupuk Nitrogen dan Varietas Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Puccinia sorghi Schw. (%)

Dari analisa sidik ragam (lampiran 30-32) dapat dilihat bahwa pengaruh interaksi pupuk Nitrogen dan varietas jagung terhadap intensitas serangan penyakit P. sorghi pada pengamatan 8-10 MST menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap perlakuan.

Dari interaksi kedua faktor tersebut dilihat bahwa pada pengamatan 10 MST tingkat intensitas serangan P. sorghi yang paling tinggi ada pada

perlakuan N4V1 dan yang terendah pada perlakuan N2V3. Nilai intensitas serangan tertinggi hingga terendah berturut-turut seperti pada gambar 20 adalah

N4V1 (35,59%), N0V1 (35,47%), N3V1 (34,51%), N1V1 (34,49%), N4V2 (33,98%), N0V2 (33,94%), N2V1 (33,59%), N3V2 (32,20%), N1V2 (32,18%), N4V3 (31,55%), N0V3 (31,49%), N2V2 (32,43%), N3V3 (30,60%), N1V3 (30,58%), dan N2V3 (29,40%).

Pengamatan 1-10 MST

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00

N0V1 N1V1 N2V1 N3V1 N4V1 N0V2 N1V2 N2V2 N3V2 N4V2 N0V3 N1V3 N2V3 N3V3 N4V3

Perlakuan Intensitas

Serangan (%)

8 MST 9 MST 10 MST


(65)

Perkembangan pernyakit P. sorghi dari 8-10 MST cukup stabil dan terus mengalami peningkatan. Perkembangannya didukung oleh curah hujan yang cukup yaitu 11,19 mm/hari dan suhu udara yang sesuai yaitu 260C, hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Semangun (1993) yang menyatakan bahwa penyakit P. sorghi dapat berkembang pada suhu 16-270C. urediospora terdapat di udara paling banyak pada waktu siang, tengah hari, dan setelah tengah hari. Infeksi terjadi melalui mulut kulityang umumnya dengan pembentukan apresorium.

6. Produksi (ton/ha)

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa rataan produksi berat kering biji jagung yang tertinggi pada N2V3 yaitu sebesar 7,89 gr, sedangkan produksi yang terendah pada perlakuan N0V1 yaitu 4,43 gr. Produksi yang terendah terdapat pada perlakuan kontrol N0V1 selain dikarenakan tingkat intensitas serangan penyakit paling tinggi juga karena tanaman tidak diberi pemupukan sehingga tanaman tidak bisa berkembang dengan baik dan juga tanaman jagung membutuhkan pupuk sampai proses pembentukan biji. Patola (2008) menyatakan tanaman jagung mengambil unsur N sepanjang hidupnya. Karena Nitrogen dalam tanah sudah tercuci, maka pemberian dengan cara bertahap sangat dianjurkan. Nitrogen diserap tanaman selama masa pertumbuhan sampai pematangan biji, sehingga tanaman ini menghendaki tersedianya N secara terus-menerus pada semua stadia pertumbuhannya.

Perbedaan jumlah produksi pada tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada gambar histogram di bawah ini.


(66)

Produksi

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

N0V1 N1V1 N2V1 N3V1 N4V1 N0V2 N1V2 N2V2 N3V2 N4V2 N0V3 N1V3 N2V3 N3V3 N4V3

Perlakuan Nilai

Produksi (ton/ha)

Gambar 21. Histogram Pengaruh Interaksi Pupuk Nitrogen dan Varietas Jagung terhadap produksi jagung


(67)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Intensitas serangan penyakit H. maydis yang tertinggi pada pengamatan 10 MST terdapat pada perlakuan N4V1 yaitu 81,98% dan yang terendah pada perlakuan N2V3 yaitu 65,09%.

2. Intensitas serangan penyakit H. tucicum yang tertinggi pada pengamatan 10 MST nilai terdapat pada perlakuan N4V1 yaitu 65,38% dan yang terendah pada perlakuan N2V3 yaitu 61,88%.

3. Dari hasil penelitian persentase serangan penyakit Peronosclerospora maydis yang tertinggi pada perlakuan N0V2 yaitu 5,56% dan yang terendah pada perlakuan N0V1 – N4V1 dan N1V2 – N4V3 yaitu 0,00%.

4. Intensitas serangan penyakit Puccinia sorghi pada pengamatan 10 mst yang tertinggi adalah N4V1 yaitu 35,59% dan yang terendah N2V3 yaitu 35,47%.

5. Produksi pipilan kering jagung setiap varietas adalah V3 (Pioneer 12) (7,36 ton/ha), V2 (NK 22) (5,48 ton/ha), dan V1 (Bisma) (4,83 ton/ha).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian pupuk Nitrogen dengan varietas jagung yang berbeda terhadap intensitas serangan Helminthosporium sp.


(1)

5. Pengaruh Interaksi Pupuk Nitrogen dan Varietas Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Puccinia sorghi Schw. (%)

Dari analisa sidik ragam (lampiran 30-32) dapat dilihat bahwa pengaruh interaksi pupuk Nitrogen dan varietas jagung terhadap intensitas serangan penyakit P. sorghi pada pengamatan 8-10 MST menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap perlakuan.

Dari interaksi kedua faktor tersebut dilihat bahwa pada pengamatan 10 MST tingkat intensitas serangan P. sorghi yang paling tinggi ada pada

perlakuan N4V1 dan yang terendah pada perlakuan N2V3. Nilai intensitas serangan tertinggi hingga terendah berturut-turut seperti pada gambar 20 adalah

N4V1 (35,59%), N0V1 (35,47%), N3V1 (34,51%), N1V1 (34,49%), N4V2 (33,98%), N0V2 (33,94%), N2V1 (33,59%), N3V2 (32,20%), N1V2 (32,18%), N4V3 (31,55%), N0V3 (31,49%), N2V2 (32,43%), N3V3 (30,60%), N1V3 (30,58%), dan N2V3 (29,40%).

Pengamatan 1-10 MST

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00

N0V1 N1V1 N2V1 N3V1 N4V1 N0V2 N1V2 N2V2 N3V2 N4V2 N0V3 N1V3 N2V3 N3V3 N4V3

Perlakuan Intensitas

Serangan (%)

8 MST 9 MST 10 MST

Gambar 20. Pengaruh Interaksi Pupuk Nitrogen dan Varietas Terhadap Intensitas Serangan Penyakit Puccinia sorghi Schw.


(2)

mengalami peningkatan. Perkembangannya didukung oleh curah hujan yang cukup yaitu 11,19 mm/hari dan suhu udara yang sesuai yaitu 260C, hal ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Semangun (1993) yang menyatakan bahwa penyakit P. sorghi dapat berkembang pada suhu 16-270C. urediospora terdapat di udara paling banyak pada waktu siang, tengah hari, dan setelah tengah hari. Infeksi terjadi melalui mulut kulityang umumnya dengan pembentukan apresorium.

6. Produksi (ton/ha)

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa rataan produksi berat kering biji jagung yang tertinggi pada N2V3 yaitu sebesar 7,89 gr, sedangkan produksi yang terendah pada perlakuan N0V1 yaitu 4,43 gr. Produksi yang terendah terdapat pada perlakuan kontrol N0V1 selain dikarenakan tingkat intensitas serangan penyakit paling tinggi juga karena tanaman tidak diberi pemupukan sehingga tanaman tidak bisa berkembang dengan baik dan juga tanaman jagung membutuhkan pupuk sampai proses pembentukan biji. Patola (2008) menyatakan tanaman jagung mengambil unsur N sepanjang hidupnya. Karena Nitrogen dalam tanah sudah tercuci, maka pemberian dengan cara bertahap sangat dianjurkan. Nitrogen diserap tanaman selama masa pertumbuhan sampai pematangan biji, sehingga tanaman ini menghendaki tersedianya N secara terus-menerus pada semua stadia pertumbuhannya.

Perbedaan jumlah produksi pada tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada gambar histogram di bawah ini.


(3)

Produksi

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00

N0V1 N1V1 N2V1 N3V1 N4V1 N0V2 N1V2 N2V2 N3V2 N4V2 N0V3 N1V3 N2V3 N3V3 N4V3

Perlakuan Nilai

Produksi (ton/ha)

Gambar 21. Histogram Pengaruh Interaksi Pupuk Nitrogen dan Varietas Jagung terhadap produksi jagung


(4)

Kesimpulan

1. Intensitas serangan penyakit H. maydis yang tertinggi pada pengamatan 10 MST terdapat pada perlakuan N4V1 yaitu 81,98% dan yang terendah pada perlakuan N2V3 yaitu 65,09%.

2. Intensitas serangan penyakit H. tucicum yang tertinggi pada pengamatan 10 MST nilai terdapat pada perlakuan N4V1 yaitu 65,38% dan yang terendah pada perlakuan N2V3 yaitu 61,88%.

3. Dari hasil penelitian persentase serangan penyakit Peronosclerospora maydis

yang tertinggi pada perlakuan N0V2 yaitu 5,56% dan yang terendah pada perlakuan N0V1 – N4V1 dan N1V2 – N4V3 yaitu 0,00%.

4. Intensitas serangan penyakit Puccinia sorghi pada pengamatan 10 mst yang tertinggi adalah N4V1 yaitu 35,59% dan yang terendah N2V3 yaitu 35,47%.

5. Produksi pipilan kering jagung setiap varietas adalah V3 (Pioneer 12) (7,36 ton/ha), V2 (NK 22) (5,48 ton/ha), dan V1 (Bisma) (4,83 ton/ha).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh pemberian pupuk Nitrogen dengan varietas jagung yang berbeda terhadap intensitas serangan


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2009. Pupuk dan Pemupukan. Diakses dari http:// www.scribd.com. Tanggal 16 juni 2009.

AAK. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius. Yogyakarta. Hlm 40-72. ____. 2006. Jagung. Kanisius. Yogyakarta. Hlm 11-18.

Dwidjoseputro. 1987. Pengantar Mikologi. Alumni. Bandung. Hlm 37-52.

Karen, R and G. Ruhl. 2007. Crop Disease in Corn, Soybean, and Wheat. Diakses dari http://www.nonruminansia.go.id. Tanggal 18 September 2008.

Muis, A., P. Syahrir. dan S. Rahmana. 1999. Hubungan Antara Waktu Tanam Jagung dengan Perkembangan Helminthosporium maydis dan Rhizoctonia solani dalam Prosiding Kongres Nasional XV dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Jendral Soedirman, Purwekerto. Hlm 183-188.

Pakki, S dan A. Muis. 1999. Fluktuasi Penyakit Bercak Daun Jagung (Helminthosporium maydis) Pada Beberapa Waktu Tanam dalam

Prosiding Kongres Nasional XV dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Jendral Soedirman, Purwekerto. Hlm 189-194.

Pakki, S. 2005. Epidemiologi dan Pengendalian Bercak Daun Pada Tanaman jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hlm 101-108.

Pangarasa, N dan D. Rahmawati. 2007. Pengendalian Hama dan Penyakit Penting Pada Tanaman Jagung. Balai Pengakajian dan Teknologi Pertanian, Jawa Timur. Hlm 2-8.

Patola, E. 2008. Analisis Pengaruh Dosis Pupuk Urea dan Jarak Tanam Terhadap

Produktivitas Jagung Hibrida. Diakses dari http://unisri.ac.id. Tanggal 18 September 2008.

Pracaya. 1999. Hama dan Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta. Hlm 121-125.

Rukmana, R. 1997. Usaha Tani Jagung. Kanisius. Yogyakarta. Hlm 30-37.

Sastrosupadi, A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius. Yogyakarta. Hlm 102.


(6)

Mada University Press. Yogyakarta. Hlm 23-69.

Semangun, H. 2000. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Hlm 37-44.

Shurtleff, M.C. 1980. Compendium of Corn Disease. The American Phytopathological Society. America. Hlm 12-41.

Silitonga, S.T., Budiarti., S.A. Rais., I.H. Sumantri., dan M. Machmud. 2007. Evaluasi Ketahanan Plasma Nutfah Padi Terhadap Penyakit Hawar Daun Bakteri dan Blas dan Jagung Terhadap Bulai. Diakses dari http://www.indobiogen.or.id. Tanggal 18 September 2008.

Sudarman, dan Sudarsono. 1981. Pedoman Manajemen usaha Tani. Direktorat Penyuluhan Pertanian. Jakarta. Hlm 78-90.

Suprapto. 1999. Bertanam Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta. Hlm 25-30.

Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik-Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius. Yogyakarta. Hlm 15-22.

Sutejo, M.M. 1995. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta. Hlm 23-24.

Tjahjadi. N. 2005. hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Yogyakarta. Hlm 42-45.

Wakman, W. 2001. Perbedaan Morfologi Peronosclerospora sp. Penyebab Penyakit Bulai Pada Jagung asal Pemalang, Lanrang dan Maros dalam

Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Nasional Perhimpunan Fitopatologi Indonesia Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm 77-79.

___________. 2004. Varietas Jagung Tahan Penyakit Hawar. Diakses dari http://www.pustaka-deptan.go.id. Tanggal 18 September 2008.

___________, dan Burhanudin. 2009. Pengelolaan Penyakit Prapanen Jagung Balai Penelitian Seralia, Moras. Diakses dari http://www.balitsereal.litbang.go.id. Tanggal 4 Mei 2009.

Warisno.2007. Jagung Hibrida. Kanisius. Yogyakarta. Hlm 43-56.

Wirawan, G.N. dan M.I. Wahab. 2007. Teknologi Budidaya Jagung. Diakses dari http://www.pustaka-deptan.go.id. Tanggal 18 September 2008.

Wikipedia. 2008. Pseudomonas adropogonis. Diakses dari http://www.wikipedia.org. Tanggal 18 September 2008.