PENDAHULUAN Dukungan Sosial Pada Pasien Gagal Ginjal Terminal yang Melakukan Terapi Hemodialisa

Arliza Juairiani Lubis : Dukungan Sosial Pada Pasien Gagal Ginjal Terminal yang Melakukan Terapi Hemodialisa, 2006 USU Repository © 2006

I. PENDAHULUAN

Mempertahankan volume, komposisi dan distribusi cairan tubuh merupakan fungsi esensial untuk kesejahteraan, yang berarti keselamatan, dari seluruh mahluk hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal Brenner, 1979. Ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh, mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam-basa darah, serta ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam Pearce, 1995. Apabila ginjal gagal menjalankan fungsinya maka penderita memerlukan pengobatan dengan segera. Keadaan dimana ginjal lambat laun mulai tidak dapat melakukan fungsinya dengan baik disebut juga dengan gagal ginjal kronis. Gagal ginjal kronis makin banyak menarik perhatian dan makin banyak dipelajari karena walaupun sudah mencapai tahap gagal ginjal terminal akan tetapi penderita masih dapat hidup panjang dengan kualitas hidup yang cukup baik Sidabutar, 1992. Rahardjo 1996 mengatakan bahwa jumlah penderita gagal ginjal kronis yang menjadi gagal ginjal terminal terus meningkat dan diperkirakan pertumbuhannya sekitar 10 setiap tahun. Laporan Sidabutar menunjukkan bahwa di Indonesia jumlah dialisa meningkat secara pasti setiap tahunnya, dari sebanyak 389 kali pada tahun 1980 menjadi 4.487 pada tahun 1986 Sidabutar dalam Lubis, 1991. Di Bandung angka ini meningkat dari 115 kali pada tahun 1984 menjadi 7.223 pada tahun 1989 Roesli dalam Lubis, 1991. Di Medan angka meningkat dari 100 kali pada tahun 1982 menjadi 1100 pada tahun 1990 Nasution dalam Lubis, 1991. Yang disebut dengan gagal ginjal terminal adalah keadaan dimana ginjal sudah tidak dapat menjalankan fungsinya lagi. Ginjal tersebut tidak dapat diperbaiki sehingga pengobatan yang paling mungkin dilakukan adalah dengan melakukan cuci darah yang lebih sering disebut dengan dialisa setiap jangka waktu tertentu atau tranplantasi Pearce, 1995. Penderita yang didiagnosa mengalami gagal ginjal terminal akan tetapi tidak menjalani transplantasi maka seumur hidupnya ia akan tergantung pada alat dialisa untuk menggantikan fungsi ginjalnya. Dialisa adalah suatu tindakan terapi pada perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering juga disebut sebagai terapi pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal Rahardjo, 1992; Kartono, Darmarini Roza, 1992. Terapi pengganti yang sering dilakukan adalah hemodialisa dan peritonealdialisa Kartono, Darmarini Roza, 1992. Diantara kedua jenis tersebut, yang menjadi pilihan utama dan merupakan metode perawatan yang umum untuk penderita gagal ginjal adalah hemodialisa Peterson, 1995; Kartono, Darmarini Roza, 1992. Menurut Ketua Yayasan Peduli Ginjal dalam http:www.indokini.comkesehatan kes1128.shtml, Dr. Rully MA Roesli, sistem dialisa bagi penderita gagal ginjal terminal merupakan satu-satunya cara untuk dapat bertahan hidup. Pengobatan lain seperti pencangkokan transpalasi ginjal masih terbatas karena banyak kendala banyak yang harus dihadapi, diantaranya ketersediaan donor ginjal, teknik operasi dan juga perawatan pada waktu pascaoperasi. Sebagian pasien hemodialisa dirawat di rumah sakit atau unit dialisa dimana mereka menjadi pasien rawat jalan Michael, 1986. Sebagian besar pasien membutuhkan 12 – 15 jam Arliza Juairiani Lubis : Dukungan Sosial Pada Pasien Gagal Ginjal Terminal yang Melakukan Terapi Hemodialisa, 2006 USU Repository © 2006 hemodialisa setiap minggunya yang terbagi dalam dua atau tiga sesi dimana setiap sesi berlangsung antara 3 – 6 jam Tierney, McPhee, Papdakis Schroeder, 1993. Kegiatan ini akan berlangsung terus menerus selama hidupnya. Keadaan ketergantungan pada mesin dialisa seumur hidupnya mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan penderita gagal ginjal terninal yang melakukan terapi hemodialisa biasanya disingkat dengan pasien hemodialisa. Moos dan Schaefer serta Sarason dan Sarason dalam Sarafino, 1998 mengatakan bahwa perubahan dalam kehidupan merupakan salah satu pemicu terjadinya stres. Sarafino dan Taylor dalam Smet, 1994 mengatakan bahwa keadaan stres dapat menghasilkan perubahan, baik secara fisiologis maupun psikologis, yang mengakibatkan berkembangnya suatu penyakit. Stres juga secara tidak langsung dapat mempengaruhi kesakitan dengan cara merubah pola perilaku individu. Hal ini jelas menunjukkan adanya keadaan stres akan memperburuk kondisi kesehatan penderita dan menurunkan kualitas hidupnya. Moos dalam Sarafino 1998 mengemukakan beberapa strategi dalam mengatasi stres yang dapat dilakukan oleh penderita ganguan kesehatan, yaitu : 1. Mengingkari atau meminimalisasi keseriusan situasi. 2. Mempertahankan kebiasaan rutin sebisa mungkin. 3. Memperkirakan kejadian dan keadaan stres yang mungkin muncul dimasa yang akan datang. 4. Mencoba memiliki pandangan baru tentang masalah kesehatan tersebut dan perawatannya dengan menemukan tujuan jangka panjang atau makna dari pengalaman tersebut. 5. Mencari informasi tentang masalah kesehatan tersebut dan prosedur perawatannya. 6. Mencari dukungan instrumental dan emosional dari keluarga, teman dan praktisi kesehatan yang terlibat dengan menunjukkan kebutuhan dan perasaan. Agar dapat menjalankan strategi tersebut dengan baik, individu membutuhkan bantuan dari orang lain. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki interaksi yang dekat dengan teman dan kerabat lebih dapat menghindari penyakit sedangkan untuk mereka yang sedang dalam masa penyembuhan akan sembuh lebih cepat apabila mereka memiliki keluarga yang menolong mereka Baron Byrne, 1994; Sheridan Radmacher, 1992. Secara umum dikatakan pula bahwa individu yang merasa menerima penghiburan, perhatian dan pertolongan yang mereka butuhkan dari seseorang atau kelompok biasanya cenderung lebih mudah mengikuti nasehat medis DiMatteo DiNicola dalam Sarafino, 1998. Interaksi yang dekat, penghiburan, perhatian dan pertolongan yang diberikan kepada seseorang disebut juga dengan dukungan sosial. Lebih jelasnya, Thoits dalam Rutter, Chesham Quine, 1993 mengatakan bahwa dukungan sosial adalah derajat dimana kebutuhan dasar individu pada afeksi, persetujuan, rasa memiliki dan keamanan didapatkan lewat interaksi dengan orang lain. Secara garis besar, dukungan sosial yang diberikan dapat dikelompokkan ke dalam lima bentuk, yaitu dukungan instrumental, dukungan informasional, dukungan emosional, dukungan harga diri dan dukungan dari kelompok sosial Sarafino, 1998. Bentuk dukungan yang dibutuhkan dan diterima seseorang tergantung pada keadaan yang menimbulkan stres. Martin dalam Sarafino, 1998 menemukan bahwa penderita kanker merasa dukungan Arliza Juairiani Lubis : Dukungan Sosial Pada Pasien Gagal Ginjal Terminal yang Melakukan Terapi Hemodialisa, 2006 USU Repository © 2006 emosional dan dukungan pada harga diri lebih dapat menolong dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi. Kulik dan Mahler dalam Sheridan Radmacher, 1989 menemukan bahwa pasien operasi bypass koroner yang telah menikah dan pasangannya mengunjungi dengan teratur sembuh lebih cepat dari pada mereka yang jarang dikunjungi oleh pasangannya dan mereka yang belum menikah. Gangguan pada fungsi ginjal dan perawatannya serta penyesuaian diri terhadap kondisi sakit menyebabkan pasien hemodialisa mengalami stres. Stres ini mengakibatkan kualitas kesehatan pasien tersebut menurun sehingga menambah beban stres yang telah ada sebelumnya. Dukungan sosial yang tepat dapat membantu pasien dalam menghadapi hal-hal yang menimbulkan stres ini, sementara dukungan sosial yang tidak tepat ternyata malah menimbulkan stres baru pada pasien dan terakumulasi ke dalam stres yang sedang dialami pasien tersebut sehingga akan memperburuk keadaan. Sehubungan dengan uraian diatas, maka timbul pertanyaan tentang bagaimana dukungan sosial pada pasien hemodialisa. Dukungan sosial ini dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu dari sudut pandang pasien hemodialisa itu sendiri dan dari sudut pandang sumber dukungan sosialnya. Oleh karena itu, ada beberapa pertanyaan lanjutan yang timbul untuk memperjelas permasalahanan ini, yaitu: 1. Bagaimana perbedaan antara dukungan sosial yang dibutuhkan pasien hemodialisa dilihat dari sudut pandang pasien hemodialisa dan dukungan sosial yang diterima oleh pasien hemodialisa? 2. Bagaimana perbedaan antara dukungan sosial yang dibutuhkan pasien hemodialisa dilihat dari sudut pandang sumber dukungan sosial dan dukungan sosial yang diberikan oleh sumber dukungan sosial? 3. Bagaimana perbedaan antara dukungan sosial yang dibutuhkan pasien hemodialisa dilihat dari sudut pandang pasien hemodialisa dan dukungan sosial yang dibutuhkan pasien hemodialisa dilihat dari sudut pandang sumber dukungan sosial? 4. Bagaimana perbedaan antara dukungan sosial yang diterima oleh pasien hemodialisa dilihat dari sudut pandang pasien hemodialisa dan dukungan sosial yang diberikan oleh sumber dukungan sosial dilihat dari sudut pandang sumber dukungan sosial? Penelitian ini diharapkan dapat memberi gambaran tentang bagaimana dukungan sosial yang dialami oleh pasien hemodialisa. Gambaran tersebut berguna untuk pengembangan ilmu psikologi dalam bidang kesehatan, khususnya yang berkaitan dengan penyakit gangguan ginjal, serta dapat menambah bahan kepustakaan mengenai psikologi kesehatan. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat berguna sebagai informasi tambahan dari sudut pandang psikologis kepada praktisi kesehatan yang menangani penderita gangguan ginjal agar mendapatkan gambaran yang lebih luas tentang dukungan sosial yang dialami oleh penderita sehingga dapat membantu mengatur dan memberikan dukungan sosial yang dibutuhkan. Dengan begitu diharapkan penderita dapat meningkatkan kemampuannya menghadapi stres dan mempercepat penyesuaian dirinya. Arliza Juairiani Lubis : Dukungan Sosial Pada Pasien Gagal Ginjal Terminal yang Melakukan Terapi Hemodialisa, 2006 USU Repository © 2006 II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN II.A. Ginjal