Hubungan Dukungan Sosial Dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan

(1)

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT

DEPRESI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG

MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

NORA HAYANI

127046019 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN TINGKAT

DEPRESI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG

MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Keperawatan (M.Kep) dalam Program Studi Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi Keperawatan Medikal Bedah Pada Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

Oleh

NORA HAYANI

127046019 / KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

(4)

Telah di uji

Pada tanggal: 23 Agustus 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Drs.Heru Santosa, M.S., Ph.D

Anggota : 1. Cholina Trisa Siregar, S.Kep., Ns., M.Kep.,Sp.KMB 2. Dewi Elizadiani Suza, S.Kp., MNS., Ph.D


(5)

(6)

Judul Tesis :Hubungan Dukungan Sosial Dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan

Nama Mahasiswa : Nora Hayani

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah

Tahun : 2014

ABSTRAK

Depresi merupakan gangguan kejiwaan yang paling sering terjadi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dapat mempengaruhi kondisi kesehatan fisik dan psikologi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasional, dengan populasi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan. Jumlah sampel sebanyak 126 orang yang diambil dengan teknik simple random sampling. Instrumen yang digunakan untuk mengukur dukungan sosial adalah kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan nilai validitas 0.87 dan reliabilitas 0.73, untuk menilai tingkat depresi digunakan kuesioner Hamilton Rating Scale Depression (HRSD-17). Hasil penelitian menunjukkan mayoritas dukungan sosial adalah baik yaitu 67,50%. Gambaran umum tingkat depresi pasien gagal ginjal kronik yang


(7)

menjalani hemodialisis yaitu mengalami tingkat depresi ringan 65,10%. Hasil uji korelasi pearson diperoleh p value 0.00 (p<0.05), dengan nilai r -0.46, hal ini berarti ada hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis dan berkorelasi negatif yaitu semakin tinggi dukungan sosial maka semakin rendah tingkat depresi. Perawat diunit hemodialisis diharapkan dapat melakukan penilaian tingkat depresi secara rutin agar dapat terdeteksi sedini mungkin gejala depresi.


(8)

Thesis Title :Correlation Social Support and Depression Levels of Patients in Chronic Renal Failure Undergoing Hemodialysis

Name : Nora Hayani

Study Program : Master of Nursing Field of Specialization : Medical Surgical Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Depression is the most common mental abnormality in chronic kidney failure patients who are under hemodialysis treatment. It can affect the condition the physical and psychological health. The objective of the research was to analyze the relatations of social support with depression levels of patients in chronic renal failure undergoing hemodialysis. The research used descriptive correlation method. The population was all chronic kidney failure patients who were under hemodialysis treatment in General Hospital of Dr. Pirngadi Medan, and 126 of them were used as the samples, taken by using simple random sampling technigue. Questionnaires written by the researcher herself with the validity value of 0.87 and reliability value of 0.73 were used to measure social support, while Hamilton rating Scale Depression (HRSD-17) questionnaires were used to value the level of depression. The result of the research showed that the majority of respondents (67.50%) were is good category in social support. In general (65.10%) of the chronic kidney failure patients who were under hemodialysis


(9)

treatment underwent the level of depression. The result of Pearson correlation test showed that p-value 0.00 (p<0.05) with r-value 0.46 which indicated that there was the correlation between social support and the level of depression in chronic kidney failure patients who were under hemodialysis treatment with negative pattern: the higher the social support, the lower the level of depression. It is recommended that the nurses who are on duty in the hemodialysis wards evaluate the level of depression regularly so that the symptom of depression can be detected as early as possible.


(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Hubungan Dukungan Sosial dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan”, disusun untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan di Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara (USU) beserta jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk melanjutkan Studi ke jenjang Magister Keperawatan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Setiawan, S.Kp., MNS,Ph.D selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan USU. Terima kasih kepada Bapak Drs Heru Santosa, M. S, Ph.D sebagai pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis dalam mengerjakan tesis ini hingga selesai. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Cholina Trisa Siregar, S.Kep, Ns, M.Kep, Sp.KMB selaku dosen pembimbing II yang tidak henti-hentinya memberikan pengarahan, bimbingan dan motivasi kepada penulis sejak awal penulisan hingga selesai tesis ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dewi Elizadiani Suza,


(11)

S.Kp. MNS. Ph.D dan ibu Sri Eka Wahyuni, S.Kep. Ns.M.Kep sebagai penguji yang telah memberikan kritik dan saran untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Terima kasih kepada Direktur RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut. Kepada Kepala Ruang dan seluruh staf perawat unit hemodialisis penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan yang telah diberikan sehingga penelitian ini dapat selesai.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Suami, anak-anak tersayang dan Ibunda tercinta yang telah banyak memberikan dukungan moril dan materil dalam penyelesaian tesis ini. Akhirnya tak lupa penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Program Studi Magister Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Angkatan II 2012/2013 dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dan memberi dorongan untuk menyelesaikan laporan tesis ini. Penulis menyadari laporan Tesis ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini dan harapan penulis semoga tesis ini bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan khususnya profesi keperawatan.

Medan, 23 Agustus 2014 Penulis


(12)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Nora Hayani

Tempat/Tgl Lahir : Tanjung Lipat, 16 Mei 1980

Alamat : Jln Islamic Center lr. Pendidikan Kecamatan Langsa Barat No. Telp./ Email : 08126975006 / nora.puan16@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

Jenjang Pendidikan

Sekolah Dasar (SD)

Nama Institusi

SD Negeri 1 Kampung Mesjid

Tahun Lulus

1992

Sekolah Menengah Pertama (SMP) SMP Negeri 1 Bendahara 1995

Sekolah Menengah Atas (SMA)

Diploma III Keperawatan

SMA Negeri 2 Langsa

Keperawatan Abulyatama

1998

2002

Sarjana Keperawatan (S.Kep) F.Kep Unsyiah 2005

Pendidikan Profesi Ners F.Kep Unsyiah 2009

Riwayat Pekerjaan :

Bekerja sebagai staf dosen di Prodi Keperawatan Langsa Poltekkes Kemenkes Aceh 2005 sampai sekarang


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRAK ... iii

KATA PENGANTAR ... v

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR SKEMA ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3 Hipotesis ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hemodialisis……….. ... 9

2.1.1 Definisi ……….. ... 9

2.1.2 Angka Kejadian ... 9

2.1.3 Indikasi Hemodialisis ... 10

2.1.4 Komplikasi ... 11

2.2 Depresi………. ... 13

2.2.1 Definisi .. ... 13

2.2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Depresi ... 14

2.2.3 Gejala Depresi ... 16

2.2.4 Depresi pada Pasien yang Menjalani Hemodialisis ... 18

2.2.5 Skala Penilaian Depresi ... 19

2.2.6 Dampak Depresi pada Pasien Hemodialisis ... 20

2.2.5 Peran Perawat Hemodialisis ... 24

2.3 Dukungan Sosial…... 26

2.3.1 Definisi … ... 26

2.3.2 Komponen Dukungan Sosial ... 27

2.3.3 Sumber-sumber Dukungan Sosial ... 29

2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Dukungan Sosial 31 2.3.5 Manfaat Dukungan Sosial ... 32

2.4 Kerangka Konsep ... 33

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 35

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

3.3 Populasi dan Sampel ... 36

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 38


(14)

3.7 Metode Pengukuran ... 42

3.8 Meode Analisa Data ... 44

3.9 Pertimbangan Etik ... 45

BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian ... 47

4.2 Deskripsi Karakteristik Demografi ... 48

4.3 Tingkat Depresi ... 50

4.4 Dukungan Sosial ... 50

4.5 Hubungan Dukungan Sosial dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis ... 51

BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Tingkat Depresi ... 53

5.2 Dukungan Sosial ... 64

5.3 Hubungan Dukungan Sosial dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis ... 69

5.4 Keterbatasan Penelitian ... 73

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ….. ... 74

6.2 Saran …………. ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian ……… 34


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Komplikasi Akut Hemodialisis ... 12

Tabel 2.2 Komplikasi Kronis Hemodialisis ... 12

Tabel 3.1 Variabel Independen dan Definisi Operasional ... 41

Tabel 3.2 Variabel Dependen dan Definisi Operasional ... 41

Tabel 3.3 Nomor Pertanyaan Komponen Dukungan Sosial ... 43

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Karakteristik Demografi ... 49

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Tingkat Depresi ... 50

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Dukungan Sosial ... 51


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1Instrumen Penelitian ... 83

Permohonan Menjadi Responden ... 84

Bersedia Berpartisipasi Sebagai Responden Penelitian ... 85

Izin Menggunakan Kuesioner ... 86

] [uesioner Penelitian Demografi, Dukungan Social & Depresi ... 87

Lembar Observasi Depresi ... 94

Lampiran 2 Biodata Expert ... 96

Lampiran 3 Izin Penelitian ... 98

Persetujuan Komite Etik ... 99

Uji Reliabilitas ... 100

Selesai Uji Reliabilitas ... 101

Izin Pengambilan Data ... 102

Permohonan Izin Penelitian ... 103


(18)

Judul Tesis :Hubungan Dukungan Sosial Dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan

Nama Mahasiswa : Nora Hayani

Program Studi : Magister Ilmu Keperawatan

Minat Studi : Keperawatan Medikal Bedah

Tahun : 2014

ABSTRAK

Depresi merupakan gangguan kejiwaan yang paling sering terjadi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dapat mempengaruhi kondisi kesehatan fisik dan psikologi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasional, dengan populasi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Kota Medan. Jumlah sampel sebanyak 126 orang yang diambil dengan teknik simple random sampling. Instrumen yang digunakan untuk mengukur dukungan sosial adalah kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan nilai validitas 0.87 dan reliabilitas 0.73, untuk menilai tingkat depresi digunakan kuesioner Hamilton Rating Scale Depression (HRSD-17). Hasil penelitian menunjukkan mayoritas dukungan sosial adalah baik yaitu 67,50%. Gambaran umum tingkat depresi pasien gagal ginjal kronik yang


(19)

menjalani hemodialisis yaitu mengalami tingkat depresi ringan 65,10%. Hasil uji korelasi pearson diperoleh p value 0.00 (p<0.05), dengan nilai r -0.46, hal ini berarti ada hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis dan berkorelasi negatif yaitu semakin tinggi dukungan sosial maka semakin rendah tingkat depresi. Perawat diunit hemodialisis diharapkan dapat melakukan penilaian tingkat depresi secara rutin agar dapat terdeteksi sedini mungkin gejala depresi.


(20)

Thesis Title :Correlation Social Support and Depression Levels of Patients in Chronic Renal Failure Undergoing Hemodialysis

Name : Nora Hayani

Study Program : Master of Nursing Field of Specialization : Medical Surgical Nursing

Year : 2014

ABSTRACT

Depression is the most common mental abnormality in chronic kidney failure patients who are under hemodialysis treatment. It can affect the condition the physical and psychological health. The objective of the research was to analyze the relatations of social support with depression levels of patients in chronic renal failure undergoing hemodialysis. The research used descriptive correlation method. The population was all chronic kidney failure patients who were under hemodialysis treatment in General Hospital of Dr. Pirngadi Medan, and 126 of them were used as the samples, taken by using simple random sampling technigue. Questionnaires written by the researcher herself with the validity value of 0.87 and reliability value of 0.73 were used to measure social support, while Hamilton rating Scale Depression (HRSD-17) questionnaires were used to value the level of depression. The result of the research showed that the majority of respondents (67.50%) were is good category in social support. In general (65.10%) of the chronic kidney failure patients who were under hemodialysis


(21)

treatment underwent the level of depression. The result of Pearson correlation test showed that p-value 0.00 (p<0.05) with r-value 0.46 which indicated that there was the correlation between social support and the level of depression in chronic kidney failure patients who were under hemodialysis treatment with negative pattern: the higher the social support, the lower the level of depression. It is recommended that the nurses who are on duty in the hemodialysis wards evaluate the level of depression regularly so that the symptom of depression can be detected as early as possible.


(22)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Gagal ginjal kronik (GGK) juga dikenal sebagai penyakit gagal ginjal tahap akhir, merupakan sindroma yang ditandai dengan kehilangan fungsi ginjal secara progresif dan ireversibel, saat ini angka kejadian gagal ginjal kronik meningkat secara pesat (Kizilcik et al., 2012). Insiden penyakit gagal ginjal kronik meningkat setiap tahunnya. Meningkatnya jumlah pasien dengan gagal ginjal kronik menyebabkan kenaikan jumlah pasien yang menjalani hemodialisis. Pada akhir tahun 2004 angka kejadian gagal ginjal diseluruh dunia meningkat sehingga mencapai jumlah 1.371.000 pasien yang menjalani terapi hemodialisis (Grassmann, Giobere, Moeller, & Brown, 2005). Di Amerika Serikat, insiden penyakit gagal ginjal kronik terjadi 268 kasus baru per satu juta populasi setiap tahunnya (Black & Hawks, 2005). Gilbertson et al. (2005) meramalkan bahwa pada tahun 2015 akan ada 136.166 insiden pasien gagal ginjal kronik setiap tahunnya dan 107.760 angka kematian gagal ginjal kronik setiap tahun khusus di negara Amerika Serikat. Di Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Dinegara berkembang lainnya, insiden diperkirakan sekitar 40 – 60 kasus perjuta penduduk pertahun.

Depresi merupakan kondisi gangguan kejiwaan yang paling banyak ditemukan pada populasi pasien gagal ginjal kronik. Prevalensi depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis sekitar 20%-30% bahkan bisa mencapai 59% (Battistella, 2012; Santos, 2011 ). Beberapa studi di Turki


(23)

menunjukkan prevalensi depresi pada pasien hemodialisis berkisar antara 26% sampai 47%. Penelitian Kizilcik et al. (2012) di Turki bahwa pasien yang menjalani hemodialisis mengalami depresi sebanyak 27,9% . Penelitian Cengic dan Resic (2010) menunjukkan depresi pada pasien hemodialisis di Sarajevo juga meningkat sekitar 51% dengan berbagai tingkat depresi yang dapat menurunkan kondisi kesehatan pasien. Penelitian Rustina (2012) menemukan bahwa depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis sebanyak 35,82%, tingginya kejadian depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis disebabkan oleh berbagai faktor yang berhubungan dengan kehidupan sosial, psikologis, dan mekanisme biologi. Hal ini juga ditemukan pada penelitian Zalai et al. (2012) mengatakan bahwa pasien gagal ginjal kronik mengalami tekanan psikolosis, tingginya prevalensi gejala depresi yang dialami pasien dapat mempengaruhi kesehatan pasien, dimana yang menjadi faktor resiko depresi diantaranya faktor biologis, faktor psikologis dan faktor sosial. Menurut penelitian Baydogan dan Dag (2008) mengatakan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis mengalami masalah psikososial, keterbatasan aktivitas, pembatasan cairan yang dapat menimbulkan depresi.

Jordanova1 dan Polenakovic (2013) mengatakan bahwa tingginya insiden depresi pada pasien hemodialisis dengan tingkat depresi yang bervariasi, dan menunjukkan bahwa karakteristik psikologis pasien yang depresi adalah hipersensitivitas, mood depresi, masalah interpersonal, menarik diri dari lingkungan, kurang komunikasi sosial, agresif pasif. Hal yang sama juga di katakan Cruz, Fleck, dan Polanczyk (2010) bahwa depresi merupakan kondisi


(24)

yang umum pada pasien yang menjalani hemodialisis, depresi dapat berdampak pada emosional, kesehatan mental, fungsi sosial yang dapat memperburuk kondisi kesehatan pasien.

Penelitian Cengic dan Resic (2010) menemukan bahwa gejala psikologis yang paling menonjol pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis adalah anhedonia sedangkan gejala somatik yang muncul adalah kelelahan dan ketidakberdayan. Menurut Cichocki (2009) juga mengatakan bahwa keadaan depresi akan membuat pasien pesimis akan masa depan, memandang dirinya tidak berharga, tidak berguna, cendrung mengurung diri dan tidak ingin bergaul dengan orang lain, hal ini akan mempengaruhi secara keseluruhan aspek-aspek dalam kehidupan pasien.

Andri (2012) mengatakan pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis menimbulkan gejala depresi seperti penolakan terhadap kegiatan hemodialisis yang terjadwal, ketidakpatuhan terhadap diet ini merupakan salah satu hal sebagai upaya halus untuk bunuh diri. Penelitian Kurella et al. (2005) juga mengatakan bahwa pasien gagal ginjal tahap akhir kehilangan kemampuan fisik dan kognitif yang akhirnya membawa pasien pada kesedihan dan keputusasaan sehingga menyebabkan pemutusan dialisis, perilaku ini dianggap sebagai pemikiran bunuh diri, bunuh diri dipicu akibat kegagalan mengatasi stres dialisis.

Penelitian Keskin dan Engin (2011) menunjukkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis sering mengalami depresi, keinginan bunuh diri meningkat apabila mengalami tingkat depresi yang parah dan bertambahnya usia pada pasien gagal ginjal kronis, oleh karena itu dipandang perlu untuk pasien


(25)

dialisis berada dibawah evaluasi psikiatri dan hal ini peran perawat dialisis sangat penting mengevaluasi kondisi psikososial pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisi. Kondisi depresi dapat mempengaruhi motivasi pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sehingga berdampak terhadap penurunan kesehatan fisik dan mental yang akan memperberat penyakitnya dan meningkatkan kematian (Hedayati et al., 2008).

Penelitian yang dilakukan Wuryanto dkk. (2012) penderita gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis mengalami berbagai stressor fisik, psikologis maupun sosial sehingga rentan terhadap munculnya depresi, gejala depresi dan berbagai kondisi yang terkait dengan terapi hemodialisis dapat menyebabkan terjadinya gangguan tidur yang mempengaruhi kondisi kesehatan pasien. Pai et al. (2007) juga mengatakan bahwa depresi dapat menyebakan insomnia dan anemia pada pasien yang menjalani hemodialisis sehingga akan memperburuk kondisi kesehatan pasien.

Bornivelli et al. (2012) mengatakan bahwa pasien yang mengalami depresi menyebabkan kadar hemoglobin rendah dan Protein C-Reactive (CRP) lebih tinggi serta menyebabkan gangguan tidur. Dalam penelitian Micozkadioglu et al.

(2006) juga mengatakan bahwa pasien hemodialisis yang mengalami depresi dapat menyebabkan terjadi sindroma malnutrisi-inflamasi yang lebih tinggi.

Dukungan sosial merupakan salah satu faktor yang penting untuk membantu pasien menurunkan depresi dengan meningkatkan efektifitas dan kesadaran pasien hemodialisis dalam menggunakan sumber dukungan sosial sehingga dapat meningkatkan status kesehatan dan untuk beradaptasi dengan


(26)

pengobatan hemodialisis pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis (Tel & Tel, 2011). Menurut Taylor (2006) mengatakan dukungan sosial akan lebih berarti bagi seseorang apabila diberikan oleh orang-orang yang memiliki hubungan yang signifikan dengan individu yang bersangkutan, dengan kata lain, dukungan tersebut diperoleh dari keluarga seperti orang tua, pasangan (suami atau istri) anak, dan kerabat keluarga lainnya.

Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal kronik yang cukup tinggi diperkirakan penderita gagal ginjal terjadi 100 persejuta penduduk atau sekitar 20.000 kasus dalam setahun (Litbang Depkes, 2008). Data dari ASKES tahun 2012 sebanyak 24.141 orang menderita gagal ginjal (Namawi, 2013). Data yang diperoleh dari RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan tahun 2012 berjumlah 126 orang, tahun 2013 berjumlah 184 orang dan diperkirakan meningkat setiap tahunnya (Catatan medical record RSUD Dr.Pirngadi).

Berdasarkan fenomena bahwa depresi merupakan masalah umum yang sering terjadi dengan berbagai tingkat depresi yang dapat mempengaruhi status kesahatan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini. Selain itu, penelitian mengenai hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis belum pernah dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

1.2Permasalahan

Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal yang paling umum dijalani oleh pasien gagal ginjal kronik (GGK). Tingginya insiden dan


(27)

prevalensi gagal ginjal kronik baik di negara-negara maju maupun berkembang termasuk Indonesia menjadi masalah baik medik, ekonomi, dan sosial bagi pasien, keluarga maupun beban negara. Ketika seseorang memulai terapi hemodialisis maka ketika itulah pasien harus merubah seluruh aspek kehidupannya dalam jangka waktu yang lama, bahkan seumur hidupnya, hal ini menjadi stressor fisik yang berpengaruh pada berbagai dimensi kehidupan pasien meliputi bio, psiko, sosio,spiritual. Ketidakberdayaan serta kurangnya penerimaan diri pasien menjadi faktor psikologis yang mampu mengarahkan pasien pada tingkat stres, cemas, bahkan depresi yang dapat memperburuk keadaan pasien. Dukungan sosial dari keluarga, teman, dan orang lain dapat membantu pasien dalam menghadapi hal- hal yang menimbulkan depresi dan meningkatkan status kesehatan pasien.

Berdasarkan latar belakang dan fenomena yang muncul, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis

1.3.2 Tujuan khusus

a). Mengidentifikasi dukungan sosial pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.


(28)

b). Mengidentifikasi tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.

c). Mengidentifikasi hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.

1.4 Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.

1.5Manfaat Penelitian

a). Bagi pasien

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pasien tentang gejala depresi, dan mencari sumber dukungan sosial dari keluarga, teman dan orang lain untuk dapat mengurangi tingkat depresi yang dialami, pasien diharapkan memperhatikan aspek kehidupannya secara holistik bio-psiko-sosio sehingga dapat meningkatkan status kesehatan.

b). Bagi rumah sakit

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pelayanan keperawatan di unit hemodialisis dalam memberikan asuhan keperawatan. Perawat diharapkan dapat mengantisipasi gejala depresi secara holistik yang memperhatikan kesehatan fisik, mental dan sosial dan sebagai bahan acuan dalam mengembangkan intervensi keperawatan yang dapat lebih berkontribusi positif pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis khususnya masalah psikososial (dukungan sosial) sehingga


(29)

akan mengurangi tingkat depresi pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis.

c). Bagi penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dasar dalam melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan dukungan sosial dengan tingkat depresi pasien hemodialisis.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hemodialisis 2.1.1 Definisi

Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal dengan menggunakan selaput membran semi permeabel (dialiser), yang berfungsi seperti nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal (Black & Hawks, 2005; Ignatavicius, 2006).

2.1.2 Angka Kejadian

Insiden penyakit gagal ginjal kronik meningkat setiap tahunnya. Meningkatnya jumlah pasien dengan gagal ginjal kronik menyebabkan kenaikan jumlah pasien yang menjalani hemodialisis. Pada akhir tahun 2004 angka kejadian gagal ginjal diseluruh dunia meningkat sehingga mencapai jumlah 1.371.000 pasien yang menjalani terapi hemodialisis (Grassmann, Giobere, Moeller, & Brown, 2005).

Insiden penyakit gagal ginjal kronik di Amerika Serikat terjadi 268 kasus baru per satu juta populasi setiap tahunnya (Black & Hawks, 2005). Gilbertson et al. (2005) meramalkan bahwa pada tahun 2015 akan ada 136.166 insiden pasien gagal ginjal kronik setiap tahunnya dan 107.760 angka kematian gagal ginjal kronik setiap tahun khusus di negara Amerika Serikat. Di Malaysia dengan populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya.


(31)

Dinegara berkembang lainnya, insiden diperkirakan sekitar 40–60 kasus perjuta penduduk pertahun.

Indonesia termasuk negara dengan tingkat penderita gagal ginjal kronik yang cukup tinggi diperkirakan penderita gagal ginjal terjadi 100 persejuta penduduk atau sekitar 20.000 kasus dalam setahun (Litbang Depkes, 2008). Data dari ASKES tahun 2012 sebanyak 24.141 orang menderita gagal ginjal (Namawi, 2013). Data yang diperoleh dari RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan tahun 2012 berjumlah 126 orang, tahun 2013 berjumlah 184 orang dan diperkirakan meningkat setiap tahunnya (Catatan medical record RSUD Dr.Pirngadi).

2.1.3 Indikasi Hemodialisis

Indikasi hemodialisis dibedakan menjadi 2 yaitu : hemodialisis emergency

atau hemodialisis segera dan hemodialisis kronik. Keadaan akut tindakan dialisis dilakukan pada : Kegawatan ginjal dengan keadaan klinis uremik berat, overhidrasi, oliguria (produksi urine <200 ml/12 jam), anuria (produksi urine <50 ml/12 jam), hiperkalemia (terutama jika terjadi perubahan EKG, biasanya K >6,5 mmol/I), asidosis berat (PH <7,1 atau bikarbonat <12 meq/I), uremia (BUN >150 mg/dL), ensefalopati uremikum, neuropati/miopati uremikum, perikarditis uremikum, disnatremia berat (Na>160 atau <115 mmol/I), hipertermia, keracunan akut (alkohol, obat-obatan) yang bisa melewati membran dialisis.

Indikasi hemodialisis kronis adalah hemodialisis yang dilakukan berkelanjutan seumur hidup penderita dengan menggunakan mesin hemodialisis, dialisis dimulai jika GFR <15 ml/mnt, keadaan pasien yang mempunyai GFR <15 ml/mnt tidak selalu sama, sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai jika


(32)

dijumpai salah satu dari : 1) GFR <15 ml/mnt, tergantung gejala klinis, 2) gejala uremia meliputi: lethargi, anoreksia, nausea dan muntah, 3) adanya malnutrisi atau hilangnya massa otot, 4) hipertensi yang sulit dikontrol dan adanya kelebihan cairan, 5) komplikasi metabolik yang refrakter (Daugirdas et al., 2007).

2.1.4 Komplikasi Hemodialisis

Hemodialisis merupakan tindakan untuk mengganti sebagian dari fungsi ginjal. Tindakan ini rutin dilakukan pada penderita penyakit ginjal tahap akhir stadium akhir. Walaupun tindakan hemodialisis saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, namun masih banyak penderita yang mengalami masalah medis saat menjalani hemodialisis. Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani hemodialisis adalah gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun dengan dilakukannya ultrafiltrasi atau penarikan cairan saat hemodialisis. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani hemodialisis regular, namun sekitar 5-15% dari pasien hemodialisis tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut hipertensi intradialitik atau

intradialytic hypertension (Agarwal & Light, 2010). 2.1.5.1 Komplikasi Akut

Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil (Bieber & Himmelfarb, 2013; Sudoyo et al., 2009).


(33)

Tabel 2.1 Komplikasi Akut Hemodialisis Komplikasi Penyebab Hipotensi Hipertensi Reaksi Alergi Aritmia Kram Otot Emboli Udara Dialysis disequilibirium

Masalah pada dialisat Chlorine

Kontaminasi Fluoride Kontaminasi bakteri/ endotoksin

Penarikan cairan yang berlebihan, terapi antihipertensi, infark jantung, tamponade, reaksi anafilaksis

Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi yang tidak adekuat

Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin, besi, lateks Gangguan elektrolit, perpindahan cairan yang terlalu cepat, obat antiaritmia yang terdialisis

Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan elektrolit Udara memasuki sirkuit darah

Perpindahan osmosis antara intrasel dan ekstrasel menyebabkan sel menjadi bengkak, edema serebral. Penurunan konsentrasi urea plasma yang terlalu cepat

Hemolisis oleh karena menurunnya kolom charcoal

Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop, tetanus, gejala neurologi, aritmia

Demam, mengigil, hipotensi oleh karena kontaminasi dari dialisat maupun sirkuti air

2.1.5.2Komplikasi kronik

Komplikasi kronik yang terjadi pada pasien hemodialisis yaitu penyakit jantung, malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia, Renal osteodystrophy, Neurophaty,disfungsi reproduksi, komplikasi pada akses, gangguan perdarahan, infeksi, amiloidosis, dan Acquired cystic kidney disease (Bieber & Himmelfarb, 2013).

Terjadinya gangguan pada fungsi tubuh pasien hemodialisis, menyebabkan pasien harus melakukan penyesuaian diri secara terus menerus selama sisa


(34)

hidupnya. Bagi pasien hemodialisis, penyesuaian ini mencakup keterbatasan dalam memanfaatkan kemampuan fisik dan motorik, penyesuaian terhadap perubahan fisik dan pola hidup, ketergantungan secara fisik dan ekonomi pada orang lain serta ketergantungan pada mesin dialisa selama sisa hidup. Menurut Moos dan Schaefer dalam Sarafino (2006) mengatakan bahwa perubahan dalam kehidupan merupakan salah satu pemicu terjadinya depresi.

2.2. Depresi 2.2.1 Definisi

Depresi merupakan gangguan kejiwaan yang ditandai dengan kesedihan, perasaan tidak berarti dan bersalah, menarik diri dari orang lain, gangguan tidur, nafsu makan menurun, anhedonia, kehilangan minat dalam kehidupan sehari-hari, libido menurun, putus asa dan keinginan bunuh diri (Davidson, Reickmann, & Rapp, 2005).

Depresi merupakan gangguan mental umum yang paling banyak ditemukan pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis (Hedayati et al., 2009). Prosedur dan pengobatan hemodialisis yang dilakukan 3 kali dalam seminggu menyebabkan perubahan status dan kepribadian pasien. Perubahan ini akibat dari situasi stres terus menerus yang dapat menyebabkan perubahan pada personal, sosial dan lingkungan. kebutuhan untuk mengubah kebiasaan gaya hidup, ketergantungan prosedur hemodialisis dan staf medis, kehilangan pekerjaan dan posisi sosial, status keuangan berkurang, rezim diet, disfungsi seksual, masalah yang berhubungan akses dialisis, dan kekhawatiran terhadap mortalitas, namun respon psikolosis pada pasien hemodialisis tergantung pada kepribadian


(35)

premorbit, dukungan sosial dari keluarga dan penyakit penyerta lainnya (Kimmel, 2005).

2.2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Depresi

Menurut Zalai et al. (2012) mengatakan bahwa pasien gagal ginjal kronik mengalami tekanan psikolosis, tingginya prevalensi pasien mengalami gejala depresi yang dapat mempengaruhi status kesehatan pasien, ada beberapa faktor resiko terjadinya depresi diantaranya ; (1) faktor biologis; (2) faktor psikologis dan; (3) faktor sosial.

Menurut Kaplan dan Saddock (1997) dasar penyebab depresi secara pasti tidak diketahui, namun faktor yang berhubungan dengan penyebab tersebut seperti: faktor biologi, faktor genetik, dan faktor psikososial. Dimana faktor tersebut juga dapat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya : (1) faktor biologi, sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa terdapat kelainan pada amin biogenik, seperti: 5 HIAA (5-hidroksi indol asetic acid), HVA (Homovanilic acid), MHPG (5methoxy-0-hydroksi phenil glikol), didalam darah, urin dan cairan serebrospinal pada pasien gangguan mood. Disregulasi amin biogenik yang paling sering terlibat pada gangguan mood adalah norepineprin, serotonin, dan dopamine; (2) faktor psikososial terdapat empat katagori yang berpotensi menyebabkan depresi, yaitu : stres, perasaan tidak berdaya dan kehilangan harapan, pertahanan yang ekstrim melawan stres, dan pengaruh hubungan interpersonal dari gangguan afektif.

Faktor psikososial yang dapat mempengaruhi depresi meliputi peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang


(36)

berulang, teori kognitif dan dukungan sosial. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi, peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya (Kaplan & Saddock, 1997).

Penelitian Baydogan dan Dag (2008) mengatakan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis mengalami masalah psikososial, keterbatasan aktivitas, pembatasan cairan yang dapat menimbulkan depresi. Depresi dapat timbul pada pasien baru yang menjalani hemodialisis dimana pada tahun pertama pada saat mulai dilakukan terapi hemodialisis hal ini disebabkan oleh perubahan gaya hidup pasien, masalah kehilangan pekerjaan, perubahan peran dalam keluarga, perubahan hubungan sosial dan waktu yang terbuang untuk dialisis (Son et al., 2009).

Beberapa studi menunjukkan bahwa umur, tingkat pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan jenis kelamin dapat mempengaruhi depresi pada pasien yang menjalani hemodialisis. Menurut Kizilcik et al. (2012) menunjukkan bahwa prevalensi depresi pada pasien yang menjalani hemodialisis sebanyak 27,9%, secara signifikan depresi ditemukan lebih tinggi pada wanita yang berusia lebih tua, pasien yang berpendidikan lebih rendah dan pengangguran, penelitian ini juga menunjukkan bahwa depresi merupakan masalah kesehatan umum pasien hemodialisis dapat mempengaruhi kondisi kesehatan pasien dan kualitas hidup pasien.


(37)

Penelitian Araujo et al. (2008) Menunjukkan bahwa 19,3% pasien yang menjalani hemodialisis mengalami gejala depresi sebagian besar adalah perempuan, pengangguran, mempunyai penyakit penyerta (diabetes, hipoalbuminemia, gagal jantung , pruritus), dan kualitas tidur yang buruk semua faktor yang terkait dengan gejala depresi

Erdenen et al. (2010) juga mengatakan bahwa kecemasan dan depresi ditemukan lebih sering pada pasien hemodialisis ditemukan juga bahwa status perkawinan, pendidikan rendah, pengangguran dan penghasilan rendah secara signifikan lebih tinggi pada kelompok pasien. Tingkat kecemasan dan depresi secara signifikan lebih tinggi pada perempuan dari pada laki-laki.

Menurut Jordanova1 dan Polenakovic (2013) hasil penelitian menunjukkan bahwa tingginya insiden depresi pada pasien hemodialisis dengan tingkat depresi yang bervariasi yaitu minimal depresi 21,43%, depresi ringan 35,71%, depresi sedang 17,85%, dan depresi berat 14,28%. Dalam penelitian ini ada hubungan antara depresi dengan usia dan tingkat pendidikan namun tidak ada hubungan antara lamanya dialisis dengan depresi.

2.2.3. Gejala Depresi

Individu yang mengalami depresi dapat dilihat dari gejala yang muncul. Menurut Beck (1985) memberikan penjelasan tentang gejala atau manifestasi yang sering ditunjukan ketika seseorang mengalami depresi sebagai berikut: (1) gejala emosional, meliputi perubahan perasaan atau tingkah laku yang merupakan akibat langsung dari keadaan emosi seperti penurunan mood, tidak lagi merasakan kepuasan, lebih sering menangis, dan hilangnya respon


(38)

kegembiraan; (2) gejala kognitif, meliputi harapan-harapan yang negatif, menyalahkan serta mengkritik diri sendiri, tidak dapat membuat keputusan, distorsi “body image” atau anggapan bahwa dirinya tidak menarik; (3) gejala motivasional, meliputi menurunnya minat dan motivasi terhadap aktivitas, ada dorongan untuk mengundurkan diri dari suatu kegiatan, lebih suka bersikap pasif dan ada kecenderungan untuk bergantung, hilangnya motivasi juga berhubungan dengan keinginan untuk menjauh dari tanggung jawab dan kesulitan yang harus dihadapi; (4) gejala vegetatif-fisik, meliputi kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, mudah merasa lelah, dan tidak ada nafsu seksual (libido).

Penelitian Cengic dan Resic (2010) menunjukkan bahwa tingginya kejadian depresi pada pasien yang menjalani hemodialisis di Sarajevo 51% dengan berbagai derajat yaitu depresi ringan 30%, depresi sedang 8,5%, dan 12,5% depresi berat. Dalam penelitian ini juga menunjukkan bahwa gejala yang paling mendominasi dari depresi adalah gejala somatik 55,5% seperti kehilangan energi, kelelahan, gangguan tidur, dan disfungsi seksual, namun gejala psikologis juga muncul seperti anhedonia, pesimis, harga diri rendah, kecemasan, kebimbangan, mudah tersinggung, perasaaan bersalah, merasa gagal, kurang konsentrasi, dan bunuh diri, juga muncul perilaku seperti : menarik diri dari lingkngan, sering menangis, menyebabkan kondisi kesehatan menurun dan kualitas hidup yang lebih rendah. Data sosio demografi seperti jenis kelamin,

status perkawinan dan lamanya hemodialisis tidak ada perbedaan signifikan pada kualitas hidup pasien dengan terjadinya depresi, namun usia dapat mempengaruhi tingkat depresi, dikatakan bahwa dengan peningkatan usia maka tingkat depresi


(39)

juga meningkat namun kualitas hidup menurun, pasien yang bekerja telah menunjukkan kualitas hidup yang lebih baik dengan tingkat depresi yang lebih rendah, begitu juga dengan tingkat pendidikan tinggi kualitas hidup meningkat dan depresi menurun, pasien yang menjalani hemodialisis pada tahun pertama lebih tertekan dan memiliki kesehatan mental yang secara signifikan lebih buruk dibandingkan dengan pasien yang sudah menjalani hemodialisis lebih dari tiga tahun. Hasil penelitian ini menunjukkan tingginya prevalensi gejala depresi antara kelompok studi yang berhubungan dengan kecendrungan kualitas hidup yang buruk.

Penelitian Jordanoval dan Polenakovic (2013) juga menunjukkan bahwa karakteristik psikologis pasien yang depresi adalah hipersensitivitas, mood depresi, masalah interpersonal, menarik diri dari lingkungan, kurang komunikasi sosial,dan agresif pasif.

2.2.4 Depresi Pada Pasien Yang Menjalani Hemodialisis

Menurut penelitian Andrade dan Sesso (2012) mengatakan bahwa persentase depresi terjadi lebih tinggi pada pasien yang menjalani hemodialisis juga menunjukkan bahwa pada pasien hemodialisis yang mengalami depresi memiliki penyakit penyerta lebih tinggi dan hasil laboratorium berubah lebih besar dari pada pasien gagal ginjal kronik dibawah pengobatan konservatif, depresi dapat berhubungan dengan pendapatan, pengangguran, penyakit penyerta (jantung) dan kemampuan fungsional.

Penelitian Araujo et al. (2008) juga Menunjukkan bahwa 19,3% pasien yang menjalani hemodialisis mengalami gejala depresi sebagian besar adalah


(40)

perempuan, pengangguran, penyakit penyerta (diabetes, hipoalbuminemia, gagal jantung , pruritus), dan kualitas tidur yang buruk semua faktor terkait dengan gejala depresi.

Menurut Rai, Rustagi, Rustagi, dan Kohli1 (2011) mengatakan bahwa tingginya prevalensi depresi pada pasien yang menjalani hemodialisis yaitu 47,8%, dalam penelitian ini juga mengatakan ada hubungan antara depresi dengan gangguan tidur, insomnia 60,9%, resiko sleep apnea 24,6%, depresi lebih tinggi pada pasien yang berusia tua, pendapatan rendah, pengangguran dan depresi lebih tinggi pd pasien yg menjalani hemodialisis lebih dari 1 tahun. Dalam studi ini juga mengatakan tidak ada perbedaan gender dengan depresi

2.2.5Skala Penilaian Depresi

Skala penilaian gejala depresi tidak cukup untuk menentukan diagnosis depresi, tetapi dapat membantu mengidentifikasi individu yang mempunyai gejala depresi. Skala penilaian depresi Hamilton Rating Scale for Depression (HRSD-17) merupakan salah satu dari berbagai instrumen untuk menilai ada depresi atau tidak depresi (Bornivelli et al., 2012; Garcia et al., 2010; Gencoz et al., 2007; Hamilton, 1960).

Hamilton Rating Scale for Depression (HDRS-17) dibuat oleh Hamilton yang original dipublikasikan pada tahun 1960 yang terdiri dari 17 item pernyataan untuk orang dewasa digunakan untuk menilai tingkat depresi meliputi suasana hati, perasaan bersalah, ide bunuh diri, insomnia, agitasi atau retardasi, kecemasan, penurunan berat badan, dan gejala somatik diantaranya ;(1) perasaan depresi (Sedih, putus asa, tidak berdaya, tidak berguna); (2) perasaan bersalah; (3)


(41)

bunuh diri; (4) gangguan pola tidur (initial insomnia); (5) gangguan pola tidur (middle insomnia); (6) gangguan pola tidur (Late insomnia); (7) pekerjaan dan kegiatan-kegiatan; (8) retardasi psikomotor; (9) kegelisahan (Agitasi) ringan; (10) kecemasan (ansietas somatik); (11) kecemasan (Ansietas psikis); (12) gejala somatik (pencernaan); (13) gejala somatik (Umum); (14) gejala genital; (15) hipokondriasis (terlalu cemas mengenai kesehatannya); (16) kehilangan berat badan; (17) penglihatan diri (Insigh).

Penilaian masing-masing gejala depresi adalah sebagai berikut untuk item pernyaatan yang jumlah pilihannya 5 maka penilaiannya: 0 : tidak ada, 1: ringan, 2-3: sedang, 4: berat, sedangkan untuk item pernyataan yang jumlah pilihan 3 maka penilaiannya: 0 tidak ada, 1 sedikit atau ragu-ragu, 2 jelas (Hamilton,1960). Untuk penilaian skor Hamilton depression rating scale yaitu normal/tidak ada depresi : 0-6, depresi ringan: 7-17, depresi sedang: 18-24, depresi Berat: >24 (Bornivelli et al., 2012; Garcia et al., 2010; Hamilton,1960).

2.2.6 Dampak Depresi Pada Pasien Hemodialisis

Penelitian Santos (2011) mengatakan bahwa prevalensi depresi pada pasien yang menjalani hemodialisis 7,8%, depresi dapat menyebabkan perubahan emosional, kesehatan mental, dan berdampak pada status kesehatan dan kualitas hidup pasien yang lebih rendah. penelitian Hedayati et al. (2008) juga menunjukkan bahwa kondisi depresi dapat mempengaruhi motivasi pasien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sehingga berdampak terhadap penurunan kesehatan fisik dan mental yang akan memperberat penyakitnya dan meningkatkan kematian. Hal ini juga didukung oleh penelitian Cruz et al. (2010)


(42)

mengatakan bahwa depresi merupakan kondisi yang umum pada pasien yang menjalani hemodialisis, prevalensi untuk diagnosis depresi berkisar antara 15-27%, gejala depresi 17-65%, depresi dapat berdampak pada emosional, kesehatan mental, fungsi sosial yang dapat memperburuk kondisi kesehatan pasien bahkan berdampak pada kualitas hidup yang lebih rendah.

Hasil penelitian Keskin dan Engin (2011) menunjukkan bahwa ada korelasi positif antara depresi dengan perilaku bunuh diri, antara usia pasien dan depresi, depresi dan bunuh diri meningkat pada status pendidikan yang lebih rendah. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pasien yang menjalani hemodialisis sering mengalami depresi, keinginan bunuh diri meningkat apabila mengalami tingkat depresi yang parah dan bertambahnya usia pada pasien gagal ginjal kronis, oleh karena itu dipandang perlu untuk pasien dialisis berada dibawah evaluasi psikiatri dan hal ini peran perawat dialisis sangat penting mengevaluasi kondisi psikososial pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisi untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan, untuk keberhasilan perawat harus melakukan perawatan yang holistik sehingga perawat mampu menilai depresi dan strategi mengatasi bunuh diri.

Penelitian Kurella et al. (2005) juga mengatakan bahwa pasien gagal ginjal tahap akhir kehilangan kemampuan fisik dan kognitif yang akhirnya membawa pasien pada kesedihan dan keputusasaan sehingga menyebabkan pemutusan dialisis, perilaku ini dianggap sebagai pemikiran bunuh diri, bunuh diri dipicu akibat kegagalan mengatasi stres dialisis. Menurut Chen et al. (2010) juga menunjukkan bahwa pasien depresi memiliki tingkat kelelahan dan kecemasan


(43)

yang lebih tinggi, kualitas hidup yang lebih buruk, dan keinginan bunuh diri yang lebih besar.

Bornivelli et al. (2012) mengatakan bahwa depresi merupakan gangguan umum yang sering terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisis, penelitian ini juga menemukan bahwa ada hubungan antara depresi dengan parameter laboratorium dan gangguan tidur, pada pasien hemodialisis yang mengalami depresi menyebabkan kadar hemoglobin rendah dan Protein C-Reactive (CRP) lebih tinggi serta menyebabkan gangguan tidur. Dalam penelitian Micozkadioglu

et al.(2006) juga mengatakan bahwa pasien hemodialisis yang mengalami depresi dapat menyebabkan terjadi sindroma malnutrisi-inflamasi yang lebih tinggi. Hal yang sama juga ditemukan Kalender et al. (2007) bahwa pasien yang mengalami depresi memiliki hemoglobin rendah, kadar albumin serum yang lebih rendah, dan tingkat CRP yang lebih tinggi dibandingkan dengan pasien tidak depresi.

Menurut Fernandes et al. (2010) mengatakan bahwa prevalensi depresi pada pasien yang menjalani hemodialisis 26% juga mengalami disfungsi ereksi yang sangat tinggi yaitu 72,3%, dikatakan bahwa depresi merupakan faktor resiko independen terjadinya disfungsi ereksi dimana usia merupakan penyebab terkuat dari disfungsi ereksi selain itu ditemukan juga bahwa disfungsi ereksi menyebabkan kualitas hidup yang rendah. Menurut Santos, Frota, Junior, Cavalcanti, Vieira et al. (2012) dari total 58 pasien perempuan yang menjalani hemodialisis, 46 (79,3 %) diketahui mengalami disfungsi seksual. Prevalensi disfungsi seksual di antara perempuan yang menjalani hemodialisis sangat tinggi, mencapai hampir 80%. Menurut Stefanovic dan Avramovic (2012) mengatakan


(44)

bahwa bukan hanya perempuan, pasien pria juga mengalami gangguan disfungsi seksual atau gangguan ereksi.

Menurut teori Maslow ada lima kebutuhan dasar salah satunya adalah kebutuhan seksual ini merupakan kebutuhan dasar yang harus terpenuhi dan apabila kebutuhan seksual ini tidak terpenuhi semestinya maka akan terjadi suatu penyimpangan seksual (Potter & Perry, 2005).

Kimmel (2006) mengatakan dampak depresi pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis adalah Gangguan tidur. Penduduk USA yang mengalami

cronic kidney disease (CKD) menderita gangguan tidur sangat tinggi sampai 80% dapat menimbulkan masalah yang serius pada kesehatan pasien. Hal ini sesuai dengan penelitian Wuryanto dkk. (2012) Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis mengalami berbagai macam stressor fisik, psikis, maupun sosial sehingga rentan terhadap munculnya gejala depresi, gejala depresi dan berbagai kondisi yang terkait terapi hemodialisis dapat menyebabkan terjadinya gangguan tidur yang mempengaruhi kondisi kesehatan pasien. Dalam penelitian Pai et al. (2007) juga mengatakan bahwa depresi dapat menyebabkan insomnia dan anemia pada pasien yang menjalani hemodialisis sehingga akan memperburuk kondisi kesehatan pasien.

Menurut teori tidur merupakan komponen yang penting bagi kesehatan, juga sangat esensial bagi fisik dan mental. Tidur menjadi suatu masalah apabila kualitas tidur tidak tercukupi yang berakibat pada fisik dan mentalnya. Jika tidur kurang dari 3 jam dalam 24 jam, manusia akan mudah marah dan cakupan perhatian berkurang. Kurang tidur dalam waktu yang lama menyebabkan


(45)

kesulitan berkonsentrasi, kemunduran performa umum, fisik terasa lemah, kehilangan mood, penurunan libido, menjadi lebih peka terhadap sesuatu yang mengganggu suasan hati, halusinasi, paranoid dan bangkitan kejang. Menonjolnya efek psikologis mengisyaratkan bahwa tidur secara spesifik memperbaiki fungsi otak (Puri, 2011).

2.2.7 Peran Perawat di Unit Hemodialisis

Merujuk pada definisi sehat yang dikeluarkan oleh WHO, maka dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis, pelayanan kesehatan dituntut untuk dapat memfasilitasi pasien agar mendapatkan kondisi kesehatan yang optimal. Perawat sebagai bagian yang integral dari tim pelayanan kesehatan sangat berperan dalam mengupayakan terwujudnya kondisi kesehatan yang optimal bagi pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis dengan cara memberikan asuhan keperawatan yang bersifat komprehensif dan holistik yang meliputi bio-psiko-sosio dan spiritual (Potter & Perry, 2005). Artinya, dalam upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien, perawat tidak hanya berfokus pada penanganan masalah fisik saja namun juga berperan dalam mencegah dan menangani masalah psikososial khususnya depresi yang menjadi masalah terbesar pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis yang dapat menurunkan kondisi kesehatan pasien.

Peran perawat dalam mengurangi beban psikis seorang penderita gagal ginjal kronis yang menjalani terapi hemodialisis sangatlah besar diantaranya mengkaji adanya tanda dan gejala depresi, mengkaji dan mengefektifkan


(46)

sumber-sumber pendukung, melakukan pendampingan dan mempertahankan hubungan yang sering dengan pasien sehingga pasien tidak merasa sendiri dan ditelantarkan, menunjukkan rasa menghargai dan menerima pasien tersebut, memberikan pujian pada setiap hal yang positif yang dilakukan pasien dalam menjalani perawatan. Perawat juga dapat melakukan tindakan kolaborasi dengan memberi rujukan untuk konseling psikiatri (Doenges, Townsend, & Moorhouse, 2006).

Selain itu, perawat berada dalam posisi kunci untuk menciptakan suasana penerimaan dan pemahaman keluarga terhadap penderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis (Smeltzer & Bare, 2002). Perawat dapat melakukan intervensi dengan cara memberdayakan orang-orang terdekat pasien dalam hal ini keluarga untuk menjadi support system yang efektif agar dapat senantiasa memberikan dukungan dan bantuan yang dibutuhkan oleh pasien sehingga dapat meningkatkan kondisi kesehatannya. Ketika pasien masih berada di tatanan rumah sakit dapat dilakukan konseling kesehatan mengenai dukungan keluarga yang dibutuhkan oleh pasien serta hal-hal yang perlu diketahui keluarga terkait penyakit yang diderita pasien seperti perjalanan penyakit, tanda dan gejala, dan perawatan atau pengobatan yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kondisi kesehatan pasien. Selain itu, perlu juga untuk melibatkan keluarga dalam manajemen pengobatan dan perawatan pasien sehingga keluarga dapat memberikan dukungan secara efektif pada pasien.


(47)

2.3.Dukungan Sosial

2.3.1.Definisi Dukungan Sosial

Menurut Sarafino (2006) bahwa dukungan sosial mengacu pada persepsi akan kenyamanan, kepedulian, penghargaan atau bantuan yang diterima individu dari orang lain atau kelompok dalam masyarakat. Hal tersebut menunjukkan bahwa dukungan sosial adalah bantuan yang didapat individu dari orang lain atau kelompok, baik yang berupa bantuan materi maupun non materi, yang dapat menimbulkan perasaan nyaman secara fisik dan psikologis bagi individu yang bersangkutan. Taylor (1995) menjelaskan bahwa dukungan sosial akan lebih berarti bagi seseorang apabila diberikan oleh orang-orang yang memiliki hubungan signifikan dengan individu yang bersangkutan, dengan kata lain, dukungan tersebut diperoleh dari keluarga seperti: orang tua, pasangan (suami atau istri), anak dan kerabat keluarga lainnya.

Menurut Tell et al. (1995) menemukan bahwa pasien hemodialisis berkulit putih maupun hitam yang mendapat dukungan sosial tinggi dapat meningkatkan tingkat fungsional, lebih puas dengan kehidupan, memiliki perasaan lebih baik tentang kehidupan, dibandingkan pada pasien yang dukungan sosial yang dirasakan rendah dimana peran dukungan sosial sebagai faktor dalam meningkatkan kualitas kesehatan.

Penelitian Rambod dan Rafii (2010) pada pasien muslim yang menjalani hemodialisis di Iran menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan secara statistik antara dukungan sosial yang dirasakan dengan keadaan kesehatan fisik


(48)

dan psikologis yang dapat meningkatkan status kesehatan dan kualitas hidup pasien.

Menurut Chuluq dkk. (2011) menunjukkan bahwa pasien yang mendapat dukungan sosial baik mengalami depresi ringan hal ini merupakan ada korelasi antara kedua variabel tersebut dan tanda negatif menunjukkan bahwa bentuk hubungan kedua variabel tersebut adalah berbanding terbalik yaitu semakin tinggi dukungan keluarga yang diberikan maka semakin rendah atau ringan tingkat depresi yang dialami pasien.

Micozkadioglu et al. (2006) mengatakan bahwa banyak pasien hemodialisis mengalami depresi, pasien yang berdampak depresi memiliki sindrom malnutrisi-inflamasi lebih tinggi dan dukungan sosial lebih rendah dibandingkan dengan pasien yang tidak berdampak depresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sindrom malnutrisi-inflamasi dan dukungan sosial merupakan prediksi yang paling kuat mempengaruhi depresi pada pasien hemodialisis

2.3.2 Komponen Dukungan Sosial

Menurut Cohen (2007) Dalam kehidupan sehari-hari dan setiap aspek kehidupan, dukungan sosial sangat diperlukan. Dukungan sosial memiliki beberapa komponen diantaranya : (1) dukungan emosional (Emotional Support)

adalah suatu bentuk dukungan yang diekspresikan melalui perasaan positif yang berwujud empati, perhatian, dan kepedulian terhadap individu yang lain. Bentuk dukungan ini dapat menimbulkan perasaan nyaman, perasaan dilibatkan, dan dicintai oleh individu yang bersangkutan. Dukungan ini juga meliputi perilaku


(49)

seperti memberikan perhatian dan afeksi serta bersedia mendengarkan keluh kesah orang lain; (2) dukungan penghargaan (Appraisal Support) adalah suatu penilaian positif terhadap individu. Dukungan tersebut berupa pemberian penghargaan ataupun memberi atas usaha yang telah dilakukan, memberikan umpan balik mengenai hasil atau prestasinya serta memperkuat dan meninggikan perasaan harga diri dan kepercayaan akan kesembuhan individu tersebut. Bentuk dukungan ini bertujuan untuk membangkitkan perasaan berharga atas diri sendiri, kompeten dan bermakna; (3) dukungan instrumental (Instrumental Support) adalah bentuk dukungan langsung yang diwujudkan dalam bentuk bantuan material atau jasa yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah secara praktis. Contoh dukungan ini seperti pinjaman atau sumbangan uang atau benda dari orang lain yang merupakan bantuan nyata berupa materi atau jasa; (4) dukungan informasi (Informational Support) adalah suatu dukungan dan bantuan yang diberikan oleh keluarga dalam bentuk memberikan saran, nasehat, penghargaan, bimbingan/ pemberian feedback atau umpan balik dan memberikan informasi penting yang dibutuhkan pasien dalam upaya meningkatkan status kesehatannya.

Hal ini didukung oleh Penelitian Haririan, Aghajanlo dan Ghafurifard (2013) didapatkan hasil data demografi bahwa 50% perempuan, 79,8% menikah, 19% pengangguran, 78,5% memiliki dukungan emosional, 20,3% dukungan informasi dan 29,7% dukungan instrumental serta dukungan sosial yang optimal secara keseluruhan adalah 40,5%. Dalam penelitian ini juga ditemukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pernikahan, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan dan jenis kelamin dengan dukungan sosial namun ada hubungan


(50)

positif antara dukungan sosial dengan kelangsungan hidup pasien yang menjalani hemodialisis.

Menurut penelitian Rafii, Rambod dan Hosseini (2009) hasil penelitian ditemukan bahwa di Iran sebagian besar pasien gagal ginjal kronik menerima dukungan sosial yang tinggi (64,9%). Dalam penelitian ini juga mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial dengan status kesehatan pasien.

Tezel, Karaburutlu, dan Sahin (2011) mengatakan bahwa pasien Turki yang menjalani hemodialisis mengalami depresi, namun pasien yang tidak mendapat dukungan sosial memiliki skor depresi yang lebih tinggi, menunjukkan bahwa orang yang memiliki tekanan dalam kehidupan mencari dukungan sosial, dukungan sosial informasi sangat penting untuk kesehatan dan kesejahteraan pasien selama masa-masa sulit.

2.3.3 Sumber-Sumber Dukungan Sosial

Menurut Sarafino (2006) ada dua sumber dukungan sosial, yaitu : (1) sumber artifisial adalah dukungan sosial yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya dukungan sosial akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial; (2) sumber natural, dukungan sosial yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupanya secara spontan dengan orang-orang yang berada disekitarnya, misalnya anggota keluarga, teman dekat atau relasi, dan orang lain, dukungan ini bersifat nonformal. Sumber dukungan sosial yang terpenting adalah keluarga dan sahabat atau teman,


(51)

Dukungan keluarga sangat berperan dalam menjaga atau mempertahankan integritas seseorang baik fisik maupun psikologis. Menurut Taylor (2006) mengatakan bahwa orang yang berada dalam keadaan stres akan mencari dukungan sosial dari orang lain sehingga dengan adanya dukungan tersebut maka diharapkan dapat mengurangi tingkat stres maupun depresi. Selain berperan dalam melindungi seseorang terhadap sumber stres, dukungan keluarga juga memberikan pengaruh positif terhadap kondisi kesehatan seseorang. Seseorang dengan dukungan keluarga yang tinggi akan dapat mengatasi stresnya dengan lebih baik. Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang berhubungan paling dekat dengan pasien.

Keluarga menjadi unsur penting dalam kehidupan seseorang karena keluarga merupakan sistem yang didalamnya terdapat anggota-anggota keluarga yang saling berhubungan dan saling ketergantungan dalam memberikan dukungan, kasih sayang, rasa aman, perhatian, yang secara harmonis menjalankan perannya masing-masing untuk mencapai tujuan bersama (Friedman, Bowden, & Jones, 2003). Selain keluarga, sahabat atau teman juga dapat dijadikan sebagai pemberi dukungan memang berada setelah anggota keluarga, namun hal ini tidak berarti bahwa dukungan sosial dari sahabat atau teman kurang bermanfaat.

Penelitian Claudie, Thomas dan Thomas (2012) menemukan bahwa di Amerika dukungan sosial dari anggota keluarga atau teman pada pasien yang sedang menjalani hemodialisis dapat meningkatkan kesehatan emosional dan fisik dimana terlihat dapat memberikan perlindungan dari hal-hal yang buruk selama 3 kali dalam seminggu menjalani prosedur hemodialiasis.


(52)

Penelitian Karadag, Kilic dan Metin (2013) didapatkan bahwa rata-rata pasien hemodialisis yang mendapat dukungan dari pasangan ( suami/istri) yang tinggal bersama ditemukan secara signifikan lebih tinggi dari pada mereka yang tidak mempunyai pasangan hidup. Dalam penelitian ini juga dikatakan bahwa pasangan dan keluarga adalah orang yang paling penting dalam memberikan dukungan emosional kepada pasien, dimana pasien yang menjalani hemodialisis mengalami masalah-masalah seperti perubahan gaya hidup dan peran.

2.3.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektifitas Dukungan Sosial

Sarafino (2006) mengatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dukungan sosial adalah : (1) pemberi dukungan sosial, dukungan yang diterima melalui sumber yang sama akan lebih mempunyai arti dari pada yang berasal dari sumber yang berbeda-beda setiap saat. Hal ini berkaitan dengan kesinambungan dukungan yang diberikan yang akan memberikan keakraban dan tingkat kepercayaan penerima dukungan; (2) jenis dukungan yang diterima akan mempunyai arti bila dukungan itu bermanfaat dan sesuai dengan situasi yang dihadapi, seperti orang yang kurang pengetahuan, dukungan informatif yang diberikan akan lebih bermanfaat baginya; (3) penerima dukungan, karakteristik atau ciri-ciri penerima dukungan akan menentukan keefektifan dukungan yang diperoleh. Karakteristik tersebut diantaranya kepribadian, kebiasaan, dan peran sosial. Proses yang terjadi dalam pemberian dan penerimaan dukungan itu dipengaruhi oleh kemampuan penerima dukungan untuk mencari dan mempertahankan dukungan yang diperoleh; (4) lama atau singkatnya pemberi


(53)

dukungan tergantung pada kapasitas pemberi dukungan untuk memberikan dukungan selama suatu periode tertentu.

Hal ini didukung oleh penelitian Gencoz dan Astan (2006) mengatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara adanya dukungan sosial yang dirasakan dengan kepuasan menerima dukungan sosial, dalam penelitian ini juga mengatakan bahwa ketersediaan dukungan sosial dapat mengurangi gejala depresi pada pasien hemodialisis.

2.3.5 Manfaat Dukungan Sosial

Manfaat dukungan sosial dapat dilihat dari tiga dimensi yaitu dimensi

emotional support yaitu memberikan kenyamanan fisik dan psikologis, perhatian, penghargaan kepada individu, dimensi Cognitive support yaitu mendapatkan informasi, pengetahuan dan nasehat, dimensi material support yaitu mendapatkan bantuan atau pelayanan berupa sesuatu barang dalam mengatasi masalah (Sarafino, 2006). Orang yang berada dalam keadaan stres akan mencari dukungan sosial dari orang lain sehingga dengan adanya dukungan tersebut maka diharapkan dapat mengurangi tingkat stres dan depresi. Selain berperan dalam melindungi seseorang terhadap stres, dukungan sosial juga memberikan pengaruh positif terhadap kondisi kesehatan seseorang (Taylor, 2006).

Hal ini didukung oleh penelitian Tel dan Tel (2011) menunjukkan bahwa dukungan sosial dapat membantu untuk meningkatkan kondisi kesehatan pasien dan untuk beradaptasi dengan pengobatan hemodialisi. Hal ini juga didukung oleh pendapat Neri et al. (2010) dukungan sosial dari tim kesehatan dapat membantu pasien mengurangi penyakit berkaitan dengan gangguan kegiatan sehari-hari


(54)

sehingga pasien dihargai akhirnya meningkatkan harga diri dan kesehatan pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodilisis.

2.3. Kerangka Konsep Penelitian

Hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada penelitian ini berdasarkan dari tinjauan pustaka tentang: 1) dukungan sosial, 2) tingkat depresi. Selanjutnya kerangka konsep dapat dijelaskan sebagai berikut:

2.4.1 Dukungan sosial

Penelitian ini menggunakan konsep Cohen karena menguraikan tentang komponen dari dukungan sosial yang sangat relevan dengan penelitian ini. Menurut Cohen komponen dukungan sosial terdiri dari empat macam yaitu : (1) dukungan emosional; (2) dukungan penghargaan/ appraisal; (3) dukungan instrumental; (4) dukungan informasional.

2.4.2 Depresi

Penelitian ini menggunakan konsep Hamilton (1960). Konsep ini untuk menilai ada atau tidak depresi, depresi ringan, sedang dan depresi berat, dan gejala depresi yang muncul berupa suasana hati depresi, perasaan bersalah, tidak berguna, ide bunuh diri, insomnia, agitasi atau retardasi, kecemasan, penurunan berat badan, dan gejala somatik.

Peneliti akan menggunakan kedua konsep tersebut sebagai kerangka konsep untuk melihat hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisi di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Kerangka konsep dalam penelitian ini tergambar pada skema dibawah ini:


(55)

Skema 2.1 Kerangka konsep penelitian Dukungan Sosial :

-Dukungan emosional : mengekspresikan

melalui perasaan positif yang berwujud empati, perhatian dan kepedulian terhadap individu

-Dukungan penghargaan/appraisal :

memberikan penilaian positif terhadap individu, penghargaan, umpan balik dan meningkatkan harga diri individu.

-Dukungan instrumental : memberikan

bantuan langsung baik materi maupun jasa.

-Dukungan informasional : memberikan

saran, nasehat,bimbingan dan informasi.

Tingkat Depresi :

- Tidak depresi - Depresi ringan - Depresi sedang - Depresi berat


(56)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif korelasional, yaitu suatu metode yang bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel atau lebih dan tidak dilakukan manipulasi pada variabel tersebut (Polit & Beck, 2012). Metode korelasi pada penelitian ini dilakukan dengan pendekatan cross sectional, yaitu mencari hubungan antara variabel independen dan variabel dependen dengan melakukan pengukuran sesaat pada waktu observasi (Arikunto, 2006). Metode korelasi pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di ruang hemodialisis RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan. Alasan memilih rumah sakit ini karena memiliki ruang hemodialisis yang berkapasitas besar, yaitu memiliki 38 unit mesin hemodialisis. Kunjungan pasien hemodialisis di rumah sakit ini cukup tinggi setiap tahun terjadi peningkatan dan merupakan rumah sakit rujukan di sekitar Sumatera Utara, selain itu rumah sakit ini juga merupakan rumah sakit pendidikan.


(57)

3.2.2 Waktu penelitian

Penelitian ini dilakuan secara bertahap dimulai dengan penyusunan proposal tesis pada bulan September 2013, seminar proposal tesis pada tanggal 12 Maret 2014 dan dilanjutkan dengan pengambilan data di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan dimulai pada tanggal 1 Mei sampai dengan 12 Mei 2014.

3.3. Populasi dan Sampel

3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang menjalani terapi hemodialisis di unit hemodialisis RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan Tahun 2013 berjumlah 184 orang.

3.3.2. Sampel

Sampel adalah bagian atau elemen dari populasi yang diharapkan mewakili karakteristik populasi tersebut (Polit & Beck, 2012). Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin (Riduwan, 2005).

Keterangan:

n = Ukuran Sampel N= Ukuran populasi

e = Persen kelonggaran (0,05)


(58)

Dengan demikian, jumlah pasien hemodialisis yang dijadikan sampel penelitian ini adalah 126 orang. Pengambilan sampel dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode

probability sampling dengan cara teknik simple random sampling. Teknik ini merupakan teknik pengambilan sampel paling sederhana. Pemilihan sampel pada penelitian ini dilakukan tanpa harus memperhatikan strata yang ada pada populasi tersebut, pada metode ini dibuat kerangka sampling terlebih dahulu yang meliputi kode yang akan dipilih (Polit & Beck, 2012).

3.3.3. Kriteria inklusi

Sampel yang diambil pada penelitian ini harus memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut:

a). Bersedia menjadi responden b). Berusia lebih dari 18 tahun

c). Menjalani terapi hemodialisis regular 1-2 kali dalam seminggu pada pasien rawat jalan

d). Pasien yang menjalani hemodialisis kurang dari 6 tahun. e). Kesadaran compos mentis

Sedangkan kriteria eksklusi dalam penelitian ini :

a). Pasien mengalami penurunan kesadaran dan komplikasi selama penelitian berlangsung sehingga sulit untuk mengisi kuesioner.


(59)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data dukungan sosial, data depresi, dan data demografi pasien hemodialisis. Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini terdiri dari prosedur administratif dan prosedur pelaksanaan. 3.4.1 Prosedur Administratif

Prosedur administratif pada penelitian ini dimulai dengan mengajukan surat lulus uji etik (ethical clearance) kepada lembaga etik penelitian yaitu komisis etik penelitian kesehatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Setelah surat lulus uji etik dikeluarkan, peneliti mengajukan permohonan izin untuk melaksanakan penelitian kepada Direktur rumah sakit Dr.Pirngadi Kota Medan. Setelah surat izin penelitian dikeluarkan selanjutnya peneliti meminta izin kepada kepala ruangan unit hemodialisis dan menjelaskan tujuan dan membuat kontrak kerja terhadap lamanya penelitian dilakukan.

3.4.2 Prosedur pelaksanaan

Tahap pelaksanaan dalam penelitian ini dimulai dengan memilih sampel penelitian dengan cara simple random sampling. Dirumah sakit Dr. Pirngadi terdiri dari 38 unit mesin hemodialisis, pasien yang menjalani hemodialisis terdiri dari dua sesi, sesi yang pertama dimulai pada jam delapan pagi dan selesai jam 12.30 wib siang, kemudian dilanjutkan dengan sesi kedua yaitu sekitar jam 1 siang.Hal selanjutnya yang dilakukan adalah membuat kerangka sampling dengan mengidentifikasi jumlah responden yang datang kemudian sampel yang dipilih sesuai dengan kriteria inklusi dengan menentukan nomor urut bed responden disini menggunakan nomor urut ganjil. Responden yang telah sesuai dengan


(60)

kriteria inklusi diberikan penjelasan tentang tujuan penelitian dan persetujuan responden untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani informed consent.

Pelaksanakan penelitian dilakukan sendiri oleh peneliti tanpa dibantu asisten peneliti, peneliti mulai memberikan kuesioner 1 jam setelah proses hemodialisis berlangsung, dalam mengisi kuesioner semua responden minta dibacakan karena ada beberapa responden yang belum dipasang cemino sehingga tidak boleh banyak bergerak, mengatakan pusing, tidak kelihatan. Sambil membacakan kuesioner dukungan sosial, depresi, dan data demografi peneliti juga mengamati tanda objektif dari depresi kemudian diisi peneliti dilembar observasi setelah selesai membacakan koesioner

3.5 Validitas dan Reabilitas Instrumen

Instrumen penelitian yang baik harus memenuhi dua persyaratan yang penting yaitu pengujian validitas dan reliabilitas. Validitas adalah sejauh mana instrumen mengukur apa yang seharusnya diukur (Polit & Beck, 2012). Validitas isi merupakan sejauh mana item instrumen mengukur area yang diteliti. Ada berbagai pendekatan untuk menilai validitas isi dengan menggunakan panel ahli yang sesuai dengan area yang diteliti, yaitu pendekatan yang melibatkan perhitungan indek validitas isi (CVI) (Polit & Beck, 2012).

CVI digunakan untuk mengukur tingkat kesepakatan antara expert. Untuk menilai relevansi dari masing-masing item, dengan menggunakan skala terdiri dari: tidak relevan (1), agak relevan (2), cukup relevan (3) dan sangat relevan (4). Jika expert memberikan peringkat 3 atau 4 kemudian dibagi dengan jumlah expert, maka nilai 0.80 dianggap nilai yang dapat diterima (Polit & Beck, 2012).


(61)

Kuesioner dukungan sosial jumlah pernyataan yang dibuat peneliti sebanyak 34 pernyataan setelah dilakukan conten validitas dengan lima expert ada 12 item pernyataan yang dihilangkan karena isi pernyaatannya sama hanya membedakan positif dan negatif saja, pernyataan direvisi menjadi 22 pernyataan, menurut expert peryataan nomor 12, 16, 18, dan 20 perlu direvisi agar lebih khusus untuk pasien hemodialisis.

Peneliti merevisi butiran nomor 12 “keluarga menyediakan biaya transportasi dan perawatan hemodialisa atau cuci darah saya” direvisi menjadi “ keluarga menyediakan biaya transportasi untuk saya dalam menjalani hemodialisis regular”, butiran nomor 16 “keluarga berusaha untuk membelikan peralatan seperti cemino yang saya perlukan”, direvisi menjadi “keluarga berusaha mempersiapkan dana dan waktu untuk pemasangan cemino, double lumen, tunnel yang saya perlukan untuk akses vascular dialisis”, butiran nomor 18 “ keluarga mengingatkan saya untuk kontrol, minum obat, istirahat, dan makan makanan yang sehat” direvisi menjadi “keluarga mengingatkan saya untuk jadwal dialisis, minum obat, istirahat dan pembatasan minum yang sesuai untuk pasien hemodialisis”, butiran nomor 20 “tim kesehatan (dokter/perawat) memberikan saran-saran untuk kesembuhan penyakit saya” direvsi menjadi “tim kesehatan (dokter/perawat) memberikan saran-saran agar kondisi saya tetap stabil” dan mempunyai nilai Content Validity Index (CVI) 0,87 berdasarkan nilai tersebut maka kuesioner dianggap valid.

Reliabilitas adalah suatu indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur dapat dipercaya dan dapat diandalkan. Suatu kuesioner dinyatakan handal


(62)

atau reliabel jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan konsisten dan stabil dari waktu ke waktu. Pengujian reliabilitas dapat menggunakan uji statistik Cronbach’s alpha. Cronbach’s alpha yang baik adalah yang semakin mendekati 1. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika nilai Cronbach’s alpha

sekitar 0.70 mungkin adekuat (terutama untuk subskala), tetapi koefisien 0.80 atau lebih sangat baik (Polit & Beck, 2012).

Kuesioner depresi menggunakan Hamilton Rating Scale Depresi (HRSD-17) yang dibuat oleh Hamilton, tidak dilakukan uji validitas dan reliabilitas karena instrumen tersebut sudah valid dengan nilai 0,84 dan reliabel. Pada tahun 2007 dilakukan penelitian untuk mengetahui reliabilitas kuesioner HRDS-17 di Turky, hasilnya menunjukkan semua item mempunyai reliabilitas yang baik yaitu rentang nilai 0,87-0,98 (Gencoz, Gencoz, & Soykan, 2007).

Kuesioner dukungan sosial sebelum digunakan terlebih dahulu dilakukan uji reliabilitas kepada 30 orang pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis di rumah sakit umum daerah Kota Langsa dengan alasan memiliki karakteristik yang relatif sama, hasil uji reliabilitas untuk kuesioner dukungan sosial adalah 0.73.

3.6. Variabel dan Defenisi Operasional

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah dukungan sosial (variabel independen) dan tingkat depresi (variabel dependen).


(63)

Tabel 3.2 Variabel Independen dan Defenisi Operasional Variabel indevende n Defenisi Operasional

Alat Ukur dan Cara Ukur

Hasil Ukur Skala

Dukungan sosial

Dukungan yang didapat dari

keluarga, teman, dan orang lain, berupa perhatian,kepedulian, empati, kasih sayang. motivasi untuk maju, penghargaan, dan pemberian semangat, pemberian bantuan langsung barang maupun jasa, pemberian nasehat, saran, penghargaan dan pemberian umpan balik mengenai apa yang dilakukan

Alat ukur : Menggunakan kuesioner

Cara ukur : Mengakumulasi skor dari 22 item penyataan (16 item pernyataan positif dan 6 item pernyataan negatif ) dengan rentang nilai untuk pernyataan positif 1 sampai 5, untuk

pernyataan negatif 5 sampai 1 Nilai skor maksimal adalah 110, dibedakan menjadi 3 kelompok: 82-110 baik 52-81 cukup 22-51 kurang Interval

Tabel 3.2 Variabel Dependen dan Defenisi Operasional

Variabel Dependen

Defenisi Operasional

Alat Ukur dan Cara Ukur

Hasil Ukur Skala

Tingkat Depresi

Keadaan abnormal pada seseorang yang ditunjukakan dengan munculnya beberapa gejala seperti perubahan suasana hati berupa kesedihan, kesepian, menyalahkan diri sendiri, perubahan fungsi fisik seperti gangguan tidur, makan, kehilangan nafsu seks.

Alat ukur : Menggunakan kuesionerdan observasi Cara ukur : Mengakumulasi skor dari 17 item penyataan rentang nilai 0 sampai 2 dan 0 sampai 4 Nilai skor maksimal adalah 66, dibedakan menjadi 4 kelompok:

- 0-6 tidak depresi - 7-17 depresi

ringan - 18-24 depresi

sedang - 25-54 depresi

berat

Interval

3.7 Metode Pengukuran


(64)

Rating Scale Depresi) serta data demografi. Pengukuran dimulai dengan data demografi pasien yang meliputi : umur, jenis kelamin, agama, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan dan lamanya pasien menjalani hemodialisis. Selanjutnya pengukuran dukungan sosial menggunakan kuesioner disusun oleh peneliti dengan menggunakan skala likert yang terdiri dari 22 item pertanyaan yang mempunyai 5 alternatif jawaban yaitu: tidak pernah diberi nilai 1, jarang diberi nilai 2, kadang-kadang diberi nilai 3, sering diberi nilai 4, dan selalu diberi nilai 5. Pemberian skor untuk skala ini mulai dari 1 sampai 5 pernyataan positif, sedangkan untuk item pernyataan negatif mulai dari 5 sampai 1. Total skor 110 dikatakan dukungan baik jika skor 82-110, cukup jika skor 52-81, kurang jika skor 22-51.

Penilaian tingkat depresi menggunakann kuesioner Hamilton Rating Scale Depression (HRSD-17) yang di buat oleh Hamilton terdiri dari 17 item pernyataan yang berbahasa inggris, sebelum digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu meminta izin kepada admin HRDS, setelah mendapat izin kemudian dilakukan translation pada lembaga bahasa, kuesioner HRDS-17 mempunyai empat alternatif jawaban yaitu : Tidak ada diberi nilai 0, ringan diberi nilai 1, sedang diberi nilai 2-3, berat diberi nilai 4. Skor yang diperoleh dalam skala ini adalah total dari nilai responden yang diberikan. Interprestasi yang digunakan dalam total skor tingkat depresi adalah: tidak depresi: 0-6, depresi ringan 7-17, depresi sedang: 18-24, depresi berat: 25-54, skala ukur interval.


(65)

Tabel 3.3 Nomor Pernyataan berdasarkan Komponen Dukungan Sosial

No Komponen Jumlah pertanyaan No pertanyaan

1. 2. 3. 4. Dukungan emosional Dukungan penghargaan Dukungan instrumental Dukungan informasional 6 5 5 6 1,2,3,4,5,6 7,8,9,10,11 12,13,14,15,16 17,18,19,20,21,22

3.8 Metode Analisis Data

Analisa dalam penelitian ini melalui dua tahapan. Tahap pertama, yaitu analisa univariat yang bertujuan untuk menjelaskan dan mendiskripsikan setiap variabel penelitian. Sedangkan tahap kedua yaitu, analisa bivariat yang digunakan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.

3.8.1 Analisis Univariat

Analisis univariat merupakan analisis pada satu variabel. Tujuan analisis ini adalah untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel penelitian. Data katagorik dijelaskan dengan nilai jumlah dan persentase masing-masing kelompok. Penyajian masing-masing variabel dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi dan diinterpretasikan berdasarkan hasil yang diperoleh.

3.8.2 Analisis Bivariat

Analissis bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel. Analisis bivariat dilakukan untuk membuktikan hipotesa penelitian yaitu adakah hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat depresi pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. Analisis bivariat dalam


(66)

moment correlation coefficient juga biasa disebut Pearson r, variabel yang diukur dengan skala interval atau rasio. Koefisien korelasi Pearson r untuk mencari hubungan antara kedua variabel dan melihat kekuatan dan arah hubungan (Polit & Beck 2012). Jika nilai p < 0.05, maka dinyatakan adanya korelasi (Ha diterima), dan sebaliknya jika nilai p> 0.05, maka dinyatakan tidak ada korelasi (Ho diterima). Interpretasi koefisien korelasi dinyatakan bahwa kekuatan sangat rendah dengan nilai 0.00-0.19, rendah 0.20-0.39, sedang 0.40-0.59, kuat 0.60-0.79, sangat kuat 0.80-1.00 (Sugiyono, 2011).

Sebelum analisis data dilakukan, terlebih dahulu harus dilakukan uji asumsi. Adapun asumsi untuk korelasi Pearson r adalah uji normalitas, outlier dan linearitas yaitu: uji normalitas dilakukan untuk mengetahui data berdistribusi normal. Pengujian normalitas dilakukan dengan melihat grafik histrogram dan kurva normal bila bentuknya menyerupai bel shape berarti distribusi normal, kemudian melihat nilai signifikansi uji kolmogorov-smirnof. Interpretasi dari uji ini adalah jika angka signifikan > 0.05 maka data mempunyai distribusi normal, kemudian lihat outlier merupakan nilai yang berada diluar kisaran normal. Outlier dapat dilihat pada boxplot. Uji linearitas dengan melihat nilai signifikansi linearity

dan signifikansi deviation from linearity (Polit & Beck, 2012).

3.9 Pertimbangan Etik

Penelitian yang dilakukan dengan memperhatikan prinsip-prinsip etik penelitian. Kegiatan pertama yang dilakukan adalah mengajukan surat lulus

ethical clearance kepada lembaga etik penelitian yaitu Komisi Etik Penelitian Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Penelitian mulai dilaksanakan


(67)

setelah mendapat izin ethichal clearance. Dalam pelaksanaan penelitiansebaiknya peneliti melindungi responden dengan memperhatikan aspek penelitian yaitu Self determination setelah diberi penjelasan tentang penelitian yang akan dilakukan, pasien diberi kebebasan untuk menentukan turut serta atau tidak dalam penelitian tanpa diberi sanksi apapun. Selain itu, peneliti menjamin bahwa keputusan yang diambil tidak berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan yang akan diterima, setelah responden bersedia maka diminta untuk menandatangani formulir

informed consent, dan tidak mencantumkan nama lengkap responden namun hanya inisial dalam kuesioner serta confidentiality, semua informasi yang diberikan oleh responden dijamin kerahasiannya.


(68)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan diunit hemodialisis rumah sakit umum Dr.Pirngadi Kota Medan. Rumah sakit umum Dr.Pirngadi didirikan tanggal 11 Agustus 1928 oleh pemerintah kolonial Belanda beralamat di jalan Prof.H.M. Yamin, SH, No. 17. Pada tahun 1950 sampai dengan 1952 rumah sakit umum Dr.Pirngadi mempunyai peran yang sangat penting dalam sejarah proses pendirian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, karena salah satu syarat pendirian Fakultas Kedokteran tersebut harus ada Rumah Sakit sebagai pendukung disamping harus adanya dosen pengajar yang saat itu pada umumnya adalah para dokter yang bekerja di Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi. Tanggal 20 Agustus 1952 adalah berdirinya Fakultas Keperawatan USU, maka Rumah Sakit Dr. Pirngadi secara otomatis sebagai teaching hospital (Rumah Sakit Pendidikan) dipakai sebagai tempat kepanitraan klinik mahasiswa kedokteran USU.

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah rumah sakit umum Dr.Pirngadi pada tanggal 27 Desember 2001 diserahkan kepemilikannya dari pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada Pemerintah Kota Medan. Rumah sakit Dr.Pirngadi merupakan rumah sakit tipe B, dan pada tanggal 10 April 2007 Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan resmi menjadi rumah sakit Pendidikan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor : 433/Menkes/SK/IV/2007


(69)

4.2 Deskripsi Karakteristik Responden

Hasil penelitian karakteristik responden didapatkan bahwa mayoritas responden berusia 46-55 tahun yaitu sebanyak 52 orang (41,20%), mayoritas berjenis kelamin laki-laki sebanyak 69 orang (54,80%), mayoritas responden bersuku batak yaitu 62 orang (49,20%), mayoritas responden beragama islam yaitu 75 orang (59,50%). Mayoritas tingkat pendidikan terakhir SMA yaitu 50 orang (39,70%), mayoritas status menikah yaitu 105 orang (83,30%), mayoritas responden sudah tidak bekerja lagi yaitu sebanyak 61 orang (48,80%), lama menjalani hemodialisis 1-3 tahun sebanyak 63 orang (50,00%). Distribusi frekuensi karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 4.1 :


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

Tingkat Kepatuhan Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis Reguler dalam Menjaga IDWG Normal di RSUP H. Adam Malik Medan September-Oktober 2014

3 73 81

Hubungan Pasien Gagal Ginjal Kronis yang Menjalani Hemodialisis Terhadap Sensitivitas Pengecapan di Klinik Spesialis Ginjal dan Hipertensi Rasyida Medan

3 100 81

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KUALITAS HIDUP PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK YANG MENJALANI Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisa Di Rsud Moewardi Surakarta.

0 5 15

Hubungan Dukungan Sosial Dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan

1 1 19

Hubungan Dukungan Sosial Dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan

0 0 6

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hemodialisis 2.1.1 Definisi - Hubungan Dukungan Sosial Dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan

0 1 26

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Dukungan Sosial Dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan

0 0 8

Hubungan Dukungan Sosial Dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis di RSUD Dr.Pirngadi Kota Medan

0 0 17

HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT DEPRESI PASIEN GAGAL GINJAL KRONIK DENGAN HEMODIALISA DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Depresi Pasien Gagal Ginjal Kronik dengan Hemodialisis di RS PKU

0 0 17

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN DEPRESI PADA PASIEN GAGAL GINJAL YANG MENJALANI HEMODIALISIS - Bina Darma e-Journal

0 0 13