Jenis Kayu Bangunan dan Komponen Bangunan dari Kayu Penerapan Pengawetan Kayu Di Indonesia

III. PENGAWETAN KAYU BANGUNAN

UNTUK GEDUNG DAN PERUMAHAN

A. Jenis Kayu Bangunan dan Komponen Bangunan dari Kayu

Kayu umumnya banyak digunakan sebagai bahan bangunan perumahan dan perkantoran, jalan bantalan rel kereta api dan jembatan, maupun fungsi khusus lainnya tiang teleponlistrik atau menara pendingin. Untuk bangunan gedung dan perumahan, kayu yang biasa dipakai adalah jenis komersial dan didominasi jenis-jenis seperti meranti, kapur atau kamper, keruing, kempas, bangkirai dan kayu-kayu campuran dari luar jawa. Persyaratan yang dituntut dari suatu bangunan, dalam hal ini perumahan adalah : a. Strukturnya kuat, kokoh dan aman dihuni b. Tahan sampai umur pakai yang direncanakan c. Ekonomis, dapat dijangkau masyarakat banyak d. Fungsional, dapat dipergunakan secara nyaman untuk tempat tinggal e. Penampilan dan bentuknya cukup menarik Komponen bangunan dari kayu selain memenuhi syarat struktural kekuatannya juga memenuhi umur pakai yang lama sesuai yang diharapkan. Tindakan pengawetan terhadap komponen bangunan dari kayu akan meningkatkan kayu dari kelas awet yang rendah menjadi kelas awet yang tinggi. Metode pengawetan maupun jenis bahan pengawet yang dipakai akan tergantung pada tujuan penggunaan komponen tersebut sehingga memenuhi prasyarat retensi dan penetrasinya. Kayu untuk kontruksi dibawah atap, seperti kuda-kuda dan rangka atap reng, usuk, gording, pengawetan secara sederhana dapat dipertimbangkan asalkan kontruksi baik sehingga tidak bocor sewaktu hujan. Untuk yang behubungan langsung dengan udara luar, seperti misalnya lis plang retensinya harus cukup tinggi. Begitu juga untuk kerangka, balok-balok pemikul, kusen daun pintu dan jendela, dinding, balok lantai dan papan lantai. Untuk kayu yang berhubungan dengan pondasi diperlukan perhatian khusus dengan meningkatkan retensinya, sehingga serangan rayap tanah dan pelapukan jamur dapat dihindari. Ridwanti Batubara : Teknologi Pengawetan Kayu Perumahan dan Gedung dalam Upaya Pelestarian Hutan, 2006 USU Repository © 2006

B. Penerapan Pengawetan Kayu Di Indonesia

Bahan pengawet kayu merupakan pestisida yang berbahaya dan beracun terhadap manusia dan lingkungan. Pemerintrah sangat memperhatikan hal tersebut serta membuat peraturan untuk melindungi keselamatan manusia, dan mahluk hidup bukan sasaran serta menghindari kontaminan lingkungan akibat pemakaian bahan pengawet. Peraturan penggunaan pestisida telah diatur dengan PP No. 7 tahun 1973 tentang “Pengawasan atas peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida”. Peredaran pestisida di Indonesia diatur oleh Surat Keputusan Meneri Pertanian, yang dalam pelaksanaan pengawasannya dibantu oleh suatu komisi. Untuk itu telah dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian RI No. 280KptsUm61973 tentang “Prosedur permohonan pendaftaran dan ijin pestisida”, dan dalam pelaksanaannya Menteri Pertanian dibantu oleh Komisi Pestisida Kompes. Kompes berwenang menilai suatu efikasi pestisida, tingkat keamanan terhadap manusia dan lingkungan dan persyaratan teknis lainnya dan memberi masukan kepada Menteri Pertanian. Bahan pengawet yang dinilai oleh Kompes sangat berbahaya bagi manusia dan lingkungan dengan toksisitas tinggi serat bersifat persisten dilarang digunakan di Indonesia. Pada tanggal 26 Januari 1980 telah diterbitkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 59KptsUm11980 yang isinya melarang penggunaan pestisida yang mengandung bahan aktif pentakhlorofhenol. Larangan tersebut diperkuat dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 349KpIX1982 tanggal 14 September 1982 tentang larangan mengimpor, memperdagangkan, dan mengedarkan pestisida pentakhlorofhenol dan garamnya. Dengan kedua surat keputusan tersebut berarti di indonesia saat ini harus tidak ada lagi bahan penmgawet yang mengandung pentakhlorofhenol baik yang diperdagangkan maupun digunakan. Namun menurut Djarwanto dan Abdurrahim 2000, berdasarkan pengamatan di beberapa lokasi penerbangan ramin, menunjukkan masih terjadi pelanggaran secara sembunyi-sembunyi yang diduga masuknya bahan pengawet tersebut tidak legal, karena Indonesia pada saat ini belum mampu membuat bahan pengawet kayu. Ridwanti Batubara : Teknologi Pengawetan Kayu Perumahan dan Gedung dalam Upaya Pelestarian Hutan, 2006 USU Repository © 2006 Penelitian mengenai pengawetan kayu telah mendorong lahirnya kebijakan pemerintah, yang menunjukkan perhatian terhadap kelestrarian hutan kayu sekaligus melindungi konsumen kayu dari kerugian akibat cepat rusaknya kayu oleh organisme perusak. Pada tahun 1987 telah terbit Standar Kayu Bangunan Indonesia No. SKBI.3.6.53.1987. UDC = 674. 0674 dan SKBI.4.3.53.987.UDC=674.048.001.1 sebagai lampiran Surat Keputusan Menteri Pekerjaan Umum no. 38Kpts1987 sebagai lampiran Surat Keputusaan Menteri Kehutanan no. 001Kpts1988. Sebagi penjabaran SKI telah terbit petunjuk teknis pengawetan kayu bangunan perumahan. Khusus dibidang peningkatan kualitas kayu yang langsung berkaitan dengan ke-PU-an telah terbit beberapa standar yaitu SNI.03-24-04-1991 tentang Tata Cara Pencegahan Rayap Pada Pembuatan Bangunan Rumah dan Gedung, SNI.03-2405-1991 tentang Tata Cara Pencegahan Rayap Pada Pembuatan Bangunan Rumah dan Gedung dengan Termisida, SKBI 4.3.53.1988 tentang Spesifikasi Kayu Awet Untuk Perumahan dan Gedung, dan SNI 03-3233-1992 tentang Panduan Pengawetan Kayu Dengan Cara Pemulasan, Pencelupan dan Perendaman. Sampai berbagai peraturan diatas dikeluarkan, peraturan tentang pengawetan kayu masih mengandung kelemahan sehingga perlu disempurnakan antara lain : a. Masih tercantumnya bahan pengawet yang dilarang yaitu PCP Pentaclorophenol. b. Belum dicantumkan cara pengawetan dengan menggunakan metode tekanvakum, padahal metode ini sudah lama prakteknya di Indonesia. c. Belum adanya ukuran baku contoh uji untuk pengujian penetrasi bahan pengawet, serta pengujian laboratorium atau lapangan terhadap organisme perusak kayu. d. Untuk bahan pelarut minyak tidak ada daftar persyaratan retensi dan penetrasi. e. Belum adanya petunjuk pengawetan untuk panel-panel kayu kayu lapis, papan partikel, papan serat dll. SNI 03-3233-1992 disempurnakan lagi dengan SNI 03-3528-1994 tentang Pengawetan Kayu Untuk Rumah dan Gedung dan SNI 03-5010.1-1999 tentang Pengawetan Kayu Untuk Perumahan dan Gedung yang terbaru revisi Ridwanti Batubara : Teknologi Pengawetan Kayu Perumahan dan Gedung dalam Upaya Pelestarian Hutan, 2006 USU Repository © 2006 SNI 03-3528-1994, namun masih belum mencantumkan petunjuk pengawetan untuk panel-panel kayu kayu lapis, papan partikel, papan serat dll. Dikeluarkannnya standar dan SK tersebut dimaksudkan agar dalam pemakaian kayu tidak terjadi pemborosan sumberdaya hutan, dan untuk menekan pentingnya konservasi sumberdaya hutan tersebut maka perlu diperkuat secara politis oleh Keputusan Presiden. GBHN tahun 1995 telah mengamanatkan pembangunan perumahan dan pemukiman terus ditingktkan dan dikembangkan baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Hal ini berkaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang merupakan salah satu tujuan pembangunan. Dalam hal pembangunan perumahan tersebut berbagai kebijakan dan langkah strategis telah dan perlu dicanangkan, termasuk pengaturan wilayah, pengelolaan lahan pemukiman, pengaturan prasarana lingkungan, penyediaan bahan bangunan dan industri kontruksi, pembiayaan serta kelembagaan pendukung. Sementara itu pengawetan kayu sebagai proses peningkatan kualitas kayu bangunan, termasuk memperpanjang masa pakainya tidak diragukan lagi. Ditinjau dari kepentingan makro, pengawetan kayu bangunan dapat memegang peranan penting dalam : 1 perlindungan terhadap aset nasional berupa perumahan, 2peningkatan efisiensi pemanfaatan sumberdaya hutan yang kian hari makin menipis. Ditinjau dari segi masyarakat pemakai bangunan konsumen, pengawetan kayu bangunan memberi peluang untuk menikmati bangunan berkualitas tinggi dalam jangka panjang. Sedangkan ditinjau dari kepentingan dunia usaha produsen, implementasi pengawetan dapat membuka peluang usaha baik untuk pasar dalam negeri maupun untuk ekspor. Namun pandangan ini kurang memasyarakat dan sertifikasi kayu awetan masih belum menjadi orientasi konsumen ketika menggunakan kayu untuk bangunan. Ridwanti Batubara : Teknologi Pengawetan Kayu Perumahan dan Gedung dalam Upaya Pelestarian Hutan, 2006 USU Repository © 2006

IV. NILAI EKONOMI KAYU DAN KETERSEDIANYA DI HUTAN