2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupun hewan. Sebelum ekstraksi dilakukan biasanya bahan-
bahan dikeringkan terlebih dahulu kemudian dihaluskan pada derajat kehalusan tertentu Harborne, 1987.
Beberapa metode ekstraksi dengan mengggunakan pelarut yaitu: A. Cara dingin
1. Maserasi Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman
menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi
kinetic sedangkan yang dilakukan pengulangan panambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut
remaserasi. 2. Perkolasi
Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur
kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaman bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya penetesanpenampungan ekstrak terus-
menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan. B. Cara panas
1. Refluks
Universitas Sumatera Utara
Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada temperatur tititk didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang
relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 2. Digesti
Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperature lebih tinggi daripada temperature ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50°C. 3. Sokletasi
Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi ektaraksi
kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. 4. Infludasi
Infludasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.
5. Dekoktasi Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada
temperatur 90°C selama 30 menit.
2.3 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah spesies kimia yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya, sehingga dapat menyerang
senyawa-senyawa lain seperti DNA, membran lipid, dan protein. Radikal ini akan merebut elektron dari molekul lain yang ada disekitarnya untuk menstabilkan diri,
sehingga spesies kimia ini sering dihubungkan dengan terjadinya kerusakan sel, kerusakan jaringan, dan proses penuaan Halliwell and Gutteridge, 1999.
Universitas Sumatera Utara
Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah menjurus ke reaksi yang tidak terkontrol,menghasilkan ikatan silang cross-link pada DNA, protein,
lipida, atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada biomolekul ini. Perubahan ini akan menyebabkan proses penuaan. Radikal bebas
juga terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit degeneratif, yakni kanker, aterosklerosis, rematik, jantung koroner, katarak Silalahi, 2006.
Oksigen dijumpai dalam bentuk diatomic molecule. Pada keadaan normal pada rantai pernafasan respiratory chain, oksigen berperan sebagai akseptor
terakhir dari electron. Kemudian bersama-sama 2H
+
akan membentuk satu molekul H
2
O. Selain itu, oksigen dapat menjadi toxic mutagenic gas yang kemudian dikenal sebagai ROS Reactive Oxygen Species. ROS merupakan
senyawa oksigen yang bersifat reaktif. Senyawa ini pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu senyawa oksigen reaktif yang bersifat radikal
seperti radikal superoksida O
2 -
, radikal hidroksil OH·, radikal peroksil RO
2
·, radikal hidroperoksil HO
2
·, dan senyawa oksigen reaktif yang bersifat nonradikal oksidan seperti hydrogen peroksida H
2
O
2
, asam hipoklorat HOCl, ozon O
3
, singlet oksigen -O
2
dan peroksinitrit ONOO Sudiana, 2008. Secara fisiologi tubuh memang menghasilkan ROS radikal bebas atau
oksidan, adapaun sumber penghasil ROS, antara lain mitokondria, fagosit, xanthine oksidase, peroksisome, iskemireper fusi, jalur pada pembentukan asam
arakhidonat, dan sebagainya. Bahan tersebut dihasilkan oleh tubuh untuk membunuh bakteri yang masuk ke dalam tubuh. Namun bila radikal bebas atau
oksidan dihasilkan oleh tubuh secara berlebihan, maka bahan tersebut akan dinetralisir oleh anti radikal bebas atau antioksidan yang dikenal dengan
Universitas Sumatera Utara
Scavenger enzyme, seperti superoksida dismutase SOD, katalase atau glutation peroksidase. Apabila rasio antara radikal bebas atau oksidan lebih besar daripada
antiradikal bebas atau antioksidan, maka keadaan ini dikenal sebagai stress oksidatif. Sudiana, 2008
Keberadaan radikal bebas juga bermanfaat bagi tubuh, yaitu untuk menbunuh komponen pathogen yang menginvasi tubuh. Meskipun demikian,
keberadaaan tidak diharapkan melebihi jumlah antioksidan dalam tubuh. Tubuh diperlengkapi dengan sel-sel inflamasi seperti sel granulosit, monosit, dan
makrofag, yang apat memproduksi senyawa-senyawa yang bersifat oksidan seperti H
2
O
2,
O
2
·
-
, ·OH, ClO
-
, dan O
2
. Senyawa-senyawa ini selain dapat menghancurkan mikroorganisme dapat pula merusak sel-sel jaringan tubuh.
Ketika dalam tubuh terjadi peradangan hebat, hal itu dapat melibatkan sel-sel radang inflammatory cells sehingga menyebabkan kerusakan jaringan.
2.4 Antioksidan