Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas Pada Minyak Kelapa Sawit (Crude Palm Oil) Berdasarkan Standar Nasional Indonesia

(1)

TUGAS AKHIR

Oleh :

MELYA LESTARI NIM 082410033

PROGRAM DIPLOMA III ANALIS FARMASI DAN MAKANAN FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

STANDAR NASIONAL INDONESIA

TUGAS AKHIR

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Ahli

Madya Pada Program Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh :

MELYA LESTARI 082410033

Medan, April 2011

Disetujui Oleh : Dosen Pembimbing,

Dr. Ginda Haro M. Sc., Apt. NIP. 195108161980031002

Disahkan Oleh : Dekan,

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP. 195311281983031002


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Yang Maha Esa lagi Maha Kuasa. Pujian atas nikmat – nikmatnya yang tak pernah henti mengalir dalam kehidupan ini. Meskipun seringkali cobaan itu datang menghampiri selama proses penulisan tugas akhir ini. Karena berkat hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan baik.

Tugas Akhir ini berjudul “ PENETAPAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS PADA MINYAK KELAPA SAWIT (CRUDE PALM OIL) BERDASARKAN STANDAR NASIONAL INDONESIA”. Tugas akhir ini bertujuan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Diploma III Analis Farmasi dan Makanan di Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara.

Dalam pelaksanaan tugas akhir ini penulis banyak menemukan hambatan, namun karena dukungan dan dorongan semua pihak merupakan suata kekuatan lebih untuk menyelesaikan tugas akhir ini. Khususnya dorongan dan dukungan dari kedua orang tua penulis baik moril maupun materil serta do’a. mereka adalah Ayahanda Selamet dan ibunda Sri Ana yang merupakan pemacu semangat penulis dalam penyelesaian tugas akhir ini.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas


(4)

2. Bapak Prof.Dr.Jansen Silalhi, M.app.Sc., Apt, selaku Koordinator Program D-III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera dan dosen wali penulis.

3. Bapak Dr.Ginda Haro, M.Sc., Apt selaku Dosen Pembimbing yang telah

meluangkan waktu untuk memberikan nasehat dan perhatiannya hingga selesainya Tugas Akhir ini.

4. Seluruh dosen/staf pengajar Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Ir. Novira Dwi Santy Artsiwi, beserta Koordinator dan Staf

Laboratorium Unit Pelayanan Teknis Daerah Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (UPTD BPSMB) Medan.

6. Seluruh teman-teman kuliah angkatan 2008 yang tidak bisa disebutkan

satu persatu, namun tidak mengurangi arti keberadaan mereka.

Dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk penulis menyadari isi dari tugas Akhir ini masih ada kekurangan.

Akhir kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pembaca.

Medan, April 2011 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ...i

LEMBAR PENGESAHAN ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL ...viii

DAFTAR LAMPIRAN ...ix

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Tujuan ...3

1.3 Manfaat ...3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...4

2.1 Kelapa Sawit ...4

2.2 Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit ...4

2.2.1 Klasifikasi Kelapa Sawit ...4


(6)

2.2.2.1 Bagian Generatif ...5

2.2.2.2 Bagian Vegetatif ...6

2.3 Ekologi Kelapa Sawit ...6

2.4 Sifat Fisika-Kimia Minyak Kelapa Sawit ...7

2.5 Kandungan Minyak Kelapa Sawit ...8

2.6 Pembentukan Minyak dalam Buah Kelapa Sawit ...9

2.7 Minyak dan Lemak ...10

2.7.1 Minyak ...11

2.7.2 Lemak ...11

2.8 Asam Lemak ...12

2.8.1 Asam Lemak Bebas ...12

2.8.2 Pengaruh Asam Lemak Bebas pada Mutu Minyak Kelapa Sawit ...13

2.8.3 Menghentikan Aktifitas Enzim Lipase ...14

BAB III METODOLOGI ...15

3.1 Alat ...15


(7)

3.3 Prosedur ...16

3.3.1 Pembuatan Pereaksi ...16

3.3.2 Standarisasi NaOH ...16

3.3.3 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas ...17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...19

4.1 Hasil ...19

4.2 Pembahasan ...19

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...22

5.1 Kesimpulan ...22

5.2 Saran ...22

DAFTAR PUSTAKA ...23


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Komposisi Asam Lemak pada Minyak Kelapa Sawit ...8

Tabel 2 Jumlah contoh Uji yang Ditimbang ...17

Tabel 3 Hasil Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas pada

Minyak Kelapa Sawit ...19


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil dan Perhitungan Standarisasi NaOH 0,1 N ...25

Lampiran 2 Perhitungan Kadar asam Lemak Bebas pada


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ) adalah tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili Arecaceae. Nama genus Elaies berasal dari bahasa Elaion atau minyak, sedangkan nama spesies Guinensis berasal dari kata Guinea, yaitu tempat di mana seorang ahli bernama Jacquin menemukan kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea (Ketaren,1986).

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22º - 32ºC. Warna daging buah ialah putih kuning diwaktu masih muda dan berwarna jingga setelah buah matang. Panen kelapa sawit didasarkan pada saat kadar minyak mesokarp mencapai maksimum dan kandungan asam lemak bebas minimum, yaitu pada saat buah mencapai tingkat kematangan tertentu (ripe). Kriteria kematangan yang tepat dapat dilihat dari warna kulit buah dan jumlah buah yang rontok (Ketaren, 1986).

Kelapa sawit mengandung kurang 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 – 40%. Asam lemak yang terdapat dalam kelapa sawit adalah; asam miristat, asam palmitat, asam stearat, asam oleat, asam linoleat. Kandungan karotene dapat mencapai 1000 ppm atau lebih. Kandungan tokoferol bervariasi dan dipengaruhi penanganan selama produksi, selain kandungan tersebut minyak kelapa sawit juga mengandung kandungan gizi yang dinyatakan per 100 gram yaitu; kalori (900 kal), lemak (100 gr), vitamin A (60.000 SI) (Ketaren, 1986; Fauzi, 2004).


(11)

Asam lemak minyak kelapa sawit dihasilkan dari proses hidrolisis, baik secara kimiawi maupun enzimatik. Proses hidrolisis menggunakan enzim lipase dari jamur Aspergillus niger. Asam lemak yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan detergen, bahan softener (pelunak) untuk produksi makanan, tinta, aspal, dan perekat (Fauzi,2004).

Kandungan asam lemak bebas merupakan salah satu faktor untuk menentukan mutu minyak kelapa sawit selain kandungan air, kandungan kotoran, kandungan besi, kandungan tembaga, kandungan karotene, kandungan tokoferol, bilangan iod dan bilangan peroksida dimana setiap faktor tersebut memiliki batas minimum sebagai acuan dalam menetapkan mutu minyak kelapa sawit (Ketaren, 1986).

Pada umumnya konsumen menginginkan minyak kelapa sawit yang mengandung asam lemak bebas yang rendah. Jika kandungan asam lemak bebas minyak kelapa sawit tinggi, hal ini menyebabkan kerusakan minyak kelapa sawit yaitu ketengikan, hasil olahan minyak kelapa sawit terasa tidak enak, dan dapat mengakibatkan karat serta warna gelap jika dipanaskan dalam wajan besi (Naibaho,1998).

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia 01 – 2901 – 2006 syarat asam lemak bebas pada minyak kelapa sawit maksimal 5 %.


(12)

1.2Tujuan

- Mengetahui kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa sawit (CPO).

- Mengetahui apakah kadar asam lemak bebas yang terdapat pada minyak

kelapa sawit memenuhi SNI.

1.3Manfaat

- Untuk memberikan informasi mengenai kandungan minyak kelapa sawit.

- Untuk memberikan informasi mengenai sifat fisika – kimia minyak kelapa


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jack) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan Brazil dibandingkan dengan Afrika. Pada kenyataannya tanaman kelapa sawit hidup subur di luar daerah asalnya, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan Papua Nugini (Fauzi,2004)

Kelapa sawit, saat ini berkembang pesat di Indonesia. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia pada tahun 1948 hanya sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon (Mauritius) dan Amsterdam. Keempat batang bibit kelapa sawit ditanam di Kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara (Risza, 1994)

2.2 Klasifikasi dan Morfologi Kelapa Sawit 2.2.1 Klasifikasi Kelapa Sawit

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Arecales


(14)

Genus : Elaeis

Spesies : Elaeis guineensis

Elaeis oleifera

2.2.2 Morfologi Kelapa Sawit

Morfologi tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu; 2.2.2.1 Bagian Generatif

Bagian generatif kelapa sawit meliputi akar, batang, dan daun. Akar kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman. Tanaman kelapa sawit berakar serabut. Perakarannya sangat kuat karena tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan kuarter.

Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang. Batang berfungsi sebagai penyangga serta tempat menyimpan dan mengangkut makanan.

Daun kelapa sawit membentuk susunan majemuk, bersirip genap, dan bertulang sejajar. Daun sebagai tempat fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses fotosintesis berlangsung, semakin banyak bahan makanan yang dibentuk sehingga produksi meningkat. Luas permukaan daun juga mempengaruhi proses fotosintesis, semakin luas permukaan daun maka proses fotosintesis akan semakin baik ( Fauzi, 2004).


(15)

2.2.2.2 Bagian Vegetatif

Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi bunga dan daun. Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious) artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masing – masing terangkai dalam satu tandan. Proses penyerbukan tanaman kelapa sawit dapat terjadi dengan bantuan serangga atau angin.

Buah disebut juga fructus, tanaman kelapa sawit dapat menghasilkan buah siap panen pada umur 3,5 tahun. Buah terbentuk setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan. Waktu yang dibutuhkan mulai dari penyerbukan sampai buah matang dan siap panen kurang lebih 5 – 6 bulan. Secara anatomi buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian pertama adalah perikarpium yang terdiri dari epikarpium ( kulit buah yang licin dan keras) dan mesokarpium (daging buah yang berserabut dan mengandung minyak), bagian kedua adalah biji, yang terdiri dari endokaprium (tempurung berwarna hitam dan keras), endosperm (penghasil minyak inti sawit), dan embrio (Fauzi,2004).

2.3 Ekologi Kelapa Sawit

Kelapa sawit termasuk tanaman daerah tropis. Curah hujan optimal yang dikehendaki antara 2.000 – 2.500 mm per tahun dengan pembagian merata sepanjang tahun. Lama penyinaran matahari yang optimum antara 5 – 7 jam per hari, dan suhu optimum berkisar 22º - 32ºC. Ketinggian di atas permukaan laut yang optimum berkisar 0 – 500 meter.


(16)

Kelapa sawit menghendaki tanah yang subur, gembur, memiliki solum yang tebal, tanpa lapisan padas, datar dan drainasenya baik. Keasaman tanah (pH) sangat menentukan ketersediaan dan keseimbangan unsur – unsur hara dalam tanah. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 4 – 6,5 sedangkan pH optimum berkisar 5 – 5,5. Permukaan air tanah dan pH sangat erat kaitannya dengan ketersediaan hara yang dapat diserap oleh air (Risza, 1994).

2.4 Sifat Fisika – Kimia Minyak Kelapa Sawit

Sifat fisika – kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau, rasa, kelarutan, titik cair, titik didih (boiling point), titik pelunakan, bobot jenis, indeks bias.

Warna minyak ditentukan adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses pemucatan, karena asam – asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning disebabkan adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak.

Bau dan rasa dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau khas minyak kelapa sawit ditimbulkan oleh persenyawaan betaionone.

Titik cair minyak sawit berada dalam kisaran suhu, karena minyak kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair yang berbeda – beda(Ketaren,1986).


(17)

2.5 Kandungan Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit mengandung kadar sterol yang rendah berkisar 360 – 620 ppm dengan kadar kolesterol hanya sekitar 10 ppm saja atau sebesar 0,001% dalam CPO. Bahkan dari hasil penelitian dinyatakan bahwa kandungan kolesterol dalam satu butir telur setara dengan kandungan kolesterol dalam 29 liter minyak sawit. Sehingga minyak sawit yang diolah menjadi minyak goreng dapat dikatakan minyak goreng nonkolesterol. Minyak kelapa sawit mengandung asam linoleat dan linolenat yang rendah sehingga minyak goreng hasil olahan minyak kelapa sawit memiliki kemantapan kalor (heat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi. Oleh karena itu, minyak sawit sebagai minyak goreng bersifat lebih awet dan makanan yang digoreng dengan menggunakan minyak sawit tidak cepat tengik (Fauzi,2004).

Tabel 1. Komposisi Asam Lemak pada Minyak Kelapa Sawit (Ketaren, 1986).

Asam lemak Minyak kelapa sawit (persen)

Asam miristat 1,1 – 2,5

Asam palmitat 40 – 46

Asam stearat 3,6 – 4,7

Asam oleat 39 – 45

Asam linoleat 7 – 11

Kandungan minor minyak sawit berjumlah kurang lebih 1% antara lain karoten, tokoferol, sterol, alkohol, triterpen, fosfolipida. Kandungan minor tersebut menjadikan minyak sawit dapat digunakan sebagai bahan baku industri


(18)

farmasi. Diantara kandungan minor yang sangat berguna tersebut antara lain karoten dan tokoferol. Karoten dikenal juga sebagai pigmen warna jingga. Kandungannya mencapai 0,005 – 0,18%. Karoten bermanfaat sebagai obat kanker paru – paru dan payudara, karoten juga sebagai sumber provitamin A. Tokoferol dikenal sebagai antioksidan alam dan juga sebagai sumber vitamin E. kandungan tokoferol dalam CPO berkisar 600 – 1.000 ppm (Fauzi, 2004).

2.6 Pembentukan Minyak dalam Buah Kelapa Sawit

Hasil utama yang dapat diperoleh dari tandan buah sawit ialah minyak sawit yang terdapat pada daging buah (mesokarp) dan inti sawit yang terdapat pada kernel. Kedua jenis minyak ini berbeda dalam hal komposisi asam lemak dan sifat fisika – kimia. Minyak sawit dan inti sawit mulai terbentuk sesudah 100 hari setelah penyerbukan, dan berhenti setelah 180 hari atau setelah dalam buah minyak sudah jenuh. Jika dalam buah tidak terjadi lagi pembentukan minyak, maka yang terjadi adalah pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Pembentukan minyak berakhir jika dari tandan yang bersangkutan terdapat buah memberondol normal.

Minyak yang mula – mula terbentuk dalam buah adalah trigliserida yang mengandung asam lemak bebas jenuh, dan setelah mendekati masa pematangan buah terjadi pembentukan trigliserida yang mengandung asam lemak tidak jenuh.

Minyak yang terbentuk dalam daging maupun dalam inti terbentuk emulsi pada kantong – kantong minyak, dan agar minyak tidak keluar dari buah, maka buah dilapisi dengan lapisan lilin yang tebal dan berkilat.


(19)

Untuk melindungi minyak dari oksidasi yang dirangsang oleh sinar matahari maka tanaman tersebut membentuk senyawa kimia pelindung yaitu karotene. Setelah penyerbukan, kelihatan buah berwarna hitam kehijau –hijauan dan setelah terjadi pembentukan minyak terjadi perubahan warna buah menjadi ungu kehijau – hijauan. Pada saat – saat pembentukan minyak terjadi yaitu trigliserida dengan asam lemak tidak jenuh, tanaman membentuk karotene dan phitol untuk melindungi dari oksidasi (Naibaho,1998).

2.7 Minyak dan Lemak

Minyak dan lemak merupakan satu dari tiga kelas utama penyusun bahan makanan selain karbohidrat dan protein. Lemak dan minyak biasanya dibedakan berdasarkan titik lelehnya. Titik leleh minyak dan lemak bergantung pada strukturnya, biasanya titik leleh meningkat karena bertambahnya jumlah atom karbon, banyaknya ikatan rangkap dua karbon dalam komponen asam lemak juga berpengaruh, trigliserida yang kaya akan asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud minyak. Trigliserida yang kaya akan asam lemak jenuh, seperti asam stearat dan palmitat biasanya adalah lemak. (Anthony, 1992 ; Theodore,1983)

2.7.1 Minyak

Minyak merupakan bahan cair dalam suhu kamar yang disebabkan rendahnya kandungan asam lemak jenuh dan tingginya kandungan asam lemak tak jenuh, yang memiliki satu atau lebih ikatan rangkap di antara atom – atom


(20)

karbonnya, sehingga memiliki titik lebur yang rendah. Minyak mengandung trigliserida(Winarno, 1997).

2.7.2 Lemak

Lemak merupakan bahan padat dalam suhu kamar. Lemak mengandung asam lemak jenuh yang tinggi, tidak memiliki ikatan rangkap sehingga mempunyai titik lebur yang lebih tinggi. Contoh asam lemak jenuh yang banyak terdapat di alam adalah asam palmitat dan asam stearat (Winarno, 1997).

Lemak adalah komponen paling penting dari bagian komponen organik yang dikenal sebagai lipida. Lipida tidak hanya mengandung lemak tetapi mengandung lilin dan beberapa bahan lain yang bermacam – macam. Lilin adalah lapisan pelindung alami yang merupakan ester dari asam lemak berantai panjang dan alkohol berantai panjang. Lilin adalah padatan mantap bertitik leleh rendah yang ditemui pada tumbuhan dan hewan. Lapisan lilin melindungi permukaan daun dari penguapan air dan serangan mikroba (Sienko, 1976; Anthony, 1992 ).

Lemak yang berasal dari tumbuhan terdapat di dalam biji tanaman. Lemak digunakan untuk proses perkecambahan sebagai sumber energi sebelum fotosintesis berlangsung. Fotosintesis tidak dapat berlangsung hingga tumbuhan dalam bentuk kecambah. Sebelum itu, pertumbuhan tanaman didukung oleh cadangan energi yang ada pada biji (Kelter, 2003).

2.8 Asam Lemak

Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis ester terutama gliserol dan kolesterol. Asam lemak yang terdapat di alam biasanya


(21)

mengandung atom karbon genap dan merupakan derivat berantai lurus. Rantai dapat jenuh (tidak mengandung ikatan rangkap) atau tidak jenuh (mengandung satu atau lebih ikatan rangkap) (Martin, 1992).

Rantai panjang atau jumlah atom karbon pada asam lemak juga mempunyai pengaruh besar pada bentuk lemak tersebut. Lemak yang mengandung asam lemak rantai panjang ( 14 -22 atom karbon) pada umumnya berbentuk padat pada suhu kamar. Sedangkan lemak yang mengandung asam lemak yang berantai pendek (4 – 12 atom karbon) pada umumnya berbentuk cair pada suhu kamar(Lawson, 1985).

2.8.1 Asam Lemak Bebas

Sebagian asam lemak tidak bergabung dengan molekul gliserol pada minyak atau lemak yang dikenal dengan Asam Lemak Bebas. Crude palm oil mengandung 3 – 5 % asam lemak bebas. Lemak dan minyak yang telah dimurnikan yang siap untuk dikonsumsi memiliki asam lemak bebas < 0,05 %(Lawson, 1985).

Asam lemak bebas merupakan kandungan dari lemak yang menjadi salah satu indikator kualitas lemak. Asam lemak bebas mampu menggambarkan proses deodorasi. Jika minyak yang dihasilkan tidak memiliki mutu yang baik, hal ini dapat disebabkan oleh kebocoran pada pipa udara ketika proses deodorasi(Theodore, 1983).

Asam lemak bebas merupakan hasil hidrolisa air dan lemak. Proses hidrolisa akan meningkat dengan adanya enzim lipase. Enzim lipase akan terbentuk pada buah saat buah mulai berkecambah. Pada saat ini buah


(22)

mengeluarkan enzim lipase yang merupakan katalisator hidrolisis pada kelapa sawit. Karena alasan ini buah dari kelapa sawit diproses secepat mungkin setelah buah dipetik untuk mengurangi penurunan kualitas minyak(Theodore, 1983). 2.8.2 Pengaruh Asam Lemak Bebas Pada Mutu Minyak Kelapa Sawit

Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi biasanya bergabung dengan lemak netral dan pada konsentrasi hingga 15%, belum menghasil rasa yang tidak disenangi.

Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih dari 1%, jika dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas. Asam lemak bebas, walaupun berada dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa tidak lezat lagi. Hal ini berlaku pada lemak yang mengandung asam lemak tidak dapat menguap dengan jumlah atom lebih besar dari 14.

Asam lemak bebas yang dapat menguap, dengan jumlah atom karbon C4, C6, C8 dan C10, menghasilkan bau tengik dan rasa tidak enak dalam bahan pangan berlemak. Asam lemak ini umumnya terdapat dalam minyak nabati seperti minyak kelapa sawit(Ketaren, 1986)

2.8.3 Menghentikan Aktifitas Enzim Lipase

Dalam buah yang dipanen terdapat enzim lipase dan oksidase yang tetap bekerja dalam buah sebelum enzim itu dihentikan dengan pelaksanaan tertentu. Enzim dapat dihentikan dengan cara fisika dan kimia. Cara fisika yaitu dengan cara pemanasan pada suhu yang dapat mendegradasi protein. Enzim lipase


(23)

bertindak sebagai katalisator dalam pembentukan trigliserida dan kemudian memecahkannya kembali menjadi asam lemak bebas.

Enzim oksidase berperan dalam proses pembentukan peroksida yang kemudian dioksidasi lagi dan pecah menjadi gugus aldehid dan keton. Senyawa yang terakhir bila dioksidasi lagi akan menjadi asam. Jadi asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak sawit merupakan hasil kerja enzim lipase dan oksidase. Enzim yang terdapat dalam minyak terdiri dari enzim tanaman (plant enzym) dan yang terkontaminasi.

Aktifitas enzim semakin tinggi apabila buah mengalami kememaran (luka). Untuk mengurangi aktifitas enzim sampai di pabrik diusahakan agar kememaran buah dalam presentase relatif kecil. Enzim pada umumnya tidak aktif lagi pada suhu 50ºC. oleh karena itu perebusan dilakukan pada suhu 120ºC akan menghentikan kegiatan enzim(Naibaho, 1998).


(24)

BAB III METODOLOGI

Metodologi penetapan kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa sawit di UPTD Balai Pengujian Sertifikasi Mutu Barang dilakukan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia 01 – 2901 – 2006.

3.1 Alat

- Erlenmeyer 250 ml

- Gelas ukur 50 ml

- Penangas air atau pemanas dengan pengatur suhu

- Buret dengan skala pembacaan 0,05 ml sampai 0,1 ml

- Neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg

- Desikator.

3.2 Pereaksi

- NaOH 0,1 N yang telah distandarisasi - Alkohol 95%

- Indikator fenolftalein 1% - Air suling.


(25)

3.3 Prosedur

3.3.1 Pembuatan Pereaksi

- Larutan Alkohol 95% netral

Alkohol 95% dimasukkan kedalam erlenmeyer sebanyak yang diperlukan, ditetesi dengan beberapa beberapa tetes indikator fenolftalein kemudian ditetesi dengan larutan standar NaOH 0,1 N sampai terbentuk warna merah muda.

- Indakator Fenolftalein (PP) 1%

Sebanyak 1 gr fenolftalein dilarutkan dalam 100 ml etanol 95%

- Larutan NaOH 0,1 N

Sebanyak 40 gram NaOH dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 ml dan ditara sampai garis tanda dengan air suling bebas CO2.

3.3.2 Standarisasi NaOH 0,1 N

Kalium hidrogenftalat dikeringkan dalam oven pada suhu sekitar 120˚C

selama 2 jam, kemudian dimasukkan dalam desikator sampai dingin. Ditimbang 0,4 ± 0,02 g ke dalam eerlenmeyer 250 ml, ditambahkan 50 ml air suling dan beberapa tetes larutan indikator fenolftalein. Dipanaskan di atas penangas air sambil digoyang – goyang sampai larut semua. Lalu titrasi dengan larutan titran hingga timbul warna merah muda (merah jambu) yang stabil.

Normalitas NaOH =

2 , 204

1000 x W

x V


(26)

dengan:

W : berat kalium Hidrogenftalat (g)

V : volume larutan titar yang digunakan (ml)

204,2 : berat equivalen Kalium Hidrogenftalat

Hasil perhitungan pada lampiran 1

3.3.3 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas

- Panaskan contoh uji pada suhu 60°C sampai 70°C, aduk hingga homogen.

- Timbang contoh uji sesuai tabel dibawah ini ke dalam erlenmeyer 250 ml. Tabel 2. Jumlah Contoh Uji yang Ditimbang:

% Asam Lemak Bebas Berat contoh ± 10 % (g)

< 1,8 10 ± 0,02

1,8 – 6,9 5 ± 0,01

> 6,9 2,5 ± 0,01

- Tambahkan 50 ml etanol 95 %.

- Panaskan di atas penangas air atau pemanas dan atur suhunya pada 40°C

sampai contoh minyak larut semua.

- Tambahkan larutan indikator fenolftalein sebanyak 1-2 tetes.

- Titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N sambil digoyang-goyang hingga

mencapai titik akhir yang ditandai dengan perubahan warna menjadi merah muda (merah jambu) yang stabil untuk minimal 30 detik.


(27)

- Lakukan analisa sekurang-kurangnya duplo, perbedaan antara kedua hasil uji tidak boleh melebihi 0,05%.

Rumus Perhitungan:

Persentase asam lemak dihitung sebagai asam palmitat berdasarkan rumus dibawah ini dan dinyatakan dalam 2 desimal.

% Asam Lemak Bebas =

w x N

x V

6 , 25

Dengan :

V = volume larutan titar yang digunakan (ml).

N = normalitas larutan titar

W = berat contoh uji (g)


(28)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

Hasil pemeriksaan mutu sampel minyak kelapa sawit yang dilaksanakan di Laboratorium Nabati dan Rempah-rempah Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Medan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 3. Hasil Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak Kelapa Sawit

No. Perlakuan Berat Sampel

(gram) Volume Titrasi (ml) Asam Lemak Bebas (%) Rata-rata (%) 1. 2. Perlakuan I Perlakuan II 5,0083 5,0090 4,5 4,8 2,412 2,573 2,493

Perhitungan : Lampiran 2

4.2 Pembahasan

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hasil rata – rata penetapan kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa sawit (crude palm oil) dari dua kali perlakuan adalah 2,493 %, hasil tersebut memenuhi persyaratan SNI 01-2901-2006 yaitu maksimal 5 %. Hal ini menunjukkan bahwa minyak kelapa sawit (crude palm oil) memiliki mutu yang baik.


(29)

Menurut Theodore (1983), asam lemak bebas merupakan kandungan dari lemak yang menjadi salah satu indikator kualitas minyak. Asam lemak bebas mampu menggambarkan proses deodorasi. Jika minyak yang dihasilkan tidak memiliki mutu yang baik, hal ini dapat disebabkan oleh kebocoran pada pipa udara ketika proses deodorasi(Theodore, 1983).

Berdasarkan literatur di atas menunjukkan bahwa kandungan asam lemak bebas sangat mempengaruhi mutu minyak sawit. Tingginya asam lemak bebas menyebabkan minyak berbau tengik dan menurunkan mutu minyak tersebut.

Dalam proses pengolahan minyak kelapa sawit harus dilakukan dengan tepat agar tidak terjadi peningkatan jumlah asam lemak bebas. Peningkatan asam lemak bebas dapat disebabkan oleh adanya enzim lipase, waktu panen yang tidak tepat, dan kadar air yang berlebihan.

Aktifitas enzim lipase akan semakin tinggi apabila buah mengalami kememaran. Kememaran pada buah dapat terjadi selama proses panen. Untuk mengurangi aktifitas enzim tersebut dilakukan perebusan pada suhu 120˚C karena pada umumnya enzim tersebut tidak aktif pada suhu 50˚C (Naibaho, 1998).

Pemanenan pada waktu yang tepat merupakan salah satu usaha untuk mengurangi kadar asam lemak bebas. Jika pemetikan buah dilakukan ketika mendekati masa pematangan, maka terjadi pembentukan trigliserida yang akan membentuk asam lemak bebas.

Kandungan air yang terdapat dalam buah ataupun yang berasal selama proses pengolahan juga mempengaruhi kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa sawit. Hal ini disebabkan karena air merupakan bahan pereaksi hidrolisis.


(30)

Semakin tinggi kandungan air maka semakin tinggi kandungan asam lemak bebas pada minyak kelapa sawit, sehingga mutu minyak kelapa sawit menjadi rendah. Penekanan jumlah kandungan air ini dapat dilakukan dengan memberikan panas atau uap panas agar tidak terjadi peningkatan jumlah kandungan air.


(31)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

- Kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa sawit adalah 2,493 %.

- Kadar asam lemak bebas yang diperoleh memenuhi syarat SNI 01-2901-2006 yaitu maksimal 5%.

5.2 Saran

Diharapkan kepada produsen minyak kelapa sawit untuk mempertahankan fasilitas pengolahan yang ada, agar kualitas minyak kelapa sawit yang dihasilkan tetap terjamin.


(32)

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, Wilbraham, C., dan Michael, B, Matta. (1992). Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Bandung; penerbit ITB.

Fauzi, Yan. (2004). Kelapa Sawit. Jakarta; Penebar Swadaya.

Kelter, Paul, B., dan Carr, James, D. (2003). Chemistry a World Of Choices. New York; Mc. Graw Hill.

Ketaren, S. (1986). Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta; Penerbit Universitas Indonesia.

Lawson, Harry, W. (1985). Standards For Fats and Oils. United States America; The AVI Publishing Company.

Martin, David, W., et all. (1992). Biokimia. Jakarta; EGC Penerbit Buku Kedokteran.

Naibaho, Ponten, M. (1998). Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan; Pusat Penelitian Kelapa Sawit.


(33)

Theodore, J, Weiss. (1983). Food Oils and Their Uses Second Edition. United State America;The AVI Publishing Company.

Winarno, F, G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama.


(34)

Lampiran 1

Hasil dan Perhitungan Standarisasi NaOH Tabel 4. Hasil Standarisasi NaOH 0,1N

No. Perlakuan Berat Kalium

Hidrogenftalat (gram) Volume Titrasi (ml) Normalitas NaOH (N) Rata-rata (N) 1. 2. 3. Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III 0,4065 0,4032 0,4096 18,8 19,0 19,1 0,1059 0,1039 0,1050 0,1049

1. Perlakuan I

N =

2 , 204 8 , 18 1000 4065 , 0 x x g = 96 , 3838 5 , 406

= 0,1059 N

2. Perlakuan II

N =

2 , 204 0 , 19 1000 4032 , 0 x x g = 80 , 3879 2 , 403


(35)

= 0,1039 N 3. Perlakuan III

N =

2 , 204 1 , 19 1000 4096 , 0 x x g = 22 , 3900 6 , 409

= 0,1050 N

Rata-rata =

3 1050 , 0 1039 , 0 1059 ,

0 N+ N+ N

= 0,1049 N


(36)

Lampiran 2

Perhitungan Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak Kelapa Sawit 1. Perlakuan I

Kadar Asam Lemak Bebas (%)=

0083 , 5 5 , 4 1049 , 0 6 ,

25 x x

= 2,412 %

2. Perlakuan II

Kadar Asam Lemak Bebas (%)=

0090 , 5 8 , 4 1049 , 0 6 ,

25 x x

= 2,573 %

3. Kadar Asam Lemak Bebas rata-rata =

2 % 573 , 2 % 412 , 2 + = 2,493%


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

- Kadar asam lemak bebas pada minyak kelapa sawit adalah 2,493 %.

- Kadar asam lemak bebas yang diperoleh memenuhi syarat SNI 01-2901-2006 yaitu maksimal 5%.

5.2 Saran

Diharapkan kepada produsen minyak kelapa sawit untuk mempertahankan fasilitas pengolahan yang ada, agar kualitas minyak kelapa sawit yang dihasilkan tetap terjamin.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Anthony, Wilbraham, C., dan Michael, B, Matta. (1992). Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Bandung; penerbit ITB.

Fauzi, Yan. (2004). Kelapa Sawit. Jakarta; Penebar Swadaya.

Kelter, Paul, B., dan Carr, James, D. (2003). Chemistry a World Of Choices. New York; Mc. Graw Hill.

Ketaren, S. (1986). Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta; Penerbit Universitas Indonesia.

Lawson, Harry, W. (1985). Standards For Fats and Oils. United States America; The AVI Publishing Company.

Martin, David, W., et all. (1992). Biokimia. Jakarta; EGC Penerbit Buku Kedokteran.

Naibaho, Ponten, M. (1998). Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Medan; Pusat Penelitian Kelapa Sawit.


(3)

Theodore, J, Weiss. (1983). Food Oils and Their Uses Second Edition. United State America;The AVI Publishing Company.

Winarno, F, G. (1997). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama.


(4)

Lampiran 1

Hasil dan Perhitungan Standarisasi NaOH Tabel 4. Hasil Standarisasi NaOH 0,1N

No. Perlakuan Berat Kalium

Hidrogenftalat (gram) Volume Titrasi (ml) Normalitas NaOH (N) Rata-rata (N) 1. 2. 3. Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III 0,4065 0,4032 0,4096 18,8 19,0 19,1 0,1059 0,1039 0,1050 0,1049

1. Perlakuan I

N =

2 , 204 8 , 18 1000 4065 , 0 x x g = 96 , 3838 5 , 406

= 0,1059 N

2. Perlakuan II

N =

2 , 204 0 , 19 1000 4032 , 0 x x g = 80 , 3879 2 , 403


(5)

= 0,1039 N

3. Perlakuan III

N =

2 , 204 1 , 19

1000 4096

, 0

x x g

=

22 , 3900

6 , 409

= 0,1050 N

Rata-rata =

3

1050 , 0 1039 , 0 1059 ,

0 N+ N+ N

= 0,1049 N


(6)

Lampiran 2

Perhitungan Kadar Asam Lemak Bebas pada Minyak Kelapa Sawit

1. Perlakuan I

Kadar Asam Lemak Bebas (%)=

0083 , 5

5 , 4 1049 , 0 6 ,

25 x x

= 2,412 %

2. Perlakuan II

Kadar Asam Lemak Bebas (%)=

0090 , 5

8 , 4 1049 , 0 6 ,

25 x x

= 2,573 %

3. Kadar Asam Lemak Bebas rata-rata =

2

% 573 , 2 % 412 ,

2 +