bersifat concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian bidang tertentu dapat dilaksanakan secara bersama antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah UU otonomi daerah 2004. Untuk mewujudkan pembangunan kewenangan yang concurrent secara proporsional antara Pemerintah, Daerah
Provinsi, Daerah Kabupaten, dan Kota seperti yang tercermin dalam UU No. 32 Tahun 2004, maka di susunlah kriteria yang meliputi :
1. Kriteria eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan dampakakibat yang di timbulkan dalam
penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut. 2. Kriteria akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan
dengan pertimbangan bahwa tingkat pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah tingkat pemerintahan yang lebih langsungdekat dengan
dampakakibat dari urusan yang ditangani tersebut. 3. Kriteria efisiensi adalah pendekatan dalam pembagian urusan pemerintahan dengan
mempertimbangkan tersedianya sumber daya personil, dana dan peralatan untuk mendapatkan ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang harus dicapai dalam
penyelenggaraan bagian urusan.
2.3 Upaya Pajak Tax Effort
Pelaksanaan otonomi daerah menimbulkan persoalan baru terkait dengan adanya perbedaan kesiapan daerah memasuki era ini. Adi 2006 menunjukkan paling tidak
terdapat 2 hal penting yang menyebabkan adanya perbedaan ini, yaitu pertama
adanya perbedaan kapasitas fiskal antar daerah adanya disparitas fiskal horizontal dan kedua adanya perbedaan kemampuan manajerial dalam mengelolan berbagai
sumber daya yang dimiliki, baik sumber daya manusia, sumber daya alam maupun dana.
Untuk mengatasi persoalan pertama pemerintah memberikan dana perimbangan berupa dana transfer ke pemerintah daerah intergovernmental transfer, yang salah
satunya dikenal dengan Dana Alokasi Umum DAU. DAU merupakan dana hibah murni grants yang kewenangan penggunaanya diserahkan penuh kepada pemerintah
daerah penerima. UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah memberikan pengertian bahwa :
Dana Alokasi Umum DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan
antar daerah, untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
Dari definisi ini paling tidak dapat disimpulkan bahwa DAU merupakan sarana untuk mengatasi ketimpangan fiskal antar daerah dan disisi lain juga sebagai sumber
pembiayaan daerah. Hal ini berarti pemberian DAU lebih diprioritaskan pada daerah yang mempunyai kapasitas fiskal rendah. Daerah yang mempunyai kapasitas fiskal
tinggi justru akan mendapat jumlah DAU yang lebih kecil, sehingga diharapkan dapat mengurangi disparitas fiskal antar daerah dalam memasuki era otonomi. Penelitian
yang dilakukan Brodjonegoro dan Vasques 2002 membuktikan bahwa pemberian DAU secara signifikan menurunkan disparitas penerimaan per kapita. Hal ini ditandai
dengan turunnya koefisien variasi variabel itu yang dari 1,90 pada tahun 2000 menjadi 1,18 pada tahun 2001 dan menjadi 0,9 pada tahun 2002.
Upaya pajak tax effort seringkali diidentikkan dengan tekanan fiskal fiscal stress. Otonomi daerah ditujukan untuk meningkatkan kemandirian daerah, yang
dindikasikan dengan meningkatnya pendapatan sendiri PAD. Pemerintah cenderung menggali potensi penerimaan pajak untuk meningkatkan penerimaan daerahnya.
Upaya Pajak Tax Effort adalah upaya peningkatan pajak daerah yang diukur melalui perbandingan antara hasil penerimaan realisasi sumber-sumber Pendapatan Asli
Daerah PAD dengan potensi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah. Tax effort menunjukkan upaya pemerintah untuk mendapatkan pendapatan bagi daerahnya
dengan mempertimbangkan potensi yang dimiliki. Potensi dalam pengertian ini adalah seberapa besar target yang ditetapkan pemerintah daerah dapat dicapai dalam
tahun anggaran daerah tersebut. Upaya pajak merupakan aspek relevan bila dikaitkan dengan tujuan otonomi
daerah, yaitu peningkatan kemandirian daerah. Kemandirian daerah seringkali diukur dengan menggunakan Pendapatan Asli Daerah PAD, dimana pajak daerah dan
retribusi daerah menjadi komponen PAD yang memberikan kontribusi yang sangat besar. Pelaksanaan otonomi daerah direspon secara agresif oleh pemerintah daerah
dengan menerbitkan perda-perda terkait dengan pajak maupun retribusi daerah. Penelitian Stine 2003 menunjukkan adanya pertambahan perda pajakretribusi yang
signifikan dibanding sebelum otonomi daerah. Fakta ini menunjukkan adanya respon
yang sangat agresif untuk segera meningkatkan penerimaan sendiri, khususnya pajak maupun retribusi daerah.
2.4 Konsep dan Pelaksanaan Desentralisasi Fiskal