Analisis Efisiensi Dan Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah Di Kabupaten Aceh Singkil Pada Era Otonomi Daerah

(1)

ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

DI KABUPATEN ACEH SINGKIL

PADA ERA OTONOMI DAERAH

TESIS

Oleh

ALI HASMI

047018003/EP

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS

PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

DI KABUPATEN ACEH SINGKIL

PADA ERA OTONOMI DAERAH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ALI HASMI

047018003/EP

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : ANALISIS EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN ACEH SINGKIL

PADA ERA OTONOMI DAERAH Nama Mahasiswa : Ali Hasmi

Nomor Pokok : 047018003

Program Studi : Ekonomi Pembangunan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. DR. Sya’ad Afifuddin, SE.,MEc) (Drs. Iskandar Syarief, MA)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr. Murni Daulay, M.Si) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 10 Maret 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. DR. Sya’ad Afifuddin, SE.,MEc Anggota : 1. Drs. Iskandar Syarief, MA

2. Dr. Murni Daulay, M.Si 3. Kasyful Mahalli, SE.,M.Si 4. Drs. Rujiman, MA


(5)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat efisiensi dan efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah di Kabupaten Aceh Singkil Pada Era Otonomi Daerah, sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maka kewenangan yang selama ini masih terpusat atau dekonstrasi dilimpahkan ke daerah atau desentralisasi kecuali tugas-tugas yang masih kewenangan pusat seperti agama, pertahanan, moneter dan lainnya, sehingga daerah yang dahulunya memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja yang sedikit dengan berlakunya otonomi daerah dapat mengelolala APBD yang relatif lebih besar, sehingga kecenderungan penggunaan anggaran tidak terkontrol, ini menyebabkan dibeberapa daerah peningkatan APBDnya besar tetapi tidak sejalan dengan peningkatan kesejahteraan penduduknya. Untuk itu penelitian ini ingin mengetahui apakah APBD Kabupaten Aceh Singkil telah dikelola secara efesien dan efektif.

Penelitian ini menganalisis struktur hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Singkil dari sisi penerimaan dana transfer seperti Dana Alokasi Umum, Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Sumber Daya Alam, kemudian menganalisis pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan keeratan hubungan realisasi penerimaan dengan pengeluaran rutin. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan runtut waktu (time series) dalam kurun waktu Tahun Anggaran 2000 sampai dengan 2006.

Hasil penelitian ini menunjukan ketergantungan Anggaran Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil terhadap Pemerintah Pusat masih sangat besar mencapai 98 persen, ini berarti kemampuan daerah untuk mengali sumber-sumber pendapatan asli daerah masih sangat kecil, kedepan diharapkan dapat lebih mengadakan intensifikasi dan ekstensifikasi PAD. Pertumbuhan penerimaan dari tahun pertama meningkat sangat tinggi dari Rp.45.822.986.296 pada tahun 2000 menjadi Rp 277.749.484.323 pada akhir tahun 2006, sedangkan penerimaan PAD bersifat fluktuatif pada tahun 2000 Rp 1.608264.122 pada akhir tahun penelitian meningkat menjadi Rp6.199.131.809.

Untuk tingkat efisiensi berkisar antara 24 persen sampai dengan 63 persen ini berarti tergolong efisien, sedangkan tingkat efektivitas berkisar antara 96 persen sampai dengan 109 persen tergolong sangat efektif.


(6)

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze the level of efficiency and effectiveness of Regional Financial Management in Government of Regency of Aceh Singkil during the regional autonomy since the regulations 22 number in 1999.

The data used in this study was time series secondary data from 2000 – 2006 budget Analyzing relationship structure of central government and regional government of Aceh Singkil from the revenue side, rate of growth, and closeness of relationship of revenue and routine fiscal year.

The result suggested that relationship ratio of central government and regional government of Aceh Singkil 98 percent..

Efficiency level ranged from 24 to 63 percent this classified as efficient and the levelof effectiveness ranged from 96 to 109 percent could be classified as effective.There are three variables significantly influenced on the economic growth of government of regency of Aceh Singkil.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala Puji kehadirat Ilahi Rabbi berkat rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul ”Analisis Efisiensi dan Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah di Kabupaten Aceh Singkil Pada Era Otonomi Daerah”, shalawat dan salam tidak lupa-lupanya kita haturkan pada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa ummat manusia dari zaman kebodohan ke zaman berilmu pengetahuan dan berakhlakul karimah.

Penulisan Tesis ini merupakan salah satu prasyarat untuk mencapai derajat Sarjana S-2 pada Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan penulisan tesis ini penulis menyadari bahwa hal ini tidak terlepas dari bantuan, semangat, serta saran dan pendapat dari berbagai pihak, oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah membantu baik dalam menyelesaikan tesis ini maupun selama mengikuti pendidikan yaitu kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec. selaku pembimbing utama yang dengan sabar berkenan memberikan bimbingan dan arahan hingga selesainya penulisan ini.

2. Bapak Drs. Iskandar Syarief, MA, selaku pembimbing yang terus mengingatkan penulis untuk secepatnya menyelesaikan penulisan ini, ditengah kesibukan beliau masih sempat untuk membimbing penulis.


(8)

3. Ibu. Dr. Murni Daulay, Msi. Selaku Ketua Program Studi Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak H. Makmursyah Putra, SH. MM, selaku Bupati Kabupaten Aceh Singkil yang telah berkenan memberikan kesempatan tugas belajar kepada penulis, sehingga dapat menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf Administrasi Program Magister Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat dan pelayanan yang sangat baik.

6. Ibunda terkasih, adik dan kakak-kakakku yang telah mendoakan dan memberikan motivasi penulis selama dalam mengikuti pendidikan ini.

7. Teristimewa untuk istriku Anita Rosda dan ananda Haura yang telah mengorbankan segalanya agar penulis dapat menyelesaikan studi ini.

8. Rekan-rekan mahasiswa Magister Ekonomi Pembangunan terutama angkatan VII yang telah membantu disaat suka maupun duka.

Penulis menyadari sepenuhnya akan kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penulisan tesis ini, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini maupun penulisan dimasa yang akan datang.

Medan, Maret 2010 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

1. Nama : Ali Hasmi

2. Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 5 Oktober 1972 3. Jenis Kelamin : Laki Laki

4. Status : Menikah 5. Agama : Islam

6. Pekerjaan : Pegawai Dinas Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah Kabupaten Aceh Singkil

7. Alamat : Jl. Iskandar Muda No. 21 Rimo Aceh Singkil 8. Nama Istri : Anita Rosda, Amd

9. Anak : Alya Haura Bonita 10. Nama Ayah : Nyak Mulia (Alm) Ibu : Asmala

12. PENDIDIKAN

a. SD : SD Negeri 1 Rimo Aceh Singkil (1985) c. SMP : SMP Negeri 1 Rimo Aceh Singkil (1988) d. SMA : SMA Negeri 1 Tapak Tuan (1991)

e. D I : SPK Saree Aceh (1992)

f. Strata 1 : Universitas Mercu Buana Jakarta (1998) g. Strata 2 : Pascasarjana Ekonomi Pembangunan USU (2010)

Medan, Maret 2010


(10)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah ... 9

2.1.1. Konsep dan Pegertian Efesiensi ... 11

2.1.2. Konsep dan Pegertian Efektivitas ... 12

2.1.3. Pengaruh Kebijakan Fiskal Terhadap Keuangan Daerah ... 12

2.2. Penerimaan dan Pengeluaran Daerah... 13

2.2.1 Penerimaan Daerah ... 13

2.2.1.1. Pendapatan Asli Daerah ... 14

2.2.1.2. Dana Primbangan ... 15

2.2.2. Pengeluaran Daerah ... 16

2.2.3. Prinsip Penyusunan Keuangan Daerah ... 18

2.2.4. Proses Penyusunan Keuangan Daerah ... 21

2.2.5. Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan Daerah ... 23

2.3. Konsep dan Pengertian Otonomi Daerah... 24

2.4. Penelitian Sebelumnya ... 24

2.5 Kerangka Pemikiran ... 28

2.6. Hipotesis ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Ruang Lingkup ... 30


(11)

3.3. Model Analisis ... 31

3.3.1. Tingkat Efesiensi dan Efektivitas ... 31

3.3.2. Analisis Hubungan Keuangan Pusat dan daerah ... 34

3.3.2.1. Derajat Desentralisasi Fiskal ... 35

3.3.2.2. Derajat Bantuan dan Sumbangan ... 35

3.3.2.3. Derajat Desentralisasi Perpajakan Daerah . 36 3.3.3. Analisis Pertumbuhan Penerimaan Daerah... 35

3.3.4. Kemampuan Keuangan daerah dalam Membiayai Pengeluaran Rutin dan Pembangunan ... 36

3.3.5. Analisis pengaruh Penerimaan Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 37

3.4. Variabel Penelitian ... 38

3.5. Metode Analisia ... 39

3.6. Test Uji Goodness Of Fit ... 39

3.7. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 39

3.7.1 Uji Multikolinearitas ... 39

3.7.2 Uji Autokorelasi ... 40

3.8. Batasan Operasional ... 40

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 42

4.1. Gambaran Umum Kabupaten Aceh Singkil ... 42

4.2. Perkembangan PDRB ... 43

4.2.1. Produk Domestik Regional Bruto Secara Sektoral .. 46

4.2.2. Pendapatan Regional Perkapita ... 48

4.3. Struktur Keuangan Pusat dan daerah ... 49

4.3.1. Perkembangan Penerimaan Pendapatan Asli Daerah 52 4.3.2. Perkembangan Penerimaan Pajak Daerah ... 53

4.3.3. Perkembangan Penerimaan Retribusi Daerah ... 54

4.3.4. Perkembangan Penerimaan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan ... 55

4.3.5. Perkembangan Penerimaan Bagi Hasil Pajak ... 55

4.4. Perkembanga Pengeluaran Daerah ... 57

4.4.1. Analisis Struktur Pengeluaran Daerah ... 59

4.4.2. Analisis Pertumbuhan Penerimaan dan Pengeluaran Daerah ... 61

4.4.3. Efesiensi Pengelolaan Keuangan Daerah ... 63

4.4.4. Efektivitas Pengelolaan Penerimaan Keuangan Daerah ... 64


(12)

4.5. Analisis Estimasi Pengaruh Penerimaan Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi ... 65

4.5.1. Hasil estimasi Dengan Menggunakan Metode OLS 65

4.5.2. Penerimaan Dana Alokasi Umum ... 66

4.5.3. Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak ... 67

4.5.4. Pendapatan Asli Daerah ... 67

4.5.5. PDRBt-1 ... 68

4.6. Uji Asumsi Klasik ... 68

4.6.1. Linearitas ... 68

4.6.2. Uji Multikonearitas ... 69

4.6.3. Uji Autokorelasi ... 70

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

5.1. Kesimpulan ... 72

5.2. Saran ... 73


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1 Kriteria Kinerja Efisiensi Kinerja Keuangan ... 32 3.2 Kriteria Efektivitas Kinerja Keuangan ... 33 4.1 Nilai PDRB Kabupaten Aceh Singkil Tahun 1999- 2003 ... 44 4.2 Hubungan Antara Peranan Sektoral dengan Laju Pertumbuhan

PDRB Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2003... 46 4.3 Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Aceh Singkil Menurut

Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 1999-2003 ... 47 4.4 Pendapatan regional Perkapita Kabupaten Aceh Singkil Tahun

1999-2003 ... 49 4.5 Struktur Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2000-2006 ... 51 4.6 Persentase PAD terhadap APBD Kabupaten Aceh Singkil Tahun

2000-2006 ... 53 4.7 Penerimaan Bagi Hasil Pajak Kabupaten Aceh Singkil Tahun

2000-2006 ... 56 4.8 Penerimaan Bagi Hasil Bukan Pajak Kabupaten Aceh Singkil

Tahun 2000-2006 ... 56 4.9 Perbandingan Belanja Rutin dan Pembangunan Kabupaten Aceh

Singkil Tahun 2000-2006 ... 58 4.10 Struktur Keuangan Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2000-2006 ... 60 4.11 Pertumbuhan Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Rutin

Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil ... 62 4.12 Tingkat Efesiensi Pengelolaan Keuangan Pemerintah Kabupaten

Aceh Singkil Tahun 2000-2006 ... 63 4.13 Tingkat Efektivitas Pengelolaan Keuangan Pemerintah Kabupaten

Aceh Singkil Tahun 2000-2006 ... 64 4.14 Hasil Uji Ramsey Test ... 69 4.15 Hasil Uji Autokorelasi... 71


(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2000

-2006 ... 77

2 Pertumbuhan Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Rutin Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil 2000 - 2006... 78

3 Efesiensi Pengelolaan Keuangan Kabupaten Aceh Singkil 2000 - 2006... 79

4 Efektivitas Pengelolaan Keuangan Kabupaten Aceh Singkil 2000 – 2006... 80

5 Daftar Realisasi Penerimaan dan Pengeluaran Rutin 2000-2006 ... 81

6 Method Least Squares Dependent Variable : PDRB ... 82

7 Uji Serial Korelasi... 83

8 Uji Stabilitas Data (Linieritas Data)... 84

9 Uji Multikolinearitas ... 85

10 Method Least Square Dependent Variable : DAU... 86

11 Uji Multikolinearitas ... 87


(16)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat efisiensi dan efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah di Kabupaten Aceh Singkil Pada Era Otonomi Daerah, sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maka kewenangan yang selama ini masih terpusat atau dekonstrasi dilimpahkan ke daerah atau desentralisasi kecuali tugas-tugas yang masih kewenangan pusat seperti agama, pertahanan, moneter dan lainnya, sehingga daerah yang dahulunya memiliki Anggaran Pendapatan dan Belanja yang sedikit dengan berlakunya otonomi daerah dapat mengelolala APBD yang relatif lebih besar, sehingga kecenderungan penggunaan anggaran tidak terkontrol, ini menyebabkan dibeberapa daerah peningkatan APBDnya besar tetapi tidak sejalan dengan peningkatan kesejahteraan penduduknya. Untuk itu penelitian ini ingin mengetahui apakah APBD Kabupaten Aceh Singkil telah dikelola secara efesien dan efektif.

Penelitian ini menganalisis struktur hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Singkil dari sisi penerimaan dana transfer seperti Dana Alokasi Umum, Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Sumber Daya Alam, kemudian menganalisis pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan keeratan hubungan realisasi penerimaan dengan pengeluaran rutin. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan runtut waktu (time series) dalam kurun waktu Tahun Anggaran 2000 sampai dengan 2006.

Hasil penelitian ini menunjukan ketergantungan Anggaran Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil terhadap Pemerintah Pusat masih sangat besar mencapai 98 persen, ini berarti kemampuan daerah untuk mengali sumber-sumber pendapatan asli daerah masih sangat kecil, kedepan diharapkan dapat lebih mengadakan intensifikasi dan ekstensifikasi PAD. Pertumbuhan penerimaan dari tahun pertama meningkat sangat tinggi dari Rp.45.822.986.296 pada tahun 2000 menjadi Rp 277.749.484.323 pada akhir tahun 2006, sedangkan penerimaan PAD bersifat fluktuatif pada tahun 2000 Rp 1.608264.122 pada akhir tahun penelitian meningkat menjadi Rp6.199.131.809.

Untuk tingkat efisiensi berkisar antara 24 persen sampai dengan 63 persen ini berarti tergolong efisien, sedangkan tingkat efektivitas berkisar antara 96 persen sampai dengan 109 persen tergolong sangat efektif.


(17)

ABSTRACT

The purpose of this study is to analyze the level of efficiency and effectiveness of Regional Financial Management in Government of Regency of Aceh Singkil during the regional autonomy since the regulations 22 number in 1999.

The data used in this study was time series secondary data from 2000 – 2006 budget Analyzing relationship structure of central government and regional government of Aceh Singkil from the revenue side, rate of growth, and closeness of relationship of revenue and routine fiscal year.

The result suggested that relationship ratio of central government and regional government of Aceh Singkil 98 percent..

Efficiency level ranged from 24 to 63 percent this classified as efficient and the levelof effectiveness ranged from 96 to 109 percent could be classified as effective.There are three variables significantly influenced on the economic growth of government of regency of Aceh Singkil.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anggaran pendapatan dan belanja daerah merupakan rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Sebagai rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah, maka dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah tergambar semua hak dan kewajiban dalam rangka

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut dalam kurun waktu satu tahun.

Selain sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah daerah, APBD merupakan instrumen dalam rangka mewujudkan pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. Sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah terjadi pelimpahan kewenangan yang semakin luas kepada pemerintah daerah. Dalam rangka meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan fungsi pemerintahan perlu didukung oleh sumber pembiayaan yang memadai. Disadari bahwa sumber-sumber penerimaan antar satu daerah dengan daerah lainnya sangat beragam. Ada beberapa daerah dengan sumber daya yang dimiliki mampu menyelenggarakan otonomi daerah, namun tidak tertutup kemungkinan ada beberapa daerah akan menghadapi kesulitan dalam

menyelenggarakan tugas desentralisasi, mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki, kreatifitas dan inisiatif suatu daerah dalam menggali sumber keuangan akan sangat tergantung pada kebijakan yang diambil oleh pemerintahan daerah itu.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mengamanatkan pemerintah daerah tingkat kabupaten diberi kewenangan dalam menyelenggarakan semua urusan pemerintahan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi kecuali kewenangan bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, agama dan kewenangan lain yang ditetapkan Peraturan Pemerintah. Sebagai konsekuensi dari kewenangan otonomi yang luas, pemerintah daerah mempunyai kewajiban untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan kepada masyarakat. Kewajiban itu dapat dipenuhi apabila pemerintah daerah mampu mengelola potensi sumberdaya alam, sumber daya manusia dan sumber daya

keuangannya secara efesien dan efektif dengan menganut prinsip pengelolaan transparan dan akuntabel.


(19)

Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintahan daerah, yang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, peran serta masyarakat dan peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan dan Pertanggung jawaban Keuangan Daerah menegaskan bahwa pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan yang berlaku , efesien, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan dan manfaat untuk masyarakat, pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam anggaran pendapatan belanja daerah.

Bertitik tolak dari hasil pembangunan yang akan dicapai dengan memperhatikan fasilitas keterbatasan sumber daya yang ada maka dalam rangka mencapai tujuan pembangunan baik lingkup daerah maupun nasional perlu mengarahkan dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara efesien dan efektif dengan disertai pengawasan dan pengendalian yang ketat baik yang dilakukan oleh aparat tingkat pusat maupun tingkat daerah serta jajarannya sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, pelayanan masyarakat dan pembangunan, maka pemerintahan pada hakekatnya mengemban tiga fungsi utama yaitu fungsi alokasi, meliputi sumber-sumber ekonomi dalam bentuk barang dan jasa pelayanan masyarakat, fungsi distribusi pembangunan dan fungsi stabilisasi yang meliputi, pertahanan keamanan dan ekonomi moneter.

Menurut Devas, (1989) hubungan keuangan pusat dan daerah menyangkut pembagian tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan - kegiatan tertentu antara tingkat pemerintahan dan pembagian sumber penerimaan untuk menutupi pengeluaran akibat kegiatan-kegiatan itu. Tujuan utama hubungan pusat dan daerah untuk mencapai perimbangan antara pembagian potensi dan sumber daya dapat sesuai dengan peranan yang dimainkan oleh pemerintah daerah.


(20)

Mahi, (2000) mengemukakan bahwa, untuk menentukan besarnya ketersediaan dana antar pemerintah daerah digunakan prinsip kebutuhan daerah melalui pembagian fungsi yang direfleksikan dalam kebijaksanaan otonomi daerah, yang didalamnya mengatur mengenai pembagian kewenangan sekaligus pembiayaan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Untuk mewujudkan otonomi daerah dan desentralisasi yang luas, nyata dan bertanggungjawab diperlukan manajemen keuangan daerah secara ekonomis, efisien, efektif, transparan dan akuntabel. Dalam rangka pertanggungjawaban publik, pemerintah daerah wajib melakukan optimalisasi anggaran yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Secara hukum kewenangan Pegelolaan keuangan daerah dikabupaten Aceh Singkil dilakukan oleh Kepala Daerah yang berpedoman pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyusunan, Penganggaran dan Pengawasan Keuangan serta tata cara Penyusunan APBD, untuk itu kepala daerah mendelegasikan sepenuhnya atau sebagian wewenangnya kepada sekretaris daerah dan dilaksanakan oleh bagian keuangan sekretariat daerah.

Adapun kewenanagan Kepala Daerah dalam hal pengelolaan keuangan daerah yaitu :

a. Menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;

b. Menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah; c. Menetapkan kuasa pengguna anggaran / pengguna barang;

d. Menetapkan bendahara penerimaan dan atau bendahara pengeluaran; e. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan


(21)

penerimaan daerah;

f. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;

g. Menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah;

h. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran.

Dalam melaksanakan pemerintahan, Pemerintah Daerah dilengkapi dengan seperangkat kemampuan pembiayan sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah. Sumber-sumber dana dalam pelaksanaan Pemerintahan Daerah terdiri dari: Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Dan Lain-lain Pendapatan Yang Sah. Pendapatan Asli Daerah merupakan pendapatan yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan yang sah dengan tujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali sumber-sumber penerimaan guna menunjang pelaksanaan Otonomi Daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi.

Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu tolok ukur kemampuan daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan Otonomi Daerah, disamping itu juga cerminan dari kemandirian daerah. Pendapatan Asli Daerah meskipun dapat menjadi modal utama bagi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, dari tahun ke tahun penerimaannya selalu mengalami peningkatan namun kondisinya belum memadai.

Pelaksanaan otonomi daerah merupakan proses yang memerlukan keterlibatan segenap unsur lapisan masyarakat, serta memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah dalam melakukan pengelolaan keuangan daerah sehingga peran pemerintah


(22)

adalah sebagai katalisator dan fasilitatator, karena pihak pemerintah daerah yang lebih mengetahui sasaran dan tujuan pembangunan yang akan dicapai. Sebagai katalisator dan fasilitator tentunya membutuhkan sarana dan fasilitas pendukung dalam rangka terlaksananya pembangunan secara berkesinambungan.

Salah satu aspek penting pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi adalah masalah pengelolaan keuangan daerah dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, pendapatan daerah dapat menjadi dasar perencanaan jangka pendek yang merupakan pencerminan dari potensi ekonomi daerah, untuk itu tidak berlebihan apabila pemerintah pusat menjadikan pendapatan asli daerah sebagai kriteria utama dalam pemberian otonomi daerah.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, pengelolaan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban terhadap publik yang merupakan stakeholder perlu menjadi perhatian agar dana yang ada digunakan tepat sasaran untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, berkaitan langsung dengan kebijakan keuangan, pemerintah daerah harus mengoptimalkan anggaran secara efisien dan efektif, yang menjadi permasalahan adalah bagaimana tingkat efisiensi dan efektifitas pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Aceh Singkil pada era otonomi daerah.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan Permasalahan yang hendak dianalisis dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan daerah di

Kabupaten Aceh Singkil.

2. Apakah pertumbuhan penerimaan dan pengeluaran mempengaruhi tingkat efesiensi dan efektifitas pengelolaan keuangan daerah pada era otonomi.


(23)

ekonomi Kabupaten Aceh Singkil.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Aceh Singkil pada era otonomi daerah.

2. Untuk menganalisis pertumbuhan penerimaan dan pengeluaran pemerintah Kabupaten Aceh Singkil.

3. Untuk menganalisis hubungan antara realisasi pendapatan daerah dan realisasi pengeluaran dari Tahun anggaran 2000 sampai dengan Tahun Anggaran 2006 terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Singkil.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai :

1. Sabagai bahan untuk menambah wawasan penulis terutama lagi bermanfaat dalam mengelola keuangan daerah pada masa-masa yang akan datang terkait dengan pekerjaan dan tugas penulis.

2. Bahan pertimbangan bagi pemerintah khususnya Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil mengenai tingkat efesien pengelolaan keuangan daerah.

3. Memberikan acuan bagi penelitian selanjutnya terutama yang berminat dalam meneliti efisiensi dan efektifitas pengelolaan keuangan daerah pada era otonomi daerah.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prinsip Pengelolaan Keuangan Daerah

Prinsip keuangan daerah dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan, asas keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan dalam suatu sistem yang terintegrasi yang diwujudkan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah yang setiap tahun ditetapkan dengan peraturan daerah. Menurut Jaya (1999) keuangan daerah adalah seluruh tatanan, perangkat kelembagaan dan kebijaksanaan anggaran daerah yang meliputi pendapatan dan belanja daerah. Menurut Mamesah (1995) keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimilikiatau dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi, serta pihak lain sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

Tujuan utama dari pengelolaan keuangan daerah dan organisasi Pemerintah Daerah adalah memberikan pelayanan yang prima bagi masyarakat di daerah yang merupakan klient dari pemerintah daerah. Dalam hal ini, semua unit pemerintah yang ada secara pokok difungsikan untuk melayani dengan


(25)

sebaik-baiknya masyarakat yang bersangkutan. Untuk dapat berfungsi sebagai public

service maka persepsi aparatur pemerintah daerah tentang pelayanan terhadap

masyarakat merupakan suatu kunci dalam memberikan kejelasan arah, semakin baik persepsi aparatur pemerintah akan semakin baik pula penyelenggaraan pemerintahan begitu juga sebaliknya.

Menurut Devas (1989) Pengelolaan keuangan daerah berarti mengurus dan mengatur keuangan daerah itu sendiri berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut :

a. Tanggung jawab

Pemerintah daerah harus mempertanggungjawabkan keuangannya kepada lembaga, Pemerintah Pusat, DPRD, Kepala Daerah dan masyarakat umum.

b. Mampu memenuhi kewajiban keuangan

Keuangan daerah harus ditata dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu melunasi semua kewajiban atau ikatan keuangan baik jangka pendek, jangka panjang maupun pinjaman jangka panjang pada waktu yang telah ditentukan. c. Kejujuran

Hal-hal yang menyangkut pengelolaan keuangan daerah pada prinsipnya harus diserahkan kepada pegawai yang benar-benar jujur dan dapat dipercaya.

d. Hasil guna dan daya guna

Merupakan tata cara mengurus keuangan daerah harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan program dapat direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai


(26)

tujuan pemerintah daerah dengan biaya yang serendah-rendahnya dan dalam waktu yang secepat-cepatnya.

e. Pengendalian

Aparat pengelola keuangan daerah, DPRD dan petugas pengawasan harus melakukan pengendalian agar semua tujuan tersebut dapat tercapai

2.1.1 Konsep dan Pegertian Efisiensi

Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, efisiensi adalah hubungan antara masukan dan keluaran, efisiensi merupakan ukuran apakah penggunaan barang dan jasa yang dibeli dan digunakan oleh organisasi perangkat pemerintahan untuk mencapai tujuan organisasi perangkat pemerintahan dapat mencapai manfaat tertentu. Efisiensi juga mengandung beberapa pengertian antara lain :

1. Efisiensi pada sektor hasil dijelaskan dengan konsep masukan- keluaran (input-output)

2. Efisiensi pada sektor pelayanan masyarakat adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan pengorbanan seminimal mungkin; atau dengan kata lain suatu kegiatan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai sasaran dengan biaya yang terendah atau dengan biaya minimal diperoleh hasil yang diinginkan.

3. Efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dicapai dengan memperhatikan aspek hubungan dan tatakerja antar instansi pemerintah daerah dengan memanfaatkan potensi dan keanekaragaman suatu daerah.

Faktor penentu efisiensi adalah :.


(27)

2. Faktor struktur organisasi yaitu susunan yang stabil dari jabatan-jabatan baik itu struktural maupun fungsional.

3. Faktor sumber daya manusia seperti tenaga kerja, kemampuan kerja, maupun sumber daya fisik seperti peralatan kerja, tempat bekerja serta dana keuangan. 4. Faktor dukungan kepada aparatur dan pelaksanaanya baik pimpinan maupun

masyarakat.

5. Faktor pimpinan dalam arti kemampuan untuk mengkombinasikan keempat faktor tersebut kedalam suatu usaha yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mencapai sasaran yang dimaksud.

2.1.2 Konsep dan Pegertian Efektivitas

Pengertian efektivitas yang umum menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, dalam bahasa sederhana hal tersebut dapat dijelaskan bahwa : efektifitas dari pemerintah daerah adalah bila tujuan pemerintah daerah tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, efektivitas adalah pencapaian hasil program dengan target yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan keluaran dengan hasil.

2.1.3 Pengaruh Kebijakan Fiskal Terhadap Keuangan Daerah

Realitas hubungan fiskal antara pusat-daerah ditandai dengan tingginya kontrol pusat terhadap proses pembangunan daerah. Ini jelas terlihat dari rendahnya proporsi PAD (Pendapatan Asli Daerah) terhadap total pendapatan daerah dibanding


(28)

besarnya subsidi (grants) yang ditransfer dari pusat. Indikator desentralisasi fiskal adalah rasio antara PAD dengan total pendapatan daerah. PAD terdiri atas pajak-pajak daerah, retribusi daerah dan penerimaan lain-lain yang sah. Kebijakan fiskal pada dasarnya merupakan kebijakan yang mengatur tentang penerimaan dan pengeluaran negara. Subsidi atau transfer dari pusat kepada daerah selama ini melalui tiga jalur :

1. Subsidi Daerah Otonom (SDO) atau Dana Alikasi Umum (DAU) yaitu transfer kepada daerah untuk membiayai pengeluaran rutin

2. Program Inpres atau Dana Alokasi Khusus (DAK) yaitu untuk membiayai pengeluaran pembangunan sekaligus upaya untuk mengatasi ketikseimbangan struktur keuangan antar daerah seperti inpres Sekolah Dasar, Kesehatan, Pasar, Penghijauan dan jalan. Dan

3. Dana Bagi Hasil merupakan pengembalian dari hasil pemanfaatan kekayaan daerah seperti gas bumi, perikanan dan lain-lain yang dialokasi untuk dimanfaatkan Pemerintah Daerah dalam mebiayai pembangunan.

2.2 Penerimaan dan Pengeluaran Daerah

Dalam menjalankan organisasi pemerintahan, pemerintah daerah memerlukan sumber pendapatan yang akan digunakan untuk membiayai kegiatannyan, penerimaan tersebut berasal dari tranfer pemerintah pusat maupun pendapatan asli daerah. Pengeluaran pemerintah daerah dapat terdiri dari belanja rutin dan belanja pembangunan.


(29)

2.2.1 Penerimaan Daerah

Penerimaan daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam tahun tertentu. Menurut Jones (1996) anggaran daerah merupakan rencana kerja pemerintah daerah yang diwujudkan dalam bentuk uang selama periode tertentu (satu tahun). Anggaran ini digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja dan sebagai alat untuk memotivasi para pegawai dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja. Fenomena yang terdapat pada struktur anggaran daerah kabupaten/kota di Indonesia yaitu pada sisi penerimaan terdapat ketergantungan yang cukup tinggi terhadap transfer pemerintah pusat, hal ini ditunjukkan oleh besarnya proporsi sumber-sumber pendanaan dari pemerintah pusat.

Undang-undang Nomor 34 tahun 2004 menegaskan penerimaan daerah dalam rangka membiayai kegiatan daerah terdiri dari Pendapatan Daerah dan Pembiayaan, yaitu:

Pendapatan Daerah terdiri dari;

2.2.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)

a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah


(30)

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain-lain PAD yang sah terdiri dari

1. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan seperti penjualan asset kendaraan dinas dan lain-lain;

2. Jasa giro;

3. Pendapatan bunga;

4. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah dengan mata uang asing;

5. Komisi, potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan atau jasa oleh daerah.

2.2.1.2 Dana Perimbangan

Dana Perimbangan terdiri dari :

1. Dana bagi hasil pajak dan sumber daya alam a. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);

b. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB);

c. Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 dan pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh pasal 21;

d. Sumber daya alam kehutanan; e. Pertambangan umum;

f. Perikanan;

g. Pertambangan minyak bumi; h. Pertambangan gas bumi;


(31)

i. Pertambangan panas bumi; 2. Dana alokasi umum (DAU) 3. Dana alokasi khusus (DAK) 4. Lain-lain Pendapatan terdiri dari:

a. Pendapatan hibah; dan

b. Pendapatan Dana Darurat seperti bencana alam.

2.2.2 Pengeluaran Daerah

Kebijakan yang dituangkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah memerlukan perhatian terutama dalam hal pendistribusian anggaran, sehingga dapat merangsang terciptanya sumber-sumber pendapatan baru bagi daerah, salah satu sudut pandang kebijakan yang dapat dilakukan melalui kebijakan pengeluaran pemerintah daerah dalam hal pengelolaan keuangan yang efesien dan efektif adalah pendistribusian pengeluaran yang merata.

Pengeluaran konsumsi pemerintah meliputi seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini adalah pemerintah Kabupaten Aceh Singkil dalam rangka penyelenggaraan kegiatan administrasi pemerintahan. Nilai output akhir pemerintah yang terdiri dari pembelian barang dan jasa yang bersifat rutin seperti pembayaran gaji pegawai dan perkiraan penyusutan barang modal pemerintah. Besarnya proporsi tersebut memberikan suatu petunjuk bahwa pembangunan perekonomian daerah sangat dipengaruhi oleh posisi anggaran pemerintah pusat. Permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah pusat terkait dengan anggarannya, akan langsung berpengaruh terhadap perekonomian daerah. Pengaruh pemerintah pusat terhadap daerah berjalan melalui mekanisme perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yaitu melalui dana perimbangan dan transfer pemerintah pusat kepada daerah.

Belanja Daerah, dirinci menurut organisasi, fungsi dan jenis belanja terdiri dari :

A. Belanja Rutin :

1) Administrasi Umum; a) Belanja Pegawai; b) Belanja Barang; c) Belanja Pemeliharaan;


(32)

d) Belanja Perjalanan Dinas.

2) Operasi dan Pemeliharaan Sarana dan Prasarana. B. Belanja Pembangunan :

1) Publik; 2) Aparatur; 3) Modal.

C. Pengeluaran Transfer : 1) Angsuran dan Bunga; 2) Bantuan;

3) Dana Perimbangan; 4) Dana Cadangan. D. Pengeluaran Tidak Terduga.

2.2.3 Prinsip Penyusunan Keuangan Daerah

Sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, tentang Pedoman Penyusunan dan Pelaksanaan APBD, penyusunan Keuangan Dearah mengacu pada norma dan prinsip-prinsip anggaran sebagai berikut :

a. Partisipasi Masyarakat

Hal ini mengandung makna bahwa pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBD sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBD.

b. Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran

APBD yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat meliputi tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis/objek belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan. Oleh karena itu, setiap penggunaan anggaran harus bertanggung jawab terhadap penggunaan sumber daya yang dikelola untuk mencapai hasil yang ditetapkan.

c. Disiplin Anggaran

Beberapa prinsip dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan antara lain bahwa (1) Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja; (2)


(33)

Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi anggarannya dalam APBD/Perubahan APBD; (3) Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas umum daerah.

d. Keadilan Anggaran

Pajak daerah, retribusi daerah, dan pungutan daerah lainnya yang dibebankan kepada masyarakat harus mempertimbangkan kemampuan untuk membayar. Masyarakat yang memiliki kemampuan pendapatan rendah secara proporsional diberi beban yang sama, sedangkan masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk membayar tinggi diberikan beban yang tinggi pula. Untuk menyeimbangkan kedua kebijakan tersebut pemerintah daerah dapat melakukan diskriminasi tarif secara rasional guna menghilangkan rasa ketidakadilan. Selain itu dalam mengalokasikan belanja daerah, harus mempertimbangkan keadilan dan pemerataan agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat tanpa diskriminasi pemberian pelayanan.

e. Efisiensi dan Efektivitas Anggaran

Dana yang tersedia harus dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang maksimal guna kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektivitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan (1) penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai; (2) penetapan prioritas kegiatan dan penghitungan beban kerja, serta penetapan harga satuan yang rasional.

f. Taat Azas

APBD sebagai kebijakan daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah didalam penyusunannya harus tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum dan peraturan daerah lainnya.

Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi mengandung arti bahwa apabila pendapatan, belanja dan pembiayaan yang dicantumkan dalam rancangan peraturan daerah tersebut telah sesuai dengan ketentuan undang-undang. peraturan pemerintah, peraturan presiden, keputusan presiden, atau peraturan menteri/keputusan menteri/surat edaran menteri yang diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dimaksud mencakup kebijakan yang berkaitan dengan keuangan daerah. Tidak bertentangan dengan kepentingan umum


(34)

mengandung arti bahwa rancangan peraturan daerah tentang APBD lebih diarahkan agar mencerminkan keberpihakan kepada kebutuhan dan kepentingan masyarakat dan bukan membebani masyarakat.

Peraturan daerah tidak boleh menimbulkan diskriminasi yang dapat mengakibatkan ketidak adilan, menghambat kelancaran arus barang dan pertumbuhan ekonomi masyarakat, pemborosan keuangan negara/daerah, memicu ketidak percayaan masyarakat kepada pemerintah, dan mengganggu stabilitas keamanan serta ketertiban masyarakat yang secara keseluruhan mengganggu jalannya penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Tidak bertentangan dengan peraturan daerah lainnya mengandung arti bahwa apabila kebijakan yang dituangkan dalam peraturan daerah tentang APBD tersebut telah sesuai dengan ketentuan peraturan daerah sebagai penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Sebagai konsekuensinya bahwa rancangan peraturan daerah tersebut harus sejalan dengan pengaturannya tentang pokok-pokok pengelolaan keuangan daerah dan menghindari adanya tumpang tindih dengan peraturan daerah lainnya, seperti: Peraturan Daerah mengenai Pajak Daerah, Retribusi Daerah dan sebagainya.

2.2.4 Proses Penyusunan Keuangan Daerah

Hal-hal pokok yang diperlukan untuk proses awal penyusunan anggaran yang baik adalah kemampuan manajemen dalam menetapkan visi, misi, tujuan dan sasaran. Visi dan misi merupakan arahan yang harus dipertimbangkan dalam rangka menyusun anggaran agar sesuai dan seiring dengan apa yang menjadi harapan sebagian besar masyarakat dan daerah. Tujuan dan sasaran merupakan pernyataan tentang posisi target yang ingin dicapai oleh unit kerja di pemerintahan daerah atau petunjuk tentang variable-variabel penting yang seharusnya digunakan dalam menentukan arah unit kerja dimasa datang.

Proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Aceh Singkil yang diawali dengan proses penentuan rencana pagu APBD sesuai siklus anggaran dimulai dari :

1. Proses penentuan penerimaan daerah; 2. Proses penentuan belanja rutin;

3. Proses penentuan belanja pembangunan atau Belanja Modal.

Selanjutnya hasil rencana anggaran yang telah disusun secara terpadu diajukan kepada kepala daerah untuk mendapat persetujuan dan kemudian Rancangan Anggaran Pendapatan Daerah tersebut diserahkan kepada DPRD. Dalam pembahasan diharapkan pihak legislatif memberikan komentar, tanggapan dan


(35)

masukan yang sifatnya hanya mengklarifikasi dan meratifikasi draft anggaran yang diusulkan oleh pihak eksekutif dengan dokumen kebijakan pembangunan tahunan dan kebijakan anggaran tahunan yang telah disepakati sebelumnya.

Pada sistem pengelolaan keuangan daerah, perubahan yang terjadi adalah dengan dilakukannya reformasi anggaran, sistem pembiayaan, sistem akuntansi, sistem pemeriksaan laporan keuangan pemerintah daerah serta sistem manajemen keuangan daerah. Dalam sistem keuangan tuntutan pembaharuan yang dilakukan adalah dikelolanya uang rakyat secara transparan dengan didasarkan pada nilai uang agar terciptanya akuntabilitas publik. Nilai uang merupakan tiga elemen dasar yaitu : Ekonomis, efisien dan efektif, untuk itu pengelolaan keuangan daerah merupakan prioritas utama dalam pencapaian tujuan pemerintahan daerah.

2.2.5 Dasar Hukum Pengelolaan Keuangan Daerah

Dasar hukum yang digunakan dalam pengelolaan keuangan daerah di mana

merupakan perwujudan dari rencana kerja keuangan tahunan pemerintah daerah, selain berdasarkan ketentuan-ketentuan umum yang berlaku juga berdasarkan pada : 1. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;

2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;

3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 perubahan atas Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;

4. Undang-undang Nomor Nomor 33 Tahun 2004 perubahan atas Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;


(36)

5. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Thn 2000 tentang Informasi Keuangan Daerah. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 perubahan atas Peraturan

Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah;

7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Perbantuan;

9. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

2.3 Konsep dan Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi daerah adalah kewenangan penuh yang diberikan kepada daerah otonom, seperti provinsi, kabupaten dan kota untuk mengelola dan mengurus rumah tangganya sendiri, baik pengelolaan sumber daya alam, manusia maupun pemerintahan kecuali bidang-bidang yang masih menjadi kewenangan pemerintah pusat seperti : pertahanan keamanan, agama, moneter dan fiskal.

Perubahan yang fundamental dalam sistem tata pemerintahan dan sistem keuangan pemerintah pusat dan daerah dengan berlakunya Undang-undang Nomor 22 dan 25 tahun 1999 serta Undang-undang Nomor 32 dan 33 tahun 2004 adalah pada sistem pemerintahan. Perubahan yang terjadi adalah berupa pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi yang luas dan nyata dan bertanggungjawab kepada


(37)

pemerintah daerah, dimana pemerintah daerah dituntut untuk menyiapkan diri secara kelembagaan, sumber daya manusia dan tehnologi dalam mewujudkan otonomi dan desentralisasi secara nyata, bertanggungjawab dan dinamis.

2.4 Penelitian Sebelumnya

Studi Rappaport (1999) dimaksudkan untuk mengkaji empat kelompok fakta data empiris dari pertumbuhan ekonomi antar daerah (local) di Amerika Serikat dengan menggunakan data panel berbagai atribut local Amerika Serikat tahun 1970-1990. Salah satu kelompok fakta empiris yang dikaji adalah kerelasi-korelasi kebijakan anggaran pemerintah dari pertumbuhan ekonomi lokal tersebut (dilihat dari tiga indikator; migrasi netto, pertumbuhan pendapatan perkapita dan pertumbuhan harga perumahan). Dilihat dari hasil; estimasinya ditemukan empat fakta proses pertumbuhan ekonomi lokal Amerika Serikat tersebut adalah; pertama adalah bahwa dari tahun 1970 sampai 1990, pertumbuhan ekonomi local; kedua, pertumbuhan ekonomi lokal sepanjang periode yang diamati berkorelasi positif dengan pengeluaran pemerintah lokal untuk pendidikan dasar dan menengah; ketiga, pertumbuhan ekonomi daerah tahun 1970 sampai 1990 berkorelasi negatif dengan pajak pendapatan personal lokal; keempat, pertumbuhan ekonomi daerah berkorelasi negatif dengan pajak penjualan tertentu yang diambil oleh pemerintah lokal. Tampak yang diamati disini hanya komposisi investasi pemerintah tetapi juga komposisi penerimaan lokal.

Rozani (2000), menyatakan hasil penerimaan pajak-pajak daerah semestinya harus elastis sepanjang waktu dan tidak berfluktuasi serta signifikan terhadap perkembangan PDRB. Wilford menyatakan respon perkembangan penerimaan PAD di suatu daerah yang selanjutnya akan digunakan untuk sumber dana daerah dalam memenuhi permintaan barang sosial dan pelayanan, seharusnya memiliki elastisitas yang tinggi terhadap perkembangan PDRB. Daerah yang memiliki penerimaan PADnya tidak elastis terhadap PDRB, memerlukan perbaikan sistem perpajakan daerah guna mendapatan penerimaan yang memadai.

Studi Iskandar (2004) dimaksudkan untuk mengkaji keterkaitan antara perkembangan penerimaan asli daerah dengan perkembangan produk domestik regional bruto di provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan hasil analisisnya dapat diketahui bahwa perkembangan PDRB DKI Jakarta terindentifikasi berpengaruh signifikan terhadap perkembangan penerimaan PAD.


(38)

Penelitian tentang pengelolaan keuangan daerah telah pula pernah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya diantaranya Kuncoro (1995) tentang otonomi daerah di masa Orde Baru: Pembangunan di Daerah, yang memfokuskan pengamatannya pada kenyataan rendahnya pendapatan asli daerah sehingga ketergantungan keuangan pemerintah daerah yang tinggi terhadap pemerintah pusat. Untuk mengurangi beban subsidi pemerintah pusat dianjurkan diberikannya otonomi keuangan daerah yang cukup luas, sehingga daerah mampu menggali sumber-sumber keuangannya sendiri dan memanfaatkannya secara optimal.

Insukindro (1994) mengkaji peranan dan pengelolaan keuangan daerah dan usaha peningkatan pendapatan asli daerah, dengan melakukan penelitian di beberapa daerah kabupaten/kota yaitu : Padang, Lampung Tengah, Banyumas, Semarang, Yogyakarta, Kediri, Sumenep, Bandung, Barito Kuala dan Sidrap. Berdasarkan penelitiannya ditemukan bahwa peranan PAD terhadap total penerimaan daerah rata-rata sebesar 4 %. Daerah yang pengelolaan keuangan daerah efisien cenderung peningkatan PADnya semakin tinggi seperti Kota Padang di Sumatera Barat dan Yokyakarta.

Mardiasmo (2000) mengkaji bahwa dengan adanya dana desentralisasi akan berimplikasi pada APBD yaitu pos penerimaan dengan konsekuensi menggelembungnya jumlah penerimaan daerah, perubahan jumlah penerimaan tersebut harus diikuti dengan pengeluaran keuangan daerah yang efesien dan efektif dan disertai dengan peningkatan sumber daya manusia, persoalan otonomi daerah tidak hanya berfokus pada peningkatan pendapatan asli daerah tetapi lebih berfokus pada pemberian wewenang pemerintah daerah untuk menentukan dan mengatur penggunaan dana-dana perimbangan tersebut.

Penelitian yang dilakukan Abdullah (2001) untuk mengetahui peranan sector public terhadap pertumbuhan ekonomi regional di Indonesia, menurunkan sebuah persamaan yang mana tingkat pertumbuhan PDRB dapat dipecah dalam kontribusi tenaga kerja, investasi swasta dan pengeluaran pembangunan serta pengeluaran rutin, juga penerimaan dari pendapatan asli daerah, baik bagi hasil pajak dan bukan pajak dalam isatilah produktifitas dan sumbangannya terhadap PDRB. Data PDRB yang digunakan adalah PDRB harga berlaku tanpa migas, tenaga kerja denga penduduk yang berumur 10 tahgun ke atas yang bekerja selama seminggu yang lalu menurut propinsi dan status pekerjaan utama dan data investasi diproksi dengan kredit yang dikeluarkan oleh bank umum menurut provinsi, sedangkan pengeluaran pembangunan dan pengeluaran ruti serta pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak dan bukan pajak dari APBD provinsi. Dengan mentransformasikan model ke dalam bentuk Generalized Least Square dan selanjutnya diestimasi dengan OLS menghasilkan bahwa penerimaan PAD, bagi hasil pajak dan bukan pajak adalah signifikan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi regional sedangkan pengeluaran pembangunan dan pengeluaran rutin adalah signifikan positif.


(39)

2.5 Kerangka Pemikiran

Kerangka Konsep Analisis Efisiensi dan Efektivitas Pengelolaan Keuangan Daerah di Kabupaten Aceh Singkil Pada Era Otonomi Daerah

Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran

Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa penerimaan suatu daerah kabupaten atau kota terdiri dari pendapatan asli daerah, dana bagi hasil dari pemerintah pusat, transfer pemerintah pusat lainnya, transfer pemerintah provinsi maupun pinjaman daerah.

2.6 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan teori para peneliti sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

HUBUNGAN KEUANGAN PUSAT-DAERAH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) BAGI HASIL PAJAK & Bukan Paja

TRANSFER PUSAT LAINNYA PINJAMAN DAERAH TRANSFER ERINTAH PROVINSI

- D A U - D A K - PEN.LAINNYA YANG SAH -PAJAK DAERAH -RETRIBUSI DAERAH -HASIL BUMD -PBB -BPHTB -PPh -HASIL SDA -DALAM NEGERI -LUAR NEGERI BAGI HASIL PAJAK

BAGI HASIL


(40)

1. Pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan secara efesien dan efektif;

2. Pertumbuhan penerimaan dan pengeluaran mempengaruhi tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan daerah pada era otonomi daerah.

3. Terdapat pengaruh pengelolaan keuangan daerah terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Singkil.


(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini meliputi pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Aceh Singkil pada era otonomi daerah yang mencakup : Kebijakan keuangan pemerintah kabupaten Aceh Singkil dalam bidang pendapatan dan dalam bidang belanja.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data time series meliputi data target dan realisasi penerimaan, pengeluaran dan target yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2006 pada saat pelaksanaan otonomi daerah.

Pengelompokan dan pengumpulan data didasarkan atas jenis dan asal data, yang terdiri dari data primer yang bersumber dari peneriman daerah, belanja daerah, pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak dan bukan pajak, dana alokasi umum,dana alokasi khusus, juga berasal dari data sekunder yang berupa data Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang berasal dari Bagian Keuangan Sekretariat Daerah dan Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Aceh Singkil.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan studi kepustakaan, yaitu dengan cara membaca dan mempelajari sumber-sumber tertulis, baik berupa buku-buku, laporan hasil penelitian, data badan pusat statistik, tulisan ilmiah, jurnal, dokumen yang diperoleh dari Dinas Pendapatan dan bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Singkil yang diteliti berupa laporan keuangan yang terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca dan laporan arus kas serta dokumen-dokumen lain yang berkaitan dengan topik dan obyek penelitian.

3.3 Model Analisis

3.3.1 Tingkat Efisiensi dan Efektivitas

Untuk mengetahui tingkat efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan di Kabupaten Aceh Singkil pada era otonomi daerah, maka digunakan model analisis


(42)

dengan kriteria penilaian berdasarkan pada Kepmendagri No.690.900.327 tahun 1994 tentang Pedoman Penilaian dan Kinerja Keuangan

Analisis Efisiensi

Efisiensi dapat diukur dengan rasio antara output/keluaran dan input/masukan sekunder, sedangkan analisis yang dilakukan terhadap pengelolaan keuangan daerah dengan pengeluaran rutin menggunakan ukuran tingkat efisiensi yaitu perbandingan antara realisasi pengeluaran anggaran rutin dengan pendapatan/penerimaan daerah dikalikan dengan seratus dalam bentuk persentase.

Efisiensi =

penerimaan Rutin n Pengeluara

x 100 % (1)

Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, efisiensi adalah hubungan antara masukan dan keluaran, untuk dapat mengananalisis efesiensi pengelolaan keuangan daerah terutama dibidang Pendapatan Asli Dearah dapat dihitung dengan metode berikut :

Efisiensi =

PAD Realisasi

Pajak Pemungutan Biaya

x 100 % (2)

Biaya pemugutan adalah alokasi anggaran untuk memungut PAD

Dengan mengetahui hasil perbandingan antara realisasi pengeluaran rutin dan realisasi penerimaan dengan menggunakan ukuran efisiensi tersebut dapat dilakukan terhadap sistem pengelolaan keuangan pemerintah daerah, yang disusun dalam tabel berikut ini :


(43)

PERSENTASE KINERJA KEUANGAN KRITERIA 100% keatas

90 % - 100 % 80 % - 90 % 60 % - 80 % dibawah dari 60 %

Tidak efisien Kurang efisien Cukup efifien Efisien

Sangat efisien Sumber : Kepmendagri 1994

Analisis efektivitas

Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya pencapaian tujuan suatu organisasi. Apabila suatu organisasi mencapai tujuan maka organisasi tersebut telah berjalan dengan efektif. Analisis efektivitas pengelolaan keuangan pemerintah daerah dapat dirumuskan dengan menggunakan rasio perbandingan antara realisasi penerimaan dengan target yang ditetapkan dikalikan dengan seratus dalam bentuk persentase

Efektifitas =

Target

Penerimaan Realisasi

x 100 % (3)

Nilai efektivitas berpedoman pada Penilaian dan Kinerja Keuangan yang disusun dalam tabel berikut ini :

Tabel 3.2. Kriteria Efektivitas Kinerja Keuangan

PRESENTASE KINERJA KEUANGAN KRITERIA 100% keatas

90 % - 100 % 80 % - 90 % 60 % - 80 % dibawah dari 60 %

Sangat Efektif Efektif

Cukup Efektif Kurang Efektif Tidak Efektif


(44)

Sumber : Kepmendagri 1994

Analisis efektivitas penerimaan daerah dilakukan untuk mengetahui efektivitas penerimaan anggaran daerah dengan menggunakan formulasi sebagai berikut :

E PDt =

tahun t Penerimaan

Target

tahun t Penerimaan

Realisasi

x 100 % (4)

E PDt adalah efektivitas penerimaan daerah tahun ke t.

3.3.2 Analisis Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah

Sentralisasi ataupin desentralisasi sebagai suatu sistem administrasi pemerintahan, dalam banyak hal, tidak dapat dilepaskan dari proses pertumbuhan suatu negara. Sejarah mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan pasang surut seiring dengan perubahan konstelasi politik yang melekat dan terjadi pada perjalanan kehidupan bangsa. Pengaturan hubungan keuangan pusat-daerah didasarkan atas 4 prinsip Kuncoro (2004):

1. Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat di daerah dalam rangka dekonstrasi dibiayai dari atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. 2. Urusan yang merupakan tugas pemerintah daerah sendiri dalam rangka

desentraliasi dibiayai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

3. Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat atau pemerintah daerah tingkat atasnya, yang dilaksanakan dalam rangka tugas perbantuan, dibiayai oleh


(45)

pemerintah pusat atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau oleh pemerintah daerah tingkat atasnya atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah nya sebagai pihak yang menugaskan.

4. Sepanjang potensi sumber-sumber keuangan daerah belum mencukupi, pemerintah pusat memberikan sejumlah sumbangan.

Dari sisi penerimaan struktur hubungan keuangan pusat dan daerah dapat diketahui dengan menggunakan Derajat Desentralisasi Fiskal (DDF), dimana DDF antara pemerintah pusat dan daerah dapat diukur dengan menghitung persentase rasio antara Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Penerimaan Daerah (TPD).

Sebagai perbandingan akan dianalisis Derajat Desentralisasi Perpajakan Daerah (DDP) yaitu dengan menghitung persentase Bagi Hasil Pajak Pusat dan Bukan Pajak (BHP) terhadap Total Penerimaan Daerah.

3.3.2.1 Derajat Desentralisasi Fiskal

Untuk menghitung Derajat Desentralisasi Fiskal digunakan perhitungan sebagai berikut :

DDF = TPD PAD

x 100 % (5)

Keterangan : DDF : Derajat Desentralisasi Fiskal, PAD : Pendapatan Asli Daerah, TPD : Total Penerimaan Daerah,


(46)

3.3.2.2 Derajat Bantuan dan Sumbangan

Derajat bantuan dan sumbangan dapat dihitung dengan : DB =

TPD

B

x 100 % (6) Keterangan: DB : Derajat Bantuan dan Sumbangan,

B : Sumbangan dan Bantuan Pemerintah Pusat. TPD : Total Penerimaan Daerah,

3.3.2.3 Derajat Desentralisasi Perpajakan Daerah

Derajat Desentralisasi Perpajakan Daerah dapat dihitung dengan : DDP =

TPD BHP

x 100 % (7) Keterangan:

DDP : Derajat Desentralisasi Perpajakan Daerah, BHP : Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak,

TPD : Total Penerimaan Daerah,

3.3.3 Analisis Pertumbuhan Penerimaan Daerah

Untuk mengetahui tingkat pertumbuhan realisasi penerimaan dan pengeluaran rutin daerah dapat digunakan formula (Widodo, 1990 : 36 ) :

Δ X =

) t ( ) t ( t X X X 1 1 − − −

x 100 % (8)


(47)

Δ X = Rasio pertumbuhan realisasi penerimaan atau pengeluaran rutin Xt = Jumlah penerimaan atau pengeluaran rutin

X(t-i) = Jumlah penerimaan atau pengeluaran rutin tahun sebelumnya.

3.3.4 Kemampuan Keuangan Daerah dalam membiayai Pengeluaran Rutin dan Pembangunan

Kemampuan daerah dalam membiayai pengeluarannya baik bersifat rutin maupun pembangunan dapat dihitung dengan formula :

KRD =

TBRD TPAD

x 100 % (9) Dimana :

KRD = Kemampuan Rutin Daerah TPAD = Total PAD

TBRD = Total Pengeluaran Rutin Daerah

3.3.5 Analisis Pengaruh Penerimaan daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Fungsi persamaan yang digunakan dalam menganalisis pengaruh penerimaan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah adalah :

PDRB = f(DAU, PAD, DBH, PDRBt-1) ……. (1)

Dari fungsi tersebut dispesifikasikan ke dalam model linear sebagai berikut : PDRB = ao + a1 DAU + a2 PAD + a3 DBH + a4 PDRBt-1 + µ . (2)


(48)

PDRB = Pertumbuhan ekonomi yang diproxy dengan PDRB dengan harga berlaku (dalam juta rupiah)

DAU = Dana Alokasi Umum (dalan juta rupiah)

DBH = Dana Bagi hasil pajak dan bukan pajak (dalan juta rupiah) PDRBt-1 = PDRB satu tahun sebelumnya (dalan juta rupiah )

µ = Kesalahan pengganggu ao,…an = Koeffesien regresi

3.4 Variabel Penelitian

Penerimaan daerah yang berasal dari daerah sendiri seperti Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba BUMD, penerimaan dinas-dinas dan penerimaan lain-lain. Kemudian penerimaan Bagi Hasil Pajak (BHP) dan Bagi Hasil Bukan Pajak (BHBP) serta penerimaan yang bersumber dari Pemerintah Pusat seperti Subsidi Daerah Otonom atau Dana Alokasi Umum dan Bantuan Pembangunan serta Pinjaman Daerah.

Berdasarkan paradigma baru yaitu Undang-undang nomor 32 dan 34 tahun 2004 disebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri dari :

1. Pendapatan asli daerah yang terdiri hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan asli daerah yang sah


(49)

2. Dana perimbangan yaitu bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dan penerimaan dari sumber daya alam

3. Dana alokasi umum 4. Dana alokasi khusus

Pengeluaran/belanja rutin adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak menambah asset atau kekayaan bagi daerah, yaitu,: Belanja Administrasi Umum terdiri dari : Belanja Pegawai, Belanja Barang, Belanja Perjalanan Dinas, Belanja pemeliharaan dan belanja Operasi serta Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Umum.

3.5 Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan Metode

Ordinary Least Square (OLS). Untuk memudahkan pengolahan data digunakan program Eviews 4.1.

3.6 Test Uji Goodness Of Fit

a. R2 (coefficient Determination), untuk melihat kekuatan variabel bebas (independent varabel) menjelaskan variabel terikat (dependent varabel).

b. Uji-t (t-test) digunakan untuk mengetahui signifikasi variabel secara parsial dan c. Uji – F ( F-test) yang digunakan untuk mengetahui signifikasi statistik secara

serentak.


(50)

Permasalahan yang dapat terjadi dengan model regresi linier yang dapat mengganggu model yang telah ditetapkan Insukindro (2000) yang meliputi :

3.7.1 Uji Multikolinieritas

Pemahaman persamaan regresi linier secara implisit bergantung pada asumsi bahwa variabel bebas dalam model tersebut tidak berkorelasi. Bila pada sebuah model terdapat multikolinieritas akan menimbulkan penyimpangan.atau menyesatkan interprestasi.

3.7.2 Uji Autokorelasi

Pengertian Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diururkan menurut waktu. Dalam keonteks regresi, model regresi linear klasik mengasumsikan bahwa autokorelasi seperti itu tidak terdapat dalam disturbansi atau penggunaan. Dengan menggunakan lambang µ secara sederhana dapat dikatakan model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain manapun.

Untuk mendeteksi adanya korelasi dalam model penelitian ini dilakukan uji langange Multiplier (LM Test). Dengan membandingkan nilai X² hitung dengan X² tabel, dengan kriteria penilaian sebagai berikut :

a. Jika nilai X² hitung > X² tabel, maka hipotesis yang dinyatakan bahwa tidak ada autokorelasi dalam model empiris yang digunakan ditolak.

b. Jika nilai X² hitung < X² tabel, maka hipotesis yang dinyatakan bahwa tidak ada korelasi dalam model empiris yang digunakan tidak dapat ditolak.

3.8 Batasan Operasional

Untuk memudahkan pemahaman terhadap istilah dan variabel yang digunakan dalam penelitian ini maka perlu diberikan batasan operasional sebagai berikut : 1. Pengelolaan keuangan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah

daerah dalam hal merencanakan menggunakan dan mempertanggungjawabkan penerimaan, pendapatan maupun belanja yang telah ditetapkan, sedangkan


(51)

Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah pokok-pokok kebijakan mencakup sinkronisasi kebijakan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, prinsip dan kebijakan penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah total pendapatan daerah yang dihasilkan daerah untuk setiap tahunnya (dalam rupiah)

3. Dana alokasi umum (DAU) adalah total penerimaan daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase tertentu dari pendapatan dalam negeri netto yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (dalam rupiah)

4. Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) adalah total pendapatan dan pengeluaran pemerintah daerah untuk setiap tahun anggaran (dalam rupiah)

5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah jumlah keseluruhan pengeluaran daerah yang dihasilkan setiap tahunnya berdasarkan harga berlaku (dalam rupiah).


(52)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Aceh Singkil

Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil yang dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1999 merupakan daerah pemekaran Kabupaten Aceh Selatan Secara geografis Kabupaten Aceh Singkil berada pada posisi 02° 02’ - 03°00’ Lintang Utara dan 97°04’ - 98°12’ Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 525 meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah keseluruhan 3.578 Km2, BPS Aceh Singkil (2000).. Sedangkan secara administratif wilayah Kabupaten Aceh Singkil berbatasan dengan :

1. Sebelah Utara : dengan Kabupaten Aceh Tenggara. 2. Sebelah Timur : dengan Provinsi Sumatra Utara. 3. Sebelah Selatan : dengan Samudra Indonesia. 4. Sebelah Barat : dengan Kabupaten Aceh Selatan.

Sebagai kabupaten yang baru dibentuk, Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil menyadari benar akan amanah berat yang dipikulnya dalam upaya meningkatkan kesejahteraan dan ketenteraman masyarakat. Upaya-upaya optimal telah dilakukan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan kewenangan yang dimiliki sebagai daerah otonom dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.

4.2 Perkembangan PDRB

Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Aceh Singkil dihitung dengan pendekatan produksi ( Production Approach ) yang ddisajikan dalam dua bentuk perhitungan yaitu Atas Dasar harga berlaku dan atas dasaar harga konstan 1993. PDRB Atas Dasar harga berlaku dipengaruhi oleh faktor perubahan harga, sedangkan atas dasaar harga konstan memperlihatkan perkembangan PDRB tanpa dipengaruhi oleh faktor perubahan harga, jadi PDRB atas dasaar harga konstan memperlihatkan perkembangan produk secara riil.


(53)

Perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku di Kabupaten Aceh Singkil selama periode tahun 1999 sampai dengan tahun 2003 menunjukan peningkatan yang sangat tinggi yaitu sebesar 97,92% atau rata-rata 19,58%. Pada tahun 1999 PDRB Kabupaten Aceh Singkil atas dasar harga berlaku sebesar Rp. 292.872,67 juta, kemudian meningkat menjadi Rp. 343.454,89 juta pada tahun 2000 (terjadi peningkatan sebesar 17,27%), dan terus meningkat sampai tahun 2003 yaitu mencapai Rp. 510.719,85 juta. Untuk lebih jelas dapat dilihat tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. Nilai PDRB Kabupaten Aceh Singkil Tahun 1999 – 2003

Tahun Atas Dasar Harga berlaku (jutaan Rp) Pertumbuhan ( % )

Atas Dasar Harga Konstan 1993 (jutaan Rp)

Pertumbuhan ( % )

1999 292.872,67 38,21 128.926,70 0,58 2000 343.454,89 17,27 132.986,16 3,15 2001 396.307,61 15,39 137.782,96 3,61 2002 454.067,35 14,57 143.480,37 4,14 2003 510.719,85 12,48 149.918,28 4,49 Sumber : BPS Kabupaten Aceh Singkil 2004

Kalau dilihat atas dasar harga konstan 1993, PDRB Kabupaten Aceh Singkil juga mengalami peningkatan yang cukup menggembirakan selama periode 1999-2003 terjadi peningkatan sebesar 15,97% atau rata-rata 3,19%. Pada tahun 1999 PDRB Kabupaten Aceh Singkil atas dasar harga konstan 1993 sebesar Rp. 128.926,70 juta, kemudian meningkat menjadi Rp. 132.986,16 juta pada tahun 2000 (terjadi pertumbuhan sebesar 3,15%) selanjutnya terus meningkat secara signifikan sampai dengan tahun 2003 mencapai sebesar Rp. 149.918,28 juta.

Upaya Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil dalam pemulihan ekonomi yang dilanda krisis semenjak pertengahan tahun 1997, hal ini terlihat dari nilai laju pertumbuhan ekonomi (Pertumbuhan PDRB ADHK 1993) pada tahun 1999 hanya tumbuh sebesar 0,58% mampu ditingkatkan menjadi 3,15% pada tahun 2000 dan terus meningkat menjadi sebesar 4,49% pada tahun 2003. Pertumbuhan ekonomi rata-rata Kabupaten Aceh Singkil selama periode 1999-2003 adalah sebesar 3,19%. Yang paling menggembirakan lagi adalah bahwa laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Singkil yang terjadi setiap tahunnya selalu berada diatas laju pertumbuhan ekonomi nasional dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

Pada tahun 1999 hanya ada satu sektor (lapangan usaha) yang mengalami pertumbuhan negatif yaitu sektor Pertanian yaitu minus 2,65%, sektor-sektor lainnya semuanya mengalami pertumbuhan positif. Sejak tahun 2000 sampai dengan tahun


(54)

2003 semua sektor perekonomian di Kabupaten Aceh Singkil mengalami pertumbuhan positif. Untuk sektor Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan yang cukup berat dalam menghadapi krisis yang berkepanjangan diberbagai daerah, namun untuk Kabupaten Aceh Singkil terjadi pertumbuhan yang cukup tinggi selama periode tahun 1999 – 2003 yaitu rata-rata sebesar 22,87%.

Ada tiga sektor dengan laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2003 agak relatif rendah yaitu sektor industri pengolahan sebesar 2,55%, sektor jasa-jasa sebesar 2,85% dan sektor pertanian sebesar 2,87%. Walaupun sektor industri pengolahan dan sektor jasa-jasa terjadi laju pertumbuhan yang rendah namun tidak begitu terpengaruh terhadap pembentukan laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Singkil karena perannya yang masih sangat rendah. Dalam kaitan ini untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.2. Hubungan Antara Peranan Sektoral dengan Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2003

Peranan Terhadap Total PDRB Laju

Pertumbuhan > 10% 1 – 9,9% < 1%

ƒ perdagangan, hotel dan restoran

ƒ Pertambangan dan pengalian

ƒ Listrik dan air minum

Diatas PDRB

(4,49%) ƒ Pengangkutan dan komunikasi

ƒ Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan

ƒ Pertanian ƒ Industri pengolahan ƒ Bangunan/ Konstruksi Dibawah PDRB

4,49%

ƒ Jasa-jasa

Sumber : BPS Kabupaten Aceh Singkil 2004

Pada tabel tersebut terlihat bahwa sektor pertanian yang mempunyai peran yang cukup besar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Singkil namun mempunyai laju pertumbuhan ekonomi yang masih berada dibawah rata-rata, berkaitan dengan kondisi ini maka kebijakan pemerintah Kabupaten Aceh Singkil dalam meningkatkan produksi pangan untuk mencapai swasembada pangan pada tahun 2006 sangat tepat sekali. Dengan meningkatnya produksi maka diharapkan pertumbuhan ekonomi sektor pertanian akan dapat dicapai diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Aceh Singkil.


(55)

4.2.1 Produk Domestik Regional Bruto Secara Sektoral

Setiap sektor (lapangan usaha) mempunyai peranan yang cukup variatif dalam pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Singkil, sehingga dengan mudah dapat dilihat sektor-sektor mana saja yang mempunyai kontribusi yang paling tinggi yang sangat menentukan dan sektor-sektor yang mempunyai kontribusi yang relatif kecil. Dengan tinjauan secara sektoral ini juga dapat menggambarkan sektor-sektor yang cukup berpotensi atau mempunyai peluang untuk ditingkatkan peranannya dalam pembangunan ekonomi daerah serta dapat memberikan gambaran keterkaitannya dengan skala prioritas pembangunan yang telah dan akan digunakan sebagai landasan dalam perencanaan pembangunan ekonomi daerah, peranan masing-masing sektor sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.3. Distribusi Persentase Produk Domestik Bruto Kabupaten Aceh Singkil Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku tahun 1999 – 2003

Tahun

Lapangan Usaha 1999

(%) 2000 (%) 2001 (%) 2002 (%) 2003 (%)

Pertanian 68,56 69,06 69,23 68,90 66,32

Pertambangan dan Penggalian 1,83 1,82 1,88 2,02 2,33 Industri Pengolahan 3,07 2,80 2,75 2,70 2,62 Listrik dan Air Minum 0,31 0,29 0,28 0,33 0,33 Bangunan/Konstruksi 6,30 5,85 5,96 6,19 6,05 Perdagangan, Hotel dan Restoran 10,60 10,87 10,61 10,34 11,77 Perhubungan dan Komunikasi 5,61 5,57 5,53 5,73 6,03 Bank dan Lemb. Keuangan Lainnya 1,46 1,64 1,79 1,80 2,53

Jasa-Jasa 2,26 2,10 1,98 1,99 2,02

Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Sumber : BPS Kabupaten Aceh Singkil 2004

Selama kurun waktu tahun 1999 – 2003 Sektor Pertanian mempunyai peranan yang sangat dominan dalam pembentukan PDRB Kabupaten Aceh Singkil kemudian diikuti oleh Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran. Besarnya peranan Sektor Pertanian terutama disumbangkan dari Sektor Kehutanan dan Sektor Perkebunan, namun oleh karena produksi komoditi kehutanan terutama produksi kayu semakin menurun maka peranan Sektor Pertanian secara umum terhadap PDRB juga semakin


(56)

menurun. Yang cukup menggembirakan adalah penurunan kontribusi Sub Sektor Kehutanan secara perlahan telah diambil alih oleh Sub Sektor Perkebunan yang telah menampakkan perkembangan yang sangat signifikan selama periode waktu tersebut.

Sektor lainnya yang mengalami peningkatan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten Aceh Singkil adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran, Sektor Perhubungan dan Komunikasi, Sektor Bank dan Lembaga Keuangan lainnya. Peningkatan peranan sektor perhubungan dan komunikasi sebagian besar ditunjang dari sub sektor komunikasi yang mengalami perkembangan yang pesat selama tahun 2003, hal ini terkait dengan mulai dapat berfungsinya pemakaian telepon seluluer (Satelindo/Mentari) pada awal tahun 2003 yang lalu.

Kalau kita tinjau secara umum perekonomian Kabupaten Aceh Singkil sudah mulai menampakkan perkembangan ke arah ekonomi yang maju ditandai dengan menurunnya secara perlahan peranan sektor tradisional/pertanian, dalam waktu yang bersamaan mulai terlihat meningkatnya peranan sektor Industri, Perdagangan, Perhubungan/Komunikasi, Keuangan dan Jasa.

4.2.2 Pendapatan Regional Perkapita

Pendapatan regional perkapita diperoleh dari hasil bagi antara Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas biaya faktor produksi (PDRN yang telah dikurangi penyusutan dan pajak tak langsung). Pendapatan Regional Perkapita Kabupaten Aceh Singkil atas dasaar harga konstan 1993 selama kurun waktu 1999 – 2003 terus mengalami peningkatan, kalau pada tahun 1999 sebesar Rp. 963.647,- terjadi peningkatan menjadi Rp. 1.043.444,- pada tahun 2003. Pada tahun 1999 pendapatan regional perkapita mengalami pertumbuhan yang negatif yaitu minus 2,14 %, hal ini disebabkan oleh karena pada tahun tersebut laju pertumbuhan PDRB lebih rendah yaitu sebesar 0,58 % jauh lebih kecil dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk yang mencapai 2,86 %. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.4. Pendapatan Regional Perkapita Kabupaten Aceh Singkil Tahun 1999 s.d 2003

Pendapatan Regional Perkapita ADHK 1993

Tahun

Nilai (Rp) Pertumbuhan (%)

Pertumbuhan PDRB ADHK (%) Pertumbuhan Penduduk (%)

1999 963.647,- -2,14 0,58 2,86

2000 969.265,- 0,58 3,15 3,73


(57)

2002 1.010.549,- 2,85 4,14 6,83

2003 1.043.4444,- 3,26 4,49 5,22

Sumber : BPS Kabupaten Aceh Singkil 2004

Sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan mulai dapat mengimbangi laju pertumbuhan penduduk, hasil ini mengakibatkan perkembangan pendapatan regional perkapita mengalami pertumbuhan yang positif dan semakin meningkat dari tahun ke tahun.

4.3 Struktur Keuangan Pusat dan Daerah

Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 dan 34 tahun 2004 disebutkan bahwa sumber-sumber penerimaan daerah dalam pelaksanaan desentralisasi terdiri dari : 1. Pendapatan asli daerah yang terdiri hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil

perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan asli daerah yang sah

2. Dana perimbangan yaitu bagian daerah dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dan penerimaan dari sumber daya alam

3. Dana alokasi umum (DAU) 4. Dana alokasi khusus (DAK) 5. Lain-lain penerimaan yang sah

Pengeluaran atau belanja rutin adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak menambah asset atau kekayaan bagi daerah,


(58)

97

yaitu belanja administrasi umum yang terdiri dari : belanja pegawai, belanja barang, belanja perjalanan dinas, belanja pemeliharaan dan belanja operasi.

Berikut adalah tabel penerimaan daerah Kabupaten Aceh Singkil dalam rangka membiayai pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan.


(59)

Tabel 4.5. Struktur Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2000 – 2006

Penerimaan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006

PAD 1,608,263,000 2,766,610,000 5,130,438,000 3,549,968,221 4,307,088,209

3,697,872,889 6,199,131,809 Pajak Daerah 284,967,000 228,270,000 1,098,894,000 758,031,000 2,007,839,486 511,214,905 887,894,000 Retribusi Daerah 86,304,000 140,942,000 430,469,000 212,820,000 314,397,889 325,307,816 1,173,894,809 Pdpt.Pengelolaa n kekayaan daerah yg dipisahkan - 21,000,000 45,000,000 30,001,221 - 196,531,691 681,300,000 Lain-lain PAD 1,236,992,000 2,376,398,000 3,556,075,000 2,549,116,000 1,984,850,834 2,664,818,477 3,456,043,000 Bagi Hasil

Pajak/Bukan Pajak 2,695,363,174 7,895,541,484 9,065,102,270 46,589,339,090 49,470,790,592 31,982,958,235 50,404,160,942

D A U

41,519,359,000 88,020,390,000 128,533,857,000 93,249,999,600 106,033,999,996 117,849,000,000 174,747,000,000 DAK - 27,817,339,000 10,517,672,000 14,246,409,996 11,530,534,823 11,190,000,000 26,820,000,000 Bagi Hasil Prov

- - - 3,110,625,243 1,180,000,000 34,530,492,807 19,579,153,302 Dana Bantuan - 9,363,631,000 16,239,605,982 9,363,631,000 13,703,473,700 16,608,255,014 -

Jumlah 45,822,985,174 135,863,511,484 169,486,675,252

170,109,973,150

186,225,887,320 215,858,578,945 277,749,446,053


(60)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari uraian dan hasil analisis yang telah dilakukan pada bab-bab terdahulu maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Kinerja pengelolaan keuangan daerah oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil menunjukan tingkat efisiensi berkisar antara 24 persen sampai dengan 63 persen dan rata-rata selama penelitian sebesar 40 persen. Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan bahwa pengelolaan keuangan di Pemda Kabupaten Aceh Singkil tergolong sangat efisien, sedangkan tingkat efektivitas dari pengelolaan keuangan pemerintah daerah berkisar antara 96 persen sampai dengan 109 persen, rata-rata selama tahun penelitian sebesar 101 persen hal ini menunjukan bahwa realisasi penerimaan hampir selalu melampaui target diamping itu dapat juga diartikan apakah penetuan target yang ditetapkan sebelum penyusunan anggaran telah tepat. Bila ditinjau dari hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan keuangan di Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil sangat efektif.

2. Berdasarkan uji statistik diketahui bahwa terdapat tiga variabel yang mempengaruhi PDRB Kabupaten Aceh Singkil secara signifikan. Ketiga variabel tersebut yaitu PDRBt-1, Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak serta Pendapatan Asli Daerah, sedangkan variabel Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh terhadap PDRB Kabupaten Aceh Singkil, ini disebabkan oleh besarnya belanja pegawai dan operasional yang dialokasikan pada komponan dana alokasi umum.


(1)

Lampiran 10

Dependent Variable: DAU Method: Least Square Date: 09/04/07 Time: 14:12 Sample: 2001: 2006:4 Included observations: 28

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -21122.14 4902.144 -4.308755 0.0002 BH 4.298307 2.881849 1.491510 0.1489 PAD 20.74417 5.120969 4.050829 0.0005 PDRBT1 0.036311 0.021519 1.687404 0.1045 R-squared 0.863542 Mean dependent var 47512.17 Adjusted R-squared 0.745884 S.D. dependent var 21399.88

S.E. of regression 4333.965 Akaike info criterion 19.71792 Sum squared resid 4.51E+08 Schwarz criterion 19.90823


(2)

Log likelihood -272.0508 F-statistic 211.4291 Durbin-Watson stat 1.432964 Prob(F-statistic) 0.000000


(3)

Lampiran 11. Uji Multikolinearitas

Dependent Variable: PAD Method: Least Squares Date: 09/04/06 Time: 14:13 Sample: 2001:1 2006:4 Included observations: 20

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 268.0085 192.9411 1.389069 0.1776

BH 0.178811 0.085037 2.102739 0.0462

DAU 0.019575 0.004832 4.050829 0.0005 PDRBT1 -0.000894 0.000675 -1.325221 0.1976 R-squared 0.851944 Mean dependent var 1516.130 Adjusted R-squared0.724937 S.D. dependent var 572.5906

S.E. of regression 133.1353 Akaike info criterion 12.75217 Sum squared resid 425399.9 Schwarz criterion 12.94249


(4)

Log likelihood -1174.5304 F-statistic 158.4734 Durbin-Watson stat 1.972466 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

Lampiran 12

Dependent Variable: PDRBT1 Method: Least Squares

Date: 09/04/097Time: 14:14 Sample: 2001:1 2006:4 Included observations: 24

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 213844.2 39023.46 5.479887 0.0000 BH 53.19533 23.73911 2.662077 0.0136 DAU 2.920749 1.730912 1.687404 0.1045 PAD -76.23692 57.52770 -1325221 0.1976 R-squared 0.886176 Mean dependent var 510942.0 Adjusted R-squared 0.871948 S.D. dependent var 108621.8 S.E. of regression 38869.69 Akaike info criterion 24.10538 Sum squared resid 3.63E+10 Schwarz criterion 24.29570


(6)

122

Log likelihood -333.4753 F-statistic 62.28368 Durbin-Watson stat 1.224764 Prob(F-statistic) 0.000000