Kajian Psikologi Sastra Terhadap Legenda Raja Sisingamangaraja Xii

(1)

KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA TERHADAP LEGENDA RAJA SISINGAMANGARAJA XII

SKRIPSI SARJANA

DIKERJAKAN OLEH

NAMA : INA DORIS P.SITORUS NIM : 110703010

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA BATAK MEDAN


(2)

KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA TERHADAP LEGENDA RAJA SISINGAMANGARAJA XII

SKRIPSI SARJANA

NAMA : INA DORIS P. SITORUS NIM : 110703010

LEMBAR PENGESAHAN Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Rosita Ginting, M.Hum

NIP : 19590520 198601 2002 NIP : 19560911 198610 1001

Drs. Sumurung Simorangkir, SH,M.Pd

Diketahui Oleh : Departemen Sastra Daerah

Ketua

NIP : 19620716 198803 1002 Drs. Warisman Sinaga, M. Hum


(3)

Diterima oleh:

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Bahasa dan Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Pada : Tanggal : Hari :

Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan

Nip: 195110131976031001 Dr. Syahron Lubis, M.A

Panitia Ujian:

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Warisman Sinaga, M. Hum ... 2. Dra. Herlina Ginting, M. Hum ... 3. Drs. Yos Rizal, Msp ... 4. Dra. Rosita Ginting, M.Hum ... 5. Drs. Sumurung Simorangkir, SH, M.Pd ...


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA DAERAH

Medan, Juni 2015 Ketua

Departemen Sastra Daerah

Drs.Warisman Sinaga, M. Hum NIP : 19620716 198803 1002


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesehatan dan kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi syarat untuk dapat menempuh ujian komprehensif untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Fakultas Ilmu Budaya Univesitas Sumatera Utara Medan.

Skripsi ini berjudul Kajian Psikologi Sastra Terhadap Legenda Raja Sisingamangaraja XII. Judul ini penulis ambil berdasarkan sejarah dan cerita masyarakat Batak Toba yang terdapat di desa Simamora, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara. Terwujudnya skripsi ini bukan semata-mata jerih payah penulis sendiri,tetapi tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Maka dalam kesempatan ini,penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun material sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Untuk dapat memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai isi skripsi, penulis memaparkan sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut: Bab I merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah,rumusan masalah,tujuan penelitian, manfaat penelitian, anggapan dasar, gambaran umum lokasi penelitian, letak geografis Kecamatan Baktiraja, keadaan penduduk, budaya masyarakat, dan adat istiadat masyarakat.


(6)

BAB II merupakan kajian pustaka yang mencakup kepustakaan yang relevan dan teori yang digunakan. Dalam kepustakaan yang relevan diuraikan tentang pengertian sastra, pengertian psikologi, pengertian psikologi sastra, dan pengertian legenda. Dalam teori yang digunakan mencakup teori struktural dan teori psikologi sastra.

Bab III merupakan metode penelitian yang mencakup metode dasar,lokasi penelitian,instrument penelitian,metode pengumpulan data,dan metode analisis data.

Bab IV merupakan pembahasan isi legenda yang mencakup unsur-unsurintrinsik didalam legenda Raja Sisingamangaraja XII meliputi tema, alur atau plot, latar atau setting, dan perwatakan.

Bab V merupakan kesimpulan dan saran.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna. Untuk itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca.Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca terutama bagi penulis.

Penulis,

Ina Doris P.Sitorus


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis tiada hentinya mengucapkan segala puji dan syukur atas hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas perlindungan-Nya serta kasih damai Tuhan Yesus Kristus yang selalu senantiasa melindungi, mengiringi dan memberikan kesehatan kepada penulis dari tahap awal penyusunan hingga tahap penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah memberikan saran, motivasi, dan bimbingan maupun bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh sebab itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan teristimewa dan terkhusus untukkedua orang tua yang sangat disayangi dan dicintai Ayahanda P. Sitorus dan ibunda R. Lbn. Tobing yang telah bersusah payah merawat, mendidik dan membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang hingga bisa menempuh pendidikan kejenjang perkuliahan. Doa mereka sepanjang masa dan senantiasa selalu mengiringi setiap langkah penulis. Memberikan motivasi dan perhatian yang sangat berharga kepada penulis dalam mewujudkan cita-cita, baik material maupun spritual dan selalu mengorbankan apapun yang ada padanya tanpa mengharapkan pamrih. Dalam kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Bapak Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, Pembantu Dekan III, serta seluruh staf maupun pegawai di jajaran Fakultas Ilmu Budaya. 2. Bapak Drs. Warisman Sinaga, M.Hum, selaku Ketua Departemen Sastra Daerah

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan motivasi serta inspirasi kepada penulis baik dalam perkuliahan maupun dalam penyelesaian skripsi.


(8)

3. Ibu Dra. Herlina Ginting, M.Hum, selaku sekretaris Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang selalu memberikan nasihat, dan dukungan yang bersifat membangun penulis dalam menyelesaikan skripsi.

4. Ibu Dra. Rosita Ginting, M.Hum, selaku dosen pembimbing I penulis yang selalu mendukung dan memberikan masukan-masukan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Terimakasih atas waktu, saran dan pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis disetiap bimbingan.

5. Bapak Drs. Sumurung Simorangkir, SH.M.Pd, selaku dosen pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu maupun tenaga serta memberikan perhatiannya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih untuk setiap kesabaran dan semangat dalam membimbing penulis saat bimbingan berlangsung.

6. Seluruh dosen di Departemen Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis.

7. Terisrimewa kepada adik-adik penulis yang tersayang dan terkasih, Serevina Sitorus, Oktorina Sitorus, Marsaulina Sitorus, Naengsi Sitorus, Berhamin Sitorus, Syalom Sitorus, dan Pangeran Sitorus, yang selalu membawa penulis dalam setiap doa dan memberikan dukungan maupun semangat yang tinggi dalam penyelesaian skripsi ini.


(9)

8. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada segenap keluarga, terkhusus buatito dan eda Dysia yang selalu memberikan semangat baru kepada penulis disaat penyusunan skripsi ini.

9. Kepada Kepala Desa Simamora dan seluruh informan yang berada di Kecamatan Baktiraja yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan informasi tentang skripsi ini.

10.Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kakanda-kakanda Jafier Sirait, Nelson Nababan, Harapan Sibarani, Togar Sibuea, serta alumni Sastra Daerah lainnya.

11.Buat Kak Fifi selaku pegawai Departemen Sastra Daerah, yang selalu sabar membantu penulis dalam kelancaran proses skripsi maupun kelancaran proses administrasi penulis sebagai persyaratan yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini.

12.Kepada sahabat-sahabat terbaikku dan seperjuangan stambuk 2011, Evelyna, Vera, Naomi, Yanti, Eva yeni, Derinta, Tifanni, Hera, Berliana, Willy, Rolas, Rijal, Patra, Jefry, Rekno, Rumondang, Angel, Melboy, Edep, Intan, Jesika, Masitah, Imam, danteman-teman lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu serta adik-adik junior stambuk 2012, 2013, 2014 dan 2015.

13.Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kekasih yangselalu memberikan motivasi yang tinggi dalam penyelesaian skripsi ini.

14.Kembali penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman di kos Lorse gang Tarigan dan juga teman sekampus Herty, Elfrida, Hotroma sari, Sribina, Sari, Desy, Renta dan semua anggota IMSAD, rekan FIB yang selalu mendengarkan


(10)

keluh kesah penulis dan memberikan dorongan kepada penulis dalam studi hingga penyusunan skripsi ini.

Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak baik di Medan maupun diluar kota Medan yang telah membantu penulis. Pada kesempatan ini penulis selalu berdoa dan memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa kiranya segala pertolongan yang mereka berikan, biarlah Tuhan yang akan membalasnya kepada mereka sebagaimana layaknya.

Penulis,

Nim : 110703010 Ina Doris P.Sitorus


(11)

Karya terbesarku:

Seorang penyair menulis puisi pada dinding kabut yang lembab

di tempat yang sama dan di waktu yang sama Disana lah aku hadir mengucapkan ini semua.... Ayah,...

Engkau adalah sosok yang gagah perkasa Yang memancarkan sinar

Menerangi bumiku Memberikan kehidupan Ibu...

Engkau adalah sosok bulan

Yang selalu halus dan lembut memancarkan sinar Menerangi malamku

Memberi masa depanyang ceria Ayah,...ibu,...

Dunia ini beku tanpa kehadiranmu Langkahku seketika terhenti tanpa doamu

Langit dan bumi adalah denyut lain dari denyut tubuhmu Ayah...ibu...

Akan ku turuti nasihatmu Sampai akhir hayatku

Dan apa yang ku persembahkan hari ini

Tak sebanding dengan apa yang telah engkau berikan selama ini...


(12)

ABSTRAK

Ina Doris P. Sitorus, 2015. Judul Skripsi: Kajian Psikologi Sastra Terhadap Legenda Raja Sisingamangaraja XII di Desa Simamora, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan. Terdiri dari 5 bab.

Penelitian ini merupakan kajian tentang PSIKOLOGI SASTRA TERHADAP LEGENDA RAJA SISINGAMANGARAJA XII. Masalah dalam penelitian ini adalah unsur intrinsik legenda Raja Sisingamangaraja XII, aspek-aspek psikologi sastra yang terkandung dalam legenda Raja Sisingamangaraja XII. Legenda ini merupakan salah satu bentuk cerita yang dimiliki masyarakat Batak Toba, tepatnya berada di Desa Simamora, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan agar mengetahui struktur legenda Raja Sisingamangaraja XII, aspek-aspek psikologi sastra yang terdapat dalam legenda Raja Sisingamangaraja XII.Susunan cerita dan peristiwa yang terjadi didalam legenda Raja Sisingamangaraja XII telah terstruktur dan diterjemahkan menjadi sebuah legenda serta menggali nilai psikosastra yang terkandung didalamnya.Metode yang digunakan dalam menganalisis masalah penelitian adalah metode deskripstif dengan teknik penelitian lapangan. Penelitian ini menggunakan teori struktural dan teori psikologi sastra. Adapun unsur-unsur intrinsik yang terkandung didalam legenda terdiri atas: tema, alur atau plot, latar atau setting, dan perwatakan atau penokohan. Legenda Raja Sisingamangaraja XII, mengisahkan seorang Raja yang berjiwa demokrasi, berloyalitas tinggi, berkharisma, adil dan bijaksana dalam menggayomi dan memimpin rakyatnya.


(13)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1LatarBelakang ... 1

1.2RumusanMasalah ... 4

1.3TujuanPenelitian ... 4

1.4ManfaatPenelitian ... 5

1.5Anggapan Dasar ... 5

1.6Gambaran Umum Lokasi Penelitia... 6

1.6.1 Letak Geografis Kecamatan Baktiraja ... 6

1.6.2 Keadaan Penduduk ... 7

1.6.3 Budaya Masyarakat ... 7

1.6.3.1 Adat Istiadat Masyarakat ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

2.1 Kepustakaan Yang Relevan ... 9

2.1.1 Pengertian Sastra ... 9


(14)

2.1.3 Pengertian Psikologi Sastra ... 12

2.1.4 Pengertian Legenda ... 13

2.2 Teori yang Digunakan ... 14

2.2.1 Teori struktural ... 15

2.2.2Teori Psikologi Sastra ... 18

BAB III METODE PENELITIAN ... 21

3.1Metode Dasar ... 21

3.2LokasiPenelitian ... 22

3.3 Sumber data ... 22

3.4Instrumen Penelitian ... 23

3.5Metode Pengumpulan Data ... 23

3.6 Metode Analisis Data ... 24

BAB IV PEMBAHASAN ... 25

4.1 Unsur-unsur Intrinsik Legenda Raja Sisingamangaraja XII ... 25

4.1.1 Tema ... 25

4.1.2 Alur atau Plot ... 28

4.1.3 Latar atau Setting ... 33


(15)

4.2 Kajian Aspek-aspek Psikologi Sastra Legenda Sisingamangaraja XII ... 45

4.2.1 Kepahlawanan... 45

4.2.2 Motivasi ... 48

4.2.3 Emosi ... 51

4.2.4 Tanggung Jawab ... 57

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59

5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN ... 64

Lampiran 1. Sinopsis Legenda Raja Sisingamangaraja XII... 64

Lampiran 2. Daftar Gambar Tempat Penelitian ... 99

Lampiran 3. Daftar Informan ... 102


(16)

AMSAL 1:7

“Takut akan Tuhan adalah

permulaan pengetahuan tetapi

orang bodoh menghina hikmah dan

didikan.”

Poda 1:7

“Biar mida Jahowa do parmulaan ni

parbinotoan, alai anggo halak na oto

manoisi hapistaran dohot

pangajaran.”

pod 1:7

biar/ mid jhow do pr/Mlan/ ni

p/binotoan/, alI a</go hlk/ n

aoto mnoIsi hpsi/trn/ dohto/

p<jrn/.


(17)

ABSTRAK

Ina Doris P. Sitorus, 2015. Judul Skripsi: Kajian Psikologi Sastra Terhadap Legenda Raja Sisingamangaraja XII di Desa Simamora, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan. Terdiri dari 5 bab.

Penelitian ini merupakan kajian tentang PSIKOLOGI SASTRA TERHADAP LEGENDA RAJA SISINGAMANGARAJA XII. Masalah dalam penelitian ini adalah unsur intrinsik legenda Raja Sisingamangaraja XII, aspek-aspek psikologi sastra yang terkandung dalam legenda Raja Sisingamangaraja XII. Legenda ini merupakan salah satu bentuk cerita yang dimiliki masyarakat Batak Toba, tepatnya berada di Desa Simamora, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini bertujuan agar mengetahui struktur legenda Raja Sisingamangaraja XII, aspek-aspek psikologi sastra yang terdapat dalam legenda Raja Sisingamangaraja XII.Susunan cerita dan peristiwa yang terjadi didalam legenda Raja Sisingamangaraja XII telah terstruktur dan diterjemahkan menjadi sebuah legenda serta menggali nilai psikosastra yang terkandung didalamnya.Metode yang digunakan dalam menganalisis masalah penelitian adalah metode deskripstif dengan teknik penelitian lapangan. Penelitian ini menggunakan teori struktural dan teori psikologi sastra. Adapun unsur-unsur intrinsik yang terkandung didalam legenda terdiri atas: tema, alur atau plot, latar atau setting, dan perwatakan atau penokohan. Legenda Raja Sisingamangaraja XII, mengisahkan seorang Raja yang berjiwa demokrasi, berloyalitas tinggi, berkharisma, adil dan bijaksana dalam menggayomi dan memimpin rakyatnya.


(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sastra juga cabang ilmu pengetahuan. Studi sastra memiliki metode-metode yang absah dan ilmiah, walau tidak selalu sama dengan metode ilmu-ilmu alam. Bedanya hanya saja ilmu-ilmu alam berbeda dengan tujuan ilmu-ilmu budaya.Ilmu-ilmu alam mempelajari fakta-fakta yang berulang, sedangkan sejarah mengkaji fakta-fakta yang silih berganti.Studi sastra adalah sebuah cabang ilmu pengetahuan yang berkembang terus-menerus.

Sapardi (1979:1)memaparkan bahwa sastra itu adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial.Sastra menampilkan gambaran kehidupan dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Tentu saja yang disampaikan dalam hasil karyanya merupakan semua aspek yang berhubungan dengan seluk-beluk kehidupan manusia, baik mengenai kehidupan sosial,politik,maupun masalah yang dihadapi manusia pada saat diciptakannya karya sastra tersebut.Sastra juga merupakan bagian dari kebudayaan,yang artinya sastra dapat juga menjadi tempat penuangan ekspresi jiwa.

Selain itu, sastra dapat digunakan sebagai media penyampaiangagasan-gagasan yangdipikirkan oleh pengarang mengenai kehidupan sosial pengarang manusia (ruang lingkup masyarakat). Itulah sebabnya, sastra dikatakan mampu menampilkan gambaran kehidupan manusia.

Provinsi Sumatera Utara merupakan provinsi yang salah satu penduduknya ialah etnis Batak.Etnis Batak yang terdapat di Provinsi ini terdiri atas 5 subetnis,diantaranya


(19)

terdapat etnis Batak Toba.Etnis ini merupakan salah satu subetnis yang memiliki kebudayaan dan karya sastra sendiri.Sastra dalam kajian dasarnya terbagi atas dua bagian yakni sastra tulisan dan sastra lisan. Sastra tulisan ini dominan berasal dari sastra lisan, misalnya legenda yang diceritakan seseorang kemudian ditulis dan dibukukan oleh pendengarnya.

Sastra tulisan banyak diketahui oleh pembaca karena dikenal penyampaiannya melalui tulisan yang sudah dibukukan.Sastra lisan disampaikan dari mulut ke mulut (sastra oral) yang berisi cerita-cerita warisan turun-temurun dan mempunyai nilai-nilai leluhur misalnya mitos,legenda,cerita rakyat, dongeng, dan lain-lain.

Sastra lisan merupakan dasar komunikasi antara pencipta,masyarakat, dan pembaca ceritayang dalam artiannya bahwa suatu karya itu akan lebih mudah untuk dipahami apabila didasari pada karya sastra karena unsur-unsurnya telah banyak dikenal dan akan lebih mudah dilaksanakan oleh masyarakat.Sastra lisan itu juga merupakan suatu kekayaan budaya, terkhusus kekayaan atas keragaman sastra karena sastra lisan sebagai bagian apresiasi sastra,sebab sastra lisan telah

menarik pendengar untuk melakukan ekspresinya dan pemahamannya atas gagasan karya sastra yang telah dibaca.

Karya-karya sastra lisan banyak menuangkan dampak nilai-nilai moral,didaktis,ilmu pengetahuan,filsafat,dan lain-lain yang penting untuk dibahas dan diteliti melalui buku yang menyangkut kepada karya-karya sastra lisan,agar masyarakat yang belum mengetahui menjadi mengenal.Memang dapat dikatakan bahwa sastra lisan itu telah banyak dibukukan, akan tetapi masih cukup banyak sastra lisan yang belum dibukukan.Sebagai suatu contoh sastra lisan dalam etnis Batak Toba adalah legenda.


(20)

Legenda adalah cerita prosa rakyat yang mirip dengan mite, yaitu dianggap benar-benar terjadi tetapi tidak dianggap suci dan oleh yang empunya cerita disebut sebagai suatu yang benar-benar terjadi dan juga telah dibumbui dengan keajaiban, kesaktian, dan keistimewaan tokohnya.Maka dengan kelemahan dan segala kekurangan, penulis mencoba mengangkat salah satu karya sastra berupa legenda.Misalnya legenda Raja Sisingamangaraja XII yang mengisahkan seorang Raja yang bijaksana,berkharisma, dan berjiwa tinggi dalam memimpin rakyatnya. Selain itu, beliau juga seorang Raja yang terkenal menjadi pemangku agama, adat sekaligus budaya. Terlebih dikalangan sukunya hingga saat ini, sosok beliau lebih dikenang sebagai seorang pahlawan yang memiliki jiwa yang berdemokrasi tinggi, dan berloyalitas tinggi dalam memimpin rakyatnya. Raja yang rela berjuang demi kesejahteraan rakyatnya dengan mengorbankan segala yang ada padanya.

Raja Sisingamangaraja XII ini juga merupakan salah satu tokoh pejuang yang anti dengan perbudakan dan penindasan, sehingga kepribadian dan perwatakannya yang masih diliputi dengan misteri sering dibicarakan oleh masyarakat dengan kekaguman atas perjuangannya.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam penyusunan skripsi sangat penting adanya perumusan masalah,karena pada dasarnya masalah itu adalah suatu wujud bentuk pertanyaan yang terstruktur dan memerlukan pemecahan di dalam pembahasan.Adapun rumusan masalah yang dapat saya simpulkan dan akan dibahas permasalahannya adalah :

1) Bagaimana unsur intrinsik legenda Raja Sisingamangaraja XII?


(21)

1.3 Tujuan Penelitian

Suatu pekerjaan yang dilaksanakan agar memperoleh hasil yang baik tentunya pekerjaan itu harus mempunyai sasaran ataupun tujuan. Tujuan dari penulisan skripsi ini yaitu penulis sangat berharap skripsi ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa maupun khalayak umum yang membacanya agar lebih mengetahui tentang karakter Raja Sisingamaraja XII. Selain itu, adapun tujuan dari penelitian ini yang hendak dicapai antara lain:

1) Menguraikan unsur-unsur intrinsik legenda Raja Sisingamangaraja XII.

2) Mengungkapkan aspek psikologis tokoh (watak) legenda Raja Sisingamangaraja XII.

1.4 Manfaat Penelitian

Karena adanya penulisan skripsi tentang analisis Psikologi sastra terhadap legenda di atas, maka penulis berharap hasil penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut :

1) Membantu pembaca dalam memahami unsur-unsur yang membangun legenda Raja Sisingamangaraja XII.

2) Penelitian ini diharapkan mampu merangsang masyarakat terhadap karya sastra daerah yang masih banyak mengandung nilai-nilai kejiwaan yang bermanfaat besar didalam hidup keseharian.

3) Memelihara karya sastra lisan agar terhindar dari kemusnahan dan dapat diwariskan kepada generasi muda.

4) Sebagai apresiasi Sastra Daerah khususnya prodi Sastra Batak terhadap prosa rakyat (legenda).


(22)

5) Tambahan sumber informasi tentang Sisingamangaraja XII bagi mahasiswa Departemen Sastra Daerah FIB USU Medan.

6) Sebagai bahan dokumentasi legenda pada Departemen Sastra Daerah FIB USU Medan.

1.5 Anggapan Dasar

Dalam melakukan penelitian diperlukan anggapan dasar. Anggapan dasar adalah suatu hal yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang harus dirumuskan secara jelas (Arikunto, 1996:65). Maksud kebenaran disini adalah apabila anggapan dasar tersebut dapat dibuktikan kebenarannya. Karena itu menurut penulis, legenda ini masih ada dalam masyarakat Batak Toba dan mengingatkan

kepada pembaca, khususnya pada masyarakat Batak Toba agar tidak memaksakan kehendaknya dalam melakukan tindakan-tindakan yang tidak baik yang melanggar norma dan etika ditengah-tengah kehidupan.

1.6 Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1.6.1 Letak Geografis Kecamatan Baktiraja

Kecamatan Baktiraja terletak di Kabupaten Humbang Hasundutan Provinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah 2.231,9 Ha yang terletak pada titik koordinat 2º16’-2º 23’LU- 98º47’-98º 58’ BT. Kecamatan Baktiraja terletak pada 500 – 1.500 meter di atas permukaan laut. Kecamatan ini terdiri dari tujuh desa diantaranya adalah Desa Simamora, Siunongunong, Julu, Sinambela, Simangulampe, Marbun Toruan, Marbun Tonga, Marbun Dolok dan Tipang. Kecamatan Baktiraja merupakan daerah yang menjadi tempat penelitian tentang Legenda Raja Sisingamangaraja XII. Jarak tempuh kantor kecamatan Baktiraja ke kantor Bupati Humbang Hasundutan ± 15 km dengan jumlah penduduk sekitar 7.639 jiwa.


(23)

Kecamatan Baktiraja terletak dengan batas wilayah :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sitiotio Kab. Samosir. - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Doloksanggul. - Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Pollung.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Muara Kab. Tapanuli Utara.

Data tersebut bersumber dari kecamatan Baktiraja kabupaten Humbang Hasundutan.

1.6.2 Keadaan Penduduk

Pada umumnya, masyarakat yang bermukim di Desa Simamora adalah suku Batak Toba yang telah lama mendiami desa tersebut. Desa Simamora merupakan tanah ulayat marga Sinambela, Marbun, Simamora, Bakara, Sihite, dan Simanullang. Ke-6 kelompok marga ini membentuk satu kesatuan masyarakat adat dinamai sionom ompu (onom=enam; ompu=leluhur). Sedangkan marga lain adalah marga pendatang yang

bermukim di Desa Simamora, yang juga merupakan suku Batak. Penduduk yang berada di desa ini rata-rata mata pencahariannya adalah bertani. Produk pertanian unggulan di Desa Simamora adalah padi, bawang merah, kopi, dan tanaman palawija lainnya. Namun sebahagian kecil dari masyarakat yang bermukim di pinggiran danau Toba bekerja sebagai nelayan. Meski demikian, tidak sedikit juga masyarakatnya bekerja pada instansi pemerintahan.

1.6.3 Budaya Masyarakat

Penduduk yang bermukim di Desa Simamora mayoritas suku Batak Toba yang telah lama mendiami Baktiraja, dan terkenal akan budaya Batak Tobanya yang masih kental dan asli. Masyarakat di desa ini dikatakan homogen, karena masih berasal dari


(24)

satu suku yaitu suku Batak Toba dan memiliki ciri khas pada budaya masyarakatnya. Dalam masyarakat Batak Toba juga dikenal adanya turiturian (cerita), cerita ini akan menjadi sebuah budaya atau kebiasaan bagi masyarakat batak Toba ketika beropera. Maka di dalam penulisan skripsi ini, penulis membahas sebuah legenda yang menceritakan tentang perjuangan

Raja Sisingamangaraja XII, legenda yang hingga kini dianggap telah membudidaya dalam kehidupan masyarakat Batak Toba.

1.6.3.1 Adat istiadat Masyarakat

Struktur masyarakat Batak Tobadikenal dengan sebutan dalihan na tolu, yang didalamnya terdapat makna somba marhula-hula, manat mardongan tubu, elek marboru. Dari falsafah dalihan na tolu tersebut, maka masyarakat Batak Toba menjalankan hubungan kekerabatan yang sangat erat sebagai aturan dan norma dalam kehidupan sehari-hari.

Masyarakat Desa Simamora umumnya dalam kehidupan sehari-hari menggunakan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi atau bahasa keseharian karena lebih mudah dipahami oleh masyarakat, misalnya dalam kebaktian gereja, upacara adat, rapat penatua adat. Dengan pengartian lain, di desa ini bahasa daerah yang tidak lain adalah bahasa Batak Toba merupakan alat komunikasi sesama suku Batak Toba


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepustakaan Yang Relevan

Dalam kajian pustaka dimuat esensi-esensi hasil penelitian literatur yaitu berupa teori-teori.Kajian pustaka adalah kegiatan dalam mencari dan menemukan ide-ide atau konsep-konsep sebagai media pendukung dalam memecahkan masalah yang diperoleh pada saat penelitian,beberapa konsep atau ide yang tersebut bersumber dari pandangan atau pendapat para ahli,dokumentasi yang diperoleh,data yang empiris,dan nalarnya suatu penelitian yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

Adapun buku-buku yang menunjang didalam penelitian ini adalah buku-buku tentang sastra,psikologi sastra dan juga sumber bacaan lainnya tentang legenda Raja Sisingamangaraja XII.

2.1.1 Pengertian sastra

Secara etimologi dapat ditinjau bahwa kata sastra dalam kehidupan sehari-hari dikenal dengan kesusastraan berasal dari bahasa sansekerta. Kata dasar kesusastraan adalah sastra yang artinya tulisan,karangan.Sastra mendapat awalan sehingga maknanya sebuah tulisan atau karangan yang indah.


(26)

Dalam bahasa Indonesia kata sastra mendapat konfiks ke-an sehingga menjadi kesusastraan yang mempunyai artian kumpulan atau karangan yang indah.Banyak para ahli mendefinisikan pengertian sastra sebagai berikut :

M. Atar Semi (1988:8) mengatakan,sastra itu adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Karya sastra dipandang sebagai suatu yang dihasilkan dan dinikmati,dimana seseorang tertentu di masyarakat dapat menghasilkan karya sastra sedangkan orang lain dalam jumlah yang besar dapat menikmati karya sastra tersebut dengan cara mendengar atau membacanya. Maka,karya sastra itu adalah suatu bentuk hasil pekerjaan seni kreatif yang objek khususnya adalah manusia dan bahasa adalah mediumnya.

Sumardjo dan Saini (1984:3) mengungkapkan bahwa sastra adalah ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman,pemikiran,semangat keyakinan dalam bentuk konkrit (nyata) yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa.Para ahli memberikan ulasan definisi sastra berdasarkan pemikirannya masing-masing dan sifatnya yang deskriptif namun menekankan aspek tertentu.

2.1.2 Pengertian psikologi

Kata psikologi, berasal dari bahasa Yunani Psyche yang diartikan dengan Jiwa dan Logos yang bermakna Ilmu. Jadi apabila dilihat dari asal katanya, psikologi itu berarti ilmu yang berhubungan dengan seluk-beluk jiwa manusia.

Secara umum psikologi dapat diartikan sebagai ilmu yang menggunakan prinsip-prinsip ilmiah untuk mempelajari perilaku manusia baik perilaku yang terlihat, seperti


(27)

makan, minum, berjalan, tidur, bekerja, dan berbicara maupun perilaku yang tidak dapat dilihat seperti berfikir, emosi dan imajinasi(Wayan Ardana 1985 : 12).

Menurut Wellek dan Austin (1989:80) psikologi itu merupakan suatu ilmu yang memiliki dasar sebagai berikut :

1) Studi psikologi pengarang sebagai tipe atau kepribadian. 2) Studi proses kreatif

3) Studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra 4) Mempelajari dampak sastra pada pembaca (psikologi pembaca)

Jiwa sebagai objek dari psikologi tidak dapat dilihat,diraba,bahkan disentuh. Nilai-nilai psikologi pada sebuah cerita atau sebuah karya sastra dapat diwujudkan untuk mencapai pemahaman yang lebih dalam lagi dimana ilmu psikologi digunakan untuk kehidupan masyarakat itu sendiri agar tejalinnya hubungan yang erat antara watak tokoh dalam sebuah karya dengan masyarakat sebagai penikmatnya.Dengan penjelasan demikian maka dapat diketahui nilai-nilai psikologis sebuah legenda berdasarkan jamannya. Perubahan jaman dapat mengubah asumsi masyarakat mengenai nilai-nilai psikologisnya.

2.1.3 Pengertian Psikologi Sastra

Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan. Psikologi sastra menganggap bahwa sastra adalah sebuah pantulan kejiwaan. Pengarang menangkap gejala jiwa kemudian diolah ke dalam teks yang dilengkapi dengan kejiwaannya sendiri.

Dalam pandangan Hardjana (1994 : 60) psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan penelitian. Pertama, penelitian terhadap psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Kedua, penelitian proses kreatif pengarang dalam kaitannya


(28)

dengan kejiwaan. Ketiga, penelitian hukum–hukum psikologi yang diterapkan dalam karya sastra hal ini lebih cenderung pada teori–teori psikologi semisal tentang teori psikoanalisa. Keempat, penelitian dampak psikologi teks sastra pada pembaca.

Sedangkan Ratna (2004 : 350) mengatakan,bahwa psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peranan studi psikologis.Relevansi analisis psikologis diperlukan justru pada saat tingkat peradaban kemajuan, pada saat manusiakehilanganpengendalianpsikologis.

Untuk itu dari beberapa pendapat yang sudah diuraikan di atas, penulis lebih cenderung mengambil pendapat Jatmen dalam Endraswara (2006 : 97) karena pendapat tersebut menguraikan secara jelas bahwa didalam sebuah karya sastrapsikologi pengarang akan menampilkan aspek-aspek kejiwaan melalui tokoh-tokoh yang ada dalam karya sastra tersebut.

Dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang dikemukakan oleh Endraswara (2008 : 98) karena penulis akan menggunakan pendekatan tekstual untukmengkaji aspek psikologi tokoh yaitu megenai gejolak emosi dan kharisma yang di alami tokoh pada legenda Raja Sisingamangaraja XII.

2.1.4 Pengertian Legenda

Legenda berasal dari bahasa Latin yaitu legereadalah cerita prosa rakyat yang mirip dengan mite, yaitu cerita prosa rakyat yang dianggap oleh empunya cerita sebagai suatu kejadian yangbenar-benar terjadi dan juga telah dibumbui dengan keajaiban, kesaktian, dan keistimewaan tokohnya. Berbeda dengan mite, legenda ditokohi oleh manusia, ada kalanya mempunyai sifat-sifat luar biasa dan sering kali juga dihubungkan dengan makhluk ajaib.


(29)

Menurut Danandjaya (2002:28) legenda peristiwanya bersifat sekuler (keduniawian),terjadi pada masa yang belum begitu lampau,dan bertempat di dunia seperti yang kita kenal.Legenda sering dipandang tidak hanya merupakan cerita belaka namun juga seringdipandang sebagai“sejarah”kolektif(folkstory),namun hal itu juga dan sering menjadi perdebatan mengingat cerita tersebut karena kelisanannya telah mengalami distoris. Walaupun demikian, karena tidak tertulis maka kisah tersebut telah mengalami distoris sehingga seringkali jauh berbeda dengan kisah aslinya.

Menurut Pudentia (2000:25) legenda adalah cerita yang dipercaya oleh beberapa penduduk setempat benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci atau sakral yang juga membedakannya dengan mite.

Legenda memunculkan pula berbagai sifat dan karakter manusia dalam menjalani kehidupan yaitu sifat yang baik dan yang buruk,sifat yang bener dan yang salah untuk selanjutnya dijadikan pedoman bagi generasi selanjutnya.

Legenda jelas merupakan suatu bentuk hiburan.Namun selain demikian legenda juga berfungsi sebagai sarana pendidikan.Sesungguhnya orang yang mencerita dalam sebuah legenda pada dasarnya ingin menyampaikan amanat yang dapat bermanfaat bagi watak dan kepribadian para pendengarnya.

Legenda juga berfungsi sebagai penggalang rasa kebersamaan diantara warga masyarakat yang menjadi pemilik legenda tersebut.Fungsi lain dari sebuah legenda itu ialah pengokoh fundasi nilai-nilai sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat. Legenda bagi warga masyarakat pendukungnya dapat menjadi tuntunantingkah laku dalam pergaulan sosial.

2.2 Teori yang Digunakan

Secara etimologi,teori berasal dari bahasa Yunani yaitu kata theoria yang berarti kebulatan alam atau realita. Teori adalah sekumpulan konsep yang telah teruji


(30)

keberadaannya,melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan didalam penelitian.“Seperangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis dan berfungsi sebagai wahana untuk meramal atau menjelaskan suatu fenoma” menurut Pradopo,dkk (2001:35).

Untuk menjawab permasalahan yang timbul dalam penyusunan skripsi ini,penulis akan menggunakan teori struktural dengan melihat unsur-unsur intrinsiknya dari segi tema,alur,perwatakan, dan latar serta menggunakan unsur-

unsur ekstrinsiknya dari teori psikologi sastra,yang dalam hal ini akan dibatasi pembahasannya yaitu hanya melihat nilai-nilai psikologisnya saja.

2.2.1 Teori struktural

Teew (1984:135) mengungkapkan bahwa,analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secara cermat keterkaitan dan keterjalinan semua unsur dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh.Teori struktural diharapkan mendapatkan sesuatu hasil yang optimal dari karya sastra yang analisis.

Berdasarkan pendapat Teew di atas,maka pengertian teori struktural adalah suatu pendekatan yang bertujuan untuk menganalisis karya sastra berdasarkan unsur-unsur yang dapat mencapai karya tersebut dalam hubungan antara unsur pembentuknya.Pada dasarnya penelitian ini adalah suatu penelitian yang membahas unsur-unsur karya sastra.Unsur-unsur yang dimaksud adalah tema,alur,latar, dan penokohan yang terdapat dalam legenda Raja Sisingamangaraja XII.

2.2.1.1 Tema

Menurut Fananie (2000:84) tema adalah ide,gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi karya sastra.Tema juga merupakan gagasan umum


(31)

yang menopang sebuah karya sastra yang menyangkut persamaan dan perbedaan,Staton (1965:88).

Berdasarkan uraian di atas,maka penulis dapat menyimpulkan bahwa pengertian tema adalah suatu gagasan,ide pokok pikiran yang melatarbelakangi

suatu cerita yang mempunyai kedudukan dominan sehingga dapat menyatukan unsur-unsur di dalam sebuah cerita secara bersamaan.

2.2.1.2 Alur atau Plot

Semi (1984:45), memaparkan bahwa alur atau plot adalah struktur rangkaian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interaksi khusus sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi atau cerita. Alur atau plot terbentuk dari rangkaian kisah tentang peristiwa yang disebabkan sesuatu dengan tahapan-tahapan yang melibatkan masalah atau konflik.

Alur dalam suatu cerita dapat dibagi atas beberapa bagian,seperti yang dikemukakan oleh Lubis (1981:17), yaitu:

1) Pengarang mulai melukiskan suatu keadaan (situation) 2) Peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak

(generating circumstances)

3) Keadaan mulai memuncak (rising action) 4) Peristiwa mulai memuncak (climax)

5) Pengarang memberikan pemecahan soal dalam semua peristiwa (denoument). 2.2.1.3 Latar atau setting

Latar atau setting adalah tempat-tempat kejadian suatu peristiwa atau kejadian yang ada di dalam penceritaan sebuah karya sastra.


(32)

Sumarjo dan Saini (1991:76) memaparkan bahwa setting bukan hanya berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk memuat sesuatu cerita menjadi logis. Latar juga mempunyai unsur psikologis sehingga mampu menuansakan

makna tertentu dan mampu menciptakan suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya.

Latar bukan hanya berupa daerah atau tempat namun waktu,musim peristiwa penting dan bersejarah,masa kepemimpinan seseorang di masa lalu.

2.2.1.4 Perwatakan / Penokohan

Bangun (1993:21) memaparkan bahwa,perwatakan/tokoh cerita dapat dilihat melalui tiga aspek yaitu aspek psikologis,fisiologis, dan sosiologis.

Psikologis adalah bersifat kejiwaan, misalnya gejala dan pikiran, perasaan dan kemauannya. Fisiologis adalah sesuatu yang berkaitan dengan faal (ciri-ciri tubuh), misalnya bibir, hidung, bentuk kepala, raut muka, tampang, rambut, warna kulit, aksesoris yang dipakai (kacamata, tas, sepatu, pakaian, topi), jenis kelamin, dan usia. Sedangkan sosiologis adalah sesuatu yang berkaitan dengan sosiologis, misalnya tentang struktur sosial, proses social termasuk perubahan-perubahan sosial, dan masalah-masalah sosial.

Perwatakan/penokohan adalah salah satu unsur intrinsik dari sebuah unsur-unsur yang membangun fiksi.Dalam sebuah karya sastra,alur dan perwatakan tidak dapat dipisahkan.Perwatakan adalah karakter dari tokoh,hal ini disebabkan alur menyakinkan watak-watak atau tokoh-tokoh beraksi dan bereaksi.Dalam pengertian ini sifat yang terdapat pada diri tokoh yang dapat membedakan antara satu tokoh dengan yang lainnya. Aspek perwatakan merupakan imajinasi pengarang dalam membentuk suatu personalita tertentu dalam sebuah karya sastra.


(33)

2.2.2 Teori Psikologi Sastra

Psikologi merupakan istilah yang mempunyai kaitan dengan masyarakat. Menurut Azwar (2010:9), psikologi memandang perilaku manusia (human behavior) sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Karakteristik tokoh cerita meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian, dan sikap yang saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor lingkungan dalam menentukan perilaku seorang tokoh cerita. Psikologi sastra tidak bermaksud untuk memecahkan masalah-masalah psikologis. Secara definitif,tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkait di dalam suatu karya.

Atas dasar itu,dalam mengkaji Legenda Raja Sisingamangaraja XII pada skripsi ini, penulis menggunakan teori-teori psikologi sastra sebagai salah satu disiplin ilmu yang ditopang oleh 3 pendekatan studi, Reokhan dan Aminuddin (1990:80) yaitu meliputi :

1) Pendekatan ekspresif,yang mengkaji aspek psikologis penulis dalam proses kreatif yang terproyeksi lewat karya ciptaannya.

2) Pendekatan tekstual,yang mengkaji aspek psikologis sang tokoh dalam karya sastra.

3) Pendekatan reseptif pragmatis, yang mengkaji aspek psikologis pembaca yang terbentuk setelah melakukan dialog dengan karya sastra yang dinikmatinya serta proses kreatif yang dalam menghayati teks sastra tersebut.


(34)

Dalam pembahasan ini penulis menggunakan pendekatan tekstual yaitu mengkaji psikologis sang tokoh dalam karya sastra. Pendekatan tekstual yang akan membahas kepribadian atau psikis tokoh yang berkharisma, berdemokrasi, bertanggung jawab, dll yang dianggap bernilai positif.

Pendekatan tekstual tidak hanya bertumpu pada pendekatan kajian psikologis,tetapi juga pendekatan-pendekatan psikologi lain seperti pendekatan psikologi behavioral,kognitif,dan pendekatan eksistensial.

Pendekatan psikologis behavioral berporos pada anggapan bahwa kepribadian manusia adalah hasil bentukan dari lingkungan tempat ia berada. Pendekatan psikologis kognitif beranggapan bahwa kepribadian manusia itu dibentuk oleh faktor agen internal atas pembawaan.

Pendekatan eksistensial menegaskan bahwa manusia membentuk dirinya sendiri dalam pola jalan hidup yang dipilihnya sendiri.Dengan uraian pembahasan tersebut maka penulis menggunakan pendekatan tekstual dengan teori behavioral.

Pendekatan behavioral mengabaikan adanya pembawaan lahir seperti kecerdasan,bakat,dan lain-lain.Dengan kata yang sederhana manusia itu dianggap produk lingkungan.Manusia itu dapat berprilaku jahat,penurut,beriman,berpandangan luas,atau kolot adalah hasil dari bentukan lingkungannya sendiri.Berdasarkan hal ini,sikap manusia disebut dengan respon yang akan muncul dengan adanya stimulus tertentu yang berasal dari lingkungannya.Perilaku manusia selalu dipandang dari hubungan stimulus dan respon.

Mengkaji teori behavioral lebih lanjut oleh Reokhan dan Aminuddin (1990:96) mengatakan bahwa dalam menerapkan pendekatan behavioral dalam studi sastra haruslah dilakukan dengan tahapan berikut yakni :


(35)

b.Menelusuri perkembangan karakter sang tokoh yang dikaji.Penelusuran ini dapat dilakukan terhadap :

i. lakon sang tokoh ii. dialog sang tokoh iii. pemikiran sang tokoh

c. Mengidentifikasi perilaku sang tokoh dan mendeskripsikan serta mengklasifikasikannya. Hal ini diartikan untuk mengetahui macam-macamperilaku yang telah ditujukan oleh sang tokoh sebagai landasan untuk mengidentifikasi lingkungan yang telah membentuk perilakunya.


(36)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi berasal dari kata metode dan logo.Metode artinya cara yang tepat untuk melakukan sesuatu; logos artinya ilmu pengetahuan.Metodologi adalah cara melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan,Sudaryanto (1982:2).Metode penelitian adalah upaya untuk menghimpun data,dengan kata lain metode ini akan memberikan petunjuk terhadap pelaksanaan penelitian atau bagaimana suatu penelitian itu dilaksanakan.

Penelitian ini dilakukan guna memperoleh kebenaran atau membuktikan kebenaran terhadap suatu objek permasalahan,metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode deskriptif.Dimana penulis akan memaparkan sesuatu dengan keadaan yang sebenarnya sehingga pembaca dapat merasakan apa yang penulis paparkan sesuai dengan gambaran penulis tentang kajian yang dilakukan.

3.1 Metode Dasar

Metodedasar yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan tehnik lapangan berdasarkan dengan cara mengumpulkan,memahami teks dan memilih teks yang terdapat dalam Legenda Sisingamangaraja XII sehingga dapat diketahui unsur-unsur pembentuk ceritanya dan dapat menganalisis psikologis terhadap tokohnya.


(37)

Metode ini dilakukan agar dapat menyajikan dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi daerahnya.

Secara harafiah,metode deskriptif adalah penelitian yang dimaksud dengan memaparkan secara lebih rinci hubungan antara suatu objek tertentu dengan populasi yang ada di daerah tersebut,demikian juga halnya dengan Legenda Sisingamangaraja XII kepada masyarakatnya serta aspek-aspek psikologisyang terkandung didalamnya. 3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Desa Simamora, Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan,Provinsi Sumatera Utara.Alasan penulis untuk memilih lokasi penelitian ini adalah karena Legenda Raja Sisingamangaraja XII tersebut berada di Desa Simamora,Kecamatan Baktiraja.Di desa ini penulis dapat memperoleh keterangan tentang Raja Sisingamangaraja XII.Bahkan sampai saat ini legenda ini masih diperbincangkan oleh masyarakat yang berada di desa tersebut.

3.3 Sumber Data

Sumber data dikenal juga sebagai bahan analisis, yang terbagi atas dua bagian yaitu: sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer disebut juga sumber data mentah yaitu data-data yang ditemukan di lapangan dan belum pernah dianalisis sebelumnya. Sedangkan sumber data sekunder adalah data yang sudah pernah diteliti dan dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya dari sudut pandang orang lain.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis, menggunakan data primer berupa hal-hal yang mencakup keterangan karakter Raja Sisingamangaraja XII


(38)

dari Desa Simamora, Kecamatan Baktiraja. Sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari legenda Sisingamangaraja lisan maupun tulisan.

3.4 Istrumen Penelitian

Sumber data pada penelitian adalah data lapangan yang melalui wawancara dengan beberapa informan yang tinggal di desa tersebut. Dalam hal melakukan tehnik wawancara dengan informan ini,penulis menggunakan instumen penelitian berupa daftar pertanyaan yang diajukan penulis pada saat melakukan wawancara dengan informan.Alat bantu yang digunakan yaitu,meliputi :

1. Alat rekam (tape recorder) 2. Pulpen

3. Buku tulis

3.5 Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data adalah sebuah cara penelitian dalam mengkaji data yang diperoleh baik dari penelitian lapangan maupun tinjauan pustakanya.

Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian adalah : a. Metode Observasi

Metode ini dilakukan untuk mengamati secara langsung daerah penelitian guna memperoleh informasi yang dapat memberikan informasi data yang dibutuhkan, tehnik yang digunakan penulis adalah tehnik catat.

b. Metode Wawancara

Metode ini dilakukan untuk mendapat keterangan yang lebih lengkap tentang legenda sebagai objek yang diteliti, sehingga didapatkan kisah legendanya secara penuh.


(39)

c. Metode Kepustakaan

Metode ini dilakukan untuk memperoleh sumber acuan penelitian, agar data yang diperoleh dari lapangan dapat diolah semaksimal mungkin sesuai dengan tujuannya.Dalam metode ini penulis mencari dan membaca teks maupun buku-buku pendukung yang berhubungan dengan penulisan proposal skripsi,dengan tehnik catat.

3.6 Metode Analisis Data

Pada dasarnya dalam menganalisis data diperlukan imajinasi dan kreativitas sehingga sangat menguji kemampuan peneliti dalam menalarkan sesuatu.Metode analisis data adalah metode atau cara peneliti dalam mengolah data yang mentah menjadi data akurat dan ilmiah.Dalam mengkaji data penelitian ini, penulis menggunakan metode struktural dan teori psikologi sastra.

Untuk metode struktural dan teori psikologi sastra penulis menggunakan langkah-langkah sebagai berikut yakni :

1) Mengumpulkan data yang diperoleh dari lapangan maupun dari buku. 2) Data yang diperoleh akan diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.

3) Menganalisis unsur-unsur intrinsik karya sastra pembentuk legenda Raja Sisingamangaraja XII.

4) Menentukan aspek-aspek psikologi yang terdapat dalam legenda Raja Sisingamangaraja XII.


(40)

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Unsur-unsur Intrinsik Legenda Raja Sisingamangaraja XII

4. 1. 1 Tema

Tema adalah pokok pikiran, atau makna yang terkandung dalam sebuah cerita. Tema juga merupakan gagasan utama yang menopang sebuah karya sastra yang di dalamnya menyangkut persamaan dan perbedaan.

Setiap karya sastra harus mempunyai dasar cerita dan tema yang merupakan sasaran tujuan dalam sebuah cerita dalam sebuah diksi.Sebuh karya sastra yang baik yang tertulis maupun secara lisan harus mengandung tema, karena sebuah karya sastra pasti mempunyai pokok pikiran utama atau isi pembicaraan yang hendak disampaikan kepada pembacanya atau pendengarnya.

Di dalam legenda ini, penulis menyatakan tema legenda adalah kisah perjuangan seorang pemimpinsemasa kedudukannya, seorang Raja yang memiliki kharisma dan kekuatan yang keramat dari sang Ilahi sebagai kodratnya dalam mengayomi keadilan dan kebijaksanaan untuk memimpin rakyatnya.

Hal ini dapat dilihat dari sinopsis legenda :

“...Dunghon onom taon parporangan i, gabe ampu tu tangan ni musu ma tano Bakara. Dang sadia leleng dihahansiton parporangan i, sorang ma sada anak doli-doli na malo jala na gogo, na mangantusi jala na sihasahongoton.


(41)

Dakdanak na paturehon jala na gabe sipanggomgom, na diparsangapi songon Raja si pujion.

Ima na didokna Raja Sisingamangaraja XII, jala pomparan ni Raja Sisingamangaraja na maniop podang na margoar Piso Gaja Dompak jala na maniop sada panggomgomion na pasadahon harohaon ni halak batak na maringanan di tano Batak. Sisingamangaraja sahalak jolma na gabe sitiruon, na gogo situtu do ibana dadaholan hata jala dohot do pamatangna na gogo, marsimalolong na marhillong jala sude do saluhut jolma mabiar mamereng ibana. Molo pola ibana manghatai, sude nasa jolma mabiar mamereng simangkudapna na marsitarupon i na gabe mambahen jolma tarontohon. Amang na margoar Sisingamangaraja ima raja na denggan jala panggomgomi na burju, songoni gogoni raja i pola do boi ibana manjou udan nagogo jala boi do ibana gabe sada panindangion na mambahen hadameon di tano Batak. Sada Raja sipujion naboi pasadahon saluhut raja ni bangso Batak laho mangalo musuh sibontar mata sian tano Batak”

“...Setelah enam tahun peperangan, barulah Bakara jatuh di tangan musuh. Setelah lama pergulatan sengit itu berlangsung, lahir seorang anak muda yang cekatan memiliki kekuatan-kekuatan gaib serta kecerdasan yang luar biasa. Anak yang akan berubah menjadi seorang manusia yang sakti dan keramat, dihormati oleh segenap rakyat dan disanjung hampir seperti dewa.

Dia adalah Raja Sisingamangaraja XII, Raja ke 12 dari Dynasti Sisingamangaraja pewaris Pisau Gaja Dompak atau keris pusakayang memiliki suatu kepribadian yang luar biasa yang dapat mengikat dan mempengaruhi dengan kuat hampir seluruh bangsanya di Tanah Batak.. Sisingamangaraja


(42)

menjadi mahluk yang perkasa, berotot baja, cekatan dan perkasa seperti singa dengan mata yang bersinar-sinar sehingga ditakuti oleh setiap orang. Tidak sembarang orang berani menatap wajahnya, karena sinar matanya yang mencekam dan mempesona.

Bila ia membuka mulutnya untuk berbicara, orang sudah takut melihat lidahnya yang berbulu yang bisa menyemburkan kutukan maut. Beliau adalah raja yang mengayomi rakyatnya dengan baik, begitu kuasanya raja ini sehingga dapat memberikan hujan bila bumi kering, dan lagi dapat menciptakan perdamaian ditengah-tengah kehidupan orang-orang Batak. Watak dan kepribadiannya yang luar biasa dapat menarik hampir seluruh raja-raja di Tanah Batak untuk mengangkat senjata melawan Belanda. Kehebatan pribadi Sisingamangaraja ini membuat beliau sangat disegani oleh lawan-lawannya sendiri...’’

4. 1. 2 Alur / plot

Alur atau plot pada suatu karangan dapat diibaratkan sebagai suatu kerangka yang dijadikan pedoman dalam mengembangkan keseluruhan isi di dalam sebuah cerita.Tahapan-tahapan alur dibentuk oleh satuan peristiwa, dimana satuan peristiwa tersebut dilakoni oleh pelaku dengan perwatakan yang tertentu, memiliki tempat kejadian peristiwa, dan menampilkan suasana yang tertentu pula. Kesimpulan dari plot adalah konfilik dan peristiwa. Tetapi hal itu tidak dapat dipaparkan begitu saja, harus ada dasarnya untuk menuju konfilk.

Untuk menentukan alur di sini, penulis membagi alur menjadi lima tahapan yang dituangkan ke dalam Legenda Raja Sisingamangaraja XII yaitu sebagai berikut :


(43)

Situasi merupakan tahapan awal dari bagian legenda. Dalam bagian ini, pengarang menggambarkan keadaan cerita seperti memperkenalkan tokoh dengan lingkungannya, waktu dan tempat kejadian cerita. Hal tersebut dapat dilihat dalam sinopsis legenda :

“...Dung i borhat ma Sisingamangaraja dohot sude dongan sabutuha na manyolat tu luat Dairi, di luat on ma marharajaon sada Raja na margoar Ompu Raja Babiat. Di tingki parborhaton i muse pangantusion taringot tu parporangan nungga be marganti. Songon i ma nang lungun ni roha ni Sisingamangaraja mamereng hahansiton jala hinalungun ni halak batak i dibahen sibontar mata, na laho manahi tano Bakkara”

“...Sisingamangaraja bersama keluarganya mengundurkan diri ke Dairi, yang mana pada saat itu daerah ini adalah daerah Raja Ompu Babiat. Situasi peperangan kini sudah berubah. Dengan hati yang sangat pilu Sisingamangaraja melihat segala kekejaman Belanda, serta penderitaan-penderitaan yang dialami oleh rakyatnya di perkampungan Bakara yang telah dihancurkan menjadi lautan api...”

2) Peristiwa yang bersangkutan mulai bergerak (generating circumstances)

Peristiwa selanjutnya adalah peristiwa mulai bergerak, dimana ketika Raja Sisingamangaraja XII membuat siasat untuk memulai peperangannya. Hal ini dilihat dalam sinopsis legenda :

“...Dung i ditorushon Sisingamangaraja ma pardalananna dohot saluhut dongan sabutuhana tu luat Sikucapi asa anggiat nian disi halak i mangalului hasonangon ni roha dohot pangkilaan sajabu maringanan. Dung sahat diluat


(44)

Sikucapi marsonggot nai roma tu rohani Sisingamangaraja naikhon inama tingkina marsirang ibana dohot saluhut dongan sajabu na.

Dohot suara namangandungi nang ilu na manetehi jala na marabak-abak do inongna, pardijabuna, nang songon ni boruna laho manghaol laos mangummai Sisingamangaraja.Ala naingkon borhat ma Sisingamangaraja dohot anakna baoa nang panglimana, sai holan na tu matangis do halak i diparsirangan. Alai ianggo boru hasian nai i, boru Lopian ingkon rap do ibana dohot amongna laho mangalo musuh”

“...Dalam keadaan yang sangat memilukan Sisingamangaraja bersama keluarganya bertolak ke Desa Sikucapi untuk kemudian melanjutkan perjalanan mencari tempat yang lebih aman setelah menempuh perjalanannya bersama istrinya, ibunya yang sudah tua, dan putri-putrinya yang masih kecil, Sisingamangaraja dengan rombongannya menemukan suatu tempat untuk bersembunyi. Sesampai disana, keesokan harinya Sisingamangaraja berpendapat, bahwa sudah tibalah saatnya untuk berpisah dengan para keluarganya. Dalam suara ratapan tangis yang memilukan, istrinya, ibunya, dan putri-putrinya memeluki dan menciumi Sisingamangaraja, air matapun bercucuran. Dan Raja Sisingamangaraja XII sendiri beserta putra-putranya dan panglimanya turut menangis tersedu-sedu karena akan berpisah dan menahan kedatangan musuh. Akan tetapi Lopian, putri kesayangan sang Raja akan tetap bersama ayahnya untuk turut melawan musuh sampai titik penghabisan”


(45)

Pada tahap ini pengarang memunculkan maksud dan tujuan dalam legenda ini. Keadaan legenda ini mulai memuncak ketika Raja Sisingamangaraja XII pada besok harinya mengatur suatu rencana penyerangan terhadap pasukan Belanda yang memburunya. Hal ini dapat dilihat dari sinopsis cerita :

“...Dung torang ari marsogot nai dihorhon Sisingamangaraja ma sada siulahononna laho mangalo halak Sibontar mata. Disada borngin dipatuparaja ido pamiuon na hombar tu parsipanganon dinasida, ima parsipanganon naparpudi dinasida, na paboahon nasada padan ni roha do nasida laho mangalo. Laos apala ditingki borngin ido dipasahat Sisingamangaraja uhumna tu sude angka panglimana, alai ianggo tu anakna sihahaan i ima na margoar Sutan Nagari dohot tu boru hasian ni rohana Lopian dilehon do pasu-pasu na sumurung”

“...Pada malam sebelumnya diadakannya suatu jamuan makan malam, yang mungkin suatu santapan malam yang terakhir, sebagai pernyataan sehidup semati untuk perjuangan penghabisan. Pada malam itu juga Sisingamangaraja memberikan instruksi yang terakhir kepada para panglimanya, sedangkan kepada Sutan Nagari, putra sulungnya, serta kepada putri Lopian ia memberikan pesan-pesannya yang terkhusus”

4) Puncak cerita (climax)

Peristiwa mencapai tahap puncak ini terjadi pada saat serdadu Belanda mulai menyergap dan mengepung tempat persembunyian Raja Sisingamangaraja XII. Hal ini dapat dilihat dari sinopsis legenda:


(46)

“....Dung dilaonlaon ni ari masa ma angka na so ra ditagamroha roma si Christoffel tu inganan partabunian Sisingamangaraja, sai songon ulok na manjijir ma ibana dohot sordalu na si gurbak ulu tu bagasan goa i. Sian nadao tarbege ma suara ni si Christoffel, na mandok jongjong maho ale Sisingamangaraja laho pasahaton dirim. Alai nang pe songon i didok si Christoffel dang diparturehon jala dang dipatuduhon Sisingamangaraja dirina. Pittor diumpat ma Piso gaja dompak, piso solam debata na i. Jongjong ma ibana maniop piso na marhillong i ditonga ni goa na mansai holom marimpot-impot. Hillong namandok podang on ma hupanggasahon mangalo ho naikkon marujung ngolu do musu dijoloku”

“...Beberapa waktu kemudian gua yang dimaksud telah berada dalam jarak tembak pasukan Christoffel, dengan penyusupan yang cepat dan terkadang merangkak bagaikan ular bergerak maju menuju tempat persembunyian Sisingamangaraja.Dari kejauhan terdengar suara Christoffel berteriak, menyerukan kepada Sisingamangaraja agar menyerah. Namun teriakan tersebut tidak mendapat sambutan yang diingini. Sebaliknya Sisingamangaraja mencabut kerisnya Piso Gaja Dompak yang keramat itu sambil menantang maut yang menyebarkan kematian di hadapannya. Keris Sisingamangaraja mengkilap-kilap dalam kegelapan gua yang remang-remang.”

5) Pengarang memberikan pemecahan soal dalam semua peristiwa (denoument)

Peristiwa yang menjadi akhir dari legenda ini adalah ketika Raja Sisingamangaraja XII terbunuh di dalam gua. Penyelesaian pada tahap ini, dapat dilihat dari sinopsis legenda :


(47)

“....Alai so binoto sian diadoro hamatean i, roma angka naso ditagam ni roha sap mudar ma boru hasian nai na margoar boru Lopian. Dungkon diberengboru hasian nai songon sillam na marimpot-impot ma Sisingamangaraja. Pintor dihaol ma borunai tung mansai gomos digolom, rap dohot piso na namarhillong sai hira na boi paluahon ibana sian hamatean. Alai dibagasan parhabotan ni roha, didompakhon ma tu simanjujung ni Sisingamangaraja anakni bodil i. Pintor madabu ma Sisingamangaraja dilambung ni boru hasian nai rap marujung ngolu ma nasida dibagasan goa i”

“....Ketika darah putri Lopian mengalir dan membasahi badannya. Sambil memeluk putrinya, Sisingamangaraja memegang kerisnya seolah hendak melindunginya, tapi tiba-tiba sebuah peluru menembus kepalanya di bawah kuping dan ia roboh seketika di samping putrinya. Raja Sisingamangaraja pun gugur di dalam gua pada saat tembakan-tembakan sengit diarahkan kepadanya”

4. 1.3 Latar atau setting

Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Latar dalam suatu cerita bukan hanya bersifat fisik tetapi juga yang bersifat psikologis sehingga latar dapat membangkitkan para pembacanya. Latar dapat juga seperti gambaran tempat dan waktu ataupun segala situasi tempat terjadinya suatu peristiwa, di mana para tokoh hidup dan bergerak. Dalam legenda Raja Sisingamngaraja XII ini terdapat tiga latar yaitu :

- Latar tempat - Latar waktu


(48)

- Latar sosial 1) Latar tempat

Latar tempat biasanya menjelaskan tentang suatu lokasi kejadian yangdiceritakan di dalam karya sastra. Dalam legenda Sisingamangaraja XII dilatarkan dalam beberapa tempat yaitu, Bakara, Dairi, Aek Sibulbulon, Balige.

Latar tempat di Bakara terdapat pada sinopsis legenda :

“...Ditoru ni dolok namarrura i tarida ma lima huta. Dison ma huta ni Raja Sisingamangaraja XII. Bakara ma goar ni huta i, huta sipasabam roha ni harajaon na marsahala”

“...Di bawah kaki gunung yang berjurang nampak 5 buah kampung. Itulah huta tempat tinggal Raja Sisingamangaraja XII. Nama derah itu adalah Bakara, daerah yang selama berabad-abad lamanya telah menjadi daerah kebanggaan dari dynasti Sisingamangaraja yang perkasa”

Latar tempat di Dairi terdapat pada sinopsis legenda :

“...Diboan ma bangke ni Sisingamangaraja tu Dairi, luat na mansai leleng gabe pangungsian laho margurila jala marjarunjang ditombak i sahat tu na marujung ngolu”

“....Mayat Sisingamangaraja diusung dari Dairi, daerah yang selama ini begitu lama melakukan perlawanan, diuber-uber, hingga akhirnya tertembak mati.”

Latar tempat di Aek Sibulbulon terdapat pada sinopsis legenda :


(49)

adong di luat Aek Sibualbualon on ma Sisingamangaraja, luat na mardolok jala marhabatuan”

“....Sisingamangaraja berada di Aek Sibulbulon dalam suatu gua yang dikitari oleh bukit-bukit batu serta jurang-jurang yang dalam. Aek Sibulbulon, airnya tidak dalam dan di tengah tidak sampai separuh badan dalamnya”

Latar tempat di Balige terdapat pada sinopsis legenda :

“...Marsogot na i pintor songgop ma kapal di topi ni Tao Toba laho mamboan bangke tu luat Balige. Tarhatongtong ma saluhut na bangso batak iditingki dipatuduhon tu nasida bangke ni Raja Sisingamangaraja. Porsea so porsea do halakk i mangida bangke i”

“....Pada esok harinya sebuah kapal kecil datang singgah di tepi danau dan mayat kemudian diangkut ke Balige. Semua orang Batak terkemuka dan disuruh datang untuk mengenali Sisingamangaraja. Tapi sebagian dari rakyat Toba belum percaya, bahwa Sisingamangaraja telah mati”

2) Latar waktu

Latar waktu mengungkapkan dimana sebuah cerita sedang berlangsung dan terjadi pada zamannya. Latar yang terdapat dalam legenda ini menunjukkan suatu peristiwa yang hanya terjadi pada zamannya. Latar waktu terjadinya legenda Raja Sisingamangaraja XII ini, ketika ia datang bersama angin selang gemuruh bertiup. Hal ini dapat dilihat dalam sinopsis legenda :

“...Molo nungga nangkok Sisingamangaraja tu tanggurung ni hoda na Si Hapas Pilih, pintor habangma ibana mangaliati huta dohot sabah. Boido ibana


(50)

manegai aha na adong di luat i molo so suman pangalaho ni sada parjolmaon. Humunsang do alisungsung ro tu onan i, molo nungga tuat ibana songon ni ma nang parhusipan ni angka saluhut jolma i na mandok : “Nungga ro be ibana Sisingamangaraja”

“....Saat Sisingamangaraja menunggang kudanya, ia dapat terbang dan menghancurkan sebuah desa hanya dengan semburan kata kutukan yang keluar dari mulutnya, Sisingamangaraja bisa terbang dengan kudanya Si Hapas pilih melalui desa dan sawahnya. Kudanya yang putih yang juga merupakan kuda keramat adalah begitu liar, hingga hanya dialah, Sisingamangara yang dapat mengendarainya. Bila angin selang gemuruh bertiup di atas pasar, maka orang bisa berkata sambil berbisik : “ itu dia Sisingamangaraja sudah datang”

3) Latar sosial

Latar ini menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat. Dimana dalam tatanan ruang lingkup kehidupan sosial masyarakat yang cukup kompleks dapat kita jumpai berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, spiritual, tradisi, dan lain sebagainnya. Latar sosial yang menjadi acuan sumber penyebab terjadinya legenda ini adalah dengan keberadaan sosok seorang nabi sebagai Raja Sisingamangaraja XII yang membawa keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakatnya.

Hal ini dilihat dalam sinopsis legenda :


(51)

sada luat. Marpahean naung maribak, molo tung pe adong na mangarehei pangido ido i pittor sumurut ma uhum na masa dibahen ibana disi. Manang na tudia pe ibana songgop dada boi nian di sada luat adong pamasungon tu hatoban, na ingkon do paluaon na. Alani ima ditingki parro ni Sisingamangaraja siganup ari songon parro ni suru suruan do tu saluhut bangso batak, na mamboan hadameon dohot hasadaon ni roha”

“....Sisingamangaraja sering datang menyamar untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya di desa-desa, terkadang sebagai pengemis atau orang yang hina-dina yang berpakaian compang-camping, dan kemudian menghukum mereka bila mereka menghina si fakir miskin tadi. Di mana Sisingamangarajalewat, disana tidak boleh ketidak-adilan berlangsung dan jika dalam sebuah desa yang dilewatinya ada budak-budak yang ditindas atau yang dipasung, mereka harus segera dilepaskan.Oleh karena itulah kedatangan Sisingamanagaraja dalam setiap desa senantiasa dianggap rakyat sebagai kedatangan nabi yang membawa keadilan dan kesejahteraan”

4.1.4. Perwatakan

Perwatakan atau disebut juga dengan penokohan erat hubungannya dengan peristiwa yang menggambarkan para pelaku itu menurut keinginan dari pengarangnya. Perwatakan adalah sifat tabiat atau perangai tokoh yang terdapat dalam suatu cerita ataupun watak yang selalu ditafsirkan oleh pembaca sebingga membawa pesan moral tersendiri. Perwatakan atau penokohan dapat juga disebut sebagai pelaku yang digambarkan oleh pengarang di dalam suatu karyanya baik dari bagian segala perbuatan atau tingkah laku, ucapan, kebiasaan dalam segala keadaan yaitu fisik tokoh tersebut.


(52)

Perwatakan itu selaku dihubungkan dengan tokoh atau pelaku yang ada di dalam sebuah cerita.

Dan perwatakan atau penokohan dalam legenda Raja Sisingamangaraja XII ini dapat dibagi berdasarkan sifat-sifat tokoh dalam legenda yaitu :

a) Raja Sisingamangaraja XII b) Raja Ompu Babiat Situmorang c) Putri Lopian

d) Tor na Ginjang e) Cristoffel f) Sutan Nagari g) Ompu Halto

1) Raja Sisingamangaraja XII

Raja Sisingamangaraja XII merupakan pemeran utama dalam legenda Raja Sisingamangaraja XII. Raja Sisingamangaraja XII adalah tokoh protagonis, yaitu tokoh yang membawakan perwatakan positif atau yang mempunyai nilai-nilai positif. Raja ini memiliki jiwa yang berkharisma tinggi, sakti, baik, adil, dan bijaksana. Watak dari Raja Sisingamangaraja XII ini dapat dilihat dalam beberapa kutipan berikut :

“....Dung simpul parporangan na mansai posi, pintor haidaan ma sada dakdanak doli na gopas jala marsahala, dohot jolma sihabiaron na boi gabe sitiruon ni harajaon ditonga-tonga ni bangso na. Tung mansai gogo do pasupasu ni Mulajadi tu ibana, boi do dijou udan molo nungga mahiang luat, boido mambahen parsadaan ni roha disaluhut angka manisia. Raja ni manisia na mamboan hadoshon ni roha do ibana, paluahon sude angka hatoban sian


(53)

hamatean ni parngoluan tu sude luat. Dang marrimbar molo tung pe disiala laho ibana dohot sordalu na marporang tu tombak dangngadangnga, pintor dipatikkon do tungkot hangoluan nai gabe sada pardalanon haroroan ni mual sian batu asa adong inumon ni angka na mauas disi”

“...Setelah sekian lama pergulatan sengit, anak muda cekatan yang dilahirkan memiliki kekuatan-kekuatan gaib serta kecerdasan yang luar biasa ini, telah berubah menjadi seorang manusia yang sakti dan keramat, dihormati dan disanjung oleh rakyatnya. Begitu kuasanya raja ini, sehingga ia dapat memberikan hujan, bila bumi kering dan lagi dia dapat menciptakan perdamaian. Hal yang paling menonjolkan dia sebagai seorang Raja yang menjungjung tinggi keadilan apabila dalam suatu desa ada penindasan maka ia akan datang dan melepaskannya. Tak lain halnya apabila, dia sedang bergerilya bersama pasukannya. Saat anggota-anggota pasukannya merasa kehausan, Sisingamangaraja akan mendatangkan air dengan hanya menancapkan tongkatnya yang sakti ke dalam tanah atau batu”

2) Raja Ompu Babiat

Raja ompu babiat adalah hula-hula atau tulang dari Sisingamangaraja. Raja Ompu Babiat mempunyai watak yang cerdik, dan licik.

Watak dari Raja ompu babiat dapat dilihat dari kutipan legenda :

“....Sihabiaron do Ompu Raja Babiat ditonga-tonga ni Sibontar mata, mansai pistar jala godang do roha na paralohon musu na. Ala songon ima sai didok halak sibontar mata do ibana si godang roha na boi haruar sian baba ni musu“


(54)

“....Raja ompu babiat ditakuti dan disegani oleh pasukan Belanda, karena ketangkasannya dan kecerdikannya. Sehingga belanda menggangap ia seorang ahli siasat licik, karena sering diperdaya olehnya, dan dari kepungan-kepungan yang ketatpun selalu dapat meloloskan diri”

3) Putri Lopian

Putri Lopian adalah putri dari Raja Sisingamangaraja XII, seorang putri yang sangat ia sayangi. Putri Lopian memiliki watak yang baik, berani, penyayang, dan setia.

Perwatakan ini dapat kita lihat dari kutipan legenda :

“....Songon ni ma boru Lopian boru hasian ni amana i, nungga be sada roha na naingkon do tong-tong ibana mandongani amana manang aha pe na masa tu joloan ni ari.Na ikkon do tong-tong di dongani ibana Sisingamangaraja amanai sahat tu haujungan ni parporangan i dohot sude sordalu na laho marporangan marjurinjak di tonga ni tombak”

“...Juga Lopian, gadis remaja, putri kesayangan ayahnya sudah membulatkan pendiriannya, ia akan tetap mendampingi ayahnya, apapun yang terjadi. Berkelahi mati-matian untuk membela kehormatan bangsa dan seluruh keluarga serta semua pengikut yang tetap setia pada Sisingamangaraja”

4) Tor Na Ginjang

Tor na ginjang merupakan seorang pemuda yang menjadi pengawal dari putri Lopian. Tor Na Ginjang berwatak baik, setia, perkasa.


(55)

“....Tor Na Ginjang sai tong-tong do mandongani boru Lopian na ni haholongan nai saleleng parporangan di partombakan na di luat Dairi. Sada baoa na mansai parholong roha do ibana di parpadanan sahat tu na hona hujur anakni bodil boru Lopian sai tong-tong dihaol do boru Lopian nauli i mansai gomos sahat tu na marujung ngolu nasida”

Terjemahan dalam bahasa Indonesia :

“...Lopian juga didampingi terus menerus oleh pemuda Tor Na Ginjang selama pengembaraan Sisingamangaraja di Dairi, karena pemuda ini memang menaruh hati pada putri Lopian. Seorang pendekar muda yang bertubuh jangkung ini selalu bersama Lopian hingga pada saat Lopian tertembak, Tor Na ginjang memeluk Lopian dan merangkulnya hingga menewaskannya.

5) Christoffel

Dalam legenda ini Christoffel merupakan seorang tokoh yang antagonis. Yaitu tokoh yang memiliki perwatakan jahat, dan tidak memiliki nilai-nilai positif dalam berlakon. Watak tersebut dapat dilihat dari sinopsis legenda :

“....Dung i sahat ma siChristoffel dohot sude soridalu na angka Si gurbak ulu tu tano batak laho patujolohon siulahononna di nasa pambahenan na tudos songon diharajaon na ima na naeng mambunu jala manangkup saluhut manisia di sada-sada luat na mamboto inganan partabunian ni Sisingamangaraja.

“...Setelah Christoffel tiba di tanah Batak, mulailah ia mengambil tindakan-tindakan yang sesuai dengan reputasinya sebagai algojo dan pembunuh bertangan dingin, dengan menangkapi dan menyiksa orang-orang yang harus


(56)

memberikan keterangan-keterangan padanya tentang tempat persembunyian Sisingamangaraja”

6) Sutan Nagari

Sutan Nagari adalah putra sulung dari Raja Sisingamangaraja XII. Sutan Nagari memiliki watak yang sederhana, cekatan, penolong, bersifat kepemimpinan. Watak tersebut dapat dilihat dari sinopsis legenda :

“...Sai diambat-ambati Sutan Nagari do halak si bontar mata i sian saluhut bangso na naeng dibunu nai. Pintor diungsihon ibana do angka dakdanak, dohot ina-ina tu luat na dumenggan. Dipangke ibana do hujur na dilehon amana i tu ibana laho marmuru musu, gopas do ibana haruar sian parporangan”

“...Mereka dikejar tapi berkat kesigapan senapang repeteer Sutan Nagari, yang mengguntur secara bertubi-tubi, anak-anak dan wanita-wanita dapat diselamatkan. Kini perhatian belanda semua dilimpahkan pada Sutan Nagari dengan senapangnya dan ia diserang dan dikepung dari segala jurusan. Tapi dengan penuh cekatan Sutan Nagari dapat melenyapkan diri dari segala perkelahian”


(57)

7) Ompu Halto

Ompu halto merupakan salah satu panglima Sisingamangaraja yang setia, dan jujur mengabdi kepadanya. Watak dari Ompu Halto ini dapat dilihat dari kutipan berikut :

“....Didia Sisingamangaraja? ninna si gurbak ulu ima dibagasan rimas ni roha na marsingorngor. Ndang di ida matangku, alai di ida mata ni rohangku, ninna Ompu Halto ma muse mangalusi sungkun-sungkun nai. Dang na olo ibana margabus, manang boha pe hasintong taringot tu inganan paradiaan Raja Sisingamangaraja, alana holan sian partondion do diboto ibana saluhutna i. Alai nang pe songon i sai tongtong do dihujurhon anakni bodil i tu ibana, ai so porsea halak i tu hatorangan nai”

“....Dimana Sisingamangaraja?tanya orang itu kembali dengan nada tidak sabar. Lalu Ompu Haltomenjawabannya aku tidak dapat melihatnya dengan mata, tetapi aku melihatnya dengan mata hati. Setiap ditanya tentang keberadaan Raja Sisingamangaraja XII begitulah selalu jawabannya. Ia tidak mau berbohong, sebab ia tahu benar, di mana Raja Sisingamangaraja berada melalui ikatan batinnya. Maka siksaan pun semakin kuat dan berjalan sepanjang hari, hingga satu popor senjata remuk tidak membawa hasil

4.2Kajian nilai-nilai psikologi sastra legenda Raja Sisingamangaraja XII

Berdasarkan tinjauan dari unsur-unsur instrinsik yang telah dijelaskan di atas, dapat jugalah dikaji aspek-aspek psikologi sastra dalam legenda Raja Sisingamangaraja XII dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra dalam pendekatan tekstual untuk mengkaji aspek psikologi sang tokoh, yang meliputi beberapa gejolak-gejolak yang


(58)

dialami tokoh pada legenda Raja Sisingamangaraja XII, tanpa menghilangkan konteks sastra karena tidak terlepas dari unsur-unsur karya sastra tersebut.

Karena karya sastra ini lebih menekankan pada pembahasan aspek-aspek psikologi sastra maka objek bahasanya adalah interaksi dari tokoh-tokoh dalam legenda ini, sehingga menghasilkan nilai-nilai psikologis yang terdapat dalam karya sastra itu sendiri.Adapun aspek-aspek psikologi sastra yang dikaji dalam legenda Raja Sisingamangaraja XII ini adalah sebagai berikut:

4.2.1 Kepahlawanan

Pahlawan adalah seorang pejuang yang rela mati berkorban demi menyelamatkan bangsanya atau rakyatnya. Pada dasarnya yang disebut pahlawan ialah seseorang yang telah meninggal dunia, yang kemudian dimuliakan sebagai dewa. Dia merupakan salah satu tokoh sejarah karena banyak hal yang telah dilakukan untuk kebahagian dan kesejahteraan manusia dan karena memiliki sifat yang menonjol, meskipun tokoh tersebut sudah meninggal masih tetap diingat dan dimuliakan.

Menurut Poerwadarminta (Baried, 1967:15) “Dalam bahasa Inggris pahlawan adalah hero. Kata hero berasal dari bahasa Indonesia padanan kata hero adalah pahlawan, berasal dari kata phala (sansekerta) yang artinya buah. Pahlawan, berarti orang yang sangat gagah berani, pejuang yang gagah berani atau terkemuka.”

Seorang pahlawan dalam karya sastra dianggap mempunyai kekuatan yang ajaib, dan sering ditolong oleh makluk gaib atau benda-benda tertentu yang dapat menciptakan sebuah kesaktian untuk melawan musuh. Kehebatan seorang tokoh ini tampak dalam peperangan maupun dalam menghadapi peristiwa-peristiwa yang penuh bahaya. Keajaiban yang memiliki tersebut sering dihubungkan dengan kelahiran atau


(59)

pertumbuhannya. Umumnya yang disebut sebagai pahlawan ini merupakan keturunan ningrat, sebagai raja atau sebagai pemimpin rakyat. Demikian juga halnya dengan tokoh utama dalam legenda Raja Sisingamangaraja XII, seorang Raja yang memiliki jiwa kepahlawanan dan seorang ksatria ditengah-tengah rakyatnya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut :

“....Dilaonlaon ni ari na mangilas sai tongtong do dilogoti angka si bontar mata i Sisingamangaraja. Raja Sisingamangaraja parjolo sahali patuduhon na boi do ibana gabe sada panggomi ima ditingki porang na di Bahal Batu. Tudos tu pangkilalaan na ditonga ni pargurilaan, ro do sordalu ni si bontar mata laho mamboan pardameon na roran. Alai dibagasan partondian jala pambahenan na sai tongtong manggomgomi ganup manisia, ditogihon ma saluhut pangulu balang nai marrapot nang marhusip patandahon sada raja panggomgomi hasadaan ni roha do ibana. Di borngin pangarapotan on dotong dilehon Sisingamangaraja pasu-pasu na sumurung tu ianakhon na, jala dipaboa Sisingamangaraja ma tu saluhut pangulu balang nai boha partonding ni uhum na ingkon pamasaon na di tonga-tonga ni paporangan taringot tu harajaon na”

“...Dikemudian hari secara terus menerus diadakan pemburuan terhadap Sisingamangaraja sejak peperangan yang pertama dilakukan olehnya tersebut. Sifat kepememimpinannya dalam peperangan sejak dari pertempurannya di Bahalbatu terus mendorongnya untuk tetap berjuang. Dalam keadaan seperti itu, ada utusan pihak penjajah datang untuk mengajak suatu perundingan guna adanya perdamaian yang picik dan licik. Dengan jiwa seorang ksatria yang memang pada prinsipnya meneguhkan demokrasi Sisingamangaraja menolak hal tersebut dan mengajak serdadu-serdadunya mengadakan suatu perundingan.


(60)

Pada malam ini jugalah Sisingamangaraja memberikan siasat dan istruksinya selaku pemimpin perang kepada para panglimanya, sedangkan kepada Sutan Nagari putra sulungnya, serta kepada Putri Lopian diberikannya pesan-pesannya yang terkhusus. Tekad bulat diambil oleh Sisingamangaraja selaku pemimpin perang untuk selalu bertahan dan tidak akan menyerah atau meletakkan senjata diatas penjajah”

Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Raja Sisingamangaraja memang adalah raja selaku singa yang melampaui dan singa yang terlampaui. Beliau mempunyai fungsi sebagai pengatur kerajaan manusia bermata hitam di tanah batak. Ini ditambah lagi dengan fungsi kepemimpinannya dalam bidang agama, adat istiadat,hukum, ekonomi, pertanian pendidikan, kebudayaan. Sisingamangaraja bukanlah tokoh mitologis, melainkan tokoh historis yang pernah benar-benar hidup dan berjuang demi kepentingan rakyat ketika mengadakan perlawanan sengit terhadap Belanda.

4.2.2 Motivasi

Motivasi adalah kuatnya dorongan dari dalam diri seseorang yang membangkitkan semangat pada makhluk hidup, yang kemudian hal itu menciptakan adanya tingkah laku mengarahkannya pada suatu tujuan-tujuannya tertentu (Adj-Djakiey, 2006:1). Dari pendapat di atas dapat disederhanakan pengertian motivasi adalah dorongan dalam hati unuk melakukan sesuatu hal yang diinginkan dan dapat dipertanggung jawabkan serta bermanfaat bagi dirinya dalam harmonisasi kehidupan.

Di dalam analisis legenda Sisingamangaraja XII ini terdapat dua motivasi yang diperankan oleh tokoh utama yaitu :


(61)

2) Motivasi dendam 1) Motivasi kemarahan

Motivasi kemarahan adalah perubahan dari dalam diri seseorang yang akan terjadi ketika mendidihnya darah di dalam hati untuk memperoleh atau menjadikan apa yang ada di dalam dada. Hal ini terjadi pada tokoh Sisingamangaraja XII dan putri Lopian, diawal dan ditengah peperangan yang telah menghidupkan api yang berkobar-kobar.

Raja Sisingamangaraja XII

“...Sian luat partombakan parguruan nai, tongtong do disurathon Sisingamangaraja barita tu saluhut raja-raja na adong di luat tano batak. Barita na hinorhon ni anakna Sutan Nagari napaboahon jala na mandok: sahata ma hamu raja-raja, porangi ma Bolanda i, bunu hamu ma angka si bontar mata...Bunu hamu ma soridalu...”

“...Dari tempat pertapaannya, Sisingamangaraja selalu menuliskan surat untuk seluruh Raja-raja yang ada di tanah batak melalui putra sulungnya Sutan Nagari yang berisi:..seia sekatalah kalian raja-raja, perangilah Belanda itu, bunuhlah...bunuhlah serdadu...”

Kutipan di atas menunjukkan kepada kita bahwa Raja Sisingamangaraja memiliki rasa marah yang cukup tinggi dalam menanggapi peperangan dari pihak penjajah. Perkataannya yang sengit dan keras, ia sampaikan kepada seluruh serdadu dan raja-raja bawahannya untuk mengundang dan membangunkan amarah yang cukup dalam.


(62)

“...Hinorhon ni i dihambirang ni Sisingamangaraja jongjong ma boru Lopian naung disonggopi lomos ni roha na marsingorngor marnida bangke ni itona Sutan Nagari, huhut maniop hujur nai. Marsoring-soring anakni bodil dihujurhon tu ibana, alai tongtong do jongjong ibana dibagasan roran ni roha nai...”

“...Di dekatnya berdiri dengan garangnya putri Lopian dengan pedang yang terhunus tidak jauh dari mayat Sutan Nagari yang merupakan abang sulungnya tersebut. Bertubi-tubi tembakan diarahkan kepadanya tapi ia tetap berdiri dengan hebatnya di tengah keganasannya pertempuran...”

Kutipan di atas menunjukkan Putri Lopian merupakan seorang putri yang setia bersama ayahnya, hingga titik darah penghabisan. Ia memiliki rasa marah yang memuncak saat melihat abangnya yang tertua itu telah mati ditangan Belanda saat peperangan berlangsung.

2) Motivasi dendam

Dendam adalah sikap, atau tindakan untuk membalas atas rasa sakit yang telah diderita sebelumnya kepada orang yang telah menyakitinya atau dorongan tidak suka memberi maaf dan ingin menampakkan kemarahan atas orang yang menyakitinya. Motivasi dendam merupakan kelanjutan dari amarah atau emosional seseorang untuk mendorong keinginan rasa membalas terhadap segala rasa tidak nyamanan yang telah dihadapkan kepadanya. Hal inilah yang terjadi kepada tokoh Raja Sisingamangaraja, dapat dilihat dari kutipan legenda :

“...Di parro ni halak si bontar mata diida ma ditoru ni dolok namarrura i nungga be mansai godang hujur dohot anakni bodil na naeng mamantik halak i.


(63)

Sai marsigorgor do gurak ni parrohaon ni Sisingamangaraja paadopadop paporangan i, digurathon ma diroha nang pusupusu na ikkon do mian hamonangan di tano batak na hinaholongan na.”

“...Ketika para serdadu belanda menengadah ke atas, mereka melihat puncak bukit-bukit berbatu dengan posisi yang siap tempur. Tombak-tombak, hujur-hujur melayang dan beterbangan secara beruntun ke arah Belanda. Kebulatan telah terikrar teguh di dalam batin Sisingamangaraja, bahwa ia dan segenap serdadu akan tetap mempertahankan diri sampai mati demi tanah Batak tercinta...”

4.2.2 Emosi

Menurut Daniel goleman (2002:401) emosi merujuk pada suatu perasaan dan fikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak. Dengan demikian dapat dikatan bahwa emosi merupakan “badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan yang timbul dari dalam dirisendiri meninggi sebagai akibat dari perubahan fisikis dan kelenjar. Dalam pengkajian legenda Raja Sisingamangaraja XII, terdapat empat gejolak emosi yang diperankan oleh tokoh utama yaitu:

a) Rasa cinta

Emosi dalam hal ini adalah pengikat perasaan seseorang dengan keluarga, masyarakat, serta tanah airnya. Cinta dapat menimbulkan motivasi untuk rela berkorban dalam keadaan apapun, baik itu secara material maupun secara spiritual. Hal inilah yang dialami oleh tokoh Sisingamangaraja, dilihat dari sinopsis legenda:


(64)

“...Jala di parporangan na borhit on do dipasahat Sisingamangaraja natorasna tu Raja Ompu Babiat tulangnai asa diboan jala diungsihon tu huta Lintong ima sada luat na denggan, alai molo sordalu nai sai tongtong do martombak laho mangalo musu. Dung dilaonlaon ni ari, sude soridalu dohot Ompu Raja Babiat tartangkup hohom ma ampe tu Sibontar mata nahinorhon ni Christoffel laos dibunu ma tulangnai. Mansai borhit do anggo pangkilaan Sisingamangaraja di tingki parlaho ni tulang nai, alai nang pe songoni sai huhut do Sisingamangaraja mandalani pakkilaan i di haserepon ni roha.Dang gok marpiga ari pintor dapot ni musu ma natorasna i laos marujung ngolu ma di adopan ni Sibontar mata, nang songonisoripada ni Sisingamangaraja dohot boru na, laos dibunu ma parsonduk bolon nai songon na pamatehon pinahan. Alai boru nadua nai diboan halak sibontar mata ma tu luat na dao. Alai tung pe songoni sai marsingorngor lomos dibagas pusupusu ni Raja Sisingamangaraja dang diparhitei roha na pakkilaan i, sai tongtong do ibana marporang di tombak pangungsian”

“...Pada saat situasi yang mengharukan ini jugalah Sisingamangaraja menyembunyikan ibunya kepada Raja Ompu Babiat yang merupakan pamannya untuk dibawa ke Lintong daerah yang masih aman pada saat itu, sedang pasukannya tetap bertahan menghadapi serangan musuh. Seiring dengan hal ini, Raja Ompu Babiat dengan anggotanya pun ikut tertangkap dan dengan hati yang sangat pilu ia dihabisi dan dibunuh oleh Christoffel begitu saja namun hal itu tidak membuat Sisingamangaraja untuk melanjutkankeuletannya dalam bergerilya. Tetapi tiada lama perpisahan ini, Belanda berkeliaran dan mendapat tempat persembunyian keluarga Sisingamangaraja tersebut, sehingga merekapun


(65)

disergap. Ibunya yang telah tua dan tak berdaya pun meninggal di tangan Belanda, namun 2 putri-purinya yang masih kecil beserta istrinya dapat meloloskan diri ke semak-semak. Namun tak lama hal ini berlangsung istri beserta putrinya tertangkap kembali, istrinya tersebut ditangkap diluar segala perikemanusiaan yang kemudian dibunuh. Akan tetapi Sisingamangaraja tetap bertekad untuk terus melawan musuhnya sampai akhir hayatnya, walaupun dengan hati yang remuk dan hancur luluh...”

Dari kutipan di atas terlihat dalamnya rasa cinta Sisingamangaraja terhadap tanah airnya. Ia rela berpisah dengan orang-orang yang dia cintai dalam hidupnya, demi memperjuangkan kesejahteraan orang banyak hingga ajal menjemputnya.

b) Rasa benci

Rasa benci adalah salah satu tindakan emosi yang membangun jiwa seseorang menimbulkan adanya kebencian atau ketidaksukaan akan orang lain.

“....Dung diboto Sisingamangaraja haroro ni musu i, dipasingkop ma ulaon na hombar tu paraloan. Sada sada do halak si bontar mata i tarbunu jala mate hohom hinorhon ni hosom ni roha sian si birong mata”

“....Sisingamangaraja mengetahui kedatangan pasukan musuh maka iapun mengadakan persiapan untuk mengadakan perlawanan. Satu persatu serdaduBelanda disikat dan dibunuh secara diam-diam akibat kebencian yang telah timbul selama bertahun-tahun dari rakyat batak”

Dari kutipan di atas Sisingamangaraja dan seluruh rakyatnya mengecam emosi rasa kebencian yang mendalam terhadap penjajah.


(1)

(2)

Gambar 2.4 Makam pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII, Soposurung Balige

Gambar. 2.5 Penulis berfoto didepan makam Raja Sisingamangaraja XI Komplek Istana Sisingamangaraja, Desa Simamora Kecamatan Baktiraja.


(3)

Lampiran 3: Daftar Informan

1. Nama : Parningotan Bakara

Umur : 54 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Bertani/Kepala Desa Simamora

Alamat : Desa Simamora, kecamatan Baktiraja

Bahasa yang digunakan : Bahasa Batak Toba, bahasa Indonesia

2. Nama : Tampun Simamora

Umur : 73 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pensiunan PNS

Alamat : Desa Simamora, kecamatan Baktiraja

Bahasa yang digunakan : Bahasa Batak Toba, bahasa Indonesia

3. Nama : Markoni Sinambela

Umur : 47 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Wiraswasta/ Penjaga Istana Sisingamangaraja

Alamat : Desa Simamora, kecamatan Baktiraja

Bahasa yang digunakan : Bahasa Batak Toba, bahasa Indonesia

4. Nama : Tampun Simamora

Umur : 73 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pensiunan PNS

Alamat : Desa Simamora, kecamatan Baktiraja


(4)

5. Nama : Saur Marihot Manalu

Umur : 74 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Bertani

Alamat : Desa Simamora, kecamatan Baktiraja

Bahasa yang digunakan : Bahasa Batak Toba, bahasa Indonesia

6. Nama : Dasal Bakara

Umur : 82 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Bertani

Alamat : Desa Simamora, kecamatan Baktiraja

Bahasa yang digunakan : Bahasa Batak Toba, bahasa Indones

7. Nama : Lamhot Sinambela

Umur : 54 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : PNS

Alamat : Desa Simamora, kecamatan Baktiraja

Bahasa yang digunakan : Bahasa Batak Toba, bahasa Indonesia

8. Nama : Mangibul Bakara

Umur : 78 Tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Bertani

Alamat : Desa Simamora, kecamatan Baktiraja


(5)

(6)