Nilai “Anak Ni Raja Boru Ni Raja” Dalam Pengembangan Pariwisata (Studi Kasus Di Kota Parapat)

(1)

Skripsi

NILAI “ANAK NI RAJA BORU NI RAJA” DALAM

PENGEMBANGAN PARIWISATA

(STUDI KASUS DI KOTA PARAPAT) D

I S U S U N OLEH HELNA RISMAWATI . S

(050901039)

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLTIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

ABSTRAKSI

“Anak ni Raja Boru ni Raja” adalah sebutan ini diberikan kepada keturunan batak ssebagai bentuk penghormatan kepada seseorang yang “dirajakan” atau dihormati. Raja adalah dalam filosofi batak adalah sebuah penghormatan. Putra –putri orang batak disebut sebagai “Anak ni Raja” dan “Boru ni Raja”. Anak ni raja yaitu kharisma seorang raja yang di bawa oleh anaknya. Keluarga batak dari pihak perempuan yang disebut hula-hula sering di simbolkan sebagai “Raja” dan istri seorang lelaki batak sering dikatakan “Boru ni Raja” atau “putri Raja”. Posisi “Tulang” (saudara lelaki ibu) adalah Raja bagi semua kemenakannya. Praktis konsep sebutan boru ni raja dan anak niraja adalah sebuah kehormatan yang meliputi banyak aspek seperti kepatutan,moral, etika, sensitifitas, tradisi dan adat istidat yang saling tolong menolong tanpa pamrih dan tranpa imbalan atau suka membantu.

Anak ni raja dan boru ni raja terlihat dalam komponen Dalihan Natolu yaitu Raja ni Hula-hula, Raja ni Dongan Tubu dan Raja ni Boru. Sikap masyarakat batak dsalam interaksinya adalah seperti yang terkandung dalam falsafah elek marboru, sangap marhula-hula dan manat mardongan tubu. Setiap orang batak pasti pernah berada pada salah satu komponen dalihan natolu tersebut.

Dalam penelitian ini peneliti meneliti bagaimana Nilai-Nilai Anak ni Raja Boru ni Raja pada masyarakat Toba berpotensi dalam pengembangan Pariwisata Parapat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi dan studi dokumentasi, serta telaah pustaka tentang buku-buku yang terkait.

Penelitian saya lakukan terhadap Tokoh adat sebagai informan kunci yang memberikan banyak informasi penting bagi penulisan skripsi ini, penduduk asli masyarakat Parapat untuk mengetahui bagaimana sosialisasi dalihan natolu, pengunjung yang memberikan komentar tentang daerah wisata Parapat dan Pemerintah setempat terkait dengan perencanaan Pariwisata Parapat.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan teorii Sturktural Fungsional analisis Talcot Parsons dan Robert K. Merton, dan analisis Perubahan Sosial dalam menganalisis Nilai anak ni raja dan boru niraja dalam Pengembangan Pariwisata.


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...……….i

DAFTARISI………..iii

ABSTRAKSI……….iv

BAB I PENDAHULUAN………..1

1.1. Latar Belakang Masalah………1

1.2. Perumusan Masalah………...5

1.3. Tujuan Penelitian………...5

1.4. Manfaat Penelitian……….6

1.5. Defenisi Konsep……….6

BAB II KAJIAN PUSTAKA………..9

BAB III METODE PENELITIAN………18

3.1. Jenis Penelitian………18

3.2. Lokasi Penelitian………..19

3.3. Unit Analisis dan Informan………..19

3.4. Teknik Pengumpulan Data………...20

3.5. Interpretasi Data………...21

3.6. Jadwal Kegiatan………...22

3.7. Keterbatasan Penelitian………22

BAB IV DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA……….24

BAB V PENUTUP……….73

5.1. Kesimpulan………..73


(5)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(6)

ABSTRAKSI

“Anak ni Raja Boru ni Raja” adalah sebutan ini diberikan kepada keturunan batak ssebagai bentuk penghormatan kepada seseorang yang “dirajakan” atau dihormati. Raja adalah dalam filosofi batak adalah sebuah penghormatan. Putra –putri orang batak disebut sebagai “Anak ni Raja” dan “Boru ni Raja”. Anak ni raja yaitu kharisma seorang raja yang di bawa oleh anaknya. Keluarga batak dari pihak perempuan yang disebut hula-hula sering di simbolkan sebagai “Raja” dan istri seorang lelaki batak sering dikatakan “Boru ni Raja” atau “putri Raja”. Posisi “Tulang” (saudara lelaki ibu) adalah Raja bagi semua kemenakannya. Praktis konsep sebutan boru ni raja dan anak niraja adalah sebuah kehormatan yang meliputi banyak aspek seperti kepatutan,moral, etika, sensitifitas, tradisi dan adat istidat yang saling tolong menolong tanpa pamrih dan tranpa imbalan atau suka membantu.

Anak ni raja dan boru ni raja terlihat dalam komponen Dalihan Natolu yaitu Raja ni Hula-hula, Raja ni Dongan Tubu dan Raja ni Boru. Sikap masyarakat batak dsalam interaksinya adalah seperti yang terkandung dalam falsafah elek marboru, sangap marhula-hula dan manat mardongan tubu. Setiap orang batak pasti pernah berada pada salah satu komponen dalihan natolu tersebut.

Dalam penelitian ini peneliti meneliti bagaimana Nilai-Nilai Anak ni Raja Boru ni Raja pada masyarakat Toba berpotensi dalam pengembangan Pariwisata Parapat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi dan studi dokumentasi, serta telaah pustaka tentang buku-buku yang terkait.

Penelitian saya lakukan terhadap Tokoh adat sebagai informan kunci yang memberikan banyak informasi penting bagi penulisan skripsi ini, penduduk asli masyarakat Parapat untuk mengetahui bagaimana sosialisasi dalihan natolu, pengunjung yang memberikan komentar tentang daerah wisata Parapat dan Pemerintah setempat terkait dengan perencanaan Pariwisata Parapat.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan teorii Sturktural Fungsional analisis Talcot Parsons dan Robert K. Merton, dan analisis Perubahan Sosial dalam menganalisis Nilai anak ni raja dan boru niraja dalam Pengembangan Pariwisata.


(7)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah

Philosophy of Life orang Batak terlihat pada sistem kekerabatannya . Masyarakat Batak menempatkan posisi seseorang secara pasti sejak lahir hingga mati dalam 3 posisi yang disebut DALIHAN NATOLU, yang mencerminkan sistem demokrasi kekerabatan orang Batak. Dalihan dapat diterjemahkan sebagai “tungku” dan”sahundulan” sebagai “posisi duduk”. Keduanya mengandung arti yang sama. Tiga (3) Posisi penting dalam system kekerabatan orang batak yaitu, yaitu :

1. Hula-Hula atau Tondong, yaitu kelompok orang-orang yang posisinya “di atas”, yaitu keluarga marga pihak istri sehingga di sebut Somba-Somba Marhula-hula yaitu harus hormat kepada keluarga pihak istri agar memperoleh keselamatan dan kesejahteraan.

2. Dongan Tubu, yaitu kelompok orang-orang yang posisinya “sejajar”, yaitu : teman / saudara semarga sehingga di sebut Manat Mardongan Tubu, artinya menjaga persaudaraan agar terhindar dari perseteruan.

3. Boru, yaitu kelompok orang-orang yang posisinya “di bawah”, yaitu saudara perempuan kita dan pihak marga suaminya, keluarga perempuan pihak ayah. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari disebut Elek Marboru artinya agar selalu saling mengasihi supaya mendapat berkat.

Setiap orang batak pasti memiliki dan berada di salah satu posisi itu. Jadi Dalihan Natolu bukanlah kasta, ada saatnya menjadi Hula-Hula / Tondong, ada saatnya menempati posisi dongan tubu dan ada saatnya menjadi Boru. Dengan Dalihan Natolu orang batak tidak memandang posisi seseorang berdasarkan pangkat, harta atau status seseorang.


(8)

Orang batak identik di sebut sebagai “Raja” sebutan ini diberikan oleh sebuah keturunan marga sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang yang “dirajakan” atau dihormati. Raja adalah dalam filosofi batak adalah sebuah penghormatan. Putra –putri orang batak disebut sebagai “Anak ni Raja” dan “Boru ni Raja”. Anak ni raja yaitu kharisma seorang raja yang di bawa oleh anaknya. Keluarga batak dari pihak perempuan yang disebut hula-hula sering di simbolkan sebagai “Raja” dan istri seorang lelaki batak sering dikatakan “Boru ni Raja” atau “putri Raja”. Posisi “Tulang” (saudara lelaki ibu) adalah Raja bagi semua kemenakannya. Praktis konsep sebutan boru ni raja dan anak niraja adalah sebuah kehormatan yang meliputi banyak aspek seperti kepatutan,moral, etika, sensitifitas, tradisi dan adat istidat yang saling tolong menolong tanpa pamrih dan tranpa imbalan atau suka membantu.

Konsep Raja memiliki makna yang sangat luas, memasuki teritori adat, darah dan keseharian keluarga batak. Pertengkaran-pertengkaran dikalangan keluarga batak sering di sudahi dengan kalimat “raja do hita” atau terjemahannya adalah “ kita adalah raja”. Artinya kita tidak akan merendahkan diri kita untuk mempertengkarkan hal itu, karena seorang raja tidak akan merendahkan martabatnya dengtan pertengkaran-pertengkaran dan perkelahian. Inti dari konsep “boru raja” dalam filosofi batak mengajarkan setiap perempuan batak untuk memahami nilai-nilai kehormatan baik dari cara bepakaian, cara berbicara, cara duduk, dan cara bergaul harus berprilaku seperti boru ni raja atau putri raja.

Masih banyak nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh suku batak yang unik baik dari adat istiadat, kesenian khas, seni musik seperti gondang, seni tari seperti tortor dll, yang memiliki nilai jual yang tinggi dalam menarik minat para wisatawan baik domestik maupun wisatawan asing dan menjadi kan Parapat sebagai Daerah Tujuan Wisata yang paling diminati.


(9)

Pariwisata merupakan salah satu aspek yang mendukung devisa negara. Hal ini menunjukkan bahwa pariwisata sangat penting dalam mendukung kemapanan dan kemajuan ekonomi masyarakat dan secara makro bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara.

Kota Parapat yang memiliki keindahan alam Danau Toba. Daerah Pariwisata Parapat adalah bagian dari kecamatan Girsang Sipangan Bolon, Kabupaten Simalungun. Sebagai Daerah Tujuan Wisata (DTW) Kota parapat telah memiliki fasilitas- fasilitas yang sangat mendukung seperti Travel, Hotel-hotel berbintang, Penginapan melati, angkutan wisata, permainan air, agen jasa, Sovenir, Money change, Restoran.

Keberhasilan suatu daerah Tujuan Wisata bukan hanya di dukung oleh sarana dan prasarana yang lengkap tapi juga didukung oleh beberapa aspek seperti Budaya, keramah tamahan dan segala aspek yang memungkinkan untuk mengundang minat pelancong untuk datang untuk kedua kalinya. Seperti Bali terkenal keseluruh dunia bukan hanya terletak pada bentangan keindahan alamnya saja tapi sajian-sajian budaya khas setempat yang menjadi ciri khas Bali yang menjadi alasan utama para wisatawan untuk berkunjung.

Kota parapat yang mayoritas penduduknya adalah suku Batak Toba juga terdiri dari sebagian kecil dari batak Simalungun, Jawa, Minang, Aceh, Karo dan Nias. Parapat adalah tanah leluhur Suku Batak Toba yang memyimpan ‘sejuta’ kekayaan budaya yang memiliki nilai jual bila dimanfaatkan bagi kepentingan wisata.

Industri pariwisata telah membuktikan dirinya sebagai sebuah alternatif kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk mendapatkan kondisi ideal maka industri pariwisata dituntut untuk berkembang denagan baik dan menghasilkan produk yang dapat


(10)

diunggulkan. Kondisi ideal tersebut dapat dicapai dengan kemauan politik pemerintah yang dapat memberi landasan hukum, serta kesadaran masyarakat untuk dapat berinteraksi serta melibatkan diri sebagai bagian dari proses serta dalam menghasilkan produksi unggulan dalam seluruh kegiatan industri Pariwisata.

(Damson dalam Marpaung, 2002).

Sesuai perkembangan kepariwisataan bertujuan memberikan keuntungan yang didapat dari tempat tujuan wisata. Dalam tumbuhan, perkembangan infra struktur dan fasilitas rekreasi, keduanya saling menguntungkan wisatawan dan warga setempat sebaliknya kepariwisataan dikembangkan memalui penyediaan tempat tujuan wisata (marpaung 2002:!4).

Hal tesebut dilakukan melalui pemeliharaan kebudayaan sejarah dan taraf perkembangan ekonomi dan suatu tempat tujuan wisata yang masuk dalam pendapatan untuk wisatawan akibatnya akan menjadikan pengalaman yang unik dari tempat wisata. Pada waktu yang sama ada nilai-nilai yang membawa serta dalam pengembangan kepariwisataan. Sesuai dengan panduan maka perkembangan pariwisata dapat memperbesar keuntungan sambil memperkecil masalah-masalah yang ada (Marpaung, 2002:19).

Danau Toba yang mengangkat nama harum Indonesia di mata Internasional, belakangan disebut sebagai polemik dikalangan pelaku pariwisata sebab pemerintah telah menghukumnya “ keluar dari destinasi unggulanPariwisata nasional” (DTW).

Penyebab dihapusnya Parapat sebagai DTW sedikit terkuak pada pertemuan yang di selenggarakan di hotel berbintang yang di selenggarakan oleh Persenibud Simalungun, Drs Ngadap Rusia Sembiring atas nama Kadis Persenibud Simalungun, mengungkapkan “destinasi unggulan pariwisata Parapat Danau Toba dihapus karena pelayanan pelaku pariwisata buruk (http//north Sumatra-tourism.blogspot.com).


(11)

Pengembangan Pariwisata Danau Toba Jalan di tempat tidak ada yang bertambah, malah semakin mundur, banyak fasilitas-fasilitas yang berkurang contohnya saja fasilitas olah raga seperti lapangan golf yang telah tutup, beberapa hotel yang tutup. Dengan potensi yang alam yang luar biasa, seolah-olah Parapat di khususkan untuk pengunjung domestik saja hal ini terbukti dari semakin sepinya Kota Parapat dari kunjungan wisatawan asing.

Sebagai pelaku wisata masyarakat parapat harus siap sebagai “pelayan” untuk melayani tamu-tamunya yang berkunjung ke daerah wisata Parapat. Tamu adalah Raja dan Raja perlu dilayani, berdasarkan keterangan diatas Masyarakat Parapat adalah Anak Ni Raja dan Boru Ni Raja yang tentunya harus di hormati dan dilayani juga.

Dari fakta –fakta di atas penulis tertarik untuk meneliti bagaimana Nilai-nilai anak niraja dan boru ni raja yang di anut oleh orang batak yan tinggal di kawasan danau toba dan sebagai palaku wisata dalam pengembangan daerah wisata.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka fokus masalah yang saya ambil adalah:”Bagaimana Nilai Anak Ni raja Boru Ni Raja berperan dalam pengembangan Pariwisata”?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Nilai Anak Ni Raja Boru Ni Raja pada masyarakat Batak dalam pengembangan Pariwisata Parapat.


(12)

Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis, hasil penelitian diharapkan dapat memperluas cakrawala pengetahuan bagi peneliti, akademis, instansi pemerintah dalam pengembangan pariwisata, dan pada masyarakat sebagai pelaku wisata.

2. Manfaat Praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi atau rujukan bagi peneliti yang tertarik terkait dengan pengembangan pariwisata.

1.4Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah yang digunakan untuk untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan dimana kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989:33). Konsep sangat diperlukan dalam penelitian agar dapat menjaga masalah atau menjadi pembatasan yang dapat mengaburkan penelitian.

Beberapa konsep yang dibatasi dengan pendefenisiannya secara operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. . Pariwisata adalah aktifitas bersantai atau aktifitas waktu luang. Perjalanan wisata bukanlah suatu ‘kewajiban’, dan pada umumnya dilaksanakan pada saat seseorang bebas dari pekerjaan yang wajib dilakukan, yaitu pada saat mereka cuti atau libur. Dalam perkembangan selanjutnya, berwisata dapat di identikkan dengan berlibur didaerah lain, atau memanfaatkan waktu luang dengan melakukan perjalanan wisata, hal ini pada dewasa ini merupakan ciri dari masyarakat modern.Dilihat dari sisi wisatawan, pariwisata adalah aktifitas yang dilakukan pada tempat dan waktu yang tidak normal tetapi ketidak normalan ini hanya bersifat sementara dan pelaku mempunyai keinginan yang pasti untuk kembali kesituasi yang normal atau kehabitat asalnya.


(13)

Hubungan-hubungan pariwisata terjadi karena adanya pergerakan manusia. Pergerakan ini terkait dengan dimensi ruang dan waktu. Gerakan dan kunjungan yang bersifat sementara mempunyai sifat yang berbeda dengan perpindahan penduduk. Pariwisata juga dapat diartikan seluruh kegiatan seseorang atau kelompok karena di dorong oleh suatu atau beberapa keperluan untuk melakukan perjalanan dan persinggahan sementara lebih dari 24 jam diluar tempat tinggalnya, tanpa ada maksud mencari nafkah di tempat tujuannya. Selanjutnya kegiatan prjalanan wisata tersebut menimbulkan adanya permintaan akan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan para wisatawan yang dipenuhi oleh pemerintah, dunia usaha dan masyarakat yang ada didaerah tujuan wisata yang didalam proses keseluruhan menimbulkan pengaruh terhadap ekonomi, sosial, politik dan keamanan untuk dimanfaatkan bagi kesejahteraan masyarakat setempat.

2. Daerah Tujuan Wisata adalah daerah yang memiliki elemen-elemen wisata seperti transportasi, travel service, akomodasi, food service, atraksi budaya maupun rekreasi dan beberapa kelebihan dengan ciri khas dibandingkan daerah lain yang dapat menarik minat pengunjung melakukan kegiatan wisata.

3. Pengembangan adalah adanya proses pengubahan, pengembangan keadaan dari keadaan dari suatu hal yang bersifat materil maupun yang bersifat fenomena (nion materil) keadaan yang lebih tinggi dan lebih baik dibandingkan dengan keadaan sebelumnya, disini yang akan dikembangkan adalah pariwisata parapet. 4. Pengembangan Pariwisata dapat diartikan dengan dilanjutkannya atau

ditingkatkannya dengan pengembangan dan mendayagunakan sumber dan potensi kepariwisataan nasional menjadi kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan untuk memperbesar penerimaan devisa, memperluas dan meratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja terutama bagi masyarakat setempat,


(14)

mendorong pembangunan daerah serta memperkenalkan alam, nilai dan budaya bangsa. Dalam pembangunan kepariwisataan tetap dijaga terpeliharanya kepribadian bangsa dan kelestariann serta mutu lingkungan hidup. Pembangunan kepariwisataan dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan sektor-sektor pembangunan lainnya serta antara usaha-usaha kepariwisataan yang kecil, menengah dan besar agar dapat saling menunjang.

5. Masyarakat Batak Toba adalah salah satu sub suku bangsa batak yang mendiami suatu daerah induk yang meliputi daerah tepi Danau Toba, Pulau Samosir, dataran tinggi D.Toba, daerah Asahan, Silindung dan daerah pegunungan Habinsaran.

6. Anak Ni Raja adalah sebutan kepada putra keturunan marga batak 7. Boru Ni Raja adalah sebutan kepada putri keturunan marga batak

8. Nilai adalah suatu konsep yang disepakati masyarakat sebagai aturan, ukuran norma dalam interaksi kehidupan sehari-hari. Dalam hal nilai anak ni raja sebagai landasan dalam masyarakat batak dalam berprilaku.

9. Nilai-Nilai Anak Ni Raja Boru Ni Raja adalah Pada masyarakat batak Toba putra putri mereka disebut Anak Ni Raja dan Boru Ni Raja. Anak Ni Raja dan Boru Ni Raja membawa kharisma seorang raja yaitu dihormati, suka menolong sesama, bekerja tanpa pamrih, menjadi panutan terhadap sesama. Cara berbicara, berprilaku bertuturkata dan bahkan berpakaian dari Anak dan Boru raja adalah sopan.


(15)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Fakta Sosial

Paradigma fakta sosial fakta sosial terpaut kepada antar hubungan antara struktur sosial, pranata sosial dan hubungan antara individu dengan struktur sosial serta antar hubungan antara individu dengan pranata sosial.

Fakta sosial diujukan sebagai sesuatu yang berbeda dengan dunia ide yang bersifat spekulatif dalam memahami gejala yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini memerlukan penyusunan data diluar dunia ide yang hanya ada didalam pikiran manusi. Fakta sosial terdiri dari atas dua jenis yaitu bentuk materi dapat diobservasi dan bentuk non materi yaitu kenyataan yang bersifat interseptif yang hanya muncul dalam kesadaran manusia.

Menurut Veter 2 tipe dasar fakta sosial yaitu : 1. Nilai umum yang bersifat universal

2. Norma yang terurut dalam suatu kebudayaan.

Teori-teori sosiologi berbeda terminologi dalam mengkonseptualisasikan antar hubungan pranata sosial, stuktur sosial dan individu. Perbedaan tersebut terlihat dalam bahasan teori fungsionalisme, teori konflik, teori sosiologi makro. Paradigma fakta sosial ini diambil dari kedua kedua karya Durkheim yang meletakkan landasan paradigma fakta sosial melalui karyanya The Rules of Sosiological Method dan Suicide. Durkheim melihat sosiologi yang baru lahir dalam upaya untuk memperoleh kedudukan sebagai cabang ilmu sosial yang berdiri sendiri, tengah berada dalam ancaman bahaya kekuatan dua cabang ilmu yang berdiri kokoh yakni filsafat dan psikologi. Durkheim (dalam Ritzer, 2003:13) melihat filsafat sebagai ancaman dari dalam lewat dua orang tokoh sosiologi yang dominant saat itu yakni Comte dan Spenser. Keduanya


(16)

mempunyai pandangan yang bersifat filosofis dari bersifat sosiologis. Karena itu Durkheim mencoba menguji teori-teori yang dihasilkan dari belakang meja atau yang berdasarkan hasil pemikiran spekulatif itu denhgan data konkret berdasarkan hasil penelitian empiris. Fakta sosial inilah yang menjadi pokok persoalan penyelidikan sosiologi. Fakta sosial sosial dinyatakannya sebagai barang sesuatu yang berbeda dengan ide dan yang menjadi objek penyelidikan dari seluruh ilmu pengetahuan. Ia tidak dapat dipahami melalui kegiatan mental murni (spekulatif) dan untuk memahaminya diperlukan penyusunan data riil diluar pemikiran manusia. Arti pernyataan Durkheim ini terletak pada usahanya menerangkan bahwa fakta sosial tidak dapat dipelajari intropeksi. Fakta sosial harus diteliti didalam dunia nyata sebagaimana orang mencari barang sesuatu yang lainnya (Ritzer,2003:131).

Secara garis besarnya fakta sosial terdiri atas dua tipe. Masing-masing adalah stuktur sosial (Social Institution) dan pranata sosial (Social Institution). Secara lebih terperinci fakta social itu tertdiri atas kelompok, kesatuan masyarakat tertentu, sistem sosial, posisi, peranan, nilai-nilai, keluarga pemerintah dan sebagainya. Durkheim dalam karya selanjutnya menyamakan fakta sosial dan prananta sosial. Ada empat uraian teori yang tergabung kedalam paradigma fakta sosial yakni teori fingsionalisme struktural, teori konflik, teori sistem dan teori sosiologi makro.

Fungsinalisme Strukturalisme awal memusatkan perhatian pada fungsi satu struktur sosial atau pada fungsi satu institusi sosial tertentu saja. Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistm sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan terhadap yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap aspek yang lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada atau akan


(17)

hilang dengan sendirinya. Penganut teori ini cenderung untuk melihat hanya kepada sumbangan satu sistem tau peristiwa terhadap sistem yang lain dan karena itu mengabaikan kemungkinan bahwa suatu peristiwa atau sistem dapat beroperasi menentang sistem-sistem yang lainnya dalam suatu sistem sosial (Ritzer,2003:21)

Secara ekstrim penganut teori ini beranggapan bahwa semua peristiwa dan semua struktur adalah adalah fungsional bagi suatu masyarakat. Perubahan dapat terjadi perlahan-lahan dalam masyarakat. Kalau terjadi konflik penganut teori Fungsionalisme Struktural memusatkan perhatiannya pada masalah bagaimana cara menyelesaikan nya sehingga masyarakat tetap dalam keadaan keseimbangan (Ritzer, 2003:22).

2.2 Sejarah Strukturalisme

Fungsionalisme stuktural merupakan salah satu bangunan teori yang paling besar pengaruhnya dalam ilmu sosial diabad sekarang. Sejalan dengan hal itu Kingley Davis menyatakan bahwa fungsionalisme stuktural adalah sinonim dengan sosiologi. Alvin Goulduer secara tersirat berpendapat serupa ketika ia menyerang sosiologi barat melalui analisis kritis terhadap funsionalisme structural Talcott Parsons.

(Goodman, 2004:117).

Meski hegemoninya tidak diragukan dalam dua dekade sesudah perang dunia II, fungsionalisme stuktural sebagai teori sosiologi telah merosot arti pentingnya. Bahkan Wilbert Moore (dalam Ritzer, 2003 :117) yang sangat memahami teori ini menjadi sesuatu yang memalukan dalam perkembangan teori sosiologi masa kini. Turner dan Maryanski ( dalam Ritzer 2003:14) menyatakan bahwa funsionalisme sebagai sebuah teori yang bersifat menjelaskan, kami kira sudah mati dan upaya untuk menggunakan fungsionalisme sebagai penjelasan teoritis harus ditinggalkan dan mencari perspektif kritism lain yang lebih memberi harapan.


(18)

Demeroth dan Peterson ( dalam Goodman, 2004:118) berpandangan lebih positif, menyatakan bahwa fungsionalisme stuktural belum mati. Tetapi mereka menambahkan bahwa teori ini mungkin dapat dikembangkan menjadi teori lain sebagaimana teori ini mungkin dapat dikembangkan dari pemikiran organisme lebih awal. Kelahiran neo fungsionalisme rupanya lebih mendukung pendapat Demeroth dan Peterson ketimbang pandangan Turner dan Mariansky yang lebih negatif (Goodman, 2004:118).

Dalam Fungsionalisme Stuktural, istilah stuktural dan fungsional tidak selalu perlu dihubungkan meski keduanya biasanya dihubungkan. Dalam mempelajari stuktur masyarakat tanpa memperhatikan fungsinya (akibatnya) terhadap struktur lain. Dalam meneliti fungsi dari berbagai proses sosial yang mungkin tidak mempunyai struktur. Ciri utama pendekatan fungsionalisme stuktural memperhatikan kedua unsur itu. Meski fungsionalisme stuktural mempunyai bentuk dan fungsionalisme kemasyarakatan adalah pendekatan dominant yang digunakan dikalangan fungsionalis stuktural. Sosiologi sasaran perhatian utama fungsionalisme kemasyarakatan adalah struktur sosial dan institusi masyarakat berskala luas, antar hubungannya, dan pengaruhnya terhadap aktor (Goodman, 2004:119).

Fungsionalisme stuktural merupakan teori konsensus, yang dipelopori Herbet Spencer, Emile Durkheim, Bronislaw Malinowski, Redcliffe Brown, Talcott Parsons dan Robert K Merton. Teori konsensus memandang masyarakat sebagai suatu struktur yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan, yang dipelihara oleh suartu mekanisme keseimbangan (equilibrium mechanisim).

Teori fungsionalisme stuktural melakukan analisis dengan melihat masyarakat sebagai suatu ‘sistem’ dari interaksi antar manusia dan berbagai institusinya, dan segala sesuatunya di sepakati segala secara konsensus, termasuk dalam hal nilai dan norma.


(19)

Teori Fungsionalisme menekankan pada harmoni, konsistensi dan keseimbangan dalam masyarakat.

Fungsionalisme Stuktural Talcot Parsons

Selama hidupnya Parsons membuat sejumlah besar karya teoritis. Ada perbedaan penting antara karya awal dan karya belakangan. Dalam bagian ini kita akan membahas karya-karyanya yang belakangan, teori Struktural Fungsional. Bahasan tentang Fungsional Struktural Parsons ini akan dimulai dengan empat empat fungsi penting untuk semua system tindakan terkenel dengan skema AGIL. Sesudah membahas empat fungsi ini kita akan beralih menganalisis pemikiran Parsons mengenai Struktur dan Sistem.

Suatu fungsi (function) adalah kumpulan kegiatan yang ditujukan kearah pemenuhan kebutuhan tertentu/kebutuhan system. Dengan menngunakan defenisi ini, Parsons yakin bahwa ada empat fungsi penting diperlukan semua sistem. Secara bersama-sama keempat imperative fungsional ini dikenal sebagai skema AGIL. Agar tetapa bertahan, suatu sistem harus memilki empat fungsi ini yaitu:

1. Adaptation (adaptasi) merupakan sebuah sistem harus menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan menyesuaikan menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya.

2. Goal Attainment (pencapaian tujuan) merupakan sebuah sistem harus mendefenisikan dan mencapai tujuan utamanya.

3. Integration (integrasi) merupakan sebuah sistem harus mengatur antar hubungan bagian-bagian yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola antar hubungan ketiga fungsi penting lainnya.


(20)

4. Latency (Latensi atau pemeliharaan pola) merupakan sebuah sistem harus memperlengkapi, baik motivasi individual maupun pola-pola cultural yang menciptakan dan menopang motivasi (Goodman, 2004:121)

Funsional Struktural Robert Merton

Meski Parsons adalah seorang Fungsionalis Struktural yang sangat penting adalah muridnya, Robert Merton (Goodman, 2004:137) yang menulis beberapa pernyataan terpenting tentang fungsionalisme struktural. Merton mengecam beberapa aspek fungsionalisme stuktural yang lebih ekstern dan tak dapat dipertahankan lagi. Tetapi, wawasan konseptual barunya membantu memberikan kemanfaatan bagi kelangsungan hidup fungsionalisme stuktural. Meski Parsons dan Merton dikaitkan dengan fungsionalisme stuktural, namun ada perbedaan penting diantara keduanya. Disatu sisi, sementara Parsons menganjurkan penciptaan teori-teori besar dan luas cakupannya, Merton menyukai Marxian. Sebenarnya Merton dan beberapa muridya dapat dipandang sebagai orang yang mendorong fungsionalisme stuktural lebih kekiri secara politis (Ritzer, 2003:137).

Merton mengkritik tiga postulat dasar analisis Struktural seperti yang dikembangkan oleh Antropolog seperti Malinowski dan Radclffe Brown. Pertama, postulat tentang kesatuan fungsional masyarakat. Postulat kedua adalah fungsionalisme universal. Artinya, dinyatakan bahwa seluruh bentuk kultur dan sosial serta struktur yang sudah baku mempunyai fungsi yang positif. Postulat ketiga adalah postulat tentang indispensability. Argumennya adalah bahwa semua aspek masyarakat yang sudah baku dan tak hanya mempunyai fungsi positif tetapi juga mencerminkan bagian-bagian yang sangat diperlukan untuk berfungsinya masyarakat sebagai satu kesatuan (Ritzer, 2003:138).


(21)

Merton juga mngemukakan tentang fungsionalisme stuktural yang menekankan pada keteraturan dalam masyarakat. Konsep-konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest, dan keseimbanangan (equilibrium).

Menurut Merton fungsi didefenisikan sebagai”konsekuensi-konsekuensi yang dapat diamati yang menimbulkan adaptasi atau penyesuaioan diri dari sistem tertentu”. Tetapi jelas ada bias ideologis bila orang hanya memusatkan pemikiran pada adaptasi atau penyesuaian diri, karena adapatasi atau penyesuaian dan diri selalu mempunyai akibat positif. Perlu diperhatikan bahwa suatu faktor sosial dapat mempunyai akibat negatif terhadap fakta sosial lain. Untuk meralat kelalaian serius dalam fungsinalisme struktural awal ini, merton mengembangkan gagasan tentang disfungsi. Sebagaimana stuktur atau institusi dapat menyumbang pemeliharaan pada bagian-bagin dari sistem sosial, stuktur, atau institusi pun dapat menimbulkan akibat negatif terhadap sistem sosial.

Dilihat dari sudut keseimbangan bersih (Net Balance) suatu hal dapat fungsional bagi unit sosial tertentu dan lebih disfungsional bagi unit sosial yang lain.

Merton juga memperkenalkan konsep fungsi nyata (manifest) dan fungsi keseinbangan (latent) kedua istilah ini memberikan tamabahan penting bagi analisis fingsional. Menurut pengertian sederhana, fungsi nyata adalah fungsi yang diharapkan, sedangkan fungsi yang tersembunyi adalah fungsi yang diharapkan. Penganut teori fungsioanal ini memang memandang segala pranata sosial yang ada dalam suatu masyarakat tertentu serta fungsional dalam artian positif dan negatif (Goodman, 2004:14).


(22)

Perubahan Sosial

Manusia adalah pribadi yang unik, yang diciptakan Tuhan berbeda dengan yang lainnya. Sejalan dengan itu, namun manusia tetaplah manusia yang memiliki kekurangan, tidak sempurna dalam hal kebisaan, akal pikiran dan berbagai penampila di dalam masyarakat. Hal ini di sebaban karena adanya perasaan sadar dan dibawah sadar.

Masyarakat berubah di semua tingkatan kompleksitas internalnya. Ditingkat makro terjadi perubahan ekonomi, politik dan kultur. Di tingkat mezo terjadi perubahan kelompok, komunitas dan organisasi. Di tingkat mikro terjadi perubahan interaksi dan perilaku individual. Masyarakat bukan sebuah kesatuan fisik (entity), tetapi seperangkat proses yang saling terkait bertingkat ganda (Piotr Sztompka,2004:65).

Sikap menentukan keajegan dan kekhasan perilaku seseorang dalam hubungannya dengan stimulus manusia atau kejadian-kejadian tertentu. Sikap merupakan suatu keadaan yang memungkinkan timbulnya suatu perbuatan atau tingkah laku (Sherif&Sherif 1956:95).

Sikap bukan merupakan suatu pembawaan, melainkan hasil literasi antara individu dengan linkungan, sehingga sikap bersifat dinamis. Faktor pengalaman besar peranannya dalam pembentukan sikap. Sikap dapat pula dinyatakan sebagai hasil belajar, karena sikap dapat mengalami perubahan. Sebagai hasil belajar, sikap tidaklah terbentuk dengan sendirinya, karerna pembentukan sikap senantiasa akan berlangsung dalam intraksi manusia berkenan dengan objek tertentu ( Tri Dayakisni & Hudaniah 2005:98)

Bimo Walgito (1980:98), mengatakan bahwa pembentukan dan perubahan sikap akan ditentukan oleh dua faktor, yaitu :


(23)

1. Faktor internal (individu itu sendiri), yaitu cara individu dalam menaggapai dunia luarnya dengan selektif, sehingga tidak semua yang datang akan di terima atau di tolak.

2. Faktor eksternal, yaitu : keadaan-keadaan yang ada diluar individu yang merupakan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap.


(24)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang diinginkan adalah penelitian studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Studi kasus merupakan suatu penelitian yang penelaanya kepada satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan konfrehensif (Faisal, 1992:22).

Jenis penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data observatif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti. Penelitian kualitatif dapat dikatakan juga sebagai proses penelitian yang berkesinambungan sehingga tahap pengumpulan data, pengolahan data analisis data dilakukan secara bersamaan selama proses penelitian (Suyanto, 2005:166).

Penelitian ini menggunakan pendekatatan kualitatif bertujuan untuk memahami permasalahan yang akan diteliti sehingga diharapkan dapat memberi gambaran yang lebih mendalam tentang gejala-gejala dan fenomena yang diteliti dan diharapkan memperoleh data sesuai dengan yang diperlukan. Dalam hal ini yang akan diteliti adalah bagaimana Nilai-nilai anak dan boru raja yang ada pada masyarakat batak di parapat sebagai pelaku wisata dalam pengembangan pariwisata parapat.


(25)

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Parapat yang terletak di kecamatan Girsang Sipangan Bolon. Alasan pemilihan lokasi adalah karena kota Parapat merupakan daerah tujuan wisata yang memiliki ciri khas budaya, naum daerah ini mengalami kemunduran dalam hal wisata, sehingga peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana perkembangan daerah wisata parapat bila dianalisis berdasarkan budaya masyarakat setempat dan lebih spesifik dikaitkan dengan nilai-nilai anak dan boru raja yang mereka miliki.

3.3 Unit Analisis dan Informan

1. Unit Analisis

Adapun yang menjadi objek kajian dalam penelitian ini adalah masyarakat parapat

2. Informan

Yang menjadi informan kunci adalah :

1. Tokoh Adat yang telah dituakan di daerah tersebut dan aktif dalam kegiatan adat batak atau sebagai raja parhata pada masyarakat batak.

2. Masyarakat parapat sebagai pelaku wisata parapat yang bermata pencaharian dari sektor wisata parapat yang lahir di kota Parapat serta bersuku bangsa Batak. Yang menjadi informan biasa adalah para pengunjung kota Pariwisata Parapat yang membantu peneliti dalam pemberian informasi bagaimana pendapat mereka terkait dengan wisata Parapat.


(26)

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian ini maka teknik yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data adalah sebagai berikut:

a. Data Primer

Untuk mendapatkan data primer dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara penelitian lapangan, yaitu:

1. Metode Observasi

Observasi atau pengamatan adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data penelitian, data penelitian itu dapat diamati oleh peneliti. Observasi merupakan pengamatan langsung terhadap berbagai gejala yang tampak pada penelitian. Hal ini hal ini ditujukan untuk mendapatkan data yang mendukung hasil wawancara.

2. Metode Wawancara

Metode wawancara biasa disebut juga metode interview. Metode wawancara proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara. Salah satu bentuk wawancara yang dipakai dalam penelitian ini nantinya adalah wawancara mendalam (dept interview). b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian kepustakaan dan pencatatan dokumen, yaitu dengan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen majalah, jurnal, internet yang dianggab relevan dengan masalah yang diteliti.


(27)

3.5 Interpretasi Data

Interpretasi data merupakan tahap penyederhanaan data, setelah data dan informasi yand dibutuhkan dan diharapkan telah terkumpul. Data-data yang telah diperoleh dalam penelitian ini akan di interpretasikan berdasarkan dukungan teori dalam tinjauan pustaka yang telah ditetapkan sampai akhirnya akan disusun sebagai akhir laporan penelitian.

Bogdan dan Biklen dalam (Moleong, 2006:248) menjelaskan analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan data yang dapat dikelola, mensintesiskan, membuat ikhtisarnya, mencari dan menemukan pola menemukan apa yang penting dipelajari.

Data-data yang diperoleh dari lapangan akan diatur, diurutkan, dikelompokkan dalam kategori pola atau uraian tertentu. Disini peneliti akan mengelompokkan data-data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan sebagainya yang selanjutnya akan dipelajari dan dikelola dengan seksama agar diperoleh hasil atau kesimpulan yang baik.

Setelah data terkumpul maka langkah berikutnya menginterpretasikan data. Teknik yang digunakan untuk menginterpretasikan data adalah secara kualitatif. Semua data-data yang terkumpul dari hasil wawancara disatukan kemudian data tersebut akan diedit. Tujuannya adalah untuk melihat apakah dari semua hasil observasi wawancara, internet, kajian pustaka akan dituangkan kedalam bentuk skripsi dengan bantuan kajian pustaka dan teori dipergunakan untuk menginterpretasikannya.


(28)

3.6 Jadwal Kegiatan

Penelitan ini di awali dengan pengumpulan data pada bula Mei 2008 dengan surat pengantar penelitian dari bagian Pendidikan FISIP USU. Data yang terkumpul dari kecamatan Girsang Sipangan Bolon Parapat disusun oleh peneliti dalam bentuk proposal. Setelah melewati proses bimbingan dan ACC oleh Dosen Pembimbing maka peneliti mengadakan seminar proposal pada awal bulan agustus.

Hasil seminar proposal direvisi dengan persetujuan dosen pembimbing, kemudian peneliti turun kelapangan dengan mengadakan wawancara langsung dengan informan yaitu penduduk asli daerah Parapat, pengunjung kota pariwisata parapat dan pemerintah setempat. Hasil wawancara selanjutnya akan di analisis oleh peneliti dan di bentuk menjadi Skripsi sebagai syarat dalam memperoleh gelar Sarjana.

3.7. Keterbatasan Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini penulis menemukan beberapa kendala dan keterbatasan yaitu :

1. Lokasi penelitian yang yang lumayan jauh dari kampus yaitu dari Medan ke Parapat yang membutuhkan waktu dalam perjalanan kurang lebih 5 jam, sehingga peneliti sulit membagi waktu dalam mengatur perkuliahan dan melakukan wawancara dengan informan sesuai dengan kesepakatan dengan informan.

2. Untuk mewawancarai para informan penulis harus mencari waktu yang tepat sesuai dengan keinginan informan, terutama wawancara dengan pengunjung, peneliti harus menunggu saat-saat perayaan hari besar agar pengunjung banyak karena hari biasa pengunjung sangat sepi.

3. Data deskripsi lokasi tahun 2007-2008 belum diterbitkan sehingga penulis hanya mencantumkan tahun 2006-2007.


(29)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA 4.1. Sejarah Singkat kabupaten Simalungun

1. Zaman Kerajaan Nagur (500 – 1295)

Setelah berakhirnya kerajaan Majapahit oleh Raja-Raja Simalungun mengadakan pertemuan yang dinamakan Harungguan Bolon dengan para Partuanon termasuk bekas pasukan dari Singosari dan Majapahit yang melahirkan sistem raja Maroppat (Raja Nan Empat) yakni :

1. Kerajaan Nagur 2. Kerajaan Silau 3. Kerajaan Batangiou 4. Kerajaan Harau

Nama kumpulan raja berempat tersebut diberinama Batak Timur Raya yang dalam bahasa Simlaungunnya disebut Purba Deisa Naualuh.

Setelah Kerajaan Batak Timur Raya pecah dan berakhir akibat perang sisanya terpecah-pecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil yaitu

1. Kerajaan Dolok Silau (Marga Purba Tambak) 2. Kerajaan Tanah Jawa (Marga Sinaga)

3. Kerajaan Siantar (Marga Damanik) 4. Kerajaan Pane (Marga Purba Dasuha)


(30)

II. Zaman Menentang Kolonial Belanda (1865 – 1907)

Kerajaan Raja Maroppat kembali pecah menjadi 7 kerajaan yaitu : 1. Kerajaan Dolok Silau

2. Kerajaan Tanah JawaKerajaan Siantar 3. Kerajaan Pane

4. Kerajaan Raya 5. Kerajaan Purba 6. Kerajaan Silimakuta

Sistem struktur pemerintahan merangkap pimpinan adat dari kerajaan tersebut terdiri dari :

a. Raja b. Tungkat c. Perbapaan d. Partuanon e. Penghulu

III. Masa Penjajahan Belanda (1907 – 1941)

Dengan Besluit (Surat Keputusan) Gubernement tanggal 12 Desember 1906 Nomor 22 (Staatblad Nomor 531) dibentuklah Afdeling Simalungun En De Karo Landen yang dikepalai oleh Asisten Ressiden yang pertama V. C. J. Westenberg yaitu bekas controleur tanah Karo yang berkedudukan di Seribu Dolok pada tahun 1912 pindah ke Pematangsiantar.


(31)

Pada tahun 1907 seluruh raja-raja Simalungun telah menanda tangani kontrak pendek dan dengan demikian sistem pemerintah di Simalungun beralih menjadi sistem Swap Raja, dimana peran Harajaan Sudah dibatasi. Wilayah administrasi pemerintah dibagi menjadi 7 landshappen 16 distrik dan huta (kampung).

1. Kerajaan Siantar terdiri dari 3 distrik :Siantar, Bandar, Sidamanik

2. Kerajaan Tanah Jawa terdiri dari 5 distrik : Tanah Jawa, Bosar maligas, Jorlang Hataran, Dolok Pangribuan, Girsang Sipangan Bolon

3. Kerajaan Pane terdiri dari 2 distrik : Pane dan Dolok dan Batu nanggar 4. Kerajaan Raya terdiri dari 2 distrik : Raya dan Raya Kahean

5. Kerajaan Purba terdiri dari 1 distrik : Purba

6. Kerajaan Simalikuta terdiri dari 1 distrik : Simali Kuta IV. Masa Kemerdekaan RI.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1956 terbentuklah daerah otonom Kabupaten Simalungun bersamaan 11 daerah otonom kabupaten lainnya. 16 Distrik menjadi Kecamatan yang kemudian berkembang menjadi 17 Kecamatan yaitu dengan tambahannya Kecamatan Dolok Pardamean.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 1991 dan Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 1992 dilaksanakan pemekaran Kecamatan dari 17 menjadi 21 Kecamatan yaitu :

a. Kecamatan Pematang Bandar. b. Kecamatan Huta Bayu Raja c. Kecamatan Ujung Padang d. Dan Kecamatan Tapian Dolok


(32)

4.1.1 Sejarah singkat Raja-Raja Batak

Keberadaan etnis-etnis di Indonesia tidak terlepas dari legenda yang selalu dituturkan dari mulut ke mulut serta menjadi cerita rakyat. Etnis Batak Toba hingga kini juga mempunyai hikayat yang hingga kini tetap hidup di tengah masyarakat.

Konon, perjalanan etnis Batak di dari seorang raja yang mempunyai dua orang putra. Putra sulung diberi nama Lontungon dan kedua diberi nama Isumbaon. Kedua anaknya meminta ilmu sakti. Sang ayah menyanggupi, namun dengan syarat keduanya harus membangun tempat persembahan diatas bukit yang bernama pusuk buhit. Setelah itu, selama tujuh hari tujuh malam kedua anaknya tidak bisa ketempat itu sebelum waktu yang ditentukan tiba. Setelah tujuh hari tujuh malam terlewati, sang Raja beserta kedua anaknya pergi ke Pusuk Buhit. Di sava, mereka menemukan dua buku yang di sebut sebagai buku Laklak bertuliskan surat batak.

Sang Raja menyuruh si sulung mengambil buku itu, dan meminta apa yang mau dimintanya kepada sang pencipta. Saat itu, si sulung meminta kekuatan, kebesaran, rezeki, keturunan juga kepintaran, kerajaan juga kesaktian dan tempat berkarya untuk semua orang. Permintaan si bungsu pun sama. Sang Raja mengubah nama si sulung menjadi Guru Tatea Bulan. Konon, Guru Tatea Bulan dengan lima putranya yakni Raja Geleng Gumeleng si sulung, seribu Raja, Limbong Mulana, Segala Raja, si Lau Raja dan empat putrinya yakni si Boru Pareme kawin ke Seribu Raja (Ibotona) abang kandungnya. Bunga Haumasan kawin dengan Sumba. Atti Hasumasan kawin ke Saragi/ dan Nan Tinjo konon jadi Palaua Malau.

Suatu hari, seribu Raja menghadap ayahnya untuk memberitahu mimpinya. Dalam impi itu ia mengatakan agar ayahnya mengantarkannya ke Pusuk Buhit. Disana dia tampak menjadi seorang yang sakti dan kelak abang dan adik-adiknya tunduk dan menyembahnya. Ayahnya bertegun dan bertanya lagi. Tapi yang menjawab adalah


(33)

Geleng Gumeleng, padahal yang berminmpu adalah Seribu Raja. Saat itu juga Geleng Gumeleng berkeinginan untuk bisa ke Pusuk Buhit. Ayahnya mendukung Geleng Gumeleng untuk pergi ke Pusuk Buhit, tapi Seribu Rja tidak mau mengalah. Sehingga terjadi pertengkaran dan Seribu Raja meninggalkan Ayahnya.

Di Pusuk Buhit, Sang Ayah menempa Raja Geleng Gumeleng menjadi raja yang sakti dan namanya diubah menjadi Raja Uti. Sementara Seribu Raja yang melarikan diri ke hutan tidak mau lagi menemui ayahnya Guru Tatea Bulan. Pada suatu hari ketika Seribu Raja sedang beristirahat dalam pengembaraannya, lewatlah seorang gadis cantik yang sangat cantik bak bidadari dari kayangan dan menarik perhatian Seribu Raja. Karena tertariknya, Seribu Raja pun membuat pelet (mistik penangkap wanita) supaya wanita itu lengket. Pelet itu diletakkan di atas tanah yang akan dilewati gadis cantik jelita itu.

Tapi apa yang direncanakan Seribu Raja bukanlah menjadi kenyataan karena takdir berkat lain dan justru yang lewat dari adalah adik perempuannya sendiri bernama Siboru Pareme yang datang mengantar makana untuk Seribu Raja. Boru Pareme yang tadinya biasa-biasa saja, menjadi jatuh cinta kepada abangnya padahal dalam adat Batak hal itu sangat tabu. Tetapi karena pelet Seribu Raja, semua berubah hingga mereka akhirnya mereka sebagai suami istri. Ketika Guru Tatea Bulan mendengar kedua anaknya telah menikah, dia murka dan mengusir Seribu Raja. Sebelum pergi seribu Raja memberikan cincin kepada adik yang juga istrinya dan berpesan bila anaknya lahir di beri nama Siraja Lontung.

Raja Borbor dalam pengembaraanya, Seribu Raja bertemu dengan seorang Raja yang bergelar Raja Ni Homang. Tetapi dalam pertemuan itu terjadi pertarungan antara Seribu Raja dengan Raja Ni Homang. Kalau Seribu Raja kalah akan menjadi anak tangga kerumah Raja Ni Homang dan bila Raja Ni Homang kalah, maka anak gadisnya


(34)

akan diperistri oleh Seribu Raja. Pertarungan itu dimenangkan oleh seribu raja. Tetapi sebelum dipersunting oleh Seribu Raja, sang putri itu ingin membuktikan kehebatanSeribu Raja. Maka gadis itu menyuruh Seribu Raja untuk mengambil daun pohon hatindi yang tumbuh diatas embun pati dengan syarat seribu raja harus ada ditempatnya berdiri. Dan, bila sudah dapat ia bersedia untuk menjadi istrinya.

Seribu Raja menyanggupi permintaan Boru Mangiring Laut. Dengan tiba-tiba tangan Seribu Raja dikibarkan ke atas kepalanya mengakibatkan angin di tempat itu menjadi kencang dan daun hartindi itu terbang ke tangannya. Bungan itupun di berikan kepada Boru Mangiring Laut diganti menjadi Huta Lollung, artinya kalah bertanding. Tak lama kemudian boru Mangiring hamil namun Seribu Raja tidak menunggu kelahiran anaknya. Dia akan melanjutkan pengembaraannya. Dan, sebelum pergi dia memberikan cincin sakti. Pesan terakhir Seribu Raja bila anaknya lahir diberi nama Raja Borbor

Pertemuan Raja Lontung-Raja Borbor konon, setela dewasa Raja Lontung berangkat menelusuru hutan untuk mencari ayahnya Seribu Raja. Suatu hari Raja Lontung merasa sangat haus. Dia pun beristirahat barang sejenak. Dibawah pohon rindang, Raja Lontung mengambil pedangnya dan memotong salah satu akar pohon rotan untuk untuk mengambil airnya. Tetapi bila dia mengangkat akar rotan itu ke mulutnya, tiba-tiba lepas karena ada yang menariknya dari sebelah. Begitulah terjadi sampai tiga kali.

Raja Lontung marah. Pasti ada orang yang mempermainkannya. Sekali lagi Raja Lontung menarik Rotan itu kuat-kuat sehingga terjadi tarik-menarik. Karena kesal yang teramat sangat Raja Lontung berseru:”jangan ganggu saya”. Namun akhirnya terjadi perkelahian dengan orang yang belum dikenal oleh Raja Lontung. Masing-masing mereka mengeluarkan ilmu sakti namun tidak ada kalah dan tidak ada menang.


(35)

Akhirnya keduanya berkenalan. Lawan si Raja Lontung adalah Raja Borbor. Saat itu mereka saling bertanya siapa ayah mereka sebenarnya. Keduanya terkejut sebab ayah mereka adalah Seribu Raja. Singkat cerita keturunan dari Raja Lontung dan Raja Borbor setelah mereka menikah dengan pasangan mereka masing-masing adalah etnis Batak Toba sekarang.

Satu hal yang tidak terpisahkan dari kehidupan orang Tapanuli adalah Silsilah (tarombo), yang diwariskan oleh setiap ayah terutama kepada anak laki-lakinya. Konon, semua tarombo ditulis pada kulit kayu atau kain putih yang akan diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi melalui anak laki-laki. Dari tarombo ini nama leluhur

Pembawaan fisik yang kelihatan keras, galak, suara keras, terbentuk karena alam Tapanuli yang juga mem pengaruhi pola hidup orang Batak. Tapanuli tanahnya tandus berbatu-batu, berada pada ketinggian yang sangat jauh diatas permukaan laut sehingga mengharuskan mereka bekerja keras untuk menghasilkan makanan. Tiupan angin yang sangat kencang serta jarak antara rumah-rumah yang berjauhan menuntut mereka untuk berteriak agar suaranya dapat didengar oleh lawan bicaranya. Watak yang terlihat itu hanyalah penampilan diluar saja, sebenarnya hati nurani mereka baik dan lembut.

4.2. Letak Geografis Kecamatan Girsang Sipangan Bolon

Daerah kecamatan Girsang Sipangan Bolon terletk pada 0,2o 69’ LU dan 98o 92’ BT dengan batas-batas sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Kecamatan Dolok Panribuan  Sebelah Barat : Kabupaten Samosir

 Sebelah Selatan : Kabupaten Toba Samosir  Sebelah Timur : Kecamatan Hatonduhan


(36)

Luas Kecamatan Girsang Sipangan Bolon adalah 120,38 km2, dimana terdapat 3 keluran dan 2 Nagori. Nagori/kelurahan terluas di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon adalah Nagori Sipangan Bolon dan Nagori Sibaganding. Kelurahan terkecil adalah keluraha TigaRaja. Luas wilayah Kelurahan Parapat 14,52 km2 (12,06%), Kelurahan Tigaraja 0,25 km2 (0,20 %), Kelurahan Girsang 29,25 km2 (24,29%), Nagori Sipangan Bolon 39,73 km2 (33,03%), Nagiri Sibaganding 36,63 km2 (30,42%).

Keadaan wilayah di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon adalah datar, bergelombang dan terjal dengan kemiringan tanah dataran 2,46 km2 miring (0-2%), bergelombang 67,65 km2 miring (0-40%), berbukit/terjal 50,27 km2 miring (40>).

Permukaan tanah datar dan bergelombang dijumpai di Kelurahan Tigaraja, Parapat, dan Girsang. Sedangkan bergelombang dan terjal dijumpai di Nagori Sipangan Bolon, Nagori Sibaganding dan Kelurahan Parapat.

Gambaran luas wilayah Kecamatan Girsang Sipangan Bolon

Gambaran luas wilayah Kecamatan Girsang Sipangan Bolon dengan jumlah penduduk 100 jiwa sekitar 120,38 km. Hal ini menunjukkan Luas wilayah desa/kelurahan Sipangan Bolon yang paling tinggi sekitar 39,75 km sedangkan paling rendah terdapat pada desa/kelurahan Tigaraja 0,25 km.


(37)

Tabel 4.2.1 Luas Wilayah Kecamatan Menurut Desa/Kelurahan

Tahun 2007

No Desa/Keluruhan Luas

(Km2)

Jumlah Penduduk (Jiwa)

(1) (2) (3)

001 Sipangan Bolon 39,75 33,02

002 Girsang 29,23 24,28

003 Parapat 14,52 12,06

004 Tiga Raja 0,25 0.21

005 Sibaganding 36,63 30,43

Jumlah 120,38 100,00

Sumber Mantis Kecamatan Girsang Sipangan 2006

4.3. Gambaran penduduk Kecamatan Girsang Sipangan Bolon

Gambaran penduduk menurut desa/kelurahan Kecamatan Girsang Sipangan Bolon berjumlah 13.858 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak terdapat pada Kelurahan Parapat 6000 jiwa sedangkan jumlah terkecil terdapat pada desa Sibaganding sekitar 1.924 jiwa. Ganbaran jumlah penduduk Kecamatan Girsang Sipangan Bolon dapat dilihat dari tabel 4.3 dibawah ini:

Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Menurut Desa/Kelurahan

Tahun 2007

No Desa/Kelurahan Jumlah Penduduk

(Jiwa)

(1) (2)

001 Sipangan Bolon 1.925

002 Girsang 2.005

003 Parapat 6.000

004 Tigaraja 1.954

005 Sibaganding 1.924

Jumlah 13.858


(38)

Gambaran penduduk menurut Suku tahun 2007 dapat dilihat pada table 4.3.1 dibawah ini :

Tabel 4.3. Jumlah Penduduk Menurut Suku

Tahun 2007

No Nama Suku Jumlah Penduduk

(Jiwa)

(1) (2)

001 Batak Toba 11.500

002 Simalungun 1.085

003 Jawa 745

004 Minang 87

005 Melayu 225

006 Aceh 82

007 Karo 55

Jumlah 13.858

Sumber : Kecamatan Girsang Sipangan Bolon

Dari hasil data penduduk menurut suku diatas dapat disimpulkan bahwa penduduk terbanyak adalah suku batak toba dengan jumlah penduduk sebanyak 11.500 jiwa, dan penduduk terkecil adalah suku karo dengan jumlah 55 jiwa.

Gambaran Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2007 dapat dilihat pada tabel 4.3.2 dibawah ini :

Tabel 4.3.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Tahun 2007

Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Jumlah

(1) (2) (3) (4)

0-14 15-64 64 + 2.555 4.000 230 2.581 4.168 315 5,136 8,177 545

Jumlah 6,794 7,064 13,858


(39)

Dari hasil data penduduk menurut kelompok umur dan jenis kelamin tersebut dapat dilihat bahwa jenis kelamin terbanyak adalah jenis kelamin perempuan sebesar 7.064 jiwa dan jenis kelamin laki-laki sebesar 6.794 orang. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok umur menurut jenis kelamin yang terbanyak adalah terdapat pada jenis kelamin perempuan.

4.4. Gambaran Pendidikan Kecamatan Girsang Sipangan Bolon

Dari sisi pendidikan tahun 2006/2007 sumber daya manusia ditingkat Sekolah Dasar (SD) berjumlah 2.275 siswa dan jumlah sekolah sebanyak 18 unit (1 unit diantaranya SD Swasta), dengan jumlah guru sebanyak 143 orang. Pada tingkat SMP/MTS jumlah sisiwa yang menuntut ilmu sebanyak 3.001 orang dan jumlah sekolah sebanyak 4 unit (2 unit diantaranya adalah SLTP Swasta), dengan jumlah tenaga guru sebanyak 118 orang. Pada tingkat Sekolah Menengah Umum (SMU) sebanyak 2 unit (1 diantaranya SMU Swasta), jumlah tenaga guru sebanyak 96 orang dan sisiwa sebanyak 3216 orang.

Sementara itu, dari sisi pendidikan Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Tahun 2006/2007 terdapat pada Kelurahan Parapat dengan jumlah sekolah terbanyak sekitar 13 jumlah sekolah SD,SMP,SMU. Dengan kondisi pendidikan tersebut bahwa sarana pendidikan Kecamatan Girsang Sipangan Bolon telah mengalami peningkatan dari bertambahnya jumlah dari tahun sebelumnya serta terdapat sekolah swasta.

Gambaran sektor pendidikan Kecamatan Girsang Sipangan Bolon menurut Desa/Kelurahan dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini:


(40)

Tabel 4.4 Jumlah Sekolah

Menurut Desa/Kelurahan dan Jenjang Sekolah Tahun 2007

No Desa/Kelurahan SD SMP SMU

(2)

Neg Swa Neg Swa Neg Swa

(1) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

001 Sipangan Bolon 4 - - - - -

002 Girsang 4 - - - - -

003 Parapat 7 1 1 2 1 1

004 Tigaraja - - 1 - - -

005 Sibaganding 2 - - - - -

Jumlah 17 1 2 2 1 1

Sumber :cabdis pendidikan Kecamatan Girsang Sipangan Bolon

4.5. Gambaran Perkembangan Agama

Kehidupan umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus senantiasa dipelihara dan ditingkatkan.

Dalam pemahaman, penghayatan, dan pengamalan, dari masing-masing pemeluk agama dapat dikatakan berjalan dengan baik sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing pemeluk.

Gambaran jumlah penduduk menurut/Desa/Kelurahan dan agama yang dianut di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon adlah sebagai berkut :


(41)

Tabel 4.5. Jumlah Penduduk Menurut Desa/Kelurahan

Dan Agama yang dianut Tahun 2007

No Desa/Kelurahan Islam Katolik Protestan Hindu Budha Lainnya Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

001 Sipangan Bolon

95 252 1523 - - - 1870

002 Girsang 100 454 1434 - - 9 1997

003 Parapat 1167 686 3933 6 33 6 5831

004 Tigaraja 309 103 1481 - 6 - 1899

005 Sibaganding 448 652 770 - - - 1870

Jumlah 2119 2147 9141 6 39 15 13.467

Sumber: Kecamtan Girsang Sipangan Bolon

Pada tabel 4.5 diatas, jumlah penduduk Kecamatan Girsang Sipangan Bolon tahun 2006 menurut Desa Desa/Kelurahan dan Agama yang dianut berjumlah 13.467 orang yang terdiri dariagama Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Budha dan lainnya. Gambaran ini menunjukkan bahwa umat beragama yang terbesar adalah agama Kristen Protestan berjunmlah 9.141 orang dan agama yang terkecil adalah Hindu berjumlah 6 orang. Sementara itu, jumlah rumah ibadah menurut desa/kelurahan tahun 2006 dapat dilihat pada tabel 4.5.1 berikut:


(42)

Table 4.5.1 Jumlah Rumah Ibadah Menurut Desa/Kelurahan

Tahun 2007

No Desa/Kelurahan Tempat Ibadah

Masjid/Musholla Gereja Pura Vihara

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

001 Sipangan Bolon - 5 - -

002 Girsang - 5 - -

003 Parapat 1 4 - 1

004 Tigaraja 1 2 - -

005 Sibaganding 1 2 - -

Jumlah 3 18 - 1

Sumber data: Bps Simalungun

Dari hasil data kita tinjau seperti tabel diatas mengenai jenis tempat ibadah yang terbanyak yaitu Gereja pada a kristen berjumlah 18 Rumah ibadah dan yang terkecil adalah Vihara ang berjumlah 1 buah. Walau didominasi oleh masyarakat Kristen namun kerukunan umat beragama masih tetap terjaga.

4.6 Gambaran ketersediaan Fasilitas, dan Objek Wisata

Ketersediaan fasilitas yang memadai dan objek wisata yang beragam sangat mendukung dalam Pariwisata. Ketersediaan sarana dan prasarana tersebut menunjukkan bahwa daerah tersebut memiliki potensi sebagai daerah tujuan wisata. Berikut

Gambaran jumlah sarana dan prasarana di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon dapat dilihat pada table 4.6.1 berikut :


(43)

Tabel 4.6.1 Jumlah Fasilitas

Tahun 2007

No Nama Jumlah

(1) (2)

001 Hotel 35

002 Restoran 8

003 Wartel/kios phone 11

004 Rumah makan 23

005 Salon kecantikan 12

006 Fasilitas kesehatan 5

007 Money Changer 6

Jumlah 100

Sumber : Kecamatan Girsang Sipangan Bolon

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa Parapat telah memilki sarana dan Prasaran yang cukup dengan tersedianya perhotelan, restoran, fasilitas kesehatan, Money change, wartel serta salon kecantikan.

Gambaran jumlah objek wisata di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon dapat dilihat pada table 4.62 berikut :

Tabel 4.6.2 Jumlah Fasilitas

Tahun 2007

No Nama Jumlah

(1) (2)

001 Danau Toba 1

002 Air Terjun 1

003 Cagar Alam 2

Jumlah

Sumber : Kecamatan Girsang Sipangan Bolon

Dari gambaran data diatas pada table 4.6.2 menunjuukkan bahwa Kecamatan Girsang Sipangan Bolon sangat memiliki potensi wisata yaitu terdapatnya beberapa objek wisata seperti Danau Toba, Air Terjun dan Cagar Alam.


(44)

4.6. Profil Informan

Profil informan dalam penelitian ini terdiri dari penduduk asli Kota Parapat (yang bermata pencaharia dari sektor di sektor wisata), luar area parapat (pengunjung),camat, pegawai kantor camat bagian pemerintahan, Tokoh Masyarakat (marga/adat).

Profil Informan 1: Penduduk Asli kota Parapat

1. T.S (pr, 33 thn)

TS. Adalah seorang ibu berusia 37 tahun lahir di Parapat beragama Kristen Protestan, latar belakang pendidikan SMU dan memiliki 4 orang anak. Pekerjaan utamanya penyewa tikar dan ban mandi. TS yang sejak lahir sudah tinggal di Parapat dan pekerjaan ibu 4 orang anak ini adalah usaha melanjutkan usaha ibunya.

Ibu ini lahir pada keluarga batak yang mensosialisasikan Dalihan Natolu pada interaksi sehari-hari. Ibu ini mengatakan berprilaku dalam masyarakat bisa sebagai boru, Hula-hula, maupun Dongan Tubu, setiap saat bisa dalam ketiga posisi tersebut yang mana harus saling mangelek, sangap dan manat.

Sebagai penduduk asli kota Parapat ibu ini sangat mengagumi keindahan Alam Danau Toba Parapat, dan hal inilah yang membuat ibu ini betah tinggal menetap dan berkeluarga di Parapat dan tidak berkeingianan merantau.

Dari hasil pengamatan ibu ini kondisi Pariwisata Parapat sekarang dibandingkan dengan dulu sangat jauh berbeda. Menurut pengamatan Ibu ini sebelum krisis moneter pengunjung daerah wisata Parapat seimbang antara wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik. T.S mengatakan Wisatawan asing sangat jarang ditemui saat ini di daerah wisata parapat.

Ibu ini mengeluh bahwa pendapatan dari sektor wisata tidak memadai lagi dalam membantu ekonomi rumah tangga. T.S mengatakan hal ini terjadi saat krisis moeter


(45)

yang mulai melanda Indonesia dan isu-isu tsunami yang membuat para pengunjung was-was ke Parapat. Kondisi ini juga semakin buruk karena kurangnya penataan kota Parapat sebagai daerah wisata dan para pedagang serta masyarakat yang berpendapatan dari sector wisata sangat egois hanya memikiran usahanya sendiri tanpa memikirkan apa yang terjadi kedepan.

Ibu ini sangat setuju dengan adanya pengembangan Pariwisata menggunakan kinsep budaya. Dari hasil sosialisasi tentang budaya pbatak yang dialami ibu ini mulai sejak lahir dan di dalam kehidupan berkeluarga juga serta masyarakat. Ibu ini mengatakan setiap orang batak harus memegang prinsip Dalihan Natolu. Setiap oranmg batak adlah anak ni Raja dan Boru ni raja yang memilki sikap yang menjadi panutan, untuk itu budaya batak yang unik perlu menjadi ciri khas Pariwisata Parapat. Parapet perlu memilki sajian budaya untuk para wisatawan.

Pendapat ibu ini mengenai orang yang paling berperan dlam pengembangan pariwisata Parapat adalah antara pemerintah, masyarakat dan pengusaha harus bekerjasama agar pariwisata parapat tetap ada, terutama dalm bekerja sama dalam meningkatkan nilai-nilai luhur budaya batak dalam Pariwisata.

2. S.N (pr 37 thn)

S.N adalah seorang ibu berusia 37 tahun, beragama Kristen protestan lahir dan besar di Parapat. Tingkat pendidikan tamatan SMU dan pekerjaan utama berdagang buah dipinggiran pantai Dananu Toba Parapat. S.N memiliki empat orang anak diantaranya tiga anak perempuan dan satu orang anak laki-laki.

Ibu empat orang anak ini pernah merantau keluar Parapat selama beberapa tahun namun setelah menikah kembali ke Parapat karena suami juga merupakan orang Parapat. Alasan ibu ini untuk menetap di Parapat selain factor mengikut suami karena juga karena lebih muda mencari nafkah di Parapat dari pada diperantauan.


(46)

Ditanya tentang bagaimana sosialisasi budaya batak Dalihan Natolu pada keluarga mereka, ibu menyatakan dia sebagai boru batak yang dalam istilah orang batak adalalah boru ni raja didik harus mengikuti adat batak baik dalam kehidupan sehari-hari atau kepada orang lain harus menunjukkan sebagai boru niraja bahkan di depan mertua pun kita harus menunjukkan sikap boru niraja yaitu sopan dalm berbicara, berpakaian dan berprilaku ujar ibu ini. Ibu ini juga menyatakan bahwa dalam kehidupan sehari-hari unuk berinteraksi dia selalu menunjukkan sikap boru ni raja baik itu di tengah-tengah masyarakat maupun menghadapi para wisatawan.

Yang menjadi daya tarik kota Parapat menurut pandangan ibu ini adalah panorama alam Danau Toba yang sangat memukau dan pantas dijadikan sebagai tempat rekreasi.

Sejauh pengamatan S.N bahwa Parapat telah mengalami sangat banyak perubahan selama 10 tahun terakhir. Hal yang paling terasa bagi ibu ini adalah semakin sepinya pengunjung Parapat baik wisatawan domestik maupun mancanegara. S.N mengatakan daya tarik Danau Toba yang sangat memukai tidak sebanding dengan jumlah pengunjug yang sangat kecil tahun-tahun belakangan ini. Ibu ini mengeluh akan pendapatannya dari hasil berjualan buah yag sangat minim sekali.

Ibu ini berpendapat bahwa hal yang menyebabkan kondisi Pariwisata Parapat sangat buruk adalah kurangnya promosi Pariwisata Parapat ke luar dan kurangnya polesan ataupun pengembangan Pariwisata Parapat sehingga pengunnjung bosan dan jenuh untuk dating. Ibu ini juga mengatakan bahwa pasti ada hal lain yang mengakibatkan Parapat Menjadi menurun tapi ibu ini tidak tau secara pasti.

S.N berharap bahwa pemerintahlah yang lebih berperan dan bertanggung jawab dalam pebgelolaan Pariwisata parapat, sedangkan masyarakat setempat dan pangusaha hanya mengikuti kebijakan pemerintah.


(47)

S.N sangat setuju bila Pariwisata Parapat dikembangkan dengan budaya batak yang unik, S.N menyatakan sudah semestinya Parapat seperti Bali yang terkenal karena ke unikan budaya. Ibu ini menyatakan Budaya batak memiliki nilai jual yang sangat tinggi dan berpotensi dalam pengembangan pariwisata.

3. L.N (lk 49 thn)

L.N adalah seorang pria berusia 49 tahun beragama Katolik lahir dan bertempat tinggal di Parapat serta memiliki empat orang anak laki-laki. L.N latar belakang pendidikannya SMU ini bekerja sebagai pegawai salah satu hotel di Parapat..

Menurut pandangan bapak ini bahwa kondisi Pariwisata Parapat sekarang sangat buruk dibandingkan dulu. Hal ini terbukti dari menurunnya jumlah pegunjung di hotel-hotel sejak tahun 1998 tepatnya zaman krisis moneter yang melanda Negara ini.

Bapak ini mengatakan bahwa telah sangat benyak terjadi perubahan pada Pariwisata Parapat. Sekarang tidak ada lagi hiburan-hiburan tor-tor batak dan sajian budaya batak bagi tamu-tamu hotel.

L.N berpendapat sajian budaya seperti gondang tortor dan banyak lagi menjadi daya tarik bagi wisatawan, kata-kata Horas adalah penyambutan yang sangat luar biasa bagi para tamu yang dianggab sebagai raja.

Bapak ini juga mengatakan bahwa budaya batak telah mendarah daging baginya sebagai anak ni raja yang telah mendarah daging dalam keluarga mereka. Menurut pendapat bapak ini bahwa tingkah laku yang dia tunjukkan adalah hasil sosialisasi dari keluarga untuk menghargai tamu adalah raja.

Bapak ini menyararankan agar pemerintah memberikan perhatian yang sepenuhnya dalam perbaikan Pariwisata Parapat agar seperti dulu lagi dan masyrakat harus diikut sertakan dalam poses pengembangan pariwisata serta pengusaha juga harus juga berperan aktif karena untuk kepentingan bersama.


(48)

4. H.S (LK 43 thn)

H.S merupakan penduduk asli kota Parapat, pria berusis 43 tahun ini berlatar pendidikan tamatan SMU. Bapak ini memilki 5 orang anak diantaranya dua anak laki-laki dan tiga anak perempuan. H.S bersama istrinya bermata pencaharian sebagai penyewa sepeda air dan speed boat di pantai Danau Toba Parapat. Pekerjaan ini sudah mereka lakukan sejak mulai berumah tangga.

Bapak ini menyatakan bahwa dia lahir dan terdidik di keluarga batak yang memegang teguh adat istidat batak, hal ini terbukti dari sejak lahir, dan sampai sekarang prosesi adat tetap mereka jalankan, bak saat tardidi (pemandian), malua( naik sidi) serta saat menikah budaya butak mereka gunakan yang menggunakan konsep Dalihan Natolu yang menunjukkan mereak adalah anak ni raja dan boru ni raja yang memiliki adat.

Menurut H.S yang menjadi unggulan Parapat atau daya tarik kota Pariwisata Parapat adalah keindahan alam Danau Toba yang sangat dikagumi oleh bapak ini. Pendapat bapak mini mengenai kondisi Pariwisata Parapat sekarang adalah keadaan yang sangat menyedihkan. Alasan bapak ini adalah keadaan kota mereka yang tidak tertata lagi serta jumlah pengunjung yang sangat minim. Minimnya pengunjung membuat Bapak ini mencari kerja sampingan karena hasil dari pantai tidak memadai lagi.

Pendapat H.S mengenai perkembangan budaya batak dan peranannya dalam kepariwisataan adalah budaya batak makin lama makin memudar ditengah-tengah masyarakat terutama dikalangan pemuda sudah tidak mengerti lagi bagaimana budaya batak. Bapak ini sangat menyedihkan hal ini sebagai seorang putra batak yang sering disebut anak ni Raja. Bapak ini berpendapat bahwa budaya batak seperti Dalihan Natolu sangat perlu sebagai tolak ukur dalam setiap sikap masyarakat dalam menghadapai para


(49)

pengunjung dan budaya batak sangat perlu sebagai dasar pengembangan pariwisata parapat.

Bapak ini sangat setuju bila sekarang ini Pemerintah berperan mengembalikan kejayaan Danau Toba Parapat di dunia.

5.N.S (pr 57 thn)

Ibu ini berusia 57 tahun seorang janda yang telah memilki 1 orang anak laki-laki dan 4 orang anak perempuan, pekerjaan utamanya sebagai penjual souvenir . Ibu ini sudah 37 tahun sebagai penjual souvenir di Parapat.

Ibu ini mengaku lahir dan terdidik dalam adat batak namun mulai mengerti bagaimana adat batak dan sadar sebagai boru ni raja adalah semenjak menikah, yang maa dalam berintereksi harus memegang prinsip Dalihan Natolu serta berprilaku sebagai boru ni raja.

Kekaguman ibu ini pada Pariwisata Parapat adalah keindahan alam serta udara yang sejuk yang membuat ibu ini betah tinggal di kota Pariwisata Parapat. Hal yang sangat disayangkan ibu ini adalah kondisi pariwisata Parapat yang sangat mundur dibandingakan 30 tahun lalu. Ibu ini bercerita bahwa dia masih sempat merasakna kesibukan yang luar biasa dalam mengahadapi para wisatawan baik mancanegara maupun domestik yang berkunjung ke toko souvenirnya. Namun menurut yang dirasakan ibu ini peristiwa seperti itu sudah tidak pernah lagi dialaminya. Ibu ini mengatakan sekarang Ia sangat santai berjualan karena pengunjung yang sangat sepi dan hal ini sangat berpengaruh pada menurunan pendapatannya.

Pendapat ibu ini mengenai buruknya Pariwisata Parapat adalah disebabkan oleh kisis yang terjadi pada beberapa tahun yang lalu. Menurut pengamatan ibu ini bahwa kota Pariwisata Parapat kurang polesan sehungga Pariwisata Parapat terlihat biasa-biasa saja. Ibu ini menyarankan seharusnya Pariwisata Parapat harus dibangun baik dari segi


(50)

fisik dan pengembangan budaya khususnya budaya batak yang menjadi ciri khas penduduk asli Parapat.

Profil Informan II: Pengunjung Daerah wisata Parapat

1. KP (lk,47 tahun)

K.P adalah seorang laki-laki berusia 47 tahun bersuku bangsa Ambon, yang Bertempat tinggal di Kota Medan, bapak ini berlatar belakang pendidikan dari teknik dan sekarang bermata pencaharian dari wiraswasta.

Bapak ini telah berkali-kali bertamasya ke Kota Pariwisata Parapat, tujuan kunjungan bapak ini adalah untuk melepas suntuk dan manikmati panorama alam Danau Toba bersama keluarga besarnya, bapak ini menginap disalah satu penginapan di Parapat selama beberapa hari. Yang menjadi alasan bapak ini memilih Parapat sebagai tujuan tamasya adalah Panorama alam yang sangat indah serta biaya yang dikeluarkan tidak terlalu banyak.Bapak ini berpendapat bahwa ia sangat mengagumi Danau Toba dan senang tinggal berlama-lama di Parapat. Ditanya menganai sikap para pelaku wisat parapat dalam menghadapi pengunjungn bapak ini menyaakan cukup nyaman dan tidak ada dengan pelayanan dan penawaran tempat mandi, penjualan souvenir, dan makanan yang mereka sajikan tidak aa masalah, masyarakay Parapat cukup ramah ujar baak ini.

Pendapat bapak KP tentang keadaan Pariwisata Parapat adalah bapak ini menilai keadaan Parapat cukup baik akan tetapi bapak ini menyarankan perlu diadakan pertunjukan-pertunjukan yag menarik seperti olah raga, sajian budaya, tempat hiburan sperti permainan agar para pengunjung tidak kebosanan.

2. B.R (pr 30 thn)

Ibu ini perempuan berusia 30 tahun yang bertempat tinggal di Tapanuli Selatan dan bersuku bangsa Mandailing, ia bersama rombongan satu kampung datang ke daerah


(51)

wisata Parapat untuk bertamasya dan rombongan mereka pulang hari atau tidak menginap di Parapat.

Yang menjadi alasan ibu ini untuk berkunjung ke Kota Parapat adalah sudah rindu mengunjungi Parapat setelah 15 tahun lalu. Ibu ini sangat tertarik dan sangat mengagumi Danau Toba.

Namun ibu ini berpendapat bahwa ada yang berubah pada Pariwisata Parapat dibandingkan Dia pertama sekali berkunjung 15 tahun lalu. Menurut pengamatan saya pengunjung yang sepi, danau yang semakin kotor dan ibu ini merasa semua sangat serba mahal di kota Parapat. Saran ibu ini terhadap Pariwisata Parapat adalah perlu ditingkatkan kebersihan Danau dan keseragaman harga dagangan baik buah, souvenir dan harga makanan agar para pengunjung merasa nyaman bertamasya dan berbelanja oleh-oleh tidak bingung dan para pedagang membiarkan pengunjung menikmati dan memilih serta membeli sesuatu dari parapat sesuai dengan keinginannya bukan di paksa terkadang mereka terlihat keras sehingga pengunjung bingung bahkan takut sehingga sering kali para tamu membawa bekal sendiri dari daerah asal, sikap orang Parapat tersebut membuat kami tidak nyaman.

Saya yakin Danau Toba Parapat akan berkembang bila masyarakat Parapat ramah dan sopan bukan kasar dan memaksa, serta membenahi kebersihan danau ujar Ibu ini.


(52)

S.S adalah seorang laki-laki berusia 45 tahun ini merupakan suku bangsa Batak Toba yang datang berkunjung ke kota Pariwisata Parapat unuk mengunjugi sanak famili yang bertempat tinggal di Parapat. Bapak ini bertempat tinggal di Jambi dan bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). S.S hampir sudah sering datang ke Parapat kira-kira 7-8 kali.

Hal yang menarik dari daerah wisata Parapat menurut bapak ini adalah ke indahan alam Danau Toba. Bapak ini mengamati kondisi Pariwisata Parapat dari tiap kunjungannya adalah sangat jauh berbeda dari dulu. Bapak ini menyatakan Parapat semakin menurun bukan semakin meningkat. Menurut pendapat bapak ini hal ini terbukti dari sangat sepinya pengunjung dan banyak hotel-hotel yang tutup. Bapak ini menilai Pariwisata Parapat tidak memiliki kelebihan selain dari Danau Toba nya saja.

Saran bapak ini perlunya ditiadakan pagelaran budaya yang unik sperti di Bali diadakan di kota Parapat. Bapak ini sangat setuju bila Budaya Batak Pariwisata Parapat sebagai salh satu daya tarik bagi pengunjung.

4. D.S (pr, 23 tahun)

D.S adalah perempuan berusia 23 tahun bersuku bangsa Batak Toba dan belum menikah. D.S adalah Sarjana Ekonomi bekerja dan bertenpat tinggal di Jakarta dan datang ke Kota Pariwisata Parapat selama dua minggu untuk berlibur. Selama berlibur di Parapat D.S tinggal di tempak sanak keluarga.

D.S menyatakan hampir setiap liburan dia datang ke Parapat. Yang menjadi daya tarik Parapat bagi D.S adalah keindahan alam Danau Toba, sikap ramah tamah penduduk yang ramah dan sejuknya kota Parapat. D.S berpendapat keadaan seperti ini sangat jarang didapatkan di Jakarya yang sumpek, masyarakat yang individualis dan udaranya yang tercemar.


(53)

D.S berpendapat telah banyak perubahan yang terjadi pada kota Pariwisata Parapat yaitu yaitu tercemarnya Danau Toba, pohon-pohon yang banyak di tebang sehingga Parapat tidak sehijau dulu.

Saran D.S dalam pengembangan Pariwisata Parapat adalah meningkatkan atraksi budaya sperti Bali dan jogja yang pernah dikunjunginya. Gaya hidup suku Batak sangat unik di Mata D.S sehingga sikap ramah, sopan dan budaya perlu ditingkatkan. Dan hal yang sangat perlu menurut D.S adalah pelestarian alam Danau Toba.

Profil Informan III : TOKOH ADAT

1. T.S (lk, 60 thn)

T.S laki-laki yang berusia 60 tahun suku bangsa batak toba. Latar belakang pendidikan adalah Sarjana, telah menikah dan memilki 4 orang anak diantranya dua orang anak laki-laki yang telah bergelar Sarjana dan dua orang anak perempuan salah satunya sedang duduk pada semester 7 di Universitas Sumatera Utara.

Bapak ini adalah salah satu tokoh adat yang sangat disegani di Parapat. Mengenai nilai-nilai anak ni raja dan boru ni raja pada suku batak bapak ini menjelaskan bahwa anak niraja dan boru niraja yaitu kharisma seorang raja yang dimilki oleh putra-putri batak. Baik dari segi prilaku, berpakaian dan dalam segala bidang harus memilki kelebihan dan bertindak mau menolong siapapun layaknya seorang raja yang menolng anak nya.

Pendapat bapak ini tentang kondisi Pariwisata Parpat adalh Parapat yang telah terpuruk baik dari segi wisata maupun adat. Banyak orang batak yang mengaku raja tapi tidak memiliki sikap raja. Hal ini terbukti dari para muda-mudi tidak lagi mencrminkan sifat seorang putra-putri raja seperti para pemuda yang suka tawuran dan berprilaku seperti preman, cuek dan kurng sopan terhadap orang tua.


(54)

Satu hal lagi yang membuat bapak ini heran adalalah Parapat memilki budaya batak yang unik seperti tortor dan gondang dan kerajinan seni yang lain akan ttapi pada kenyataannya Parapat identik dengan pertunjukan Barongsai dan band-band yang tidak mencirikan budaya batak.

Ditanya mengenai bagaimana sikap anak niraja dan boru ni raja sebagai pelaku wisata bapak ini menjawab sebenarnya masyarakat parapat harus mampu mengorganisir tujuan pariwisata itu sendiri dengan berlandas pada Dalihan Natolu yaitu sikap boru, dongan tubu dan hula-hula harus dipakai menghadapi wisatawan. Seperti contoh bila wisatawan salah maka harus di elek seperti boru (di bujuk), Manat mardongan tubu yaitu yang mana kepada para wisatwan harus sopan walau kadang kala para wisatawan yang kasar tapi harus manat atau sabar dan jelas menerangkan maksud kita kepada wisatawan atau bila Hula-Hula yang mana selayaknya wisatawan kita anggab Tulang yang mana segala sesuatu kita harus sajikan yang terbaik.

Bapak ini jaga memberi komentar bahwa ada sifat mendasar pada orang Batak yang berbeda dengan sikap masyarakat pada umumnya yaitu pada dasarnya orang batak itu keras baik dari suara maupun gigih dalam bekerja dan memiliki mental pemimpin dan tidak mau menjadi orang suruhan atau pelayan, karena yang menjadi pelayan adalah para “Hatoban”, mungkin hal ini bisa mengganggu jalannya wisata bila mereka mnghadapi para pengunjung dengan cara keras.

Pendapat bapak ini tentang orang paling berperan dalam pengembangan parwisata parapat adalah pemerintah harus mengajak para masyarakat setrempat dalam sosialisasi pariwisata dan para raja-raja batak si parapat sebagai tokoh adat harus mampu mengorganisir tujuan pariwisata melalui melestarikan kebudayaan budaya batak tersebut. Jika semua elemen telah bekerja sama maka Pariwisata Parapat akan menjadi tujuan wisata dunia.


(55)

2. H.S (lk, 50 thn)

H.S laki-laki berusia 50 tahun suku Bangsa Batak Toba dan putra daerah Parapat. H.S memilki 4 orang anak diantaranya satu orang laki laki dan tiga orang perempuan. Latar belakang pendidikan H.S adalah tamat SMU dan bekerja sebagai petani. H.S dikenal dan dipercaya sebagai tokoh adat karena orang tuanya adalah penduduk asli Parapat yang bermarga Sinaga pembuka pertama salah satu kampung di Parapat (si pukka huta) dan H.S juga aktif dalam kegiatan adat di Parapat dan bapak ini juga sangat antusias dalam perkembangan adat Batak di Parapat..

H.S menjelaskan tentang budaya batak, menurut H.S yang paling berperan dalam keseluruhan adat Batak adalah Dalihan Natolu yaitu Boru, Hula-Hula dan Dongan Tubu. Selaku pemuka adat H.S menjelaskan tentang Nilai-Nilai anak ni raja dan boru ni raja dalam masyarakat batak yaitu raja pada suku batak bukan merupakan suaru pucuk kepemimpinan terhadap suatu wilayah dan rakyat akan tetapi raja yang dimaksud adalah perangai keturunan orang batak harus seperti raja yaitu berperangai arif dan baik sperti santun dalam berbicara, sopan dalam berpakaian, menghormati orang lain yang mana orang lain harus dianggab boru, hula-hula ataupun dongan tubu sesuai dengan hubungan marga yang dimiliki. H.S menyatakan bila bila prinsip Dalihan Natolu di jalankan maka tidak akan ada percecokan dan akan tercipta hidup yang aman dan tenteram.

Selaku Tokoh adat H.S sangat antusias dalam menjelaskan Dalihan Natolu dan nilai-nilai anak ni raja dan boru niraja dalam pariwisata. H.S berpendapat masyarakat Parapat sebagai pelaku wisata harus mencerminkan sikap anak ni raja dan boru ni raja seperti tegur sapa pada para tamu harus sopan seperti keturunan raja, berpakaian adat batak batak menjadi hal yang unik untuk di tiru para wisatawan, dalam mengahadapi para wisatawan juga masyarakat Parapat sebagai pelaku wisata dapat membawa prinsip


(56)

Dalihan Natolu sebagai ladasan bertindak seperti elek marboru, manat mardongan tubu, dan sangab marhula-hula. H.S menyatakan sudah selayaknya para wisatawan dibujuk atau di rayu, dihargai, dan hati dalam menghadapi mereka agar tidak sampai tersinggung seperti yang dilakukan pada adat-adat batak terhadap boru,hula-hula dan dongan tubu. Setiap oaring batak melakukan yang terbaik bagi raja-raja seperti raja ni boru, raja ni hela dan raja ni hula-hula agar mendapatkan berkat (pasu-pasu), untuk itu sebagai pelakku wisata masyarakat Parapat harus memberikan pelayanan yang terbaik kepada wisatawan agar para wisatawan juga melakukan kegiatan wisata yang menghasilkan uang bagi masyarakat Parapat.

Menurut saya sebagai tokoh adat dalam melihat perkembangan sosialisasi nilai-nilai anak ni raja dan boru ni raja pada generasi muda saat ini adalah sudah sangat berkurang. Hal tersebut terbukti dari sikap pemuda-pemudi sekarang yang berperangai kurang sopan baik dalam tutur sapa, berpakaian, dan kegiatan-kegiatan yang tidak berguna seperti judi dan mabuk-mabukan serta membuat keonaran. Hal ini menurut H.S Bukan mencerminkan prilaku putra-putri raja tetapi prilaku Hatoban ( orang yang terpinggirkan).

Menurut saya bahwa ada sifat mendasar pada orang Batak yang berbeda dengan sikap masyarakat pada umumnya yaitu pada dasarnya orang batak itu keras baik dari suara maupun gigih dalam bekerja dan memiliki mental pemimpin dan tidak mau menjadi orang suruhan atau pelayan, karena yang menjadi pelayan adalah para “Hatoban”, mungkin hal ini bisa mengganggu jalannya wisata bila mereka mnghadapi para pengunjung dengan cara keras.

Tanggapan saya bila Dalihan Natolu dijadikan sebagai prinsip hidup setiap orang Batak dan mencerminkan nilai-nilai seorang anak ni ni raja dan boru ni raja dalam dalam kehidupan sehari-hari dan menghadapi wisatawan yaitu sopan, dan ramah


(57)

terhadap wisatawan sehingga wisatawan merasakan pelayanan yang baik maka tujuan wisatawan maka diantara masyarakat tidak tercapai percecokan dan tujuan Pariwisata dapat tercapai dengan baik sehingga Pariwisat Parapat semakin maju dan berkembang”.

Tanggapan H.S tentang kondisi Pariwisata Parapat sekarang adalah sangat jauh menurun dari beberapa tahun lalu. Hal ini terbukti dari jumlah pengunjung yang sangat menurun drastic terutama wisatawan manca negara dan pariwisata yang kurang semarak. H.S menyatakan bahwa dulu sangat sering diadakan pagelaran budaya batak seperti tortor batk, drama batak di open stage parapat namun sekarang hal itu sangat jarang terjadi.

H.S menyatakan bahwa perlu kerjasama antara masyarakat, pemerintah dan pengusaha dalam mengembalikan citra Pariwisata yang buruk yaitu pemerintah harus mengadakan pembangunan pada Pariwisata Parapat dan membentuk organisasi masyarakat dalam bidang seni dan budaya dan yang akan di tampilkan dalam sajian Pariwisata sekaligus pembinaan muda-mudi untuk berprilaku yang sesuai dengan pelaku wisata yag baik, dan pengusaha mengutamakan konsep budaya batak dalm pelayanan mereka contoh pakaian karyawan hotel mencirikan budaya batak dan diadakan nya sajian musik batak da tortor batak dalam mengihibur tamu-tamu hotel, masyarakat Paapat sebagai pelaku wisata agar bersikap sebagai pelaku wisata yang baik dengan memiliki mental dan sikap putra-putri raja.

Profil Informan IV : Pemerintah Daerah

1. D.S ( lk,55 thn)

D.S adalah laki-laki berusia 49 tahun, lahir di Girsang. Pendidikan terakhir D.S adalah Sarjana dan telah menikah dan memiliki anak empat orang diantaranya dua orang anak laki-lak da dua orang anak perempuan. D.S bekerja dibagian pemerintahan di kantor camat Kecamatan Girsang Sipangan Bolon.


(1)

VDAFTAR PUSTAKA

Bangun, Payung. 1988. Kebudayaan Batak. Dalam Koentjaraningrat. Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Berry, David, 2003. Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Burngin, Brhan. 2001. Metode Penelitian Sosial. Surabaya:Airlangga.

Denin, Sudarwan. 2002. Menjadi Peneliti Kualitatif. Bandung: CV Pustaka Setia. Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Balai Pustaka.

Dirjen Pariwisata. 1990. Kebijakan Pengembangan Kepariwisataan dalam pelita V Jakarta.

Faisal, Sanapiah. 1999. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta: Raja Grafindo. Persada.

Forum Komunikasi Tapsel.2003. Pengamalan Dalihan Natolu Dalam Pengelolaan Pemerintah Daerah Tapsel, Madina dan Kota Sisempuan. Jakarta Fortasman.

Goodman, Douglas, 2004. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prenada Media Kencana. Gultom, Rajamarpodang. 1992. Dalihan Natolu Budaya Batak. Medan: CV Armanda. Marpaung, Happy dan Bahar, Herman. 2002. Pengantar Pariwisata. Bandung:

Alfabeta.

Marpaung, Hapy, 2002. Pengetahuan Pariwisata. Bandung: Alfabeta.

Moleong, Lexy. 1993. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Pitan, Gde I. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi Offset.

Poloma, Margaret M. 2004. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: Raja Grafindo Persada.


(2)

Sihombing, 1989. Jambar Hata Dongan Tu Ulaon Adat. Medan: CV Tulus Jaya. Soekanto, Soerjono, Parsons, Talcott.1986. Fungsionalitas Imperatif. Jakarta : CV.

Rajawali,

Soekanto, Soerjono. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. UI PRESS: Universitas Indonesia.

Soelaeman, Minandar. 2001. Ilmu Sosial Dasar. Bandung: Rafika Aditama Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial. Surabaya

Sztompka, Piotr.2004. Sosiologi Perubahan Sosial, Jakarta : Prenada

Pariwisata Parapa.t http://www.Compas.com diakses t 28 juni 2008

Pengembangan Pariwisata Parapat. http://www.Hariansib.com, diakses 7 November 2008

Potensi Budaya dalam Pengembangan Pariwisata. http://north Sumatera- toursm.blogspot.com, diakses 22 agustus 2008

Siraja Batak http//www.net.com, diakses 12 agustus 2008.

Tortor Dalam Pengembangan Pariwisata Samosir.http://www..net.com, diakses 15 agustus 2008.


(3)

DRAFT WAWANCARA UNTUK MASYARAKAT

IDENTITAS PRIBADI Nama : Alamat Rumah : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan : Status : Pekerjaan : Agama :

DAFTAR PERTANYAAN

1. Sudah berapa lama anda tinggal di daearah ini berpenghasilan dari sektor wisata?

2. Bagaimana sosialisasi budaya batak/Dalihan Natolu di keluarga anda 3. Menurut anda hal apa yang menjadi daya tarik para pengunjung datang


(4)

4. Apa Tanggapan saudara tentang kondisi Pariwisata Parapat Sekarang? 5. Hal apa yang menyebabkan kondisi Pariwisata Parapat baik/buruk? 6. Menurut saudara bagaimana peran budaya batak/Dalihan Natolu dalam

pengembangan pariwisata Parapat ?

7. Menurut anda bagaimana peran pemerintah, Masyarakat, dan pengusaha dalam pengembangan pariwisata saat ini?

DRAFT WAWANCARA UNTUK TOKOH ADAT DAN PEMERINTAH

IDENTITAS PRIBADI Nama : Alamat Rumah : Umur : Jenis Kelamin : Pendidikan : Status : Pekerjaan : Agama :

DAFTAR PERTANYAAN

1. Bagaimana tanggapan bapak tentang Nilai-Nilai Anak Ni Raja Boru Ni Raja yang Dianut oleh Suku Bangsa Batak

2. Menurut anda sikap Anak Ni Raja Boru Ni Raja dikaitkan dengan pariwisata?


(5)

3. Bagaimana perkembangan Nilai-Nilai anak ni Raja boru ni Raja pada masyarakat Parapat dewasa ini?

4. Bagaimana tanggapan anda dengan kondisi Pariwisata Parapat sekarang? 5. Menurut anda bagaiman peran peran masyarakat, pemerinta dan

pengusaha dalam pengembangan Pariwisata Parapat sekarang?

6. Saran saudara hal apa yang perlu dilakukan dalam pengembangan Pariwisata Parapat sekarang?

DRAFT WAWANCARA UNTUK PENGUNJUNG

IDENTITAS PRIBADI

Nama :

Alamat Rumah :

Umur :

Jenis Kelamin : Pendidikan : Status Pekerjaan :

DAFTAR PERTANYAAN

1. Apakah tujuan anda berkunjungan ke Daerah Wisata Parapat? 2. Seringkah anda berkunjung ke daerah wisata parapet ini?

3. Menurut anda apa yang menjadi daya tarik anda untuk berkunjung ke daerah wisata parapat?

4. Menurut pendapat anda hal apa yang telah berupah pada pariwisata parapat di bandingkan tahun-tahun sebelumnya baik berdasarkan


(6)

5. Menurut pengalaman anda Bagaimana tanggapan anda mengenai sikap Para masyarakat Parapat sebagai pelaku wisata?

6. Saran saudara hal apa yang perlu di benahi atau ditambah dalam pariwisata Parapat?


Dokumen yang terkait

Mandailing Shakai Ni okure Uning-Uningan

1 53 18

Analisis Sektor Pariwisata dalam Rangka Pengembangan Ekonomi Wilayah Di Kota Parapat

2 41 133

Konsep Diri Perempuan Batak Toba ( Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Batak Toba Yang Diberi Gelar “Boru Ni Raja” Di Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir)

0 0 10

Konsep Diri Perempuan Batak Toba ( Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Batak Toba Yang Diberi Gelar “Boru Ni Raja” Di Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir)

0 0 3

Konsep Diri Perempuan Batak Toba ( Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Batak Toba Yang Diberi Gelar “Boru Ni Raja” Di Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir) Chapter III V

0 1 52

Konsep Diri Perempuan Batak Toba ( Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Batak Toba Yang Diberi Gelar “Boru Ni Raja” Di Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir)

0 1 27

Konsep Diri Perempuan Batak Toba ( Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Batak Toba Yang Diberi Gelar “Boru Ni Raja” Di Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir)

0 0 7

Konsep Diri Perempuan Batak Toba ( Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Batak Toba Yang Diberi Gelar “Boru Ni Raja” Di Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir)

0 0 2

Konsep Diri Perempuan Batak Toba ( Studi Deskriptif Kualitatif Konsep Diri Perempuan Batak Toba Yang Diberi Gelar “Boru Ni Raja” Di Kecamatan Sianjur Mulamula, Kabupaten Samosir)

0 0 14

PERAN KELUARGA UNTUK MENANAMKAN NILAI NI

0 0 17