Kajian Organologis Gonrang Sidua-Dua Buatan Bapak Rossul Damanikdi Desa Sarimatondang 1 Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun

(1)

KAJIAN ORGANOLOGIS GONRANG SIDUA-DUA BUATAN BAPAK ROSSUL DAMANIK DI DESA SARIMATONDANG 1 KECAMATAN SIDAMANIK, KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

NAMA : JOSUA AARON NIM : 110707028

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(2)

KAJIAN ORGANOLOGIS GONRANG SIDUA-DUA BUATAN BAPAK ROSSUL DAMANIK DI DESA SARIMATONDANG 1 KECAMATAN SIDAMANIK, KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI SARJANA DIKERJAKAN O

L E H

NAMA : JOSUA AARON NIM : 110707028

Disetujui

Pembimbing I, Pembimbing II,

Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D NIP 196605271994032010 NIP 196512211991031001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI MEDAN


(3)

PENGESAHAN

Diterima Oleh :

Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Seni dalam bidang Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan.

Medan

Hari :

Tanggal :

FAKULTAS ILMU BUDAYA USU

DEKAN,

Dr. Syahron Lubis, M.A., Ph.D.

NIP . 195110131976031001 PANITIA UJIAN

No. Nama Tanda Tangan

1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. ( )

2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. ( )

3. Drs. Fadlin, M.A ( )

4. Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si. ( )


(4)

DISETUJUI OLEH :

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Medan, 23 Juli 2015

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI KETUA DEPARTEMEN


(5)

ABSTRAK

Gonrang Sidua-dua merupakan dua buah Gonrang Bolon Simalungun yang mengikuti alunan suara alat musik Simalungun yang disertai dengan alat musik Sarunei Simalungun yang disertai dengan alat musik Simalungun lainnya, Seperti 2 (Dua) buah Gong, dan 2 (Dua) buah Mongmongan. Gonrang Sidua-dua termasuk dalam alat musik Instrumen Membranofon.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan Gonrang Sidua-dua oleh Bapak Rossul Damanik dan mengetahui bagaimana teknik memainkan Gonrang Sidua-dua. Di dalam Penulisan ini, Penulis akan melakukan Pendekatan yang bebrsifat Kualitatif dan akan menghasilkan data yang Deskriptif. Penelitian ini juga akan menghasilkan tulisan dan pernyataan yang berasal dari Informan maupun Narasumber lainnya.

Dengan berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin meneliti proses pembuatan Gonrang Sidua-dua dan bagaimana teknik memainkan Gonrang Sidua-dua kedalam bentuk Skripsi yang berjudul “ KAJIAN ORGANOLOGIS GONRANG SIDUA-DUA BUATAN BAPAK ROSSUL DAMANIK DI DESA SARIMATONDANG 1 KECAMATAN SIDAMANIK, KABUPATEN


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Berkat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan penyusunan skripsi yang berjudul “ KAJIAN ORGANOLOGIS GONRANG SIDUA-DUA BUATAN BAPAK ROSSUL DAMANIK DI DESA SARIMATONDANG 1 KECAMATAN SIDAMANIK, KABUPATEN SIMALUNGUN . Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Seni S-1 pada Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

Dalam Skripsi ini juga penulis banyak mendapatkan kesan yang positif maupun yang negatif. Mulai dari perjalanan yang ditempuh selama 5 (lima) jam dan haru 3 (tiga) kali ganti bus dan membawa mobil juga saat melakukan penelitian. Kesan yang positif yang diperoleh oleh penulis yaitu dari cara berkomunikasi ke informan, mencari dana tambahan dengan berkerja sambil menyelesaikan skripsi, mengetahui bagaimana proses pembuatan dan teknik mmainkan Gonrang Sidua-dua.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Bapak Drs. M. Husan Lubis, M.A., Ph.D selaku Wakil Dekan I, Bapak Drs. Samsul Tarigan selaku Wakil Dekan II, Bapak Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. selaku Wakil Dekan III. Penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada staf dan pegawai yang sedang bekerja di bagian Dekanat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara (FIB USU)


(7)

yang sudah memberikan jasa dan kinerja, baik melalui moral ataupun moril terhadap yang bersangkutan dengan mahasiswa/i yang sedang melakukan perkuliahan di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara (FIB USU).

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ketua Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yaitu Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D dan Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd selaku Sekretaris Departemen Etnomusikologi yang telah memberikan dukungan dan bantuan administrasi serta registrasi dalam perkuliahan terhadap mahasiswa/i di Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara (USU) dan memberikan arahan dan bimbingan dalam menyelesaikan tugas akhir penulis.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh Dosen-Dosen Departemen Etnomusikologi, yaitu Bapak Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D. , Ibu Dra. Rithaony Hutajulu, M.A. , Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. , Ibu Dra. Frida Deliana Harahap, M.Si. , Bapak Drs. Kumalo Tarigan, M.A. , Bapak Drs. Fadlin , M.A. , Bapak Drs. Perikuten Tarigan, M.A. , Bapak Drs. Bebas Sembiring, M.Si. , Ibu Arifni Netriroza, SST., M.A. , Bapak Drs. Irwansyah , M.A. , Ibu Lili (Ibu Wawa) selaku Pegawai Departemen Etnomusikologi dan Dosen yang berada dalam proses mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara (FIB USU), yang telah mengajar penulis dan mahasiswa/i di Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara (USU) selama perkuliahan dan dalam penyelesaian tugas akhir penulis.


(8)

Penulis tidak lupa untuk mengucapkan terimakasih kepada Dosen Pembimbing I, yaitu Bapak Drs. Setia Dermawan Purba, M.Si yang telah memberikan banyak bimbingan melalui arahan, masukan yang positif agar skripsi penulis dapat menjadi baik dan telah mengajar terhadap mahasiswa/i di Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara (USU).

Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua Informan , yaitu Bapak Rossul Damanik, Bapak J. Badu Purba, dan Bapak Sahat Damanik beserta seluruh keluarga Informan yang telah mau menerima penulis selama melakukan penelitian dan memberikan banyak informasi mengenai penelitian yang penulis teliti.

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan, dukungan baik berupa material maupun saran serta semangat dari berbagai pihak. Oleh karena itu Penulis mengucapkan terimakasih kepada Orang tua tercinta yaitu, Bapak Jabes Silaban, S.Pd dan Ibu Annarita Br. Sidabutar, S.Pd yang telah membesarkan penulis dengan penuh kasih sayang, selalu mendoakan penulis, memberikan semangat penulis dan juga telah mengeluarkan bantuan dana yang menurut penulis tidak sedikit (besar) selama perkuliahan dan terkhusus untuk penyelesaikan skripsi ini. Penulis juga meminta maaf karena selama pengerjaan skripsi tidak dapat bertemu, hanya melalui alat komunikasi saja, dan telah membuat banyak beban pikiran dan dana untuk pembelian alat musik penulis.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Saudara-saudara penulis yaitu, Kakak Kandung Jesika Sarah Silaban, SE, Adik kandung penulis, Jenifer Elisabeth Silaban, dan Judith Maria Dwilenda Silaban.


(9)

Penulis mengucapkan berterimakasi kepada Opung (nenek) yaitu, Albine Panggabean, Opung Bunga, semua Maktua, semua Bapak Uda, semua Nanguda, semua Amangboru, semua Namboru, semua Tulang, semua Nantulang, dan semua saudara penulis (yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu) atas doa serta dukungan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada saudara (LAE) penulis yang tinggal bersama dengan penulis yaitu Nanda Ardico Purba dan Ganda Sari Situmorang yang telah bersama-sama dalam suka dan duka selama proses perkuliahan dan sampai tugas akhir penulis. Dan Terima kasih juga kepada Keluarga Amangboru M. Simaremare/ Namboru S. Silaban yang telah memberikan tumpangan tempat tinggal di rumahnya selama melakukan perkuliahan dan sampai penulis menyelesaikan tugas akhir selesai.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada teman-teman seperjuangan stambuk 2011 (CCB.com) di Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara (USU), yaitu Aprindo, Erwin, David, Jose, Gok, Debby, Lisken, Agnest, Blessta, Agriva, Alfred, Appril, Ardi, Eyaki, Titi, Trifose, Toyib, Benny, Andi, Adji, Roy, Denny, Gopas, Jonathan, Kawan, Kharis, Leony, Mahyun, Mustika, Riri, Samuel, Stephani, Talenta, Tari, Zani, Zube, Egi, Riko, Elkando, Slamet, Linfia, Mona, Oktika, Rian, Siti, Dan Sopandu yang selalu setia dalam suka dan duka selama perkuliahan dan penyelesaian skripsi penulis.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada sahabat penulis yang mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas


(10)

Sumatera Utara, yaitu Abang dan kakak senior beserta alumni 2010 keatas, yaitu Samuel, Binsar, Denata, Indra, Gohana dan yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, Adik-adik junior 2012, 2013, yaitu Nevo, Leo, Jepri, Ria, Yunita, Dio, Pranata, Salomo, dan yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu, dan kepada adik-adik penulis stambuk 2014, yaitu Chandra Silitonga, Jhonson Pasaribu, Ray Vincen, Armando Sihaloho, Dolok Purba, Endiko Sagala, Fey Sinaga, Lisa, Johannes Nababan, Surya dan yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan doa dan dukungan semangat kepada penulis selama perkuliahan dan penyelesaian skripsi penulis.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada kekasih kesayangan penulis, yaitu Sarah Helena Aritonang yang memberikan bantuan berupa doa, kasih sayang dan semangat kepada penulis selama perkuliahan dan selama penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman–teman selama perkuliahan dan sampai proses tugas akhir penulis dalam suka dan duka, yaitu kepada teman-teman anggota alumni dan anggota aktif yang berada di Organisasi Ikatan Mahasiswa Pemimpin Rasional dan Kreatif (IMPERATIF), Benardus Simbolon, Dika Brianti, Willy Jeremia Sidabutar, Tahan Pasaribu, Bang Madi, Bang Toni dan Erwin Manurung yang juga memberi dukungan semangat, Doa dan ikut dalam pengerjaan skripsi penulis.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekan-rekan lainnya yang telah membantu penulis selama perkuliahan dan dalam tugas akhir baik


(11)

memberikan doa, semangat dan jasa yaitu kepada Bang Josua (WARJOS), Pandia (WARNET), Kak Maya Br. Karo (Rental Mobil), Bundo (Warung Makan), Jemaat Gereja Bethel Indonesia Penara (GBI Penara), keluarga besar Yayasan Pendidikan Tunanetra Sumatera (YPTS), dan semua teman serta rekan-rekan penulis yang tidak dapat penulis sebutkan namanya satu persatu.

Penulis juga menyadari bahwa penelitian dan hasil skripsi belum dapat dikatakan sempurna, oleh sebab itu penulis juga masih mengharapkan masukan dan saran-saran yang membangun dari pembaca sekalian, sehingga lebih mengarah kepada Ilmu Pengetahuan, khususnya di Bidang Ilmu Etnomusikologi.

Akhirmya penulis berharap tulisan ini dapat berguna dan dapat menambah pengetahuan serta wawasan bagi seluruh pembaca.

Medan,

Penulis


(12)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……… i

KATA PENGANTAR ……… ii

DAFTAR ISI ……… viii

DAFTAR GAMBAR ……… xi

BAB I : PENDAHULUAN ………... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ……… 1

1.2 Pokok Permasalahan ……… 10

1.3 Tujuan Dan Manfaat ……… 10

1.3.1 Tujuan Penelitian ……… 10

1.3.2 Manfaat Penelitian ……… 11

1.4 Konsep Dan Teori ……… 11

1.4.1 Konsep ……… 11

1.4.2 Teori ……… 13

1.5 Metode Penelitian ……… 18

1.5.1 Wawancara ……… 19

1.5.2 Dokumentasi ……… 19

1.6 Lokasi Penelitian ……… 20

BAB II : BIOGRAFI BAPAK ROSUL DAMANIK DALAM KONTEKS BUDAYA SIMALUNGUN DI KECAMATAN SIDAMANIK KABUPATEN SIMALUNGUN ……… 21

2.1 Pengertian Biografi ……… 21

2.2 Latar Belakang Keluarga ……… 21

2.3 Pekerjaan Bapak Rosul Damanik ………. 23

2.4 Bapak Rosul Sebagai Pembuat Alat Musik ……… 24

2.5 Bapak Rosul Sebagai Pemusik Tradisional Simalungun … 25

BAB III : KAJIAN ORGANOLOGI GONRANG SIDUA-DUA SIMALUNGUN ………...……….. 27


(13)

3.1.1 Perbedaan Gonrang Sidua-dua dengan

Gonrang Sipitu-pitu …………..………... 28

3.1.2 Persamaan Gonrang Sidua-dua dengan Gonrang Sipitu-pitu ………. 29

3.2 Sejarah Gonrang Sidua-dua ………. 30

3.2.1 Peranan Gonranng Sidua-dua Dalam Musik Simalungun ……… 32

3.3 Klasifikasi Gonrang Sidua-dua ………. 35

3.4 Konstruksi Bagian-Bagian Gonrang Sidua-dua …… 36

3.5 Ukuran Pada Bagian Gonrang Sidua-dua ………….... 37

3.5.1 Badan Gonrang Sidua-dua ……… 38

3.5.2 Membran Gonrang Sidua-dua ……… 38

3.5.3 Rotan Gonrang Sidua-dua ……… 40

3.5.4 Pamalu Gonrang Sidua-dua ………. 41

3.6 Teknik Pembuatan Gonrang Sidua-dua ……….…… 42

3.7 Alat Dan Keterangan Bahan Pembuatan Gonrang Sidua-sidua ………. 43

3.7.1 Pukkor (Bor) ………. 44

3.7.2 Pukkon (Pahat) ……… 44

3.7.3 Pahat Panjang ……… 44

3.7.4 Pahat Besar ……… 44

3.7.5 Kikir ……… 44

3.7.6 Martil Kayu ……… 44

3.7.7 Martil Besi ……… 44

3.7.8 Pisau ……… 44

3.7.9 Takke (Cangkul Kayu) ……… 45

3.7.10 Tuhil Pahat Besi ……… 45

3.7.11 Gergaji ………... 45

3.7.12 Busur (Jangka) ……… 45

3.8 Proses Pembuatan Gonrang Sidua-dua ……… 45 ………


(14)

3.8.2 Proses Pencarian Dan Penjemuran Kulit Kambing 46

3.8.3 Proses Penebangan Pohon Nangka ……… 47

3.8.4 Proses Melubangi Kedua Sisi Gonrang Sidua-dua 48 3.8.5 Proses Pengikatan Kulit Kambing Pada Besi (Pembuatan Membran Gonrang Sidua-dua) ……. 50

3.8.6 Proses Pengikatan Pada Kedua Sisi Gonrang Sidua-dua ………. 52

BAB IV : TEKNIK PERMAINAN DAN EKSISTENSI GONRANG SIDUA-DUA ………. 54

4.1 Proses Belajar ………. 54

4.2 Teknik Permainan Gonrang Sidua-dua ………. 55

4.2.1 Posisi Badan Pemain (Panggual) Gonrang Sidua-dua ………. 56

4.2.2 Teknik Permainan Gonrang Sidua-dua Menggunakan 1 (Satu) Pamalu Dan 2 (Dua) Pamalu ………. 57

4.2.2.1 Permainan Dengan 1 (Satu) Pamalu ……. 58

4.2.2.2 Permainan DEngan 2 (Dua) Pamalu ……. 59

4.3. Pola Ritem Yang Dihasilkan ………. 60

Lampiran Transkripsi Gual (Lagu) Rambing-rambing ……. 62

4.4 Perawatan Gonrang Sidua-dua ………. 63

4.5 Eksitensi Gonrang Sidua-dua ………. 64

BAB V : PENUTUP ………. 66

5.1 Kesimpulan ………. 66

5.2 Saran ………. 69

DAFTAR PUSTAKA ………. 70

DATA INFORMAN ………. 72


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Bagian-bagian Gonrang Sidua-dua ………. 37

Gambar 2 : Badan Gonrang Sidua-dua ………. 38

Gambar 3 : Membran Gonrang Sidua-dua ………. 39

Gambar 4 : Kulit Membran Gonrang Sidua-dua ………. 39

Gambar 5 : Rotan Gonrang Sidua-dua ……….... 40

Gambar 6 : Pengkait Gonrang Sidua-dua ………. 40

Gambar 7 : Bambu Hali Hambang-hambang ………. 41

Gambar 8 : Pamalu Gonrang Sidua-dua ………. 42

Gambar 9 : Kulit Kambing ………. 46

Gambar 10 : Batang Kayu Nangka ………. 47

Gambar 11 : Melubangi Batang Kayu Untuk Membuat Resonator 48 Gambar 12 : Resonator Gonrang Sidua-dua ………. 49

Gambar 13 : Membran Gonrang Sidua-dua ………. 51

Gambar 14 : Pengikatan Kedua Sisi Gonrang Sidua-dua ………….... 52

Gambar 15 : Rotan Gonrang Sidua-dua ……….... 53

Gambar 16 : Posisi Badan Panggual ( Pemusik ) Gonrang Sidua-dua 56 Gambar 17 : Bentuk Diagonal Gonrang Sidua-dua ………….... 57

Gambar 18 : Posisi Tangan Dengan Memegang 1 ( Satu ) Pamalu ………. 58

Gambar 19 : Posisi Tangan Dengan Memegang 2 ( Dua ) Pamalu ………. 59


(16)

ABSTRAK

Gonrang Sidua-dua merupakan dua buah Gonrang Bolon Simalungun yang mengikuti alunan suara alat musik Simalungun yang disertai dengan alat musik Sarunei Simalungun yang disertai dengan alat musik Simalungun lainnya, Seperti 2 (Dua) buah Gong, dan 2 (Dua) buah Mongmongan. Gonrang Sidua-dua termasuk dalam alat musik Instrumen Membranofon.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pembuatan Gonrang Sidua-dua oleh Bapak Rossul Damanik dan mengetahui bagaimana teknik memainkan Gonrang Sidua-dua. Di dalam Penulisan ini, Penulis akan melakukan Pendekatan yang bebrsifat Kualitatif dan akan menghasilkan data yang Deskriptif. Penelitian ini juga akan menghasilkan tulisan dan pernyataan yang berasal dari Informan maupun Narasumber lainnya.

Dengan berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin meneliti proses pembuatan Gonrang Sidua-dua dan bagaimana teknik memainkan Gonrang Sidua-dua kedalam bentuk Skripsi yang berjudul “ KAJIAN ORGANOLOGIS GONRANG SIDUA-DUA BUATAN BAPAK ROSSUL DAMANIK DI DESA SARIMATONDANG 1 KECAMATAN SIDAMANIK, KABUPATEN


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Simalungun adalah salah satu dari lima kelompok etnis Batak. Di sisi lain Simalungun juga adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Masyarakat Simalungun memandang diri mereka sebagai suatu kelompok etnis yang kuat yang dipersatukan oleh bahasa, musik tradisional, tarian tradisional, serta adat-istiadat dan kekhasan yang unik yang ada pada budaya masyarakat Simalungun diantaranya adalah seni tari, seni musik, dan seni rupa. Pada tulisan ini penulis lebih terfokus untuk mengkaji aspek alat musiknya.

Kesenian adalah merupakan ekspresi perasaan manusia terhadap keindahan, dalam kebudayaan suku-suku Bangsa yang ada mulanya bersifat deskriptif (Koentjaraningrat, 1980:395-387).

Ansambel yang termasuk dalam gonrang sidua-dua, yaitu 2 (dua) buah momongan, 2 (dua) buah gong, 1 (satu) sarunei bolon. Dan pada musik Simalungun memiliki musik instrumen yang terbagi dalam beberapa klasifikasi, yaitu: idiofon (momongan, ogung, sitalasayak, garantung), membranofon (gonrang sidua-dua, gonrang sipitu-pitu/ gonrang bolon), kordofon (arbab, husapi, jatjaulul/ tengtung), aerofon (sarunei bolon, sordam, sarunei buluh, tulila, sulim, saligung, ole-ole, hodong-hodong, dan ingon-ingon).

Musik tentu tidak lepas dari alat pendukungnya, yaitu alat musik. Dalam tulisan ini, penulis lebih “terfokus” kepada alat musik gonrang sidua-dua.


(18)

Gonrang sidua-dua merupakan perpaduan dua alat yang sering kita kenal dengan kata gendang tetapi dalam bahasa Simalungunnya yaitu gonrang. Adapun kegunaannya gonrang yaitu satu gonrang dimainkan sebagai manginduri dan yang satunya lagi dimainkan sebagai mangumbak.

Permainan gonrang haruslah berdekatan agar mengantisipasi komunikasi dalam perminan tidak harmonis (tidak sependapat). Gonrang sidua-dua merupakan alat musik tradisional yang menggunakan bahan-bahan yang sulit untuk ditemukan. Dikarenakan pembuatan alat musik gonrang menggunakan kayu yang berkualitas (nangka, rambasang, ingul, juhar, mahoni, kelapa), kulit kambing jantan umur minimal 3 (tiga) tahun (yang secara akustik adalah untuk ketahanan kulit kuat), rotan sepanjang 20 meter.

Gonrang sidua-dua dimainkan secara ansambel yang berfungsi untuk upacara ritual (memuja-muja) yaitu untuk upacara penyembuhan, upacara pemanggilan roh dan pada upacara-upacara adat Simalungun. Permainan gonrang sidua-dua dilakukan dengan kedua tangan menggunakan pamalu. Adapun fungsi kedua tangan tersebut untuk memukul kedua sisi pada gonrang. Permainan ini dinamakan sakkiting, yang sering digunakan dalam tempo yang lebih cepat. Permainan gonrang sidua-dua juga dapat dilakukan dengan menggunakan 1 (satu) pamalu, dan itu tergantung lagu yang akan diiringi. Permainan ini dinamakan dengan topap, yang sering digunakan dalam instrumen musik dalam tempo lambat. Gonrang sidua-dua berfungsi sebagai tempo dalam suatu lagu, dan tidaklah terlepas dalam tempo dari sarunei. Jika dalam suatu perminan tidak adanya sarunei, berarti gonrang sidua-dua pun tidak dapat untuk dimainkan.


(19)

Warna bunyi yang dihasilkan oleh gonrang sidua-dua ada berupa dua jenis, yaitu topap (pap ‘kedua tangan’) dan sakkiting (ting ‘memakai pamalu’). Pada warna bunyi yang dihasilkan.

Pada masa kini alat musik modern sudah menjalar dalam kebudayaan tradisional masyarakat Simalungun. Melihat peranan peralatan musik modern yang semakin berkembang juga seperti keyboard, drum, dan saxophone membuat peranan alat musik tradisional semakin terdesak terutama alat musik yang dimainkan secara ansambel yaitu gonrang sidua-dua.

Pada saat ini sudah sedikit ditemukan masyarakat Simalungun yang bisa memainkan serta membuat alat musik gonrang sidua-dua. Menurut penulis, hal itu terjadi dikarenakan pengaruh globalisasi dan kurangnya minat atau kemauan masyarakat Simalungun untuk memainkan alat musik gonrang sidua-dua Simalungun dan juga sudah jarang ditemukan seniman yang bisa membuat alat musik gonrang sidua-dua Simalungun ini. Jadi, keberadaan gonrang sidua-dua Simalungun ini di kalangan masyarakat Simalungun sudah sedikit, seperti penulis ketahui seniman yang bisa membuat alat musik gonrang sidua-dua Simalungun ini ialah Bapak Rosul Damanik.

Bapak Rosul Damanik adalah salah satu seniman yang ada di daerah Sarimatondang I, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun dan mempunyai sanggar mulai tahun 1984. Bapak Rosul termasuk pelatih dan pemain alat musik gonrang sidua-dua dan sudah sering tampil pada upacara ritual, pada acara besar Simalungun pada pesta penikahan. Bapak Rosul pada saat ini sudah kurang untuk menampilkan peranannya pada saat ini, karena pengaruh globalisasi dan


(20)

dikarenakan sudah banyaknya para pengurus-pengurus Gereja yang sudah menginjili para masyarakat Simalungun dan berdasarkan wawancara penulis dengan Bapak J. Badu Purba Siboro mengenai gonrang sidua-dua, beliau mengatakan bahwa penggunaan gonrang sidua-dua pada saat sekarang mengalami pergeseran menjadi seni pertunjukkan dimana alat musik yang sudah hampir punah tersebut dilestarikan kembali ke dalam suatu pertunjukkan kesenian masyarakat Simalungun.

Menurut Bapak Rosul Damanik, pembuatan alat musik gonrang sidua-dua Simalungun tidak dapat menggunakan bahan baku, yang terbuat dari bahan-bahan sederhana dan alami. Alat musik gonrang sidua-dua mempunyai dua sisi yang dalam bentuk bulat yang terdapat pada sisi kanan dan kiri dan mempunyai ukuran yang berbeda. Ukuran tersebut diukur sesuai permintaan pemesan ataupun disebut dengan pembeli. Alat musik gonrang sidua-dua juga dimainkan dengan 2 (dua) pamalu yang berguna sebagai alat pukul yang terdapat pada dua sisi tersebut. Pembuatan alat musik gonrang sidua-dua juga dibutuhkan waktu minimal 1 (satu) bulan dalam pembuatanya. Dikarenakan melakukan penjemuran secara berkala, yaitu penjemuran pertama pada kulit kambing jantan yang berumur minimal 3 (tiga) tahun, setelah itu juga dibasahi dengan air yang bersih dan dijemur kembali yang berguna untuk membersihkan segala kuman (kotoran) yang terdapat pada kulit kambing tersebut dan berguna untuk menjaga ketahanan pada alat musik gonrang sidua-dua. Penjemuran dilakukan bukan langsung dibawah terik matahari, melainkan pada ruangan yang berdindingkan kayu agar bisa di tembus


(21)

matahari, yang dalam arti uapan panas yang dikeluarkan terik matahari yang sangatlah dibutuhkan.

Gonrang sidua-dua dapat dimainkan dengan menggunakan 1 (satu) pamalu dan 2 (dua) pamalu. Alat musik gonrang sidua-dua yang dimainkan dengan 1 (satu) pamalu sering digunakan untuk permainan dalam tempo lambat (haro-haro). Permainan dengan menggunakan 1 (satu) pamalu bukan hanya dimainkan dengan pamalu saja, melainkan dapat dilakukan dengan pemukulan pada membran alat musik tersebut pada kedua sisinya. Dalam permainan dengan menggunakan 2 (dua) pamalu sering digunakan untuk lagu dalam tempo yang lebih cepat (parawat bolon). Alat musik gonrang sidua-dua merupakan perpaduan 2 (dua) alat musik gonrang (gonrang sidua-dua).

Adapun kegunaan kedua gonrang yaitu sebagai panganak dan pangindungi. Dalam permainan gonrang sidua-dua mengikuti permainan sarunei yang dimainkan untuk tempo ataupun pengiring untuk sarunei pada lagu yang dimainkan. Alat musik gonrang sidua-dua dibedakan atas dua warna pukulan yaitu sitopapon sakkiting. Sitopapon yaitu gual (lagu) yang menggunakan dua buah gendang dan pola ritmenya adalah sama. Pada pukulan sitopapon juga menggunakan 1 (satu) pamalu dan selebihnya menggunakan 1 (satu) tangan atau 2 (dua) tangan. Pada 1 (satu) tangan juga dilakukan dengan tangan kiri yang berbunyi ‘tak’ dan tangan kanan berbunyi ‘ting pada pamalu dan pap’ menggunakan telapak tangan. Sedangkan sakkiting yaitu gual atau lagu yang menggunakan dua buah gendang dan masing-masing mempunyai ritme yang


(22)

berbeda. Pada permainan sakkiting ini juga lebih terfokus dengan permainan menggunakan kedua pamalu, yang menjadi tempo dalam alat musik sarunei.

Masyarakat Simalungun memiliki kebudayaan yang diturunkan secara turun-menurun dari nenek moyangnya, baik dari lisan maupun tulisan. Dalam tulisan ini penulis lebih memfokuskan dalam mengkaji aspek organologis dari etnis Simalungun saja.

Proses belajar gonrang sidua-dua dilakukan dengan cara lisan yaitu dengan melihat dan mendengarkan, sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah orang yang bisa memainkan alat musik gonrang sidua-dua dikalangan masyarakat Simalungun akan sulit untuk berkembang. Jika dikalangan masyarakat Simalungun sudah jarang ditemukan orang yang memainkan gonrang sidua-dua Simalungun.

Globalisasi merupakan perkembangan kontomporer yang mempunyai pengaruh dalam mendorong munculnya berbagai kemungkinan tentang perubahan dunia yang akan berlangsung. Pengaruh globalisasi dapat menghilangkan berbagai halangan dan rintangan yang menjadikan dunia semakin terbuka dan saling bergantung satu sama lain.

Selain globalisasi penyebab goyahnya ketahan budaya adalah modrenisasi. Menurut Wilbert E. Moore modernisasi mencakup suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra modern dalam arti teknologi serta organisasi sosial kearah pola-pola ekonomi dan politis yang menjadi ciri Negaranegara barat yang stabil. Karateristik umum modrenisasi yang menyangkut aspek -aspek sosiodemografis masyarakat dan -aspek--aspek sosiodemografis digambarkan


(23)

dengan sosial (social mobility). Artinya suatu proses unsur-unsur sosial ekonomis dan psikologis mulai menunjukkan peluang-peluang kearah pola-pola baru melalui sosialisasi dan pola-pola baru melalui sosialisasi dan pola-pola perilaku.

Proses perjalanan kesenian tradisonal saat sekarang sudah mengarah keposisi krisis, akibat derasnya arus perubahan berupa globalisasi, modrenisasi, dan westernisasi. Proses perubahan ini bisa saja bermanfaat apabila masyarakat pendukung suatu kebudayaan dapat menjadikan budaya sebagai modal menghadapi kehidupan modis yang semakin kompleks.

Pada saat sekarang kesenian tradisional sudah semakin jarang digunakan karena dianggap kurang praktis dan banyak aturannya. Masyarakat lebih memilih menggunakan alat musik yang ringkas, instan dan murah dalam hal dana dan penggunaannya, sehingga semakin kuat kecendrungannya memadukan alat musik modern dan alat musik tradisional. Pertunjukan kesenian tradisional tidak lagi menggunakan alat musik tradisional, melainkan menggunakan alat musik modern yang kini semakin populer.

Alasan ini jugalah yang mendorong penulis untuk membahas tentang kajian organologis alat musik gonrang sidua-dua etnis Simalungun. Selain itu secara etnis penulis juga adalah suku Batak, dan sudah menjadi tanggung jawab saya sebagai salah satu masyarakat didalamnya untuk tetap menjaga nilai-nilai budayanya.

Tulisan ini dimaksudkan untuk melihat apa yang menjadi kajian organologis alat musik gonrang sidua-dua yaitu bagaimana cara pembuatan serta fungsinya dalam masyarakat Simalungun untuk memenuhi kebutuhan dalam


(24)

masyarakat. Latar belakang seperti ini sangat relevan untuk dikaji secara Etnomusikologi, sebagai ilmu yang penulis pelajari di Departemen Etnomusikologi pada empat tahun belakangan ini.

Yang dimaksud dengan Etnomusikologi dalam skripsi ini adalah seperti yang dikemukakan oleh situs resmi Society for Ethnomusicology (SEM) dalam laman webnya sebagai berikut.

Ethnomusicology encompasses the study of music-making throughout the world, from the distant past to the present. Ethnomusicologists explore the ideas, activities, instruments, and sounds with which people create music. European and Chinese classical musics, Cajun dance, Cuban son, hip hop, Nigerian juju, Javanese gamelan, Navajo ritual healing, and Hawaiian chant are a few examples of the many varieties of music-making examined in ethnomusicology. Ethnomusicology is interdisciplinary—many ethnomusicologists have a background not only in music but in such areas as anthropology, folklore, dance, linguistics, psychology, and history. Ethnomusicologists generally employ the methods of ethnography in their research. They spend extended periods of time with a music community, observe and document what happens, ask questions, and sometimes learn to play the community’s types of music. Ethnomusicologists may also rely on archives, libraries, and museums for resources related to the history of music traditions. Sometimes ethnomusicologists help individuals and communities to document and promote their musical practices. Most ethnomusicologists work as professors at colleges and universities, where they teach and carry out research. A significant number work with museums, festivals, archives, libraries, record labels, schools, and other institutions, where they focus on increasing public knowledge and appreciation of the world’s music. Many colleges and universities have programs in ethnomusicology. To see a list of some of these programs, visit our guide to Programs in Ethnomusicology.(http://webdb.iu.edu).


(25)

Dari kutipan di atas dapat diketahui bahwa Etnomusikologi adalah studi mengenai terbentuknya musik di seluruh dunia ini, dari masa lampau sampai masa sekarang. Para Etnomusikolog melakukan kajian terhadap gagasan, kegiatan, alat-alat musik dan suara dalam konteks masyarakat penghasil musik tersebut. Berbagai musik klasik Eropa dan China, tarian Cajun, musik son di Kuba, hip hop, juju di Nigeria, gamelan Jawa, ritus penyembuhan pada masyarakat Navaho Indian, nyanyian chanting masyarakat Hawaii, adalah beberapa contoh dari kajian budaya musik oleh para Etnomusikolog. Etnomusikologi secara keilmuan bersifat interdisiplin, beberapa Etnomusikolog berlatar belakang bukan hanya ilmuwan musik, tetapi juga berlatar belakang disiplin antropologi, folklor, tari, bahasa, psikologi, dan sejarah. Para Etnomusikolog biasanya melibatkan metode etnografi di dalam penelitiannya. Mereka mendatangi informan dan masyarakat yang diteliti dalam waktu yang relatif panjang, mengamati dan mendokumentasikan apa yang terjadi, melakukan pertanyaan-pertanyaan, dan adakalanya ikut terlibat dalam memainkan musik yang sedang ditelitinya. Selanjutnya pekerjaan etnomusikolog bisa saja di arkaif, perpustakaan, dan museum terutama yang berkaitan dengan sejarah musik tradisi. Ada kalanya Etnomusikolog membantu orang-orang atau masyarakat untuk mendokumentasikan dan mempromosikan praktik musik mereka. Sebahagian besar Etnomusikolog bekerja sebagai profesor di berbagai universitas, mereka mengajar dan juga penelitian.

Dari uraian mengenai Etnomusikologi di atas, maka dalam penelitian ini penulis bertindak sebagai mahasiswa Etnomusikologi, yang mengkaji aspek organologis gonrang sidua-dua dalam kebudayaan etnik Simalungun. Alat musik


(26)

ini adalah produk budaya dalam tradisi lisan yang diwariskan dari satu generasi ke genrasi berikutnya. Alat musik fungsional dalam masyarakat pendukungnya yaitu etnik Simalungun. Melalui studi organologis ini, penulis akan mencari sejauh apa artifak instrumen mengekspresikan kebudayaan secara luas.

Dari beberapa latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk meneliti dan menuliskannya dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul: “KAJIAN ORGANOLOGIS GONRANG SIDUA-DUA BUATAN BAPAK ROSUL DAMANIK DI DESA SARIMATONDNAG 1 KECAMATAN SIDAMANIK, KABUPATEN SIMALUNGUN.

1.2 Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah penulis kemukakan sebelumnya, pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan ini, yaitu:

1. Bagaimana proses dan teknik pembuatan gonrang sidua-dua Simalungun yang dilakukan Bapak Rosul Damanik?

2. Bagaimana teknik memainkan gonrang sidua-dua? 1.3Tujuan dan Manfaat

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian terhadap gonrang sidua-dua Simalungun yaitu:

1. Untuk mengetahui proses dan teknik pembuatan gonrang sidua-dua oleh Bapak Rosul Damanik.


(27)

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai untuk menambah informasi dan pengetahuan tentang kebudayaan Simalungun. Selain hal tersebut, manfaat lain yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah:

1. Sebagai dokumentasi untuk menambah referensi mengenai musik Simalungun di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

2. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama mengikuti perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.

1.4Konsep dan Teori

1.4.1 Konsep

Konsep merupakan rancangan ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkret (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005). Konsep juga dapat diartikan suatu kesatuan pengertian tentang suatu hal atau persoalan yang perlu dirumuskan (Mardalis 2003:46).

Berikut penulis akan membuat pengertian dari kata-kata yang terdapat pada judul. Kajian adalah penyelidikan atau pelajaran yang mendalam atau menelaah (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Dalam perhatian Etnomusikologi, bahwa kajian Etnomusikologi tidak hanya berhubungan dengan musikal, aspek sosial, konteks budaya, psikologis dan estetika, melainkan juga paling sedikit ada 6 (enam) aspek yang menjadi perhatiannya. Salah satu


(28)

diantaranya adalah materi kebudayaan musikal (musical materials culture), (Merriam, 1964:45).

Sementara organologi merupakan bagian dari Etnomusikologi yang meliputi semua aspek, diantaranya adalah ukuran dan bentuk fisiknya termasuk pada pola biasanya, bahan dan prinsip pembuatannya, metode dan teknik memainkan, bunyi dan wilayah nada yang dihasilkan, serta aspek sosial budaya yang berkaitan dengan alat musik tersebut.

Seperti yang dikemukakan oleh Mantle Hood (1982:124) bahwa organologi yang digunakan adalah berhubungan dengan alat musik itu sendiri. Menurut beliau organologi adalah ilmu pengetahuan alat musik, yang tidak hanya meliputi sejarah dan deskripsi alat musik, akan tetapi sama pentingnya dengan ilmu pengetahuan dari alat musik itu sendiri antara lain : teknik pertunjukan, fungsi musikal, dekoratif, dan variasi sosial budaya.

Kajian Organologis adalah suatu penyelidikan yang mendalam untuk mempelajari tentang instrumen musik baik mencakup aspek sejarahnya maupun deskripsi alat musik itu sendiri tanpa mengenyampingkan aspek- aspek budaya dari alat musik itu sendiri.

Dari uraian konsep yang penulis tulis, maka penulis tertarik mengambil kesimpulan untuk melakukan penelitian tentang kajian organologis gonrang sidua-dua. Juga karena gonrang sidua-dua juga merupakan suatu alat musik membranofon yang pembuatannya menggunakan bahan baku alami dengan proses yang cukup lama menggunakan alat-alat yang sederhana (tidak menggunakan alat


(29)

elektronika) dan teknik memainkannya dengan memukul menggunakan pamalu dan menghasilkan pukulan sebagai tempo pengiring dalam alat musik sarunei.

1.4.2 Teori

Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Sebagai landasan berfikir dalam melihat suatu permasalahan dalam penelitian ini, maka penulis mempergunakan teori-teori yang relevan, yang sesuai untuk permasalahan tersebut.

Dalam tulisan ini untuk membahas pendeskripsian alat musik, penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Kashima Susumu, 1978:174 terjemahan Rizaldi Siagian dalam laporan APTA (Asia Performing Traditional Art), bahwa studi musik dapat dibagi kedalam dua kelompok sudut pandangyang mendasar, yaitu studi struktural dan studi fungsional. Studi strukrural berkaitan dengan observasi (pengamatan), pengukuran, perekaman, atau bentuk pencatatan, ukuran besar kecil, konstruksi serta bahan-bahan yang dipakai untuk pembuatan alat musik tersebut. Kemudian studi fungsional memperhatikan fungsi dari alat-alat atau komponen yang memproduksi (menghasilkan) suara, antara lain membuat pengukuran dan pencatatan terhadap metode memainkan alat musik tersebut, metode pelarasan dan keras lembutnya suara (loudness) bunyi, nada, warna nada dan kualitas suara yang dihasilkan oleh alat musik tersebut. Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis menggolongkan proses dan teknik pembuatan gonrang sidua-dua Simalungun yang dilakukan oleh Bapak Rossul Damanik kedalam studi struktural dan studi fungsional.


(30)

Penulis juga memakai teori Curt Sarch dan Hornbonstel (1961), yaitu Sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama bunyi. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari: Idiofon (alat itu sendiri sebagai sumber penggetar utama bunyi), Membranofon (kulit sebagai sumber penggetar utama bunyi), Kordofon (senar sebagai sumber penggetar utama bunyi), dan Aerofon (udara sebagai penggetar utama bunyi)”.

Di dalam musik tradisional, tradisi lisan (oral tradition) lebih menekankan pewarisan secara oral. Mengacu teori diatasm tradisi lisan disini maksudnya adalah salah satu proses belajar dengan cara melihat, mendengar, meniru, dan menghafal dalam proses mempelajari kebudayaan musik ini. Begitu juga teknik permainan gonrang sidua-dua pada lagu “sayur matua oleh Bapak Rossul Damanik yang juga merupakan proses belajar secara lisan.

Mantle Hood juga memberikan sebuah pemahaman untuk mempermudah penulis dalam meneliti melalui pendapatnya, “the concept of bimusicality as a way of scoholary presentation of the music of other cultures, and active performance and even composition idion of another culture as a way of leraning the essentials of its musical style and behavior”.

Dengan pendapat yang dikemukakan Hood akan menekankan pada pengajaran dalam hal praktik bagi jenis pertunjukan yang diteliti oleh penulis. Dalam hal ini bimusicality adalah agar peneliti mempelajari dan memainkan musik dari kebudayaan yang sedang diteliti. Begitu juga yang sedang penulis terapkan untuk mempelajari gonrang sidua-dua kepada Bapak Rossul Damanik (kebudayaan yang diteliti) dengan cara oral tradition. Ini adalah sebuah metode


(31)

yang cukup bermanfaat bagi penulis untuk membantu dalam membahas permasalahan. Dengan pemahaman ini memudahkan saya untuk melihat teknik permainan dan struktur musik yang terdapat pada lagu tersebut.

Khusus untuk menganalisis teknik permainan gonrang sidua-dua yang dilakukan Bapak Rosul Damanik, penulis menggunakan teori etnosains. Menurut Ihromi (1987) teori etnosains adalah teori yang lazim digunakan didalam disiplin antropologi. Pada dasarnya teori ini menitik beratkan kepada pandangan dan aktivitas yang dilakukan oleh informan yang di latar belakangi budaya tertentu. Jadi peneliti hanya menginterpretasi data berdasarkan latar belakang budaya itu hidup. Dalam kaitan dengan penelitian ini, teori etnosains yang penulis pergunakan adalah untuk mengungkap aspek teknik permainan gonrang sidua-dua, dengan peristilahan atau terminologi khas Simalungun yang digunakan oleh Bapak Rosul Damanik, seperti Sitopapon dan Sakkiting.

Gonrang sidua-dua merupakan alat musik yang berperan sebagai rhytem, jadi dalam tulisan ini penulis menggunakan teori yang sesuai dengan Disiplin Etnomusikologi. Dalam Disiplin Etnomusikologi, pendekatan yang sering dipakai untuk transkripsi adalah transkripsi deskriptif. Transkripsi deskriptif adalah transkripsi yang dilakukan degan cara menuliskan, mencatat ciri-ciri dan detail-detail yang terdapat pada musik yang diteliti (Nettl, 1964). Dalam hal ini penulis akan menggunakan transkripsi yang bernotasi deskriptif.

Penulis juga menggunakan teori oleh Bruno Nettl dalam bukunya “Theory And Method In Ethnomusicology tahun 1964”, bahwa untuk menganalisis seluruh


(32)

bentuk musikal dilakukan analisis terhadap tangga nada, melodi, sitem, warna suara, dinamik, dan tempo.

Selain itu, penulis juga mengkaji secara umum fungsi gonrang sidua-dua ini di dalam konteks kebudayaan Simalungun. Untuk mengkaji hal tersebut, penulis menggunakan teori penggunaan dan fungsi seperti yang ditawarkan oleh Merriam. Merriam membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi. Menurutnya, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah sangat penting. Para pakar Etnomusikologi pada masa lampau tidak begitu teliti terhadap perbedaan ini. Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktik yang biasa dilakukan, atau sebagai bagian daripada pelaksanaan adat istiadat, baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain (1964:210). Lebih jauh Merriam menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi musik sebagai berikut.

Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the continuity and perpetuation of the biological group. When the supplicant uses music to the approach his god, he is employing a particular mechanism in conjunction with other mechanism as such as dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of music, on the other hand, is enseparable here from the function of religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a sense of security vis-á-vis the universe. “Use” them, refers to the situation in which music is employed in human action; “function” concerns the reason for its employment and perticularly the broader purpose which it serves. (1964:210).


(33)

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Merriam membedakan pengertian penggunaan dan fungsi musik berasaskan kepada tahap dan pengaruhnya dalam sesebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu dan menjadi bahagiannya. Penggunaan bisa atau tidak bisa menjadi fungsi yang lebih dalam. Dia memberikan contoh, jika seeorang menggunakan nyanyian yang ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi musik seperti itu bisa dianalisis sebagai perwujudan dari kontinuitas dan kesinambungan keturunan manusia, yaitu untuk memenuhi kehendak biologis bercinta, berkawin dan berumah tangga dan pada akhirnya menjaga kesinambungan keturunan manusia. Jika seseorang menggunakan musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme tersebut behubungan dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa, mengorganisasikan ritual dan kegiatan-kegiatan upacara. “Penggunaan” menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan manusia; sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat dilayaninya. Dengan demikian, selaras dengan Merriam, mengikut penulis penggunaan lebih berkaitan dengan sisi praktis, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi internal budaya.

Dalam kaitannya dengan fungsi musik di dalam kebudayaan, sampai tahun 1964, Merriam merekam fungsi yang dikaji oleh para pakar musik itui mencakup sepuluh fungsi, yaitu: (1) fungsi pengungkapan emosional, (2) fungsi penghayatan estetis, (3) fungsi hiburan, (4) fungsi komunikasi, (5) fungsi perlambangan, (6) fungsi reaksi dan jasmani, (7) fungsi yang berkaitan dengan norma sosial, (8)


(34)

fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan, (9) fungsi kesinambungan budaya, dan (10) fungsi pengintegrasian masyarakat.

1.5 Metode Penelitian

Metode adalah cara yang digunakan dalam melaksanakan suatu pekerjaan agar hasil dari pekerjaan tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan dikehendaki melalui cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksaan suatu kegiatan gunamencapai tujuan yang telah ditentukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka 2005). Sementara penelitian merupakan kegiatan dalam mengumpulkan, mengolah, menganalisis serta menyajikan data yang dilakukan secara sistematis danobjektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 2005).

Metode yang dapat digunakan penulis adalah metode penelitian Kualitatif (Nawawi dan Martini, 1995:209) yaitu: Penelitian Kualitatif adalah rangkaian kegiatan suatu proses menjaring data (informasi) yang bersifat sewajarnya mengenai suatu masalah dalam kondisi aspek atau bidang kehidupan tertentu pada objeknya.

Untuk mendukung metode pnelitian tersebut, penulis menggunakan metode ilmu Etnomusikologi yang terdiri dari dua disiplin, yaitu: disiplin lapangan (field) dan disiplin laboratorium (laboratory dicipline). Hasil dari kedua metode ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir (a final study), (Merriam, 1964 : 37). Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan


(35)

dalam tulisan ini, penulis menggunakan Metode Pengumpulan Data, yaitu : wawancara dan dokumentasi.

1.5.1 Wawancara

Wawancara merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara pengumpulan data maupun peneliti terhadap narasumber atau sumber data. Peneliti melakukan wawancara terhadap narasumber (informan) dengan menemui secara langsung ke rumahnya. Wawancara yang dilakukan dengan komunikasi berdua dengan berbagai pertanyaan yang sudah disiapkan peneliti untuk apa yang akan di tulisnya.

1.5.2 Dokumentasi

Menurut Purwono (2009) Buku Materi Pokok “Dasar-dasar Dokumentasi”, Jakarta : Universitas Terbuka, bahwa pengertian dokumentasi merupakan pemberian atau pengumpulan bukti-bukti dan keterangan (seperti kutipan-kutipan dari surat kabar dan gambar-gambar).

Penulis melakukan dokumentasi dengan menggunakan alat dokumentasi yang berupa kamera. Proses pendokumentasian yang dilakukan oleh peneliti dengan mengambil beberapa gambar pada saat wawancara, proses pembuatan dan proses permainan alat musik Simalungun yang dimainkan narasumber (informan).


(36)

1.6 Lokasi Penelitian

Sebagai lokasi penelitian, penulis memilih di Desa Sarimatondang I Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun. Karena berdasarkan dari segi wilayah, lokasi penelitian mayoritas penduduknya adalah suku Simalungun. Adapun lokasi penelitian dalam mengumpulkan data untuk tulisan ini adalah di rumah Bapak Rosul Damanik yang berlokasi di Desa Sarimatondang Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun.

Sebagai Informan tambahan dengan Bapak J. Badu Purba Siboro yang berdomisili di Jln. Nangka 1 no.18, Desa Lestari Indah, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun.

Kemudian sebagai Informan yang ketiga dengan Bapak Sahat Damanik yang berdomisili di kecamatan Raya Kabupaten Simalungun. Adapun lokasi penelitian berada di Kabupaten Simalungun.

Ketiga informan adalah Seniman, Pembuat alat Musik, dan Pemain Musik Simalungun, Walaupun itu bukan Pekerjaan yang menetap.


(37)

BAB II

BIOGRAFI BAPAK ROSSUL DAMANIK DALAM KONTEKS BUDAYA SIMALUNGUN DI KECAMATAN SIDAMANIK

KABUPATEN SIMALUNGUN

2.1 Pengertian Biografi

Biografi adalah kisah atau keterangan tentang kehidupan seseorang. Sebuah biografi lebih kompleks daripada sekedar daftar tanggal lahir atau mati dan data-data pekerjaan seseorang, biografi juga bercerita tentang perasaan yang terlibat dalam mengalami kejadian-kejadian tersebut. Dalam biografi tersebut dijelaskan secara lengkap kehidupan seorang tokoh sejak kecil sampai tua, bahkan sampai meninggal dunia. Semua jasa, karya, dan segala hal yang dihasilkan atau dilakukan seorang tokoh dijelaskan juga.

2.2 Latar Belakang Keluarga

Pada bab ini, penulis akan membahas singkat mengenai kehidupan keluarga Bapak Rosul Damanik pada saat belum menikah dan sampai menikah. Bapak Rosul Damanik terlahir di keluarga yang beragama “Islam” dan bersuku Simalungun. Bapak Rosul Damanik dilahirkan dari keluarga pemusik “Simalungun”, yaitu seorang ayah pemain “sarunei”. Ayah dari Bapak Rosul Damanik adalah seorang wiraswasta dan sambil berprofesi sebagai pemain musik Simalungun yaitu sarunei. Seiring berjalannya waktu Ayah Bapak Rosul Damanik mempunyai keinginan agar Bapak Rosul juga meneruskan profesi (pekerjaan)


(38)

sebagai pemusik Simalungun juga. Dan setiap pulang sekolah Bapak Rosul Damanik diajari untuk memainkan alat musik Simalungun. Pada saat Ayah Bapak Rosul Damanik dapat panggilan untuk memainkan alat musik Simalungun pada saat acara Simalungun, Bapak Rosul Damanik juga diajak untuk ikut bermain dalam team yang dipegang oleh Ayahnya.

Sampai orang tua Bapak Rosul Damanik telah dipanggil “Tuhan Yang Maha Kuasa” pada tahun 1980an dan Bapak Rosul Damanik sudah selesai Sekolah Pendidikan Guru (SPG), Beliau tetap menjalankan profesi sebagai pemusik Simalungun. Pada saat Bapak Rosul Damanik juga menikah dengan Ibu Saragih, Beliau juga tetap berprofesi sebagai pemusik Simalungun.

Bapak Rosul Damanik dulunya lebih diajari untuk memainkan alat musik Simalungun yaitu Sarunei dan Sulim. Tetapi pada saat ini Bapak Rosul Damanik sering memainkan gonrang sidua-dua, dikarenakan tidak semua pemain dalam teamnya yang bisa memainkan gonrang sidua-dua. Setiap harinya Bapak Rosul melakukan kegiatan yaitu pada pagi hari sampai siang hari berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Pemerintahan Simalungun, dan setelah kembalinya kerumah Bapak Rosul Damanik sebagai pembuat alat musik Simalungun, dan mengajarkan bermain alat musik Simalungun dikalangan anak-anak yang ada di kampungnya dan membuat alat musik Simalungun jika ada yang memesan untuk membuat alat musik Simalungun.

Pada saat ini Bapak Rosul Damanik sudah dikaruniai anak 5 (lima) orang, yaitu 3 (tiga) “pria” dan 2 (dua) “wanita.” Pada waktu kecil anak beliau diajarkan memainkan alat musik, terbukti pada saat ini anak dari Beliau bisa memainkan


(39)

musik Simalungun. Tetapi tidak semua menjadi pemain musik Simalungun sesungguhnya, hanya ikut bila diajak oleh Bapak Rosul Damanik untuk memainkan alat musik Simalungun. Dan Anak yang no 4 (empat) yaitu seorang “Wanita” berprofesi sebagai penyanyi keyboard Simalungun dalam pesta-pesta Simalungun. Istri dari Bapak Rosul Damanik hanyalah seorang “Ibu Rumah Tangga” dan selalu membantu suami untuk membuat alat musik, tetapi tidak dalam pekerjaan berat (hanya membantu bagian yang ringan saja). Bapak Rosul Damanik juga berharap agar semua anak-anak dan semua keturunannya tetap melestarikan budaya Simalungun dalam hal bermain alat musik Simalungun.

2.3 Pekerjaan Bapak Rosul Damanik

Bapak Rosul Damanik adalah salah satu seniman yang ada di daerah Sarimatondang I Kecamatan Sidamanik Kabupaten Simalungun dan mempunyai sanggar mulai tahun 1984. Bapak Rosul termasuk pelatih dan pemain alat musik gonrang sidua-dua dan sudah sering tampil pada upacara ritual, pada acara besar Simalungun pada pesta penikahan. Bapak Rosul pada saat ini sudah kurang untuk menampilkan peranannya pada saat ini, karena pengaruh globalisasi dan dikarenakan sudah banyaknya para pengurus-pengurus Gereja yang sudah menginjili para masyarakat Simalungun. Bapak Rosul pada saat ini memiliki pekerjaan yang tetap yaitu bekerja dibagian pemerintahan dan sudah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Bapak Rosul Damanik mengawali karirnya pada tahun 1994 pada acara “marsombu sihul” di Istora Senayan Jakarta dengan beberapa anak perantauan


(40)

Simalungun dan salah satunya Bapak J. Badu Purba yang sebagai Informan kedua Penulis. Dan setelah itu Bapak Rosul Damanik lebih sering dipanggil dalam acara-acara Simalungun. Akan tetapi Bapak Rosul Damanik masih sering bermain alat musik Simalungun jika ada panggilan untuk bermain dan juga masih sering membuat alat musik Simalungun jika ada yang memesannya. Bapak Rosul Damanik juga sering melatih anak-anak kecil agar lebih terasah jika sudah beranjak dewasa. Sekalian juga ingin lebih menghidupkan budaya Simalungun terlebih didaerah tempat tinggalnya Bapak Rosul Damanik tersebut.

2.4 Bapak Rosul Sebagai Pembuat Alat Musik

Alat musik tradisional dibuat dengan menggunakan bahan-bahan baku yang sederhana yang sebagian besar menggunakan pisau, parang, pahat dan alat lainnya. Dan bahan yang digunakan menggunakan dari bahan-bahan tumbuh-tumbuhan yang alami, bisa dari kayu, kulit dan dedaunan. Dan juga menggunakan dari kulit ataupun daging hewan ataupun binatang.

Bapak Rosul Damanik adalah salah satu seniman Simalungun yang membuat alat-alat musik Simalungun. Pada waktu kecil Bapak Rosul Damanik sudah terlatih dalam hal pembuatan. Karena ayah dari Bapak Rosul Damanik adalah salah satu seniman pembuat alat musik Simalungun.

Bapak Rosul Damanik belajar membuat alat musik mulai dari hal terkecil yaitu dengan menggunakan bahan-bahan baku yang sederhana contohnya hanya sekedar memotong, melubangi, mengikis (membersihkan) dan mengikat saja. Tetapi dengan seiring berjalannya waktu, Bapak Rosul Damanik selalu diajari


(41)

sampai mengatur suara yang akan dihasilkan. Dan terbukti sudah beranjak remaja Bapak Rosul Damanik sudah bisa membuat alat musik Simalungun. Dan sampai saat ini Bapak Rosul Damanik sudah mahir dalam hal pembuatan alat musik. Bapak Rosul Damanik juga bekerja sama dengan teman-teman tim pemain alat musik simalungun dalam pembuatan alat musik Simalungun juga. Adapun alat musik yang dibuat sangatlah mempunyai kualitas yang baik dan banyak yang sudah mengakui Bapak Rosul Damanik dalam hal pembuatan alat musiknya dan dapat dilihat dari pemesanan yang banyak sampai saat ini. Dan juga tidak menutup kemungkinan juga Bapak Rosul Damanik yang berprofesi sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Bapak Rosul Damanik bekerja pagi sampai siang yaitu di Pemerintahan dan setelah pulang ke rumah, Bapak Rosul Damanik melanjutkan aktivitasnya dalam pembuatan alat musik, dan juga pembuatan alat musik yang dilakukan oleh bapak Rosul Damanik pada saat libur dalam pekerjaannya di Pemerintahan.

2.5 Bapak Rosul Sebagai Pemusik Tradisional Simalungun

Kebudayaan Tradisional yaitu salah satu kebudayaan yang mengangkat budaya saru salah satu suku yang ada didaerah tersebut.

Bapak Rosul Damanik adalah salah satu pemain musik Simalungun yang sudah melakukan perannya pada waktu masih anak-anak, dikarenakan juga orang tua dari Bapak Rosul Damanik juga pemain alat musik Simalungun dulunya. Pada waktu anak-anak Bapak Rosul Damanik sering diajari dalam hal memainkan alat musik Simalungun. Alat musik yang pertama dipelajari yaitu alat musik gonrang


(42)

sidua-dua. Dan sampai saat ini Bapak Rosul Damanik bisa dikatakan adalah pemain alat musik gonrang sidua-dua. Dengan seiring berjalannya waktu, pada saat beranjak remaja Bapak Rosul Damanik sudah tampil pada pesta-pesta pernikahan dan pertunjukan kebudayaan musik Simalungun. Dan pada saat dewasa ataupun sampai saat ini, Bapak Rosul Damanik terbukti sudah sering memainkan perannya sebagai pemusik Simalungun, dan sudah sering mendapatkan panggilan untuk semua penampilan pertunjukan Simalungun dan sering juga mendapatkan panggilan untuk memainkan alat musik Simalungun pada acara-acara adat Simalungun.


(43)

BAB III

KAJIAN ORGANOLOGI GONRANG SIDUA-DUA SIMALUNGUN

3.1 Definisi Gonrang Sidua-dua

Pada bab ini juga menjelaskan suatu batasan atau arti, bisa juga dimaknai kata, frasa, atau kalimat yang mengungkapkan makna, keterangan, atau ciri utama dari orang, benda, proses, atau aktivitas yang disebut dengan definisi (yang dikemukakan dalam id.m.wikipedia.org/wiki/definisi).

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, definisi adalah rumusan tentang ruang lingkup dan ciri-ciri suatu konsep yang menjadi pokok pembicaraan atau studi. Selain itu definisi juga diartikan sebagai uraian pengertian yang berfungsi membatasi objek, konsep, dan keadaan berdasarkan waktu dan tempat suatu kajian.

Alat musik gonrang sidua-dua adalah 2 (dua) buah gonrang bolon yang mengikuti sarunei bolon yang disertai 2 (dua) buah gong dan 2 (dua) buah momongan. Gonrang sidua-dua juga merupakan alat musik pukul yang terbuat dari bebrapa kayu yang kuat, kuat dalam arti sudah memiliki umur yang lama dan tidak mempunyai cacat fisik pada batang kayu. Kayu yang dapat dibuat dalam gonrang sidua-dua dapat meliputi kayu ingul, nangka dan lain sebagainya. Dalam penelitian penulis, kayu yang diambil yaitu kayu nangka (Artocarpus Integra Sp.), memiliki umur lebih dari 7 (tujuh) tahun menurut yang punya pohon tersebut, tidak cacat fisik dan mempunyai batang kayu yang kuat. Kayu nangka ini juga bukan hanya untuk badan gonrang saja, melainkan dibuat untuk pamalu sebagai


(44)

alat pemukul dalam permainan gonrang sidua-dua. Gonrang sidua-dua juga termasuk dalam permainan musik Ansambel. Ansambel yang dimaksud tidaklah terlepas dari beberapa alat musik yang dalam arti harus dimainkan dengan beberapa alat musik. Maka dari itu, gonrang sidua-dua tidaklah terlepas pada alat musik sarunei Simalungun. Sarunei juga memiliki 2 (dua) jenis, yaitu yang pertama adalah sarune ponggol-ponggol yang dipakai untuk melantunkan lagu-lagu tradisional dan gual-gual (lagu-lagu) pop daerah Simalungun, dan yang kedua yaitu sarunei bolon yang dipakai untuk melantunkan syair-syair “sakral” dalam acara adat yang sangat religius.

Gonrang sidua-dua terdiri dari 2 (dua) buah gonrang (gendang) ditambah semua peralatan seperti yang ada pada gonrang bolon. Penabuh (pemain musik) gonrang hanya 2 (dua) orang. Yang lainnya sama seperti pada gonrang bolon.

3.1.1 Perbedaan Gonrang Sidua-dua Dengan Gonrang Sipitu-pitu

Adapun perbedaan gonrang sidua-dua dengan gonrang sipitu-pitu, yaitu : 1. Jumlah gonrang dan personilnya berbeda. Jika pada gonrang sipitu-pitu jumlah

gonrang ada 7 (tujuh) buah gonrang dengan jumlah penabuh (pemain musik) yaitu 3 orang. Jika pada gonrang sidua-dua terdapat 2 (dua) buah gonrang dan jumlah pemainnya hanya 2 (dua) orang.

2. Pada gonrang sidua-dua, kedua sisi lobang diameter atas dan bawah dibubuhi kulit dan kedua belah sisi lobang dapat dipukul dengan telapak tangan dan juga dapat dengan menggunakan jari atau alat bantu pemukul pamalu. Jika pada


(45)

gonrang sipitu-pitu hanya dapat dimainkan dengan pamalu saja dan pada sisi yang atas saja.

3. Pada gonrang sidua-dua juga mempunyai susunan ataupun posisi gonrang diletakkan membentang didepan penabuh (pemain musik) atau dipangku karena penabuh (pemain musik) gonrang sidua-dua posisinya duduk bersila. Jika pada gonrang sipitu-pitu mempunyai susunan berjejer dengan digantung pada sebuah rak yang sedemikian rupa sesuai nada: do, re, mi, fa, sol, la, si, dan hanya dapat dipukul dibagian atas saja.

3.1.2 Persamaan Gonrang Sidua-dua Dengan Gonrang Sipitu-pitu

Adapun persamaan gonrang sidua-dua dengan gonrang sipitu-pitu, yaitu kedua jenis gonrang ini sama-sama dapat menghasilkan bunyi dan irama yang sama dalam semua jenis gual (lagu), judul, nada, ritme, dan irama dasar. Pada umumnya gonrang ini diadakan untuk hiburan. Hiburan yang terikat dengan etika adat dan norma-norma susila yang membatasi gerakan-gerakan penarinya pada batas gerakan yang santun.

Permainan gonrang sidua-dua dengan gonrang sipitu-pitu sama-sama sebagai tempo pengiring sarune. Akan tetapi pada saat sekarang ini, gonrang sipitu-pitu lebih sering digunakan dalam sebuah acara Simalungun. Karena melihat banyaknya peminat dikalangan masyarakat Simalungun yang menyatakan jika memakai gonrang sidua-dua memiliki nuansa (suasana) mistis (memuja roh-roh leluhur).


(46)

Pergeseran ini membuat keberadaan gonrang sidua-dua semakin sedikit peminatnya, karena bukan hanya bernuansa mistis (memuja roh-roh leluhur), dan juga dikalangan pemusik Simalungun membuat jumlah pemain yang bertambah dan ukuran panggung juga memiliki ukuran yang lebih banyak.

3.2 Sejarah Gonrang Sidua-dua

Dalam kutipan sejarah gonrang sidua-dua, penulis mengacu pada pengertian sejarah yang dikemukakan oleh Mohammad Yamin, yaitu: “Sejarah adalah suatu ilmu pengetahuan yang disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa yang dapat dibuktikan dengan bahan kenyataan.“

Sejarah gonrang sidua-dua pada zaman dahulu, dimainkan pada upacara ritual (memuja-muja) yaitu untuk upacara penyembuhan, upacara pemanggilan roh leluhur agar masuk kedalam sukma seseorang yang telah dipersiapkan untuk itu. Biasanya roh-roh leluhur yang datang itu menyampaikan pesan, nasehat, dan peringatan bila akan ada datang ancaman bahaya berupa serangan penyakit, niat-niat jahat dan serangan musuh, sekaligus memberikan takkal (anti) dan solusi menghadapinya. Akan tetapi, gonrang sidua-dua ini dapat dimainkan pada saat waktu tengah malam yang dalam arti masyarakat sudah tertidur, karena agar lebih fokus dalam permainan dan lebih mudah untuk mendatangkan roh tersebut.

Salah satu alat musik Simalungun yaitu gonrang sidua-dua memiliki nilai sakral dan spritual, karena leluhur kita memiliki ilmu dan pengetahuan yang sangat tinggi dan wawasan berpikirnya luas sesuai tolak ukur dijamanya. Bukan


(47)

hanya sebatas ilmu bercocok tanam dan ilmu berburu hewan liar dihutan tapi juga ilmu-ilmu sosial lainnya.

Akhlak dan budi pekerti dalam kepribadiannya menunjukkan bahwa para leluhur kita menyadari ada sesuatu yang lebih hebat, lebih kuat, lebih agung, yang mempunyai kemampuan yang luar biasa diluar dirinya sebagai seorang manusia pada umumnya.

Dulu mereka ada yang menyebut namanya begu-begu, sinumbah, pagar, begu ni opung, batara guru, habonaran (berbeda dengan habonaron). Habonaran yaitu sejenis jin/makhluk halus berpenampilan kecil-kecil dan pendek-pendek, berkharakter baik, suka menolong, terutama pada kepada kaum wanita. Sedangkan Habonaron yang berarti kebenaran sesuai dengan palsapahSimalungun yang identik dengan motto pemerintah daerah Simalungun, yang sering disebut dalam Simalungun yaitu “Habonaron do Bona”. Konon Habonaran ini adalah roh-roh anak-anak balita yang meninggal, Sahala ni Oppung, Oppung Naibata, dan lain-lain.

Disebutlah Dia Sang Raja Causa Prima atau Sang Maha Pencipta yang wajib dihormati dan harus disembah. Oleh karena itu pula segala aktivitasnya sehar-hari selalu mengatas namakan Sang Maha Pencipta tersebut serta segala hasil karya dan hasil pekerjaanya (hasil panen) selalu pertama kali dipersembahkan kepada Sang Pencipta tersebut. Termasuk juga apabila jama dahulu kala para leluhur kita dan hingga sekarang para orangtua kita bila akan memulai membunyikan gendang dalam acara-acara resmi yang membawa nama


(48)

adat, selalu ada 3 (tiga) gual (lagu) khusus dipersembahkan kepada Sang Maha Pencipta tadi dan ketiga gual ini belum boleh ditarikan oleh manusia.

Setelah ajaran agama masuk di Simalungun, dikenallah Dia dengan nama “Tuhan Yang Maha Esa”. Maka dari itu, pada saat ini sudah sangat jarang dilakukan ritual (memuja-muja) terhadap roh leluhur, melainkan pada saat ini sering kita temukan pada saat pertunjukan-pertunjukan kebudayaan.

3.2.1 Peranan Gonrang Sidua-dua dalam Musik Simalungun

Pada bab ini penulis akan menjelaskan peranan alat musik gonrang sidua-dua dalam musik Simalungun. Peranan dalam wikipedia merupakan aspek dinamis dari kedudukan atau status. Peranan juga dapat dikatakan dengan fungsi, yang dalam arti menjadi kegunaan.

Dalam kebudayaan Simalungun tidaklah terlepas dari alat musik. Alat-alat musik Simalungun terdiri dari 7 (tujuh) buah gonrang (gonrang sipitu-pitu/gonrang bolon), 2 (dua) buah Ogung, 2 (dua) buah momongan, sarunei bolon, sarunei buluh, 2 (dua) buah gorang (gonrang sidua-dua), sitalayasak, tulila, sulim, sordam, saligung, ole-ole, hodong-hodong, ingon-ingon, 7 (tujuh) bilah (garantung), arbab, husapi, jatjalul (tengtung). Semua alat musik tersebut mempunyai kegunaan ataupun peranan yang penting dalam musik Simalungun. Menurut bapak Rosul Damanik, pada alat musik Simalungun tidak dapat bermain hanya sendiri (solo), karena dalam alat musik Simalungun haruslah bermain secara ansambel, karena saling bergantungan satu alat musik dengan alat musik lainnya.


(49)

Dapat diambil sebuah team alat musik dalam kebudayaan Simalungun yaitu yang terdiri dari gonrang sidua-dua, ogung, momongan dan sarunei. Menurut Bapak Rosul Damanik, dalam ansambel alat musik saling bergantungan dan tidak dapat terlepas dari alat musik lainnya, terkhusus dengan gonrang sidua-dua dengan sarunei. Saat sarunei dimainkan, gonrang sidua-dua juga haruslah dimainkan. Kegunaan sarunei dalam ansambel alat musik tersebut adalah sebagai melodi dan gonrang sidua-dua sebagai pengatur tempo dalam alunan musik yang dimainkan. Akan tetapi menurut Bapak Rosul Damanik, jika gonrang sidua-dua tidak ada dalam team tersebut, dapat digantikan dengan gonrang sipitu-pitu. Gonrang sipitu-pitu dan gonrang sidua-dua sama-sama menghasilkan bunyi dan irama yang sama dalam semua jenis gual (lagu), judul, nada, ritme, dan irama dasar. Hanya saja perbedaannya hanya dalam jumlah personil dan jumlah gonrang (gendang).

Gonrang sidua-dua dalam kebudayaan Simalungun disebut juga dengan mardagang yang artinya merantau atau berpindah-pindah. Pemain gonrang sidua-dua juga disebut panggual. Lagu-lagu gonrang juga disebut dengan gual, dan membunyikan gonrang dapat disebut juga dengan pahata.

Dalam upacara religi, maksudnya suatu upacara pemujaan atau penyembahan maupun pemanggilan roh yang baik dan pengusiran roh jahat. Gonrang sering dilakukan dalam upacara ritual, upacara adat, acara malasni uhur, hiburan, dan lain-lain. Upacara ritual yang dimaksud ialah pemujaan kepada roh leluhur, upacara adat ialah acara-acara yang ada kaitannya antara manusia dengan manusia, acara malasni uhur adalah acara kegembiraan, dan


(50)

sedangkan acara hiburan hanya untuk pengunjung (penonton) yang hadir dalam acara tersebut.

Adapun upacara Simalungun yang termasuk dalam upacara ritual yaitu marangir (suatu acara untuk membersihkan badan dari perbuatan tidak baik dan roh-roh jahat), manombah/memuja (untuk mendekatkan diri kepada yang diyakini ialah Tuhan), ondos hosah (semacam ritual tolak bala yang dilakukan oleh desa atau keluarga), manabari/manulak bala (mengusir mara bahaya dari suatu desa atau dari diri seseorang), mangindo pasu-pasu (meminta berkat adar tetap sehat dan mendapat rejeki), manogu losung/hayu (acara untuk mengambil kayu untuk dijadikan lumpang atau tiang rumah), Rondang Bintang (suatu acara setelah panen besar). Pada upacara Simalungun yang termasuk dalam upacara adat, yaitu mamongkot rumah (acara memasuki rumah baru), patuekkon (acara untuk membuat nama seseorang), marhajabuan (acara pemberkatan pada suatu perkawinan agar perkawinan tersebut diwarnai kebahagiaan), mangiligi (suatu acara yang diadakan untuk menghormati seseorang yang meninggal dunia yang sudah memiliki anak cucu), bagah-bagah nisahalak (suatu acara yang diadakan karena seseorang ingin membuat pesta).

Pada upacara malasni uhur (upacara kegembiraan), yaitu mangalo-alo tamu (suatu acara untuk menyambut tamu penting dari luar daerah), marillah (suatu acara muda-mudi yang menyanyi bersama), pesta malani uhur (suatu acara kegembiraan yang diadakan suatu keluarga), dan suatu acara peresmian bangunan-bangunan (suatu acara kegembiraan meresmikan bangunan), sedangkan dalam acara hiburan, gonrang sidua-dua dimainkan dan dipertontonkan dalam


(51)

suatu acara besar suatu daerah atau panggilan-panggilan dalam acara pagelaran-pagelaran seni lainnya yang berguna hanya dipertontonkan saja (contohnya dalam Pagelaran di Pekan Raya Sumatera Utara).

Permainan gonrang sidua-dua juga dilakukan untuk mengiringi penari (panortor) dalam sebuah gual (lagu) ataupun instrumen musik yang dimainkan.

3.3 Klasifikasi Gonrang Sidua-dua

Dalam klasifikasi gonrang sidua-dua Simalungun, penulis mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Curt Sachs dan Horsnbostel (1961) yaitu, “sistem pengklasifikasian alat musik yang berdasarkan sumber penggetar utama bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yaitu : idiofon, (penggetar utama bunyinya adalah bagian dari alat musik itu sendiri), Aerofon, (penggetar utama bunyinya adalah udara), Membranofon, (penggetar utama bunyinya adalah kulit atau membran), Kordofon, (penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai).”

Berdasarkan ketentuan diatas, maka gonrang sidua-dua diklasifikasikan sebagai alat musik Membranofon yang sumber bunyinya berasal dari kulit atau membran pada alat musik gonrang sidua-dua tersebut. Gonrang sidua-dua Simalungun merupakan jenis alat musik pukul dari kayu, rotan dan kulit hewan, dan gonrang sidua-dua juga dimainkan dengan menggunakan pamalu.

Bila dilihat dari bagian ujung utama yang sebagai melodi sampai keujung pangkal bawah sisinya yang disebut sebagai bassnya, maka lebih besar diameter pangkal ujung utama dibandingkan ujung pangkal bawah.


(52)

3.4Konstruksi Bagian-bagian Gonrang Sidua-dua

Adapun konstruksi gonrang sidua-dua terdiri dari empat bagian yang terintegrasi baik dari segi teknik permainan maupun organologisnya. Keempat bagian tersebut adalah:

a. Stik ‘pamalu’ gonrang, b. Membran gonrang,

c. Rotan untuk menali antar bahagian gonrang, d. Badan gonrang itu sendiri.

Selengkapnya konstruksi bagian-bagian gonrang sidua-dua adalah sebagai berikut.


(53)

Gambar 1: Bagian-bagian Gonrang Sidua-dua

3.5 Ukuran Pada Bagian Gonrang Sidua-dua

Pada sub bab ini penulis akan menerangkan ukuran pada bagian gonrang sidua-dua, ukuran pada setiap sisi juga berpengaruh untuk suara yang akan dihasilkan. Menurut Bapak Rosul Damanik jika ukuran berbeda jauh, maka hasil yang dihasilkan pada kedua sisi tidak harmonis. Sisi atas dan sisi bawah itu diukur sesuai panjang dari badan gonrang tersebut.

Pamalu Gonrang Membran Gonrang

Rotan Gonrang


(54)

3.5.1 Badan Gonrang Sidua-dua

Secara visual tampilan badan gonrang sidua-dua adalah seperti pada Gambar 2 berikut ini.

Gambar 2 Badan Gonrang Sidua-dua

Selain itu, badan gonrang sidua-dua yang menggunakan kayu nangka dan mempunyai ukuran panjang 49 cm.

3.5.2 Membran Gonrang Sidua-dua

Seterusnya membran gonrang sidua-dua letak dan keberadaannya dalam instrumen tersebut dapat dilihat pada tampilan visual (gambar) berikut ini.


(55)

Gambar 3 : Membran Gonrang Sidua-dua

Pada membran gonrang sidua-dua, digunakan dengan lapisan kulit kambing. Ukuran yang dipakai dalam kulit kambing sesuai dengan ukuran diameter pada membran gonrang sidua-dua. Ukuran kulit kambing yang dipakai 37 cm. Ukuran tersebut akan dibagi 2 (dua) dalam gonrang sidua-dua, yaitu pada sisi atas yaitu 20 cm dan pada sisi bawah 17 cm.

Gambar 4 : Kulit Membran Gonrang Sidua-dua

Adapun kegunaan membran gonrang sidua-dua sebagai penghasil suara dengan memukulkan pamalu dan tangan pada membran agar hasil pukulan


(56)

3.5.3 Rotan Gonrang Sidua-dua

Adapun rotan digunakan untuk menautkan antara bagian-bagian gonrang sidua-dua. Tampilan visual rotan tersebut, ketika belum ditalikan adalah sebagai berikut ini.

Gambar 5 : Rotan Gonrang Sidua-dua

Ukuran yang digunakan dalam rotan sebagai pengikat membran pada kedua sisi ini yaitu sesuai kebutuhan yang dibutuhkan. Karena jika masih kurang ketat (kurang tepat) ikatan, maka dibutuhkan rotan yang lebih panjang untuk menghasilkan nada yang tepat. Tampilan visual rotan pengkait pada alat musik gonrang sidua-dua ini adalah sebagai berikut.


(57)

3.5.4 Pamalu (Stik) Gonrang Sidua-dua

Fungsi musik pamalu adalah untuk memukul sisi depan membran gendang. Pamalu ini terbuat dari bahan bambu hali hambang-hambang. Sebelum dibentuk menjadi pamalu tampilan visual bambu tersebut adalah sebagai berikut.

Gambar 7: Bambu Hali Hambang-hambang

Pamalu merupakan alat bantu untuk memukul gonrang sidua-dua agar menghasilkan pukulan ritem sebagai tempo pengiring alat musik sarunei. Badan pamalu berawal dari batang rotan hali hambang-hambang, yang dapat ditemukan disekitaran ladang-ladang/hutan-hutan yang banyak tumbuh pohon bambu.

Bagian yang dijadikan pamalu tepat berada bagian pangkal bambu hali hambang-hambang (tanda panah pada gambar diatas). Ukuran pamalu tidaklah terlalu ditentukan, akan tetapi sesuai dengan besarnya membran pada gonrang sidua-dua. Karena jika tidak sesuai atau kelebihan panjang, maka dalam memainkan pastilah sulit dalam memainkannya.


(1)

menjadi kulit yang kuat dan dapat menjadikan “membran” (suara ritem) yang akan dihasilkan, dan waktu selebihnya dapat melakukan proses pembuatan yang lainnya. Dalam proses pembuatan ini juga memerlukan “ketelitian”, karena menurut Bapak Rosul Damanik jika ada salah dalam proses pembuatan yang salah “melubangi, salah kikis (merapikan/membersihkan badan gonrang), dalam pengikatan rotan pada kedua sisi” maka akan melakukan pengulangan dalam proses pembuatan.

Seperti dalam pokok permasalahan, penulis juga mengkaji dalam teknik permainan gonrang sidua-dua oleh informan Bapak Rosul Damanik, bahwa gonrang sidua-dua sebuah alat musik Simalungun yang merupakan alat musik membranofon yang pembuatannya menggunakan bahan baku alami dengan proses yang cukup lama menggunakan alat-alat yang sederhana (tidak menggunakan alat elektronika) dan teknik memainkannya dengan memukul menggunakan pamalu dan menghasilkan pukulan sebagai tempo pengiring dalam alat musik sarunei. Gonrang sidua-dua meupakan 2 (dua) buah gonrang bolon yang mengikuti alunan suara sarunei bolon yang disertai 2 (dua) buah gong dan 2 (dua) buah momongan dan juga sebagai ritem pengiring melodi alat musik Simalungun yaitu sarunei. Adapun panggual (pemain musik) yang dibutuhkan 2 (dua) orang dan saling berhadapan, agar mudah dalam berkomunikasi seketika gual (lagu) berganti ke lagu yang lainnya.

Teknik memainkan gonrang sidua-dua memerlukan alat bantu berupa 1 (satu) dan 2 (dua) pamalu. Dalam permainan 1 pamalu biasanya menghasilkan pukulan dalam tempo lambat (topap) yang disebut (sitopapon). Dalam permainan


(2)

1 (satu) pamalu ini juga sering dimainkan untuk upacara ritual, upacara perkawinan, upacara kematian dan sering juga pada saat pertunjukan Budaya Simalungun. Dalam permainan 2 (dua) pamalu, adapun contoh lagu yang sering digunakan dalam permainan menggunakan 2 (dua) pamalu, yaitu haro-haro. Permainan dalam 2 (dua) pamalu ini juga sering dimainkan dalam acara panen massal (panen bersamaan), sebagai ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas pemberiaan panennya kepada masyarakat yang ada didaerah tersebut.

Adapun penyajian proses pembuatan dan teknik memainkan gonrang sidua-dua oleh informanterkait tulisan ini bukan menjadi patokan akan ‘keaslian’ kesenian ini. Data yang penulis dapat selama di lapangan dan di laboratorium merupakan informasi yang akan mendukung pelestarian kesenian ini. Mengingat disiplin Etnomusikologi adalah disiplin ilmu yang mempelajari musik dalam konteks kebudayaan, dimana musik yang dihasilkan oleh manusia itu sendiri yang berarti bentuk kesenian suatu kebudayaan sifatnya dinamis, baik itu ada yang bertambah maupun ada yang berkurang. Sehingga tulisan ini juga akan menjadi pedoman untuk melihat kesenian tradisi ini hidup. Begitu juga dalam hal proses pembuatan, sifatnya juga dinamis, baik ada yang bertambah maupun ada yang berkurang.

Setelah mendapatkan informasi tentang proses pembuatan dan teknik permainan gonrang sidua-dua secara lisan dan tulisan dari informan dan beberapa teori dan sumber lainnya, maka dapat membantu pembaca dalam mempelajari


(3)

proses pembuatan dan teknik memainkannya terkhusus untuk masyarakat Simalungun.

5.2 Saran

Masyarakat Simalungun tentunya memberikan perhatian kepada kebudayan-kebudayaan yang terdapat dalam masyarakatnya sendiri. Terkhusus dalam eksistensi (keberadaan) alat musik tradisional Simalungun, agar selalu menggunakan full (semua) alat musik tradisi Simalungun dalam acara kebudayaan disetiap daerah-daerah Simalungun.

Pelestarian sebuah kebudayaan sebaiknya tidak hanya dilakukan secara regenerasi saja seperti yang terjadi di lingkungan tradisi selama ini. Sehingga tidak berada dalam generasi saja, seperti dalam hal pengetahuan musik dengan kesenian tradisi yang hanya diturunkan kepada keturunannya saja. Penulis mengharapkan adanya pengenalan kesenian terhadap masyarakat lainnya yang akan membantu pelestarian kesenian tersebut, sesuai harapan informan penulis yang berprofesi sebagai pembuat sekaligus pemain alat musik Simalungun dan juga usaha penulis dalam tulisan ilmiah ini yang mencoba membantu mempertahankan kesenian ini.

Diharapkan untuk generasi selanjutnya tetap mendukung perkembangan kebudayan-kebudayaan yang ada di Indonesia terkhusus kebudayaan Simalungun terutama dalam bidang kesenian. Dengan adanya kesadaran masyarakat untuk mendukung perkembangan kebudayaan, maka menunjukkan identitas masyarakat itu sendiri dalam perkembangan aktivitas budayanya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Backus, John. 1977. The Acoustical Foundation of Music. New York: W.W. Norton Company.

Blacking, John. 1974. How Musical is Man? Seattle: University of Washington Press.

Depdiknas, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, Edisi Ketiga.

Denzin, Norman K. dan Yvonna S. Lincoln (eds.). 1995. Handbook of Qualitative Research. Thousand Oaks, London, dan New Delhi: Sage Publications. Fadlin, 1988. Studi Deskriptif Konstruksi dan Dasar-dasar Pola Ritem Gendang

Melayu Sumatera Timur. Skripsi Jurusan Etnomusikologi, Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Herkovits, Melville J., 1948. Man and His Work. New York: Alfred A. Knopft. Hornbostle, Erich M. Van and Curt Sachs. 1961. Classification of Musical

Instrument, Translate from theoriginal German by Antonie Banesand Klaus P. Wachsman.

Ihromi, T,O. 1981. Pokok-pokok Antropologi Budaya . Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat, 1974. Kebudayaan, Mentalitet, dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia.

Koentjaraningrat, 1980. Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta: Rineka Cistra. Koentjaraningrat, 1981. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Koentjaraningrat (ed.), 1994. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:

Gramedia.

Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Antropologi. Jakarta:Rineka Cipta. Mardalis.1995.Metode Penelitian:Suatu Pendekatan Proposal.Bumi Aksara. Merriam, P Alan. 1964. The Anthropology of music. Chicago: North Western

University Press.

Moore,Wilbert E.1965.Social Change.New Delhi: Prentice-Hall Inc.

Nettl, Bruno. 1964. Theory and Method in Ethnomusicology. New York: The Free Press of Glenco.


(5)

Narrol,R., 1965. "Ethnic Unit Classification." Current Anthropology, volume 5 No. 4."

Pasaribu, Ben M., 1986. Taganing Batak Toba: Suatu Kajian dalam Konteks Gondang Sabangunan. Skripsi Etnomusikologi Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara. Medan.

Hood, M Mantle.2010.Triguna: A Hindu-Balinese Philosophy for Gamelan Gong Gede Music.LIT Verlag Münster.

Purba, Setia Dermawan, 1994. Penggunaan, Fungsi, dan Perkembangan Nyanyian Rakyat Simalungun bagi Masyarakat Pendukungnya: Studi Kasus di Desa Dolok Meriah, Kecamatan Dolok Silau, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Tesis S-2. Jakarta: Universitas Indonesia.

Sangti, Batara. 1977. Sejarah Batak. Balige: Karl Sianipar.

Susumu, Khasima. Asia Performing art. (Terjemahan Rizaldi Siagian, 1986).

Sumber Internet http:// id.wikipedia.org/wiki/Suku_Batak

http://wisnunatural.blogspot.com/2012/06/pendekatan-penelitian-etnomusikologi.html


(6)

DATA INFORMAN 1. Nama : Rossul Damanik

Alamat : Desa Sarimatondang 1, Kecamatan Sidamanik, Kabupaten Simalungun

Umur : 57 Tahun

Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil/ Pembuat Alat Musik, Pemain Alat Musik Simalungun Dan Pembuat Alat Musik Simalungun

2. Nama : J. Badu Purba Siboro

Alamat : Jln. Nangka 1 no.18, Desa Lestari Indah, Kecamatan Siantar, Kabupaten Simalungun

Umur : 73 Tahun

Pekerjaan : Pensiunan Pegawai Negeri Sipil/ Pembuat Alat Musik Simalungun dan Pemain Alat Musik Simalungun

3. Nama : Sahat Damanik Umur : 53 Tahun

Alamat : Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun

Pekerjaan : Petani/ Pembuat Alat musik Simalungun Dan Pemain Alat Musik Simalungun