Karakteristik Partisipan Perawatan Masa Nifas Menurut Adat Jawa

BAB IV HASIL PENELITIAN Penelitian fenomenologi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang perawatan postpartum menurut perspektif budaya Jawa. Seluruh partisipan dalam penelitian ini berdomisili di Desa Sei Rejo Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara secara mendalam.

A. Karakteristik Partisipan

Para partisipan terdiri dari delapan orang ibu yang sedang melalui masa nifas dan bayi yang dilahirkannya hidup. Umur partisipan berkisar antara 20-36 tahun. Semua partisipan bersuku Jawa asli dan beragama Islam. Empat orang partisipan sebagai ibu rumah tangga, tiga orang partisipan sebagai petani, dan seorang partisipan lainnya adalah seorang pedagang. Selama melalui masa nifasnya dua orang partisipan tinggal dan dirawat oleh mertunya, lima orang partisipan tinggal dan dirawat oleh orangtua kandungnya, sedangkan satu partisipan lainnya terpisah dari keluarga dan melakukan perawatan masa nifasnya sendiri. Dua orang partisipan pernah mengikuti penyuluhan tentang perawatan masa nifas, yang diselenggarakan di balai desa Sei Rejo bekerjasama dengan pihak pelayan kesehatan di kecamatan Sei Rampah. Dua orang partisipan mempunyai seorang anak, tiga partisipan mempunyai dua orang anak, dua partisipan mempunyai tiga orang anak, sedangkan satu orang partisipan lainnya mempunyai empat orang anak. Tiga partisipan pendidikan terakhirnya SMU, dua partisipan pendidikan terakhirnya SMP, dua partisipan pendidikan terakhirnya SD, dan satu partisipan lainnya tidak mempunyai latar belakang pendidikan. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.1. Distribusi partisipan berdasarkan karakteristik demografi di Desa Sei Rejo Kecamatan Sei Rampah Kabupaten Serdang Bedagai Oktober 2008 - Maret 2009 No Karakteristik Partisipan 1 Usia Ibu 20 – 25 26 – 30 31 – 35 36 4 orang 2 orang 1 orang 1 orang 2 Agama Islam 8 orang 3 Pendidikan SMU SMP SD Tidak pernah sekolah 3 orang 2 orang 2 orang 1 orang 4 Pekerjaan IRT Petani Pedagang 4 orang 3 orang 1 orang

B. Perawatan Masa Nifas Menurut Adat Jawa

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan terhadap delapan partisipan yang memiliki pengalaman langsung dalam hal perawatan masa nifas, peneliti menemukan empat kategori perawatan masa nifas yang umumnya dilakukan oleh masyarakat suku Jawa dan telah diidentifikasi melalui para partisipan, meliputi : 1 perawatan pemeliharaan kebersihan diri 2 perawatan untuk mempertahankan kesehatan 3 perawatan untuk menjaga keindahan tubuh 4 perawatan khusus. Universitas Sumatera Utara Adapun menurut mereka, perawatan-perawatan tersebut hanya dilakukan sampai 36 hari postpartum, yang dalam masyarakat suku Jawa dikenal dengan istilah selapan. Berikut paparan dari masing-masing kategori perawatan masa nifas dalam masyarakat suku Jawa : 1. Perawatan pemeliharaan kebersihan diri. Dari hasil penelitian yang diperoleh melalui wawancara dengan partisipan, maka peneliti mengetahui ada beberapa jenis perawatan masa nifas yang berhubungan dengan perawatan pemeliharaan kebersihan diri. Adapun perawatan-perawatan tersebut antara lain : mandi wajib nifas, irigasi vagina dengan air rebusan daun sirih, serta menapali perut sampai ke vagina dengan menggunakan daun sirih. Berikut uraian dari macam-macam perawatan tersebut : Yang pertama adalah mandi wajib nifas. Perawatan yang biasa banyak dilakukan wanita Jawa pada awal memasuki masa nifas adalah mandi wajib nifas. Dari seluruh partisipan, ada empat partisipan yang memulai perawatan nifasnya dengan mandi wajib nifas. Mandi wajib nifas ini dimaksudkan untuk menghilangkan najis setelah proses persalinan. Mandi ini hanya dilakukan satu kali selama masa nifas, tepatnya esok hari setelah proses persalinan, dan dilakukan pada pagi hari. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan seorang partisipan berikut ini : Ya…tadi malam melahirkan, jadi pagi…mandi. Kalo misalnya pagi melahirkan, besok paginya baru mandi. Partisipan 1 Pernyataan tersebut didukung oleh informasi dari partisipan lainnya : Yang pertama, setelah melahirkan, saya mandi nifas, mandinya pake niat, niat“sengaja aku mandi nifas fardhu karena Allah ta’ala. Partisipan 3 Universitas Sumatera Utara Ya kalo yang pertama itukan tadi mandi wajib nifas, untuk ngilangin dari najis, kalo nifas itukan termasuk najis besar istilahnya. Partisipan 7 Perawatan kedua, irigasi vagina dengan menggunakan air rebusan daun sirih. Tujuan dari perawatan ini adalah untuk menghilangkan kuman dan bau vagina. Air rebusan daun sirih dipakai sebagai irigari vagina sebelum melakukan mandi wajib nifas dan setiap selesai buang air kecil maupun air besar. Air rebusan daun sirih, yang digunakan untuk irigasi vagina ini terkadang bagi sebagian wanita nifas dicampur dengan daun sere. Pernyataan tersebut di atas sesuai dengan pernyataan partisipan berikut : Kalo siap melahirkan kita ceboknya pake air sirih, biar bagus, direbus biar hangat, biar kumannya hilang. Partisipan 2 Daun sirih itu juga direbus untuk ceboknya awak, itu dicampur sama sere, biar kemaluan kita nggak bau. Partisipan 5 Kitakan nifas jadi darah kotor kita itu keluar terus, biar jangan bau pake itulah cebok sama daun sirih itu. Partisipan 7 Perawatan ketiga, menapali perut sampai ke vagina dengan menggunakan daun sirih. Tujuan dari perawatan ini dimaksudkan agar tubuh dan vagina tidak bau. Namun sebelum ditempelkan ke kulit perut, terlebih dahulu daun sirih diganggang di atas api, kemudian diolesi dengan minyak makan, agar mudah melekat jika ditempelkan. Pemasangan daun sirih ini dilakukan setelah pemakaian parem dan sebelum pemasangan gurita. Dari hasil penelitian, ada tiga partisipan dari delapan partisipan yang masih melestarikan perawatan ini. Hal tersebut di atas sesuai dengan kutipan wawancara dari partisipan berikut : …perutnya dikasi daun sirih ditempel-tempelkan dari perut sampe vagina, baru…pake gurita, pake celana. Itu daun sirihya dipanggang dulu, baru diolesi minyak makan biar bisa lengket. Universitas Sumatera Utara Partisipan 1 Itu sama biar kemaluan kita nggak bau, pokoknya biar sehatlah badan kita inipun siap melahirkan tetap harum. Udah siap pake parem ya…ditempelkanlah itu daun sirihnya, baru diikat sama gurita biar nggak lepas. Partisipan 5 2. Perawatan untuk mempertahankan kesehatan Sebagian perawatan yang dilakukan oleh wanita selama masa nifas dilakukan atas dasar kesadaran pentingnya hidup sehat baik pada saat masa nifas yang sedang dilalui, maupun masa mendatang setelah wanita selesai melalui masa nifasnya. Adapun perawatan-perawatan yang dilakukan dengan tujuan menjaga kelangsungan hidup sehat bagi wanita nifas terdiri dari : pemakaian pilis, pengurutan, walikdada, dan wowongan. Yang pertama adalah pemakaian pilis. Pemakaian pilis ini merupakan perawatan yang dilakukan oleh seluruh partisipan. Cara perawatan menggunakan pilis dilakukan dengan mengolesi kening dengan bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan, yang telah dihaluskan. Aturan pemakaian pilis ini, dalam pengolesannya harus dimulai dari sisi kanan kening, dioles mengarah ke sisi kiri kening. Ramuan untuk pembuatan pilis berasal dari campuran kayu manis, delingobengle, bengle, dan pala. Bahan-bahan tersebut dihaluskan dengan cara digiling, kemudian dibentuk dengan dibulat-bulati, setelah itu dijemur. Jika ingin digunakan maka diencerkan dengan menggunakan campuran air secukupnya. Namun, dari kedelapan partisipan hanya dua partisipan yang mengolah sendiri pilis yang dipakainya, enam partisipan lainnya mendapatkan pilis untuk perawatan mereka dari pasar tempat penjual bunga. Pemakaian pilis dipercaya dapat mencegah darah putih naik ke mata. Berdasarkan kepercayaan para partisipan yang didapat dari para terdahulunya, bila wanita selama masa nifas tidak menggunakan pilis, maka mata mereka akan rusak, misalnya saja menjadi rabun. Hal ini sesuai dengan pernyataan beberapa partisipan : Universitas Sumatera Utara Kalo pilis dari kayu manis, delingubengle, sama bengle, sama pala. Partisipan 1 Pilis dioleskan dikening, ngolesnya dari kening kanan ke kiri. Partisipan 4 Kalo pilis itu biar darah putih nggak naik ke mata, biar mata kita tetap terang, nggak pake-pake kaca mata biarpun udah tua. Partisipan 6 Kalo pilis itu biar darah putih yang keluar siap kita melahirkan itu nggak naik ke mata. Karena kok sampek naik ke mata kita bisa rabun gitu loh bu… Partisipan 8 Tapi kalo saya ini dibeli aja di pajak, jadi awak tinggal make aja. Partisipan 8 Perawatan yang kedua adalah kusuk atau pengurutan. Pada perawatan dengan pengurutan ini daerah yang diurut adalah seluruh bagian tubuh wanita postpartum, kecuali daerah perut. Perawatan pengurutan dapat dilakukan pada keesokan hari setelah proses persalinan. Tujuan dari perawatan ini adalah untuk menghilangkan rasa lelah pasca persalinan. Perawatan pengurutan harus dilakukan sebanyak lima kali dengan interval tiga hari selama masa nifas. Delapan partisipan dalam penelitian ini kesemuanya melakukan perawatan pengurutan selama masa nifasnya. Pernyataan para partisipan tentang perawatan pengurutan ini dapat dilihat dari kutipan wawancara berikut : Setelah itu saya dikusuk sama dukun kusuk yang sudah biasa ngusuk perempuan siap melahirkan. Ngusuknya itu satu hari setelah melahirkan, ngusuknya itu pagi-pagi, nggak boleh kalo udah siang, dikusuk sampek 6 kali, yang dari satu hari siap melahirkan sampek lima kali waktunya satu minggu dua kali. Partisipan 3 Ya…kalo kusuk biar capeknya hilang, siap melahirkan itukan capek sih buk, jadi kebiasaannya kalo siap melahirkan itu dikusuk biar capeknya hilang, pegal-pegalnya hilang. Jadi enak badannya, ringan…gitu buk. Itu dikusuknya enam kali aja sesudah melahirkan, satu sampek lima itulah kusuk yang ngilangin capek waktu kita melahirkan, itu dikusuknya tiga hari sekali. Universitas Sumatera Utara Partisipan 5 Kalo kusuk biasa itupun penting kali juga, karena kalo nggak dikusuk matilah, capeknya nggak hilang-hilang, karena itukan capek kali sih buk ngeden- ngedennya. Partisipan 8 Dan yang ketiga adalah walikdada. Walikdada merupakan istilah yang digunakan masyarakat suku Jawa untuk mengatakan perawatan pengurutan yang terakhir. Walikdada merupakan perawatan pengurutan atau kusuk yang keenam selama masa nifas, dan daerah yang diurut adalah perut. Walikdada dilakukan pada hari ke-36 masa nifas. Manfaat dari walikdada ini ialah untuk mengembalikan posisi rahim ke posisi normal. Menurut para partisipan, apabila walikdada tidak dlakukan, maka rahim mereka akan turun. Semua partisipan dalam penelitian ini memilih walikdada sebagai perawatan nifasnya. Pernyataan tersebut sesuai dengan ungkapan beberapa partisipan berikut ini : Ya itulah 36 hari, baru dikusuk lagi. Sebelum itu ya…kusuk-kusuk biasa aja, nanti udah 36 hari baru mbetuli peranakan. Partisipan 2 Kalo walikdada itulah baru kusuk yang untuk mbetuli rahim kita biar jangan kengser kemana-mana gitu…, biar balek lagi ke tempat dulunya kayak awak belum hamil itulah… Partisipan 5 Kalo nggak kusuk itulah nanti yang dibilang orang peranakannya turun, itu ya karna nggak dikusuk siap melahirkan, ya…kusuk yang walikdada itulah. Partisipan 6 Perawatan selanjutnya yaitu Wowongan. Wowongan dalam perawatan postpartum dilakukan dengan menetesi kedua mata setiap kali selesai keramas dengan air dari ujung tetesan rambut. Hal ini dilakukan masing-masing tiga kali pada kedua belah bola mata. Tujuan dari Universitas Sumatera Utara perawatan wowongan adalah agar mata tidak cepat rusak. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan para partisipan berikut ini : Kalo kita habis mandi rambut kita diteteskan ke mata, kalo orang Jawa bilang wowongan. Setiap habis mandi sampek 36 hari, mata kita ditetesi pake rambut basah. Tiga kali-tiga kali, kanan-kiri. Partisipan 4 Terus ya…kalo siap mandi saya disuruh sama mertua, kalo siap mandi itu air rambut siap keramas yang netes-netes ditetesin ke mata, tiga kali-tiga kali, kanan-kiri, biar mata kita nggak cepat rusak. Partisipan 6 Kita itukan keramas jadi dari rambut kita inikan netes-netes air karna keramas itu…itu ya…ditetesin ke mata biar mata kita nggak cepat rusak. Partisipan 7 3. Perawatan untuk menjaga keindahan tubuh Dari berbagai jenis perawatan yang dilakukan selama masa nifas, ada beberapa jenis perawatan yang mengandung unsur kosmetika, yaitu perawatan yang dilakukan dengan tujuan untuk menjaga keindahan bentuk tubuh, atau merupakan upaya untuk mengembalikan bentuk dari bagian-bagian tubuh ke keadaan semula seperti sebelum hamil. Adapun perawatan- perawatan tersebut meliputi : pemakaian parem, duduk senden, tidur dengan posisi setengah duduk, pemakaian gurita, dan minum jamu kemasan. Perawatan pertama yang dilakukan wanita suku Jawa untuk menjaga keindahan tubuhnya yaitu dengan pemakaian bedak parem. Bedak parem dipakai dengan cara dilulurkan ke seluruh tubuh. Bahan untuk pembuatan bedak parem berasal dari ramu-ramuan, yang terdiri dari jahe, kencur, dicampur dengan beras, kemudian dihaluskandigiling, lalu dibentuk dengan dibulat- bulati, setelah itu dijemur. Apabila telah kering, maka dapat digunakan. Namun sebelum digunakan terlebih dahulu dibasahi dengan perasan air jeruk nipis. Perawatan ini dianggap dapat membuat tubuh kencang dan hangat, serta tidak mudah masuk angin. Parem dioles diseluruh Universitas Sumatera Utara tubuh setiap kali selesai mandi. Dan dari hasil wawancara menunjukkan bahwa seluruh partisipan melakukan perawatan ini selama masa nifasnya. Berikut kutipan wawancara dari beberapa partisipan : Parem untuk bedak semua tangan, kaki, badan, biar hangat, nggak mudah masuk angin, badan kitapun cepat padet lagi, nggak melar, balik langsing lagilah badannya. Partisipan 3 Itu nggak usah buat sendiri, biar praktis beli aja di tempat tukang jual-jual bunga, semua pada jual itu, udah taunya itu kalo dibilang mau beli parem… Partisipan 5 Kalo parem itu ditaruh di semua badan biar kencang lagi badan kita, biar hangat, nggak gampang masuk angin. Partisipan 5 Kalo parem bahannya tepung beras, kencur, jahe. Bahan-bahan itu semua ditumbuk, dicampur sama tepung beras, terus dibulat-bulati, dijemur, kalo udah kering ya…udah bisa dipake diairi sama perasan air jeruk nipis”. Partisipan 7 Kalo parem itu biar badan kita hangat, nggak mudah masuk angin, biar kencang lagi badan kita siap melahirkan, perut kita yang longgar jadi cepat kecil lagi, nggak turun kulit perut kita. Selama siap melahirkan ini ya…harus pake itulah…kalo udah siap mandi. Partisipan 8 Perawatan kedua, duduk senden. Selama masa nifas wanita tidak dibenarkan melakukan aktivitas yang berarti, melainkan harus banyak duduk di tempat tidur dengan bantal disusun dibagian belakang tubuh untuk menopang tubuh agar tetap dalam posisi setengah duduk, dan kaki dirapatkan. Perawatan ini dimaksudkan untuk menjaga kerapatan vagina. Dari delapan partisipan, ada empat partisipan yang masih menerapkan perawatan tersebut. Berikut kutipan wawancara yang diambil dari seorang partisipan : …, setelah itu baru duduk senden…itu senden, ini duduk ditaruh bantal banyak di belakang, kaki diikat, biar rapet barang kita, jalan biar nggak ngengkang- Universitas Sumatera Utara ngengkang, duduk nggak boleh lasak, kaki diikat pake kain kecil, kayak sapu tangan. Partisipan 1 Pernyataan tersebut didukung oleh pernyataan partisipan lain : Kalo siap melahirkan gini kita nggak boleh lasak, harus banyak duduk senden di tempat tidur. Partisipan 5 …ya udah…duduk lagilah kita...senden, kayak setengah duduk. Duduknya tapi ditempat tidur dikasi sandaran bantal. Partisipan 8 Perawatan ketiga, tidur dengan posisi setengah duduk. Posisi duduk pada perawatan ini sama dengan posisi duduk pada duduk senden, namun diterapkan pada keadaan tidur. Hal ini juga dimaksudkan untuk menjaga kerapatan vagina. Pernyataan tersebut sesuai dengan ungkapan partisipan sebagai berikut : …, malampun tidurnya nggak boleh pake bantal satu, harus agak setengah duduk, nggak boleh telentang kayak orang biasa. Partisipan 1 Perawatan keempat adalah perawatan dengan pemakaian gurita. Pemakaian gurita didaerah perut dilakukan dengan mengikat pada simpul-simpul yang sudah tersedia. Perawatan ini menurut asumsi masyarakat suku Jawa bermanfaat untuk mempercepat pengecilan perut, dan agar perut tidak melebar. Pemakaian gurita juga bermanfaat bagi sebagian wanita nifas yang menapali bagian perutnya dengan daun sirih, agar daun sirih yang tertempel tersebut tidak lepas. Hal tersebut sesuai dengan ungkapan partisipan berikut : Kalo perut itulah…dipakein gurita biar perutnya nggak kendur, biar cepat kempes lagi, sekalian untuk ngikat sirih yang ditempeli di perut tadi biar jangan lepas, kalo nggak pake gurita, nggak nempellah sirihnya biarpun udah diolesi minyak makan. Partisipan 6 Universitas Sumatera Utara ...pake guritalah di perut biar perut kita ini nggak kendor. Biar cepat kecil. Itu diikat kuat biar ketekan perut ini biar cepat kempesnya, kalo nggak gitu lama dia. Partisipan 7 Dan yang kelima minum jamu kemasan. Jamu kemasan yang digunakan untuk perawatan masa nifas dapat peroleh bebas dari pasaran. Jamu kemasan diolah dengan teknologi modern. Masyarakat suku Jawa menyebutnya dengan jamu kalengan, karena memang jamu tersebut dikemas di dalam kaleng. Biasanya dalam satu kemasan kaleng dapat digunakan selama 40 hari untuk wanita yang sedang dalam masa nifas. Konsumsi dari jamu kemasan dimaksudkan agar tubuh menjadi sehat dan padat. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan partisipan berikut : Terus saya minum jamu kalengan yang untuk wanita habis bersalin itu... Partisipan 5 Ada juga jamu kalengan yang cuma untuk orang siap melahirkan, biasanya sebulan udah ganti, itu untuk sebulan aja. Sama kayak perawatan-perawatan yang lainpunkan…cuma sebulan aja, ya kayak pake parem, pilis, segala macamnya itu ya sebulan juga, sampe 36 hari aja. Partisipan 6 4. Perawatan khusus. Dalam masa nifas, wanita postpartum dalam masyarakat suku Jawa melakukan perawatan tertentu untuk membantu atau merangsang terjadinya keadaan fisiologis selama masa nifas. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap para partisipan, diketahui bahwa perawatan-perawatan tersebut antara lain adalah minum kopi dan minum air jamu wejahan. Selain mandi wajib nifas, sebagian wanita juga memulai perawatan nifasnya dengan minum kopi. Minum kopi dilakukan hanya satu kali saja dan diminum segara setelah proses Universitas Sumatera Utara persalinan selesai. Dari delapan partisipan, ada empat partisipan yang mengawali perawatan nifasnya dengan minum kopi. Adapun kopi yang diminumkan oleh para partisipan merupakan kopi yang dicampur dengan gula. Menurut mereka tujuan dari minum kopi ini adalah untuk mempercepat proses pengeluaran darah kotorgumpalan-gumpalan darah sisa proses persalinan. Hal ini sesuai dengan pernyataan beberapa partisipan sebagai berikut : Kalo kopi itu ya…diminum langsung siap melahirkan itu…, biar cepat keluar darah yang gumpal-gumpal itu, darah-darah kotornya. Itu ya…Cuma itu aja, besok-besoknya ya nggak usah lagi. Partisipan 2 Gini ya bu…saya setelah melahirkan hari pertama, pertama-tama yang saya lakukan udah sipa melahirkan dikasi minum kopi, udah disuntik semuakan, pake gurita, minum kopi. Itu maksudnya biar darah-darah sisa melahirkan kita itu yang ada di dalam perut hilang, keluar semua, nggak ada yang ketinggalan, orangtua bilangkan gitu…, kopinya dikasi gula… Partisipan 4 Perawatannya ya pertamanya disuruh minum kopi sama dukun kusuknya, katanya biar darah kotor kita cepat keluar. Partisipan 6 Perawatan selanjutnya adalah minum air jamu wejahan. Jamu wejahan merupakan jamu yang diolah sendiri, yang ramuannya berasal dari jahe, ketumbar, kunyit, gula jawa, asam jawa, yang dirajang halus-halus, kemudian dikeringkan dengan cara dijemur. Jika ingin diminum terlebih dahulu diseduh dengan air panas dan dicampur dengan garam secukupnya. Jamu wejahan diminum setiap selesai makan tiga kali sehari. Manfaat dari minum air jamu wejahan adalah untuk memperlancar dan memperbanyak produksi ASI. Jamu wejahan dapat dikonsumsi segera setalah proses persalinan selesai. Dari delapan partisipan, lima partisipan mengkonsumsi Universitas Sumatera Utara jamu wejahan selama masa nifasnya. Pernyataan-pernyataan tersebut di atas sesuai dengan pernyataan beberapa partisipan berikut : Baru duduk minum air jamu wejahan, bahannya dari jahe, ketumbar, kunyit, gula jawa, asam jawa, kasi garam sikit baru diaduk-aduk, itu bahan-bahannya dah diracik, terus ditaruh mangkok ato cangkir besar, diseduh pake air panas baru diminum,… Partisipan 1 Jamu wejahan itu mbuatnya dari jahe, kunyit, asam jawa, gula jawa, diaduk, dikasi garam, terus disiram pake air panas. Itu bahan-bahannya yang tadi diracik dulu, dipotongi kecil-kecil, terus dijemur. Ya kalo udah kering, udah bisa dipake, diseduh, itulah jamu wejahannya. Itu siap melahirkan ya…udah bisa langsung diminum. Partisipan 5 Waktu pertamanya air ASI saya belum keluar, ini…pentil putting susu sayapun belum keluar juga, jadi disuruh mamak saya minum jamu wejahan, katanya biar air susu saya banyak. Partisipan 7 Universitas Sumatera Utara BAB V PEMBAHASAN A. Interpretasi dan Diskusi Hasil Sejak hamil sampai sesudah melahirkan, seorang wanita perlu melakukan langkah- langkah perawatan agar pada saat hamil maupun setelah melahirkan berada dalam kondisi yang sehat Muskibin, 2005. Secara tradisional, upaya menjaga kehamilan, persalinan dan nifas telah dilakukan oleh berbagai budaya di Indonesia. Dalam praktik di masyarakat, upaya untuk menjaga kelangsungan nifas yang aman dan sehat kebanyakan dilakukan dengan mencontoh perilaku yang diwariskan oleh para pendahulu dari masing-masing suku. Hal tersebut dapat dilihat pada masyarakat suku Jawa yang masih sangat memegang teguh ajaran-ajaran para pendahulunya dalam memberikan perawatan pada wanita selama masa nifas. Meskipun bila dikaji secara ilmiah dengan berdasar kepada ilmu medis, perlakuan atau perawatan tersebut ada yang dapat diterima karena mendatangkan kebaikan bagi pelakunya, namun sebaliknya perlakuan tersebut ada yang tidak layak diterima karena mendatangkan kerugian. Kerugian tersebut umumnya berupa ancaman bagi kesejahteraan kesehatan wanita nifas maupun bagi bayi yang dilahirkannya. Walaupun demikian, hingga saat ini upaya tradisional masih menjadi suatu fenomena tersendiri yang sulit untuk dihilangkan dari kepribadian suku-suku di Indonesia. Pada budaya tertentu praktik perawatan pasca melahirkan, biasanya dipercayakan kepada seorang yang sudah ahli dalam menolong kelahiran bayi serta mempunyai keterampilan dan pengetahuan khusus yang masih dipegang berdasarkan tradisi turun-temurun. Pada umumnya masyarakat menyebutnya sebagai dukun bayi Swasono, 1998. Universitas Sumatera Utara Adapun berbagai perilaku perawatan masa nifas yang diwariskan secara turun-temurun dalam masyarakat Jawa adalah sebagai berikut : 1. Perawatan pemeliharaan kebersihan diri. Perawatan pertama yang mengandung unsur kebersihan diri yang biasa dilakukan wanita nifas suku Jawa adalah mandi wajib nifas. Menurut keempat partisipan dalam penelitian ini bahwa manfaat mandi wajib nifas dimaksudkan untuk menghilangkan najis setelah proses persalinan. Mandi adalah salah satu upaya untuk kebersihan diri, terutama untuk kulit. Pada saat mandi juga dianjurkan untuk memakai sabun yang lembut Mochtar, 1998. Selain untuk kebersihan kulit, mandi juga bermanfaat untuk memperlancar peredaran darah dan pertukaran zat asam O 2 diseluruh jaringan tubuh dan berkhasiat menghilangkan bau badan Hargono, 1995. Dalam agama Islam, ada dikenal istilah mandi wajib. Mandi wajib bagi perempuan yang telah selesai melahirkan disebut dengan mandi wajib wiladah. Dan apabila darah nifasnya telah habis atau telah kering, maka seorang wanita diwajibkan untuk melakukan mandi nifas Omar, 2007, http: seks xaper.comcustom3.html, diperoleh tanggal 10 Maret 2009. Berbeda dengan hasil wawancara yang didapat dari empat partisipan dalam penelitian ini, mereka menganggap bahwa mandi pertama yang mereka lakukan merupakan mandi wajib nifas. Walaupun tujuannya sama yaitu untuk menghilangkan hadast besar dari seluruh tubuh setelah selesai melahirkan. Selain mandi setelah melahirkan yang dilakukan berdasarkan perintah agama, ada juga mandi nifas yang dilakukan berdasarkan tradisi tertentu dan menyalahi aspek kesehatan, misalnya saja mandi tradisional yang dilakukan dengan pemanasan atau menduduki sesuatu yang panas, sehingga menimbulkan efek yang dapat membahayakan kesehatan ibu. Seperti duduk di Universitas Sumatera Utara atas bara yang panas atau melakukan pemanasan dapat menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan darah, bahkan bisa merangsang perdarahan, serta dapat menyebabkan dehidrasi pada ibu postpartum Edjun, 2002. Perawatan selanjutnya yang dilakukan sebagai upaya kebersihan diri selama masa postpartum adalah irigasi vagina dengan menggunakan air rebusan daun sirih. Luka-luka jalan lahir, seperti bekas episiotomi yang telah dijahit, luka pada vagina dan serviks bila tidak seberapa luas akan mudah sembuh, kecuali bila terdapat infeksi Saifuddin, et al, 2002. Walaupun jahitan episiotomi masih terasa sakit, menjaga kebersihan vagina harus menjadi perhatian utama, karena vulva yang tidak dibersihkan akan meningkatkan resiko terjadinya infeksi. Vulva harus selalu dibersihkan dari depan ke belakang Vivieku, 2007. Selama masa nifas, untuk menjaga kebersihan vagina wanita postpartum dalam masyarakat Jawa menggunakan air rebusan daun sirih yang dicampur dengan sere untuk irigasi vagina setelah buang air besar maupun air kecil. Menurut mereka tujuan dari perawatan ini adalah untuk menghilangkan kuman dan bau vagina. Dalam literatur disebutkan, minyak atsiri dari daun sirih mengandung minyak terbang betIephenol, seskuiterpen, pati, diatase, gula dan zat samak dan chavicol yang memiliki daya mematikan kuman, antioksidasi dan fungisida, juga sebagai anti jamur. Sirih berkhasiat menghilangkan bau badankemaluan yang ditimbulkan bakteri dan cendawan. Daun sirih juga bersifat menahan pendarahan, menyembuhkan luka pada kulit, menghentikan perdarahan, keputihan dan gatal-gatal pada vagina. Rebusan daun sirih gunakan untuk mencuci vagina saat kondisi air masih hangat Muskibin, 2005. Perawatan lain yang dilakukan wanita suku Jawa adalah menapali bagian perut sampai vagina dengan menggunakan daun sirih. Sebelum dilekatkan pada bagian perut, daun sirih Universitas Sumatera Utara tersebut terlebih dahulu diganggang di atas api, kemudian diolesi dengan minyak makan, agar mudah melekat jika ditempelkan. Mereka berasumsi bahwa perawatan ini bermanfaat bagi tubuh dan vagina agar tidak bau. Kalaupun wanita postpartum ingin tubuh tidak bau, maka cukup hanya dengan mandi teratur, seperti yang dikatakan dalam sebuah literatur bahwa mandi bermanfaat untuk memperlancar peredaran darah dan pertukaran zat asam O 2 diseluruh jaringan tubuh dan berkhasiat menghilangkan bau badan Hargono, 1995. 2. Perawatan untuk mempertahankan kesehatan Sebagian perawatan yang dilakukan oleh wanita selama masa nifas dilakukan atas dasar kesadaran pentingnya hidup sehat baik pada saat masa nifas yang sedang dilalui, maupun masa mendatang setelah wanita selesai melalui masa nifasnya. Salah satu perawatan yang dilakukan wanita postpartum untuk menjaga kesehatannya adalah dengan pemakaian pilis. Pemakaian pilis dipercaya dapat mencegah darah putih naik ke mata. Berdasarkan kepercayaan para responden, yang didapat dari para pendahulunya, bila wanita selama dalam masa nifas tidak menggunakan pilis, maka mata wanita nifas tersebut dapat menjadi rusak, misalnya saja menjadi rabun. Adapun bahan pembuatan pilis ini terdiri dari kayu manis, delingobengle, bengle, dan pala. Bahan-bahan tersebut dihaluskan dengan cara digiling, kemudian dijemur dan dibentuk dengan dibulat-bulati, jika ingin digunakan maka diencerkan dengan menggunakan campuran air secukupnya. Pemakaian pilis dengan dioleskan pada kening. Aturan pemakaian pilis ini, dalam pengolesannya harus dimulai dari sisi kanan kening, dioles mengarah ke sisi kiri kening. Ramuan dalan pilis salah satunya terkandung pala, senyawa kimia buah pala terdapat di kulit, daging, biji pala hingga bunganya. Misalnya, kandungan minyak atsiri dan zat samak Universitas Sumatera Utara terdapat pada kulit dan daging buah pala. Sedangkan fuli atau bunga pala mengandung minyak atsiri, zat samak dan zat pati. Sedangkan dari bijinya sangat tinggi kandungan minyak atsiri, saponin, miristisin, elemisi, enzim lipase, pektin, lemonen adanasamoleanolat. Namun manfaat dari buah pala ini adalah untuk membantu mengobati masuk angin, bukan untuk menjaga kesehatan mata Muskibin, 2005. Berbeda dengan masyarakat Talaud, Sulawesi Utara, bukan asumsi darah putih yang naik ke mata yang mereka takutkan, tapi darah putih yang naik ke kepala. Sebab hal tersebut menurut mereka dapat menyebabkan kematian Ulaen, dalam Swasono 1998. Pada masyarakat suku Karo, untuk mencegah mata kabur para wanita postpartum menggunakan jahe pahing selama masa nifasnya. Berbeda dengan masyarakat suku Jawa yang hanya mengoles pilis pada kening, masyarakat suku Karo melakukan penetesan air jahe langsung ke mata untuk mencegah mata kabur Sari, 2004. Bagian dari jahe yang bermanfaat untuk mata adalah rimpangnya yang mengandung minyak asiri 2-3 minyak damar yang berkhasiat untuk menjernihkan penglihatan, anti inflamasi, mencegah mata kabur Mursito, 2001. Selain memakai pilis dengan tujuan mempertahankan kesehatannya, wanita nifas dalam adat Jawa juga melakukan pengurutan untuk tujuan yang sama. Kebanyakan orang menjadi cepat marah, kesal, dan merasa tidak dapat menghadapi hidup ketika mereka kelelahan. Kebanyakan wanita yang baru melahirkan akan sangat lelah selama minggu-minggu dan bulan-bulan pertama, bahkan kadang-kadang tahun-tahun pertama dari kehidupan bayinya Nolan, 2004. Untuk itu masing-masing budaya memiliki berbagai macam perilaku dalam menyikapinya. Seperti yang dilakukan oleh kedelapan partisipan dalam penelitian ini, untuk menghilangkan rasa lelah setelah melahirkan mereka melakukan perawatan pengurutan. Dalam Universitas Sumatera Utara hal ini daerah yang diurut adalah tangan, kaki, punggung, dan pinggang, kecuali daerah perut. Pengurutan jenis ini dilakukan sebanyak lima kali selama masa nifas, dengan interval tiga hari atau dua kali dalam satu minggu. Perawatan pengurutan diserahkan kepada seorang wanita yang sudah ahli dalam menolong persalinan maupun merawat wanita sehabis bersalin, yang dalam masyarakar Jawa dikenal dengan dukun beranak. Pada masyarakat Bandanaera Kabupaten Maluku Tengah, perawatan nifas dengan pengurutan juga dilakukan oleh seorang dukun beranak yang dikenal dengan sebutan mai biang. Hal ini juga didasarkan atas anggapan bahwa pada waktu melahirkan, ibu harus mengejan, sehingga untuk mengembalikan urat-uratnya, tubuhnya harus diurut. Namun pada masyarakat Bandanaera, pengurutan pada daerah dada juga dilakukan, dengan tujuan agar air susu ibu cepat keluar dengan deras. Setelah itu mai biang baru memijat bagian tubuh lainnya, seperti tangan, kaki, punggung, pinggul kanan dan pinggul kiri, dengan tujuan agar ibu lekas menjadi kuat dan tidak merasakan pegal-pegal. Pengurutan ini diulang pada hari kesembilan dan keempat puluh sesudah melahirkan Swasono, 1998. Upaya lain yang dilakukan masyarakat suku Jawa untuk mempertahankan kesehatannya adalah dengan perawatan walikdada. Walikdada adalah istilah untuk mengatakan perawatan pengurutan yang terakhir. Walikdada merupakan perawatan pengurutan yang keenam selama masa nifas, dan daerah yang diurut adalah perut. Walikdada dilakukan pada hari ke-36 masa nifas. Manfaat dari walikdada ialah untuk mengembalikan posisi rahim ke posisi normal. Dari data yang diperoleh, beberapa partisipan mengatakan bahwa apabila walikdada tidak dilakukan selama masa nifas maka rahim mereka akan turun dan hal tersebut mengakibatkan frekuensi buang air kecil menjadi lebih sering. Universitas Sumatera Utara Keluhan wanita bahwa “kandungannya turun” setelah melahirkan, dikarenakan oleh ligament, fasia, jaringan penunjang alat genitalia menjadi agak kendor. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan uterus jatuh ke belakang Saifuddin, et al, 2002. Perubahan pada bagian perut tersebut perlu ditangani segera agar otot-otot perut bisa segera mengencang dan kembali seperti bentuk semula Sastrowinata, 1983. Selama kehamilan, korset abdomen mengalami peregangan mencapai kira-kira dua kali lipat dari panjang semula pada akhir minggu masa kehamilan. Seluruh otot abdomen memerlukan latihan untuk mencapai panjang dan kekuatan semula, namun otot yang terpenting karena perannya dalam menjaga kestabilan panggul ialah otot tranversus. Latihan tranversus dapat dimulai kapanpun ibu merasa mampu dan harus dilakukan sering sambil ibu melakukan aktivitasnya bersama bayi. Senam tranversus dilakukan dengan berbaring dan kedua lutut ditekuk dan kaki datar menapak di tempat tidur. Letakkan kedua tangan di abdomen bawah di depan paha. Tarik napas pada saat akhir, hembuskan napas, kencangkan bagian bawah abdomen di bawah umbilikus dan tahan dalam hitungan sepuluh, lanjutkan dengan bernafas normal. Ulangi sampai sepuluh kali. Perawatan lain yang dilakukan wanita postpartum untuk mempertahankan kesehatan matanya adalah dengan melakukan wowongan. Wowongan dilakukan dengan cara menetesi kedua bola mata dengan air dari tetesan ujung rambut setiap kali selesai keramas. Masing-masing mata diberi tetesan tiga kali. Manfaat dari wowongan selama masa nifas menurut masyarakat suku Jawa adalah agar mata mereka tidak cepat rusak tidak cepat menjadi rabun. Hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan ahli, yang menyatakan bahwa penyebab dari mata rabun adalah 1 disebabkan oleh faktor usia, yaitu usia yang menua sehingga daya akomodasi mata sudah berkurang. Jadi mata tidak bisa melihat jelas benda yang jauh maupun Universitas Sumatera Utara yang dekat, 2 disebabkan karena lensa mata tidak dapat memipih sehingga tidak dapat melihat jauh dengan jelas, 3 disebabkan karena lensa mata tidak dapat dicembungkan sempurna, sehingga tidak bisa melihat benda yang dekat dengan jelas. 3. Perawatan untuk menjaga keindahan tubuh Citra tentang wanita tidak selalu hanya berkaitan dengan perannya sebagai ibu, melainkan juga sebagai istri dalam arti pasangan suaminya. Dalam kebudayaan-kebudayaan yang menganut pandangan ini, terdapat perawatan-perawatan yang ditujukan untuk memperoleh bentuk tubuh yang ideal, yang dikaitkan dengan norma bahwa istri harus selalu berpenampilan menarik, cantik dan dapat melayani suami sebaik-baiknya sebagai pasangan seksual Swasono, 1998. Fenomena di atas sepertinya juga terjadi pada masyarakat suku Jawa bila ditinjau dari perawatan-perawatan yang mereka lakukan untuk mempertahankan keindahan tubuhnya. Hal tersebut dapat dilihat dari uraian berikut : Dari hasil wawancara terhadap delapan partisipan, didapat data bahwa semua partisipan mengadopsi warisan leluhur mereka dalam pemakaian bedak parem sebagai salah satu perawatan selama masa nifasnya. Pemakaian bedak parem dilakukan dengan cara dilulurkan ke seluruh tubuh. Perawatan ini dianggap dapat membuat tubuh kencang dan hangat, serta tidak mudah masuk angin. Bahan untuk pembuatan bedak parem berasal dari ramuan-ramuan, yang terdiri dari jahe, kencur, dicampur dengan beras, kemudian dihaluskandigiling, kemudian dibentuk dengan dibulat-bulati, setelah itu dijemur. Apabila telah kering, maka dapat dipergunakan. Namun sebelum dipergunakan terlebih dahulu dibasahi dengan perasan air jeruk nipis. Dari kedelapan partisipan hanya dua partisipan yang mengolah sendiri parem yang dipakainya, enam Universitas Sumatera Utara partisipan lainnya mendapatkan parem untuk perawatan mereka dari pasaran. Berdasarkan penuturan para partisipan, parem dapat dibeli dari pasar tempat penjual bunga. Bila ditinjau dari literatur, memang benar pemakaian parem berkhasiat untuk mencegah masuk angin, hal tersebut sesuai dengan pernyataan berikut : “kandungan kencur Kaempferia galanga yang merupakan suku tumbuhan Zingiberaceae, digolongkan sebagai tanaman jenis empon-empon yang mempunyai daging buah paling lunak dan tidak berserat, merupakan terna kecil yang tumbuh subur di daerah dataran rendah atau pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak air ini, banyak dikenal sebagai tanaman yang berguna untuk mencegah masuk angin” Mursito, 2001. Pada masyarakat tradisional lainnya, perawatan untuk melangsingkan atau merampingkan perut juga dilakukan dengan menggunakan tapel yang diairi dengan perasan air jeruk nipis Hargono, 1995. Selain perawatan dengan pemakaian bedak parem dengan tujuan agar tubuh wanita nifas kembali seperti keadaan sebelum hamil, wanita nifas suku Jawa juga melakukan perawatan duduk senden agar vaginanya kembali rapat. Menurut beberapa partisipan, wanita yang habis bersalin tidak diperbolehkan lasak atau banyak beraktivitas. Wanita nifas menurut budaya ini harus duduk seharian di tempat tidur dengan bantal disusun dibagian belakang tubuh untuk menopang tubuh agar tetap dalam posisi setengah duduk, dan kaki dirapatkan. Mereka menganggap cara tersebut dapat menjaga kerapatan vagina, dan agar posisi berjalan mereka tidak buruk mengangkang. Dalam ilmu kesehatan, walaupun istirahat dan tidur perlu bagi ibu sehabis melahirkan, tetapi bukan berarti ibu harus berbaringduduk terus selama beberapa hariselama masa postpartum. Dalam literatur dikatakan bahwa wanita postpartum dianjurkan untuk tidur Universitas Sumatera Utara terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring ke kanan dan ke kiri, untuk mencegah adanya thrombosis. Pada hari ke-2 barulah ibu diperbolehkan duduk, hari ke-3 jalan-jalan Saifuddin, et al, 2002 Mochtar, 1998. Pada hari keempat, wanita postpartum sudah dianjurkan untuk melakukan senam nifas. Ambulasi dini ini dilakukan untuk memperlancar sirkulasi darah ibu, mempercepat penyembuhan, mengurangi bahaya embolus, dan memperlancar pengeluaran lokhia yang berarti mempercepat terjadinya involusi uterus Ibrahim, 1996. Berbeda dengan masyarakat etnis Tionghoa di Indonesia, walaupun wanita Tionghoa dalam masa postpartum tidak dianjurkan untuk duduk terus di tempat tidur selama masa nifas, namun mereka dilarang untuk keluar rumah selama satu bulan. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga tubuh wanita postpartum agar tidak masuk angin, juga dengan alasan bahwa kondisi wanita postpartum yang masih kotor yang dapat menyebabkan kesialan bagi orang lain. Dalam tradisi mereka, jika wanita postpartum hendak keluar rumah atau kamar sekalipun, maka ia harus menggunakan handuk atau kain yang diikatkan di kepala dan menutupi area kepalanya. Hal ini agar angin tidak masuk melalui kepala Mahriani, 2008. Perawatan lain yang dilakukan oleh wanita nifas suku Jawa adalah tidur dengan posisi setengah duduk. Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan. Karenanya, ia harus cukup dalam pemenuhan istirahatnya Saifuddin, et al, 2002 Mochtar, 1998. Pada masyarakat suku Jawa, wanita postpartum dianjurkan untuk tidur dengan posisi setengah duduk dan kaki dirapatkan, dengan alasan untuk menjaga kerapatan vagina Menurut Hamilton 1995, kalaupun seorang wanita ingin vaginanya kembali seperti keadaan sebelum hamil, maka dianjurkan untuk melakukan latihan atau teknik peregangan otot dasar pelvik dan otot-otot abdomen ketika kekuatan ibu telah pulih kembali dan memasuki awal Universitas Sumatera Utara periode penyesuaian terhadap proses sesudah persalinan, teknik tersebut dikenal dengan “Kegel’s Exercise”. Teknik ini dapat dilakukan dimana saja, kapan saja, dan dalam posisi apa saja. Latihan ini dapat dilakukan segera setelah melahirkan. Kontraksi otot yang dihasilkan dari exercise ini akan merapatkan jaringan kulit dan jaringan di bawah kulit, serta mempercepat pemulihan luka jalan lahir Handayani, 2003. Perawatan selanjutnya yang dilakukan wanita postpartum dalam masyarakat Jawa untuk memperoleh kembali bentuk tubuhnya adalah dengan melakukan pemakaian gurita. Walaupun menurut para ahli pemakaian gurita hanya perlu pada wanita postpartum yang perutnya sangat longgar, dan wanita postpartum dengan tekanan intra abdominal sangat menurun setelah persalinan seperti pada kehamilan kembar. Tujuan dari pemakaian gurita pada keadaan tersebut adalah untuk mencegah shock, namun penggunaannya juga tidak terlalu lama, hanya kira-kira satu minggu sudah dianggap cukup Sastrowinata, 1983. Pada masyarakat suku Jawa, pemakaian gurita didaerah perut ini dianggap bermanfaat untuk mempercepat proses pengecilan perut, dan agar perut tidak melebar. Pemakaian gurita juga bermanfaat bagi sebagian wanita nifas yang menapali bagian perutnya dengan daun sirih, agar daun sirih yang tertempel tersebut tidak lepas. Berdasarkan penelitian ilmiah dalam ilmu kesehatan, dinyatakan bahwa pemasangan gurita tidak baik bagi kesehatan ibu serta mengganggu kenyamanan ibu, kecuali pada keadaan- keadaan tersebut di atas. Disamping itu, pemakaian gurita terlalu ketat dalam jangka waktu lama akan menyebabkan aliran darah tungkai kurang lancar, sehingga tungkai terasa sakit atau bengkak Handayani, 2003. Kerugian lain yang dapat ditimbulkan dari pemakaian gurita, apabila dipakai dua jam pertama setelah melahirkan, maka akan mempersulit pelayan kesehatan Universitas Sumatera Utara untuk melakukan pemeriksaan fundus uteri, guna memastikan baik tidaknya kontraksi uterus Endjun, 2002. Selain dengan pemakaian parem, gurita, melakukan duduk senden, tidur dengan posisi setengah duduk, cara lain yang dilakukan wanita nifas agar tubuhnya kembali seperti keadaan sebelum hamil adalah dengan cara mengkonsumsi jamu kemasan. Jamu kemasan yang digunakan untuk perawatan masa nifas dapat peroleh bebas dari pasaran. Jamu kemasan diolah dengan teknologi modern. Masyarakat Jawa menyebutnya dengan jamu kalengan, karena memang jamu tersebut dikemas di dalam kaleng. Biasanya dalam satu kemasan kaleng dapat digunakan selama 40 hari untuk wanita yang sedang dalam masa nifas. Penggunaan jamu yang beredar di pasaran sangatlah perlu mendapat pengawasan ketat. Seperti tersebut dalam sebuah literatur : penggunaan obat tradisional seperti jamu telah lama dipraktekkan di seluruh dunia, baik di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia maupun di negara yang telah maju seperti Cina, dan lain-lain. Hal ini sesuai dengan deklarasi Alma Alta dan anjuran WHO yakni dalam rangka peningkatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, upaya kesehatan tradisional dengan obat tradisionalnya perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya, dibina, dan dikembangkan agar lebih berdaya guna. Jamu telah lama digunakan oleh masyarakat dan dilaporkan secara empirik memberi manfaat dalam meningkatkan kesehatan tubuh dan pengobatan berbagai penyakit. Tetapi menurut Tjokronegoro dan Baziad 1993, bahwa penggunaan jamu di kalangan masyarakat ini masih perlu diuji secara klinik untuk mengetahui adanya bukti manfaat terapeutik secara ilmiah. Karena tidak jarang dijumpai ketidak rasionalan dari jamu tersebut, seperti 1 kombinasi berbagai bahan alam tanpa diketahui manfaat masing-masing komponen, 2 aturan pemakaian dosis yang tidak didasari “Dose Finding Study” pada pasien, 3 pengembangan formulasi yang tidak memenuhi syarat- Universitas Sumatera Utara syarat estetika kualitas dan keamanan pemakaian pada manusia, 4 penggunaan jamu kadang- kadang bisa membuat bayi mencret, jika keadaan ini terjadi sebaiknya ibu menghentikan konsumsi jamu. Oleh sebab itu jamu sebaiknya dikosumsi dalam takaran yang tepat Handayani, 2003. 4. Perawatan khusus. Untuk mempercepat proses pengeluaran darah kotor atau gumpalan-gumpalan darah sisa proses persalinan, para perempuan nifas dianjurkan oleh anggota keluarganya untuk minum kopi. Kopi yang diberikan bagi perempuan nifas disajikan dalam keadaan panashangat dan dicampur dengan sedikit gula. Pada saat setelah melahirkan pemberian mimuman yang disajikan dalam keadaan hangat memang bermanfaat, sesuai dengan pernyataan literatur : “pemberian minuman hangat bisa menurunkan rasa nyeri atau kekurangan cairan yang diakibatkan karena terjadinya gejala shock seperti kepala pusing, mata berkunang, berkeringat dingin, jantung berdebar-debar dan sebagainya” Ibrahim, 1996. Penelitian terakhir menunjukkan bahwa mengkonsumsi 2 - 4 cangkir kopi setiap hari mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan. Di antaranya: mengurangi resiko kanker usus besar sampai 25 dibandingkan dengan yang tidak mengkonsumsi kopi, mengurangi resiko batu empedu sampai 45, mengurangi resiko sirosis hati sampai 80, mengurangi resiko penyakit Parkinson 50-80, mengurangi frekuensi serangan asma sampai 25 Davis, 2007. Pada masyarakat suku Jawa yang sedang dalam masa nifas, konsumsi kopi hanya dilakukan satu kali, dan hanya satu gelas. Bila ditinjau dari pernyataan literatur di atas, dapatlah dikatakan bahwa konsumsi kopi yang hanya satu gelas, tentu saja belum memberikan efek yang berarti bagi kesehatan. Universitas Sumatera Utara Berbeda dengan masyarakat suku Jawa, pada masyarakat Bandanaera, untuk mempercepat proses pengeluaran gumpalan darah, yang pada masyarakat tersebut dikenal dengan kotor banta, maka bagi wanita dalam masa nifas diberikan minuman yang terdiri dari campuran jeruk asam jeruk nipis, halia jahe yang diparut, gula merah dan lada, yang semuanya dimasak hingga menjadi cairan kental dan diberi makan rujak sekitar tiga jam setelah melahirkan Swasono, 1998. Selain dengan minum kopi untuk memperlancar pengeluaran sisi-sisa gumpalan darah setelah proses persalinan, wanita nifas dalam masyarakat suku Jawa juga mengkonsumsi jamu wejahan untuk merangsang dan memperbanyak pengeluaran air susunya. Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada kelenjar-kelenjar mamma untuk menghadapi masa laktasi. Perubahan yang terdapat pada kedua mamma antara lain: 1 proliferasi jaringan, terutama kelenjar-kelenjar dan alveolus mamma dan lemak, 2 pada duktus laktiferus terdapat cairan yang kadang-kadang dapat dikeluarkan, cairan tersebut berwarna kuning kolostrum, 3 hipervaskularisasi terdapat pada permukaan maupun pada bagian dalam mamma. Pembuluh-pembuluh vena berdilatasi dan tampak dengan jelas, 4 setelah partus, pengaruh menekan dari estrogen dan progesteron terhadap hipofisis hilang. Timbul pengaruh hormon-hormon hipofisis kembali, antara lain Lactogenic hormone prolaktin yang akan dihasilkan pula. Mamma yang telah dipersiapkan pada masa hamil terpengaruhi, dengan akibat kelenjar-kelenjar berisi air susu. Pengaruh oksitosin mengakibatkan mioepitelium kelenjar-kelenjar susu berkontraksi, sehingga pengeluaran air susu dilaksanakan. Umumnya produksi air susu baru berlangsung betul pada hari ke-2 sampai ke-3 postpartum Rachimhadhi et al, 2002. Universitas Sumatera Utara Seperti pernyataan sebelumnya yang telah tertera di atas, bahwa dalam masyarakat suku Jawa untuk memperlancar dan memperbanyak ASI, wanita postpartum dianjurkan untuk mengkonsumsi jamu wejahan. Jamu ini merupakan jamu yang diracik sendiri, yang ramuannya berasal dari jahe, ketumbar, kunyit, gula jawa, asam jawa, yang dirajang halus-halus, kemudian dikeringkan dengan cara dijemur. Jika ingin diminum terlebih dahulu diseduh dengan air panas dan dicampur dengan garam secukupnya. Jamu wejahan ini diminum setiap selesai makan tiga kali sehari. Upaya kesehatan tradisional telah dikenal dari jaman dahulu kala dan dilaksanakan jauh sebelum pelayanan kesehatan formal dengan menggunakan obat-obatan modern menyentuh masyarakat luas. Sampai saat ini masyarakat masih mengakui dan memanfaatkan pelayanan dari obat tradisional. Salah satu contoh dari obat tradisional adalah jamu. Kandungan kunyit Curcuma domestic yang ada dalam bahan jamu wejahan, yang termasuk salah satu tanaman rempah dan obat. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta bangsa Asia umumnya pernah mengkonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan kecantikan. Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, desmetoksikumin dan bisdesmetoksikurkumin dan zat- zat manfaat lainnya ini dikenal salah satunya untuk memperlancar produksi ASI Mursito, 2001. Selain kunyit, jahe dalam jamu wejahan juga sangat bermanfaat, dalam sebuah literatur disebutkan bahwa jahe yang dikonsumsi terutama berkhasiat untuk menurunkan tekanan darah, karena jahe merangsang pelepasan hormon adrenalin dan memperlebar pembuluh darah, akibatnya darah mengalir lebih cepat dan lancar sehingga memperingan kerja jantung memompa darah. Khasiat lain yaitu menambah nafsu makan, memperkuat lambung, memperbaiki pencernaan karena jahe mengandung enzim Universitas Sumatera Utara pencernaan yaitu protease dan lipase, yang masing-masing mencerna protein dan lemak serta membantu mengeluarkan gas usus. Hal ini dimungkinkan karena terangsangnya selaput lendir perut dan usus oleh minyak atsiri yang dikeluarkan rimpang jahe, jahe juga bermanfaat untuk meningkatkan pembersihan tubuh melalui keringat Kasworo, 2008. Disisi lain, pandangan terhadap budaya tentang jenis ramuan dan obat-obatan yang digunakan oleh setiap kelompok masyarakat pada saat hamil, menjelang saat melahirkan dan sesudah melahirkan, merupakan bahan-bahan yang berasal dari pengetahuan budaya masyarakat yang bersangkutan, dan sebagian sudah digunakan secara turun-temurun sejak beberapa generasi, dan pastinya juga diyakini oleh masyarakat sebagai bahan yang memberikan khasiat bagi wanita selama pasca persalinan, perlu diteliti untuk dipertimbangkan pengembangannya bagi pemanfaatan yang lebih luas Swasono, 1997. Selain dengan cara tradisional, dalam pengobatan modern, apabila ibu postpartum mengalami masalah dengan produksi ASInya, maka obat yang sering dipakai untuk meningkatkan produksi air susu ibu adalah metoclopramide. Obat ini bekerja dengan meningkatkan pelepasan prolaktin dari kelenjar pituitarin. Namun cara yang efektif untuk mendapatkan aliran air susu yang baik adalah pengetahuan bagaimana air susu di produksi, keinginan untuk menyusui, bayi yang sehat dan lapar, palayan kesehatan yang simpatik dan membantu Jones, 2002. Dari uraian tentang perawatan-perawatan nifas tersebut di atas dapatlah dinilai bahwa masyarakat suku Jawa sangat tinggi kepeduliannya terhadap berbagai aspek dalam kehidupannya, misalnya aspek kesehatan dan kecantikan. Namun disayangkan, pola-pola dari pranata-pranata sosial dan tradisi-tradisi budaya menyangkut perilaku yang sengaja untuk Universitas Sumatera Utara meningkatkan kesehatan, belum tentu berefek baik bagi kesehatan Dunn, 1976 dalam Foster 1986. Karena itu aspek-aspek sosial budaya yang berkaitan dengan perawatan pasca persalinan dengan segala konsekuaensi baik dan buruknya terhadap kesehatan perlu dijadikan bahan pertimbangan bagi para personil kesehatan di Indonesia dalam upaya meningkatkan keberhasilan pelayanan kesehatan yang diterapkan pada wanita selama masa nifas. Khususnya, pemahaman yang menyeluruh dan utuh terhadap berbagai pandangan, sikap dan perilaku pasca kelahiran dalam konteks budaya masyarakat yang bersangkutan, karena hal tersebut sangat diperlukan bagi pembentukan strategi-strategi yang lebih tepat dalam melakukan perubahan yang diinginkan.

B. Implikasi