Berdasarkan fakta yang terjadi pada masyarakat di atas, dapatlah dikatakan bahwa memang benar ada beberapa nilai kepercayaaan masyarakat yang berhubungan dengan
perawatan postpartum. Mengingat bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang multikultural, maka fenomena tersebut sangat wajar terjadi. Dan pengetahuan tentang aspek
budaya merupakan hal penting diketahui oleh pelayan kesehatan untuk memudahkan dalam melakukan pendekatan dan pelayanan kesehatan. Sebab, tidak semua perawatan yang
dilakukan dengan berpedoman pada warisan leluhur tersebut bisa diterima sepenuhnya, bisa saja perawatan-perawatan yang dilakukan tersebut memberikan dampak kesehatan yang
kurang menguntungkan bagi ibu dan bayinya. Hal ini tentu saja memerlukan perhatian khusus untuk mengatasinya Swasono, 1998.
Dari uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk mengadakan penelitian tentang aspek budaya, khususnya budaya Jawa, mengingat bahwa masyarakat suku Jawa adalah
masyarakat yang banyak tersebar di berbagai kepulauan di Indonesia, yang salah satunya adalah pulau Sumatera. Selain itu setelah penulis melakukan tinjauan literatur, belum pernah
ada penelitian yang khusus mempelajari dan membahas perawatan postpartum menurut perspektif budaya Jawa. Oleh karena itu, penelitian tentang perawatan postpartum menurut
perspektif budaya Jawa penting dilakukan.
B. Pertanyaan Penelitian
Universitas Sumatera Utara
Bagaimana perawatan postpartum pada masyarakat suku Jawa di Desa Sei Rejo,
Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara? C. Tujuan Penelitian
Identifikasi cara perawatan postpartum yang dilakukan oleh Ibu suku Jawa di Desa
Sei Rejo, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara. D. Manfaat Penelitian
1. Pelayanan KesehatanKebidanan
Hasil penelitian
yang diperoleh
diharapkan dapat
menjadi sumber
pengetahuan dan strategi bagi pelayan kesehatan dalam memberikan asuhan yang lebih komprehensif pada ibu postpartum dengan memperhatikan aspek budaya setempat yang
dapat dikembangkan tanpa meninggalkan nilai-nilai dasar budaya itu sendiri, serta tidak mengikutsertakan hal - hal yang dapat merugikan kelangsungan proses nifas yang dapat
memberikan dampak kesehatan kurang menguntungkan baik bagi ibu maupun bagi bayi yang
dilahirkannya. 2. Perkembangan ilmu kebidanan khususnya asuhan kebidanan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebagai bekal mahasiswa nantinya dalam menerapkan asuhan kebidanan secara komprehensif pada ibu nifas dengan
memperhatikan aspek budaya setempat dan dikembangkan tanpa meninggalkan nilai dasar budaya. Namun, tidak mengikutsertakan hal-hal yang membawa pengaruh negatif.
3. Penelitian Kebidanan Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi awal untuk penelitian
selanjutnya dalam melakukan penelitian aspek-aspek budaya dalam kesehatan, khususnya
Universitas Sumatera Utara
untuk populasi ibu postpartum yang bersuku Jawa di Desa Sei Rejo, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Masa nifas
1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas puerperium dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa ini berlangsung selama 6-8 minggu
Saifuddin et al, 2002. Asuhan selama periode nifas sangat diperlukan karena merupakan masa kritis baik bagi ibu maupun bagi bayi yang dilahirkannya. Diperkirakan bahwa 60 kematian
ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan, yang mana 50 kematian ibu pada masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama. Di samping itu, masa tersebut juga merupakan masa kritis dari
kehidupan bayi, karena dua pertiga kematian bayi terjadi dalam 4 minggu setelah persalinan dan 60 kematian bayi baru lahir terjadi dalam waktu 7 hari setelah lahir Winkjosastro et al, 2002.
2. Tujuan Asuhan
Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologik. Mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. Memberikan
pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat. Memberikan pelayanan keluarga
berencana Winkjosastro et al, 2002. 3.
Program dan kebijakan teknis dalam asuhan masa nifas Pada masa nifas dilakukan paling sedikit 4 kali kunjungan, hal ini dilakukan untuk
menilai status ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah mendeteksi dan menangani masalah- masalah yang terjadi. Kunjungan pertama, dilakukan pada 6-8 jam setelah persalinan. Kunjungan
ini dilakukan dengan tujuan mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri. Mendeteksi
Universitas Sumatera Utara
dan merawat penyebab lain perdarahan, dan merujuk bila perdarahan berlanjut. Memberikan konseling kepada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaimana mencegah perdarahan masa
nifas karena atonia uteri. Pemberian ASI awal, membantu melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir, juga menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia Winkjosastro et
al, 2002. Kunjungan kedua, dilakukan pada 6 hari setelah persalinan. Kunjungan ini dilakukan
dengan tujuan untuk memastikan involusi uterus berjalan normal, yaitu uterus berkontraksi dan fundus di bawah umbilikus. Menilai adanya tanda-tanda infeksi atau perdarahan abnormal.
Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan dan istirahat. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-tanda penyulit. Memberikan konseling pada ibu
mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari. Kunjungan ketiga dilakukan pada dua minggu setelah persalinan, yang mana kunjungan
ini tujuannya sama dengan kunjungan yang kedua. Setelah kunjungan ketiga maka dilakukanlah kunjungan pada 6 minggu setelah persalinan yang merupakan kujungan terakhir selama masa
nifas, yang mana kunjungan ini bertujuan untuk menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami, juga memberikan konseling untuk mendapatkan pelayanan KB secara
dini Saifuddin et al, 2002.
4. Perubahan- perubahan fisiologis yang terjadi selama nifas
Dalam masa nifas alat-alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat-alat genitalia ini dalam
Universitas Sumatera Utara
keseluruhannya disebut involusi. Disamping involusi ini, terjadi juga perubahan penting lain, seperti timbulnya laktasi yang dipengaruhi oleh Lactogenic Hormone dari kelenjar hipofisis
terhadap kelenjar-kelenjar mamma Saifuddin et al, 2002. Setelah janin dilahirkan fundus uteri kira-kira setinggi pusat; segera setelah plasenta
lahir, tinggi fundus uteri kurang lebih 2 jari di bawah pusat. Uterus menyerupai suatu buah advokat gepeng berukuran panjang kurang lebih 15 cm, lebar kurang lebih 12 cm dan tebal
kurang lebih 10 cm. Dinding uterus sendiri kurang lebih 5 cm, sedangkan pada bekas implantasi plasenta lebih tipis daripada bagian lain. Pada hari ke-5 postpartum uterus kurang lebih setinggi
7 cm di atas simfisis atau setengah simfisis pusat, sesudah 12 hari uterus tidak dapat diraba lagi di atas simfisis. Bagian bekas implantasi plasenta merupakan suatu luka yang kasar dan
menonjol ke dalam kavum uteri, setelah persalinan. Penojolan tersebut, dengan diameter kurang lebih 7,5 cm, sering disangka sebagai suatu bagian plasenta yang tertinggal. Sesudah 2 minggu
diameternya menjadi 3,5 cm dan pada 6 minggu telah mencapai 2,4 mm Saifuddin, et al, 2002 Mochtar, 1998.
Uterus gravidus a term beratnya kira-kira 1000 gram. Satu minggu postpartum berat uterus akan menjadi kurang lebih 500 gram, 2 minggu postpartum menjadi 300 gram, dan
setelah 6 minggu postpartum, berat uterus menjadi 40 sampai 60 gramberat uterus normal kurang lebih 30 gram. Otot-otot uterus berkontraksi segera postpartum. Pembuluh-pembuluh
darah yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah plasenta dilahirkan Saifuddin, et al, 2002.
Perubahan-perubahan yang terdapat pada serviks ialah segera postpartum bentuk serviks agak menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan
kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga seolah-olah pada perbatasan antara
Universitas Sumatera Utara
korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin. Warna serviks sendiri merah kehitam- hitaman karena penuh pembuluh darah. Konsistensinya lunak. Segera setelah janin dilahirkan,
tangan pemeriksa masih dapat dimasukkan ke dalam kavum uteri. Setelah dua jam hanya dapat dimasukkan 2-3 jari, dan setelah 1 minggu, hanya dapat dimasukkan 1 jari ke dalam kavum
uteri Saifuddin, et al, 2002 Mochtar, 1998. Perubahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah terjadi degenerasi, dan
nekrosis di tempat implantasi plasenta. Pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2- 5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin. Setelah
3 hari, permukaan endometrium mulai rata akibat lepasnya sel-sel dari bagian yang mengalami degenerasi. Sebagian besar endometrium terlepas. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa
sel desidua basalis, yang memakan waktu 2 sampai 3 minggu. Jaringan-jaringan di tempat implantasi plasenta mengalami proses yang sama, ialah degenerasi dan kemudian terlepas.
Pelepasan jaringan berdegenerasi ini berlangsung lengkap. Dengan demikian, tidak ada pembentukan jaringan parut pada bekas tempat implantasi plasenta Winkjosastro, 2002.
Ligamen-ligamen dan diafragma pelvis serta fasia yang meregang sewaktu kehamilan dan partus, setelah janin lahir, berangsur-angsur ciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang
ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan uterus jatuh ke belakang. Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan oleh karena ligament,
fasia, jaringan penunjang alat genitalia menjadi agak kendor. Luka-luka jalan lahir, seperti bekas episiotomi yang telah dijahit, luka pada vagina dan serviks bila tidak seberapa luas akan
mudah sembuh, kecuali bila terdapat infeksi Winkjosastro et al, 2002. Sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-persiapan pada kelenjar-kelenjar
mamma untuk menghadapi masa laktasi. Perubahan yang terdapat pada kedua mamma antara
Universitas Sumatera Utara
lain: 1 proliferasi jaringan, terutama kelenjar-kelenjar dan alveolus mamma dan lemak, 2 pada duktus laktiferus terdapat cairan yang kadang-kadang dapat dikeluarkan, cairan tersebut
berwarna kuning kolostrum, 3 hipervaskularisasi terdapat pada permukaan maupun pada bagian dalam mamma. Pembuluh-pembuluh vena berdilatasi dan tampak dengan jelas, 4
setelah partus, pengaruh menekan dari estrogen dan progesteron terhadap hipofisis hilang. Timbul pengaruh hormon-hormon hipofisis kembali, antara lain lactogenic hormone prolaktin
yang akan dihasilkan pula. Mamma yang telah dipersiapkan pada masa hamil terpengaruhi, dengan akibat kelenjar-kelenjar berisi air susu. Pengaruh oksitosin mengakibatkan mioepitelium
kelenjar-kelenjar susu berkontraksi, sehingga pengeluaran air susu dilaksanakan. Umumnya produksi air susu baru berlangsung betul pada hari ke-2 sampai ke-3 postpartum Rachimhadhi
et al, 2002. Suhu badan wanita inpartu tidak lebih dari 37,2
Celcius. Sesudah 12 jam pertama melahirkan, umumnya suhu badan akan kembali normal. Bila suhu badan lebih dari 38,0
Celcius, mungkin ada infeksi. Nadi umumnya berkisar antara 60-80 denyutan permenit. Segera setelah partus dapat terjadi bradikardia. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil
dibandingkan dengan suhu badan Winkjosastro et al, 2002. Pada sistem pernapasan, fungsi pernapasan kembali pada rentang normal dalam jam
pertama pascapartum. Napas Pendek, cepat, atau perubahan lain memerlukan evaluasi adanya kondisi-kondisi abnormal Varney, 2003.
Lokhea adalah sekret yang keluar dari kavum uteri dan vagina pada masa nifas. Pada hari pertama dan kedua lokhea rubra atau kruenta, terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa
selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium. Pada hari ke- 3 sampai ke-7 keluar cairan berwarna merah kuning berisi darah dan lendir. Pada hari ke-7
Universitas Sumatera Utara
sampai ke-14 cairan yang keluar berwarna kuning, cairan ini tidak berdarah lagi, setelah 2 minggu, lokhea hanya merupakan cairan putih yang disebut dengan lokhea alba Mochtar,
1998. 5.
Perawatan -perawatan pada masa nifas Umumnya wanita sangat lelah setelah melahirkan. Karenanya, ia harus cukup dalam
pemenuhan istirahatnya. Dari hal tersebut ibu harus dianjurkan untuk tidur terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring-miring ke kanan dan ke kiri, untuk mencegah
adanya thrombosis. Pada hari ke-2 barulah ibu diperbolehkan duduk, hari ke-3 jalan-jalan, dan hari ke-4 atau ke-5 sudah diperbolehkan pulang Winkjosastro et al, 2002 Mochtar, 1998.
Diet yang diberikan harus bermutu tinggi dengan cukup kalori, mengandung cukup protein, cairan, serta banyak sayur-sayuran dan buah-buahan Winkjosastro et al, 2002
Mochtar, 1998. Miksi atau berkemih harus secepatnya dapat dilakukan sendiri. Kadang-kadang wanita
mengalami sulit kencing karena sfingter uretra tertekan oleh kepala janin, sehingga fungsinya terganggu. Bila kandung kemih penuh dan wanita tersebut tidak dapat berkemih sendiri,
sebaiknya dilakukan kateterisasi dengan memperhatikan jangan sampai terjadi infeksi Winkjosastro et al, 2002.
Defekasi atau buang air besar harus ada dalam 3 hari postpartum. Bila ada obstipasi hingga skibala tertimbun di rectum, dapat dilakukan klisma atau diberikan laksans per oral atau
per rectal. Namun dengan diadakannya mobilisasi secara dini, tidak jarang retensio urin et alvi dapat diatasi. Di sini dapat ditekankan bahwa wanita baru bersalin memerlukan istirahat dalam
jam-jam pertama postpartum, akan tetapi jika persalinan ibu serba normal tanpa kelainan, maka
Universitas Sumatera Utara
wanita yang baru bersalin itu bukan seorang penderita dan hendaknya jangan dirawat seperti seorang penderita. Winkjosastro et al, 2002.
Bila wanita itu sangat mengeluh tentang adanya after paints atau mules, dapat diberi analgetik atau sedatif supaya ia dapat beristirahat atau tidur. Delapan jam postpartum wanita
tersebut disuruh mencoba menyusui bayinya untuk merangsang timbulnya laktasi. Kecuali bila ada kontraindikasi untuk menyusui bayinya, seperti wanita yang menderita tifus abdominalis,
tuberculosis aktif, diabetes mellitus berat, psikosis, putting susunya tertarik ke dalam dan lain- lain. Bayi dengan labio palato skiziz sumbing tidak dapat menyusu oleh karena tidak dapat
menghisap. Hendaknya hal ini diketahui oleh bidan atau dokter yang menolongnya. Minumannya harus diberikan melalui sonde. Begitu pula dengan bayi yang dilahirkan dengan
alat seperti ekstraksi vakum atau cunam dianjurkan untuk tidak menyusu sebelum benar-benar diketahui tidak ada trauma kapitis. Pada hari ketiga atau keempat bayi tersebut baru
diperbolehkan untuk menyusu bila tidak ada kontraindikasi. Winkjosastro et al, 2002 Mochtar, 1998.
Perawatan mamma harus sudah dilakukan sejak kehamilan, areola mamma dan puting susu dicuci teratur dengan sabun dan diberi minyak atau cream , agar tetap lemas, jangan
sampai kelak mudah lecet dan pecah-pecah. Sebelum menyusui mamma harus dibikin lemas dengan melakukan massage secara menyeluruh. Setelah areola mamma dan putting susu
dibersihkan, barulah bayi disusui Winkjosastro et al, 2002 Mochtar, 1998. Bayi yang meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara mengadakan pembalutan
kedua mamma hingga tertekan, dan dapat pula diberikan Bromocryptin sehingga pengeluaran lactogenic hormone tertekan Winkjosastro et al, 2002 Mochtar, 1998.
Universitas Sumatera Utara
Pengunjung atau tamu sehat boleh mengunjungi wanita postpartum. Hendaknya para pengunjung harus dalam keadaan sehat dan bersih untuk mencegah kemungkinan terjadinya
penularan penyakit oleh karena wanita dalam masa nifas mudah sekali terkena infeksi. Pemakaian gurita yang tepat masih dibenarkan pada wanita postpartum. Ketika dipulangkan,
diberi penjelasan dan motivasi tentang cara menjaga bayi, memberi susu dan makanan bayi, keluarga berencana, hidup dan makanan sehat, dan dipesan untuk memeriksakan diri lagi
Winkjosastro et al, 2002 Mochtar, 1998.
B. Konsep Budaya dalam Perawatan Postpartum