Prevalensi Infestasi Parasitoid pada Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) di Perkebunan Teh Kabupaten Purwakarta

PREVALENSI INFESTASI PARASITOID PADA ULAT SUTERA
LIAR Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) DI PERKEBUNAN TEH
KABUPATEN PURWAKARTA

LUCKY AGUNG ISKANDAR

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Prevalensi Infestasi
Parasitoid pada Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) di
Perkebunan Teh Kabupaten Purwakarta” adalah benar karya saya dengan
pengarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2014
Lucky Agung Iskandar
NIM B04090095

ABSTRAK
LUCKY AGUNG ISKANDAR. Prevalensi Infestasi Parasitoid pada Ulat Sutera Liar
Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) di Perkebunan Teh Kabupaten Purwakarta.
Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI dan DAMIANA RITA EKASTUTI.

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi infestasi parasitoid
terhadap Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae), karakteristik keluarnya
parasitoid pada pupa, jenis parasitoid, dan tingkat infestasi masing-masing
parasitoid. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi total infestasi parasitoid pada
A. atlas di perkebunan teh Kabupaten Purwakarta adalah 29.61 %. Jenis parasitoid
yang didapatkan tiga spesies, yaitu (1) Xanthopimpla gampsura (Hymenoptera:
Ichneumonidae) dengan prevalensi 21.23%, parasitoid ini membuat lubang pada
pupa inang di anterior berukuran 5.39 ± 0.49 mm; (2) Theronia sp. (Hymenoptera:

Ichneumonidae) dengan prevalensi 6.15% dengan lubang terletak di anterior (2.75
± 0.21 mm), di lateral (2.67 ± 0.29 mm), dan terdapat lubang di anterior serta
lateral dalam satu pupa (2.75 ± 0.21 mm). Parasitoid yang ke (3) Exorista
sorbillans (Diptera: Tachinidae) dengan prevalensi 2.23%. Parasitoid E.
sorbillans ada di dalam pupa berkisar 5–8 larva/pupa A. atlas.
Kata kunci: Attacus atlas, parasitoid, perkebunan teh, prevalensi

ABSTRACT
LUCKY AGUNG ISKANDAR. The Prevalence of the Parasitoid Infestation Wild
Silkworm Attacus atlas (Lepidoptera: Saturiidae) in the Tea Plantation Purwakarta
Regency. Supervised by UPIK KESUMAWATI HADI and DAMIANA RITA
EKASTUTI.

The purpose of this research was to study of prevalence infestation of
parasitoids to Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae), characteristic of the pupae
parasitoids discharge, species of parasitoid, and infestation of parasitoid. The
results showed the prevalence of parasitoids on A. atlas in the tea plantation
Purwakarta Regency was 29.61%. There were three species of parasitoid
obtained, i.e. (1) Xanthopimpla gampsura (Hymenoptera: Ichneumonidae) with a
prevalence of 21.23%, this parasitoid were make a hole in the anterior pupae (5.39

± 0.49 mm); (2) Theronia sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae) with a prevalence
of 6.15%, with hole located anterior (2.75 ± 0.21 mm), lateral (2.67 ± 0.29 mm),
and the anterior-lateral holes in one pupae (2.7 ± 0.21 mm), and Parasitoid (3)
Exorista sorbillans (Diptera: Tachinidae) with the prevalence of 2.23%. There
were 5-8 larva of E. sorbillans / pupa of A. atlas.
Keywords: Attacus atlas, parasitoid, prevalence , tea plantation

PREVALENSI INFESTASI PARASITOID PADA ULAT SUTERA LIAR
Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) DI PERKEBUNAN TEH
KABUPATEN PURWAKARTA

LUCKY AGUNG ISKANDAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Prevalensi Infestasi Parasitoid pada Ulat Sutera Liar Attacus atlas
(Lepidoptera: Saturniidae) di Perkebunan Teh Kabupaten
Purwakarta
Nama
: Lucky Agung Iskandar
NIM
: B04090095

Disetujui oleh

Prof Drh Upik Kesumawati Hadi, MS, PhD
Pembimbing I

Dr Drh Damiana R. Ekastuti, MS, AIF
Pembimbing II


Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet
Wakil Dekan

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Prevalensi Infestasi Parasitoid
pada Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera: Saturniidae) di Perkebunan Teh
Kabupaten Purwakarta” dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Drh Upik Kesumawati Hadi,
MS, PhD dan Ibu Dr Drh Daminana Rita Ekastuti, MS, AIF selaku pembimbing
yang telah banyak memberi saran dan memotivasi agar cepat menyelesaikan
skripsi. Disamping itu ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr Drh
Yusuf Ridwan, MSi selaku pembimbing akademik yang telah membimbing
penulis selama menjadi mahasiswa FKH Institut Pertanian Bogor (IPB).
Ungkapan terima kasih dan rasa sayang disampaikan kepada Bapak Drs
Yanto Supa’at dan Ibu Tiktik Susiati Ikna, MKM yang selalu mendoakan dan

selalu mendidik penulis hingga seperti saat ini, serta adik Salma Nabilah yang
menemani orang tua penulis selama penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di
IPB. Selanjutnya ungkapan terima kasih kepada teman-teman penelitian Attacus
atlas M. Alex, Mutaqinullah, Ridho Septiadi, Ridho Walidaini, dan Eko Prasetyo
Nugroho. Di samping itu, salam persahabatan penulis ucapkan kepada temanteman Geochelone 46 yang selama ini berjuang untuk meraih cita-cita untuk
menjadi dokter hewan di FKH IPB.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
kesalahan. Terlepas dari kekurangan yang ada, penulis berharap skripsi ini dapat
memberi manfaat bagi yang membutuhkan.

Bogor, Oktober 2014
Lucky Agung Iskandar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

i

DAFTAR GAMBAR


ii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA


2

Klasifikasi dan Siklus Hidup Attacus atlas

2

Morfologi dan Perilaku A. atlas

3

Penyebaran A. atlas

5

Parasitoid pada A. atlas

5

MATERI DAN METODE


5

Waktu dan Tempat

5

Prosedur Penelitian

6

Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Prevalensi Infestasi Pupa A. atlas yang diambil dari Perkebunan Teh


8

Karakteristik Pupa A. atlas yang Terinfestasi Parasitoid

8

Jenis Parasitoid pada Pupa A. atlas

9

Tingkat Infestasi Masing-Masing Parasitoid

12

Kepentingan Parasitoid di Alam

13

SIMPULAN DAN SARAN


13

DAFTAR PUSTAKA

14

RIWAYAT HIDUP

16

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan pupa A. atlas yang diambil dari perkebunan teh di
wilayah Kabupaten Purwakarta pada tahun 2013

8

2 Karakteristik pupa yang terinfestasi parasitoid yang diambil dari
perkebunan teh di wilayah Kabupaten Purwakarta pada tahun 2013

9

3 Jumlah pupa yang terinfestasi oleh masin-masing parasitoid dari pupa A.
atlas dari perkebunan teh di wilayah Kabupaten Purwakarta pada tahun
2013

13

DAFTAR GAMBAR
1 Siklus hidup A. atlas

2

2 Imago A. atlas jantan dan betina

3

3 Kokon A. atlas

4

4 Kondisi Perkembangan Pupa A. atlas

7

5 Posisi lubang pada pupa A. atlas yang telah terinfestasi parasitoid

9

6 Ciri morfologi Xanthopimpla gampsura

10

7 Ciri morfologi Theronia sp.

11

8 Pupa yang terinfestasi Exorista sorbillans

12

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki biodiversitas tinggi.
Indonesia diketahui memiliki empat jenis ulat sutera liar (Ordo Lepidoptera,
Famili Saturniidae), yaitu Attacus atlas, Cricula trifenestrata, Antheraea pernyi,
dan Philosamia ricini (Solihin et. al 2010). Satu di antara ulat sutera liar yang
sering ditemui ialah Attacus atlas. Keberadaan A. atlas di Indonesia tersebar
dari Sabang sampai Merauke (Peigler 1989).
A. atlas menghasilkan kokon sutera yang belum banyak dibudidayakan
dibandingkan dengan ulat sutera Bombyx mori di Indonesia. Kokon A. atlas
banyak diambil secara langsung dari alam. Di perkebunan teh Purwakarta, A.
atlas dianggap sebagai hama yang dapat menurunkan produksi daun teh.
Masyarakat di sana belum menganggap sebagai peluang usaha dan
membudidayakan A. atlas secara intensif. Pengambilan kokon langsung dari
alam berdampak pada populasi dari serangga tersebut di alam.
Kokon A. atlas digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kain sutera.
Serat sutera yang dihasilkan dari A. atlas memiliki keistimewaan, yaitu benang
yang panjang, lembut, tekstur serat yang kuat, dan daya serap kelembaban
hingga 20% (Indrawan 2007). Hal ini menyebabkan kain lebih sejuk. Kokon A.
atlas juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan asesoris, kerajinan tangan serta
bahan pengawet alami makanan (Faatih 2005).
Kokon A. atlas memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Permintaan dunia
terhadap kokon ulat sutera cukup tinggi. Harga benang sutera A. atlas lebih
mahal dibandingkan harga benang sutera Bombyx mori. Harga benang sutera A.
atlas Rp 1 500 000/kg sedangkan Bombyx mori Rp 300 000/kg (Solihin et al.
2010). Menurut Ketua Asosiasi Sutera Indonesia kebutuhan sutera dalam negeri
mencapai 900 ton/tahun. Produsen sutera domestik hanya mampu menghasilkan
5% dari total kebutuhan, sehingga sisanya sekitar 95% diimpor dari China
(Herlinda 2014).
Tingkat keberhasilan budidaya ulat sutera liar hingga tahap kokon pada
lingkungan terbuka sangat rendah (10%) (Situmorang 1996). Penyebabnya
adalah faktor lingkungan seperti hujan, angin, panas, parasitoid, dan predator
yang tidak dapat dikontrol. Musuh alami dari A. atlas adalah beberapa jenis
burung, laba-laba, tawon, semut, dan kadal (Kalshoven 1981). Selain itu,
parasitoid merupakan musuh alami yang dapat menyebabkan penurunan
kualitas kokon dan kematian pada A. atlas. Parasitoid dapat menyerang
beberapa fase siklus hidup inang tergantung dari spesiesnya. Menurut Peigler
(1989), terdapat 15 spesies parasitoid yang menjadikan A. atlas sebagai
inangnya. Genus Xanthopimpla merupakan genus parasitoid yang paling
banyak ditemukan di Asia Tenggara.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui prevalensi infestasi parasitoid
pupa A. atlas, (2) mempelajari pola keluarnya parasitoid dari pupa, (3)
mengetahui spesies parasitoid yang menginfestasi, dan (4) mengetahui tingkat
persentase infestasi masing-masing spesies parasitoid.

2
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi tentang
prevalensi infestasi dan jenis parasitoid yang terdapat pada A. atlas yang
diambil dari perkebunan teh di Kabupaten Purwakarta.

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi dan Siklus Hidup Attacus atlas
A. atlas merupakan serangga holometabola artinya serangga yang
mengalami metamorfosis sempurna (Gambar 1). Serangga tersebut mengalami
stadium telur, larva dengan enam instar, pupa, dan imago (dewasa) (Barus
2010). Total waktu yang diperlukan A. atlas yang diberikan pakan daun teh
untuk menyelesaikan sekali daur hidupnya memerlukan waktu 63–82 hari
dengan rataan 72.5 ± 7.48 hari (Awan 2007). Klasifikasi Attacus atlas menurut
Peigler (1989) adalah:
Filum
: Arthropoda
Kelas
: Insekta
Divisi
: Endopterygota
Ordo
: Lepidoptera
Famili
: Saturniidae
Genus
: Attacus
Spesies
: Attacus atlas Linneus

Gambar 1 Siklus hidup A. atlas
(Barus 2010)

3
Morfologi dan Perilaku A. atlas
Imago
Imago (dewasa) A. atlas adalah jenis ngengat yang berukuran besar,
berwarna cokelat kelabu, panjang sayap pada jenis jantan 13–15 cm, dan pada
betina 18–20 cm (Gambar 2). Imago jantan memiliki sayap yang meruncing,
memiliki antena yang panjangnya 23–30 mm dan lebar 10–13 mm (seperti sisir)
(Peigler 1989). Imago A. atlas aktif di malam hari (nokturnal). Imago tidak
makan dan hanya hidup dalam beberapa hari pada stadium ini. Ngengat jantan
memiliki umur yang lebih pendek, antara 2–4 hari dan imago betina 2–10 hari.
Kemunculan imago jantan dan betina masing-masing 20–25 dan 23–26 hari hari
setelah mengkokon (Awan 2007). A. atlas bersifat polivolin, eurytopic, dan
poikiloterm (Peigler 1989). A. atlas bersifat polivolin artinya bereproduksi lebih
dari tiga kali dalam sekali siklus hidupnya. A. atlas bersifat eurytopic artinya
dapat beradaptasi pada kondisi lingkungan dengan rentang geografik yang luas.
A. atlas merupakan serangga bersifat poikiloterm artinya suhu tubuhnya
berfluktuasi sesuai dengan suhu lingkungan.
A

B
Gambar 2 Imago A. atlas jantan (A) dan betina (B)
(Strnadova 2003)
Telur
Telur A. atlas berukuran panjang 2.7 mm, lebar 2.3 mm, dan tinggi 2.1
mm berbentuk datar atau gepeng yang khas dimiliki oleh semua famili
Saturniidae (Peigler 1989). Ciri-ciri telur A. atlas menurut Awan (2007),
umumnya berwarna putih kehijauan dan dilindungi oleh suatu cairan berwarna
kemerahan hingga cokelat. Telur A. atlas biasa diletakkan di daun yang
sekaligus sebagai tempat makanan larva. Menurut Awan (2007), telur akan
menetas setelah inkubasi selama 10–12 hari pada pagi hari sekitar pukul 05.00
hingga 09.30.
Larva
Larva A. atlas mengalami enam masa instar. Pergantian masa instar
ditandai dengan pergantian kulit (molting). Instar I berlangsung selama 4–6 hari
dimulai saat penetasan telur hingga larva mengganti kulit pertama. Ciri-cirinya
kepala berwarna hitam, bagian dorsal larva berwarna kuning pucat tanpa serbuk
putih dan bagian ventral larva berwarna hitam kehijauan. Instar II berlangsung

4
selama 4–6 hari dicirikan bagian dorsal larva ditutupi serbuk putih, kepala
berwarna kecoklatan, dan bagian ventral masih berwarna hijau kehitaman. Instar
III berlangsung selama 4–6 hari memiliki ciri yang sama seperti instar II namun
ukuran tubuh lebih besar dan panjang. Instar IV berlangsung selama 4–6 hari
memiliki ciri-ciri bagian dorsal dan ventral berwarna hijau kebiruan. Bagian
kepala berwarna hijau bercak merah di bagian lateral segmen ketiga, segmen
keempat dan segmen kedelapan sampai dengan segmen kesepuluh, warnanya
memudar menjadi kekuningan. Instar V berlangsung selama 6–8 hari memiliki
ciri yang hampir sama dengan instar IV, tetapi ukuran tubuh menjadi semakin
besar. Instar VI belangsung selama 10-12 hari memiliki ciri pada awal instar
tubuh berwarna hijau cerah dengan bintik-bintik berwarna hitam di bagian
dorsal thoraks dan di sekitar anal. Stadium ini gerakannya lebih lamban, tubuh
menjadi gemuk, dan kokoh. Menjelang instar VI berakhir, bagian tubuh
dominan berwarna putih di bagian dorsal, hijau kekuningan di bagian ventral
dan lateral (Peigler 1989; Awan 2007). Larva A. atlas bersifat polifagus artinya
larva tersebut makan berbagai jenis tanaman. Menurut Peigler (1989), larva A.
atlas memakan 90 genus tanaman dari 48 famili.
Pupa
Rata-rata bobot pupa dari A. atlas 7.6 g (Desianda 2011). Pupa berwarna
cokelat terang. Stadium pupa merupakan stadium yang penting dalam
perkembangan metamorfosis dari larva menjadi imago. Pada stadium ini terjadi
organogenesis. Pada stadium ini sudah dapat diketahui jenis kelamin imago,
yaitu dengan melihat bentuk dan ukuran calon antena imago pada pupa (Awan
2007). Ukuran penutup antena pupa jantan dan betina berbeda. Ukuran penutup
antena jantan lebih lebar dan besar dari pada betina. Periode pupa berlangsung
selama 20–28 hari.
Kokon
Kokon A. atlas berwarna cokelat muda hingga tua (Gambar 3), panjang 8–
9 cm serta lebarnya 3–4 cm (Kalshoven 1981). Kokon terbentuk sempurna
berbentuk elips silindris, ujungnya membulat, dan pada ujung anteriornya
terdapat celah (Awan 2007). Bobot kulit kokon A. atlas yang diberi pakan daun
teh adalah 1.2 g (Desianda 2011).

Gambar 3 Kokon A. atlas
(Sakinah 2009)

5
Penyebaran A. atlas
Stadium imago ulat sutera liar A. atlas biasa dikenal masyarakat sebagai
ngengat si rama-rama atau ngengat gajah. Tersebar hampir di seluruh Indonesia
di antaranya pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan
Papua (Peigler 1989). Serangga ini juga dapat ditemukan di daerah Simla
(India), di ujung daerah timur laut Okinawa (Jepang), seluruh dataran kawasan
Asia Tenggara, Taiwan, dan Papua Nugini (Peigler 1989).
Parasitoid pada A. atlas
Parasiotid merupakan serangga yang perkembangannya tinggal di dalam
tubuh inang (endoparasitoid) atau di luar tubuh inang (ektoparasitoid) yang pada
akhirnya akan membunuh inang tersebut. Parasitoid di alam bermanfaat sebagai
kontrol biologis untuk serangga hama. Parasitoid memakan cairan hemolimfe
untuk kepentingan perkembangan larva parasitoid ketika inangnya masih hidup
dan membunuh atau melumpuhkan inang (Jumar 2000). Sebagian besar
parasitoid adalah anggota dari ordo Hymenoptera meskipun parasitoid juga
banyak dari ordo Diptera, dan sebagian kecil juga ditemukan dari ordo
Stresiptera. Ordo Hymenoptera memiilki keanekaragaman yang sangat tinggi,
dengan 20 000–25 000 spesies, sekitar 80% merupakan parasitoid (LaSalle dan
Gauld 1993; Godfray 1994).
Parasitoid pada Attacus menurut Peigler (1989) terdapat empat famili,
yaitu Tachinidae, Chalcidoidea, Braconidae, dan Ichneumonidae. Parasitoid dari
famili Tachinidae (Diptera) contohnya adalah Exorista sorbillans yang
meletakkan larva parasitoid hingga 60 larva/pupa. Famili Chalcidoidea
(Hymenoptera), yaitu Tetrastichus sp., Agiommatus attaci, Anastatus colemani,
Anatatus menzeli, dan Anatatus sp.. Parasitoid ini merupakan parasit di dalam
telur A. atlas. Famili Braconidae (Hymenoptera), yaitu Apanteles sp.. Famili
Ichneumonidae (Hymenoptera), yaitu Encospilus plicatus, Xanthopimpla
gampsura, Xanthopimpla brullei, dan Xanthopimpla predator. Parasitoid
Encospilus plicatus meletakkan telur di dalam larva inang yang akan menetas
hingga kokon inang terbentuk, Sedangkan Xanthopimpla meletakkan telurnya
di dalam pupa inang. Xanthopimpla yang telah imago akan keluar membentuk
satu lubang di bagian anterior pupa.
Penelitian Desianda (2011), secara budidaya di dalam ruangan, dari 608
pupa sebanyak 81 pupa (30%) terinfestasi parasitoid. Parasitoid di dalam pupa
menyebabkan pupa mati dengan ciri busuk, kosong, dan berlubang. Parasitoid
yang ditemukan di antaranya, Xanthopimpla gampsura (Ichneumonidae),
Sarcophaga sp. (Sarcophagidae), dan Chrysis sp. (Chrysididae).

MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan selama periode Mei 2013 sampai dengan Juli
2013. Pengambilan kokon A. atlas diperoleh dari di perkebunan PT. Perkebunan
Nusantara (PTPN) VIII Panleujar Purwakarta. Pemeliharaan A. atlas dan

6
identifikasi parasitoid dilakukan di Laboratorium Metabolisme Departemen
Anatomi, Fisiologi, dan Farmakologi, serta Laboratorium Entomologi
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Institut
Pertanian Bogor.
Prosedur Penelitian
Pengambilan Kokon A. atlas
Kokon A. atlas diambil secara acak dari perkebunan teh di wilayah PTPN
VIII di Kabupaten Purwakarta. Kokon yang telah diambil dari alam dibersihkan
dari daun yang menempel lalu diberi label nomor. Kemudian kokon digunting
longitudinal dari ujung anterior sampai posterior. Langkah tersebut dilakukan
untuk mengetahui apakah pupa di dalam kokon sehat atau terindikasi
terinfestasi parasitoid. Pupa yang sehat dimasukkan ke dalam kandang kasa,
sedangkan pupa yang terindikasi terinfestasi dipisahkan.
Metode Pemeliharaan
Pupa sehat dimasukkan ke dalam kandang kasa ukuran 50x50x50 cm3,
dibiarkan hingga menjadi imago (ngengat). Setiap pupa yang terindikasi
terinfestasi parasitoid dimasukkan ke dalam plastik ukuran 12x25 cm2. Hal
tersebut untuk mengetahui karakteristik pupa A. atlas yang terinfestasi
parasitoid oleh masing-masing parasitoid.
Pengamatan dan Pengukuran
Pengamatan diawali dengan memperlihatkan apakah pupa yang sehat atau
terindikasi terinfestasi parasitoid. Karakteristik pupa yang telah terinfestasi
parasitoid terdapat lubang. Lubang diamati posisi lubang di bagian tempat
keluarnya parasitoid, jumlahnya pada pupa, dan diameter lubang menggunakan
jangka sorong dengan ketelitian 0.01 mm.
Preservasi dan Identifikasi Parasitoid
Preservasi parasitoid dilakukan dengan cara kering setelah mematikan
parasitoid. Penusukan jarum dilakukan pada bagian toraks sebelah kanan atau
kiri. Apabila ukuran parasitoid kecil penusukan tidak dilakukan secara
langsung tetapi menggunakan bantuan kertas segitiga. Serangga ditempelkan
pada bagian kertas yang runcing menggunakan lem kuteks. Setelah ditusuk
spesimen tersebut diberi label, kemudian didokumentasikan menggunakan
kamera digital Nikon® Coolpix s3500 dan Optilab. Spesimen disimpan pada
kotak penyimpanan serangga. Proses selanjutnya adalah identifikasi parasitoid.
Identifikasi dilakukan secara bertahap sesuai dengan kunci identifikasi Goulet
dan Huber (1993); Tschorsnig dan Herting (1994); Erniwati dan Ubaidillah
(2011); dan Broad (2011).

7
Analisis Data
Data yang diperoleh dilakukan tabulasi dan dilakukan analisis secara
deskriptif dan kuantitatif menggunakan MS. Exel 2010. Analisis data dilakukan
dengan menghitung jumlah infestasi parasitoid pada pupa serta menghitung
jumlah ngengat yang keluar dari pupa (eklosi), sesuai dengan perhitungan
metode Hamid et al. (2003) sebagai berikut:
Persentase total infestasi parasitoid dihitung dengan menggunakan rumus:
J

a

J

a ya
a

a ya

a

a a

x 100%

a a

Persentase rasio infestasi parasitoid untuk setiap spesiesnya dihitung
dengan menggunakan rumus:
J

a

a ya
J

a

a

a

a

a

a a

a

x 100%

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pupa A. atlas yang diperoleh dari perkebunan teh di wilayah Kabupaten
Purwakarta adalah sebanyak 179 pupa. Berdasarkan hasil pemeliharaan pupa A.
atlas diperoleh pupa yang sehat dan yang terinfestasi parasitoid. Pupa A. atlas
yang sehat memiliki ciri-ciri berwarna coklat lebih terang dan apabila disentuh
akan ada respon gerak (Gambar 4A) dibandingkan dengan pupa dan larva yang
mati tidak terinfestasi (Gambar 4B dan 4C), dan yang terinfestasi parasitoid
berwarna kehitaman (Gambar 5).

A

B

C

A

A

A
A
Gambar 4 Kondisi perkembangan
pupa. (A). Pupa yang
sehat, (B). Pupa yang
mati, dan (C). Larva yang gagal menjadi pupa

8
Prevalensi Infestasi Pupa A. atlas yang diambil dari Perkebunan Teh
Pengamatan perkembangan pupa A. atlas yang berjumlah 179 pupa
menunjukkan hasil 100 pupa menjadi ngengat, 26 pupa mengalami kematian
bukan karena parasitoid, dan 53 pupa terinfestasi parasitoid ( Tabel 1).
Tabel 1 Perkembangan pupa A. atlas yang diambil dari perkebunan teh di
wilayah Kabupaten Purwakarta pada tahun 2013
%
Karakteristik
Jumlah Pupa (n)
Menjadi ngengat
100
55.87
Gagal menjadi pupa (mati)
11
6.15
Gagal organogenesis (mati)
14
7.82
Gagal keluar dari kokon (mati)
1
0.56
29.61
Pupa terinfestasi parasitoid
53
Jumlah
179
100
Pupa yang berhasil menjadi ngengat sebanyak 100 ekor (55.87%).
Ngengat jantan muncul beberapa hari lebih awal dibandingkan dengan ngengat
betina. Ngengat jantan juga memiliki umur yang lebih pendek antara 2–4 hari,
sedangkan betina 2–10 hari (Awan 2007).
Larva A. atlas gagal menjadi pupa dan mati, namun telah membentuk
kokon sebanyak 11 ekor (6.15%). Pupa yang mati dilakukan pembukaan,
didapatkan pupa mengalami gagal organogenesis dan mati sebanyak 14 ekor
(7.82%). Ngengat gagal keluar dari kokon dan mati sebanyak 1 ekor (0.56%).
Jumlah kematian terbesar pupa A. atlas adalah disebabkan oleh parasitoid, yaitu
sebanyak 53 ekor (29.61%).
Kematian A. atlas saat pengkembangan dapat diakibatkan beberapa faktor.
Menurut Awan (2007), faktor abiotik di antaranya suhu, kelembaban, cahaya
matahari, sirkulasi udara, dan kebersihan tempat hidupnya, sedangkan faktor
biotik antara lain pakan, mikroorganisme, predator, dan parasitoid.
Tingkat prevalensi infestasi parasitoid pupa A. atlas di alam pada
penelitian ini menunjukkan angka (29.61%). Penelitian Desianda (2011), pada
pupa A. atlas yang dipelihara di ruangan terbuka terinfestasi sebanyak (30%).
Hal ini berarti bahwa pupa bisa terinfestasi pada pemeliharaan dengan kondisi
ruangan terbuka. Berbeda dengan hasil penelitian Awan (2007), pupa yang
diperoleh dari domestikasi dan dipelihara di dalam ruangan tertutup tidak
mengalami infestasi parasitoid.
Karakteristik Pupa A. atlas yang Terinfestasi Parasitoid
Infestasi parasitoid pada pupa A. atlas ditemukan sebanyak 53 pupa. Pupa
yang terinfestasi memiliki ciri-ciri khas, yaitu pupa berwarna kehitaman, dapat
ditemui larva parasitoid dalam pupa inang, sedangkan setelah parasitoid telah
imago akan membuat lubang keluar pada pupa inang. Letak lubang keluar
parasitoid, diameter, dan jumlah pupa yang terinfestasi parasitoid dapat dilihat
pada Tabel 2.

9
Tabel 2 Karakteristik pupa yang terinfestasi parasitoid yang diambil dari
perkebunan teh di wilayah Kabupaten Purwakarta pada tahun 2013
Karakteristik pupa

Diameter
(mm)

Rata-rata ± SD
Diameter

1. Lubang besar pada
anterior
2. Lubang kecil
anterior
3. Lubang kecil
lateral
4. Lubang kecil
anterior dan lateral
5. Pupa berlarva
berwarna kehitaman
Jumlah

4.30 - 6.70

5.39 ± 0.49

Jumlah
Pupa dan
(%)
38 (71.70)

Spesies

2.60 - 2.90

2.75 ± 0.21

2 (3.77)

Xanthopimpla
gampsura
Theronia sp

2.40 - 3.10

2.67 ± 0.29

7 (13.21)

Theronia sp.

2.60 - 2.90

2.75 ± 0.21

2 (3.77)

Theronia sp

-

-

4 (7.55)

Exorista
sorbillans

53 (100)

Imago parasitoid akan keluar dengan cara membuat lubang pada pupa A.
atlas. Diameter lubang tergantung dari besar kepala parasitoid yang keluar.
Setiap parasitoid memiliki ciri khas letak dan diameter lubang tersebut. Letak
lubang yang terbanyak ada pada anterior dari pupa (71.70%) dengan diameter
4.30–6.70 mm (Gambar 5A). Terdapat pula lubang berdiameter kecil kisaran
2.40–3.10 mm (Gambar 5B). Setiap pupa A. atlas yang terinfestasi biasanya
hanya oleh satu spesies parasitoid karena adanya kompetisi masing-masing
parasitoid. Hal tersebut menyebabkan tidak akan didapatkan spesies parasitoid
yang berbeda dalam satu pupa A. atlas.

A

B

Gambar 5 Posisi lubang anterior (A) dan posisi lubang lateral (B) pada pupa
yang telah terinfestasi parasitoid
Jenis Parasitoid pada Pupa A. atlas
Jenis parasitoid yang ditemukan menginfestasi pupa A. atlas ada tiga,
yaitu Xanthopimpla gampsura, Theronia sp., dan Exorista sorbillans. Jenis ini
menimbulkan lubang yang berbeda dan bersifat menciri. Lubang tersebut dapat
dijadikan indikasi jenis parasitoid yang menginfestasi pada pupa A. atlas.
1. Xanthopimpla gampsura
Xanthopimpla gampsura termasuk ke dalam ordo Hymenoptera famili
Ichneumonidae, karena memiliki ciri tidak mempunyai sel kosta pada sayap
depan (Gambar 6Aa), venasi Rs + M tidak ada, memiliki areolat (Gambar 6Ab),

10
dan terdapat venasi 2m-cu (Gambar 6Ac). X. gampsura memiliki ciri khas tubuh
berwarna kuning dengan tiga garis hitam thoraks (Gambar 6B). X. gampsura
memiliki lebar kepala sekitar 4 mm (Gambar 6C) dan memiliki antena
berbentuk filiform (seperti benang) dengan segmen berjumlah 18 atau lebih.
Parasitoid ini memiliki panjang tubuh sekitar 16 mm, pada akhir bagian
abdomen berwarna kuning kehitaman. Imago Jantan tidak terdapat ovipositor
(Gambar 6D), sedangkan betina memiliki ovipositor 5 mm (Gambar 6Ed).
Parasitoid ini pada abdomen berwarna kuning ditandai dengan bintik-bintik
hitam (Gambar 6F).
X. gampsura membuat lubang keluar di anterior pada pupa inang. Tabel 2
menunjukkan sebagian besar lubang akibat X. gampsura terletak pada bagian
anterior (71.70%) dari pupa A. atlas yang terinfestasi parasitoid. Hal tersebut
sesuai dengan pernyataan Peigler (1989), menyatakan imago Xanthopimpla
akan keluar dari anterior pupa inang membentuk satu lubang.
a

b
c
B

A

C

d
16 mm

F
E
D
Gambar 6 Ciri morfologi X. gampsura. (A). Venasi sayap X. gampsura, (B).
Thoraks X. gampsura, (C). Kepala X. gampsura, (D). X. gampsura
jantan, (E). X. gampsura betina, (F). X. gampsura dari dorsal; (a).
tidak terdapat sel kosta, (b). areolat, (c). dua rangka sayap melintang
m-cu, dan (d). ovipositor
X. gampsura merupakan parasitoid yang bersifat endoparasitoid dan
soliter. Bersifat endoparasitoid artinya meletakkan telur menggunakan
ovipositor ke dalam inang. Parasitoid ini menyerang inang pada fase pupa
(Peigler 1989; Erniwati dan Ubaidillah 2011). Bersifat soliter artinya meletakan
satu telur parasitoid ke dalam satu inang (Peigler 1989; Jumar 2000). X.
gampsura merupakan agen kontrol biologi alami untuk serangga-serangga hama
seperti ulat. X. gampsura termasuk famili Ichneumonidae merupakan famili
yang banyak bertindak sebagai parasitoid (Purnomo 2010). Penyebaran X.
gampsura di Indonesia, yaitu Jawa, Kalimantan, dan Sumatera (Peigler 1989),

11
dan terdapat di Malaysia (Erniwati dan Ubaidillah 2011). Klasifikasi dari X.
gampsura menurut Goulet dan Huber (1993) adalah ordo Hymenoptera, famili
Ichneumonidae, genus Xanthopimpla,dan spesies Xanthopimpla gampsura.
2. Theronia sp.
Theronia sp. merupakan serangga dari ordo Hymenoptera famili
Ichneumonidae. Famili ini memiliki ciri-ciri tidak mempunyai sel kosta pada
sayap depan (Gambar 7Aa), venasi Rs + M tidak ada, memiliki areolat
(Gambar 7Ab), dan terdapat venasi 2m-cu (Gambar 7Ac).
Theronia sp. memiliki panjang tubuh lebih kecil dari X. gampsura sekitar
11 mm dan memiliki warna tubuh kuning kejinggaan. Parasitoid ini pada bagian
thoraks (arah dorsal) terdapat 3 corak hitam yang bersatu (Gambar 7B),
memiliki lebar kepala 2 mm (Gambar 7C) serta memiliki antena berbentuk
filiform. Parasitoid ini pada jantan tidak memiliki ovipositor (Gambar 7D),
sedangkan betina terdapat ovipositor sekitar 4 mm (Gambar 7Ed). Parasitoid ini
pada bagian abdomen berwarna kuning kejinggaan dan terdapat garis hitam
melintang pada dorsal (Gambar 7F).
a
b

c
A

B

C

d
11 mm

D

F
E
Gambar 7 Ciri morfologi Theronia sp.. (A). Venasi sayap Theronia sp., (B).
Thoraks Theronia sp., (C). Kepala Theronia sp. (D). Theronia sp.
jantan, (E). Theronia sp. betina, (F). Theronia sp. dari dorsal; (a).
tidak terdapat sel kosta, (b). areolat, dan (c). dua rangka sayap
melintang m-cu dan (d). Ovipositor
Theronia sp. membuat lubang ketika akan keluar dari pupa inang. Lubang
tersebut berukuran kecil terletak di anterior, lateral, dan anterior serta lateral
pada satu pupa masing-masing sebesar 3.77%, 13.21%, dan 3.77%. Hal tersebut
sesuai dengan Peigler (1989), Theronia sp. merupakan parasitoid A. atlas.
Parasitoid ini sama seperti X. gampsura bersifat endoparasitoid dan soliter.
Penyebaran Theronia sp. terdapat di Indonesia, yaitu pulau Jawa (Peigler 1994).

12
Klasifikasi dari Theronia sp. menurut Goulet dan Huber (1993) adalah ordo
Hymenoptera, famili Ichneumonidae, genus Theronia, dan Spesies Theronia sp..
3. Exorista sorbillans
Exorista sorbillans merupakan serangga dari ordo Diptera famili
Tachinidae memiliki sepasang sayap. Ciri-ciri terdapat 4 garis longitudinal
berwarna hitam pada thoraks, memiliki sepasang mata berwarna merah, terdapat
3 garis hitam melintang pada abdomen, dan panjang tubuh sekitar 15 mm
(Gambar 8A).
Larva E. sorbillans didapatkan pada pupa A. atlas yang terinfestasi. Pada
penelitian ini, infestasi E. sorbillans terdapat pada empat pupa A. atlas. Jumlah
larva yang didapatkan dengan kisaran 5–8 larva/pupa A. atlas (Gambar 8B).
Menurut Peigler (1989), E. sorbillans dapat meletakkan larvanya hingga 60
larva/pupa A. atlas.
E. sorbillans merupakan parasitoid bersifat endoparasitoid dan gregarious.
Bersifat gregarious artinya parasitoid ini meletakan lebih dari satu telurnya
dalam satu individu inang (Peigler 1989; Jumar 2000; Nurindah dan Sunarto
2008). Penyebaran E. sorbillans terdapat di Mediterania (Eropa dan Afrika
Utara), di Jepang bagian Timur, dan Asia Tenggara (Peigler 1994). Klasifikasi
dari E. sorbillans menurut Tschorsnig dan Herting (1994), yaitu ordo Diptera,
famili Tachinidae, genus Exorista, dan spesies Exorista sorbillans.

A

B

Gambar 8 Pupa yang terinfestasi. (A). Imago E. sorbillans dan (B). Terdapat
lebih dari satu larva E. sorbillans
Tingkat Infestasi Masing-Masing Parasitoid
Parasitoid pada pupa A. atlas adalah X. gampsura, Theronia sp., dan E.
sorbillans. Persentase rasio infestasi setiap jenis parasitoid dapat digunakan
sebagai bahan perbandingan setiap jenis parasitoid dan untuk menentukan
parasitoid yang paling banyak muncul. Persentase rasio dari pupa yang
terinfestasi parasitoid dari masing-masing spesies disajikan pada Tabel 3.
Berdasarkan hasil perhitungan di atas tingkat rasio infestasi parasitoid
tertinggi adalah X. gampsura (71.70%), sedangkan yang terkecil adalah E.
sorbillans (7.55%). Tingkat rasio infestasi parasitoid pada pupa A. atlas
menunjukkan bahwa X. gampsura memiliki jumlah yang banyak dibandingkan
dengan parasitoid lainnya. Sesuai dengan Peigler (1989), Xanthopimpla
merupakan parasitoid terbanyak pada A. atlas.

13
Tabel 3 Jumlah pupa yang terinfestasi oleh masin-masing parasitoid dari pupa
A. atlas dari perkebunan teh di wilayah Kabupaten Purwakarta pada
tahun 2013
%
Parasitoid
jumlah (n)
X. gampsura
38
71.70
Theronia sp.
11
20.75
E. sorbillans
4
7.55
Jumlah
53
100
Kepentingan Parasitoid di Alam
Larva A. atlas di alam merupakan hama pertanian yang dapat
menyebabkan kerugian bagi para petani. Larva A. atlas bersifat polifagus
artinya dapat memakan 90 jenis tanaman. Seekor larva A. atlas dalam satu
siklus membutuhkan 137.97 gram pakan jenis daun teh (Awan 2007). Apabila
keberhasilan telur A. atlas menetas sebanyak 100% maka tanaman yang menjadi
tempat peletakan telur akan habis dimakan oleh larva A. atlas.
Di alam A. atlas diatur oleh lingkungan, predator, dan parasitoid, sehingga
keberhasilan perkembangbiakan hanya 10% (Situmorang 1996). Parasitoid di
alam sangat penting bagi pengendalian A. atlas dan keseimbangan ekosistem.
Tetapi dalam proses budidaya kokon dari A. atlas parasitoid harus diatasi
supaya produksi kokon dan kualitas dapat ditingkatkan.
Pengendalian parasitoid dapat dilakukan pada kondisi yang terkontrol,
yaitu pemeliharaan di dalam ruangan dengan A. atlas dimasukkan ke dalam
kandang terbuat dari kasa. Pemeliharaan A. atlas di dalam ruangan terbuka
masih memungkinkan terjadinya serangan parasitoid sampai dengan 30%
(Desianda 2011). Kandang dari kasa dapat mengurangi serangan parasitoid dan
lepasnya A. atlas ke alam agar tidak menjadi hama yang merugikan di
lingkungan sekitar. Penelitian Awan (2007), berhasil 100% membudidayakan A.
atlas di dalam ruangan terkontrol dan A. atlas tidak lepas menjadi hama.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Prevalensi total infestasi parasitoid pada pupa A. atlas di perkebunan teh
di wilayah Kabupaten Purwakarta adalah sebesar 29.61%. Terdapat tiga jenis
parasitoid yang didapatkan, yaitu; X. gampsura (Hymenoptera: Ichneumonidae)
dengan prevalensi 21.23%, Theronia sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae)
dengan prevalensi 6.15%, dan E. sorbillans (Diptera: Tachinidae) dengan
prevalensi 2.23%. Parasitoid X. gampsura membuat lubang pada anterior pupa
inang berukuran 5.39 ± 0.49 mm, Theronia sp. membuat lubang terletak di
anterior pupa (2.75 ± 0.21 mm), lateral (2.67 ± 0.29 mm), dan lubang anterior
sekaligus lateral pada satu pupa A. atlas (2.75 ± 0.21 mm), dan E. sorbillans
menempatkan larva di dalam pupa berkisar 5–8 larva/pupa A. atlas.

14

Saran
Perlu dilakukan penelitian dari setiap fase hidup A. atlas di alam untuk
mengetahui keragaman parasitoid yang ada.

DAFTAR PUSTAKA
Awan A. 2007. Domestikasi ulat sutera liar Attacus atlas (Lepidoptera:
Saturniidae) dalam usaha meningkatkan persuteraan nasional [disertasi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Barus DK. 2010. Pengaruh naungan terhadap produktivitas dan daya hidup ulat
sutera liar Attacus atlas asal Purwakarta [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Broad G. 2011. Identification key to the subfamilies of Icheumonidae
(Hymenoptera) [Internet]. [diunduh 2013 Nov 13]. Tersedia pada:
http://www.brc.ac.uk/downloads/Ichneumonidae_subfamily_key.pdf
Desianda R. 2011. Domestikasi ulat sutera liar (Attacus atlas L.) dengan pakan
daun Jarak Pagar (Jatropha cureas L.) dan Sirsak (Annona muricata L.).
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Erniwati, Ubadillah R. 2011. Hymenopteran parasitoids associated with the
banana-skipper Erionota thrax L. (Insecta: Lepidoptera, Herperiidae) in
Java, Indonesia. J Biodiver. 12(2):76-85.
Faatih M. 2005. Aktivitas anti mikroba kokon Attacus atlas. J PST. 6(1):35-48.
Godfray HCJ. 1994. Parasitoids: Behavioral and Evolutionary Ecology. New
Jersey (US): Princeton Univ Pr.
Goulet H, Huber JT. 1993. Hymenoptera of the Word: An Identification Guide
to Families. Ottawa (CA): Research Branch Agriculture Canada.
Hamid H, Buchori D, Triwidodo H. 2003. Diversity and parasitism of parasitoid
in the rice field of gunung Halimun National Park. J Hayati. 10(3):85-90.
Herlinda WD. 2014. Ketergantungan pada sutera China sulit disetop [Internet].
[diunduh 2014 Maret 20]. Tersedia pada http://m.bisnis.com/industri/read/
20140219/12/204562/ketergantungan-pada-sutera-china-sulit-disetop.
Indrawan M. 2007. Karakter sutera dari ulat Jedung (Attacus atlas L.) yang
dipelihara pada tanaman pakan Senggugu (Clerodendron serratum
Spreng). J Biodiver. 8(3):215-217.
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta (ID): Rineka Cipta.
Kalshoven LGE. 1981. Pest of Crops in Indonesia. P.A. Van Der Laan,
penerjemah. Jakarta (ID): PT. Ichtiar Baru.
LaSalle J, Gauld ID. 1993. Hymenoptera and Biodiversity. Walling ford, Oxon
(UK): C.A.B International.
Nurindah, Sunarto D. 2008. Konservasi musuh alami serangga hama sebagai
kunci keberhasilan PHT kapas. Perspektif. 7(1): 1-11.
Peigler RS. 1989. A Revision of The Indo-Australian Genus Attacus. California
(US): The Lepidoptera Research Foundation, Inc.
Peigler RS. 1994. Catalog of parasitoid of Saturniidae of the world. J Res Lepid.
33(1):1-121.
Purnomo H. 2007. Pengantar Pengendalian Hayati. Yogyakarta (ID): CV. Andi
Offset.

15
Sakinah. 2009. Kualitas Kokon Ulat Sutera Liar (Attacus atlas L.) [Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Situmorang J. 1996. An attempt to produce Attacus atlas L. using baringtonia
leave as plant fooder. Int J Wild Silkmoth 1(1): 25-29.
Solihin DD, Fuah AM, Ekastuti DR, Siregar HCH, Wiryawan KG, Setyono DJ,
Mansjoer SS, Polii BNN. 2010. Budi Daya Ulat Sutera Alam Attacus
atlas. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Strnadova B. 2013. Atlas Moth (Attacus atlas) [Internet]. [diunduh 2014 Okto
16]. Tersedia pada
http://www.godofinsects.com/index.php/
museum/butterflies-and-moths/moths /atlas-moths-attacus-atlas/
Tschorsnig HP, Herting B. 1994. The Tachinids (Diptera: Tachinidae) of
Central Europe: Indentification Keys for the Species and Data on
Distribution and Ecologi [Internet]. [diunduh 2014 Jun 20]. Tersedia pada
http://tachinidae.myspecies.info/sites/tachinidae.myspecies.info
.

16

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 22 Juni 1991 sebagai
anak tunggal pasangan Bapak Drs. H. Yanto Supa’at dan Ibu Hj. Tiktik Susiati
Ikna, M.KM. Penulis menyelesaikan sekolah dasar di SD Kejaksaan,
Rangkasbitung pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 4
Rangkasbitung dan lulus tahun 2006. Tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 3
Rangkasbitung dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor (FKH IPB) melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi,
yaitu Himpunan Minat Profesi Ornithologi dan Unggas FKH IPB dan Ikatan
Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI). Penulis juga pernah
bekerja di keseketariatan pemeriksaan kesehatan hewan dan daging kurban FKH
IPB pada tahun 2013, menjadi panitia seminar international Veterinary
Leadership dan Seminar Nasional National Zoonoses Center di IICC Bogor
pada tahun 2013. Selain itu penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah
Pengelolaan Kesehatan Ternak Tropis (PKTT) Fakultas Peternakan pada tahun
2013, asisten praktikum Pengelolaan Kesehatan Hewan dan Lingkungan
(PKHL) FKH IPB pada tahun 2013, asisten praktikum Patologi Sistemik II
FKH IPB pada tahun 2013, Pengelolaan Kesehatan Hewan dan Lingkungan
(PKHL) FKH IPB pada tahun 2014, dan Pengelolaan Ternak Kesehatan Tropis
(PKTT) Fapet IPB pada tahun 2014.