Karakteristik Imago Jantan Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae)

KARAKTERISTIK IMAGO JANTAN ULAT
SUTERA LIAR Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae)

RIDHO WALIDAINI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Karakteristik Imago
Jantan Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014
Ridho Walidaini
NIM B04080069

ABSTRAK
RIDHO WALIDAINI. Karakteristik Imago Jantan Ulat Sutera Liar Attacus atlas
(Lepidoptera : Saturniidae). Dibimbing oleh R. IIS ARIFIANTINI dan
DAMIANA R. EKASTUTI
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan berbagai parameter
morfometri imago ulat sutera liar A. atlas, menemukan korelasi antara parameter
morfometri dengan bobot badan, dan menguraikan sistem reproduksi ngengat A.
atlas jantan. Cara termudah untuk membedakan ngengat jantan dan betina adalah
dari antenanya. Antena ngengat jantan lebih lebar. Terdapat korelasi yang sangat
kuat antara panjang badan total dengan bobot badan dalam model persamaan linear
Y=0,875X-1,639, dimana Y adalah bobot badan dalam gram dan X adalah panjang
badan total dalam cm. Sistem reproduksi A. atlas jantan memiliki kesamaan dengan
sistem reproduksi B. mori. Sistem reproduksi A. atlas terdiri atas sepasang testis,
sepasang ductus deferent dilengkapindengan ampula ductus deferent, satu glandula
spermatophore, satu glandula alba, satu glandula prostatica dan satu penis.
Kata kunci: morfometri, Attacus atlas, sistem reproduksi


ABSTRACT
RIDHO WALIDAINI. Characteristics of Male Wild Silk Worm Attacus atlas
(Lepidoptera : Saturniidae). Supervised by R. IIS ARIFIANTINI and DAMIANA
R. EKASTUTI
This study aims to describe various morphometric parameters of male A. atlas
moth, to found a correlation between the morphometric parameters and body
weight on male moths, and to describe the reproductive system of male A. atlas
moth. Male can distinguish from the female by comparing the antennae. The
antennae of male is wider. There is a very strong correlation between the total body
length and the body weight in linear equation Y = 0.875 X-1, 639 when Y is the
weight in grams and X is the total body length in cm. Reproductive system of male
A. atlas moth generally similer to B. mori reproductive system. Male A. atlas moth
has reproductive system consists of a pair of testes, a pair of deferent duct with
ampula ductus deferent, one spermatophore gland, one alba gland, one prostatica
gland and one penis.
Keywords: morphometric, Attacus atlas, reproductive system

KARAKTERISTIK IMAGO JANTAN ULAT SUTERA
LIAR Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae)


RIDHO WALIDAINI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi :Karakteristik Imago Jantan Ulat Sutera Liar Attacus atlas
(Lepidoptera : Saturniidae)
Nama
: Ridho Walidaini
NIM
: B04080069


Disetujui oleh

Prof Dr Dra R Iis Arifiantini, MSi
Pembimbing I

Dr drh Damiana R Ekastuti, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

セ N@

Skripsi :Karakteristik Imago Jantan Ulat Sutera Liar Attacus atlas
(Lepidoptera: Saturniidae)
1 ama

: Ridho Walidaini
NIM
: B04080069
,_

Disetujui oleh

Dr drh Damiana R Ekastuti, MS
Pembimbing II

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayahNya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Salawat dan salam
semoga tersampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan
para sahabatnya.
Skripsi ini tidak dapat penulis selesaikan tanpa adanya dukungan berbagai
pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya kepada:
1. Prof Dr Dra R Iis Arifiantini, MSi dan Dr drh Damiana R Ekastuti, MS selaku

dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan, ilmu, bimbingan,
dan motivasi kepada penulis.
2. Dr drh Hera Maheshwari MSc selaku dosen pembimbing akademik atas
motivasi, nasihat dan bimbingannya.
3. Teman-teman sepenelitian Eko Prasetyo Nugroho, Muttaqinullah, Muhammad
Allex, Ridho Septiadi atas kebersamaan dan semangat diberikan kepada penulis.
4. Seluruh keluarga besar Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan berbagai pihak
yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu kelancaran studi
penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Ayah, Ibu, adik-adikku tercinta Ires, Anas, dan Ana beserta segenap keluarga
besar penulis atas doa, kasih sayang dan semangat yang selalu diberikan kepada
penulis.
Semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi ilmu pengetahuan. Saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat Penulis harapkan.

Bogor, Januari 2014
Ridho Walidaini

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


x

DAFTAR GAMBAR

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

2

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Taksonomi A. atlas

3

Penyebaran A. atlas

3

Siklus Hidup A. atlas


4

Morfologi Imago A. atlas

4

MATERI DAN METODE

5

Waktu dan Tempat Penelitian

5

Materi Penelitian

5

Langkah Kerja


5

Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Ciri Khas Imago Jantan

7

Ukuran Morfometri

7

Korelasi antara Bobot Badan Ngengat Jantan dengan Morfometri


9

Sistem Reproduksi Imago A. atlas Jantan
SIMPULAN DAN SARAN

11
12

Simpulan

12

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

12

RIWAYAT HIDUP

14

DAFTAR TABEL
1 Ukuran morfometri ngengat jantan A. atlas

8

2 Korelasi antara bobot badan ngengat jantan dengan morfometri

9

3 Penggolongan korelasi parameter morfometri dengan bobot badan

10

DAFTAR GAMBAR
1 Penyebaran A. atlas

3

2 Siklus hidup A. Atlas dengan pakan daun jarak pagar

4

3 Skema pengukuran morfometri ngengat

6

4 Antena imago A. atlas jantan dan betina

8

5 Sietem reproduksi imago A. atlas jantan dan B. mori

11

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ngengat dalam sistematika klasifikasi animalia tergolong kelas
serangga (insekta). Kelas serangga memiliki ciri umum sebagai berikut:
tubuh terbagi menjadi kepala, toraks dan abdomen; memiliki tiga pasang
kaki yang muncul di bagian toraks serta mengalami perubahan bentuk tubuh
(metamorfosis). Siklus hidupnya bermula dari telur yang dihasilkan ngengat
dewasa (imago) menetas menjadi larva, larva terus berganti instar sampai
menjadi pupa (kepompong), kemudian keluarlah imago dari pupa (Guntoro
1940).
Sutera tidak hanya dihasilkan oleh ulat sutra murbei Bombyx mori
yang sejak dulu telah dibudidayakan di China, Jepang, India, dan Eropa.
Banyak spesies dari famili Saturniidae juga menghasilkan sutra contohnya
Antherea myllita, Attacus atlas dan Cricula trifenerstrata. Mereka dikenal
sebagai sutra non murbei atau sutra liar (wild silk). Pengembangan dan
produktivitas ulat sutera liar Indonesia produktivitasnya masih rendah sebab
masih mengandalkan pengambilan kokon dari alam (Moerdoko 2002).
Ulat sutera liar A. atlas merupakan salah satu jenis ulat sutra liar yang
banyak ditemukan di Indonesia dan mulai diupayakan pembudidayaannya.
Spesies ini dapat ditemukan di hutan tropis dan subtropis sepanjang tahun
dan sangat potensial untuk dikembangkan sebagai penghasil sutera. Menurut
Peigler (1989) A. atlas bersifat polivoltin (memiliki beberapa generasi
dalam satu tahun) dan bersif at polifagus (dapat memakan berbagai jenis
tanaman atau tumbuhan). Spesies ini tersebar dari Sabang sampai Merauke
secara alami. Petani seringkali menganggapnya sebagai hama karena
larvanya memakan tanaman (Solihin et al. 2010).
Sekitar 90 genus tanaman dari 48 famili dapat menjadi inang larva
(Peigler 1989). Sedangkan di Pulau Jawa menurut Kalshoven (1981),
terdapat 40 jenis tanaman inang yang menjadi makanan larva A. atlas,
diantaranya teh (Camellia sinensis), sirsak (Annona muricata), senggugu
(Clerodendron serratum Spreng), alpokat (Persea Americana Mil), dadap
(Erythrina lithosperma Miq), kunyit (Curcuma domestika), mahoni
(Sweetnia mahagoni) dan pada tanaman cengkeh (Zingeber purpereum).
Prospek bisnis budidaya ulat sutera liar A. atlas cukup menjanjikan.
Permintaan benang sutera A. atlas dari Jepang sangat tinggi sedangkan
produksi di Indonesia masih terbatas dan masih mengandalkan tangkapan
dari alam sehingga hanya mampu mengeksport 25 kg/bulan. Dari segi
ekonomi harga jual kokon A.atlas lebih tinggi dibandingkan dengan kokon
B. mori. Harga kokon A. atlas Rp 60.000/kg sedangkan harga kokon B. mori
hanya Rp 25.000/kg. Jika sudah dalam bentuk benang sutra harga dari A.
atlas Rp 1.500.000/kg lebih tinggi, sementara benang sutra B. mori hanya
Rp 300.000/kg (Solihin et al. 2010).
Ujicoba dometikasi ulat sutera liar A. atlas di dalam ruangan telah
dilakukan oleh Awan (2007) menunjukkan keberhasilan hidup hingga
100%. Namun terdapat beberapa kendala dalam upaya memperoleh bibit
diantaranya kemunculan ngengat jantan yang tidak bersamaan dengan

2
ngengat betina, umur ngengat jantan lebih pendek dari ngengat betina dan
seringkali tidak terjadi perkawinan meskipun indukan telah dicampur dalam
satu kandang (Awan 2007; Mulyani 2008).
Permasalahan di atas dapat diatasi bila teknologi inseminasi buatan
(IB) dapat diterapkan pada spesies A. atlas seperti yang telah dilakukan pada
ulat sutera B. mori (Tazima 1978). Namun untuk dapat menerapkan teknik
IB tersebut pada A. atlas diperlukan berbagai informasi tentang karakteristik
indukan A. atlas jantan dan betina termasuk organ reproduksinya. Penelitian
ini menyajikan data dasar yang memberikan informasi mengenai morfometri
imago jantan dan memberikan gambaran sistem reproduksinya. Diharapkan
penelitian ini berguna untuk penelitian selanjutnya dalam upaya penerapan
inseminasi buatan (IB) pada A. atlas.

Perumusan Masalah
Upaya penyediaan bibit mengalami kesulitan karena kemunculan
ngengat jantan mendahului ngengat betina dan umur ngengat jantan yang
lebih pendek dari ngengat betina serta seringkali tidak terjadi perkawinan
meski indukan jantan dan betina telah dicampur dalam satu kandang. Perlu
diupayakan penerapan IB. Untuk mendukung upaya penerapan IB perlu
diketahui perbedaan karakteristik ulat sutera liar A. atlas jantan dan betina.
Serta diperlukan pemahaman tentang sistem reproduksinya.

Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan morfometri A. atlas jantan dan organ reproduksinya.

Manfaat Penelitian
Manfaat dilakukan penelitian ini yaitu dapat memberikan informasi
dasar agar dapat mengenali imago A. atlas jantan dan organ reproduksinya
untuk keperluan selanjutnya.

3
TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi A. atlas
A. atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna
atau holometabola. Menurut Triplehorn dan Johnson (2005), kedudukan
taksonomi A. atlas adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum
: Arthropoda
Subfilum : Atelocerata
Kelas
: Insect
Subklas
: Pterygota
Ordo
: Lepidoptera
Subordo : Ditrysia
Superfamili: Bombycoidea
Famili
: Saturniidae
Subfamilia : Saturninae
Genus
: Attacus (Linnaeus)
Spesies
: Attacus atlas (Linnaeus)
Penyebaran A. atlas
A. atlas dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan sebutan kupu si
rama-rama atau kupu-kupu gajah. Serangga ini tersebar dari Sabang hingga
Merauke. Di luar Indonesia serangga ini dapat ditemukan di daerah Simla
(India), di ujung daerah timur laut Okinawa (Jepang), seluruh dataran
kawasan Asia Tenggara, Taiwan, dan Papua Nugini (Peigler 1989) seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Penyebaran A. atlas (Peigler 1989)

4
Siklus Hidup A. atlas
Siklus hidup A. atlas yang termasuk serangga holometabola dimulai
dari telur. Telur menetas menjadi larva, Larva menjadi pupa, pupa menjadi
imago dan imago kembali bertelur (Gullan dan Cranstoon 2000). Mulyani
(2008) melaporkan siklus hidup A. atlas pada tanaman sirsak adalah sebagai
berikut: fase larva membutuhkan 30-42 hari (rata-rata 36 + 3.83), fase pupa
membutuhkan 24-51 hari (rata-rata 29.25 + 7.07) dan fase imago
memerlukan 3-8 hari (rata-rata 5.00 + 1.27). Waktu yang dibutuhkan untuk
satu kali siklus 60-89 hari (rata-rata 70.85+7.457). Fase larva A.atlas terdiri
dari 6 tahap instar (Gambar 2).

Gambar 2 Siklus hidup A. atlas dengan pakan daun jarak pagar (Desiana
2011)
Morfologi Imago A. atlas
A. atlas merupakan serangga nokturnal berukuran besar. Masyarakat
sering menyebut ngengat A. atlas sebagai kupu-kupu gajah. Tubuh imago
ditutupi sisik dengan warna dasar cokelat kemerahan hingga orange
(Kalshoven 1981). Tubuh ngengat terbagi tiga yaitu kepala, toraks dan
abdomen. Kepala bagian frons kepala sangat cekung dan diselimuti sisik.
Bagian atas kepala disebut vertex dan bagian belakang kepala disebut
occiput. Pada kepala terdapat mata majemuk yang besar dengan diameter 34 mm. Jarak antara mata kira-kira 1/2 hingga 2/3 diameter mata dengan
bagian mulutnya kurang berkembang (Peigler 1989).
Antena A. atlas bertipe bipectine. Ruas antena pertama yamg
menempel pada vertex disebut scape. Ruas kedua yang tidak memiliki rami

5
disebut pedicel. Ruas yang memiliki ramus disebut flagellum. Setiap
segmen flagellum memiliki empat rami dan rami terpanjang terdapat pada
flagellum tengah dan terpendek pada kedua ujungnya (Peigler 1989).
Toraks terbagi menjadi protoraks, mesotoraks dan metatoraks. Bagian
abdomen terdiri dari 10 segmen. Segmen pertama hingga ke delapan
dilengkapi oleh spirakel. (Peigler 1989).

MATERI DAN METODE
W aktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus hingga Oktober 2013 di
Laboratorium Metabolisme Bagian Anatomi Fisiologi dan Farmakologi dan
Unit Rehabilitasi Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian
Bogor.
Materi Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan adalah kokon sehat A. atlas yang
diambil dari perkebunan teh di Purwakarta. Alat yang digunakan adalah:
kandang kasa ukuran 50x50x50 cm3, neraca digital AND GR-200,
seperangkat alat bedah minor, jarum pentul, kaca pembesar, penggaris,
jangka sorong, styrofoam, kertas millimeter block, dissection mikroskop.
Langkah Kerja
1.
2.

3.

4.

Kokon A.atlas diperoleh dari perkebunan teh Purwakarta.
Persiapan hewan coba
Kokon dari perkebunan teh dimasukkan ke kandang kasa berukuran
50x50x50 cm3 sampai imago jantan keluar.
Prosedur mematikan ngengat
Ngengat dimatikan dengan cara dimasukkan ke lemari pendingin
(freezer) selama setengah jam.
Pengambilan data
a. Ngengat yang telah mati ditimbang, dan didokumentasi.
Ngengat yang telah mati diletakkan di atas styrofoam yang telah
dialasi kertas millimeter block untuk mengukur bentang dan
panjang sayap.
b. Kemudian panjang dan lebar kepala, torak, abdomen dan antena,
diukur dengan jangka sorong (Gambar 3).

6

Gambar 3 Skema pengukuran morfometri ngengat: a) bentangan sayap; b)
panjang sayap; c) lebar kepala; d) panjang kepala; e) lebar
kepala; f) panjang torax; g) lebar abdomen; h) panjang abdomen;
dan i) panjang badan total.
5.

Pengamatan organ reproduksi
a. Ngengat difiksir dengan jarum pentul di atas styrofoam.
b. Penyayatan dilakukan di bagian abdomen menggunakan alat bedah
minor yaitu scalpel dan gunting dimulai dari anterior ke posterior,
bagian abdomen dibuka, kemudian dikuakkan dan difiksir dengan
jarum pentul.
c. Bagian abdomen dipreparir dan sistem reproduksi diangkat dari
abdomen.
d. Organ-organ reproduksi diidentifikasi dengan panduan skema
sistem reproduksi B. mori (Omura 1938).

Analisis Data
Data dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam rataan dan
simpangan baku. Korelasi antara bobot badan dan morfometri dianalisis
dengan menggunakan program SPSS 16.0. Sistem reproduksi yang
ditemukan diidentifikasi organ-organnya.

7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ciri Khas Imago Jantan
Untuk membedakan ngengat jantan dan ngengat betina adalah dari
ukuran antenanya. Antena ngengat jantan terlihat lebih lebar dari pada
betina (Gambar 5). Ini merupakan adaptasi morfologi karena ngengat jantan
menggunakan antenanya lebih dominan dibandingkan dengan ngengat
betina. Ngengat jantan menggunakan antenanya untuk mendeteksi feromon
yang dihasilkan oleh ngengat betina. Menurut Passoa (1999) ngengat jantan
mampu mendeteksi feromon betina dari jarak sejauh 1 mil (1.6km).
Dari sebelas sampel diperoleh informasi bahwa panjang antena
jantan berkisar antara 1.80 sampai 2.03 cm dengan rataan 1.94 + 0.07 cm.
Sementara itu, lebar antena pada ngengat jantan berkisar antara 0.92 hingga
1.06 cm dengan rataan 0.99 + 0.04 cm. Antena betina memiliki panjang 1.7
- 2.1 cm dan lebar 0.3 cm. Jadi dapat disimpulkan bahwa antena jantan lebih
lebar daripada antena betina. Selain itu antena ngengat jantan juga memiliki
ramus yang lebih rapat dibandingkan dengan ngengat betina (Gambar 4).

A

A

B

Gambar 4 Antena imago A. atlas: jantan (A) dan betina (B)
Ukuran Morfometri
Morfometri yang diteliti dalam penelitian ini adalah sayap ( bentangan
dan panjangnya), kepala, toraks dan abdomen (panjang dan lebar) serta
panjang badan total. Bentangan sayap adalah jarak antara ujung kanan dan
ujung kiri sayap ketika sayap terbentang maksimum. Bentangan sayap A.
atlas jantan berkisar antara 17.50-20.00 cm. Nilai ini serupa dengan laporan
Mulyani (2008) yang memperoleh angka kisaran angka yang persis sama
(17.50-20.00 cm). Dalam penelitiannya Mulyani (2008) menggunakan
ngengat A. atlas yang dipelihara dalam ruangan dengan pakan daun kaliki
(Ricini communis L.) dan daun jarak pagar (Jatropa curcas L.).
Kesamaan nilai bentangan sayap ini menunjukkan bahwa hal tersebut
tidak dipengaruhi oleh jenis pakan yang dikonsumsi semasa larva maupun
tempat pemeliharaannya. Ngengat A atlas merupakan ngengat terbesar
dalam ordo Lepidoptera sehingga dapat dipahami jika bentangan sayap A.
atlas lebih besar daripada ulat sutera lainnya. Ngengat jantan dari Antheraea
yamamai (ulat sutera liar jepang) memiliki bentangan sayap hanya 12-15
cm sedangkan ngengat jantan sutera murbei (B. mori) memiliki bentangan

8
sayap 4-5 cm (Kuribayashi 1981). Jadi bentangan sayap ngengat sangat
ditentukan oleh faktor genetik.
Tabel 1 Ukuran morfometri ngengat jantan A. atlas
Parameter
Sayap
Bentangan (cm)
Panjang (cm)
Kepala
Pajang (cm)
Lebar (cm)
Toraks
Pajang (cm)
Lebar (cm)
Abdomen (cm)
Pajang (cm)
Lebar (cm)
Panjang badan total (cm)

Rata-rata + SD

Kisaran

18.65 + 0.78
7.55 + 0.34

17.50 – 20.00
7.00 – 8.20

0.45 + 0.03
0.52 + 0.03

0.41 – 0.53
0.50 – 0.58

1.17 + 0.12
0.96 + 0.06

1.00 – 1.41
0.91 – 1.13

1.77 + 0.27
0.95 + 0.07
3.69 + 0.32

1.52 – 2.25
0.85- 1.11
3.32 – 4.42

Panjang sayap adalah jarak antara ujung anterior sayap depan
dengan posterior sayap belakang. Panjang sayap ngengat A. atlas jantan
berkisar antara 7.00-8.20 cm. Nilai rata-rata panjang sayap A. atlas jantan
adalah 7.55+0.34 cm.
Panjang dan lebar kepala ngengat A. atlas rata-rata 0.45 + 0.03 (0.41
- 0.53 cm) dan 0.52+0.03 cm (0.50-0.58 cm). Panjang dan lebar toraks
ngengat A. atlas rata-rata adalah 1.17 + 0.12 cm (1.00 – 1.41) dan 0.96 +
0.06 cm (0.91-1.13 cm). Panjang dan lebar abdomen yang diperoleh pada
penelitian ini adalah 1.77+0.27 cm (1.52-2.25 cm) dan 0.95 + 0.07 cm
(0.85-1.11 cm).
Panjang dan lebar abdomen hasil penelitian ini lebih pendek dari
laporan Mulyani (2008) yang menyatakan bahwa panjang dan lebar
abdomen A. atlas jantan adalah 2.6-3.5 cm dan 2-3 cm. Perbedaan ini
diduga dipengaruhi oleh faktor pakan dan lingkungan. Mulyani melakukan
pengukuran ngengat yang dipelihara secara intensif di dalam ruangan
dengan pakan daun kaliki (Ricini communis L.) dan daun jarak pagar
(Jatropa curcas L.), sedangkan peneliti melakukan pengukuran dari imago
yang larvanya berasal dari perkebunan teh. Hal ini dapat diartikan bahwa
pakan dan tempat hidup memengaruhi ukuran abdomen. Ukuran abdomen
menjadi penting diperhatikan karena merupakan tempat penimbunan
cadangan makanan bagi imago.
Ulat sutera yang dipelihara intensif dalam ruangan dengan pakan
yang cukup serta stasus lingkungan terjaga diduga akan menghasilkan
imago yang memiliki cadangan makanan lebih banyak. Semakin lebar
abdomen maka cadangan makanan semakin banyak, sehingga umur imago
jantan menjadi lebih panjang (Nugroho 2013). Semakin lebar abdomen
besar kemungkinan sperma yang terkandung di dalamnya juga semakin
besar. Berdasarkan hal tersebut peneliti menduga bahwa lingkungan
pemeliharaan yang terkendali suhu dan kelembabannya serta pemberian

9
pakan yang intensif semasa larva akan menghasilkan imago jantan yang
menghasilkaan semen yang lebih banyak dan berumur lebih panjang.
Panjang badan merupakan jarak antara margin anterior kepala (tidak
termasuk antena) dengan titik paling posterior abdomen. Panjang badan
ngengat A. atlas jantan berkisar antara 3.32-4.42 cm dengan rata-rata 3.69
cm. Nilai ini sama dengan panjang badan Antheraea yamamai (3.7 cm)
tetapi lebih besar dibandingkan dengan panjang badan B. mori hanya 1.6 cm
(Kuribayashi 1981).
Berdasarkam proporsi perbandingan panjang tubuh, panjang kepala
panjang toraks, dan panjang abdomen A. atlas masing-masing merupakan
13.27 %, 34.51 % dan 52.21% dari panjang badan total. Sehingga
perbandingan antara panjang kepala : panjang toraks : panjang abdomen
adalah 13.27: 34.51: 52.21. Jadi abdomen merupakan bagian terpanjang dari
badan ngengat. Panjang abdomen tersebut masih lebih besar dari gabungan
panjang kepala dan toraks.
Korelasi antara Bobot Badan Ngengat Jantan dengan Morfometri
Bobot badan ngengat jantan A. atlas berkisar antara 1.11- 2.19 g
dengan rataan 1.59+ 0.33 g. Bobot badan bervariasi bergantung pada asupan
pakan selama masa larva. Bobot badan berkorelasi dengan morfometri organ
lainnya. Data korelasi antara bobot badan (Y) dengan parameter morfometri
(X) disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Korelasi antara bobot badan ngengat jantan dengan morfometri
Parameter
Bentang sayap
Panjang sayap
Panjang badan total
Panjang kepala
Panjang torak
Panjang abdomen
Lebar kepala
Lebar torak
Lebar abdomen

Persamaan
Linear
Y=0.178x- 1.657
Y=0.237x-0.196
Y=0.875x-1.639
Y=2.337x+0.531
Y=-0.856x+2.593
Y=0.853x+0.082
Y=-6.164x+4.81
Y=1.531x+0.126
Y=1.613x+0.063

R

r2

SEE

0.411
0.247
0.875
0.237
0.301
0.692
0.526
0.279
0.354

0.169
0.061
0.733
0.056
0.091
0.479
0.277
0.078
0.126

0.3175
0.3374
0.1798
0.3261
0.3321
0.2514
0.2960
0.3344
0.3257

Signifikansi
0.210
0.463
0.001
0.482
0.368
0.018
0.096
0.405
0.285

Morfometri panjang badan total berkorelasi sangat kuat (R=0.875)
dengan bobot badan dengan persamaan Y= 0.875X-1.639 (Tabel 2). Karena
korelasinya yang sangat kuat maka persamaan tersebut dapat digunakan
untuk menduga nilai bobot badan bila diketahui data panjang badan total
ngengat jantan ataupun sebaliknya secara tepat. Misalnya diketahui panjang
badan ngengat jantan adalah 3.5 cm maka kita dapat menduga nilai bobot
badan dengan mensubsitusikan angka tersebut ke dalam persamaan menjadi
Y=0.87(3.5)-1.64 sehingga diperoleh nilai bobot badan (Y) sebesar 1.42 g.
Koefisien korelasi (R) merupakan seberapa besar hubungan antara
kedua variabel. Nilai R berkisar antara 0 sampai 1. Bila nilai semakin
mendekati 1 berarti hubungan yang terjadi semakin kuat, sebaliknya nilai

10
yang semakin mendekati 0 berarti menunjukkan hubungan yang terjadi
semakin lemah.
Menurut Sugiyono (2007) pedoman untuk memberikan interpretasi
koefisien korelasi sebagai berikut:
0.00
- 0.199 = sangat rendah
0.20
- 0.399 = rendah
0.40
- 0.599 = sedang
0.60
- 0.799 = kuat
0.80
- 1.000 = sangat kuat
Berikut penggolongan korelasi parameter morfometri dengan bobot
badan berdasarkan klasifikasi Sugiyono (2007).
Tabel 3 Penggolongan korelasi parameter morfometri dengan bobot badan
Parameter
Bentang sayap
Panjang sayap
Panjang badan total
Panjang kepala
Lebar kepala
Panjang torak
Lebar torak
Panjang abdomen
Lebar abdomen

Sangat
rendah

rendah

Sedang

Kuat

Sangat kuat

v
v
v
v
v
v
v
v
v

Koefisien determinasi (r2) merupakan angka yang menunjukkan
seberapa besar variabel morfometri mampu memengaruhi variable bobot
badan. Nilai r2 terbaik dimiliki oleh parameter panjang badan total yakni
sebesar 0.73. Hal ini dapat diartikan bahwa sebesar 73.3 % nilai bobot
badan dipengaruhi oleh panjang badan, sedangkan sisanya sebesar 26.7 %
dipengaruhi oleh faktor lainnya.
Standard Error of the Estimate (SEE) adalah suatu ukuran
banyaknya kesalahan model regresi dalam memprediksikan nilai Y (bobot
badan). Dari hasil regresi didapatkan nilai SEE dari panjang tubuh
merupakan yang terkecil yakni sebesar 0.18. Ini berarti banyaknya
kesalahan dalam prediksi bobot badan adalah sebesar 0.18 g (satuan bobot
badan). Nilai SEE ini kurang dari standar deviasi bobot badan (0.33)
sehingga disimpulkan model regresi ini cukup baik untuk memprediksi nilai
bobot badan.
Model regresi dikatakan layak bila nilai signifikansi lebih kecil dari
0.05. Dari Tabel 2 terlihat bahwa hanya ada dua model regresi yang
tergolong layak yaitu model regresi yang menggunakan panjang badan total
dan panjang abdomen sebagai variabel bebasnya.

11
Sistem Reproduksi Imago A. atlas Jantan
Pada penelitian ini peneliti juga melakukan pembedahan eksploratif
pada imago A. atlas jantan untuk menemukan sistem reproduksinya yang
kemudian dibandingkan dengan gambar sistem reproduksi B. mori (Omura
1938) (Gambar 5).

t

t
dd

dd
add
gs
ga
gp

A

p

B

Gambar 5 Sistem reproduksi; (A) imago A. atlas jantan dan (B) skema
sistem reproduksi pupa B. mori (Omura 1938) terdiri dari
ampula ductus deferent (add), ductus deferent (dd), glandula
alba (ga), glandula lacteola (gl), glandula prostatica (gp),
glandula pelusida (gpl), glandula spermatophore (gs), penis (p),
testis (t).
Dari hasil pembedahan peneliti menemukan bahwa secara umum
banyak kemiripan antara sistem reproduksi A. atlas dengan B. mori. Sistem
reproduksi A. atlas jantan memiliki sepasang testis, sepasang ductus
deferent, satu glandula spermatophore, satu glandula alba, satu glandula
prostatica dan satu penis. Peneliti tidak dapat menemukan glandula pelusida
dan glandula lacteola pada sistem reproduksi A. atlas jantan. Tidak
ditemukannya glandula pelusida dan glandula lacteola diduga karena
metode yang digunakan peneliti tidak mampu untuk menemukan organ
tersebut. Selain itu mungkin saja memang tidak terdapat kedua organ
tersebut pada fase imago tapi pada fase pupa, dengan kata lain telah
mengalami rudimenter dalam perkembangannya. Untuk itu diperlukan

12
penelitian lebih lanjut dengan metode yang lebih mutakhir pada fase imago
maupun pupa.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pada penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Imago A. atlas jantan memiliki antena yang lebih berkembang
dibandingkan betina.
2. Panjang badan total ngengat jantan memiliki korelasi sangat kuat dengan
bobot dalam model persamaan Y=0,875X-1,639, dimana Y adalah bobot
badan dalam gram dan X adalah panjang badan dalam cm.
3. Sistem reproduksi A. atlas jantan memiliki sepasang testis, sepasang
ductus deferent dengan ampulanya, satu glandula spermatophore, satu
glandula alba, satu glandula prostatica dan satu penis.
Saran
Dilakukan penelitian lebih lanjut pada pengamatan sistem jaringan
histologi pada organ reproduksi jantan baik pada tahap pupa maupun pada
tahap imago.

DAFTAR PUSTAKA
Awan A. 2007. Domestikasi Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera:
Saturniidae) dalam Usaha Meningkatkan Persuteraan Nasional
[Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Desiana R. 2011. Domestikasi Ulat Sutera Liar (Attacus atlas L.) dengan
Pakan Daun Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) dan Sirsak (Annona
Muricata L.) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Gullan PJ, Cranston PS. 2000. The Insects an Outline of Entomology.
Second Edition. London (GB): Blackwell Science.
Guntoro S. 1994. Budidaya Ulat Sutera. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Kalshoven LGE. 1981. Pests of Crops in Indonesia. Jakarta (ID): Ichtiar
Baru- Van Hoeve.
Kuribayashi S. 1981. Indoor rearing of the Japanese Oak Silkworm,
Antheraea yamamai. JARQ. 15 (2): 122-132.
Moerdoko W. 2002. Sutera Alam Pengembangan Terakhir dan Prospeknya
di Indonesia. Disampaikan Pada Konferensi Internasional Tentang
Sutera Alam Yang Dihasilkan Oleh Ulat Sutera Liar. Yogyakarta (ID).
Mulyani N. 2008. Biologi Attacus atlas L. (Lepidoptera: Saturniidae)
dengan Pakan Daun Kaliki (Ricini communis L.) dan Pagar Jarak
(Jatropa curcas L.) di Laboratorium [Tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.

13
Nugroho EP. 2013. Preservasi Imago Jantan Ulat Sutera Liar Attacus atlas
(Lepidoptera: Saturniidae) pada Suhu 50C dalam Rangka Preservasi
Semen. Di dalam: Peran Reproduksi Dalam Penyelamatan dan
Pengembangan Plasma nutfah Hewan di Indonesia. Seminar Nasional
Asosiasi Reproduksi Hewan Hewan Indonesia; 2013 November 1819; Bogor. Bogor (ID): [ARHI Cabang Bogor]. hlm 70.
Omura S. 1938. Studies On The Reproductive System of The Male of
Bombyx mori: Post Testicular Organs and Post-Testicular Behaviour
of The Spermatozoa. J Faculty of Agricul Hokkaido University. 40
(3): 129-170.
Passoa VA. 1999. Magnificent wild silk moths. Carolina Biological Supply
Company. 62(4):15-18.
Peigler RS. 1989. A Revision of The Indo-Australian Genus Attacus.
California (US): The Lepidoptera Research Foundation.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kualitatif dan RND. Bandung (ID):
Alfabeta.
Solihin DD, Fuah AM, Ekastuti DR, Siregar HCH, Wiryawan KG, Setyono
DJ, Mansjoer SS, Polii BNN. 2010. Budi Daya Ulat Sutera Alam
Attacus atlas. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Tazima Y. 1978. The Silkworm: an Important Laboratory Tool. National
Institute of Genetics. Mishima (JP): Kodasha Tokyo Scientific Books.
Triplehorn CA, Johnson NF. 2005. Borror and Delong’s Introduction to the
Study of Insect. Ed ke 7. Australia (AU): Thompson.

14
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 18 Desember 1989 di Sungai Betung
Kecamatan Kamang Baru Kabupaten Sijunjung, Sumatera Barat. Penulis
merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak
Suparman dan Ibu Nuraini A.
Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri 11 Pasar Sungai
Betung pada tahun 1996 hingga 2002. Pada tahun 2002 hingga 2005 Penulis
menjalani pendidikan ke jenjang berikutnya di SMP Negeri 17 Sawahlunto
Sijunjung. Pendidikan menengah atas telah Penulis lalui di SMA Negeri 1
Sijunjung pada tahun tahun 2005 hinggga 2008.
Tahun 2008 Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program
Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor.
Selama mengikuti pendidikan Penulis pernah mengikuti kegiatan
Himpunan Profesi Hewan Kesayangan dan Satwa Aquatik Fakultas
Kedokteran Hewan IPB dan UKM Uni Konservasi Fauna.