Kajian Entrepreneurial Marketing terhadap Pengembangan dan Keberlanjutan Usaha Industri Kecil Menengah Furniture di Bogor

KAJIAN ENTREPRENEURIAL MARKETING TERHADAP
PENGEMBANGAN DAN KEBERLANJUTAN USAHA
INDUSTRI KECIL MENENGAH FURNITURE DI BOGOR

SANJOYO YANUWAR

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Entrepreneurial
Marketing terhadap Pengembangan dan Keberlanjutan Usaha Industri Kecil
Menengah Furniture di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014

Sanjoyo Yanuwar
NIM H24100031

ABSTRAK
SANJOYO YANUWAR. Kajian Entrepreneurial Marketing terhadap
Pengembangan dan Keberlanjutan Usaha Industri Kecil Menengah Furniture di
Bogor di bawah bimbingan MA’MUN SARMA.
Industri Kecil Menengah (IKM) memiliki peranan yang sangat penting
dalam pembangunan perekonomian. Namun IKM masih memiliki permasalahan
terkait pemasaran. Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut Entrepreneurial
marketing merupakan pendekatan yang lebih sesuai ditinjau dari keterbatasan
sumber daya dan permasalahan yang ada pada industri kecil dan menengah (IKM).
Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh entrepreneurial marketing
terhadap pengembangan dan keberlanjutan usaha khususnya dibidang furniture
dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Data yang digunakan adalah data
primer yang diperoleh dari hasil wawancara lalu diolah menggunakan alat analisis

Structural Equation Modeling (SEM) melalui pendekatan Partial Least Squares
(PLS). Hasil penelitian didapatkan bahwa entrepreneurial marketing berpengaruh
secara signifikan terhadap keberlanjutan usaha, namun tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap pengembangan usaha. Faktor- faktor yang mempengaruhi
pengembangan entrepreneurial marketing adalah diversifikasi produk, frekuensi
pembuatan model atau tren baru, dan tingkat mengikuti perkembangan
kebutuhan/selera pelanggan.
Kata kunci : entrepreneurial marketing, keberlanjutan usaha, pengembangan
usaha, usaha furniture

ABSTRACT
SANJOYO YANUWAR. Study of Entrepreneurial Marketing for The Small
and Medium Enterprises (SMEs) of Furniture Business Sustainability
Development in Bogor. Supervised by MA’MUN SARMA.
Small and Medium Enterprises (SMEs) play a very important role in
economic development . However, SMEs still have a marketing related issues. To
resolve these problems, Entrepreneurial Marketing (EM) is a more appropriate
approach in terms of resource limitations and problems that exist in small and
medium enterprises (SMEs). This study was conducted to see the effect of
entrepreneurial marketing for development and business sustainability, especially

in the furniture and the factors that influence the Entrepreneurial Marketing (EM).
The data used was primary data obtained from interviews and analyzed using
analysis tools Structural Equation Modeling (SEM) approach through a Partial
Least Squares (PLS). The results showed that entrepreneurial marketing affect
significantly the business sustainability, but did not significantly influence the
development of the business. Factors affecting the development of entrepreneurial
marketing are product diversification, frequency modeling or new trends, and
keep track of the level of needs / tastes of customers .
Keywords: business development, business sustainability, entrepreneurial
marketing, furniture business

PENGEMBANGAN ENTREPRENEURIAL MARKETING
UNTUK PENGEMBANGAN DAN KEBERLANJUTAN USAHA
INDUSTRI KECIL MENENGAH FURNITURE DI BOGOR

SANJOYO YANUWAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi

pada
Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Kajian Entrepreneurial Marketing terhadap Pengembangan
dan Keberlanjutan Usaha Industri Kecil Menengah Furniture di
Bogor
Nama
: Sanjoyo Yanuwar
NIM
: H24100031

Disetujui oleh

Dr Ir Ma’mun Sarma MS MEc

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Muhammad Najib STP MM
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan februari 2014 ini ialah
entrepreneurial marketing, dengan judul Kajian Entrepreneurial Marketing
terhadap Pengembangan dan Keberlanjutan Usaha Industri Kecil Menengah
Furniture di Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Ma’mun Sarma MS,
M.Ec selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan
kepada Industri Kecil Menengah (IKM) furniture di wilayah Bogor. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ibu, bapak, seluruh keluarga, serta sahabatsahabat tercinta.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Sanjoyo Yanuwar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

4

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian


5

TINJAUAN PUSTAKA

5

Definisi dan Klasifikasi Industri

5

Pengertian Furniture

6

Marketing

6

Entrepreneurial Marketing


6

Prinsip kunci Entrepreneurial Marketing

7

Pengembangan Usaha

8

Keberlanjutan Usaha

8

Structural Equation Modeling (SEM)

9

Bentuk SEM dengan Partial Least Sqaure (PLS)


9

Penelitian Terdahulu

9

METODE

11

Kerangka Pemikiran

11

Lokasi dan Waktu Penelitian

12

Jenis Data dan Sumber Data Penelitian


12

Jumlah dan Metode Penarikan Sampel

12

Metode Pengumpulan Data

12

Metode Pengolahan dan Analisis Data

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

16

Karakteristik Pelaku Usaha

16

Karakteristik Usaha

18

Analisis Structural Equation Modeling pendekatan Partial Least Square

19

Analisi Tabulasi Silang

25

Implikasi Manajerial

25

SIMPULAN DAN SARAN

26

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

29

DAFTAR TABEL
1 Jumlah dan persentase pertumbuhan industri kecil dan menengah di
Kota Bogor tahun 2008-2011
2 Jumlah dan persentase pertumbuhan industri kecil dan menengah di
Kabupaten Bogor tahun 2008-2011
3 Industri furniture di Kota Bogor
4 Industri furniture di Kabupaten Bogor
5 Perbandingan Pemasaran Tradisional dan Entrepreneurial Marketing
6 Variabel laten dan indikator model penelitian
7 Hasil Penilaian Kriteria dan Standar Nilai Mode Reflektif
8 Nilai analisis inner model vs standar
9 Analisis korelasi chi-square

13
13
2
2
7
14
18
23
25

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran
2. Model umum SEM PLS
3. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
4. Karakteristik responden berdasarkan usia
5. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan formal
6. Karakteristik responden berdasarkan jenis usaha
7. Karakteristik responden berdasarkan omzet rata-rata/bulan (Rp)
8. Karakteristik responden berdasarkan kepemilikan alat produksi
9. Outer Model
10. Inner Model
11. Model akhir penelitian

11
14
17
17
18
18
19
19
21
23
24

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Kuesioner Penelitian
Uji validitas dan uji reliabititas
Karakteristik responden dan profil usaha
Hasil pengolahan PLS (Partial Least Squares)

29
33
34
35

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri Kecil Menengah (IKM) merupakan bagian integral dari dunia usaha
nasional yang mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat strategis
dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Industri Kecil Menengah
(IKM) memiliki peranan yang sangat penting dalam pembangunan dan harus terus
dikembangkan dan saling memperkuat antara usaha kecil dan usaha besar dalam
rangka pemerataan serta mewujudkan kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Industri furniture telah lama diakui sebagai industri yang padat karya dan
banyak menyerap lapangan kerja. Pengembangan industri furniture diarahkan
kepada industri yang menghasilkan produk yang bernilai tambah tinggi, berdaya
saing global dan berwawasan lingkungan. Tidak dapat dipungkiri bahwa industri
ini juga merupakan industri prioritas penghasil devisa negara mengingat begitu
besarnya sumber bahan baku yang kita miliki.
Bogor merupakan kota yang berlokasi dekat dengan Ibukota Negara. Letak
geografis yang strategis membuat kota ini berkembang dari segi infrastruktur
maupun perekonomian. Kemajuan ekonomi kota Bogor ini tidak terlepas dari
peran IKM yang membantu perekonomian daerah dengan menghasilkan produk
barang dan jasa serta penyerapan tenaga kerja. Berikut ini adalah perkembangan
IKM di Kota dan Kabupaten Bogor yang disajikan pada tabel 1.
Tabel 1 Jumlah dan persentase pertumbuhan industri kecil dan menengah di Kota
Bogor tahun 2008-2011
Tahun
Jumlah Unit Usaha
2008
7.693
2009
7.761
2010
7.794
2011
7.832
Sumber : Disperindag Jawa Barat (2011)

Persentase Pertumbuhan (%)
0,88
0,43
0,49

Tabel 2 Jumlah dan persentase pertumbuhan industri kecil dan menengah di
Kabupaten Bogor tahun 2008-2011
Tahun
Jumlah Unit Usaha
2008
14.288
2009
14.333
2010
14.502
2011
14.505
Sumber : Disperindag Jawa Barat (2011)

Persentase Pertumbuhan (%)
0,31
1,18
0,21

2
Berdasarkan data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota dan
Kabupaten Bogor tahun 2013 (Tabel 3 dan 4), jumlah unit usaha cenderung
mengalami penurunan. Hal ini juga berdampak pada penurunan jumlah tenaga
kerja yang di serap. Penurunan ini menunjukan IKM furniture memerlukan
adanya peningkatan kemampuan sehingga dapat berkembang dan berkelanjutan.
Namun data ini adalah data IKM yang terdaftar pada Dinas Perindustrian dan
Perdagangan, sehingga memungkinkan adanya IKM yang tidak melakukan
pendaftaran atau tidak melakukan pendaftaran ulang sehingga tidak terdata.
Tabel 3 Industri furniture di Kota Bogor
No

Jenis Industri

Unit usaha
(unit)

Tenaga Kerja
(orang)

Industri kecil
2010
22
2011
28
2012
19
2013
16
2
Industri menengah
2010
3
2011
5
2012
4
2013
3
Sumber : Disperindag Kota Bogor (2013)

Rata-Rata Tenaga
Kerja/Unit (orang
per unit)

1

145
207
121
89

6
7
6
5

104
231
116
98

34
46
28
32

Tabel 4 Industri furniture di Kabupaten Bogor
No

Jenis Industri

Unit usaha
(unit)

Tenaga Kerja
(orang)

Industri kecil
2010
34
2011
42
2012
36
2013
28
2
Industri menengah
2010
8
2011
12
2012
8
2013
6
Sumber : Disperindag Kabupaten Bogor (2013)

Rata-Rata Tenaga
Kerja/Unit (orang
per unit)

1

206
379
183
227

6
9
5
8

195
459
258
167

24
38
32
28

Menurut Haeruman dalam Pajaruddin (2010), tantangan bagi dunia usaha
terutama pengembangan Industri Kecil Menengah (IKM), mencakup aspek yang
luas, antara lain peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM), kompetensi
kewirausahaan, akses yang lebih luas terhadap permodalan, informasi pasar yang

3
transparan, faktor produksi lainnya dan iklim usaha yang sehat mendukung
inovasi, kewirausahaan dan praktek bisnis serta persaingan yang sehat.
Marketing (pemasaran) merupakan salah satu disiplin ilmu yang berperan
penting dalam berkembangnya suatu industri, baik industri skala besar maupun
industri kecil dan menengah (IKM). Akan tetapi, bagi mayoritas pengusaha kecil,
pemasaran masih menjadi salah satu masalah mendasar yang harus dihadapi.
Permasalahan pemasaran pada pengusaha kecil menurut Hadiyati dalam Sarma
(2013) umumnya terfokus pada tiga hal, yaitu : (1) masalah persaingan pasar dan
produk, (2) masalah akses terhadap informasi pasar, dan (3) masalah kelembagaan
pendukung usaha kecil.
Berdasarkan kondisi tersebut diketahui bahwa konsep pemasaran yang ada
(pemasaran tradisional) yang awalnya dikembangkan untuk perusahaan besar,
tidak dapat langsung ditransfer ke dunia usaha kecil tanpa adaptasi. Hal itu atas
dasar penerapan konsep pemasaran oleh para pelaku IKM yang dipraktekkan
dengan cara yang berbeda dari buku teks pemasaran tradisional (Kraus et al.,
2007). Hasil penelitian tersebut memberi gambaran bahwa dibutuhkan keberadaan
konsep pemasaran yang lebih sesuai dengan karakteristik khas yang dimiliki IKM.
Entrepreneurial marketing (kewirausahaan pemasaran) merupakan
pendekatan konsep yang lebih sesuai ditinjau dari keterbatasan sumber daya dan
permasalahan yang ada pada IKM (Stokes 2000). Konsep entrepreneurial
marketing merupakan konsep yang awalnya muncul pada pelaku usaha skala kecil
atau pelaku usaha yang baru memulai bisnisnya (Stokes 2000), yang mempelajari
mengenai nilai, kemampuan dan perilaku seorang wirausaha dalam menghadapi
berbagai permasalahan serta mendapatkan peluang usaha (Hadiyati 2009). Pada
penerapan entrepreneurial marketing, pemilik IKM cenderung melakukan strategi
bottom-up (menyesuaikan produk dengan permintaan konsumen) dan berorientasi
inovasi. Hal ini sangat relevan dengan karakteristik industri furniture yang
notabene peka terhadap penyesuaian produk dengan permintaan konsumen.
Dalam persaingan industri furniture yang semakin meningkat, pelaku industri
kecil dan menengah harus melakukan langkah strategis untuk pengembangan dan
keberlanjutan usaha. Salah satunya dengan terus melakukan inovasi pemasaran
yang efektif melalui entrepreneur marketing.

Perumusan Masalah
Kecenderungan saat ini, dominasi pasar furniture dunia masih melekat pada
negara Cina, Italy, dan Jerman sebagai negara-negara produsen, sedangkan
konsumsi furniture terbesar dunia masih didominasi oleh USA, Jepang dan negara
Eropa lainnya. Selanjutnya kecenderungan negara-negara produsen furniture
diharapkan bergeser ke Asia, mengingat keterbatasan bahan baku dan rotan
sehingga memberikan peluang besar bagi para produsen furniture Indonesia untuk
memasuki pasaran furniture dunia yang terbuka sangat luas.
Berdasarkan data dari Departemen Perindustrian, industri furniture
Indonesia memiliki beberapa permasalahan terkait pemasaran diantaranya adanya
hambatan tarif dan non-tarif dibeberapa ngara tujuan ekspor, tuntuntan sertifikasi
ekolabel, pengkaitan perdagangan dengan HAM, menurunnya kemampuan daya

4
saing, lemahnya market intelligent, dan terkait promosi di dalam dan luar negeri
yang sangat terbatas (Departemen Perindustrian 2002).
Perlu adanya pemberdayaan terhadap industri kecil yang efektif dengan
meningkatkan kualitas perilaku wirausaha dan kemandirian usaha, yang didukung
oleh unsur penunjang dari pemerintah daerah dan organisasi non pemerintah
(Utami, 2007). Agar tetap mampu bertahan dan berkelanjutan, maka pelaku
industri furniture harus concern terhadap daya saing usaha maupun daya saing
produknya. Kunci peningkatan daya saing industri furniture menurut Susilo dalam
Septiani (2012) terletak pada pengusaha yang memiliki jiwa kewirausahaan dan
jiwa inovasi yang tinggi, yang mana hal ini merupakan cerminan penerapan
entrepreneurial marketing. Selain itu, pemerintah juga berperan penting dalam
peningkatan daya saing industri furniture. Secara spesifik dan operasional, Pemda
berkewajiban menjadi fasilitator dalam akses permodalan pengrajin furniture ,
menjadi regulator dalam melindungi usaha furniture melalui kebijakan baik di
tingkat input (modal dan bahan baku), hingga kebijakan di tingkat pemasaran.
Berdasarkan pemaparan tersebut di atas, maka perumusan masalah
penelitian yang dapat diajukan adalah:
1. Bagaimana karakteristik dan profil industri kecil dan menengah furniture di
wilayah Bogor ?
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi entrepreneurial marketing dalam
pengembangan dan keberlanjutan usaha pada industri kecil dan menengah di
wilayah Bogor ?
3. Bagaimana tahapan pengembangan entrepreneurial marketing untuk
pengembanga dan keberlanjutan usaha pada industri kecil dan menengah
furnitur di wilayah Bogor?

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi karakteristik dan profil industri kecil dan menengah furniture
di wilayah Bogor.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi entrepreneurial marketing
dalam pengembangan usaha dan keberlanjutan usaha pada industri kecil dan
menengah di wilayah Bogor.
3. Menyusun tahapan pengembangan entrepreneurial marketing untuk
pengembangan dan keberlanjutan usaha pada industri kecil dan menengah
furniture di wilayah Bogor.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini memiliki beberapa manfaat, diantaranya adalah :
1. Bagi para stakeholder, khususnya para pelaku IKM furniture . Bagi para pelaku
IKM furniture , penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai potensi
mereka untuk berkembang menjadi mandiri melalui pendekatan
entrepreneurial marketing, sehingga pada akhirnya memiliki kemampuan
untuk pengembangan dan keberlanjutan usaha .

5
2. Bagi kalangan akademis, hasil penelitian dapat dijadikan sebagai data dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Bagi masyarakat yang ingin menambah wawasan dan pengetahuan mengenai
pengaruh entrepreneurial marketing dan kebijakan pemerintah terhadap daya
saing industri furniture di wilayah Bogor, dapatmenggunakan hasil penelitian
ini sebagai bahan referensi.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus yang dilakukan pada industri furniture
di wilayah-wilayah sentra produksi furniture Bogor. Penelitian ini memiliki
lingkup general, yang membahas furniture secara umum.Pada penelitian ini juga
tidak dilakukan perbedaan perlakuan antara pengrajin dan pengusaha mandiri. Hal
ini dilakukan untuk melihat potensi kemandirian usaha secara umum.
Entrepreneurial marketing, pengembangan dan keberlanjutan usaha diukur
berdasarkan kemampuan pelaku usaha furniture.

TINJAUAN PUSTAKA
Definisi dan Klasifikasi Industri
Menurut Dumairy (1996), ada dua macam pengertian industri. Pertama,
industri dapat berarti himpunan perusahaan-perusahaan sejenis. Persamaan jenis
itu dapat berupa jenis produk akhir, jenis bahan baku, atau jenis prosesnya. Dalam
konteks ini industri furniture berarti himpunan perusahaan-perusahaan penghasil
produk furniture; industri perkayuan (wood based industry) bermakna kumpulan
perusahaan atau pabrik yang memproduksi barang yang bahan bakunya berasal
dari kayu. Kedua, industri bermakna suatu sektor ekonomi yang di dalamnya
terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi
atau barang setengah jadi. Industri adalah sektor industri pengolahan
(manufacturing), yakni salah satu sektor produksi atau lapangan usaha dalam
penghitungan pendapatan nasional menurut pendekatan produksi. Kegiatan
pengolahan itu dapat bersifat masinal, elektrikal dan manual.
Industri dapat digolongkan berdasarkan beberapa sudut tinjauan atau
pendekatan. Di Indonesia, industri digolongkan berdasarkan jenis komoditi,
besarnya modal usaha dan jumlah tenaga kerja. Departemen Perindustrian dan
Perdagangan (2002) mengklasifikasikan industri berdasarkan besar kecilnya
modal unit usaha yang bersangkutan, yaitu:
1. Industri Kecil adalah industri yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak
Rp 200 juta dan mempunyai nilai penjualan kurang dari Rp 1 milyar per tahun
2. Industri Menengah adalah industri yang mempunyai nilai penjualan per tahun
lebih besar dari Rp 1 milyar namun kurang dari Rp 50 milyar
3. Industri Besar adalah industri yang mempunyai nilai penjualan per tahun lebih
besar dari Rp 50 milyar.

6
Pengertian Furniture
Menurut Brit dalam Ningrum (2010) menjelaskan Furniture adalah istilah
kolektif untuk objek bergerak yang mendukung tubuh manusia (tempat duduk
furnitur dan tempat tidur), menyediakan penyimpanan, dan memegang benda pada
permukaan horisontal di atas tanah. Penyimpanan furniture digunakan untuk
menahan atau berisi objek yang lebih kecil seperti alat-alat, buku, dan barang
rumah tangga. Furniture dapat menjadi produk seni dan dianggap sebagai bentuk
seni dekoratif. Sedangkan menurut kamus bahasa Indonesia mebel/furniture
adalah perabot rumah seperti meja, kursi, almari, tempat tidur dan lain-lain.
Furniture dapat dibuat menggunakan berbagai sendi kayu yang sering
mencerminkan budaya lokal.

Marketing
Kotler (2005) mengungkapkan bahwa ruang lingkup utama pemasaran
adalah bagaimana memahami keinginan dan kebutuhan pelanggan untuk
memberikan kepuasan kepada pelanggan yang pada akhirnya menangkap nilai
dari pelanggan sebagai imbalannya. Di sisi lain, American Marketing Association
(AMA) menurut Hills et al (2008) memberikan definisi pemasaran yang lebih luas,
dimana pemasaran dianggap sebagai seperangkat proses untuk mengelola
hubungan pelanggan dengan tujuan menguntungkan organisasi dan perusahaan,
serta memberikan nilai optimal bagi para stakeholder. Ketika terjadi perubahan
nilai pada stakeholder, maka konsep pemasaran akan berubah sesuai dengan
perubahan tuntutan stakeholder dan perkembangan pasar.
Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, konsep pemasaran juga
mengalami perkembangan dalam sudut pandang kontekstualnya. Crosier dalam
Hadiyati (2009) menyatakan konsep dasar dalam pemasaran tradisional dapat
diklasifikasikan menjadi tiga sudut pandang, meliputi: (1) pemasaran sebagai
budaya organisasi yang memperhatikan pentingnya pasar atau konsumen, (2)
pemasaran sebagai proses strategis yang membahas mengenai kemampuan
perusahaan dalam bersaing dan bertahan di pasar, dan (3) pemasaran sebagai
serangkaian fungsi atau metode taktis dalam menetapkan pengembangan produk,
menetapkan harga, melakukan promosi dan menggunakan saluran distribusi. Di
samping ketiga elemen tersebut, menurut Kohli dan Jaworski dalam Septiani
(2012) elemen inteligensi pasar juga merupakan elemen penting dalam konsep
dasar pemasaran, dimana elemen ini berkaitan dengan sistem pengumpulan
informasi pasar melalui kegiatan riset pemasaran terstruktur.

Entrepreneurial Marketing
Entrepreneurial marketing merupakan konsep yang awalnya muncul pada
pelaku usaha skala kecil atau pelaku usaha yang baru memulai bisnisnya. Hal ini
sesuai dengan pandangan Kotler dalam Bjerke dan Hultman (2002) yang
mengkategorikan kewirausahaan pemasaran sebagai pemasaran dalam tahap
perkembangan awal sebuah bisnis, dimana tingkat kewirausahaan cenderung

7
tinggi dan tingkat formalisasi praktik pemasaran rendah, sehingga praktek
pemasaran ini dapat mencerminkan kepribadian pemilik dan tujuan usaha.
Pernyataan tersebut didukung oleh Bjerke dan Hutltman (2002), dalam bukunya
yang berjudul “Entrepreneurial Marketing: The Growth of small firms inthe new
economic era”, yang mendefinisikan entrepreneurial marketing sebagai konsep
pemasaran perusahaan retailer yang tumbuh melalui kewirausahaan.
Stokes (2000) memfokuskan konsep entrepreneurial marketing pada elemen
inovasi dan pengembangan ide-ide sesuai dengan perkembangan pasar, sebagai
kunci untuk kelangsungan hidup, pengembangan dan keberhasilan usaha kecil
atau baru. Pada dasarnya, entrepreneurial marketing merupakan refleksi sebuah
sikap proaktif dalam mengidentifikasi dan mengeksploitasi berbagai peluang
dalam rangka mendapatkan dan mempertahankan pelanggan yang menguntungkan
melalui berbagai pendekatan yang inovatif untuk mengelola resiko,
mengoptimalkan sumberdaya, menciptakan nilai, dengan hubungan stakeholder
(marketing network) dan karakteristik wirausaha (EM competencies) sebagai
konsep dasarnya (Ionita 2012).
Berdasarkan perspektif pemasaran umum, keberadaan konsep
kewirausahaan pemasaran diposisikan sebagai pelengkap teori pemasaran yang
sudah ada (Bjerke dan Hutlman 2002). Konsep entrepreneurial marketing
bukanlah area revolusioner, yang menganggap perspektif pemasaran
sebelumnyatelah usang. Pendekatan ini merupakan pendekatan kotingensi yang
lebih sesuaiditinjau dari keterbatasan sumber daya dan permasalahan yang ada
pada IKM (Stokes 2000).

Prinsip Kunci Entrepreneurial Marketing
Kemunculan konsep entrepreneurial marketing merupakan respon dari
beberapa hasil penelitian empiris yang menunjukkan adanya ketidaksesuaian
antara teori pemasaran tradisional dan praktek pemasaran pada pelaku usaha
dalam skala kecil (Ionita, 2012).Melalui pendekatan entrepreneurial marketing,
pengusaha kecil mampu menciptakan suatu kondisi usaha yang lebih terarah
terkait dengan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Hills et al (2008) memaparkan proses kewirausahaan pemasaran
berdasarkan empat prinsip pemasaran dan perilaku aktivitas entrepreneurial,
sehingga memudahkandilakukannyaperbandingan antara teori pemasaran dalam
buku teks standar seperti Kotler, serta pemasaran yang telah sukses dilakukan oleh
entrepreneur dan manajer dari usaha entrepreneurial. Stokes (2000) merangkum
perbedaan antara traditionalmarketing dan entrepreneurial marketing tersebut
dalam Tabel 5 berikut.
Tabel 5 Perbandingan pemasaran tradisional dan entrepreneurial marketing
Prinsip Pemasaran
Konsep

Pemasaran Tradisional
Berorientasi
konsumen
(dorongan
pasar),
pengembangan
produk
melalui penilaian formal

Entrepreneurial Marketing
Berorientasi inovasi (dorongan
ide), penilaian kebutuhan pasar
secara intuitif

8
Lanjutan Tabel 5
Prinsip Pemasaran
Strategi

Metode

Inteligensi pasar

Entrepreneurial Marketing
Pendekatan bottom-up dari
konsumen
dan
kelompok
pengaruh lainnya
Metode pemasaran interaktif,
word-ofmouth marketing, dan
penjualan langsung
Riset pasar formal dan Jaringan
informal
dan
sistem Inteligensi
pengumpulan Informasi
Pemasaran Tradisional
Pendekatan
top-down:
segmentasi, targeting, dan
positioning
Bauran pemasaran, 4P/7P

Sumber: Stokes (2000)

Pengembangan Usaha
Hubeis (1997) mengatakan bahwa beberapa strategi pemberdayaan
industri kecil adalah: (1) peningkatan pemahaman (cara berpikir) tentang proses
pembuatan keputusan untuk merumuskan dan mencari altenatif pemecahan
masalah yang dihadapi, (2) peningkatan kemampuan mengenali lingkungan untuk
mencari dan menciptakan peluang usaha yang efektif dan prospektif melalui suatu
perencanan bisnis (business plan) komprehensif dan terpadu, (3) menciptakan
keunggulan dalam persaingan dengan cara menekan biaya produksi, membuat
diferensiasi produk dan menemukan peluang pasar yang kurang dimanfaatkan
pesaing serta penguasaan informasi pasar (market intelligence),(4) memilih dan
menjalin kerjasama usaha melalui berbagai jalur kemitraan, baik bersifat
sementara maupun permanen, bersifat backward (pemasok) atau forward linkage
(penjual) secara serentak, dan (5) peningkatan kualitas SDM melalui
pemberdayaan (empowerment) profesionalisme (keterampilan, pengetahuan dan
etika bisnis), learning organization, komunikasi timbal balik dan berpikir reaktifproaktif, dan pembinaan kelembagaan (pelatihan, magang, dan inkubasi bisnis)
Dari hasil penelitiannya, Utami (2007) merekomendasikan dua hal dalam
strategi pengembangan usaha pengrajin, yaitu: (1) peningkatan kualitas perilaku
usaha dan kemandirian usaha, dan (2) adanya kelembagaan usaha dengan
dukungan dari pemerintah daerah, ornop, dan Perguruan Tinggi.

Keberlanjutan Usaha
Menurut Jauch dan Glueck dalam Sarma (2013) Oranisasi yang bergerak
dalam bidang agribisnis dan industri pengolahannya dan berperan sebagai motor
penggerak pembangunan pertanian membutuhhkan sistem dan usaha yang
berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan, serta terdesentralisasi. Perusahaan
atau suatu kegiatan industri akan tetap eksis sepanjang terjaganya operasi
penyelesaiaan proyek, perjanjian dan kegiatan yang sedang berlangsung.
Penyebab kebangkrutan pada umumnya disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain perubahan dalam keinginan pelanggan untuk produk yang dihasilkan,
kesulitan bahan baku untuk produksi, hubungan yang tidak harmonis dengan

9
kreditur yang dapat menghambat penambahan modal, persaingan dunia bisnis
yang semakin ketat, serta kondisi perekonomian secara global.
Structural Equation Modeling (SEM)
Menurut Ghozali et al (2005), Structural Equation Modeling (SEM)
merupakan suatu teknik analisis statistik multivariat, yang memungkinkan peneliti
untuk menguji pengaruh langsung dan tidak langsung antara variabel yang
kompleks, baik recursive maupun non-recursive untuk memperoleh gambaran
menyeluruh mengenai suatu model. Tidak seperti analisis multivariat biasa
(regresi berganda dan analisis faktor), analisis SEM dapat melakukan pengujian
model structural (uji hubungan antar peubah laten) dan model measurement (uji
hubungan antara peubah indikator dengan peubah laten) secara bersamaan.
Sehingga peneliti dapat menguji kesalahan pengukuran (measurement error) serta
melakukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis.

Bentuk SEM dengan Partial Least Squares (PLS)
Partial least squares (PLS) pertama kali dikembangkan oleh Herman
Wold pada tahun 1996 sebagai metode umum untuk mengestimasi path model
yang menggunakan konstruk laten dengan multiple indikator (Ghozali 2008). PLS
merupakan metode analisis yang powerful karena dapat diterapkan pada semua
jenis skala data (distribution free) dimana tidak mengasumsikan data berdistribusi
tertentu sehingga data dapat berupa nominal, kategori, ordinal, interval dan
rasio.Di samping itu, pendekatan SEM dengan PLS juga tidak membutuhkan
banyak asumsi dan ukuran sampel yang dibutuhkan juga tidak harus besar. Selain
dapat digunakan sebagai konfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk
membangun hubungan yang belum ada landasan teorinya atau untuk pengujian
proposisi(Ghozali 2008).

Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang industri furniture telah banyak dilakukan, menurut hasil
penelitian yang dilakukan oleh Wibowo (2008) menunjukkan bahwa faktor-faktor
yang mendukung pembangunan klaster industri furniture di Kota Palangka Raya
adalah dorongan dan bantuan yang besar dari Pemerintah Kota Palangka Raya,
Pemprov Kalimantan Tengah dan Departemen Perindustrian serta Departemen
Koperasi dan UKM, adanya potensi bahan baku kayu dan rotan dan terdapatnya SMK
Teknik Pertukangan. Sedangkan faktor-faktor yang menghambat adalah lemahnya
koordinasi antar instansi pemerintah, ketidakpastian status lahan sentra industri,
hambatan akses kepada modal usaha, maraknya peredaran kayu illegal, lemahnya
daya serap pasar lokal, minimnya keberadaan industri pemasok dan pendukung,
rendahnya semangat kewirausahaan IKM furniture dan lemahnya faktor kunci
penentu daya saing daerah seperti keterbatasan infrastruktur (jalan, listrik,
transportasi) dan lambannya perkembangan ekonomi daerah.
Hasil penelitian Pajaruddin (2010) menyimpulkan bahwa alternatif strategi
usaha dalam pengembangan industri mebel adalah dengan memperluas pasar,

10
meningkatkan desain/inovasi produk, memperbaiki administrasi perusahaan,
menjaga hubungan baik dengan pemasok bahan baku, meningkatkan mutu produk,
membuat terminal bahan baku dan melakukan kemitraan dengan usaha
besar/usaha menengah.
Hasil penelitian Ningrum (2010) menyimpulkan bahwa beberapa faktor
yang menjadi kekuatan UD. Suryani Furniture antara lain memiliki prospek usaha
yang baik dan ramah lingkungan, memiliki pimpinan yang berjiwa sosial,
bertanggungjawab, cerdas, semangat yang besar dan berjiwa wirausaha, memiliki
produk yang bernilai ekonomis,dan berdaya saing tinggi dan terbina suasana kerja
yang bersifat kekeluargaan dan gotong royong antara karyawan, dan tim
manajerial. Sedangkan faktor internal yang menjadi kelemahan UD. Suryani
Furniture antara lain posisi UKM yang masih melakukan kegiatan secara mandiri
dengan peralatan sederhana, kurangnya pendidikan SDM yang dimiliki, sarana
dan prasarana yang masih terbatas, sistem keuangan yang masih sangat sederhana,
modal kerja yang terbatas, dan kurang konsistensinya anggota organisasi terhadap
tugas-tugasnya.
Hadiyati (2009) dalam penelitiannya dengan judul “Kajian Pendekatan
Pemasaran Kewirausahaan Dan Kinerja Penjualan Usaha Kecil “ menunjukan
bahwa pemasaran adalah masalah mendasar yang juga dihadapi oleh pengusaha
kecil. Dari hasil analisis regresi linier berganda diketahui bahwa, variabel
pemasaran kewirausahaan yang meliputi konsep, strategi, metode dan intelegensi
pasar berpengaruh terhadap kinerja penjualan, baik secara simultan maupun
parsial. “Strategi” dalam hal ini pendekatan bottom-up (menyesuaikan produk
dengan selera konsumen) merupakan variabel pemasaran kewirausahaan yang
memiliki pengaruh paling besar terhadap kinerja penjualan.
Perbedaan penelitian ini dengan beberapa penelitian terdahulu antara lain
adalah pada objek penelitian, variabel yang diteliti dan alat analisis yang
digunakan. Pada penelitian ini melakukan analisis terkait strategi pengembangan
entrepreneurial marketing terhadap perkembangan dan keberlanjutan usaha
industri kecil dan menengah dengan komoditi yang digunakan sebagai obyek
penelitian adalah furniture dimana menggunakan analisis structural equation
modeling (SEM) melalui pendekatan partial least squares (PLS).
Hipotesis Penelitian
Arikunto dalam Sarma (2013) menyatakan bahwa hipotesis dapat diartikan
sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian
dan dibuktikan melalui pengujian pada data yang terkumpul. Berdasarkan tujuan
penelitian serta tinjauan penelitian terdahulu, maka hipotesis penelitian yang dapat
dirumuskan adalah:
H1 : Entrepreneurial marketing berpengaruh positif terhadap pengembangan
usaha industri kecil dan menengah/kecil furniture di Bogor.
H2 : Pengembangan usaha berpengaruh positif terhadap keberlanjutan usaha
industri kecil dan menengah/kecil furniture di Bogor
H3 : Entrepreneurial marketing berpengaruh positif terhadap keberlanjutan usaha
industri kecil dan menengah/kecil furniture di Bogor.

11

METODE
Kerangka Pemikiran Penelitian
Bogor memiliki potensi industri furniture yang sangat prospektif untuk terus
dikembangkan. Industri furniture juga memiliki potensi peluang pasar di luar
negeri sebagai salah satu komoditi ekspor unggulan Bogor. Namun, ternyata
mayoritas pelaku IKM furniture di wilayah Bogor masih berada pada kondisi yang
tidak ideal, dimana IKfurniture tidak mengalami perkembangan yang signifikan
dan tidak jauh berbeda kondisinya ketika awal didirikan.
Agar tetap mampu bertahan dan berkelanjutan, maka pelaku IKM furniture
perlu meningkatkan daya saing perusahaan maupun daya saing produknya. Kunci
peningkatan daya saing IK terletak pada kompetensi pelaku usaha yang tercermin
dalam penerapan entrepreneurial marketing. Melihat begitu pentingnya
entrepreneurial marketing dalam mengoptimalkan pengembangan dan
keberlanjutan industri furniture, maka dilakukan analisis pengaruh antar variabelvariabel tersebut melalui analisis SEM dengan pendekatan PLS.
Pengembangan IKM Furniture

Faktor Internal

Karakteristik
Usaha

Analisis
Deskripstif

Kompetensi
Pengusaha

Faktor Eksternal

Karakteristik
Perilaku

Analisis
Deskripstif

Karakteristik
Industri
Furniture
Pengembangan
Usaha

Entrepreneurial
Marketing
SEM dengan PLS
Keberlanjutan
Usaha

Tahapan Entrepreneurial Marketing terhadap Pengembangan dan
Keberlanjutan Usaha
: Alur penelitian
: Teknik analisis yang digunakan
Gambar 1 Kerangka pemikiran

12
Lokasi dan Waktu Penelitia n
Penelitian ini dilaksanakan di Industri Kecil dan Menengah di Kabupaten
dan Kota Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari
sampai dengan Maret 2014.

Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari informasi yang diberikan pelaku usaha IKM
furniture Kabupaten dan Kota Bogor. Sebagian besar data primer berjenis
informasi kualitatif. Sedangkan data sekunder pada penelitian ini menggunakan
Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Dinas Perindustrian
dan Perdagangan dan Kamar Dagang dan Industri kota Bogor.

Jumlah dan Metode Penarikan Sampel
Sampel penelitian adalah pelaku industri kecil dan menengah urniture di
sentra-sentra produksi furniture di wilayah Bogor. Penentuan jumlah sampel
ditetapkan menurut Gay yaitu sebanyak 30 sampel yang sesuai dengan batas
minimal metode deskriptif-korelasional (Suharso 2009). Namun untuk
mengurangi adanya data yang tidak sesuai maka sampel yang diambil sebanyak
34 responden. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah penarikan
sampel non-probabilitas (non probability sampling). Berdasarkan teknik ini,
probabilitas elemen dalam populasi untuk terpilih sebagai subjek sampel tidak
diketahui. Sedangkan metode yang digunakan adalah dengan convenience
sampling yaitu metode penetapan sampel berdasarkan kebetulan dimana anggota
populasi yang ditemui bersedia untuk menjadi responden.

Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer pada penelitian ini melalui observasi lapangan,
wawancara, dan kuesioner oleh pelaku usaha. Sedangkan untuk pengumpulan data
sekunder pada penelitian ini diperoleh/dikumpulkan melalui buku-buku, tulisan
dan literatur media cetak maupun media elektronik (internet), instansi/lembaga
terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Badan Pusat Statistik, Kamar
Dagang dan Industri dan sumber lain yang mendukung. Kuesioner penelitian
yang akan diberikan kepada pelaku usaha terlampir pada Lampiran 1.

13
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Salah satu syarat bagi analisis data adalah dimilikinya data yang valid dan
reliabel. Untuk itu, dalam kegiatan penelitian dilakukan uji validitas dan uji
reliabilitas terhadap hasil data kuesioner yang diperoleh.
Uji Validitas
Menurut Umar (2005), uji validitas digunakan untuk melihat tingkat
validitas suatu kuisioner yang digunakan dalam pengumpulan data. Uji validitas
dalam penelitian ini akan menggunakan rumus korelasi product moment Pearson
dalam menghitung nilai korelasi pada setiap item pertanyaan. Rumus korelasi
product moment Pearson adalah sebagai berikut :
















........................ (1)

Keterangan :
r
= Koefisien korelasi Pearson
N
= Jumlah Responden
X
= Variabel bebas (skor masing-masing pertanyaan dari tiap responden)
Y
= Variabel terkait (skor total semua pertanyaan dari tiap responden)
Uji Reliabilitas
Menurut Umar dalam Sarma, apabila kuisioner telah terbukti valid, maka
keabsahan kuisioner tersebut diuji reliabilitasnya.. Teknik yang digunakan untuk
menguji keabsahan kuisioner dalam penelitian ini adalah teknik Alpha Cronbach
dengan rumus sebagai berikut :


........................................ (2)

Keterangan:
= Keandalan instrumen
k
= Jumlah butir pertanyaan

= Jumlah ragam butir
= Ragam total
Hasil validitas dan reliabilitas terdapat pada Lampiran 2.
Analisis Deskriptif Frekuensi dan Tabulasi Silang
Analisis deskriptif frekuensi dilakukan pada data identitas responden,
karakteristik pelaku usaha dan karakteristik usaha yang menghasilkan sebaran
frekuensi dalam persentase dari variabelnya dan analisis tabulasi silang pada data
pengembangan usaha, keberlanjutan usaha dan entrepreneurial marketing.
Analisis Structural Equation Modelling (SEM) dengan pendekatan Partial
Least Squares (PLS)
Partial least squares (PLS) pertama kali dikembangkan oleh Herman
Wold pada tahun 1996 sebagai metode umum untuk mengestimasi path model
yangmenggunakan konstruk laten dengan multiple indikator (Ghozali, 2008). PLS

14
merupakan metode analisis yang powerful karena dapat diterapkan pada semua
jenis skala data (distribution free) dimana tidak mengasumsikan data berdistribusi
tertentu sehingga data dapat berupa nominal, kategori, ordinal, interval dan
rasio.Di samping itu, pendekatan SEM dengan PLS juga tidak membutuhkan
banyak asumsi dan ukuran sampel yang dibutuhkan juga tidak harus besar. Selain
dapat digunakan sebagai konfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk
membangun hubungan yang belum ada landasan teorinya atau untuk pengujian
proposisi (Ghozali, 2008).
Analisis Structural Equation Modeling (SEM) dengan pendekatan Partial
Least Squares (PLS) digunakan untuk melihat pengaruh langsungdan tidak
langsung antar peubah penelitian sekaligus dapat merumuskan model
pengembangan industri kecil dan menengah. Berdasarkan hasil analisis SEM
dengan pendekatan PLS, juga akan diperoleh berbagai indikator yang benar-benar
kuat dalam menggambarkan masing-masing variabel latennya.

Gambar 2 Model umum SEM PLS
Tabel 6 Variabel laten dan indikator model penelitian
Variabel
Entrepreneurial
Marketing

Sub Variabel
Konsep

Indikator
 Inovatif
 Idea - driven
 Intuitif mengenai
kebutuhan pasar

Ukuran
 Tingkat kemampuan
membaca peluang
pasar
 Tingkat
pengambilan resiko
 Tingkat kemampuan
berkreasi dalam
produk
 Tingkat kemampuan
berkreasi dalam
penjualan
 Tingkat intensitas
penerapan
diversivikasi produk

15
Lanjutan Tabel 6
Variabel
Sub Variabel

Strategi

Metode

Inteligensi
Pasar

Indikator

Ukuran
 Tingkat keragaman
jenis produk yang
ada saat ini
 Tingkat
intensitas
pembuatan
model
baru
 Pendekatan
 Tingkat frekuensi
bottommengikuti selera
up/mengikuti
pelanggan
konsumen
 Tingkat kemampuan
memasarkan hasil
 Ekspansi pada
produk sesuai daya
konsumen dengan
beli pelanggan
karakteristik yang
sama
 Tingkat intensitas
ekspansi daerah
pemasaran baru
 Metode
 Tingkat kemampuan
pemasaran
menjalin interaksi
interaktif
serta komunikasi
yang baik dengan
pelanggan yang baru
dikenal
 Tingkat kemampuan
meningkatkan
interaksi serta
komunikasi yang
baik dengan
pelanggan yang
sudah lama dikenal
 Jaringan informal  Tingkat fleksibilitas
terhadap kritik/saran
 Pengumpulan
dari pelanggan
informasi
 Tingkat keaktifan
mencari info
mengenai peluang
modal dari
pemerintah
 Tingkat keaktifan
mencari info
mengenai
perkembangan
usaha yang ditekuni
 Tingkat keluwesan
sikap terhadap
pemasok bahan baku

16
Lanjutan Tabel 6
Variabel
Sub Variabel
Pengembangan
Usaha

Keberlanjutan
Usaha

Indikator
 Jangkauan
pelayanan
keuangan kepada
usaha mikro
secara cepat,
tepat, mudah, dan
sistematis
 Memilih dan
menjalin
kerjasama usaha
melalui berbagai
jalur kemitraan
 Perubahan dalam
keinginan
pelanggan untuk
produk yang
dihasilkan

Ukuran
 Kemudahan
memperoleh dana
dari Bank
 Kemampuan
memperoleh bahan
baku
 Kemampuan
menciptakan
hubungan baik
dengan pemasok
bahan baku
 Penigkatan jumlah
pelanggan setiap
tahun
 Tingkat kepindahan
pelanggan
 Tingkat kesesuaian
pelanggan atas
produk

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Pelaku Usaha
Pelaku usaha memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan
perkembangan dan keberlanjutan usaha dengan kemampuan dan keputusan yang
dimilikinya, sehingga karakteristik pelaku usaha tersebut perlu diperhatikan.
Karakteristik dan pelaku usaha Industri Kecil dan Menengah furniture di Bogor
terdapat pada lampiran 3. Karakteristik yang diteliti diantaranya : jenis kelamin,
usia, pendidikan formal, lama usaha, alasan usaha, serta pekerjaan sebelum
menekuni usaha furniture.
Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil perhitungan, mayoritas responden adalah berjenis
kelamin laki-laki, yaitu sebesar 91% dari total responden. Sedangkan pengunjung
berjenis kelamin wanita yang menjadi responden adalah sebanyak 9% dari total
responden. Hal ini terjadi karena usaha furniture termasuk usaha dengan pekerjaan
yang berat dan mobilitas yang tinggi sehingga membutuhkan tenaga yang besar
dimana lebih diminati oleh laki-laki. Selain itu juga dikarenakan banyaknya para
lelaki yang bekerja di usaha furniture sebelum mendirikan usaha secara mandiri.

17
Perempuan
9%

Laki-laki
91%

Gambar 3 Karakteristik pelaku usaha berdasarkan jenis kelamin
Usia
Berdasarkan karakteristik usia. responden terbanyak adalah pelaku usaha
dengan skala umur 30-40 tahun sebesar 44% dari total resonden. Kemudian di
skala umur 41-50 tahun sebesar 26% dari total resonden. Skala usia 51-60 tahun
sebesar 18% dari total resonden. Skala usia lebih dari 60 tahun sebesar 9% dari
total resonden dan skala usia dibawah 30 tahun sebesar 3% dari total resonden.
Responden skala usia 30-40 tahun menjadi mayoritas, hal ini menunjukan pelaku
usaha furniture di Bogor dalam usia produktif. Pelaku usaha yang berusia
produktif bisa merupakan anak pengrajin lama yang kini berusia lanjut atau
merupakan mantan pekerja di usaha furniture sebelum mendirikan usaha secara
mandiri.
51-60
tahun
18%

41-50
tahun
26%

> 60
tahun
9%

< 30
tahun
3%
30-40
tahun
44%

Gambar 4 Karakteristik pelaku usaha berdasarkan usia
Pendidikan Formal
Berdasarkan karakteristk pendidikan formal. Sebagian besar responden
merupakan lulusan SMA/SMK/MA, yaitu sebesar 56% dari total responden.
Lulusan SD/MI sebesar 20% dari total responden. Lulusan SMP/MTS sebesar
18% dari total responden. Lulusan Perguruan tinggi sebesar 3% dan tidak taman
sekolah dasar sebesar 3%. Responden dengan lulusan SMA/SMK/MA menjadi
mayoritas karena tingkat pendidikan SMA/SMK/MA dipandang sudah cukup
memberikan kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan. Jika dilihat secara
general, mayoritas responden merupakan kalangan tamat sekolah yaitu sebesar
97% dari total responden. Hal ini menunjukan bahwa mereka semakin menyadari
arti pentingnya pendidikan sebagai penunjang usaha mereka.

18
Perguruan
Tinggi
3%

Tidak
tamat
sekolah
3%

SD/MI
20%

SMP/MTs
18%

SMA/SMK
/MA
56%

Gambar 5 Karakteristik pelaku usaha berdasarkan pendidikan formal

Karakteristik Usaha
Karakteristik Usaha yang diteliti diantaranya : jenis usaha, jumlah pekerja,
omzet rata-rata/bulan, awal mula menjalankan usaha, serta kepemilikan alat
produksi.
Jenis Usaha
Berdasarkan karakteristik jenis usaha. Sebagian besar responden tergolong
dalam jenis usaha pada industri kecil sebesar 94% dari total responden. sedangkan
sebesar 6% dari total responden tergolong dalam jenis usaha industri menengah.
Ha ini menunjukan usaha furniture di Bogor masih dalam posisi pertumbuhan dan
memiliki potensi besar untuk berkembang.
Industri
Menengah
6%

Industri
Kecil
94%

Gambar 6 Karakteristik pelaku usaha berdasarkan jenis usaha
Omzet rata-rata/bulan (Rp)
Berdasarkan karakteristik omzet rata-rata/bulan (Rp). Sebagian besar
responden memiliki omzet rata-rata/bulan kurang dari 30 juta sebesar 65% dari
total respoden. Pada skala omzet rata-rata/bulan 30-50 juta sebesar 26% dari total
responden. Pada skala omzet rata-rata/bulan lebih dari 100 juta sebesar 6% dan
pada skala omzet rata-rata/bulan 51-100 juta sebesar 3 %. Ha ini menunjukan
bahwa usaha furniture di Bogor dalam kondisi pertumbuhan dan memiliki peluang
yang prospektif untuk mengembangkan usahanya.

19
51 - 100
juta
3%
30 - 50
juta
26%

> 100
juta
6%

< 30 juta
65%

Gambar 7 Karakteristik pelaku usaha berdasarkan omzet rata-rata/bulan (Rp)
Kepemilikan alat produksi
Berdasarkan karakteristik kepemilikan alat produksi. Sebagian besar
responden memiliki alat produksi yang memadai sebesar 53% dari total responden.
Sebesar 29% dari total responden memiliki alat produksi yang kurang memadai.
Sebesar 12% dari total responden memiliki alat produksi yang sangat memadai
dan sebesar 6% memiliki alat produksi yang sangat kurang memadai. Hal ini
menunjukan bahwa walaupun mayoritas usaha termasuk dalam usaha industri
kecil namun sebagian besar sudah memiliki alat produksi yang memadai. Hal ini
dapat mempercepat perkembangan usaha mengingat kepemilikan alat produksi
termasuk kedalam hal yang krusial.
Sangat
memadai
12%

Memadai
53%

Sangat
kurang
memadai
6%
Kurang
memadai
29%

Gambar 8 Karakteristik pelaku usaha berdasarkan kepemilikan alat produksi

Analisis Structural Equation Modeling pendekatan Partial Least Square
Pada penelitian ini terdapat tiga buah variabel laten yang di ukur, yaitu
Entrepreneurial Marketing (EM), Pengembangan Usaha (PU) dan Keberlanjutan
Usaha (KU). Masing-masing variabel laten tersebut memiliki beberapa variabel
manifest (indikator), yang merupakan indikator-indikator reflektif yang diperoleh
berdasarkan konseptualisasi sesuai kajian pustaka. Selanjutnya, pada analisis SEM
PLS akan dilakukan dua analisis model yaitu: analisis outer model dan analisis
inner model. Hasil pengolahan SEM PLS terdapat pada lampiran 4.
Model pengukuran (outer model) adalah model yang mendefinisikan
hubungan indikator dengan variabel latennya. Analisis data dengan menggunakan
Smart PLS semula dilakukan terhadap model awal. Evaluasi outer model
dilakukan terhadap konstruk yang direfleksikan oleh indikator-indikatornya.
Ukuran refleksif indikator dengan konstruknya dikatakan tinggi jika memiliki
nilai loading factor lebih dari 0,7 (Ghozali, 2008). Indikator yang memiliki nilai
loading factor kurang dari 0,7 akan didrop atau dihapus. Tahapan pendropan
dilakukan secara satu per satu, pada nilai loading factor yang paling kecil. Untuk

20
mendapatkan model terbaik, proses pendropan dilakukan berulang hingga semua
indikator pada variabel laten memiliki nilai loading factor minimal 0,7.
Di sisi lain, model struktural atau inner model adalah model yang
menggambarkan signifikansi hubungan dan pengaruh antar variabel laten, yaitu
peubah EM dan PU terhadap KU. Analisis model inner akan menjawab hipotesis
yang diajukan dalam penelitian. Proses untuk mendapatkan inner model dilakukan
melalui teknik bootstrapping dengan Smart PLS. Teknik bootstrapping adalah
teknik rekalkulasi data sampel secara random untuk memperoleh nilai T-statistik.
Berdasarkan nilai T-statistik yang diperoleh, maka dapat diketahui hubungan antar
variabel yang diukur. Selanjutnya, besarnya pengaruh antar variabel dapat dilihat
dari kriteria estimasi koefisien jalur untuk masing-masing path yang ada.
Analisi Outer Model
Pengujian model reflektif terlebih dahulu dilakukan dengan menggunakan
5 kriteria yaitu: Loading factor, Composite Reliability, Average Variance
Extracted (AVE), Akar kuadrat AVE, dan Cross Loading (Ghozali, 2008).
Berdasarkan Tabel 3, diketahui bahwa model ini telah memenuhi nilai standar
pada setiap kriteria outer model yang ada. Sehingga, dapat dikatakan bahwa midel
ini memiliki validitas dan reliabilitas yang baik.
Tabel 7 Hasil penilaian kriteria dan standar nilai model reflektif
No
1.

Kriteria
Loading
factor

2.

Composite
Reliability

3.

4.

5.

Penjelasan
Kekuatan
indicator dalam
merefleksikan
laten
Konsistensi
Internal

Standar
≥ 0,7

Hasil Penilaian
Semua
indicator
memiliki
loading
factor ≥ 0,7

> 0,7

Average
Variance
Extracted
(AVE)
Akar
kuadrat
AVE

Validitas
Konstruk

> 0,5

EM = 0,84
PU = 1,00
PU = 1,00
EM = 0,64
PU = 1,00
KU = 1,00

Cross
Loading

Validitas
Diskriminan

Validitas
Diskriminan

Lebih besar dari Semua nilai akar
nilai korelasi antar kuadrat AVE dari
variable
peubah laten, lebih
besar dari korelasi
peubah laten lainnya
Se