Kerangka Teoritis Kerangka Teori dan Konseptual
2 Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancam. 3 Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
9
Pertanggungjawaban pidana harus diperhatikan bahwa hukum pidana harus digunakan untuk mewujdkan masyarakat adil dan makmur merata materiil dan
spirituil. Hukum pidana tersebut digunakan untuk mencegah atau menanggulangi perbuatan yang tidak dikehendaki. Selain itu penggunaan sarana hukum pidana
dengan sanksi yang negatif harus memperhatikan biaya dan kemampuan daya kerja dari insitusi terkait, sehingga jangan sampai ada kelampauan beban tugas
overbelasting dalam melaksanakannya.
10
Suatu perbuatan yang sengaja tidak dapat dipikirkan kalau tidak ada kemampuan bertanggungjawaban dalam perbuatannya. Begitupula kealpaan, Juga adanya alasan
pemaaf tidak mungkin, kalau orang tidak mampu bertanggung jawab atau tidak mempunyai salah satu bentuk kesalahan. Selanjutnya di samping itu bahwa semua
unsur kesalahan harus dihubungkan dengan perbuatan pidana yang telah dilakukan. Dengan demikian ternyata bahwa untuk adanya kesalahan, terdakwa harus :
1 Melakukan perbuatan pidana sifat melawan hukum 2 Di atas umur tertentu mampu bertanggung jawab.
9
Moeljatno, Kejahatan-Kejahatan Terhadap Kepentingan Umum, Bandung, Bina Aksara, 1987, hlm.1.
10
Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara, 1993 hlm. 49.
3 Mempunyai suatu bentuk kesalahan yang berupa kesengajaan atau kealpaan. 4 Tidak ada alasan pemaaf.
11
b. Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Putusan
Hakim dalam mengadili pelaku tindak pidana harus melalui proses penyajian kebenaran dan keadilan dalam suatu putusan pengadilan sebagai rangkaian proses
penegakan hukum, maka dapat dipergunakan teori kebenaran. Dengan demikian, putusan pengadilan dituntut untuk memenuhi teori pembuktian, yaitu saling
berhubungan antara bukti yang satu dengan bukti yang lain. Misalnya, antara keterangan saksi yang satu dengan keterangan saksi yang lain atau saling
berhubungan antara keterangan saksi dengan alat bukti lain sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP.
Menurut Mackenzie, ada beberapa teori atau pendekatan yang dapat dipergunakan oleh hakim dalam mempertimbangkan penjatuhan putusan dalam suatu perkara,
yaitu sebagai berikut:
1. Teori Keseimbangan Yang dimaksud dengan keseimbangan disini adalah keseimbangan antara
syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang dan kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan atau berkaitan dengan perkara.
2. Teori Pendekatan Seni dan Intuisi Kadangkala teori ini diperguanakan hakim dimana pertimbangan akan
perbuatan yang dilakuakan oleh terdakwa, dalam perkara pidana atau pertimbangan yang digunakan hakim dalam menjatuhkan putusan pada perkara
perdata, disamping dengan minimum 2 dua alat bukti, harus ditambah dengan keyakinan hakim.
3. Teori Pendekatan Keilmuan Titik tolak dari teori ini adalah pemikiran bahwa proses penjatuhan pidana harus
dilakukan secara sistematik dan penuh kehati-hatian, khususnya dalam kaitannya dengan putusan-putusan terdahulu dalam rangka menjamin
konsistensi dari putusan hakim.
11
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, jakarta, PT Rineka Cipta, 2009, hlm.177.
4. Teori Pendekatan Pengalaman Pengalam dari seorang hakim merupakan hal yang dapat membantunya dalam
menghadapi perkara-perkara yang dihadapinya sehari-hari, karena dengan pengalaman yang dimilikinya.
5. Teori Ratio Decidendi Teori ini didasarkan pada landasan filsafat yang mendasar, yang
mempertimbangkan segala aspek yang berkaitan dengan pokok perkara yang disengketakan kemudian mencari peratauran perundang-undangan yang relevan
dengan pokok perkara.
6. Teori Kebijaksanaan Teori kebijakan biasanya berkenaan dengan putusan hakim dalam perkara di
pengadilan anak. Tetapi, teori ini juga digunakan pada perkara pidana lainnya. Salah satu tujuan dari teori kebijakan sebagai upaya perlindungan terhadap
masyarakat dari suatu kejahatan.
12