Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap Rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Oktober 2014 - Desember 2014
IDENTIFIKASI
DRUG RELATED PROBLEMS
(DRPs) PADA
PASIEN ANAK DEMAM BERDARAH DENGUE DI INSTALASI
RAWAT INAP RINDU B RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
PERIODE OKTOBER 2014 - DESEMBER 2014
SKRIPSI
OLEH:
NOVRI IRAWATI
NIM 111501072
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
IDENTIFIKASI
DRUG RELATED PROBLEMS
(DRPs) PADA
PASIEN ANAK DEMAM BERDARAH DENGUE DI INSTALASI
RAWAT INAP RINDU B RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
PERIODE OKTOBER 2014 - DESEMBER 2014
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara
OLEH:
NOVRI IRAWATI
NIM 111501072
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
PENGESAHAN SKRIPSI
IDENTIFIKASI
DRUG RELATED PROBLEMS
(DRPs) PADA
PASIEN ANAK DEMAM BERDARAH DENGUE DI INSTALASI
RAWAT INAP RINDU B RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN
PERIODE OKTOBER 2014 - DESEMBER 2014
OLEH: NOVRI IRAWATI
NIM 111501072
Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Pada Tanggal : 4 Agustus 2015 Disetujui oleh:
Pembimbing I, Panitia Penguji,
Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt. Dr. Wiryanto, M.S., Apt. NIP 197802152008122001 NIP 195110251980021001
Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D.,Apt.
Pembimbing II, NIP 197802152008122001
Dra. Yusmainita, SpFRS., Apt. Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt. NIP 196205091992032002 NIP 197806032005012004
Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc.,Apt. NIP 197803142005011002
Medan, Agustus 2015 Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,
Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001
(4)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena limpahan rahmat, kasih, dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
yang berjudul “Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Pada Pasien Anak
Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap Rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Oktober 2014 - Desember 2014”. Skripsi ini diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I yang telah menyediakan fasilitas kepada penulis selama perkuliahan di Fakultas Farmasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm., Ph.D., Apt., dan Ibu Dra. Yusmainita, SpFRS., Apt., yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan tanggung jawab, memberikan petunjuk dan saran-saran selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. dr. Yusirwan, SpB., SpBA (K)., MARS., selaku Direktur Utama RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan izin melaksanakan penelitian di rumah sakit tersebut, kepada Bapak Dr. Wiryanto, M.S., Apt., selaku ketua penguji, Ibu Aminah Dalimunthe, S.Si., M.Si., Apt., dan Bapak Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc., Apt., selaku anggota penguji yang telah memberikan saran untuk penyempurnaan skripsi ini, dan Bapak Prof. Dr. Hakim Bangun., Apt., selaku dosen penasehat akademik yang telah banyak membimbing penulis selama masa perkuliahan hingga selesai.
(5)
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga kepada Ayahanda M. Tobing dan Ibunda H. Panggabean, yang telah memberikan cinta dan kasih sayang yang tidak ternilai dengan apapun, pengorbanan baik materi maupun motivasi beserta doa yang tulus yang tidak pernah berhenti. Abangku tercinta Roy Marlinto Tobing dan Nando Hartanto Tobing serta seluruh keluarga yang selalu mendoakan dan memberikan semangat. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabatku Janet, Maria, Sandhy, Margareth, Khadijah, Benny, Yupi, Tika, May, Lisbeth dan teman-teman mahasiswa/i FKK 2011 dan STF 2011 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu hingga selesainya penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi.
Medan, Agustus 2015 Penulis,
Novri Irawati
(6)
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ANAK DEMAM BERDARAHDENGUE DI INSTALASI RAWAT INAP RINDU B RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE OKTOBER 2014 - DESEMBER 2014
ABSTRAK
Latar Belakang: Drug Related Problems(DRPs)adalah kejadian yang tidak diinginkan dari pengalaman pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh padakeberhasilan penyembuhanyang diharapkan. Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi pada anak - anak dan mempunyai peluang besar akan terjadinya DRPs.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya angka kejadian Drug Related Problems (DRPs) pada pasien anak di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUPHaji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 -Desember 2014.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan menggunakan rancangan penelitian secara deskriptif prospektif. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari catatan rekam medis seluruh pasien anak yang terdiagnosis Demam Berdarah Dengue di rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Oktober 2014 -Desember 2014 dan dianalisa secara deskriptif.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 52 pasien yang memenuhi kriteria inklusi diperoleh total seluruh kasus DRPs sebanyak 29 kasus, dengan 1 kasus (3,45%) kategori dosis kurang, 6 kasus (20,70%) kategori dosis lebih, 10 kasus (34,50%) kategori indikasi tanpa obat, 9 kasus (31,05%) kategori obat tanpa indikasi, 1 kasus (3,45%) kategori interaksi obat, 2 kasus (6,90%) kategori kegagalan dalam menerima obat.
Kesimpulan: Angka kejadian Drug Related Problems (DRPs) cukup tinggi pada pasien anak di instalasi rawat inap rindu B RSUP HajiAdam Malik Medan periode Oktober 2014 -Desember 2014.
Kata kunci:anak, demam berdarah dengue, drug related problems, rsup haji adam malik
(7)
IDENTIFICATION OF DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) OF HOSPITALIZED SECTION B DENGUE HAEMORRHAGIC
FEVER CHILDREN AT RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIOD OCTOBER 2014 - DECEMBER 2014
ABSTRACT
Background: Drug Related Problems (DRPs) is undesirable patient experience that involves drug therapy and that actually or potentially interferes with a desire outcome.Dengue Hemorrhagic Fever is one of diseases that occur in children andhave a great chance to be the occurrence of DRPs.
Purpose: This study aims to identify DRPs in hospitalized section B Dengue Hemorrhagic Fever children atRSUP Haji Adam Malik Medan Period October 2014 - December 2014.
Methods: This research was non experimental study using a descriptive prospective study. The research was conducted by collecting data from the medical records in hospitalized section B Dengue Hemorrhagic Fever children atRSUP Haji Adam Malik Medan Period October 2014 - December 2014 and analyzed in descriptive.
Results: The results show that52 patients who met the criteria there were total of around 29 cases of DRPs cases, with 1 cases (3.45%)was subdose categories, 6 cases (20.70%) was overdose categories, 10 cases (34.50%) was untreated indication categories, 9 cases (31.05%) was drug use without indication categorises, 1 cases (3.45%) was drug interaction categories, 2 cases (6.90%) was failure to receive medication categories.
Conclusion: potential DRPs in the incidence of Dengue Hemorrhagic Fever high enough in hospitalized section B Dengue Hemorrhagic Fever children atRSUP Haji Adam Malik Medan Period October 2014 - December 2014.
Keyword: children, dengue hemorrhagic fever, drug related problems, rsup haji adam malik
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vi
ABSTRACT ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Kerangka Pikir Penelitian ... 4
1.3 Perumusan Masalah ... 5
1.4 Hipotesis ... 5
1.5 Tujuan Penelitian ... 6
1.6 Manfaat Penelitian ... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 7
2.1.1 Pengertian ... 7
2.1.2 Etiologi ... 7
(9)
2.1.4 Manifestasi klinis ... 11
2.1.5 Mekanisme Penularan ... 12
2.1.6 Diagnosa ... 13
2.1.7 Klasifikasi ... 14
2.1.8 Penatalaksanaan ... 14
2.1.9 Komplikasi ... 17
2.1.10 Pencegahan ... 18
2.1.11 Kriteria Memulangkan Pasien ... 19
2.2Drug Related Problems (DRPs) ... 20
2.2.1 Definisi DRPs ... 20
2.2.2 Klasifikasi DRPs ... 20
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 24
3.1 Jenis Penelitian ... 24
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 24
3.4 Sumber Data Penelitian ... 25
3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 25
3.6 Analisa Data ... 26
3.7 Alur Pelaksanaan Penelitian ... 26
3.8 Definisi Operasional ... 27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 28
4.1 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ... 28
4.2 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Lama Rawatan Inap ... 29
(10)
4.3 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Derajat
Keparahan ... 30
4.4 Distribusi Terapi Obat yang Diterima Pasien DBD ... 31
4.5 Drug Related Problems (DRPs) ... 35
4.5.1 Obat Salah ... 36
4.5.2 Dosis Kurang ... 36
4.5.3 Dosis Lebih ... 37
4.5.4 Indikasi Tanpa Obat ... 38
4.5.5 Obat Tanpa Indikasi ... 39
4.5.6 Interaksi Obat ... 41
4.5.7 Reaksi Obat Merugikan ... 44
4.5.8 Kegagalan Dalam Menerima Obat ... 44
BAB V. PENUTUP ... 46
5.1 Kesimpulan ... 46
5.2 Saran ... 46
DAFTAR PUSTAKA ... 47
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Jenis - jenis DRPs dan penyebab yang mungkin terjadi ... 22
4.1 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia ... 28
4.2 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Lama Rawatan Inap ... 29
4.3 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Derajat Keparahan ... 30
4.4 Distribusi Terapi Obat yang diterima Semua Pasien DBD ... 31
4.5 Distribusi Terapi Obat yang diterima Pasien DBD Derajat I ... 32
4.6 Distribusi Terapi Obat yang diterima Pasien DBD Derajat II ... 32
4.7 Distribusi Terapi Obat yang diterima Pasien DBD Derajat III... 33
4.8 Distribusi Terapi Obat yang diterima Pasien DBD Derajat IV ... 33
4.9 Kategori Drug Related Problems (DRPs)... 35
4.10 Analisis DRPs Kategori Dosis Obat Kurang... 36
4.11 Analisis DRPs Kategori Dosis Obat Berlebih ... 37
4.12 Analisis DRPs Kategori Indikasi Tanpa Obat ... 38
4.13 Analisis DRPs Kategori Obat Tanpa Indikasi Terapi Multi Obat .... 40
4.14 Analisis DRPs Kategori Obat Tanpa Indikasi Penggunaan Antibiotik Tidak Rasional ... 41
(12)
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1.1 Skema hubungan variabel bebas dan variabel terikat ... 4
2.1 Hipotesis secondary heterologous infection... 10
2.2 Penatalaksanaan tersangka DBD... 17
(13)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman 1. Data Pasien Anak Demam Berdarah Dengue Periode
Oktober 2014 - Desember 2014 ... 49
2. Lembar Pengumpul Data Pasien ... 70
3. Surat Ijin Penelitian ... 72
4. Surat Keterangan Kelayakan Etik ... 73
(14)
IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN ANAK DEMAM BERDARAHDENGUE DI INSTALASI RAWAT INAP RINDU B RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIODE OKTOBER 2014 - DESEMBER 2014
ABSTRAK
Latar Belakang: Drug Related Problems(DRPs)adalah kejadian yang tidak diinginkan dari pengalaman pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh padakeberhasilan penyembuhanyang diharapkan. Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit yang banyak terjadi pada anak - anak dan mempunyai peluang besar akan terjadinya DRPs.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya angka kejadian Drug Related Problems (DRPs) pada pasien anak di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUPHaji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 -Desember 2014.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan menggunakan rancangan penelitian secara deskriptif prospektif. Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data dari catatan rekam medis seluruh pasien anak yang terdiagnosis Demam Berdarah Dengue di rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Oktober 2014 -Desember 2014 dan dianalisa secara deskriptif.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 52 pasien yang memenuhi kriteria inklusi diperoleh total seluruh kasus DRPs sebanyak 29 kasus, dengan 1 kasus (3,45%) kategori dosis kurang, 6 kasus (20,70%) kategori dosis lebih, 10 kasus (34,50%) kategori indikasi tanpa obat, 9 kasus (31,05%) kategori obat tanpa indikasi, 1 kasus (3,45%) kategori interaksi obat, 2 kasus (6,90%) kategori kegagalan dalam menerima obat.
Kesimpulan: Angka kejadian Drug Related Problems (DRPs) cukup tinggi pada pasien anak di instalasi rawat inap rindu B RSUP HajiAdam Malik Medan periode Oktober 2014 -Desember 2014.
Kata kunci:anak, demam berdarah dengue, drug related problems, rsup haji adam malik
(15)
IDENTIFICATION OF DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) OF HOSPITALIZED SECTION B DENGUE HAEMORRHAGIC
FEVER CHILDREN AT RSUP HAJI ADAM MALIK MEDAN PERIOD OCTOBER 2014 - DECEMBER 2014
ABSTRACT
Background: Drug Related Problems (DRPs) is undesirable patient experience that involves drug therapy and that actually or potentially interferes with a desire outcome.Dengue Hemorrhagic Fever is one of diseases that occur in children andhave a great chance to be the occurrence of DRPs.
Purpose: This study aims to identify DRPs in hospitalized section B Dengue Hemorrhagic Fever children atRSUP Haji Adam Malik Medan Period October 2014 - December 2014.
Methods: This research was non experimental study using a descriptive prospective study. The research was conducted by collecting data from the medical records in hospitalized section B Dengue Hemorrhagic Fever children atRSUP Haji Adam Malik Medan Period October 2014 - December 2014 and analyzed in descriptive.
Results: The results show that52 patients who met the criteria there were total of around 29 cases of DRPs cases, with 1 cases (3.45%)was subdose categories, 6 cases (20.70%) was overdose categories, 10 cases (34.50%) was untreated indication categories, 9 cases (31.05%) was drug use without indication categorises, 1 cases (3.45%) was drug interaction categories, 2 cases (6.90%) was failure to receive medication categories.
Conclusion: potential DRPs in the incidence of Dengue Hemorrhagic Fever high enough in hospitalized section B Dengue Hemorrhagic Fever children atRSUP Haji Adam Malik Medan Period October 2014 - December 2014.
Keyword: children, dengue hemorrhagic fever, drug related problems, rsup haji adam malik
(16)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kurun waktu 50 tahun terakhir, demam berdarah dengue telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di beberapa negara. Di seluruh dunia 2,5 sampai 3 milyar orang diperkirakan berisiko terjangkit infeksi virus dengue. Penyakit ini paling banyak menyerang anak-anak dengan angka fatalitas kasus berkisar antara 1% sampai 10% (WHO, 2009).
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dan dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Penyakit Demam Berdarah Dengue tersebut disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropoda Bome Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus famili Flaviviridae, dan memiliki 4 jenis serotipe, yaitu 1, 2, 3, DEN-4. Penyakit ini dapat menyerang semua orang dan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak serta sering menimbulkan wabah (Depkes RI, 2011).
Sejak tahun 2002 di kawasan Asia Tenggara, wabah demam berdarah telah menyebar ke wilayah baru dan mengalami kenaikan di daerah yang berdampak. Pada tahun 2003, sebanyak delapan negara melaporkan kasus demam berdarah dengue yaitu Bangladesh, India, Indonesia, Maladewa, Myanmar, Sri Lanka, Thailand dan Timor Leste. Pada tahun 2008, dibandingkan dengan negara yang lain di daerah yang sama, jumlah dan kasus kematian tertinggi berada di Kamboja dan Filipina (WHO, 2009).
(17)
Di Indonesia kasus demam berdarah pertama kali dilaporkan di Kota Surabaya pada tahun 1968. Tahun-tahun selanjutnya kasus demam berdarah berfluktuasi jumlahnya setiap tahun dan cenderung meningkat. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Angka kejadian demam berdarah dengue (DBD) cenderung meningkat dari tahun 1968 sampai tahun 2009, hal ini dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kasus termasuk lemahnya upaya program pengendalian DBD (Depkes RI, 2010).
Penyakit demam berdarah dengue telah menyebar luas ke seluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara dengan angka kesakitan dan kematian yang relatif tinggi, dan hal yang sama terjadi di Kota Medan. Hal ini didukung oleh Dinkes Sumut, 2009 yang menyatakan pada tahun 2008 kasus DBD di Sumatera Utara mencapai 4.454 dengan 50 kematian, dimana Kota Medan dinyatakan sebagai daerah endemis DBD, dengan penyebarannya sudah mencapai 21 kecamatan di Kota Medan (Dinkes Sumut, 2009).
Dalam penanganan kasus DBD terkadang menjadi fatal dan menyebabkan kematian. Pasien yang datang sering kali dalam keadaan yang lemas dan suda h banyak kehilangan cairan tubuh sehingga dibutuhkan penanganan yang cepat dan tepat karena dengan keterlambatan penanganan dapat menjadi fatal. Pada saat pengobatan, pasien mendapatkan hasil yang tepat dengan sembuhnya penyakit. Namun juga ada pasien yang mendapatkan hasil yang gagal dalam terapi sehingga menjadikan biaya pengobatan semakin mahal dan dapat berujung pada kematian. Penyimpangan-penyimpangan terapi tersebut dikenal sebagai Drug Related Problems (Yasin, et al., 2009).
(18)
Drug Related Problems (DRPs)merupakan suatu kejadian yang tidak diharapkan dari pengalaman pasien akibat terapi obat sehingga secara aktual maupun potensial dapat mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan. DRPs terdiri dari delapan kategori yaitu obat tanpa indikasi, obat salah, indikasi tanpa obat, dosis obat kurang, dosis obat berlebih, interaksi obat, reaksi obat merugikan dan kegagalan dalam menerima obat (Cipolle, et al., 2012). Salah satu penyakit yang terutama terjadipada anak-anak dan mempunyai peluang besar akan terjadinya DRPs adalah DBD, hal ini disebabkan karena anak-anak merupakan segmen terbesar dari individu rentan dalam populasi yang berisiko (Yasin, et al., 2009).
Seiring dengan meningkatnya jumlah pasien DBD menyebabkan peningkatan upaya penyembuhan dan meningkatnya jumlah obat baru yang digunakan untuk penyembuhan penyakit tersebut. Banyaknya obat yang beredar justru sering menimbulkan kebingungan antara praktisi medis. Hal tersebut menambah rumitnya pengobatan dan berdampak pada terjadinya kasus Drug Related Problems (DRPs). Pada kasus ini pasien anak lebih membutuhkan pemantauan ketat. Maka dari itu perlu adanya sebuah penelitian mengenai DRPs yang terjadi pada pasien anak (Lindell, 2014).
Berdasarkan uraian di atas, serta belum adanya penelitian Drug Related Problems pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di RSUP Haji Adam Malik periode Oktober 2014 - Desember 2014, maka mendorong dilakukan penelitian mengenai identifikasi Drug Related Problems pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014.
(19)
1.2 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien DBD di instalasi rawat inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan. Dalam penelitian ini obat-obat yang tercatat dalam rekam medis pada pasien DBD merupakan variabel pengamatandan DRPs kategori obat tanpa indikasi, obat salah, indikasi tanpa obat, dosis obat kurang, dosis obat berlebih, interaksi obat, reaksi obat merugikan dan kegagalan dalam menerima obat sebagai parameter.
Hubungan keduanya digambarkan dalam kerangka pikir penelitian seperti ditunjukkan Gambar 1.1.
Variabel Pengamatan Parameter
Gambar 1.1 Skema hubungan variabel pengamatan dan parameter Obat - obat
yang digunakan pasien
DRPs Kategori 1. Indikasi tanpa obat 2. Obat tanpa indikasi 3. Obat salah
4. Dosis obat kurang 5. Dosis obat berlebih 6. Reaksi obat
merugikan 7. Interaksi obat 8. Kegaglan dalam
menerima obat Identifikasi dan Analisis
(20)
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah penelitian ini adalah: a. Apakah terdapat kasusDrug Related Problems (DRPs) pada pasien anak
DemamBerdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014.
b. Berapa banyak kasusDrug Related Problems (DRPs) pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014.
c. Kategori Drug Related Problems (DRPs) apakah yang paling banyak terjadi pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014. 1.4 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah, yang menjadi hipotesis adalah:
a. Terdapat kejadian Drug Related Problems (DRPs) pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014.
b. KasusDrug Related Problems (DRPs) cukup tinggi persentasenya pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medaneriode Oktober 2014 - Desember 2014.
c. Kategori Drug Related Problems (DRPs) yang paling banyak terjadi pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014 adalah kategori indikasi tanpa obat.
(21)
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a.Mengetahui adanya kejadian Drug Related Problems (DRPs) pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014.
b. Mengetahui jumlah kasusDrug Related Problems (DRPs) pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014.
c.Mengetahui kategori Drug Related Problems (DRPs) yang paling banyak terjadi pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014.
1.6 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan guna memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi pihak RSUP Haji Adam Malik Medan pada pengobatan selanjutnya guna meningkatkan mutu pelayanan pada pasien anak demam berdarah dengue.
b. Sebagai bahan pertimbangan untuk peneliti selanjutnya dan bahan referensi bagi perpustakaan Farmasi USU Medan.
c. Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis dan pembaca mengenai DRPs pada penyakit demam berdarah dengue.
(22)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1 Pengertian
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus DEN-1, DEN-2, DEN-3, atau DEN-4 yang di tularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang sebelumnya telah terinfeksi virus Dengue dari penderita DBD lainnya. Demam berdarah dengue (DBD) di tandai oleh empat manifestasi klinis utama demam tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan hepatomegali dan pada kasus berat, tanda-tanda kegagalan sirkulasi, pasien ini dapat mengalami syok hipovolemik yang diakibatkan oleh kebocoran plasma (WHO, 2009).
2.1.2 Etiologi a. Virus
Virus Dengue termasuk Genus Flavivirus dari keluarga Flaviviridae. Ada empat serotipe virus yang kemudian di nyatakan sebagai DEN-1, DEN-2, DEN-3, atau DEN-4. Infeksi yang terjadi dengan serotipe manapun akan memicu imunitas seumur hidup terhadap serotipe tersebut. Walaupun secara antigenik serupa, keempat serotipe tersebut cukup berbeda di dalam menghasilkan perlindungan silang selama beberapa bulan setelah terinfeksi salah satunya (WHO, 2009).
(23)
b. Vektor
Virus Dengue di tularkan oleh satu orang yang terinfeksi virus Dengue ke orang lain oleh nyamuk Aedes aegyptidan subgenus stegomya. Aedes aegypti merupakan vektor epidemik yang paling penting, sementara spesies lain seperti Ae.albopictus, Ae.polynesiensi, anggota kelompok Ae.scutellaris, dan Ae.finlaya niveus juga diputuskan sebagai vektor sekunder. Semua spesies tersebut, kecuali Ae. aegypti, memiliki willayah pelebarannya sendiri. Walaupun mereka merupakan vektor yang sangat baik untuk virusDengue, epidemi yang di timbulkannya tidak separah yang di akibatkan oleh Ae.aegypti(WHO, 2009).
c. Pejamu
Pada manusia masing-masing dari ke empat serotipe virus Dengue mempunyai hubungan dengan DD dan dengan DBD. Infeksi pertama menghasilkan imunitas sepanjang hidup terhadap serotipe penginfeksi tetapi merupakan perlidungan sementara terhadap ketiga serotipe lainnya, dan infeksi sekunder atau sekuensial mungkin terjadi setelah waktu singkat. Penularan virus Dengue dari manusia terinfeksi ke nyamuk penggigit di tentukan oleh besarnya dan durasi viremia padahospes manusia, individu dengan viremia tinggi memberikan dosis virus infeksius yang lebih tinggi ke nyamuk penggigit, biasanya menyebabkan presentase nyamuk penggigit yang terinfeksi menjadi lebih besar, meskipun kadar virus yang sangat rendah dalam darah mungkin terinfeksi bagi beberapa nyamuk vektor (WHO, 2009).
(24)
2.1.3 Patofisiologi dan Patogenesis
Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan demam berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diabetes hemoragik. Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai hematokrit (Halstead, 2008).
Mekanisme tentang patofisiologi dan patogenesis demam berdarah dengue hingga kini belum diketahui secara pasti, tetapi sebagian besar menganut "thesecondary heterologous infection hypothesis" yang mengatakan bahwa DBD dapat terjadi apabila seseorang setelah infeksi dengue pertama mendapat infeksi berulang dengan tipe virus Dengue yang berlainan dalam jangka waktu yang tertentu yang diperkirakan antara 6 bulan sampai 5 tahun (Halstead, 2008).
Akibat infeksi kedua oleh tipe virus Dengue yang berlainan pada seorang penderita dengan kadar antibodi anti dengue yang rendah, respon antibodi yang akan terjadi dalam beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit imun dengan menghasilkan antibodi IgG anti dengue titer tinggi. Selain itu replikasi virus Dengue terjadi akibat terdapatnya virus dalam jumlah yang banyak. Hal-hal ini semuanya akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi yang selanjutnya akan mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat antivasi C3 dan C5 menyebabkan meningginya
(25)
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah (Halstead, 2008).
Gambar 2.1 Hipotesis secondary heterologous infection (Halstead, 2008). Pada penderita renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari pada 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian. Sebab lain dari kematian pada DBD ialah perdarahan saluran pencernaan hebat yang biasanya timbul setelah renjatan berlangsung lama dan tidak dapat diatasi. Trombositopenia merupakan kelainan hematologis yang ditemukan pada sebagian besar penderita DBD. Nilai trombosit mulai menuru n pada masa demam dan mencapai nilai terendah pada masa renjatan (Halstead, 2008).
(26)
2.1.4 Manifestasi klinis
Menurut Depkes (2010) tanda-tanda dan gejala penyakit DBD adalah : a. Demam
Penyakit DBD didahului oleh demam tinggi yang mendadak terus-menerus berlangsung 2-7 hari, kemudian turun secara cepat. Demam secara mendadak disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti: anorexia, lemas, nyeri pada tulang, sendi, punggung dan kepala.
b. Manifestasi pendarahan
Perdarahan terjadi pada semua organ umumnya timbul pada hari 2-3 setelah demam, sebab perdarahan adalah trombositopenia. Bentuk perdarahan dapat berupa: ptechiae, purpura, echymosis, perdarahan conjunctiva, perdarahan dari hidung (mimisan atau epistaxis), perdarahan gusi, muntah darah (hematenesis), buang air besar berdarah (melena ), kencing berdarah (hematuri). Gejala ini tidak semua harus muncul pada setiap penderita, untuk itu diperlukan toreniquet test dan biasanya positif pada sebagian besar penderita demam berdarah dengue.
c. Pembesaran hati (hepatomegali)
Pembesaran hati dapat diraba pada penularan demam. Derajat pembesaran hati tidak sejajar dengan beberapa penyakit. Pembesaran hati mungkin berkaitan dengan strain serotype virus Dengue.
d. Renjatan (syok)
Renjatan dapat terjadi pada saat demam tinggi yaitu antara hari 3-7 mulai sakit. Renjatan terjadi karena perdarahan atau kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapilar yang rusak. Adapun tanda-tanda perdarahan: kulit
(27)
teraba dingin pada ujung hidung, jari dan kaki; penderita menjadi gelisah; nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba; tekanan nadi menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang); tekanan darah menurun (tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang). Renjatan yang terjadi pada saat demam, biasanya mempunyai kemungkinan yang lebih buruk.
e. Gejala klinis lain
Gejala lainnya yang dapat menyertai adalah anoreksia, mual, muntah, lemah, sakit perut, diare atau konstipasi dan kejang.
2.1.5 Mekanisme Penularan
Penyakit demam berdarah dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk ini mendapat virus Dengue sewaktu mengigit mengisap darah orang yang sakit demam berdarah dengue atau tidak sakit tetapi didalam darahnya terdapat virus Dengue. Seseorang yang didalam darahnya mengandung virus Dengue merupakan sumber penularan penyakit demam berdarah. Virus Dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam. Bila penderita tersebut digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terisap masuk kedalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar diberbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk didalam kelenjar liurnya. Kira-kira 1 minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya (Soegijanto, 2012).
Oleh karena itu nyamuk Aedes aegyptiyang telah mengisap virus dengue itu menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya. Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk/mengigit, sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air
(28)
liur melalui alat tusuknya (proboscis) agar darah yang diisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus Dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Soegijanto, 2012).
2.1.6 Diagnosa
Menurut WHO (1997) diagnosa penyakit DBD ditegakkan berdasarkan adanya dua kriteria klinis atau lebih, ditambah dengan adanya minimal satu kriteria laboratoris.
Kriteria klinis:
a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7, yang dapat mencapai 40°C. Demam sering disertai gejala tidak spesifik, seperti tidak nafsu makan (anoreksia), lemah badan, nyeri sendi dan tulang, serta rasa sakit di daerah belakang bola mata dan wajah yang kemerah-merahan.
b. Manifestasi perdarahan seperti mimisan (epitaksis), perdarahan gusi, perdarahan pada kulit tes rumpeleede (+), ptekiae dan ekimosis, serta buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman (melena).
c. Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali).
d. Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyit nadi yang teraba lemah dan cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan kesadaran dan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian.
Kriteria laboratoris:
a. Penurunan jumlah trombosit (Trombositopenia) < 100.000/mm3, biasanya ditemukan antara hari ke 3 - 7 sakit.
(29)
2.1.7 Klasifikasi
Menurut WHO (2009) derajat penyakit DBD berbeda-beda menurut tingkat keparahannya yaitu:
a. Derajat I (ringan), demam mendadak 2-7 hari disertai gejala klinis lain, dengan manifestasi perdarahan dengan uji turniquet positif.
b. Derajat II (sedang), gejala yang timbul pada DBD derajat 1, ditambah perdarahan spontan, biasanya dalam bentuk perdarahan di bawah kulit dan atau perdarahan lainnya.
c. Derajat III (berat), penderita dengan gejala kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menyempit (< 20 mmHg) atau hipotensi yang ditandai dengan kulit dingin, lembab dan penderita menjadi gelisah.
d. Derajat IV (berat), penderita syok berat dengan tekanan darah yang tak dapat diukur dan nadi yang tak dapat diraba.
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien DBD umumnya berorientasi kepada pemberian cairan. Hadinegoro (2006) mendemonstrasikan bahwa meminum cairan seperti air atau jus buah dalam 24 jam sebelum pergi ke dokter merupakan faktor protektif melawan kemungkinan dirawat inap di rumah sakit.
Penatalaksanaan pada demam dengue atau DBD tanpa penyulit adalah: a. Tirah baring.
b. Pemberian cairan.
Bila belum ada nafsu makan dianjurkan untuk minum banyak 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula/sirup, atau air tawar ditambah dengan garam saja).
(30)
c. Medikamentosa yang bersifat simtomatis.
Untuk hiperpireksia dapat diberikan kompres kepala, ketiak atau inguinal. Antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminofen, eukinin atau dipiron. Hindari pemakaian asetosal karena bahaya perdarahan.
d. Antibiotik diberikan bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
Pasien DHF perlu diobservasi teliti terhadap penemuan dini tanda syok, yaitu:
a. Keadaan umum memburuk. b. Terjadi pembesaran hati.
c. Masa perdarahan memanjang karena trombositopenia. d. Hematokrit meninggi pada pemeriksaan berkala.
Jika ditemukan tanda-tanda dini tersebut, infus harus segera dipersiapkan dan terpasang pada pasien. Observasi meliput pemeriksaan tiap jam terhadap keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu dan pernafasan; serta Hb dan Ht setiap 4-6 jam pada hari-hari pertama pengamatan, selanjutnya setiap 24 jam (Hadinegoro, 2006).
Terapi untuk sindrom syok dengue bertujuan utama untuk mengembalikan volume cairan intravaskular ke tingkat yang normal, dan hal ini dapat tercapai dengan pemberian segera cairan intravena. Jenis cairan dapat berupa NaCl 0,9%,
Ringer’s lactate (RL) atau bila terdapat syok berat dapat dipakai plasma atau
ekspander plasma. Jumlah cairan disesuaikan dengan perkembangan klinis. Kecepatan permulaan infus ialah 20 ml/kg berat badan/ jam, dan bila syok telah diatasi, kecepatan infus dikurangi menjadi 10 ml/kg berat badan/ jam. Pada kasus syok berat, cairan diberikan dengan diguyur, dan bila tak tampak perbaikan,
(31)
diusahakan pemberian plasma atau ekspander plasma atau dekstran atau preparat hemasel dengan jumlah 15-29 ml/kg berat badan. Dalam hal ini perlu diperhatikan keadaan asidosis yang harus dikoreksi dengan Na-bikarbonat. Pada umumnya untuk menjaga keseimbangan volume intravaskular, pemberian cairan intravena baik dalam bentuk elektrolit maupun plasma dipertahankan 12-48 jam setelah syok selesai (Hadinegoro, 2006).
Pada tahun 1997, WHO merekomendasikan jenis larutan infus yang dapat diberikan pada pasien demam dengue/DBD:
1. Kristaloid.
a. Larutan ringer laktat (RL) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat b. Larutan ringer asetat (RA) atau dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat c. Larutan NaCl 0,9% (garam faali/GF) atau dekstrosa 5% dalam larutan faali 2. Koloid
a. Dekstran b. Plasma
Transfusi darah dilakukan pada pasien dengan perdarahan yang membahayakan (hematemesis dan melena) dan pasien sindrom syok dengue yang pada pemeriksaan berkala, menunjukkan penurunan kadar Hb dan Ht.
(32)
Gambar 2.2 Penatalaksanaan tersangka DBD (WHO, 2009). 2.1.9 Komplikasi
Infeksi primer pada demam dengue dan penyakit mirip dengue biasanya ringan dan dapat sembuh sendirinya. Kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam adalah komplikasi paling sering pada bayi dan anak-anak. Epistaksis, petekie, dan lesi purpura tidak umum tetapi dapat terjadi pada derajat manapun. Keluarnya darah dari epistaksis, muntah atau keluar dari rektum, dapat memberi kesan keliru perdarahan gastrointestinal. Pada dewasa dan mungkin pada anak-anak, keadaan yang mendasari dapat berakibat pada perdarahan signifikan. Kejang dapat terjadi saat temperatur tinggi, khususnya pada demam chikungunya. Lebih jarang lagi, setelah fase febril, astenia berkepanjangan, depresi mental, bradikardia, dan ekstrasistol ventrikular dapat terjadi (Halstead, 2008).
Komplikasi akibat pelayanan yang tidak baik selama rawatan inap juga dapat terjadi berupa kelebihan cairan (fluid overload), hiperglikemia dan hipoglikemia, ketidak seimbangan elektrolit dan asam-basa, infeksi nosokomial,
(33)
serta praktik klinis yang buruk (Dengue: Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control, WHO, 2009). Di daerah endemis, demam berdarah dengue harus dicurigai terjadi pada orang yang mengalami demam, atau memiliki tampilan klinis hemokonsentrasi dan trombositopenia (Halstead, 2008).
2.1.10 Pencegahan
Belum ada vaksin yang tersedia melawan dengue, dan tidak ada pengobatan spesifik untuk menangani infeksi dengue. Hal ini membuat pencegahan adalah langkah terpenting, dan pencegahan berarti menghindari gigitan nyamuk jika kita tinggal di atau bepergian ke area endemik. Jalan terbaik untuk mengurangi nyamuk adalah menghilangkan tempat nyamuk bertelur, seperti bejana/ wadah yang dapat menampung air. Nyamuk dewasa menggigit pada siang hari dan malam hari saat penerangan menyala. Untuk menghindarinya, dapat menggunakan losion anti nyamuk atau mengenakan pakaian lengan pajang/celana panjang dan mengamankan jalan masuk nyamuk ke ruangan. Penggunaan insektisida untuk memberantas nyamuk dapat dilakukan dengan malathion. Cara penggunaan malathion adalah dengan pengasapan (thermal fogging) atau pengabutan (cold fogging). Untuk pemakaian rumah tangga dapat menggunakan golongan organofosfat, karbamat atau pyrethoid (Depkes RI, 2010).
Pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue (PSN DBD) dilakukan dengan cara:
1. Fisik
Cara ini dikenal dengan kegiatan “3M”, yaitu menguras dan menyikat tempat
-tempat penampungan air, seperti bak mandi/WC, drum dan -tempat lainya seminggu sekali (M1), menutup rapat-rapat penampungan air, seperti gentong
(34)
air/tempayan dan lain-lain(M2), mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampungan air hujan (M3).
2. Kimia
Cara memberantas jentik Ae.aegyptidengan menggunakan insektisida pembasmi jentik dengan (larvasida) yang dikenal dengan istilah larvasidasi. Larvasidasi yang biasa digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan 1 ppm atau 10 gram (± 1 sendok makan rata) untuk tiap 100 liter air. Larvasidasi dengan temephosini mempunyai efek risidu 3 bulan. Selain itu dapat pula digunakan golongan insect growth regulator .
3. Biologi
Misalnya memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang/tempalo, dan lain-lain). Dapat juga digunakan Bacillus thurringlensisvar israeliensia (Depkes RI, 2011).
2.1.11 Kriteria Memulangkan Pasien.
Pasien dapat pulang jika syarat-syarat sebagai berikut terpenuhi: a. Tidak demam selama 24 jam tanpa pemberian antipiretik.
b. Nafsu makan membaik.
c. Tampak perbaikan secara klinis. d. Hematokrit stabil.
e. Tiga hari setelah syok teratasi.
f. Jumlah trombosit >50.000/ml. Perlu diperhatikan, kriteria ini berlaku bila pada sebelumnya pasien memiliki trombosit yang sangat rendah, misalnya 12.000/ml.
(35)
2.2 Drug Related Problems (DRPs) 2.2.1 Definisi DRPs
DRPs adalah kejadian yang tidak diinginkan dari pengalaman pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada outcome yang diharapkan. Suatu kejadian dapat disebut DRPs apabila terdapat dua kondisi, yaitu: (a) adanya kejadian tidak diinginkan yang dialami pasien, kejadian ini dapat berupa keluhan medis, gejala, diagnosa penyakit, ketidakmampuan (disa bility) yang merupakan efek dari kondisi psikologis, fisiologis, sosiokultur atau ekonomi; dan (b) adanya hubungan antara kejadian tersebut dengan terapi obat (Strand, et al., 1990).
2.2.2 Klasifikasi DRPs
Strand, et al., (1990) mengklasifikasikan DRPs menjadi 8 kategori besar: a. Pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat tetapi pasien
tidak mendapatkan obat untuk kondisi tersebut.
b. Pasien mempunyai kondisi medis dan menerima obat yang tidak mempunyai indikasi medis yang valid.
c. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi tidak mendapatkan obat yang tidak aman, tidak paling efektif, dan kontraindikasi dengan pasien tersebut.
d. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut kurang.
e. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut lebih.
(36)
g. Pasien mempunyai kondisi medis akibat interaksi obat - obat, obat - makanan, obat - hasil laboratorium.
h. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi tidak mendapatkan obat yang diresepkan.
Pharmaceutical Care Network Europe (The PCNE Classification V5.01)mengelompokkan masalah terkait obat sebagai berikut (Pharmaceutical Care NetworkEurope., 2006) :
1.Reaksi obat yang tidak dikehendaki/ROTD (Adverse Drug Reaction/ADR) Pasien mengalami reaksi obat yang tidak dikehendaki seperti efeksamping atau toksisitas.
2.Masalah pemilihan obat (Drug choice problem)
Masalah pemilihan obat berarti pasien memperoleh obat yang salahuntuk penyakitdan kondisinya. Masalah pemilihan obat antara lain: obat diresepkan tapiindikasi tidak jelas, bentuk sediaan tidak sesuai, kontraindikasi dengan obatyang digunakan, obat tidak diresepkan untuk indikasi yang jelas.
3.Masalah pemberian dosis obat (Drug dosing problem)
Masalah pemberian dosis obat berarti pasien memperoleh dosis yang lebihbesar atau lebih kecil daripada yang dibutuhkannya.
4. Masalah pemberian/penggunaan obat (Drug use/administration problem) Masalah pemberian/penggunaan obat berarti tidak memberikan atau tidakmenggunakan obat sama sekali atau menggunakan yang tidakdiresepkan. 5. Interaksi obat (Interaction)
Interaksi berarti terdapat interaksi obat-obat atau obat-makanan yangbermanifestasi atau potensial.
(37)
6. Masalah lainnya (Others)
Masalah lainnya misalnya: pasien tidak puas dengan terapi, kesadaran yangkurang mengenai kesehatan dan penyakit, keluhan yang tidak jelas(memerlukan klarifikasi lebih lanjut), kegagalan terapi yang tidak diketahuipenyebabnya, perlu pemeriksaan laboratorium.
Adapun kasus masing - masing kategori DRPs yang mungkin terjadi dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Jenis - Jenis DRPs dan Penyebab yang mungkin terjadi
DRPs Kemungkinan kasus pada DRPs
Butuh terapi obat tambahan a. Pasien dengan kondisi terbaru membutuhkan terapi obat yang terbaru
b. Pasien dengan kronik membutuhkan lanjutan terapi obat
c. Pasien dengan kondisi kesehatan yang membutuhkan kombinasi farmakoterapi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi
d. Pasien dengan resiko pengembangan kondisi kesehatan baru dapat dicegah dengan pengggunaan obat profilaksis
Terapi obat yang tidak perlu a. Pasien yang mendapatkan obat yang tidak tepat indikasi
b. Pasien yang mengalami toksisitas karena obat atau hasil pengobatan
c. Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat, alkohol dan rokok
d. Pasien dalam kondisi pengobatan yang lebih baik diobati tanpa terapi obat
e. Pasien dengan multiple drugs untuk kondisi dimana hanya single drug therapy dapat digunakan
f. Pasien dengan terapi obat untuk penyembuhan dapat menghindari reaksi yang merugikan dengan pengobatan lainnya
Obat tidak tepat a. Pasien alergi
b. Pasien menerima obat yang tidak paling efektif untuk indikasi pengobatan
c. Pasien dengan faktor resiko pada kontraindikasi penggunaan obat
d. Pasien menerima obat yang efektif tetapi ada obat lain yang lebih murah
e. Pasien menerima obat efektif tetapi tidak aman f. Pasien yang terkena infeksi resisten terhadap
(38)
Dosis obat terlalu rendah a. Pasien menjadi sulit disembuhkan dengan terapi obat yang digunakan
b. Pasien menerima kombinasi produk yang tidak perlu dimana single drug dapat memberikan pengobatan yang tepat
c. Pasien alergi
d. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk menimbulkan respon
e. Konsentrasi obat dalam serum pasien di bawah range terapeutik yang diharapkan
f. Waktu profilaksis (preoperasi) antibiotik diberikan terlalu cepat
g. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien
h. Terapi obat berubah sebelum terapeutik percobaan cukup untuk pasien
i. Pemberian obat terlalu cepat
Reaksi obat merugikan a. Obat yang digunakan merupakan risiko yang berbahaya bagi pasien
b. Ketersediaan obat menyebabkan interaksi dengan obat lain atau makanan pasien
c. Efek obat dapat diubah oleh substansi makanan pasien
d. Efek dari obat diubah inhibitor enzim atau induktor obat lain
e. Efek obat dapat diubah dengan pemindahan obat dari binding site oleh obat lain
f. Hasil laboratorium berubah karena gangguan obat lain
Dosis obat terlau tinggi a. Dosis terlalu tinggi
b. Konsentrasi obat dalam serum pasien di atas range terapeutik yang diharapkan
c. Dosis obat meningkat terlalu cepat
d. Obat, dosis, rute, perubahan formulasi yang tidak tepat
e. Dosis dan interval tidak tepat
Ketidakpatuhan pasien a. Pasien tidak menerima aturan pemakaian obat yang tepat (penulisan, obat, pemberian, pemakaian
b. Pasien tidak menuruti (ketaatan) rekomendasi yang diberikan untuk pengobatan
c. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena harganya mahal
d. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan karena kurang mengerti
e. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan secara konsisten karena merasa sudah sehat
(39)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif yang bersifat prospektif yaitu penelitian yang dilakukan berupa pengamatan langsung dengan melakukan pencatatan terhadap perkembangan subjek dalam kelompok studi amatan (Follow Up Research). 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di instalasi rawat inap rindu B - Anak RSUP Haji Adam Malik Medan. Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan pada bulan Oktober 2014 - Desember 2014.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh penderita rawat inap di instalasi rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014 dengan diagnosis demam berdarah dengue yang ditegakkan berdasarkan kriteria WHO tahun 1997.
Sampel penelitian adalah penderita rawat inap di instalasi rawat inap RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014 dengan diagnosis demam berdarah dengue yang ditegakkan berdasarkan kriteria WHO tahun 1997 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
- Kriteria Inklusi :
Pasien dengan diagnosis demam berdarah dengue yang ditegakkan berdasarkan kriteria WHO tahun 1997 yaitu kriteria klinis dan kriteria laboratoris, pasien
(40)
dengan diagnosis demam berdarah dengue yang dirawat di ruangan rindu B - Anak berusia 0 - 18 tahun tanpa maupun dengan penyakit penyerta dengan data rekam medis yang lengkap.
- Kriteria eksklusi:
Pasien dengan diagnosis demam berdarah dengue yang dirawat selain di ruangan rindu B - Anak berusia 0 - 18 tahun, tanpa maupun dengan penyakit penyerta dan pasien dengan data rekam medis yang tidak lengkap.
3.4 Sumber Data Penelitian
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berkas rekam medis pasien anak dengan diagnosis penyakit demam berdarah dengue di instalasi rawat inap rindu B - Anak RSUP Haji Adam Malik, data SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit) dan lembar pengumpul data pasien.
3.5Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan secara prospektif di instalasi rawat inap rindu B - Anak RSUP Haji Adam Malik Medan pada pasien yang mengalami Demam Berdarah Dengue (DBD). Waktu penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2014 - Desember 2014. Data diperoleh berdasarkan catatan rekam medis pasien dengan diagnosa DBD, diikuti perjalanan pengobatan atau terapinya dari pasien masuk rumah sakit hingga pasien dinyatakan sembuh dan boleh pulang. Data penelitian dikumpulkan dengan mengisi lembaran pengumpulan data (LPD) khusus. Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tulisan, tabel dan diagram.
(41)
3.6 Analisis Data
Analisis data pada penelitian ini dilakukan dengan melihat kesesuaian kondisi vital pasien, hasil laboratorium serta terapi yang diberikan. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel maupun diagram. 3.7 Alur Pelaksanaan Penelitian
Adapun gambaran pelaksanaan penelitian adalah seperti Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Alur Pelaksanaan Penelitian Data rekam medis pasien
Data dikelompokkan berdasarkan kriteria inklusi
Identifikasi DRPs
Penentuan Indikasi tanpa obat
Penentuan Obat tanpa indikasi
Penentuan Obat salah
Penentuan dosis obat kurang
Penentuan dosis obat berlebih
Penentuan interaksi obat
Reaksi Obat Merugikan
Penentuan kegagalan dalam terapi obat
Analisis Data
(42)
3.8 Definisi Operasional
a. Pasien pediatrik adalah pasien anak berumur 0 - 18 tahun yang merupakan subjek penelitian.
b. Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.
c. DRPs adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun operasional berpengaruh pada outcome yang diinginkan pasien.
d. Terapi simptomatik adalah terapi untuk meringankan gejala yang timbul, berupa pemberian obat-obatan oral maupun parenteral.
e. Terapi suportif adalah terapi pengobatan yang mendukung terapi utama, berupa pemberian cairan oral maupun larutan intravena (infus).
f. Angka kejadian Drug Related Problems (DRPs) adalah banyaknya kejadian DRP dalam pengobatan terkait dosis maupun obat.
g. Persentase angka kejadian Drug Related Problems (DRPs) adalah banyaknya kejadian DRPs dibanding dengan total keseluruhan kasus DRPs dikalikan 100%.
(43)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Berdasarkan pengambilan data selama bulan Oktober 2014 - Desember 2014 di RSUP Haji Adam Malik Medan, jumlah pasien anak yang terdiagnosis DBD adalah 85 orang pasien dan yang memenuhi kriteria inklusi terdapat 52 orang pasien. Data Pasien dapat dilihat pada Lampiran 1 halaman 33.
Tabel 4.1 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia
No Karakteristik Jumlah
pasien (orang) persentase (%)
1 Jenis Kelamin
Laki-laki 23 44,23
Perempuan 29 55,76
2 Usia (tahun)
0-6 17 32,7
7-12 20 38,5
13-18 15 28,8
Tabel 4.1 menunjukkan sebanyak 52 pasien yang terdiagnosis DBD didominasi oleh pasien anak perempuan yaitu sebesar 55,76% (29 orang), sedangkan anak laki-laki lebih sedikit jumlahnya yaitu sebesar 44,23% (23 orang). Perbedaan tersebut tidak mempengaruhi risiko terjangkit penyakit DBD karena baik laki -laki maupun perempuan mempunyai risiko yang sama untuk terjangkit penyakit demam berdarah dengue (Wibowo, 2011). Berdasarkan perbedaan usia, kasus penyakit DBD yang menyerang pasien anak banyak terjadi pada kelompok usia 7 - 12 tahun berjumlah 20 pasien (38,5%) diikuti kelompok usia 0 - 6 tahun sebanyak 17 pasien (32,7%) dan usia 13 - 18 tahun sebanyak 15 pasien (28,8%). Hal ini sejalan dengan laporan dari WHO yang menyatakan bahwa sebagian
(44)
besar penderita DBD terjadi pada kelompok usia 5 -14 tahun (WHO, 2009). Hal ini dapat disimpulkan bahwa semua kelompok usia pasien mempunyai risiko yang sama untuk menderita penyakit DBD.
4.2 Profil Demografi Pasien Berdasarkan Lama Rawatan Inap
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 52 pasien, lama rawat inap tertinggi adalah lama rawatan selama 5 hari yang terjadi pada 15 pasien (28,85%). Tabel 4.2 Profil Demografi Pasien Berdasarkan Lama Rawatan Inap
Lama Rawatan Jumlah
pasien (orang) persentase (%)
1 hari 1 1,92
2 hari 3 5,77
3 hari 6 11,54
4 hari 9 17,31
5 hari 15 28,85
6 hari 7 13,46
7 hari 5 9,61
>7 hari 6 11,54
Total 52 100
Pada Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia telah disebutkan bahwa masa kritis DBD berlangsung 3 - 4 hari dihitung mulai panas hari pertama. Namun apabila ditangani lebih cepat pasien akan cepat kembali normal dan sembuh setelah fase kritis lewat. Jumlah trombosit akan meningkat kembali setelah pasien diberi cairan dalam jumlah cukup dan setelah sembuh jumlah trombosit darah bisa normal kembali dengan cepat (Kepmenkes, 2011).
Lamanya rawat inap pasien dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, tingkat keparahan penyakit dan kondisi masing-masing pasien sehingga dibutuhkan waktu yang berbeda untuk pemberian terapi kepada masing-masing pasien.
(45)
Semakin lama masa rawat inap pasien maka semakin besar biaya perawatan di rumah sakit (Meilyana, 2010).
4.3 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Derajat Keparahan
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa proporsi derajat keparahan pada saat masuk RS penderita paling banyak terjadi adalah pada pasien DBD Derajat I (46,2%).
Tabel 4.3 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Derajat Keparahan
(WHO, 2009) Derajat keparahan DBD berhubungan dengan status gizi anak. Hal ini didukung oleh teori yang mengatakan bahwa status gizi anak yang menderita DBD dapat bervariasi, anak yang menderita DBD sering mengalami mual, muntah dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat
Derajat
Keparahan Gejala
Jumlah pasien
(orang)
persentase (%) Derajat I
Demam, mual, muntah, nyeri ulu hati,batuk, nyeri kepala, dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji Tourniquet positif
24 46,2
Derajat II
Demam, mual, muntah,nyeri kepala, batuk, kejang, diare, terdapat perdarahan spontan antara lain perdarahan kulit (petekie), perdarahan gusi dan perdarahan saluran cerna.
16 30,8
Derajat III
Derajat I atau II disertai kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah
10 19,2
Derajat IV
Seperti derajat III disertai syok berat (profound syock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur
2 3,8
(46)
badan sehingga status gizinya menjadi kurang, jika pemenuhan nutrisi kurang maka tingkat derajat keparahan DBD anak akan semakin parah (Safitri, 2012). 4.4 Distribusi Terapi Obat yang Diterima Pasien DBD
Tabel 4.4 Distribusi Terapi Obat yang Diterima Pasien DBD
Terapi Obat Pasien
(orang)
Persentase (%)
A. Analgetik non-narkotik
- Parasetamol 49 23,45
- Aspilets 1 0,48
- Novalgin 1 0,48
Sub total 51 24,29
B. Gastrointestinal
- Ranitidin 19 9,05
- Antasida 3 1,43
- Omeprazol 1 0,48
Sub total 23 10,96
C. Antibiotik
- Seftriakson 10 4,76
- Sefadroksil 3 1,43
- Sefotaksim 2 0,95
- Sefiksim 2 0,95
- Chloramex 1 0,48
Sub total 18 8,57
D. Antihistamin
- Setirizin 3 1,43
- Caladine 1 0,48
Sub total 4 1,91
E. Diuretik - Furosemid 3 1,43
F. Hemostatik - Asam traneksamat 2 0,95 G. Antidotum - Kalsium Glukonat 3 1,43
H. Antiansietas - Stesolid 2 0,95
I. Antiasma - Salbutamol 1 0,48
J. Adrenergik - Epinefrin 2 0,95
K. Antikonvulsan - Asam valproat 1 0,48
L. Sedatif - Diazepam 1 0,48
M. Oksigenasi - O2 nasal 5 2,38
N. Suplemen
- Vitamin B-kompleks 2 0,95
- Vitamin A 1 0,48
- Asam folat 1 0,48
(47)
O. Terapi Suportif
- Larutan Ringer Laktat 51 24,28
- Larutan NaCl 0,9 % 19 9,05
- Glukosa + NaCl 10 4,76
- Hidroxy Ethyl Starch (HES) 10 4,76
Sub total 90 42,85
Total 210 100
Tabel 4.5 Distribusi Terapi Obat yang Diterima 24 Pasien DBD Derajat I
Derajat
Keparahan Golongan Terapi Obat
Jumlah pasien
(orang)
persentase (%) Derajat I Analgetik
non-narkotik
Parasetamol 23 95,83
Aspilets 1 4,16
Gastrointestinal
Ranitidin 9 37,5
Antasida 2 8,33
Omeprazol 1 4,16
Diuretik Furosemid 2 8,33
Antibiotik
Sefotaksim 1 4,16
Seftriakson 4 16,66
Sefiksim 1 4,16
Antiansietas Stesolid 1 4,16
Antikonvulsan Asam valproat 1 4,16
Suplemen Vitamin B-kompleks 2 8,33
Terapi Suportif
Glukosa + NaCl 5 20,83
NaCl 0,9% 5 20,83
Ringer Laktat 23 95,83
Tabel 4.6 Distribusi Terapi Obat yang Diterima 16 Pasien DBD Derajat II
Derajat
Keparahan Golongan Terapi Obat
Jumlah pasien
(orang)
persentase (%) Derajat II Analgetik
non-narkotik
Parasetamol 15 93,75
Novalgin 1 6,25
Gastrointestinal Ranitidin 2 12,5
Antasida 1 6,25
Antibiotik Sefadroksil 3 18,75
Sefotaksim 1 6,25
Antiansietas Stesolid 1 6,25
Antidotum Kalsium glukonat 1 6,25
Antihistamin Setirizin 1 6,25
Caladine 1 6,25
Antiasma Salbutamol 1 6,25
(48)
Oksigenasi O2 nasal 2 12,5
Terapi Suportif
NaCl 0,9% 8 50
HES 1 6,25
Glukosa +NaCl 1 6,25
Ringer Laktat 16 100
Tabel 4.7 Distribusi Terapi Obat yang Diterima 10 Pasien DBD Derajat III Derajat
Keparahan Golongan Terapi Obat
Jumlah pasien (orang) persentase (%) Derajat III Analgetik
non-narkotik Parasetamol 9 90
Gastrointestinal Ranitidin 6 60
Antibiotik
Seftriakson 4 40
Sefiksim 1 10
Sefadroksil 1 10
Chloramex 1 10
Adrenergik Epinefrin 2 20
Diuretik Furosemid 1 10
Antihistamin Setirizin 2 20
Sedatif Diazepam 1 10
Hemostatik Asam traneksamat 2 20
Antidotum Kalsium glukonat 2 20
Oksigenasi O2 nasal 1 10
Terapi Suportif
transfusi PRC 1 10
NaCl 0,9% 6 60
Ringer Laktat 10 100
HES 7 70
Glukosa+NaCl 4 40
Tabel 4.8 Distribusi Terapi Obat yang Diterima 2 Pasien DBD Derajat IV
Derajat
Keparahan Golongan Terapi Obat
Jumlah pasien (orang) persentase (%) Derajat IV Analgetik
non-narkotik Parasetamol 2 100
Gastrointestinal Ranitidin 2 100
Antibiotik Seftriakson 2 100
Oksigenasi O2 nasal 2 100
Terapi Suportif Ringer Laktat 2 100
(49)
Berdasarkan tabel 4.5, 4.6, 4.7 dan 4.8 dari 24 pasien yang didiagnosa DBD Derajat I, 16 pasien DBD Derajat II, 10 pasien yang didiagnosa DBD Derajat III dan 2 pasien DBD Derajat IV sebagian besar terapi obat yang digunakan dalam penanganan kasus DBD adalah parasetamol yang merupakan golongan obat analgetik-non narkotik. Berdasarkan Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia, parasetamol merupakan obat lini pertama dan sebagai terapi simptomatik untuk mengatasi demam tinggi. Hal ini disebabkan efek samping antiplatelet parasetamol hampir tidak ada dibandingkan obat antipiretik lainnya seperti asetosal, ibuprofen yang berisiko memicu pendarahan dan memperparah keadaan pasien (Nugroho, 2012). Selain itu, terdapat juga pemberian antibiotik pada penanganan kasus DBD. Dalam Guidlines for Diagnosis, Treatment. Prevention and Control of Dengue tahun 2009, telah dijelaskan untuk pemberian antibiotik tidak perlu diberikan kepada pasien DBD, karena tidak dapat membantu. Hanya diberikan jika terjadi infeksi serius bakteri E.coli yang menyebabkan diare dan juga mengatasi bakteri Streptococcus pyrogenes yang menyebabkan nyeri otot dan sendi (WHO, 2009).
Pada pasien DBD di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014 terapi suportif yang digunakan yaitu cairan Kristaloid seperti Ringer Laktat & NaCl 0,9 % dan cairan Koloid Hydroxy Ethyl Starch (HES). Terapi suportif yang terbanyak digunakan yaitu Ringer Laktat. Cairan Ringer Laktat digunakan sebagai cairan rumatan atau pemeliharaan/maintenance dan juga untuk menggantikan cairan ekstraseleluler yang hilang dari tubuh.
(50)
Sesuai dengan Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia, larutan yang direkomendasikan untuk pasien DBD antara lain Ringer Laktat, Asetat, NaCl 0,9% sebagai cairan kristaloid dan Dekstran, Gelatin, Hydroxy Ethyl starch (HES) sebagai cairan koloid. Pada dasarnya penggunaan cairan infus Ringer Laktat, NaCl 0,9%, Dekstran dan HES adalah untuk memenuhi kebutuhan cairan atau elektrolit pada tubuh pasien DBD. Namun fungsinya berbeda -beda, untuk infus Ringer Laktat dan NaCl 0,9 % banyak digunakan untuk pengganti elektrolit yang hilang sedangkan Hydroxy Ethyl Starch (HES) digunakan sebagai pengganti elektrolit Na+ dan Cl- serta menyuplai kalori untuk pasien yang keadaannya lemas (Kepmenkes, 2012).
4.5 Drug Related Problems (DRPs)
Drug Related Problems (DRPs)merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan dari pengalaman pasien akibat terapi obat sehingga secara aktual maupun potensial dapat mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan (Strand, et al., 1990).
Tabel 4.9 Kategori Drug Related Problems (DRPs)
No Kategori DRPs Jumlah
Kasus
Persentase (%)
1 Obat Salah 0 0
2 Dosis Obat Kurang 1 3,45
3 Dosis Obat Berlebih 6 20,70
4 Indikasi Tanpa Obat 10 34,50
5 Obat Tanpa Indikasi 9 31,05
6 Interaksi Obat 1 3,45
7 Reaksi Obat Merugikan 0 0
8 Kegagalan Dalam Menerima Obat 2 6,90
(51)
Berdasarkan tabel 4.9 dapat diketahui bahwa dari 52 pasien yang memenuhi kriteria inklusi diperoleh total pasien yang mengalami kasus DRPs adalah 22 pasien dengan jumlah kasus sebanyak 29 kasus (42,31%). Kasus terbanyak terjadi pada kategori Indikasi tanpa obat dengan 10 kasus (34,50%) dan diikuti kategori Obat tanpa indikasi dengan 9 kasus (31,05%) dan kategori Dosis obat berlebih dengan 6 kasus (20,70%).
4.5.1 Obat Salah
Obat salah adalah pasien mendapatkan obat yang tidak aman, tidak efektif, kontra indikasi dengan kondisi pasien. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya kasus obat salah. Angka kejadian DRPs pada kategori obat salah yaitu 0%.
4.5.2 Dosis Obat Kurang
Dosis obat kurang adalah pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut kurang. Jumlah angka kejadian DRPs pada Dosis Obat Kurang adalah 1 kasus. Kasus terjadi pada pasien usia 6 tahun diberi Parasetamol 200 mg per oral seharusnya diberi dosis tidak kurang dari 250 mg.
Tabel 4.10 Analisis DRPs Kategori Dosis Obat Kurang Derajat
Keparahan
No BB/ Nama Dosis Pakai
Dosis
Ket Persentase
Pasien Umur Obat Standar %
Derajat I - - - -
Derajat II - - - -
Derajat III 16 16/6
Parase-tamol
tab
3x200 mg
6-12 tahun
3-4x 250-500 mg
Dosis
Rendah 3,45
Derajat IV - - - - - - -
(52)
4.5.3 Dosis Obat Berlebih
Dosis obat berlebih adalah pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut lebih. Jumlah angka kejadian DRPs pada Dosis Obat Berlebih adalah sebanyak 6 kasus. Satu kasus terjadi pada pasien yang diberi terapi Furosemid 40 mg per oral 3 x sehari seharusnya diberi dosis maksimal 40 mg/hari. Tiga kasus terjadi pada pasien yang diberi terapi Parasetamol 500 mg 3 x sehari seharusnya diberi dosis maksimal 250 mg 3 x sehari. Dua kasus terjadi pada pasien yang diberi terapi Seftriakson injeksi 1000 mg/hari seharusnya diberi dosis 280 -700 mg/hari dan Seftriakson injeksi u 2000 mg/hari seharusnya diberi dosis maksimal 1200 mg/hari.
Tabel 4.11 Analisis DRPs Kategori Dosis Obat Berlebih Derajat
Keparahan
No BB/ Umur
Nama Dosis Pakai
Dosis
Ket Persentase
Pasien Obat Standar %
Derajat I 1 55/15 Furose-mid tab 3x40 mg Anak maksimal 40 mg Dosis
Tinggi 3,45
48 14/4
Parase-tamol
tab
3x500 mg
1-5 thn 3-4x 120-250 mg
Dosis
Tinggi 3,45
Derajat II - - - -
Derajat III 6 14/2 Seftri-akson inj 2x500 mg Anak 2x 10-40 mg/kgBB Dosis
Tinggi 3,45 38 15/4
Seftri-akson inj 2x 1000 mg Anak 2x 10-40 mg/kgBB Dosis
Tinggi 3,45
25 7/1
Parase-tamo
tabl
3x500 mg
1-5 thn 3-4x 120-250 mg
Dosis
Tinggi 3,45 38 15/4
Parase-tamol
tab
3x500 mg
1-5 thn 3-4x 120-250 mg
Dosis
Tinggi 3,45
Derajat IV - - - -
(53)
4.5.4 Indikasi Tanpa Obat
Indikasi tanpa obat adalah pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat tetapi pasien tidak mendapatkan obat untuk indikasi tersebut. Jumlah angka kejadian DRPs pada Indikasi Tanpa Obat adalah sebanyak 10 kasus. Empat kasus terjadi pada pasien yang mengalami mual dan muntah, tetapi tidak menerima obat untuk indikasi tersebut. Tiga kasus terjadi pada pasien yang mengalami diare tetapi tidak menerima obat untuk indikasi tersebut. Dua kasus terjadi pada pasien yang mengalami batuk berdahak tetapi tidak menerima obat untuk indikasi tersebut. Satu kasus terjadi pada pasien yang mengalami sesak nafas tetapi tidak menerima obat untuk indikasi tersebut.
Tabel 4.12 Analisis DRPs Kategori Indikasi Tanpa Obat Derajat Keparahan Nomor Pasien Gejala Pasien Pemberian Obat Indikasi tanpa obat Persentase (%) Derajat I 19 Demam, nyeri kepala, mencret 3 hari sebelum masuk rumah sakit (diare akut)
Parasetamol tab, parase- tamol infus, Ringer laktat infus diare
akut 3,45
33
Demam, muntah, bintik-bintik merah di tangan, batuk berdahak Parasetamol sirup, parase- tamol tab, ringer laktat infus batuk
berdahak 3,45
Derajat II
3
Demam, bintik-bintik merah di kulit, mual dan muntah Parasetamol tab, ringer laktat infus mual dan muntah 3,45 15 Demam, mncret sejak masuk rumah sakit (diare akut), muntah, bintik-bintik merah di kulit Parasetamol tab, ringer laktat infus muntah dan diare akut 3,45
(54)
4.5.5 Obat Tanpa Indikasi
Obat tanpa indikasi adalah pasien mempunyai kondisi medis dan menerima obat yang tidak mempunyai indikasi medis yang valid. Jumlah angka kejadian DRPs pada Obat Tanpa Indikasi adalah sebanyak 9 kasus. kelima kasus terjadi
17
Demam, bintik-bintik merah di kulit, mual, muntah, sakit kepala Parasetamol tab, ringer laktat infus, NaCl 0,9% mual dan muntah 3,45 29 Demam, bintik-bintik merah di kulit, mual, muntah Parasetamol sirup, ringer laktat infus mual dan muntah 3,45 Derajat III 25 Demam, batuk berdahak, sesak napas, muntah, ptekiae Parasetamol tab, ringer laktat infus, NaCl 0,9%, O2 nasal, Dekstran batuk
berdahak 3,45
27
Demam, mimisan, sesak napas, mual, bab (+) hitam Parasetamol tab, ringer laktat infus, ranitidin inj, NaCl 0,9% sesak
napas 3,45
28
Demam,
mimisan, muntah darah, bintik-bintik merah di kulit, muntah, mencret 2 hari sebelum masuk rumah sakit Parasetamol tab,furose- mid inj,ringer laktat infus, fimahes, ranitidin inj, Setirizin tab, widahes diare
akut 3,45
35
Demam, mual, muntah, bintik-bintik merah di kulit Paraseramol tab, ringer laktat infus, sefadroksil tab, setirizin tab, O2 nasal
mual dan muntah
3,45
Derajat IV - - - - -
(55)
pada pasien yang diberi terapi multi obat (polifarmasi). Sedangkan keempat kasus selanjutnya terjadi pada pasien yang diberi terapi antibiotik yang penggunaannya tidak rasional dengan kondisi pasien.
Tabel 4.13 Analisis DRPs Kategori Obat Tanpa Indikasi Terapi Multi Obat Derajat Nomor Pemberian Multi
Keterangan Persentase
Keparahan Pasien Obat Obat (%)
Derajat I 1
Aspilets tab,parase- tamol tab, ranitidin inj, ringer laktat infus Aspilets Tab dan Paraseta-mol tab Indikasi sama sebagai analge- sik, antipiretik dan waktu pemberian sama 3,45 11 NaCl 0,9% infus, Ranitidin inj, Ringer laktat infus NaCl 0,9% infus dan Ringer laktat infus Indikasi sama sebagai terapi kristaloid dan waktu pembe- rian sama 3,45
Derajat II - - - - -
Derajat III 16
Setirizin tab, NaCl 0,9% infus, Parasetamol syrup, Ringer laktat infus NaCl 0,9% infus dan Ringer laktat infus Indikasi sama sebagai terapi kristaloid dan waktu pembe- rian sama 3,45 43 Epinefrin inj, NaCl 0,9% infus, Ringer laktat infus NaCl 0,9% infus dan Ringer laktat infus Indikasi sama sebagai terapi kristaloid dan waktu pembe- rian sama 3,45
Derajat III 38
Fimahes 6% infus, Widahes 6% infus Fimahes 6% infus dan Widahes 6% infus indikasi sama sebagai terapi koloid dan waktu pembe- rian sama 3,45
Derajat IV - - - - -
(56)
Tabel 4.14 Analisis DRPs Kategori Obat Tanpa Indikasi Penggunaan Antibiotik Tidak Rasional
Derajat Keparahan
Nomor
Pasien gejala pasien Pemberian obat
Obat Tanpa Indikasi
Persentase (%)
Derajat I 11
Demam, mual, nyeri perut Parasetamol tab, ringer laktat infus, sefotaksim inj, ranitidin inj, NaCl 0,9% Sefo-taksim inj 3,45 18 Demam, sakit kepala, mukosa bibir kering (+) Parasetamol tab,ringer laktat infus, seftriakson inj, vitamin B kompleks Seftri-skson inj 3,45 32 Demam, mual, muntah Ringer laktat infus, Parasetamol tab, Antasida sirup, Ranitidin inj, Seftriakson inj Seftri-akson inj 3,45 36 Demam, perdarahan spontan (-) Ringer laktat infus, parasetamol tab, seftriakson inj Seftri-akson inj 3,45
Derajat II - - - - -
Derajat III - - - - -
Derajat IV - - - - -
Jumlah 13,80
4.5.6 Interaksi Obat
Interaksi Obat adalah pasien mempunyai kondisi medis akibat interaksi obat-obat, obat-makanan, obat dengan obat tradisional dan obat dengan hasil laboratorium. Pada penelitian ini ditemukan adanya 1 kasus interaksi obat dengan obat. Angka kejadian DRPs pada kategori interaksi obat yaitu 3,45%.
(57)
Tabel 4.15 Analisis DRPs Kategori Interaksi Obat Derajat
Keparahan Pemberian Obat
Interaksi
Obat Keterangan
Persentase (%) Grade I
Aspilets tab, furosemid tab, Ranitidin inj, Ringer laktat infus Aspilets tab dan Furosemid tab Aspilets dapat menurun- kan efek furosemid 3,45 Sefotaksim inj,
Parasetamol tab, Ringer Laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada - Ranitidin inj, Ringer
laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada - NaCl infus, Ranitidin inj,
Ringer laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada - Parasetamol tab,
Ranitidin inj, Ringer Laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada -
Parasetamol tab, Ranitidin inj, Ringer Laktat infus, Stesolid inj
tidak ada
interaksi tidak ada - Antasida sirup, Ranitidin
inj, Ringer laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada - Parasetamol tab, Ringer
laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada - NaCl infus, Ranitidin inj,
Parasetamol tab
tidak ada
interaksi tidak ada -
Sefadroksil sirup, Parasetamol tab, Ranitidin inj, Ringer Laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada - Seftriakson inj, Ringer
laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada -
Diazepam tab, NaCl
infus, Ringer Laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada - Furosemid inj, Ringer
laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada -
Omeprazol tab,
Parasetamol tab
tidak ada
interaksi tidak ada - Grade II Parasetamol tab, Ringer
laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada - Antasida sirup,
Parasetamol tab, Ringer laktat infus
Tidak ada
interaksi Tidak ada - Parasetamol tab, Ringer
laktat inf,Ranitidin inj
tidak ada
(58)
Ranitidin inj, Ringer laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada - Grade III Parasetamol tab, Ringer
laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada - Asam traksenamat inj,
Parasetamol tab, Ringer laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada - Setirizin tab, NaCl infus,
Parasetamol sirup, Ringer laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada - Sefadroksil sirup,
Salbutamol tab,
tidak ada
interaksi tidak ada - Epinefrin inj, Ringer
laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada -
Epinefrin inj, Ringer laktat infus, Parasetamol tab, Widahes infus
tidak ada
interaksi tidak ada -
Sefiksim tab, Ranitidin inj, Ringer laktat infus, Widahes infus
tidak ada
interaksi tidak ada -
Sefiksim tab,
Parasetamol tab
tidak ada
interaksi tidak ada - Ringer laktat infus,
Glukosa+Nacl infus
tidak ada
interaksi tidak ada -
Parasetamol tab, Glukosa+NaCl infus, Ringer laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada - Parasetamol tab,
Ranitidin inj,
tidak ada
interaksi tidak ada - Ranitidin inj, Ringer
laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada -
Widahes infus,
Parasetamol tab, Ringer laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada - Widahes infus, Ringer
laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada -
Parasetamol tab, Ranitidin inj, Ringer laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada - Asam traksenamat inj,
Parasetamol tab,
Furosemid inj, Ranitidin inj, Setirizin tab
tidak ada
interaksi tidak ada -
Parasetamol tab, Furosemid inj, Ringer laktat infus, Setirizin tab
tidak ada
(59)
Parasetamol tab, Ringer laktat infus, Sefadroksil sirup
tidak ada
interaksi tidak ada -
Parasetamol tab, Ringer laktat infus, Sefadroksil sirup, Setirizin tab
tidak ada
interaksi tidak ada - Epinefrin inj, NaCl infus,
Ringer laktat infus
tidak ada
interaksi tidak ada - Parasetamol tab,
Seftriakson inj
tidak ada
interaksi tidak ada -
Widahes infus,
Seftriakson inj
tidak ada
interaksi tidak ada - Grade IV Ringer laktat infus,
Seftriakson inj
tidak ada
interaksi tidak ada - Parasetamol tab, Ringer
laktat infus, Seftriakson inj
tidak ada
interaksi tidak ada -
Fimahes infus,
Parasetamol sirup
tidak ada
interaksi tidak ada -
Parasetamol tab, Ranitidin inj, Ringer laktat infus, Seftriakson inj
tidak ada
interaksi tidak ada -
4.5.7 Reaksi Obat Merugikan
Reaksi obat merugikan adalah obat yang diberikan mempunyai efek samping yang memberatkan kondisi pasien. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya kasus reaksi obat merugikan. Angka kejadian DRPs pada kategori reaksi obat merugikan yaitu 0%.
4.5.8 Kegagalan Dalam Menerima Obat
Kegagalan dalam menerima obat adalah obat tidak diterima pasien yang bisa disebabkan karena kemampuan ekonomi, atau tidak mau mengkonsumsi obat-obatan atau bisa juga disebabkan obat tidak tersedia di apotek sehingga pasien tidak dapat memperoleh obat. Jumlah angka kejadian DRPs pada kegagalan dalam menerima obat adalah sebanyak 2 kasus. Kedua kasus terjadi pada pasien dengan
(60)
kemampuan ekonomi yang tidak mendukung sehingga pengobatan yang diharapkan tidak tercapai, sehingga pasien pulang dalam keadaan belum sembuh (PAPS). Angka kejadian DRPs pada kategori kegagalan dalam menerima obat yaitu 6,66%.
(61)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
a. Terdapat kejadian DRPs pada pasien anak demam berdarah dengue di instalasi rawat inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014.
b. Total kasusDrug Related Problems (DRPs) pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014 berjumlah 29 kasus.
c. Kategori Drug Related Problems (DRPs) yang paling banyak terjadi pada pasien anak Demam Berdarah Dengue di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014 adalah kategori indikasi tanpa obat (34,50%).
5.2 Saran
Bagi peneliti selanjutnya yang melakukan penelitian bersifat prospektif sebaiknya perlu dilakukan studi kasus dengan menggunakan sampel dalam jumlah yang kecil.
(62)
DAFTAR PUSTAKA
Cipolle R.J., Strand L.M., dan Morley P.C. (2012). Pharmaceutical Care Practice: The Patient – Centered Approach to Medication Management Services. 3rd edition. New York: McGraw-Hill. Halaman 149-175. Depkes RI. (2010). Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah Dengue.
Jakarta: Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi. Halaman 5, 7.
Depkes RI. (2011). Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Dirjen Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan. Halaman 18, 75, 77, 78, 79.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. (2009). Data Kasus Demam Berdarah (DBD) Per Kab/Kota. Medan.
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara. (2013). Profil Kesehatan Pr ovinsi Sumatera Utara tahun 2012. Medan. Halaman 39, 40.
Ditjen Yan Medik RSUP. H. Adam Malik. (2011). Standar Pelayanan Medik RSUP. H. Adam MalikMedan. Halaman 170.
Hadinegoro, S.R. (2006). Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia . Jakarta: Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan.
Halstead, Scott. (2008). Dengue: Tropical Medicine Science and Practice. Volume 5. USA: Imperial College Press. Halaman 16, 17.
IAI. (2012). Informasi Spesialite Obat Indonesia . Volume 47. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan. Halaman 5, 36, 67, 81, 138, 234, 246, 420, 479.
Iriani, Y. (2012). Hubungan antara Curah Hujan dan Peningkatan Kasus Demam Berdarah Dengue Anak di Kota Palembang. Majalah Sari Pediatri.13(6): 378-383.
Lindell, O.L. (2014). Use of Medicines in Children – A Perpective on Drug Related Problems. Finlandia: University of Eastern Finland. Halaman 14. Meilyana, F., Djais, J., dan Garna, H. (2010). Status Gizi Berdasarkan Subjective Global Assessment Sebagai Faktor yang Mempengaruhi Lama Pera watan Pasien Ra wat Inap Anak, jurnal sari pediatri 12(3): 162-167. Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta:
(1)
69 PASIEN UMUR DERAJAT
KEPARAHAN
LAMA
RAWAT NAMA OBAT
BENTUK SEDIAAN REGIMEN DOSIS TANGGAL 52 17 th 0 bl 8 hr
DHF I 5 hari
Larutan Elektrolit - Otsu - KCl. 7,46% Injeksi 1 x infus 5/12/2014 Parasetamol tab 500 mg Tablet 3 x 500 mg 5/12/2014 Ringer Laktat lar. infus, btl 500 ml Larutan 1 x infus 5/12/2014 Parasetamol tab 500 mg Tablet 3 x 500 mg 6/12/2014 Ringer Laktat lar. infus, btl 500 ml Larutan 1 x infus 6/12/2014
Parasetamol tab 500 mg Tablet 3 x 500 mg 7/12/2014
(2)
(3)
71 Lampiran 2. (lanjutan)
(4)
(5)
73 Lampiran 4. Surat Kelayakan Etik
(6)