30 Semakin lama masa rawat inap pasien maka semakin besar biaya perawatan di
rumah sakit Meilyana, 2010.
4.3 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Derajat Keparahan
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa proporsi derajat keparahan pada saat masuk RS penderita paling banyak terjadi adalah pada pasien DBD Derajat I
46,2.
Tabel 4.3 Profil Demografi Pasien DBD Berdasarkan Derajat Keparahan
WHO, 2009 Derajat keparahan DBD berhubungan dengan status gizi anak. Hal ini
didukung oleh teori yang mengatakan bahwa status gizi anak yang menderita DBD dapat bervariasi, anak yang menderita DBD sering mengalami mual, muntah
dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka anak dapat mengalami penurunan berat
Derajat Keparahan
Gejala Jumlah
pasien orang
persentase
Derajat I Demam,
mual, muntah,
nyeri ulu hati,batuk, nyeri kepala, dan satu-satunya
manifestasi perdarahan
ialah uji
Tourniquet positif 24
46,2
Derajat II Demam, mual, muntah,nyeri kepala,
batuk, kejang, diare, terdapat perdarahan spontan antara lain perdarahan kulit
petekie,
perdarahan gusi
dan perdarahan saluran cerna.
16 30,8
Derajat III Derajat I atau II disertai kegagalan
sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun 20 mmHg atau
kurang atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak
tampak gelisah 10
19,2
Derajat IV Seperti derajat III disertai syok berat
profound syock, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur
2 3,8
Total 52
100
Universitas Sumatera Utara
31 badan sehingga status gizinya menjadi kurang, jika pemenuhan nutrisi kurang
maka tingkat derajat keparahan DBD anak akan semakin parah Safitri, 2012.
4.4 Distribusi Terapi Obat yang Diterima Pasien DBD Tabel 4.4 Distribusi Terapi Obat yang Diterima Pasien DBD
Terapi Obat Pasien
orang Persentase
A. Analgetik non-narkotik -
Parasetamol 49
23,45 -
Aspilets 1
0,48 -
Novalgin 1
0,48 Sub total
51 24,29
B. Gastrointestinal -
Ranitidin 19
9,05 -
Antasida 3
1,43 -
Omeprazol 1
0,48 Sub total
23 10,96
C. Antibiotik -
Seftriakson 10
4,76 -
Sefadroksil 3
1,43 -
Sefotaksim 2
0,95 -
Sefiksim 2
0,95 -
Chloramex 1
0,48 Sub total
18 8,57
D. Antihistamin -
Setirizin 3
1,43 -
Caladine 1
0,48 Sub total
4 1,91
E. Diuretik - Furosemid 3
1,43 F. Hemostatik - Asam traneksamat
2 0,95
G. Antidotum - Kalsium Glukonat 3
1,43 H. Antiansietas - Stesolid
2 0,95
I. Antiasma - Salbutamol 1
0,48 J. Adrenergik - Epinefrin
2 0,95
K. Antikonvulsan - Asam valproat 1
0,48 L. Sedatif - Diazepam
1 0,48
M. Oksigenasi - O
2
nasal 5
2,38 N. Suplemen
- Vitamin B-kompleks
2 0,95
- Vitamin A
1 0,48
- Asam folat
1 0,48
Sub total 4
1,91
Universitas Sumatera Utara
32 O. Terapi Suportif
- Larutan Ringer Laktat 51
24,28 - Larutan NaCl 0,9
19 9,05
- Glukosa + NaCl 10
4,76 - Hidroxy Ethyl Starch HES
10 4,76
Sub total 90
42,85 Total
210 100
Tabel 4.5 Distribusi Terapi Obat yang Diterima 24 Pasien DBD Derajat I
Derajat Keparahan
Golongan Terapi Obat
Jumlah pasien
orang persentase
Derajat I Analgetik non-
narkotik Parasetamol
23 95,83
Aspilets 1
4,16 Gastrointestinal
Ranitidin 9
37,5 Antasida
2 8,33
Omeprazol 1
4,16 Diuretik
Furosemid 2
8,33 Antibiotik
Sefotaksim 1
4,16 Seftriakson
4 16,66
Sefiksim 1
4,16 Antiansietas
Stesolid 1
4,16 Antikonvulsan
Asam valproat 1
4,16 Suplemen
Vitamin B-kompleks 2
8,33 Terapi Suportif
Glukosa + NaCl 5
20,83 NaCl 0,9
5 20,83
Ringer Laktat 23
95,83
Tabel 4.6 Distribusi Terapi Obat yang Diterima 16 Pasien DBD Derajat II
Derajat Keparahan
Golongan Terapi Obat
Jumlah pasien
orang persentase
Derajat II Analgetik non-
narkotik Parasetamol
15 93,75
Novalgin 1
6,25 Gastrointestinal
Ranitidin 2
12,5 Antasida
1 6,25
Antibiotik Sefadroksil
3 18,75
Sefotaksim 1
6,25 Antiansietas
Stesolid 1
6,25 Antidotum
Kalsium glukonat 1
6,25 Antihistamin
Setirizin 1
6,25 Caladine
1 6,25
Antiasma Salbutamol
1 6,25
Suplemen Vitamin A
1 6,25
Asam folat 1
6,25
Universitas Sumatera Utara
33 Oksigenasi
O
2
nasal 2
12,5 Terapi Suportif
NaCl 0,9 8
50 HES
1 6,25
Glukosa +NaCl 1
6,25 Ringer Laktat
16 100
Tabel 4.7 Distribusi Terapi Obat yang Diterima 10 Pasien DBD Derajat III
Derajat Keparahan
Golongan Terapi Obat
Jumlah pasien
orang persentase
Derajat III Analgetik non-
narkotik Parasetamol
9 90
Gastrointestinal Ranitidin
6 60
Antibiotik Seftriakson
4 40
Sefiksim 1
10 Sefadroksil
1 10
Chloramex 1
10 Adrenergik
Epinefrin 2
20 Diuretik
Furosemid 1
10 Antihistamin
Setirizin 2
20 Sedatif
Diazepam 1
10 Hemostatik
Asam traneksamat 2
20 Antidotum
Kalsium glukonat 2
20 Oksigenasi
O
2
nasal 1
10
Terapi Suportif transfusi PRC
1 10
NaCl 0,9 6
60 Ringer Laktat
10 100
HES 7
70 Glukosa+NaCl
4 40
Tabel 4.8 Distribusi Terapi Obat yang Diterima 2 Pasien DBD Derajat IV
Derajat Keparahan
Golongan Terapi Obat
Jumlah pasien
orang persentase
Derajat IV Analgetik non-
narkotik Parasetamol
2 100
Gastrointestinal Ranitidin
2 100
Antibiotik Seftriakson
2 100
Oksigenasi O
2
nasal 2
100 Terapi Suportif
Ringer Laktat 2
100 HES
2 100
Universitas Sumatera Utara
34 Berdasarkan tabel 4.5, 4.6, 4.7 dan 4.8 dari 24 pasien yang didiagnosa DBD
Derajat I, 16 pasien DBD Derajat II, 10 pasien yang didiagnosa DBD Derajat III dan 2 pasien DBD Derajat IV sebagian besar terapi obat yang digunakan dalam
penanganan kasus DBD adalah parasetamol yang merupakan golongan obat analgetik-non narkotik. Berdasarkan Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di
Indonesia, parasetamol merupakan obat lini pertama dan sebagai terapi simptomatik untuk mengatasi demam tinggi. Hal ini disebabkan efek samping
antiplatelet parasetamol hampir tidak ada dibandingkan obat antipiretik lainnya seperti asetosal, ibuprofen yang berisiko memicu pendarahan dan memperparah
keadaan pasien Nugroho, 2012. Selain itu, terdapat juga pemberian antibiotik pada penanganan kasus DBD. Dalam Guidlines for Diagnosis, Treatment.
Prevention and Control of Dengue tahun 2009, telah dijelaskan untuk pemberian
antibiotik tidak perlu diberikan kepada pasien DBD, karena tidak dapat membantu. Hanya diberikan jika terjadi infeksi serius bakteri E.coli yang
menyebabkan diare dan juga mengatasi bakteri Streptococcus pyrogenes yang menyebabkan nyeri otot dan sendi WHO, 2009.
Pada pasien DBD di Instalasi Rawat Inap rindu B RSUP Haji Adam Malik Medan periode Oktober 2014 - Desember 2014 terapi suportif yang digunakan
yaitu cairan Kristaloid seperti Ringer Laktat NaCl 0,9 dan cairan Koloid Hydroxy Ethyl Starch
HES. Terapi suportif yang terbanyak digunakan yaitu Ringer Laktat. Cairan Ringer Laktat digunakan sebagai cairan rumatan atau
pemeliharaanmaintenance dan juga untuk menggantikan cairan ekstraseleluler yang hilang dari tubuh.
Universitas Sumatera Utara
35 Sesuai dengan Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia, larutan
yang direkomendasikan untuk pasien DBD antara lain Ringer Laktat, Asetat, NaCl 0,9 sebagai cairan kristaloid dan Dekstran, Gelatin, Hydroxy Ethyl starch
HES sebagai cairan koloid. Pada dasarnya penggunaan cairan infus Ringer Laktat, NaCl 0,9, Dekstran dan HES adalah untuk memenuhi kebutuhan cairan
atau elektrolit pada tubuh pasien DBD. Namun fungsinya berbeda -beda, untuk infus Ringer Laktat dan NaCl 0,9 banyak digunakan untuk pengganti elektrolit
yang hilang sedangkan Hydroxy Ethyl Starch HES digunakan sebagai pengganti elektrolit Na+ dan Cl- serta menyuplai kalori untuk pasien yang keadaannya
lemas Kepmenkes, 2012.
4.5 Drug Related Problems DRPs