KERANGKA TEORITIS DAN EMPIRIS Tinjauan Pustaka

an bahwa dalam mempelajari sistem komunikasi manusia, seseorang harus memperhatikan beberapa kepercayaan dan asumsi dasar yang dianut suatu masyarakat tentang asal usul manusia, masyarakat dan negara. Strategi pembangunan menentukan strategi komunikasi, maka makna komunikasi pembangunan pun bergantung pada modal atau paradigma pembangunan yang dipilih oleh suatu negara. Peranan komunikasi pembangunan telah banyak dibicarakan oleh para ahli, pada umumnya mereka sepakat bahwa komunikasi mempunyai andil penting dalam pembangunan. Rogers 1976 menyatakan bahwa, secara sederhana pembangunan adalah perubahan yang berguna menuju suatu sistem sosial dan ekonomi yang diputuskan sebagai kehendak dari suatu bangsa. Pada bagian lain Rogers menyatakan bahwa komunikasi merupakan dasar dari perubahan sosial. Perubahan yang dikehendaki dalam pembangunan tentunya perubahan ke arah yang lebih baik atau lebih maju keadaan sebelumnya. Oleh karena itu peranan komunikasi dalam pembangunan harus dikaitkan dengan arah perubahan tersebut. Artinya, kegiatan komunikasi harus mampu mengantisipasi gerak pembangunan. Dikatakan bahwa pembangunan adalah merupakan proses, yang penekanannya pada keselarasan antara aspek kemajuan lahiriah dan kepuasan batiniah. Jika dilihat dari segi ilmu komunikasi yang juga mempelajari masalah proses, yaitu proses penyampaian pesan seseorang kepada orang lain untuk merubah sikap, pendapat dan perilakunya. Dengan demikian pembangunan pada dasarnya melibatkan minimal tiga komponen, yakni komunikator pembangunan, bisa aparat pemerintah ataupun masyarakat, pesan pembangunan yang berisi ide- ide atau pun program-program pembangunan, dan komunikan pembangunan, yaitu masyarakat luas, baik penduduk desa atau kota yang menjadi sasaran pembangunan. Dengan demikian pembangunan di negara berkembang seperti Indonesia adalah rangka pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia, harus bersifat pragmatik yaitu suatu pola yang membangkitkan inovasi bagi masa kini dan yang akan datang. Dalam hal ini tentunya fungsi komunikasi harus berada di garis depan untuk merubah sikap dan perilaku manusia Indonesia sebagai pemeran utama pembangunan, baik sebagai subyek maupun sebagai obyek pembangunan. Komunikasi dan Pemberdayaan Masyarakat Komunikasi yang memuat berbagai informasi pembangunan, termasuk dari sisi sebaliknya, seharusnya mengkomunikasikan tentang permasalahan dan kebutuhan masyarakat lokal dari bawah, hal ini merupakan hal yang penting dalam pembangunan perikanan. Setiap strategi komunikasi hendaknya berdasarkan berbagai asumsi dan mensyaratkan kondisi tertentu. Pemberdayaan masyarakat merupakan hal yang penting untuk dilakukan karena melalui pemberdayaan kehidupan masyarakat dapat menjadi lebih baik, apabila pemberdayaan yang dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan model pemberdayaan partisipative yang dapat dijadikan acuan pelaksanaan kegiatan, terutama dalam kegiatan pemberdayaan pembudidaya ikan. Dalam konsep pemberdayaan, menurut Prijono dan Pranarka 1996, manusia adalah subyek dari dirinya sendiri. Proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat, agar menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya. Lebih lanjut dikatakan bahwa pemberdayaan harus ditujukan pada kelompok atau lapisan masyarakat yang tertinggal. Menurut Sumodiningrat 1999, bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki. Adapun pemberdayaan masyarakat senantiasa menyangkut dua kelompok yang saling terkait, yaitu masyarakat sebagai pihak yang diberdayakan dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan. Pemberdayaan sebagaimana dikemukakan Ife 1995 memiliki dua konsep berbeda yaitu kekuasaan dan kekurang beruntungan. Pertama, pemberdayaan dilihat dari pemberian kekuasaan pada individu atau kelompok. Mengizinkan mereka menentukan kekuatan di tangan mereka sendiri. Kedua pemberdayaan dilihat dari kekurang beruntungan, ini lebih dilatar belakangi pada struktur sosial yang mengakibatkan masyarakat tidak memiliki ruang yang memadai untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan wilayahnya. Pemberdayaan adalah salah satu tujuan dari pengembangan masyarakat, dengan cara memberikan sumber daya, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan untuk meningkatkan kapasitas atau kemampuan untuk menentukan masa depan sendiri dan untuk berpartisipasi dalam mempengaruhi kehidupan kamunitasnya Beberapa pandangan tentang pemberdayaan masyarakat, antara lain sebagai berikut Ife 2002: 1. Struktural, pemberdayaan merupakan upaya pembebasan, transformasi struktural secara fundamental, dan eliminasi struktural atau sistem yang opresif. 2. Pluralis, pemberdayaan sebagai upaya meningkatkan daya seseorang atau sekelompok orang untuk dapat bersaing dengan kelompok lain dalam suatu ’rule of the game’ tertentu. 3. Elitis, pemberdayaan sebagai upaya mempengaruhi elit, membentuk aliniasi dengan elit-elit tersebut, serta berusaha melakukan perubahan terhadap praktek-praktek dan struktur yang elitis. 4. Post-Strukturalis, pemberdayaan merupakan upaya mengubah diskursus serta menghargai subyektivitas dalam pemahaman realitas sosial. Hakikat dari konseptualisasi pemberdayaan empowerment berpusat pada manusia dan kemanusiaan, dengan kata lain manusia dan kemanusiaan sebagai tolok ukur normatif, struktural, dan substansial. Dengan demikian konsep pemberdayaan sebagai upaya membangun eksistensi pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, pemerintah, negara, dan tata dunia di dalam kerangka proses aktualisasi kemanusiaan yang adil dan beradab. Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat “people centred, participatory, empowering, and sustainable ” Chambers 1992. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakanan. Dengan kata lain, pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu: 1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang enabling. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya tersebut dengan mendorong, memotivasi, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. 2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat empowering dengan menyediakan masukan input dan pembukaan akses ke dalam berbagai peluang opportunities yang akan membuat masyarakat menjadi berdaya. Upaya yang amat pokok dalam pemberdayaan adalah peningkatan taraf pendidikan, derajat kesehatan, dan akses ke sumber-sumber kemajuan ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar. Pembangunan prasarana dan sarana dasar fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada lapisan paling bawah, serta ketersediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan, dan pemasaran di pedesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang keberdayaannya amat kurang juga penting dilakukan. Aspek yang terpenting adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Pemberdayaan masyarakat sangat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan, dan pengamalan demokrasi. Friedman 1992 menyatakan “The empowerment approach, which is fundamental to an alternative development, places the emphasis an autonomy in the decision marking of territorially organized communities, local self-reliance but not autarchy, direct participatory democracy, and experiential sosial learning. ” 3. Memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi semakin bergantung pada berbagai program pemberian charity. Hal ini karena pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri yang hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain. Jan Servaes mengaitkan konsep pemberdayaan dalam perencanaan sosial dan komunikasi partisipatif adalah pada partisipasi dalam pengambilan keputusan kolektif. Pemberdayaan meyakinkan bahwa masyarakat mampu membantu dirinya sendiri. Salah satu konsep pemberdayaan yang sangat luas digunakan saat ini adalah pemberdayaan sebagai pusat pengorganisasian konsep. Ketidakadilan kekuasaan merupakan permasalahan sentral yang harus dipecahkan dalam pembangunan. Selanjutnya pemberdayaan didefinisikan sebagai sebuah proses dalam mana secara individual dan organisasional memperoleh pengawasan dan penguasaan kondisi sosial ekonomi yang lebih banyak, dengan partisipasi demokrasi yang lebih tinggi dalam komunitasnya sendiri. Pemberdayaan masyarakat menurut Friedmann 1992, dimaknai sebagai mendapat kekuatan dan mengkaitkannya dengan kemampuan golongan miskin untuk mendapatkan akses ke sumber sumber seperti : jaringan sosial, organisasi sosial, informasi, surplus waktu, alat produksi, pengetahuan dan keterampilan, ruang hidup yang dapat dipertahankan, sumber daya keuangan yang menjadi dasar dari kekuasaan dalam suatu sistem. Akses tersebut digunakan untuk mencapai kemandirian dalam pengambilan keputusan. Mengacu pada pendapat Friedmann 1992, konsep pemberdayaan dapat didefenisikan sebagai upaya berupa proses, strategi, program atau metode yang ditujukan untuk membantu masyarakat miskin menuju pada kemandirian melalui pendistribusian kembali kekuatan yang dibutuhkan, yang dapat diwujudkan melalui: gotong royong, kerjasama, kegiatan kelompok, kemitraan dan aktivitas sejenisnya yang disepakati dan didukung bersama yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan individu individu anggota masyarakat. Pemahaman tentang pemberdayaan tersebut menunjukkan bahwa pemberdayaan merupakan suatu proses tepat jika diaplikasikan untuk mengembangkan komunitas-komunitas tertentu yang mengalami ketertinggalan. Konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Pada dasarnya, pemberdayaan diletakkan pada kekuatan individu dan sosial. Menurut Hikmat 2004 pemberdayaan mengesankan arti adanya sikap mental yang tangguh dan kuat. Pemberdayaan sebagai proses pengambilan keputusan oleh orang-orang yang secara konsekuen melaksanakan keputusan tersebut. Orang-orang yang telah mencapai tujuan kolektif diberdayakan melalui kemandiriannya bahkan merupakan suatu keharusan untuk lebih diberdayakan melalui usaha mereka sendiri dan akumulasi pengetahuan, keterampilan serta sumber lainnya dalam rangka mencapai tujuan mereka Hikmat 2004. Slamet 2003 memberikan pengertian pemberdayaan adalah kemampuan, berdaya, mengerti, paham, termotivasi, berkesempatan, dapat memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerja sama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai situasi. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar mampu menggali potensinya dan berani bertindak mengembangkan diri, sehingga terbentuk kemandirian dan tidak tergantung dengan pihak lain. Pemberdayaan masyarakat dapat didefinisikan sebagai tindakan sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang dimilikinya. Dalam kenyataannya, seringkali proses ini tidak muncul secara otomatis, melainkan tumbuh dan berkembang berdasarkan interaksi masyarakat setempat dengan pihak luar atau para pekerja sosial baik yang bekerja berdasarkan dorongan kreatifitas maupun perspektif profesional. Bentuk-bentuk komunikasi pembangunan yang partisipatif dalam konsep pemberdayaan menurut Serveas 2002 mencakup forum dialog akar rumput grassroots dialog forum, fungsi baru komunikasi pada media partisipatif participatory media, berbagi pengetahuan secara setara knowledge-sharing on a co-equal basis , dan model komunikator pendukung pembangunan Development Support Communication . Dialog akar rumput grassroots dialog didasarkan atas kaidah partisipasi untuk mempertemukan sumber dan agen perubahan langsung dengan masyarakat. Metode yang digunakan adalah penyadaran conscientization melalui dialog. Lebih jauh lagi masyarakat diajak untuk merumuskan permasalahan dan menemukan pemecahannya sekaligus pelaksanaan kegiatan untuk pemecahan permasalahan. Berkaitan dengan hal ini komunikator sekaligus berperan sebagai pembebas masyarakat dalam proses pembangunan. Pengorganisasian masyarakat dapat dijelaskan sebagai suatu upaya masyarakat untuk saling mengatur dalam mengelola kegiatan atau program yang mereka kembangkan. Disini masyarakat dapat membentuk panitia kerja, melakukan pembagian tugas, saling mengawasi, merencanakan kegiatan, dan lain- lain. Lembaga-lembaga adat yang sudah ada sebaiknya perlu dilibatkan karena lembaga inilah yang sudah mapan, tinggal meningkatkan kemampuannya saja. Supaya proses pemberdayaan dapat dijalankan sesuai dengan harapan dan output dari berbagai program pembangunan, maka diperlukan model komunikasi pembangunan yang dapat menyampaikan berbagai pesan pembangunan yang dapat dimaknai oleh para pelaku pembangunan sebagai suatu yang penting untuk dilaksanakan sehingga mampu mencapai tujuan dari pembangunan tersebut. Jaringan Komunikasi Jaringan komunikasi communication network adalah suatu hubungan yang relatif stabil antara dua individu atau lebih yang terlibat dalam proses pengiriman dan penerimaan informasi Rogers Kincaid 1981. Menurut Aziz 2002 jaringan komunikasi adalah suatu rangkaian hubungan di antara individu- individu dalam sistem sosial sebagai akibat dari terjadinya pertukaran informasi di antara individu-individu tersebut sehingga membentuk pola-pola atau model jaringan komunikasi tertentu. Hanneman dan McEver 1975 menyatakan bahwa jaringan komunikasi adalah pertukaran informasi yang terjadi secara teratur antara dua orang atau lebih. Ditegaskan pula oleh Lin dan Ronald 1975 bahwa bila dua orang atau lebih ikut serta dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan, maka mereka terlibat dalam suatu jaringan komunikasi. Rogers dan Rogers 1976 menyatakan bahwa suatu jaringan terjadi dari individu-individu yang saling berhubungan satu sama lain melalui arus komunikasi yang terpola. Diperjelas lagi oleh Schramm 1964 bahwa jaringan komunikasi terdiri dari individu-individu yang saling berhubungan satu sama lain, saling mempengaruhi dan berbagi informasi untuk mencapai tujuan bersama. Feldman dan Arnold 1983 membedakan jaringan komunikasi menjadi dua jenis, yaitu jaringan komunikasi formal menyerupai struktur organisasi dan jaringan komunikasi informal yang disebut juga sebagai grapevine atau benalu komunikasi. Sajogyo dan Sajogyo 1996 mengistilahkan jaringan komunikasi informal sebagai jaringan komunikasi tradisional. Jaringan komunikasi tradisional merupakan saluran komunikasi yang paling penting untuk mobilisasi desa. Jaringan komunikasi adalah penggambaran “how say to whom” siapa berbicara kepada siapa dalam suatu sistem sosial. Jaringan komunikasi menggambarkan komunikasi interpersonal, dimana terdapat pemuka-pemuka opini dan pengikut yang saling memiliki hubungan komunikasi pada suatu topik tertentu, yang terjadi dalam suatu sistem sosial tertentu seperti sebuah desa, sebuah organisasi, ataupun sebuah perusahaan Gonzales, 1993. Pengertian jaringan komunikasi menurut Rogers 2003 adalah suatu jaringan yang terdiri dari individu-individu yang saling berhubungan, yang dihubungkan oleh arus komunikasi yang terpola. Knoke dan Kuklinski 1982 melihat jaringan komunikasi sebagai suatu jenis hubungan yang secara khusus merangkai individu-individu. obyek-obyek dan peristiwa-peristiwa. Sedangkan Farace Berger Chaffe 1987 melihat jaringan komunikasi sebagai suatu pola yang teratur dari kontak antara person yang dapat diidentifikasi sebagai pertukaran informasi yang dialami seseorang di dalam sistem sosialnya. Model komunikasi konvergen mengarah kepada suatu perspektif hubungan komunikasi antar manusia yang bersifat interpersonal. Oleh karena itu hubungan-hubungan yang terbentuk merupakan suatu rangkaian jalinan yang interaktif. Model komunikasi konvergensi mendefinisikan komunikasi sebagai proses dimana partisipan-partisipan komunikasi menciptakan dan membagi informasi satu sama lain untuk mencapai kesamaan makna. Menurut Kincaid 1979 dalam Rogers Kincaid 1981 komponen utama pada model ini adalah informasi, ketidakpastian, konvergen, pengertian bersama, persetujuan bersama, aksi kolektif dan keterhubungan jaringan. Untuk lebih jelas, komponen dasar komunikasi konvergen dapat diilustrasikan pada Gambar 2. Gambar 2. Komponen dasar model komunikasi konvergen sumber : Kincaid, 1979 dalam Rogers Kincaid 1981. Penelitian jaringan komunikasi merupakan penelitian komunikasi yang menggunakan model komunikasi konvergen. Karena, dalam penelitian jaringan komunikasi menginvestigasi dua aspek yang mengimplikasikan model konvergen yakni 1 kealamiahan dinamika komunikasi manusia sepanjang waktu 2 pertukaran konten informasi. Tujuan penelitian komunikasi yang menggunakan analisis jaringan komunikasi adalah 1 untuk memahami gambaran umum mengenai interaksi manusia di dalam sistem sosial, 2 untuk mengidentifikasi struktur komunikasi yang ada di dalam sistem sosial Rogers Kincaid 1981. Rogers dan Kincaid 1981 membedakan struktur jaringan komunikasi ke dalam jaringan personal jari-jari Radial Person Network dan jaringan personal saling mengunci Interlocking Personal Network. Jaringan personal yang memusat interlocking mempunya derajat integrasi yang tinggi. Jaringan personal yang menyebar radial mempunyai derajat integrasi yang rendah, namun mempunyai sifat keterbukaan terhadap lingkungannya. Rogers dan Kincaid menegaskan, individu yang terlibat dalam jaringan komunikasi interlocking terdiri dari individu-individu yang homopili, namun kurang terbuka terhadap lingkungannya. Jaringan personal radial memiliki kepadatan yang sedikit dan lebih terbuka terhadap pertukaran informasi pada lingkungan dan memungkinkan individu fokal untuk bertukar informasi dengan lingkungan yang lebih luas. Jaringan radial berisikan orang-orang yg memiliki kenalan berjarak jauh ikatan lemah yang berguna sebagai saluran untuk memperoleh informasi. Ikatan yang lemah memiliki banyak bridge yang menghubungkan dua atau lebih klik. Ikatan yg lemah memiliki peran yang sangatpenting karena mengantarkan informasi- informasi baru. Jaringan personal radial sangat penting dalam difusi inovasi karena link-link yang ada mencapai seluruh sistem, sementara jaringan mengunci interlocking lebih tumbuh ke arah dalam secara alamiah. Sistem yang tumbuh ke arah dalam merupakan jaringan yang sangat miskin untuk menangkap informasi baru dari suatu lingkungan Rogers 2003. Jaringan adalah struktur sosial yang diciptakan oleh komunikasi antara individu dan kelompok Littlejohn 1992. Rogers dan Kincaid 1981 menambahkan bahwa analisis jaringan komunikasi merupakan metode penelitian untuk mengidentifikasi struktur komunikasi, Di mana data relasional mengenai arus komunikasi dianalisis dengan menggunakan beberapa tipe hubungan interpersonal sebagai unit analisis. Baginya, sistem sosial adalah satu set unit yang saling terkait yang terlibat dalam pemecahan masalah bersama untuk mencapai tujuan. Pengertian ini menunjukkan jaringan komunikasi hanyalah alat, bukan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu penelitian jaringan. Hasil yang diperoleh dalam analisis jaringan komunikasi berupa struktur dan pola komunikasi dalam suatu sistem. Masyarakat membutuhkan informasi sebagai bahan masukan untuk menghadapi ketidakpastian yang mereka hadapi Lubis 2000. Cara pengumpulan data dalam jaringan komunikasi adalah dengan mengajukan pertanyaan sosiometri, yaitu pertanyaan dari siapa seseorang mendapatkan informasi tertentu. Berdasarkan pengalaman agar jaringan dapat dibuat sosiogramnya sebaiknya orang tersebut diminta untuk menunjuk paling sedikit tiga orang sumber informasinya. Hasil yang diperoleh berupa sosiogram yang merupakan ilustrasi hubungan “siapa berinteraksi dengan siapa” atau menggambarkan interaksi dalam suatu jaringan sosial, sangat berguna untuk menelusuri aliran informasi ataupun difusi suatu inovasi. Dari penjelasan dan uraian tersebut maka dapat dijelaskan bahwa jaringan komunikasi adalah hubungan antar individu-individu yang ada dalam suatu masyarakat sebagai wujud dari terjadinya pertukaran informasi, sehingga membentuk pola-pola atau model jaringan komunikasi dalam masyarakat yang menekuni berbagai bidang tertentu. Peranan Jaringan Komunikasi dalam Proses Perubahan Perilaku Peranan jaringan komunikasi dapat menjelaskan hubungan antar individu yang melakukan interaksi komunikasi. Dalam jaringan komunikasi dapat dijelaskan bahwa, terdapat pemuka-pemuka opini, yaitu orang yang mempengaruhi orang-orang lain secara teratur pada isu-isu tertentu. Karakteristik pemuka-pemuka opini ini bervariasi menurut tipe kelompok yang mereka pengaruhi, Jika pemuka opini terdapat dalam kelompok-kelompok yang bersifat inovatif, maka mereka biasanya lebih inovatif daripada anggota kelompok, meskipun pemuka opini seringkali bukan termasuk inovator yang pertama kali menerapkan inovasi. Dipihak lain, pemuka-pemuka opini dari kelompok- kelompok yang konservatif juga bersikap agak konservatif Gonzales 1993. Peran pemuka pendapat atau opinion leader dalam proses diffusi inovasi suatu teknologi yang akan diterapkan oleh masyarakat memegang peran yang sangat penting karena pada proses difusi, yaitu proses masuknya inovasi dalam suatu kelompok masyarakat peran dan dukungan pemuka opini bagian penting yang perlu diperhatikan, karena pada umunya salah satu keberhasilan penerapan inovasi teknologi baru, disebabkan mendapat dukungan pemuka-pemuka opini yang menyokong perubahan. Akan tetapi, pada beberapa kasus tertentu para pemuka opini opinion leader menentang pengadopsian suatu inovasi sehingga juga dapat memperlambat bahkan menghambat perubahan. Proses Komunikasi pada Jaringan Komunikasi Proses komunikasi pada jaringan komunikasi merupakan suatu proses yang dua arah dan interaktif diantara partisipan-partisipan yang terlibat. Berlo 1960 menganggap partisipan-parsitisipan ini sebagai transciever, karena keduanya mengirim dan menerima pesan-pesan. Jadi tidak hanya menjalankan satu fungsi sebagai penerima atau pengirim pesan belaka. Proses komunikasi yang terjadi dalam jaringan komunikasi dapat dijelaskan dengan menggunakan model konvergen sebagai berikut Berlo 1960; Rogers Kincaid 1981 : a. Satu informasi bisa mengandung beberapa pengertian tergantung pada konteksnya, dan untuk mengambil pengertian tergantung pada “frame of reference ”. b. Terciptanya kesamaan makna akan suatu informasi antara komunikator dan komunikan merupakan tujuan utama berkomunikasi. c. Hubungan interaktif antara komunikator dengan komunikan menggunakan saluran jaringan komunikasi, yaitu saluran untuk menyampaikan pesan dari satu orang kepada orang lain. Dapat dijelaskan bahwa proses komunikasi akan terjadi bila ada kesamaan pengertian terhadap informasi dari pelaku-pelaku yang berkomunikasi dengan menggunakan jaringan komunikasi yang menghubungkan individu dengan inidividu, atau individu dengan kelompok. Atau proses komunikasi untuk menciptakan kebersamaan, memunculkan “mutual understanding” dan persetujuan yang sama sehingga terbentuk tindakan dan perilaku yang sama yang melandasi jaringan komunikasi. Analisis Jaringan Komunikasi Rogers dan Kincaid 1981 menjelaskan bahwa analisis jaringan komunikasi adalah merupakan metode penelitian untuk mengidentifikasi struktur komunikasi dalam suatu sistem, dimana data hubungan mengenai arus komunikasi dianalisa menggunakan beberapa tipe hubungan hubungan interpersonal sebagai unit analisa. Tujuan penelitian komunikasi menggunakan analisis jaringan komunikasi adalah untuk memahami gambaran umum mengenai interaksi manusia dalam suatu sistem. Beberapa hal yang dapat dilakukan dalam analisis jaringan komunikasi adalah : 1 mengidentifikasi klik dalam suatu sistem, 2 mengidentifikasi peranan khusus seseorang dalam jaringan komunikasi, misalnya sebagai liaisons, bridges dan isolated, dan 3 mengukur berbagai indikator indeks struktur komunikasi, seperti keterhubungan klik, keterbukaan klik, keintegrasian klik, dan sebagainya. Klik dalam jaringan komunikasi adalah bagian dari sistem sub sistem dimana anggota-anggotanya relatif lebih sering berinteraksi satu sama lain dibandingkan dengan anggota-anggota lainnya dalam sistem komunikasi Rogers Kincaid 1981. Dalam proses difusi, untuk mendapatkan informasi bagi anggota kelompok, dalam jaringan komunikasi terdapat peranan-peranan sebagai berikut Rogers Kincaid 1981 : 1. Liaison Officer LO, yaitu orang yang menghubungkan dua atau lebih kelompoksub kelompok, akan tetapi LO bukan anggota salah satu kelompoksub kelompok. 2. Gate keeper, yaitu orang melakukan filtering terhadap informasi yang masuk sebelum dikomunikasikan kepada anggota kelompoksub kelompok. 3. Bridge, yaitu anggota suatu kelompoksub kelompok yang berhubungan dengan kelompok sub kelompok lainnya. 4. Isolate, yaitu mereka yang tersisih dalam suatu kelompoksub kelompok 5. Kosmopolit, yaitu seseorang dalam kelompoksub kelompok yang menghubungkan kelompoksub kelompok dengan kelompoksub kelompok lainnya atau pihak luar. 6. Opinion Leader, yaitu orang yang menjadi pemuka pendapat dalam suatu kelompoksub kelompok Sementara itu yang dimaksud dengan klik adalah bagian dari sistem sub sistem dimana anggota-anggotanya relatif lebih sering berinteraksi satu sama lain dibandingkan dengan anggota-anggota lainnya dalam sistem komunikasi. Sebagai dasar untuk mengetahui apakah individu-individu itu dapat dimasukkan ke dalam suatu klik, ada tiga kriteria yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi klik, yaitu : 1 setiap klik minimal harus terdiri dari tiga anggota, 2 setiap klik minimal harus mempunyai derajat keterhubungan 50 persen dari hubungan- hubungan di dalam klik, dan 3 seluruh anggota klik baik secara langsung maupun tidak langsung harus saling berhubungan melalui satu rantai hubungan dyadic yang berlangsung secara kontinyu dan menyeluruh di dalam klik Rogers Kincaid 1981. Scott 2000 menyatakan indikator terhadap jaringan dapat dilihat dari beberapa derajat pengukuran yakni : 1. Koneksi connectedness Connectedness adalah derajat di mana anggota-anggota sistem berhubungan dengan anggota-anggota lain dalam sistem. Nilai connectedness diukur dengan membandingkan semua ikatan yang sedang terbentuk dengan kemungkinan hubungan yang mungkin terjadi. Sementara itu, Hanneman dan Riddle 2005 menyatakan bahwa konektivitas menghitung banyaknya node yang harus dihilangkan agar satu individu dapat mencapai individu lainnya. Jika ada berbagai jalur yang berbeda yang menghubungkan dua individu maka, mereka memiliki “konektivitas” yang tinggi dalam arti bahwa ada beberapa cara untuk mencapai dari satu individu ke individu yang lain. Konektivitas dapat menjadi ukuran yang berguna untuk mendapatkan pengertian tentang ketergantungan dan kerentanan individu. 2. Keterjangkauan reachability Reachability adalah jumlah hubungan yang menghubungkan seorang individu dengan individu lain dalam jaringan. Sementara itu, Hanneman dan Riddle 2005 menyatakan ba hwa seorang individu dapat dikatakan “terjangkau” jika terdapat seperangkat hubungan untuknya yang dapat dilacak dari sumber ke individu yang menjadi target. Reachability memberitahu kita apakah dua individu dihubungkan atau tidak dengan cara baik langsung atau tidak langsung melalui jalur dari setiap length. 3. Resiprositas reciprocity Reciprocity adalah persetujuan dua orang tentang eksistensi hubungan mereka. Sementara itu, Hanneman dan Riddle 2005 melihat hal penting dalam sebuah hubungan dyad yang langsung adalah melihat sejauhmana sebuah hubungan saling berbalasan. Pengukuran resiprositas pada jaringan biasanya merupakan pendekatan yang difokuskan pada analisis dyad dengan mempertanyakan proporsi pasangan yang memiliki ikatan yang timbal-balik diantara mereka. Tetapi dalam struktur jaringan yang besar dengan populasi yang banyak biasanya kebanyakan individu tidak memiliki ikatan yang langsung pada sebagian besar individu lainnya, sehingga lebih bijak jika pengukuran difokuskan pada derajat resiprositas diantara pasangan yang memiliki ikatan. Selain menganalisis ikatan yang berumpan balik di level individu, juga dapat melihat seberapa banyak ikatan yang terlibat dalam struktur yang memiliki umpan-balik ber-resiprositas dan ini disebut dengan dyad method. 4. Kepadatan density Konsep kepadatan atau konsep density menggambarkan level umum keterhubungan individu dalam sebuah sosiogram. Analisis kepadatan dapat dianggap sama dengan hubungan di sekitar individu tertentu. Density adalah keseluruhan jarin gan tetapi bukan sesederhana “personal network” dari node agen. Untuk mengukur kepadatan dapat digunakan dua rumus yakni untuk kepadatan yang memuat hubungan tidak langsung dan kepadatan yang memuat hubungan langsung. Kepadatan juga dapat diukur pada jenis data biner dan data yang bernilai atau multiply. Kepadatan pada jaringan yang biner adalah proporsi sederhana dari kemungkinan semua ikatan yang benar-benar hadir. Untuk jaringan bernilai kepadatan didefinisikan sebagai jumlah dari ikatan yang ada dibagi dengan banyaknya ikatan yang mungkin terjadi. Kepadatan jaringan dapat memberi kita wawasan dalam fenomena seperti kecepatan dimana informasi berdifusi antara individu, dan sejauhmana pelaku memiliki tingkat modal sosial atau kendala sosial Hanneman Riddle 2005. 5. Sentralitas centrality Sentralitas merupakan pengukuran terhadap jaringan komunikasi yang ditemukan dalam konsep sosiometric sebagai “star” yakni orang yang “populer” dalam kelompoknya atau yang berdiri di pusat perhatian. Individu yang menjadi “star” berlokasi pada pusat jika memiliki sejumlah hubungan yang besar dengan individu lainnya dalam lingkungan yang dekat. Derajat pengukuran sentralitas terdiri dari derajat beragam individu dalam sosiogram yang dapat menunjukkan seberapa baik terhubungnya individu tertentu dengan lingkungan lokal mereka, sehingga sentralitas juga dapat digunakan untuk mengukur keterungulan seseorang dalam sistem. Sentralitas dibagi menjadi dua, sentralitas lokal local centrality dan sentralitas global global centrality. Sentralitas lokal adalah derajat dimana seorang individu berhubungan dengan individu lain dalam sistem. Sentralitas lokal menjelaskan jumlah hubungan yang dapat dibuat individu dengan individu lain dalam sistem. Menurut Freeman 1979 dalam Scott 2000, sentralitas lokal dapat bersifat relatif. Hal ini akan menjadi sangat penting jika ukuran kelompok tidak sama. Local centrality atau sentralitas local memperhatikan keunggulan relatif dari individu fokus dalam hubungan pertetanggaan. Freeman 1979 dalam oleh Scott 2000 telah mengusulkan pengukuran sentralitas global berdasarkan pada istilah seputar “closeness” atau kedekatan dari individu. Pengukuran sentralitas global Freeman diekspresikan dalam istilah “distance” diantara beragam individu. Global centrality atau sentralitas global memperhatikan keunggulan individu dengan keseluruhan jaringan. Nilai sentralitas global menunjukkan jumlah ikatan yang dibutuhkan seseorang untuk menghubungi semua individu dalam jaringan. Semakin kecil nilai sentralitas global menujukkan semakin mudah bagi seseorang untuk menghubungi semua individu dalam jaringan. 6. Kebersamaan betweeness Freeman 1979 dalam Scott 2000 mengusulkan konsep betweenness. Konsep ini mengukur sejauh mana individu tertentu terletak diantara individu- individu lain pada sosiogram. Betweenness dari individu mengukur keberadaan agen yang dapat memainkan bagian potensial sebagai „broker’ atau „gatekeeper’ untuk mengukur semua titik lainnya. Pendekatan Freeman mengenai betweenness dibangun sekitar konsep “local depedency” atau konsep “ketergantungan lokal”. Seorang individu akan tergantung dengan lainnya jika path yang menghubunginya pada individu lain melewati individu tersebut. Keseluruhan “betweenness” dihitung sebagai sebagian jumlah dari nilai dalam kolom matrik. Model Komunikasi Pembangunan Qulub 2010 menyatakan bahwa model secara sederhana adalah “gambaran” yang dirancang untuk mewakili kenyataan. Sedangkan komunikasi dan pembangunan dua hal yang saling berkaitan. Pengertaian tentang model komunikasi adalah gambaran yang sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara satu komponen komunikasi dengan komunikasi lainnya. Penyajian model ini dimaksudkan untuk mempermudah memahami proses komunikasi dan melihat komponen dasar yang perlu ada dalam sistem. Komunikasi pembangunan adalah proses penyebaran pesan oleh seseorang kepada khalayak guna mengubah sikap, pandangan atau perilakunya dalam rangka meningkatkan kemajuan lahiriah dan batiniah, yang dalam keselarasannya dirasakan oleh seluruh rakyat. Dalam arti luas komunikasi pembangunan meliputi peran dan fungsi komunikasi sebagai suatu aktivitas pertukaran pesan secara timbal balik diantara semua pihak yang terlibat dalam usaha pembangunan terutama antara masyarakat dengan pemerintah, sejak dari proses perencanaan, kemudian pelaksanaan, dan penilaian terhadap pembangunan. Sedang dalam arti sempit, komunikasi pembangunan merupakan segala upaya cara, serta tehnik penyampaian gagasan, dan keterampilan pembangunan yang berasal dari pihak yang memprakarsai pembangunan dan ditujukan kepada masyarakat luas. Dengan demikian, dalam penelitian ini konsep dari model komunikasi pembangunan adalah gambaran mengenai proses komunikasi dalam suatu kegiatan proses pembangunan agar dapat diketahui bahwa melalui model komunikasi bisa dilihat faktor-faktor yang terlibat dalam proses komunikasi pada sebuah kegiatan sosialisasi kebijakan pembangunan. Komunikasi pembangunan perikanan sebagai upaya mewujudkan pembangunan perikanan yang lebih baik dalam rangka kesejahteraan masyarakat nelayan atau pembudidaya ikan seharusnya mengkomunikasikan sebenarnya apa yang menjadi permasalahan dan kebutuhan masyarakat, karena hal inilah yang paling esensial dalam pembangunan perikanan. Untuk itu setiap strategi komunikasi bertolak atas berbagai asumsi dan mensyaratkan kondisi tertentu. Permasalahannya selama ini adalah asumsi dan persyaratan tersebut tidak selalu sesuai dengan kondisi yang nyata dalam masyarakat yang sangat beragam, sehingga kelompok masyarakat tersebut menjadi terpinggirkan dari sistem komunikasi yang ada. Komunikasi di dalam aktifitas pembangunan, khususnya pada bidang pembangunan pertanian menurut Hornik 1988, memiliki beberapa peran di antaranya adalah sebagai penghubung antar kelembagaan, penguat pesan, dan sekaligus sebagai akseletator dalam berinteraksi. Dalam konteks komunikasi pembangunan pada pembudidaya ikan di Kabupaten Kampar, maka ketiga peran komunikasi tersebut merupakan hal penting yang menjadi acuan dalam membuat model komunikasi yang akan diaplikasikan. Ketiga peran komunikasi tersebut dianggap penting karena hal tersebut merupakan jawaban dari kelemahan yang terjadi hingga saat ini, yaitu masih rendahnya akses komunikasi, khususnya di dalam pembangunan perikanan bagi komunitas pembudidaya ikan dalam kolam yang ada di kawasan Koto Mesjid Kabupaten di Provinsi Riau. Berbagai bentuk materi komunikasi yang selama ini tersedia sesungguhnya belum dapat dipahami atau diakses dengan optimal oleh. Materi komunikasi dari luar baik berupa materi tercetak maupun elektronik, seperti brosur, leaflet, majalah atau program radio dan televisi, tidak dapat diakses baik secara fisik maupun dari sisi komunikasi. Kendala dari sisi fisik disebabkan karena keberadaan masyarakat yang susah terjangkau secara geografis, sedangkan kendala dari sisi berbahasa menyebabkan mereka sulitnya memahami isi content yang terkandung di dalamnya. Konsep dan strategi pembangunan yang selama ini dijalankan, yang cenderung seragam secara nasional, belum mampu menjangkau pembudidaya pembudidaya ikan secara memadai. Hal ini disebabkan karena strategi komunikasi informasi yang dijalankan dari atas ke bawah tersebut berbentuk seragam padahal kondisi penerima audiens sangat beragam. Lebih jauh, berbagai asumsi dan prasyarat penerima receiver dari kebijakan strategi komunikasi tersebut tidak mampu dipenuhi oleh sebagian masyarakat, termasuk oleh masyarakat pembudidaya ikan dalam kolam yang ada di Kabupaten Kampar. Adopsi Inovasi “Adoption is an decision to make full use of an innovation as the best course of action availabel”, Rogers 2003. Menurut van Den Ban dan Hawkins 1996, inovasi adalah suatu gagasan, metode, atau objek yang dianggap sebagai sesuatu yang baru, tetapi tidak selalu hasil penelitian yang terakhir. Menurut Spicer dalam Horton dan Hunt 1984 penolakan inovasi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : 1 pemaksaan, 2 tidak dipahami, dan 3 dinilai sebagai ancaman terhadap nilai-nilai penduduk. Menurut Satria 2002, perubahan teknologi perikanan secara antropologis sebagai suatu perubahan kebudayaan. Perubahan teknologi dapat terjadi melalui adopsi atau inovasi. Dalam suatu proses inovasi, penemuan baru seorang individu berupa alat dalam masyarakat disebut discovery, jika penemuan itu diakui dan diterima masyarakat, baru disebut invention. Antara discovery dan invention membutuhkan waktu lama, karena masyarakat akan memastikan dulu kemanfaatan suatu temuan teknologi baru tersebut. Untuk menerima temuan baru masyarakat perlu bukti apakah sudah ada orang yang pernah mencoba, apakah percobaan tersebut berhasil. Dalam konteks masyarakat pesisir, kecepatan perubahan antara dua proses itu sangat tergantung pada tingkat risiko yang ditanggung. Bagi masyarakat pesisir katagori peasent, umumnya proses perubahan discovery menjadi invention butuh waktu lebih lama seiring dengan karakteristiknya yang no risk dan safety first. Menurut Wiriaatmadja 1978 terdapat lima tahapan dalam proses adopsi inovasi yaitu tahap kesadaran atau penghayatan awareness, tahap minat interest, tahap penilaian evaluation, tahap percobaan trial, dan tahap penerimaan adoption. Berdasarkan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh proses adopsi dari tahapan di atas, terdapat lima golongan yaitu a pelopor innovator b Pengetrap dini early adopter c Pengetrap awal early majority d Pengetrap akhir late majority dan e Penolak laggard. Keputusan seseorang untuk menerima atau menolak sesuatu melalui proses yang panjang. Menurut Mangkusubroto dan Trisnadi 1987 terdapat tiga tahapan utama dalam analisa keputusan yaitu : 1. Tahap deterministik, pada tahap ini variabel-variabel yang mempengaruhi keputusan perlu didefinisikan dan disaling hubungkan, perlu dilakukan penetapan nilai, dan selanjutnya tingkat kepentingan variable diukur, tanpa terlebih dahulu memperhatikan unsur ketidak pastiannya; 2. Tahap probabilistik, penetapan besarnya ketidakpastian yang melingkupi variabel-variabel yang penting, dan menyatakannya dalam bentuk suatu nilai. Dalam tahapan ini juga dilakukan penetapan preferensi atas risiko. 3. Tahap informasional, intinya adalah meninjau kembali dari hasil dua tahap sebelumnya guna menentukan nilai ekonomisnya bila kita ingin mengurangi ketidakpastian suatu variabel yang dirasakan penting. Selanjutnya dilukiskan, garis besar langkah-langkah dalam analisa keputusan Mangkusubroto dan Trisnadi 1987: Keputusan yang diambil setiap orang terhadap sesuatu hal, sangat dipengaruhi oleh beberapa kriteria hal tersebut. Menurut Raharjo 2007, pemilihan kriteria untuk menentukan alternatif terbaik harus bersifat: a paling sedikit menyebabkan kerugian ekologi; b meningkatkan kesejahteraan orang banyak; c menggunakan uang secara efisien; d meminimumkan pengeluaran; e memaksimalkan laba; f meminimumkan waktu, dan g meminimumkan pengangguran. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi Adopsi inovasi teknologi dalam kegiatan pemberdayaan petani atau pembudidaya ikan dalam kegiatan usaha budidaya perikanan yang dijalankan ditentukan oleh berbagai faktor, adapun faktor- faktor yang mempengaruhi adopsi inovasi tersebut adalah : 1. Modal Adopsi setiap teknologi membutuhkan modal investasi. Tingkat adopsi tergantung kepada ketersediaan modal. Makin tersedia modal yang dimiliki, makin tinggi tingkat adopsi. Menurut Mubyarto 2000 modal dapat menghasilkan barang baru, atau merupakan alat untuk memupuk pendapatan sehingga timbul minatdorongan untuk menciptakan modal capital formation dengan cara menyisihkan kekayaan atau sebagian hasil produksi untuk maksud produktif, dan bukan untuk maksud tindaka konsumtif. Oleh karena itu tinggi rendahnya penyisihan dari hasil usaha yang merupakan pemupukan modal, akan mempengaruhi sikap seseorang terhadap investasi atau adopsi inovasi. 2. Kredit Dasar dari sistem ekonomi modern termasuk yang berlaku di Indonesia adalah agunan, bukan kepercayaan kecuali Bank Syariah. Setiap pemodal lenders akan menuntut adanya agunan colleteral dari setiap peminjam borrowers Syafa’at et al, 2005. Bagi calon investor, jika modal kurang tersedia, maka pengambilan kredit marupakan alternatif kedua. Dengan demikian ketersediaan kredit merupakan faktor yang menentukan terhadap keputusan investasi. 3. Akses memperoleh alat Adakalanya suatu teknologi meskipun tergolong murah atau mudah diaplikasikan, tapi kurang diminati oleh masyarakat. Hal ini terjadi karena kesulitan masyarakat untuk memperoleh teknologi tersebut, misalnya karena terlalu jauh untuk didapatkan. Menurut Lindner et al, 1982 dalam Soekartawi Informasi Awal Tahap Deterministik Tahap probalistik Tahap informasi Keputusan Tindakan Pengumpulan informasi Gambar 3. Diagram Analisa Keputusan Mangkusubroto Trisnadi 1987 2005 variabel “jarak ke sumber informasi” mempengaruhi terhadap adopsi inovasi. Artinya bahwa makin dekat sumber informasi inovasi tersebut berada, makin cepat adopsi inovasi, begitupula sebaliknya. 4. Akses mengoperasikan alat Menurut Soekartawi 2005, tingkat mudahsukarnya trialabilitas suatu inovasi mempengaruhi terhadap tingkat adopsi. Artinya makin mudah inovasi dioperasikan, makin cepat adopsi inovasi tersebut. Oleh karena itu, agar proses adopsi inovasi berjalan lebih cepat, maka penyajian inovasi baru harus lebih sederhana. 5. Keunggulan alat Sifat adopsi inovasi menentukan kecepatan adopsi inovasi tersebut. Sajauh mana keunggulan inovasi baru dibandingkan dengan cara-cara lama. Jika inovasi baru memberikan keuntungan yang relatif lebih besar, maka kecepatan adopsi akan berjalan cepat Soekartawi 2005. 6. Risiko Tingkat risiko yang ditanggung mempengaruhi keputusan masyarakat dalam menerapkan inovasi. Bagi masyarakat pesisir, adopsi inovasi relatif lambat, karena karakteristiknya yang no risk dan safety first. Satria 2002. Oleh karena itu keberanian nelayan dalam menanggung risiko gagal akibat menggunakan inovasi baru, merupakan faktor yang diduga mempengaruhi adopsi inovasi. 7. Motivasi Seseorang mempunyai motivasi jika belum mencapai tingkat kepuasan tertentu dalam kehidupannya. Menurut Atkinson 1983 motivasi mengacu pada faktor yang menggerakkan dan mengarah-kan perilaku. Perekonomian nelayan pada umumnya dalam kondisi miskin, sudah tentu memiliki motivasi yang kuat untuk mengurangi kemiskinan tersebut. Motivasi inilah yang mendorong nelayan bersikap responsive terhadap inovasi baru. 8. Melihat contoh Menurut Satria 2002 inovasi baru akan mudah diterima manakala masyarakat sering melihat contoh langsung tentang penggunaan, keberhasilan, kemanfaatan inovasi baru tersebut. Semestinya dengan hadirnya teknologi budidaya perikanan di Desa Koto Mesjid, akan mempengaruhi sikap pembudidaya ikan terhadap teknologi tersebut. 9. Pendampingan Dalam kontek pendampingan, maka peran pendamping sangat penting terhadap keberhasilan suatu introduksi inovasi baru. Inovasi baru pada umumnya merupakan sesuatu hal yang asing bagi calon adopter, dan berbeda dengan cara- cara lama. Oleh karena itu profesionalisme dan intensitas pendampingan, merupakan suatu hal yang sangat menentukan dalam keberhasilan introduksi inovasi baru tersebut. 10. Sumber Informasi Menurut Mangkusubroto dan Trisnadi 1987 pengambilan keputusan seseorang terhadap suatu hal, sebelumnya dilalui tahap informasi-onal. Dalam arti agar keputusannya itu tepat, maka semua hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan tersebut apakah menerima atau menolak, diperlukan sumber-sumber informasi yang banyak, lengkap, dan relevan. Karakteristik Pembudidaya Ikan Karakteristik individu menurut Woolfolk 1993 adalah ciri-ciri yang dimiliki individu sepanjang hidupnya, meliputi faktor kognitif dan karakteristik lain yang dimiliki individu, yang menentukan dalam proses belajar. Setiap individu memiliki karakteristik yang spesifik tergantung pada faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu: 1 kematangan karena pertambahan umur maturity, 2 aktivitas activity yang dilakukan seseorang terhadap lingkungannya serta hal- hal yang dipelajarinya, 3 pengaruh lingkungan terhadap dirinya sosial transmission . Karakteristis individu menurut Rogers dan Shoemaker 1981 merupakan bagian dari individu dan melekat pada diri seseorang yang mendasari tingkah laku seseorang dalam situasi kerja maupun situasi lainnya. Karakteristik individu akan sangat menentukan atau mempengaruhi perilaku komunikasi seseorang. Karakteristik individu ialah ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki oleh seorang individu yang ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap dan pola tindak terhadap lingkungannya. Menurut Lionberger karakteristik individu merupakan aspek personal seseorang yang meliputi umur, tingkat pendidikan dan ciri psikologisnya Ditambahkan oleh McLeod dan O’Keefe bahwa variabel demografi seperti jenis kelamin, umur dan status sosial merupakan indikator yang digunakan untuk menerangkan perilaku komunikasi Lionberger 1960; McLeod dan O’Keefe 1972, dalam Saleh 1988. Karakteristik individu adalah sifat-sifat yang dimiliki seseorang dan berhubungan dengan aspek kehidupan dan lingkungannya seperti umur, jenis kelamin, jabatan, status sosial dan agama Mardikanto, 1993. Karakteristik yang ditampilkan seseorang berhubungan dengan aktivitas kerjanya. Karakteristik pembudidaya ikan dapat diasumsikan sebagai sifat-sifat yang ditampilkan pembudidaya ikan yang berhubungan dengan aspek pekerjaannya sebagai pembudidaya ikan yang meliputi umur, tingkat pendidikan, tingkat kekosmopiltan, pengalaman usaha, pendapatan, serta jumlah kepemilikan asset atau luas kolam. Karakteristik Pembudidaya ikan merupakan bagian dari individu dan melekat pada diri seorang yang mendasari tingkah laku sebagai Pembudidaya ikan. Karakteristik tersebut dibatasi pada karakteristik yang berkaitan dengan kompetensi dan kinerja Pembudidaya ikan yaitu umur, pendidikan formal, pengalaman kerja, pendapatan, tanggungan keluarga dan kepemilikan asset. 1. Umur Umur merupakan salah satu karakteristik pribadi yang ikut mempengaruhi fungsi biologis dan psikologis. Umur juga akan berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam mempelajari, memahami, menerima dan mengadopsi suatu teknologi serta peningkatan produktivitas kerja. Dijelaskan oleh Klausmeier dan Goodwin 1996 menyatakan bahwa umur merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi efisiensi belajar, karena akan berpengaruh terhadap minatnya pada macam pekerjaan tertentu sehingga umur seseorang juga berpengaruh terhadap motivasinya untuk belajar. Sejalan dengan hal tersebut, Vacca dan Walker Mardikanto 1993 mengemukakan bahwa sesuai dengan bertambahnya umum, seseorang akan menumpuk pengalaman-pengalamannya yang merupakan sumber daya sangat berguna bagi kesiapannya untuk belajar lebih lanjut. Semakin bertambahnya umur maka kompetensi seseorang akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya pengetahuan, keterampilan dan pengalaman-pengalamannya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kompetensi dan kinerja pembudidaya ikan dipengaruhi oleh tingkat umur. 2. Pendidikan Formal Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan secara umum akan berpengaruh terhadap kinerja. Tujuan pendidikan tinggi adalah: 1 menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik danatau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan danatau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi danatau kesenian, 2 mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi danatau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional. Pendidikan merupakan faktor yang paling penting dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Jika disuatu daerah tingkat pendidikanya rendah, maka sumber daya manusia yang ada juga akan memiliki kualitas yang rendah hal ini akan berdampak kepada tidak siapnya masyarakat untuk bersaing dalam dunia kerja dan bisa menjadi faktor penghambat berkembangnya suatu daerah. 3. Pengalaman Kerja Menurut Siagian 1989 pengalaman kerja merupakan keseluruhan pelajaran yang dipetik oleh seseorang dari peristiwa-peristiwa yang dilalui dalam perjalanan hidupnya. Sedangkan Martoyo 2000 berpendapat bahwa masa kerja atau pengalaman kerja adalah mereka yang dipandang lebih mampu dalam melaksanakan tugas-tugasnya yang nantinya akan diberikan disamping kemampuan intelegasinya yang juga menjadi dasar pertimbangan selanjutnya. Pengalaman usaha merupakan proses yang dialami seseorang dalam melakukan kegiatan usaha yang menjadi bidang tugasnya. Padmowihardjo 1994 menyatakan bahwa, pengalaman adalah suatu kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Dalam otak manusia dapat digambarkan adanya pengaturan pengalaman yang dimiliki oleh seseorang sebagai hasil belajar selama hidupnya. Dalam proses belajar, seseorang akan menghubungkan hal yang dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki. Secara psikologis seluruh pemikiran manusia, kepribadian dan tempramen ditentukan oleh pengalaman indera. Purwanto, 2002 menyatakan bahwa pengalaman yang berulang-ulang dalam situasi tertentu menimbulkan perubahan tingkah laku seseorang dalam situasi tertentu sebagai hasil dari proses belajar. Mardikanto 1993 menjelaskan pengalaman yang dimiliki seseorang akan mempengaruhi semangatnya untuk belajar dan pengalaman latihan yang menyenangkan, akan mendorong seseorang untuk mengikuti latihan yang lain. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa masa kerja atau pengalaman kerja adalah keahlian atau kemampuan yang dimiliki oleh seseorang pada suatu bidang pekerjaan yang diperoleh dengan belajar dalam suatu kurun waktu tertentu. 4. Kepemilikan lahan Lahan sebagai salah satu faktor produksi merupakan tempat melakukan proses produksi. Lahan merupakan faktor produksi yang paling penting dibandingkan faktor produksi lainnya. Pada suatu lahan dapat ditumbuhi bermacam-macam tumbuhan dan kandungan hara tanahnya sangat bervariasi dari satu lokasi ke lokasi lainnya Mubyarto, 2000. Seringkali perbedaan kepemilikan lahan petani atau kelompok petani mempunyai pengaruh penting terhadap hasil usahatani di suatu wilayah. Perbedaan kepemilikan lahan ini berhubungan erat dengan penggunaan masukan dan keuntungan yang diperoleh. Pada kasus-kasus tertentu dimana pemilikan lahan mempunyai pengaruh terhadap proses produksi, sering dijumpai bahwa proporsi biaya yang dipikul oleh masing-masing pembuat keputusan pemilik lahan tidak proporsional dengan keuntungan yang dibagi. Keputusan yang diberikan tentu saja tidak akan sama di antara status kepemilikan lahan yang berbeda tersebut, sekalipun besarnya biaya dan keuntungan yang diterima adalah proporsional. Menurut Soekartawi 2006, adanya kewajiban-kewajiban dan kemungkinan keuntungan yang diterima oleh masing-masing pihak dalam hal status kepemilikan lahan tersebut menyebabkan adanya perbedaan motivasi petani dalam mengerjakan lahannya. Dalam hal upaya meningkatkan produksi misalnya, antara petani pemilik penggarap dengan penyewa dapat terjadi motivasi yang sama kuatnya karena semua keuntungan akan mereka nikmati. Sedangkan bagi petani penyakap, mungkin saja merasa tidak seluruh produksi akan dinikmati sendiri, karena harus berbagi dengan pemilik lahan. 5. Luas lahan Menurut Mardikanto 1993 luas lahan usaha merupakan aset bagi petani atau pembudidaya dalam menghasilkan produksi total, dan sekaligus menjadi sumber pendapatan. Pada umumnya petani atau pembudidaya dengan kepemilikan lahan usaha yang lebih luas, menempati posisi status sosial lebih tinggi di lingkungannya. Hernanto 1993 menyatakan bahwa luas lahan usaha tani dapat digolongkan dalam tiga kategori yaitu 1 sempit, dengan luas lahan kurang dari setengah hektar ha, 2 sedang, dengan luas lahan antara setengah sampai dua ha, dan 3 lahan luas, dengan luas lahan lebih dari dua hektar ha. Dapat dijelaskan bahwa luas lahan merupakan asset guna memperoleh pendapatan apakah itu dalam kategori sempit, sedang atau luas. Pembukaan lahan kolam budidaya perikanan dapat menjadi alternatif dalam mengatasi makin sempitnya lapangan kerja. 6. Modal Usaha Menurut Hernanto 1993 berdasarkan sumbernya, modal dapat dibedakan menjadi: 1 milik sendiri, 2 pinjaman atau kredit yang terdiri dari: a kredit bank dan b dari pelepas uangtetangga famili dan lain-lain, 3 warisan dan 4 kontrak sewa. Modal sendiri, petani atau pembudidaya bebas menggunakan. Modal yang berasal dari kredit ada persyaratannya berupa pembebanan menyangkut waktu pengambilan, jumlah dan angsurannya; sedangkan modal warisan tergantung pemberi. Sumber modal dari luar usahatani dapat diperoleh jika petani atau pembudidaya memiliki usaha lain yang lebih besar. Modal kontrak sewa diatur menurut jangka waktu tertentu, sampai peminjam dapat mengembalikannya. Soekartawi et al. 1986 menyatakan bahwa petani atau pembudidaya harus dapat mengatur biaya produksi dalam usahataninya sehingga modal yang dibutuhkan dapat diketahui. Biaya produksi dapat digolongkan dalam biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap adalah biaya yang tidak ada kaitannya dengan jumlah barang yang diproduksi. Biaya tidak tetap adalah biaya yang berubah apabila luas usaha berubah. Biaya ini ada apabila ada sesuatu barang yang diproduksi. Kesimpulannya, modal usaha dapat diperoleh dari milik sendiri, dari pinjaman, warisan dan kontrak sewa. Modal usaha dapat ditentukan melalui biaya yang dikeluarkan dalam produksi 7. Tanggungan Keluarga Tanggungan keluarga adalah banyaknya anggota keluarga dalam satu keluarga yang menjadi tanggungan dalam kehidupannya, mulai dari pembiayaan pakaian, makanan, tempat tinggal, pendidikan dan kesehatan anggota keluarga. Jumlah tanggungan keluarga yang semakin besar, menyebabkan seseorang memerlukan tambahan pengeluaran, atau penghasilan yang lebih tinggi untuk membiayai kehidupan. Besarnya jumlah anggota keluarga yang meggunakan jumlah pendapatan yang sedikit akan berakibat pada rendahnya tingkat konsumsi. Hal ini berpengaruh pada produktifitas kerja, kecerdasan dan menurunnya kemampuan berinvestasi Hernanto 1993. 8. Curahan Jam Kerja Mangkuprawira 1985. Curahan kerja diartikan sebagai jumlah jam kerja yang dicurahkan oleh enggota rumahtangga petani pemilik lahan baik dalam usahatani maupun luar usahatani. Tiap anggota rumahtangga dalam mengalokasikan waktunya untuk berbagai kegiatan dipengaruhi oleh faktor- faktor dari dalam dan luar keluarganya Secara teoritis, tiap anggota rumahtangga akan mencurahkan waktunya pada pekerjaan tertentu bila pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan tersebut cukup menarik baginya. Pada dasarnya pendapatan seseorang tergantung pada jam kerja yang dicurahkan dan tingkat pendapatan per jam kerja yang diterima. Pendapatan yang diterima tersebut pada gilirannya akan mewujudkan kesejahteraan keluarga Agustina 1994. Persepsi Pembudidaya ikan Arti persepsi adalah pengalaman seseorang tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan tentang objek tersebut Liliweri 1997. Menurut Liliweri manusia mempersepsi manusia lain atau benda-benda disekitarnya. Persepsi terhadap manusia selalu disebut persepsi antar pribadi, sedangkan persepsi kepada yang bukan manusia disebut persepsi objek. Menurut Robbins 2008 persepsi adalah proses yang digunakan individu untuk mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka. Meski demikian, apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan obyektif. Variabel individual seperti persepsi mempengaruhi perilaku Gibsons et al 1996. Tidak dapat dipungkiri bahwa perilaku seseorang sangat diwarnai oleh banyak faktor serta persepsinya tentang faktor-faktor tersebut. Persepsi yang dimiliki itu pulalah yang turut menentukan bentuk, sifat dan intensitas peranannya dalam kehidupan organisasional Siagian 1986. Mengingat demikian eratnya antara persepsi seseorang dengan perilakunya, maka mutlak perlu memahami dan mendalami persepsi individu untuk kepentingan upaya pencapaian tujuan kelompokorganisasi. Menurut Gibsons et al. 1996 persepsi berperan dalam penerimaan ransangan, mengaturnya, menterjemahkan dan mengiterpretasikan rangsangan yang sudah teratur itu untuk mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap. Begitu juga persepsi pembudidaya ikan terhadap pendamping program pemberdayaan baik itu pendamping yang berasal dari pembudidaya ikan itu sendiri atau pendamping dari pemerintah yaitu penyuluh lapangan, sangat memiliki peran penting terhadap adopsi informasi dan interaksi komunikasi sehingga program yang dijalankan sesuai dengan apa yang menjadi tujuan terlaksananya program pemberdayaan. Pembudidaya Ikan dan Budidaya Perikanan Menurut Undang-Undang No. 45 tahun 2009. Pembudidaya Ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan. sedangkan pembudidaya-Ikan Kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Pembudidayaan ikan adalah kegiatan untuk memelihara, membesarkan, danatau membiakkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah, danatau mengawetkannya. Pelaku usaha akuakultur dibagi berdasarkan beberapa hal bergantung pada ruang lingkup kegiatan usahanya. Menurut Effendi dan Oktariza 2006 secara garis besar pelaku akuabisnis budidaya terbagi lima, yaitu: 1 Pembudidaya ikan, yakni mereka yang memiliki usaha produksi ikan dengan kegiatan mulai persiapan sampai pasca panen. Pembudidaya ikan terbagi lagi menjadi beberapa kategori biasanya bergantung pada: jenis ikan yang diusahakan ikan hias atau ikan konsumsi, lokasi usaha petambak yang mengusahakan tambak di air payau, pembudidaya air lautmariculture, pembudidaya air tawar, tahapan produksi pembudaya pembenihan, pendederan, atau pembesaran. 2 Penyedia input produksi, yaitu mereka yang berada di subsistem hilir, seperti pengusaha pupuk, obat-obatan, pengusaha hatchery, dan pengusaha peralatan produksi. 3 Pengolah ikan, yaitu pelaku akuabisnis yang bergerak di usaha pengolahan produk dasar ikan, misalnya pengolah bakso, abon, nuget, sosis ikan dan sebagainya. 4 Pedagang atau distributor, yang berusaha dalam bisnis menjual produk akuakultur maupun hasil olahannya. Dalam rantai pemasaran, pelaku ini mulai dari pedagang pengumpul, pedagang besar, sampai eksportir maupun pengecer. 5 Pihak-pihak yang mendukung kegiatan akuakultur yang berperan sebagai faktor penunjang akuabisnis, seperti lembaga keuangan perbankan, koperasi, simpan pinjam dll, lembaga penyedia bibit dari pemerintah seperti dari Balai Pengembangan Budidaya Ikan dan Balai Benih Ikan BBI, raiser dan lain-lain. Budidaya perikanan adalah usaha pemeliharaan dan pengembang biakan ikan atau organisme air lainnya. Budidaya perikanan disebut juga sebagai budidaya perairan atau akuakultur mengingat organisme air yang dibudidayakan bukan hanya dari jenis ikan saja tetapi juga organisme air lain seperti kerang, udang maupun tumbuhan air. Istilah akuakultur yang diambil dari istilah dalam Bahasa Inggris Aquaculture. Berikut definisi akuakultur menurut beberapa sumber. 1 Akuakultur merupakan suatu proses pembiakan organisme perairan dari mulai proses produksi, penanganan hasil sampai pemasaran Wheaton 1977. 2 Akuakultur merupakan upaya produksi biota atau organisme perairan melalui penerapan teknik domestikasi membuat kondisi lingkungan yang mirip dengan habitat asli organisme yang dibudidayakan, penumbuhan hingga pengelolaan usaha yang berorientasi ekonomi Bardach, et al., 1972. 3 Akuakultur merupakan proses pengaturan dan perbaikan organisme akuatik untuk kepentingan konsums i manusia Webster’s Dictionary 1990. Menurut Edwards dan Demaine 1998, budidaya pada wilayah perairan ekuivalen dengan budidaya pada lahan darat. Pertanian secara umum termasuk di dalamnya budidaya ternak dan budidaya tanaman perkebunan, hortikultur maupun hutan, dalam hal ini akuakultur masuk ke dalam budidaya ternak udang, ikan, dan moluska. Pertanian dominan menggunakan air tawar, tetapi pada akuakultur selain menggunakan air tawar pada lahan daratan juga menggunakan air payau dan air laut pada area pesisir. Perbedaan utama antara perikanan budidaya akuakultur dengan perikanan tangkap adalah pada tujuan, proses produksi, dan sistem pemilikan usahanya. Akuakultur bertujuan untuk meningkatkan jumlah produksi dari organisme air yang berupa ikan, udang, moluska, dan tanaman air melalui intervensi serangkaian proses produksi mulai dari penyediaan benih, pemberian pakan, proteksi hama penyakit dan sebagainya. Pola pemilikan akuakultur bersifat perorangan maupun perusahaan, yang melakukan proses produksi tersebut. Namun demikian, juga ada yang dimiliki secara umum pada sumber daya publik common property resources tanpa atau dengan izin. Sebagaimana yang dinyatakan oleh FAO 1988: “Aquaculture is the farming of aquatic organisms, including fish, molluscs, crustaceans and aquatic plants. Farming implies some form of intervention in the rearing process to enhance production, such as regular stocking, feeding, protection from predators, etc. Farming also implies individual or corporate ownership of the stock being cultivated. For statistical purposes, aquatic organisms which are harvested by an individual or corporate body which has owned them throughout their rearing period contribute to aquaculture, while aquatic organisms which are exploitable by the public as a common property resources, with or without appropriate licences, are the harvest of fisheries.” Akuakultur memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan dengan sistem pertanian, seperti yang dinyatakan oleh Effendi 2004, yaitu: 1 Usaha dilakukan di lokasi perairan, baik di laut, sungai, waduk ataupun danau. 2 Organisme akuatik yang diproduksi mencakup banyak jenis, yaitu mencakup ikan finfish, udang crustacea, hewan bercangkang moluska, ekinodermata, dan alga. 3 Produk akuakultur bisa dalam beragam bentuk yaitu dalam bentuk hidup dan segar atau olahan dengan beragam jenis olahan, seperti sosis, burger, dan nugget ikan. 4 Terdapat banyak sistem akuakultur, paling tidak ada 13 jenis, yaitu kolam air tenang, kolam air deras, tambak, jaring apung, jaring tancap, karamba, kombongan, penculture, enclosure, longline, bak-tangki-akuarium, dan ranching melalui restocking. 5 Ruang lingkup akuakultur sangat luas, dilihat dari aspek kegiatan, spasial, sumber air, zonasi darat laut, dan posisi wadah produksi. Akuakultur merupakan suatu sistem produksi yang mencakup input produksi sarana dan prasarana produksi, produksi mulai dari persiapan sampai panen, dan out put produksi penanganan pascapanen dan pemasaran. Orientasi akuakultur adalah memperoleh keuntungan, sehingga akuakultur merupakan kegiatan bisnis akuakultur atau akuabisnis sebagai padanan agribisnis pada bidang pertanian Effendi dan Oktariza 2006. Menurut Den Ouden et al. Edwards dan Demaine 1998, karakteristik pasar dan proses produksi sektor perikanan adalah sebagai berikut: 1. Mudah rusak perishable dan tidak tahan lama shel-live 2. Kualitas dan kuantitas bersifat variatif, bergantung pada perbedaan turunan genetic differences, musim, iklim, pencemaran lingkungan, penanganan, pemeliharaan produk dan sebagainya. 3. Kecepatan proses produksi bervariasi bergantung pada industri pengolahan dan produksi akuakultur. 4. Terdapat perbedaan skala pada rantai pemasaran, sehingga dimungkinkan integrasi vertikal. 5. Input produksi bersifat komplementer, sehingga menyulitkan untuk merubah sejumlah penawaran amounts supplied 6. Permintaan dan konsumsi produk relatif konstan peningkatan konsumsi ikan dunia meningkat pelan 7. Peningkatan kesadaran konsumen akan pengaruh produk dan metode berproduksi pada kesehatan, keamanan, dan lingkungan 8. Kualitas produk bergantung pada ketepatan waktu panen. 9. Diperlukan investasi modal dan pengetahuan untuk menghasilkan kemandirian. Tipe dan skala akuakultur mengikuti perkembangan evolusi pertanian, karena keduanya merupakan suatu sitem yang terintegrasi, seperti halnya yang ada pada sebagian besar usaha akuakultur skala kecil di dunia. Menurut Lazard et al. Edwards dan Demaine 1998 dalam studinya di Sub-Sahara Afrika, terdapat empat tipe akuakultur berdasarkan tingkat komersialisasinya, yaitu: 1. Akuakultur yang bersifat subsisten subsistence aquaculture, pada level keluarga. 2. Akuakultur dengan tenaga manual yang terampil artisanal aquaculture, yang tujuan produksi untuk dipasarkan, tetapi dengan skala yang kecil. 3. Akuakultur terspesialisasi specialised aquaculture, dicirikan pada setiap tahapan rangkaian produksi dikerjakan oleh pembudidaya ikan yang berbeda. 4. Akuakultur skala industri industrial-scale aquaculture. Martinez Espinosa 1995 memperkenalkan dua tipe pengembangan akuakultur pedesaan, yaitu: 1. Tipe 1 akuakultur bagi “termiskin dari yang miskin” aquaculture for the “poorest of the poor” yang dicirikan dari biaya dan hasil yang sangat rendah, bersifat dasar subsisten alamiah atau barter dengan menjual sebagian kecil produksinya ke tetangga atau pasar lokal. Tipe ini ekuivalen dengan tipe l the family-level dari Lazard et al. 1991. 2. Tipe 2 akuakultur yang dikerjakan oleh mereka yang “kurang miskin”“less poor” dengan kondisi kehidupan pembudidaya ikan yang lebih baik, yang menjual sebagian besar produknya dengan memperhitungkan keuntungan ekonomi. Tipe ini sama dengan tipe arsanal dari Lazard et al. 1991. Kegiatan produksi akuakultur yang dilakukan pembudidaya ikan sebagai pelaku on farm, terdiri atas pembenihan, pendedaran dan pembesaran. Pembenihan adalah kegiatan pemeliharaan yang bertujuan untuk menghasilkan benih dan selanjutnya benih menjadi komponen input bagi kegiatan pembesaran. Pembesaran ikan adalah kegiatan pemeliharaan yang bertujuan untuk menghasilkan ikan konsumsi. Adapun pendederan adalah kegiatan pemeliharaan untuk menghasilkan benih yang siap ditebarkan di unit produksi pembesaran atau benih yang siap dijual. Kegiatan pendedaran ini muncul karena adakalanya benih yang dihasilkan oleh unit produksi pembenihan masih kecil sehingga belum siap ditebarkan dan dipelihara dalam unit pembesaran. Secara lebih rinci kegiatan produksi akuakultur on farm oleh Effendi 2004 dijelaskan sebagai berikut: 1. Pembenihan Pembenihan merupakan salah satu tahap kegiatan on farm yang sangat menentukan tahap kegiatan selanjutnya, yaitu pembesaran. Oleh karena itu, tahapan ini harus dilakukan secara cermat agar diperoleh hasil produksi yang memuaskan. Kegiatan pembenihan yang harus dikuasai oleh seorang pembudidaya pembenihan adalah sebagai berikut: a. Pemeliharaan induk atau pematangan gonad. Pemeliharaan induk bertujuan untuk menumbuhkan dan mematangkan gonad sel telur dan sperma ikan. Hal-hal yang perlu dikuasai oleh pembudidaya ikan dalam tahap ini ini antara lain: menciptakan lingkungan dan media hidup yang sesuai untuk ikan, pemberian pakan yang tepat dan teratur, penyiapan wadah induk, pencegahan dan penanggulangan hama penyakit, dan pemeriksaan kematangan gonad secara teratur. b. Pemijahan induk, yaitu proses pembuahan telur oleh sperma. Beberapa hal yang perlu dikuasai pembudidaya ikan dalam kegiatan ini adalah: menciptakan lingkungan yang mendorong ikan melakukan pemijahan, dan menyiapkan substrat pemijahan. c. Penetasan telur, yang bertujuan untuk mendapatkan larva. Kemampuan yang harus dimiliki oleh pembudidaya ikan dalam tahap ini adalah: dapat melakukan penetasan telur dengan memindahkan ke wadah pemijahan sesuai sifat telur yang menempel pada substrat atau mengapung dan mampu menciptakan lingkungan media hidup telur. d. Pemeliharaan larva dan benih. Pembudidaya ikan harus dengan cermat melakukan hal-hal sebagai berikut: mempersiapkan wadah pemeliharaan larva agar larva berkembang optimal, penebaran secara tepat, pemberian pakan sesuai dengan umur larva, pengelolaan air, penanggulangan hama penyakit, dan melakukan pemanenan secara tepat. 2. Pembesaran Pembesaran ikan merupakan kegiatan untuk menghasilkan ikan dalam ukuran konsumsi atau ukuran yang dikehendaki oleh pasar marketable size. Pasar umumnya menghendaki ketepatan jumlah, ukuran, mutu, dan harga tertentu. Pertumbuhan didorong secara maksimal dengan cara menyediakan lingkungan hidup yang optimal, pemberian pakan yang tepat mutu, jumlah, cara, dan waktu serta dengan pengendalian hama penyakit. Kegiatan-kegiatan yang dalam unit produksi pembesaran adalah: a. Persiapan wadah Persiapan wadah bertujuan untuk menyiapkan wadah pemeliharaan, untuk mendapatkan lingkungan yang optimal sehingga ikan dapat hidup dan tumbuh maksimal. Pada sistem akuakultur yang berbasis daratan, kegiatan yang dilakukan oleh pembudidaya ikan adalah: a pengeringan dan penjemuran dasar kolam atau tambak, b pengangkatan lumpur, c perbaikan pematang dan pintu air, d pengapuran, e pemupukan, f pengisian air, g pengendalian hama penyakit, dan h pengisian air lanjutan. b. Penebaran benih Penebaran benih bertujuan untuk menempatkan ikan dalam wadah kultur dengan padat penebaran tertentu. Dalam tahap ini hal-hal yang perlu dikuasai oleh pembudidaya ikan antara lain: 1 dapat memilih kualitas benih yang akan ditebarkan; 2 menebar benih sesuai dengan padat penebaran benih yang tepat; dan 3 melakukan aklimatisasi suhu sebelum benih ditebarkan. a. Pemberian pakan Pakan merupakan faktor penting dalam pembesaran ikan. Oleh karena itu, pembudidaya harus mampu memberikan pakan yang tepat jumlah, jenis, ukuran, frekwensi, dan waktu pemberian pakan. b. Pengelolaan air Pengelolaan air dalam akuakultur bertujuan menyediakan lingkungan yang optimal bagi ikan agar tetap hidup dan tumbuh maksimal. Prinsip pengelolaan air adalah memasukkan bahan yang bermanfaat seperti oksigen dan mengeluarkan bahan yang tidak bermanfaat feses CO2,NH3,NO2 ke luar sistem produksi. Hal- hal yang perlu dilakukan oleh pembudidaya dalam kegiatan ini antara lain: pengaturan suhu, cahaya, salinitas, dan sebagainya dalam wadah produksi. c. Pemberantasan hama penyakit Hama penyakit merupakan organisme dan mikroorganisme yang keberadaannya tidak dikehendaki karena bersifat kompetitor dan predator terhadap ikan kultur. Beberapa jenis hama penyakit antara lain: ikan, ular, burung, musang, bakteri cendawan dan virus. Kemampuan yang harus dimiliki oleh pembudidaya ikan dalam kegiatan ini adalah dapat melakukan cara pemberantasan, pencegahan, dan pengobatan hama penyakit pada ikan kultur secara tepat, sesuai dengan sifat masing-masing jenis hama penyakit yang menyerang. d. Pemantauan populasi dan pertumbuhan. Pemantauan ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang jumlah dan bobot rata-rata ikan kultur, kesehatan, dan nafsu makan ikan. Informasi ini dapat digunakan untuk menganalisis kondisi lingkungan dan mengantisipasi perbaikan lingkungan. Sampling merupakan salah satu cara untuk mengetahui informasi ini. e. Pemanenan Pemanenan merupakan kegiatan akhir dalam rantai produksi budidaya ikan. Ukuran panen beragam bergantung pada jenis komoditas yang dibudidayakan, tujuan akuakultur, lokasi, dan tujuan pemasaran. Ukuran panen untuk tujuan konsumsi akan berbeda untuk kolam pemancingan ataupun bahan baku fillet. Demikian juga ukuran di lokasi Jawa akan berbeda dengan luar Jawa yang umumnya selera konsumen di Jawa menghendaki ukuran yang lebih kecil, dan ukuran untuk tujuan pasar ekspor umumnya juga menginginkan ukuran yang lebih besar di bandingkan pasar domestik. Pembudidaya ikan perlu mengetahui informasi ukuran ikan yang dikehendaki oleh konsumen, sehingga ikan yang diproduksi dapat terserap pasar. Informasi preferensi konsumen ini juga bermanfaat bagi pembudidaya ikan dalam merencanakan produksi. f. Pendederan Pendederan adalah kegiatan pemeliharaan untuk menghasilkan benih yang siap ditebarkan di unit produksi pembesaran atau benih yang siap dijual. Tahapan kegiatan pendederan hampir mirip dengan kegiatan pembesaran seperti telah diuraikan di atas. Adapun berdasarkan ukuran ikan yang diproduksi, pendederan ikan seringkali terdiri dari beberapa stadia, yaitu pendederan I, pendederan II dan selanjutnya. Ikan kultur yang didederkan berada pada pertumbuhan yang cepat secara eksponensial. Oleh karenanya, pembudidaya ikan perlu melakukan upaya penjarangan dan pemindahan ikan dari tempat semula yang terasa sempit karena tercapainya carrying capacity. Pengembangan Kawasan Minapolitan Sejak berdirinya Departemen Kelautan dan Perikanan pada pemerintahan orde reformasi presiden Abdurrahman Wahid, Kegiatan pembangunan sumber daya perikanan terus dikembangkan. Pembangunan perikanan awalnya lebih diutamakan pada pengembangan sumber daya peisir dan laut, tetapi semakin tingginya kebutuhan dan minat masyarakat dan perdagangan dunia terhadap protein terhadap ikan, menjadikan perikanan darat atau budidaya perikanan dalam kolam semakin dikembangkan. Pada tahun 2010, diterbitkan peraturan Menteri Kelautan Perikanan dalam upaya percepatan pengembangan sumber daya perikanan dan segala aspeknya, dicanangkan program pengembangan kawasan minapolitan, sebagai sentra perikanan yang dapat diandalkan. Mempertimbangkan perubahan lingkungan strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional dan pembangunan kelautan dan perikanan sejak tahun 2010 sampai tahun 2012, diperlukan langkah-langkah terobosan yang bukan merupakan upaya terpisah dari kebijakan lain atau kebijakan sebelumnya, tetapi merupakan upaya terintegrasi yang saling memperkuat dalam rangka percepatan pembangunan kelautan dan perikanan, terutama untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kelautan dan perikanan. Untuk itu, KKP akan mengembangkan industrialisasi kelautan dan perikanan yang akan dimulai sejak tahun 2012, dengan tujuan untuk meningkatkan kontribusi sektor kelautan dan perikanan terhadap pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Melalui industrialisasi, para pelaku usaha perikanan mulai dari nelayan, pembudidaya ikan, serta pengolah dan pemasar hasil perikanan diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, nilai tambah dan daya saing, sekaligus membangun sistem produksi yang modern dan teritegrasi dari hulu sampai ke hilir. Dengan demikian, indusrialisasi perikanan diharapkan mampu mengokohkan struktur usaha perikanan nasional, yang membawa multiplier effect sebagai prime mover perekonomian nasional. Minapolitan adalah konsepsi pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan berbasis kawasan berdasarkan prinsip-prinsip terintegrasi, efisiensi, berkualitas dan percepatan. Kawasan Minapolitan adalah suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, danatau kegiatan pendukung lainnya. Sesuai dengan KEP.35MEN2013 telah ditetapkan 179 KabupatenKota di Indonesia dan 202 Lokasi sebagai kawasan Minapolitan yang terdiri dari 145 kawasan berbasis Perikanan Budidaya Perikanan dan 57 kawasan berbasis Perikanan Tangkap. Kawasan tersebut diprioritaskan mendapat dukungan kegiatan dan anggaran sebagai stimulus bagi Pemerintah Daerah dan dunia usaha. Sejak terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2010 tentang Minapolitan telah dilakukan berbagai upaya untuk mengimplementasikan konsep Minapolitan dengan baik, diantaranya dengan melakukan rapat koordinasi di lingkup KKP, Pemerintah daerah, lintas KementerianLembaga KL, masyarakat dan swasta. Koordinasi ini dimaksudkan untuk mensinkronkan kebijakan antara pusat KL terkait dan daerah terutama kesiapan daerah untuk mensukseskan Minapolitan. Dalam perkembangannya, konsep pengembangan kawasan Minapolitan telah diintergrasikan dengan kegiatan-kegiatan industrialisasi kelautan dan perikanan dengan pendekatan Blue Economy dalam rangka pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan. Pendamping Masyarakat Berbagai perbedaan muncul dalam istilah pendampingan khususnya dalam kegiatan pengembangan masyarakat, proses kemunculan istilah ini merupakan kritik terhadap cara kerja para petugas penyuluhan extension worker yang semata-mata hanya melakukan kegiatan penyampaian informasi dan teknologi kepada masyarakat. Dari kritik terhadap penyuluhan konvensional seperti ini berkembang istilah petugas penyuluh lapanganPPL extension field worker dengan maksud untuk memberi arti yang lebih luas dari sekedar penyuluhan, tetapi juga diserta pendampingan sosial misalnya: pendampingan dan pembentukan organisasi seperti kelompok tani. Istilah petugas penyuluh lapanganPPL saat ini digunakan pemerintah untuk petugas yang bekerja sebagai penyuluhan pertanian. Pada prakteknya, PPL pemerintah ini hanya melakukan kegiatan penyuluhan saja. Sementara, di kalangan LSM lebih berkembang penggunaan istilah petugas lapanganPL field worker yang tugasnya jauh lebih luas dari hanya sekedar melakukan penyuluhan teknis saja. Sejalan dengan perkembangan wacana mengenai metodologipendekatan program, istilah petugas lapangan PL juga menjadi lebih bervariasi. PL seringkali disebut sebagai pendamping masyarakat atau petugas yang menjalankan sejumlah pekerjaan pengembangan masyarakat. PL juga seringkali disebut fasilitator masyarakat community facilitatorCF karena tugasnya lebih sebagai pendorong, penggerak, katalisator, motivator masyarakat, sementara pelaku dan pengelola kegiatan adalah masyarakat sendiri. Pendampingan adalah pekerjaan yang dilakukan oleh petugas lapangan atau fasilitator atau pendamping masyarakat dalam berbagai kegiatan program. Pada prakteknya, di kalangan LSM Community Development, pendampingan lebih banyak ditujukan untuk pengembangan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin meskipun disertai penguatan organisasi dan kepemimpinan lokal Djohani, 2012. Pendampingan yang dilaksanakan oleh PLCF meliputi banyak jenis kegiatan. Kegiatan teknis program, seringkali menjadi kegiatan utama seorang PPL, disertai dengan kegiatan-kegiatan lainnya seperti pengelolaan program mulai dari perencanaan sampai monev, pengembangan organisasi masyarakat baik berupa kelompok tani, KUB, sampai ke pengembangan jaringan seperti forum petani atau jaringan pemasaran, yang disertai juga dengan pelatihan kepemimpinan lokal agar mereka bisa mengelola organisasi-organisasi tersebut dengan baik. Djohani 2012. Kartasasmita 1997 menyatakan bahwa pentingnya tenaga pendamping adalah karena penduduk miskin pada umumnya mempunyai keterbatasan dalam mengembangkan diri. Oleh karena itu diperlukan pendamping untuk membimbing mereka dalam upaya memperbaiki kesejahteraannya. Pendampingan ini dalam konsep pemberdayaan sangat esensial, dan fungsinya menyertai proses pembentukan dan penyelenggaraan kelompok masyarakat sebagai fasilitator, komunikator, ataupun dinamisator serta membantu mencari cara pemecahan masalah yang tidak dapat dilakukan olen masayarakat sendiri. Tenaga pendamping menurut Tilden Jamasy 2004, setidaknya harus mempunyai empat sifat, yakni: 1 harus trampil dalam menyesaikan masalah problem solving, 2 harus peduli dan punya keberpihakan kepada masyarakat yang diberdayakan sence of community, 3 harus mempunyai visi sense of mission , dan 4 harus jujur kepada diri sendiri dan kepada orang lain honesty with others and with self . Wrenn Buwaethy 2008 mengemukakan bahwa ada berapa aspek yang harus diperhatikan seorang pendamping dalam melaksanakan tugasnya yaitu: 1 pelaksanaan pendampingan agar didasarkan pada anggapan bahwa sasaran tugas adalah pribadi-pribadi yang berbeda dalam segala hal, 2 pendampingan hendaknya memandang dan beranggapan bahwa klien adalah sebagai pribadi utuh yang dalam pembentukannya lebih banyak terpengaruh oleh lingkungan masyarakatnya, 3 dalam pelaksanaan tugasnya pendampingan hendaknya berpandangan bahwa klien harus dilayani dengan sikap menghargai kenyataan pribadinya, 4 pendampingan hendaknya menerima klien sesuai kenyataannya tanpa menuntut mereka agar harus mempunyai pandangan yang sama dengan pendampingan itu sendiri, dan 5 pendampingan hendaknya dapat membawa klien kepada sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan masa sekarang dan yang akan datang. Karsidi 2002 mengungkapkan bahwa dalam pemberdayaan, seorang pendamping harus mampu belajar dari masyarakat; pendamping adalah fasilitator, bukan guru dan tidak menggurui; saling belajar, saling berbagi pengalaman mengandung makna pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan tradisional masyarakat adanya pengakuan. Menurut Suriatna 1987, dalam pelaksanaan proses pendampingan, prinsipnya adalah: 1 klien tidak merasa digurui- menggurui, 2 ketika ditanya dan menjawab, seorang pendampingan tidak harus bersikap sebagai ahli, dalam artian tidak menjadi ”ahli,” 3 tidak memutus pembicaraan ketika klien bertanya, 4 libatkan semua peserta klien dalam diskusi tidak berdebat hanya satu arah, dan 5 tidak diskriminatif. Menurut Asngari 2001, pendamping “sebagai agen pembaharuan dapat berperan sebagai juru penerang pemberi informasi, guru, penasihat, pembimbing, konsultan dan pengarah dalam kaitan dengan bisnis klien baik bisnis on farm maupun bisnis off farm serta wawasan pembaharuan dan modernisasi. Lebih lanjut tentang falsafah pentingnya individu, Asngari menjelaskan bahwa sebagai “agen pembaharuan, seorang pendamping harus menempatkan SDM klien sebagai pemain atau aktoraktris yang aktif bagi pengembangan dan perkembangan dirinya sendiri. Demikian juga dalam falsafah kerjasama. Antara agen pembaharuanpendampingan dan sumber daya klien harus terjalin kerjasama dalam kegiatan pendampingan.” Tinjauan Beberapa Hasil Penelitian Sebelumnya Beberapa kajian tentang model komunikasi, jaringan komunikasi dan pemberdayaan masyarakat petani telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti dari berbagai sudut pandang keilmuan. Peran dan struktur jaringan komunikasi merupakan salah satu bidang yang menjadi perhatian kalangan ahli komunikasi, karena jaringan komunikasi memiliki pola dan bentuk yang dapat menggambarkan keberadaan individu dan sifat jaringan yang terbentuk dalam interaksi komunikasi yang terjadi. Selain itu, untuk mengembangkan jaringan komunikasi pada satu masyarakat tertentu juga dibutuhkan strategi tersendiri yang berbeda dengan jaringan komunikasi di masyarakat lain. Hal ini terkait dengan sifat dan struktur jaringan komunikasi dalam kelompok tersebut, serta perannya dalam masyarakat secara keseluruhan. Dalam jaringan komunikasi, peranan individual yang berada di dalamnya berbeda-beda, tergantung kepada posisi dan wewenangnya dalam kelompok tersebut. Karateristik individu dan jaringan komunikasi Penelitian saleh 1988 menyatakan bahwa terdapat hubungan nyata tidak langsung antara karakteristik personal dengan peran komunikasi peternak dalam jaringan komunikasi sapi potong. Pendidikan formal memiliki tujuh model jalur yang menunjukkan kebermaknaan nyata tidak langsung sampai ke peran komunikasi peternak dalam jaringan komunikasi sapi potong. Selanjutnya Djamali 1999 menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara karakteristik individu dengan keikutsertaan dalam jaringan komunikasi agribisnis sarang burung walet. Kecenderungan yang terjadi pada seorang pewalet bahwa semakin muda, semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pengalaman maka seorang pewalet cenderung ikut serta dalam jaringan komunikasi. Disamping itu terpaan media memperlihatkan ada hubungan yang dengan keikutsertaan individu dalam jaringan komunikasi. Hasil penelitian Aziz 2002 juga menyatakan bahwa profil petani yakni umur, pendapatan, luas lahan yang dimiliki, jumlah tanggungan keluarga, partisipasi dalam kelompok dan jarak ke sumber informasi berhubungan dengan upaya memperoleh informasi melalui saluran komunikasi interpersonal maupun media massa. Senada dengan Zulkarnain 2002 yang menyatakan bahwa karakteristik individu akan sangat menentukan atau mempengaruhi perilaku komunikasinya yang ditampilkan melalui pola pikir, pola sikap dan pola tindak terhadap lingkungannya. Selanjutnya, Rangkuti 2009 dalam hasil penelitiannya menjelaskan bahwa terdapat pengaruh nyata antara karakteristik petani terhadap jaringan komunikasi dalam proses adopsi inovasi traktor tangan. Peran para tokoh masyarakat di pedesaan seperti kepala desa dan ketua kelompok tani masih mendominasi struktur jaringan komunikasi petani dalam proses adopsi inovasi traktor tangan untuk mengolah lahan sawah petani. Cindoswari 2012 juga mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa karakteristik individu berhubungan nyata dengan jaringan komunikasi petani dalam penerapan teknologi produksi ubikayu. Dalam penelitian tersebut karakteristik individu yang dikaji dibatasi pada umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, pengalaman bergabung dalam kelompok, dan tingkat kekosmopilitan. Jaringan komunikasi dan perannya dalam pemberdayaan Di dalam pembangunan negara-negara berkembang yang sebagian besar masyarakatnya adalah masyarakat pertanian termasuk di dalamnya adalah sektor perikanan, diperlukan paradigma pembangunan baru yang memperhatikan beberapa hal, diantaranya adalah pemerataan penyebaran informasi dan keuntungan sosial ekonomi Rogers 1976. Hal ini sesuai dengan Undang- Undang Nomor 12 1992 Tentang Sistem Budidaya Pertanian Bab VI Pasal 57 ayat 2, bahwa Pemerintah berkewajiban memberikan pelayanan informasi yang mendukung pengembangan budidaya tanaman serta mendorong dan membina peran serta masyarakat dalam pemberian pelayanan Depdagri 1992. Kaitan dengan hal tersebut, maka pemerintah selaku penyelenggara negara memiliki tanggung jawab untuk membuka akses informasi dan inovasi teknologi terhadap warga negaranya, termasuk dalam hal ini adalah masyarakat pembudidaya ikan. Di dalam Pidato Presiden pada Pencanangan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan RPPK di Jatiluhur pada tanggal 11 Juni 2005, menyebutkan bahwa beberapa kebijakan yang langsung terkait dengan sektor pertanian dan dalam kewena- ngan atau memerlukan masukan dari Departemen Pertanian, adalah butir f kebijakan dalam meningkatkan inovasi dan diseminasi teknologi tepat guna diarahkan untuk percepatan proses dan perluasan jaringan diseminasi dan penjaringan umpan balik inovasi pertanian Sekneg RI 2005. Astrid 1983 menjelaskan pendekatan yang dapat dilakukan dalam membuka akses informasi dalam rangka percepatan diseminasi tersebut adalah dengan pemberdayaan komunikasi massa melalui media massa, seperti media televisi dan radio. Media radio sebagai perangkat komunikasi massa pada dekade 1970-1980 telah terbukti dapat menjadi salah satu ujung tombak dalam mendukung pembangunan pertanian di Indonesia dengan berfungsinya Kelompencapir kelompok pendengar, pembaca dan pemirsa yang berperan kuat dalam menyampaikan informasi pertanian. Todo et al, 2011 dalam penelitiannya tentang pengaruh geografi dan jaringan sosial terhadap difusi dan adopsi teknologi pertanian di pedesaan Ethiopia menyatakan bahwa aspek geografis mempengaruhi pembentukan jaringan sosial. Jarak pusat penyuluhan pertanian terdekat berpengaruh negatif pada pengetahuan dan frekuensi bertemunya dengan agen informasi. Rumah- rumah yang berkelompok memiliki pengaruh positif pada luasnya jaringan sosial dengan kerabat dan teman-teman. Jaringan sosial sering didasarkan pada promosi aliran pengetahuan, pertemuan dengan penyuluh meningkatkan aliran pengetahuan dan sebaliknya jaringan komunikasi tidak akan terbentuk tanpa ada pertemuan, hal ini menunjukan pentingnya tatap muka dalam difusi pengetahuan. Selanjutnya Todo et al 2011 juga menjelaskan bahwa beberapa aspek lain seperti agama dan etnis adalah aspek penting terbentuknya jaringan sosial di dalam masyarakat. Hasil penelitian Oleas et al. 2010 menyatakan bahwa anggota komunitas mengakui pentingnya pendapat seorang pemuka pendapat opinion leader dalam difusi inovasi untuk adopsi pertanian. Pemuka pendapat opinion leader memainkan peranan kunci untuk mengevaluasi inovasi, menjaga komunikasi antar jaringan, memfasilitasi kesempatan untuk mendapatkan proyek pertanian, pelatihan dan menciptakan serta mempertahankan hubungan dengan organisasi eksternal. Pemimpin opini opinion leader diidentifikasi sebagai sumber informasi dan inovasi untuk anggota komunitas dan pemimpin opini sangat terlibat aktif dalam mengevaluasi hasil-hasil inovasi yang diterapkan dalam komunitasnya, mempertimbangkan apakah inovasi tersebut sesuai bagi rekan- rekannya dan juga mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan yang sangat mempengaruhi proses keputusan mereka. Hanan et al. 2005 dari hasil penelitiannya menyatakan bahwa karakteristik dari para pemimpin opini sehingga menjadi sumber informasi dan pendapat bagi pengikutnya antara lain: 1. Para pemimpin opini merupakan penduduk asli, dengan demikian hubungan emosional dan sosial antara pemimpin opini dengan pengikut relatif dekat. 2. Para pemimpin opini sebagai pedagang dan pemasok sara produksi bagi para pengikutnya, sehingga secara bisnis memiliki keterikatan hubungan. 3. Para pemimpin opini sebagai pembeli hasil produksi, dalam arti menjamin pemasaran hasil dari para pengikutnya, sehingga pengikut memiliki keterikatan pemasaran. 4. Para pemimpin opini diakui oleh pengikutnya memiliki tingkat kejujuran dalam kegiatan usaha, serta terbuka terhadap informasi. Dalam pembangunan pertanian, Rogers 2003 mengungkapkan bahwa peranan inovator akan sangat berpengaruh dalam terjadinya difusi dan adopsi suatu inovasi teknologi pertanian. Inovator dapat berupa personal tokoh masyarakat ataupun lembaga adat yang riil hidup di tengah masyarakat seperti misalnya dewan adat dan tokoh masyarakat. Pada masyarakat pembudidaya ikan yang ada di Desa Koto Mesjid, meskipun sebutan bagi tetua atau tokoh masyarakat ataupun tokoh adat berbeda-beda, namun memiliki peran yang sama yaitu sebagai panutan yang diikuti oleh masyarakat di wilayahnya. Tokoh adat dan tokoh masyarakat merupakan pemimpin dalam komunitasnya, dan memiliki otoritas dalam berbagai bidang sekaligus. Oleh sebab itu peran tokoh adat dan tokoh masyarakat tersebut dapat dijadikan pintu masuk akses, penghubung atau liaison person antara komunitasnya dan luar komunitasnya dalam penyampaian informasi dan inovasi teknologi. Fungsi liaison tersebut menjadi penting karena dapat menyampaikan dan menerima inovasi teknologi pertanian atau prikanan dari atau kepada komunitasnya. Selain itu, peran tokoh adat sebagai panutan dan pemimpin dalam komunitasnya akan dipercaya untuk menyampaikan informasi dari komunitasnya ke luar komunitasnya, dan sebaliknya untuk menyampaikan inovasi dari luar komunitasnya ke dalam komunitasnya sendiri. Mahmud 2007 dalam kajiannya bertujuan untuk memberdayakan masyarakat dalam hal penyediaan sarana pedesaan menjelaskan bahwa struktur model hipotetik terbukti dapat diterapkan secara signifikan pada model komunikasi penyediaan prasarana perdesaan non keagamaan sebagai model eksperimen dan model komunikasi penyediaan sarana prasarana keagamaan sebagai model kontrol, sebagian besar kegiatan komunikasi pada semua tahapan yang dilakukan oleh pemerintah dalam komunikasi penyediaan prasarana perdesaan non keagamaan masih menjadi prioritas utama pengembangan model, sebab komponen-komponen kegiatan tersebut pada model kontrol termasuk penting, namun kenyataan penerapaan pada model eksperimen rendah. Hanya dua kegiatan yang kinerjanya sudah relatif baik, yaitu sosialisasi diseminasi dan penggerakan swadaya gotong-royong. Kifli 2007 dalam hasil penelitiannya juga menjelaskan kelompencapir dan media radio telah terbukti positif dapat diberdayakan kembali dengan memanfaatkan dalam menyampaikan informasi inovasi teknologi pertanian yang bersifat dua arah two way communication dan interaktif. juga menjelaskan selain media radio, saat ini media televisi bukan lagi merupakan barang mewah. Strategi komunikasi dalam pemberdayaan Hasil penelitian Kifli 2007 dari hasil penelitiannya tentang, pemberdayaan komunitas dayak menjelaskan bahwa strategi komunikasi yang perlu dikembangkan dalam pemberdayaan tokoh adat sebagai liaison person tersebut adalah berupa pemberdayaan komunikasi kelompok komunitasnya. Komunikasi kelompok yang dapat dikembangkan yaitu berupa pemberdayaan pertemuan kelompok dalam komunitasnya dengan mengembangkan pola penyampaian pendapat secara partisipatif oleh seluruh anggota pertemuan. Pertemuan adat tersebut dapat berupa pesta adat, upacara adat atau pertemuan adat yang bersifat rutin maupun temporer. Melalui pertemuan adat yang dipandu oleh tokoh adat yang berpengaruh dalam komunitasnya, maka dapat disampaikan dan di bicarakan berbagai hal di luar permasalahan adat. Dengan demikian diharapkan akan dicapai pemahaman bersama tentang suatu hal atau masalah di dalam anggota komunitas tersebut. Agar keputusan-keputusan yang dihasilkan merupakan kesepakatan bersama seluruh komponen komunitas, maka pertemuan-pertemuan tersebut harus berlangsung dalam suasana yang partisipatif. Noor 2008 dalam hasil penelitiannya tentang strategi komunikasi pembangunan masyarakat pusat perikanan menjelaskan bahwa untuk membangun pedesaan khususnya masyarakat nelayan diperlukan pendekatan model partisipatif dan prinsip keterpaduan. Pendekatan partisipatif ini melalui upaya menggerakkan bentuk-bentuk organisasi kelompok paling dasar bersamaan dengan peransertanya untuk membangun diri dan lingkungannya. Prinsip keterpaduan bermakna vertikal dan horizontal. Keterpaduan vertikal terkait dengan rantai produksi perikanan dari segi pengelolaan sumber, penangkapan, pengolahan, pemasaran, termasuk pembuatan kapal dan bengkel. Keterpaduan horizontal dalam kaitannya dengan pengerahan sumber di luar perikanan yang menunjang seperti PAM, listrik, pasar, kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Selanjutnya Rangkuti 2009a dalam kajiannya tentang strategi komunikasi membangun kemandirian pangan menjelaskan untuk memberdayakan petani di pedesaan diperlukan strategi pengembangan model komunikasi organisasi koperasi dengan kelengkapan seperangkat elemen pendukung yang dikemas dalam suatu program terpadu agar seluruh stakeholder dapat berperan melalui suatu jaringan komunikasi informasi yang efektif dan efisien. Hasil Penelitian Masruroh 2010 tentang model komunikasi pembangunan dalam mensosialisasikan peraturan desa dengan melakukan studi kasus di Desa Sidomukti Kecamatan Plaosan Kabupaten Magetan Jawa Timur menjelaskan terdapat tiga persoalan yang dikaji dalam penelitian yaitu: 1 apa yang melatar belakangi perdes wajarwamati; 2 bagaimana proses komunikasi pembangunan yang digunakan dalam mensosialisasikan peraturan desa, 3 faktor- faktor apa saja yang menunjang terlaksananya perdes wajarwamati. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa: 1 latar belakang dari perdes dikarenakan banyaknya anak-anak yang melihat televisi disaat belajar sehingga terbentuk pola ketergantungan dalam diri mereka; 2 model komunikasi yang digunakan dalam mensosialisasikan peraturan desa adalah model komunikasi satu arah, model komunikasi dua arah dan model komunikasi Westley dan Maclean dimana seluruh model tersebut dapat disimpulkan menjadi model komunikasi banyak tahap, adapun bentuk komunikasi yang digunakan ada 2 yaitu komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok, yang sifatnya adalah persuasif; dan yang 3 faktor yang mendukung terlaksananya peraturan desa ada tiga faktor yaitu, a peran dari pemerintah desa, b partisipasi masyarakat, c faktor prestasi meningkat. Terbentuknya jaringan komunikasi sosial Coyle dan Vaughn 2008 menyatakan bahwa jaringan sosial dan kebutuhan berkomunikasi adalah kondisi manusia yang universal. Sebuah asumsi umum menyatakan bahwa teknologi komunikasi membantu meningkatkan dan memperkuat ikatan sosial. Keberadaan situs jejaring sosial digunakan untuk mempertahankan jaringan yang sudah ada dan mampu membangun hubungan sosial. Situs lebih lanjut bisa mengubah jaringan sosial dan mungkin memberikan sesuatu yang ekstra yang diperlukan untuk revolusi komunikasi. kemampuan secara individu dan dalam kelompok akan mengubah komunikasi sosial yang lebih radikal. Valente dan Foreman 1998 dalam penelitian menunjukkan, bahwa integrasi berkorelasi dengan sentralitas lokal dan radiality, juga berkorelasi dengan sentralitas global. Korelasi ini disebabkan formula perhitungan komputasi didasarkan pada hubungan langsung. Integrasi dan radiality merupakan cara yang lebih baik melihat keterhubungan dan keterjangkauan, karena menghubungkan node ke jaringan secara keseluruhan. Gomes et al. 2003 menyatakan bahwa pengukuruan sentralitas pada sebuah keluarga berdasarkan pada konsep game teori, sebagai suatu jaringan sosial. Hal ini direfleksikan sebagai pendukung terjadinya interaksi antar individu dalam suatu jaringan permainan bersama yang terbentuk dari fungsi karateristik individu ada di dalamnya. Selanjutnya, Opsahl 2013 menyatakan bahwa sebagian besar tindakan jaringan didefinisikan untuk jaringan satu-mode, sedangkan jaringan dua modus sering diproyeksikan untuk dianalisis ke jaringan satu-modus. Sejumlah isu muncul dalam proses transformasi ini, terutama ketika menganalisis hubungan antara kontak node. proyeksi jaringan acak dua mode, menyimpang dari nilai-nilai yang diharapkan dalam jaringan kalsik satu-modus. Proyeksi jaringan dua modus memiliki, tingkat clustering yang tinggi. Cindoswari 2012 juga menyatakan bahwa struktur jaringan komunikasi diantara petani ubi kayu di Desa Suko Binangun terbentuk berdasarkan kedekatan tempat tinggal antar anggotanya. Struktur jaringan komunikasi mengenai informasi bibit, pupuk dan panen merupakan radial personal network menyebar sedangkan struktur jaringan komunikasi mengenai informasi hama dan penyakit merupakan interlock personal network memusat. Ciri yang melekat pada petani ubi kayu yang berperan sebagai star umumnya orang-orang yang memiliki derajat keterhubungan yang paling tinggi dengan individu lainnya. Kecenderungan petani ubi kayu untuk berkomunikasi dengan star didasarkan pada pertimbangan kedekatan jarak tempat tinggal, kepercayaan dan kenyamanan dalam berkomunikasi. Penelitian Ellyta 2006 menyatakan bahwa faktor internal yaitu pendidikan dan luas lahan berhubungan nyata dengan jaringan komunikasi sedangkan pengalaman berusahatani berhubungan sangat nyata dengan jaringan komunikasi. Selanjutnya Nolker 2011 menyatakan struktur komunikasi pada dasarnya merupakan serangkaian cara pengukuran terhadap berbagai sifat jaringan, diantara indikator yang paling sering digunakan adalah sentralitas dan kebersamaan betweeness. John et al. 2012 dalam penelitiannya memberikan contoh penggunakan jaringan komunikasi sosial di kalangan remaja. Jaringan komunikasi berbentuk matriks yang berisi informasi tentang hubungan sosial serta jarak fisik. Menguji skema pembobotan yang berbeda untuk jarak sosial dan fisik. Membandingkan hasil lingkungan untuk mereka yang menggunakan batas sensus. Jaringan komunikasi dan perubahan penghidupan dan pola pikir Hasil penelitian Halim 2013 menyatakan bahwa jaringan komunikasi sentralitas dan kebersamaan memiliki hubungan nyata dengan kegiatan produksi peternakan dalam hal penerapan higien dan sanitasi pemerahan. Wiganda 2010 melalui hasil penelitiannya menjelaskan, bahwa perbaikan mata pencaharian livelihood dan pola pikir mindset petani dalam bisnis pertanian berkembang melalui intervensi perubahan taraf penghidupan dan pola pikir petani di Kabupaten Banjar, Jawa Barat terutama pada peningkatan pendapatan dan modal kelompok. Sun et al. 2012 menyatakan bahwa pemberdayaan struktural sebagian dimediasi melalui jaringan atau hubungan antara kepemimpinan transformasional dan pemberdayaan psikologis. Pemberdayaan psikologis sepenuhnya dimediasi oleh jaringan atau hubungan antara pemberdayaan struktural dan kreativitas. Pemberdayaan memperlihatkan terjadinya perubahan pada beberapa aspek kehidupan, sikap, perilaku dan pola pikir. Sobels 2001 menyatakan bahwa, konsep modal sosial menjelaskan, tentang keberhasilan dari jaringan sosial. peluang yang diciptakan untuk partisipasi dan pembelajaran bersama, melakukan kerja dilahan ekstensif, meningkatkan struktur komunikasi, mengadopsi praktik manajemen profesional dan meningkatkan pengetahuan anggota. Elemen-elemen kunci dari modal sosial yang penting dalam mencapai hasil ini adalah kepercayaan, norma, harapan timbal balik dan jaringan komunikasi. Pemberdayaan bertindak sebagai jembatan yang menghubungkan modal sosial dengan faktor-faktor lain yang berkontribusi terhadap hasil jaringan. Untuk mengetahui lebih rinci mengenai deskripsi tinjauan beberapa penelitian yang telah dilakukan tersebut, maka disusun ke dalam tabel yang dijelaskan sebagai berikut: Tabel 1. Matriks tinjauan beberapa penelitian terdahulu No Nama Peneliti Metode Hasil Saran 1. Rangkuti PA. 2009b. Analisis Peran Jaringan Komunikasi Petani dalam Adopsi Inovasi Traktor Tangan di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Jurnal Agro Ekonomi Volume 27 No. 1. hal 45-60 Kuantitatif, analisis sosiogram Karakteristik petani mempunyai pengaruh nyata terhadap jaringan komunikasi dalam proses adopsi inovasi traktor tangan. Peran tokoh-tokoh masyarakat di perdesaan seperti kepala desa dan ketua kelompok tani masih mendominasi struktur jaringan komunikasi petani dalam proses adopsi inovasi traktor tangan untuk mengolah lahan sawah petani. Perlu peningkatan peran tokoh formal dan informal dengan mengedepanka n komunikasi konvergen 2. Saleh A. 1988. Hubungan Beberapa Karakteristik dan Perilaku Komunikasi Pemuka-pemuka Tani dalam Diseminasi Teknologi Model Farm di Daerah Aliran Sungai DAS Citanduy Ciamis Jawa Barat . Bogor: Tesis. IPB. Kuantitatif, analisis sosiogram Ada hubungan nyata tidak langsung antara karakteristik personal dengan peran komunikasi peternak dalam jaringan komunikasi sapi potong. Pendidikan formal memiliki tujuh model jalur yang menunjukkan kebermaknaan nyata tidak langsung sampai ke peran komunikasi peternak dalam jaringan komunikasi sapi potong. Perlu penyusunan strategi atau perencanaan komunikasi penyuluhan sapi potong yang berbeda 3. Valente TW and Foreman RK. 1998. Integration and Radiality: Measuring the Extent of an Individuals Connectedness and Reachability in a Network . Social Networks 20, 89-109 Kuantitatif, sosiogram analisis Hasil penelitian menunjukkan bahwa integrasi berkorelasi dengan centralitas lokal dan radiality berkorelasi dengan centralitas global. Korelasi ini disebabkan formula komputasi didasarkan pada hubungan langsung. Integrasi dan radiality cara yang lebih baik melihat keterhubungan dan reachability, karena menghubungkan node ke jaringan secara keseluruhan. Diharapkan pengenalan metode baru dan kesiapan peneliti untuk mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana individu dan keterpaduan serta keterbukaan mempengaruhi perilaku 4. Todo Yasuyuki et al. 2011. Effects of Geography and Sosial Networks on Diffusion and Adoption of Agricultural Technology: Evidence from Rural Ethiopia . Department of International Studies, The University of Tokyo. Paper konferensi international sains terapan daerah, FASIDGRIP dan Kyoto University. Feb 2011. hal 1-28 Kuantitatif Aspek geografis mempengaruhi pembentukan jaringan sosial. Jarak pusat penyuluhan pertanian terdekat berpengaruh negatif pada pengetahuan dan frekuensi bertemunya dengan agen informasi. Jaringan sosial sering didasarkan pada promosi aliran pengetahuan, pertemuan dengan penyuluh meningkatkan aliran pengetahuan dan sebaliknya jaringan komunikasi tidak akan terbentuk tanpa ada pertemuan, hal ini menunjukan pentingnya tatap muka dalam difusi pengetahuan. Beberapa aspek lain seperti agama dan etnis adalah aspek penting terbentuknya jaringan sosial di dalam masyarakat yang perlu mendapat perhatian. Sambungan Matrik Tinjauan hasil penelitian terdahulu No Nama Peneliti Metode Hasil Saran 5. Coyle CL and Vaughn H. 2008. Social networking: Communication revolution or evolution?. Bell Labs Technical Journal . 132:13 –18. doi: 10.1002bltj.20298 Survei Kuantitatif Jaringan sosial dan kebutuhan berkomunikasi adalah kondisi manusia yang universal. Sebuah asumsi umum adalah bahwa teknologi komunikasi membantu meningkatkan dan memperkuat ikatan sosial. Situs jejaring sosial yang digunakan untuk mempertahankan jaringan yang sudah ada dan hubungan sosial. Situs lebih lanjut bisa mengubah jaringan sosial dan mungkin memberikan sesuatu yang ekstra yang diperlukan untuk revolusi komunikasi. kemampuan secara individu dan dalam kelompok akan mengubah komunikasi sosial yang lebih radikal. Dibutuhkan keterampilan menggunakan situs jejaring sosial untuk mempublikasik an kehidupan seseorang an kelompok. 6.  Gomez Daniel, et al .2003. Centrality and power in social networks: a game theoretic approach.  Kuantitatif, Exponenti al random graph model and the game A new family of centrality measures, based on game theoretical concepts, is proposed for social networks. To reflect the interests that motivate the interactions among individuals in a network, a cooperative game in characteristic function form is considered. Shapley value in a game is considered as actor’s power. The difference between a ctor’s power in the original one is proposed as a centrality measure. Conditions are given to reach some desirable properties. 7. Hanan, Abdul. Pulungan, Ismail. Lumintang, Richard W.E. 2005. Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Diakuinya Seseorang Sebagai Pemimpin Opini dan Manfaatnya untuk Kegiatan Penyuluhan. Institut Pertanian Bogor. Jurnal Penyuluhan. ISSN: 1858-2664 Volume 1 No. 1. Analisis Deskriptip Kuantitatif Karakteristik dari para pemimpin opini sehingga menjadi sumber informasi dan pendapat bagi pengikutnya antara lain: 1. Para pemimpin opini merupakan penduduk asli, dengan demikian hubungan emosional dan sosial antara pemimpin opini dengan pengikut relatif dekat. 2. Para pemimpin opini sebagai pedagang dan pemasok sarana produksi bagi para pengikutnya, sehingga secara bisnis memiliki keterikatan hubungan. 3. Para pemimpin opini sebagai pembeli hasil produksi, dalam arti menjamin pemasaran hasil dari para pengikutnya, sehingga pengikut memiliki keterikatan pemasaran. 4. Para pemimpin opini diakui oleh pengikutnya memiliki tingkat kejujuran dalam kegiatan usaha, serta terbuka terhadap informasi. Perlu memperhatikan karakteristik dan kinerja pemimpin opini sehingga informasi yang disampaikan dengan mudah diterima masyarakat Sambungan Matrik Tinjauan hasil penelitian terdahulu No Nama Peneliti Metode Hasil Saran 8. Noor Marzuki. 2008. Strategi Komunikasi Pembangunan Masyarakat Pusat Perikanan. Jurnal Aplikasi Manajemen. Volume 6. Nomor 1. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. April 2008. Hal 273-27 Deskriptif Kuantitatif Untuk membangun pedesaan khususnya masyarakat nelayan diperlukan pendekatan model partisipatif dan prinsip keterpaduan. Pendekatan partisipatif ini melalui upaya menggerakkan bentuk-bentuk organisasi kelompok paling dasar bersamaan dengan peransertanya untuk membangun diri dan lingkungannya Perlu sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam menjalankan program pembangunan. 9. Tore Opsahl, 2013. Triadic closure in two- mode networks: Redefining the global and local clustering coefficients. Social Networks. 352: 159- 167. Kuantitatif, analisis sosiogram Sebagian besar tindakan jaringan didefinisikan untuk jaringan satu- mode, jaringan dua modus sering harus diproyeksikan ke jaringan satu-modus untuk dianalisis. Sejumlah isu muncul dalam proses transformasi ini, terutama ketika menganalisis hubungan antara kontak node. proyeksi jaringan acak dua mode menyimpang dari nilai-nilai yang diharapkan dalam jaringan kalsik satu-modus. Proyeksi jaringan dua modus memiliki, tingkat clustering yang tinggi. Mengusulkan redefinitions koefisien untuk jaringan dua- mode. Mengusulkan langkah- langkah menggunakan tiga node Cara penerapan untuk empat jaringan 10. Cindoswari, Rara, Ageng. 2012. Jaringan Komunikasi dalam Penerapan Teknologi Produksi Ubi Kayu Kasus Petani Ubi Kayu di Desa Suko Binangun, Kecamatan Way Seputih, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Tesis Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Kuantitatif, dengan analisis sosiogram Struktur jaringan komunikasi diantara petani ubi kayu di Desa Suko Binangun terbentuk berdasarkan kedekatan tempat tinggal antar anggotanya. Struktur jaringan komunikasi mengenai informasi bibit, pupuk dan panen merupakan radial personal network menyebar sedangkan struktur jaringan komunikasi mengenai informasi hama dan penyakit merupakan interlock personal network memusat. Ciri yang melekat pada petani ubi kayu yang berperan sebagai star umumnya orang-orang yang memiliki derajat keterhubungan yang paling tinggi dengan individu lainnya. Kecenderungan petani ubi kayu untuk berkomunikasi dengan star didasarkan pada pertimbangan kedekatan jarak tempat tinggal, kepercayaan dan kenyamanan dalam berkomunikasi. Agar dapat terlibat dalam jaringan komunikasi, petani ubi kayu yang berperan sebagai isolate atau pencilan perlu untuk meningkatkan akses mereka terhadap beragam media massa dan mengikutsertak an diri ke dalam kelompok di lingkungan mereka. Sambungan Matrik Tinjauan hasil penelitian terdahulu No Nama Peneliti Metode Hasil Saran 11. Kifli, Gontom C. 2007. Strategi Komunikasi Pemberdayaan Komunitas Dayak di Kalimantan Barat. Forum Penelitian Agro Ekonomi. Volume 25 No. 2, Desember 2007 : 117 - 125. Desktiptif Kualitatif, FGD dan Indepth Interview Model komunikasi yang perlu dikembangkan dalam pemberdayaan tokoh adat sebagai liaison person tersebut adalah berupa pemberdayaan komunikasi kelompok dalam komunitasnya. Perlu mengembangkan model komunikasi partisipatif 12. Aziz, A. 2002. Analisis Jaringan Komunikasi dalam Masyarakat Tradisional Kampung Naga Kasus dalam Usahatani Padi . Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Deskriptif Kuantitatif Analisis Sosiogram Hasil penelitian menyatakan bahwa profil petani yakni umur, pendapatan, luas lahan yang dimiliki, jumlah tanggungan keluarga, partisipasi dalam kelompok dan jarak ke sumber informasi berhubungan dengan upaya memperoleh informasi melalui saluran komunikasi interpersonal maupun media massa Perlu mengembangkan komunikasi partisipasi 13. Djamali 1999 Analisis Jaringan Komunikasi dalam Bisnis Sarang Burung Walet di Kabupaten Jember Jawa Timur. Tesis. Bogor: Institut Pertanian Bogor Deskriptif Kuantitatif Adanya hubungan yang signifikan antara karakteristik individu dengan keikutsertaan dalam jaringan komunikasi agribisnis sarang burung walet. Kecenderungan yang terjadi pada seorang pewalet bahwa semakin muda, semakin tinggi pendidikan, semakin tinggi pengalaman maka seorang pewalet cenderung ikut serta dalam jaringan komunikasi. Disamping itu terpaan media memperlihatkan ada hubungan yang dengan keikutsertaan individu dalam jaringan komunikasi. Diperlukan komunikasi partisipasi dalam mengembangkan bisnis sarang burung walet 14. Ellyta 2006. Analisis jaringan komunikasi petani dalam pemasaran lidah buaya Kasus di Kawasan Sentra Agribisnis Pontianak Kalimantan Barat. Tesis. Bogor. Institut Pertanian Bogor Deskriptif Kuantitatif Sosiogram Faktor internal yaitu pendidikan dan luas lahan berhubungan nyata dengan jaringan komunikasi sedangkan pengalaman berusahatani berhubungan sangat nyata dengan jaringan komunikasi Perlu menganalisis dan menemukan komunikasi yang efektif yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatkan pemasaran dan pendapatan petani Sambungan Matrik Tinjauan hasil penelitian terdahulu No Nama Peneliti Metode Hasil Saran 15. Nolker RD., 2011. Diffusion in Social Netwoks a model of member Diffusion behavior. PhD Dissertation Faculty of Graduate School of University of Maryland Baltymore County Deskriptif Kuantitatif Analisis sentralitas Struktur komunikasi pada dasarnya merupakan serangkaian cara pengukuran terhadap berbagai sifat jaringan, diantara indikator yang paling sering digunakan adalah sentralitas dan kebersamaan 16. Oleas, Carolina. Dooley, Kim E. Shinn, Glen C. Giusti, Cecilia. 2010. A Case Study of the Diffusion of Agricultural Innovations in Chimaltenango, Guatemala . Journal of International Agricultural and Extension Education. Volume 17. Number 2. pp 33-44 Kuantitatif, analisis sosiogram peran dalam klik Anggota komunitas mengakui pentingnya pendapat seorang pemuka pendapat opinion leader dalam difusi inovasi untuk adopsi pertanian. Pemuka pendapat opinion leader memainkan peranan kunci untuk mengevaluasi inovasi, menjaga komunikasi antar jaringan, memfasilitasi kesempatan untuk mendapatkan proyek pertanian, pelatihan dan menciptakan serta mempertahankan hubungan dengan organisasi eksternal. Pemimpin opini opinion leader diidentifikasi sebagai sumber informasi dan inovasi untuk anggota komunitas dan pemimpin opini sangat terlibat aktif dalam mengevaluasi hasil-hasil inovasi yang diterapkan dalam komunitasnya Perlu mempertimbang kan apakah inovasi tersebut sesuai bagi masyarakat dan juga mempertimbang kan kondisi sosial ekonomi dan lingkungan yang sangat mempengaruhi proses keputusan dalam adopsi teknologi pertanian. 17. John R. Hipp Robert W. Faris, Adam Boessen. 2012. Measuring neighborhood: Constructing network neighborhoods. Social Networks Journal. Volume 34 page 128 – 140 Deskriptif, Kuantitaf, analisis Sosiogram Memperlihatkan memberikan contoh menggunakan ikatan sosial di kalangan remaja. Matriks jaringan berisi informasi tentang hubungan sosial serta jarak fisik. Menguji skema pembobotan yang berbeda untuk jarak sosial dan fisik. Membandingkan hasil lingkungan untuk mereka yang menggunakan batas Sensus mengusulkan menciptakan batas-batas lingkungan berdasarkan kepadatan ikatan sosial 18. Halim S. 2013. Studi Jaringan Komunikasi Dalam Penerapan Higien Dan Sanitasi Pemerahan Pada Kelompok Peternak Sapi Perah Kasus di Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang .Tesis. IPB Analisis Sosiogram Sentralitas Betweness Jaringan komunikasi sentralitas memiliki hubungan nyata dengan kegiatan produksi peternakan dalam hal penerapan higien dan sanitasi pemerahan. Sambungan Matrik Tinjauan hasil penelitian terdahulu No Nama Peneliti Metode Hasil Saran 19. Wiganda S. 2010. Strategi Pengembangan Agribisnis melalui intervensi Taraf Penghidupan dan Pola Pikir. Forum Ilmiah Unija. 48:23-30. Kuantitatif Analisis VPA Analisis SWOT Menjelaskan bahwa perbaikan mata pencaharian dan pola pikir petani dalam bisnis pertanian berkembang melalui intervensi perubahan taraf penghidupan dan pola pikir petani di Kabupaten Banjar, Jawa Barat terutama pada peningkatan pendapatan dan modal kelompok. Dalam pengembangan agribisnis perlu kerjasama antar lembaga mulai tahap perancanaan hingga evaluasi 20. Sun LY, Zhang Z, Qi J and Chen ZX. 2012. Empowerment and creativity: A cross- level investigation. The Leadership Quarterly .231.55-65. doi:10.1016j.leaqua.20 11.11.005  Analisis kualitatif Pemberdayaan struktural sebagian dimediasi hubungan antara kepemimpinan transformasional dan pemberdayaan psikologis. Pemberdayaan psikologis sepenuhnya dimediasi hubungan antara pemberdayaan struktural dan kreativitas. Pemberdayaan struktur dan psikologis secara berurutan menengani hubungan antara kepemimpinan transformasional dan kreativitas. Penelitian ini terintegrasi perspektif yang berbeda dari pemberdayaan dan memberikan wawasan penting ke dalam mekanisme yang menghubungkan pemberdayaan dengan kreativitas. 21. Sobels J, Curtis Allan and Lockie S. 2001. The Role of Landcare Group Networks In Rural Australia: Exploring The Contribution Of Social Capital. Journal of Rural Studies .173:265-275. doi:10.1016S0743- 01670100003-1 Analisis kualitatif Terhadap dua jaringan sosial Konsep modal sosial menjelaskan, tentang keberhasilan dari jaringan sosial. peluang yang diciptakan untuk partisipasi dan pembelajaran bersama, melakukan kerja dilahan ekstensif, meningkatkan struktur komunikasi, mengadopsi praktik manajemen profesional dan meningkatkan pengetahuan anggota. Elemen-elemen kunci dari modal sosial yang penting dalam mencapai hasil ini adalah kepercayaan, norma, harapan timbal balik dan jaringan komunikasi. Pemberdayaan sebagai jembatan menghubungkan modal sosial yang berkontribusi dengan jaringan. Keberhasilan jaringan Landcare menunjukkan bahwa stimulus pemerintah top- down bisa menjadi katalis dapat dijadikan acuan untuk pengembangan masyarakat dari bawah ke atas. Kebaruan penelitian Beberapa kajian terdahulu yang mengkaji hubungan karakteristik individu dengan jaringan komunikasi dalam berbagai aktifitas pertanian Saleh, 1998; Djamali 1999; Zulkarnain 2002; Aziz 2002; Ellyta 2006; Syafril 2002; Rangkuti 2009b; Cindoswari 2012. Hasil penelitian, baru sebatas menjelaskan adanya hubungan nyata atau tidak nyata antara karateristik individu petani dengan jaringan komunikasi. Begitu pula, studi yang dilakukan oleh Halim 2013 menjelaskan bahwa jaringan komunikasi berhubungan nyata dengan perubahan perilaku produksi peternak dalam hal penerapan higien dan sanitasi pemerahan susu ternak. Beberapa hasil kajian yang telah dijelaskan tersebut, masih sangat kurang komprehensif dalam melihat dan menganalisis peran dan struktur jaringan komunikasi di tingkat klik dan individu secara mendalam, terutama pada individu pembudidaya ikan di pedesaan. Selanjutnya penggunaan metode analisis jaringan komunikasi yang digunakan dalam beberapa penelitian terdahulu, baru sebatas analisis peran dalam klik Saleh 1988; Djamali 1999; Aziz 2002; Hanan et al. 2005; Ellyta 2006; Oleas et al. 2010; Todo 2011, masih sedikit penelitian yang menggunakan analisis struktur jaringan komunikasi di tingkat individu. Pada umumnya analisis struktur jaringan komunikasi baru pada analisis sentralitas centrality dan kebersamaan betweeness Valente Foreman, 1998; Cindoswari 2012; Halim 2013, begitu juga penelitian Gomes 2003 menyatakan bahwa pengukuruan sentralitas pada sebuah keluarga berdasarkan pada konsep game teori, dapat menjelaskan jaringan komunikasi sebagai suatu jaringan sosial. Selanjutnya Nolker 2011 juga menyatakan struktur komunikasi pada dasarnya merupakan serangkaian cara pengukuran terhadap berbagai sifat jaringan, diantara indikator yang paling sering digunakan adalah sentralitas dan kebersamaan betweeness. Dengan demikian, masih belum jelas keberadaan penelitian yang menggunakan analisis peran dan struktur jaringan komunikasi ditingkat klik dan individu secara lebih mendalam, serta belum ditemukan penelitian yang menjelaskan berbagai permasalahan yang kompleks tentang jaringan komunikasi dan pemberdayaan pembudidaya ikan di pedesaan. Hasil akhir dari penelitian diharapkan mampu menemukan strategi komunikasi yang tepat, sehingga dapat menjadi bahan pemecahan masalah pembangunan perikanan dan pemberdayaan masyarakat serta sebagai bahan pengembangan dan pengayaan pengetahuan, khususnya ilmu komunikasi pembangunan perikanan. Letak kebaruan pada penelitian ini adalah : 1. Menganalisis jaringan komunikasi dengan menggunakan analisis peran dan struktur jaringan komunikasi di tingkat klik dan individu secara mendalam dengan menggunakan analisis sentralitas lokal, sentralitas global, kebersamaan betweness dan keterhubungan connetedness. 2. Untuk membuktikan dan menganalisis hubungan jaringan komunikasi dengan karakteristik personal, persepsi dan fasilitas produksi pembudidaya ikan dalam kegiatan produksi dan pemasaran usaha budidaya perikanan dengan menekankan pada aspek teori dan praktik jaringan komunikasi. 3. Membuktikan dan menganalisis perubahan taraf penghidupan dan perilaku dalam pemberdayaan pembudidaya ikan dan melihat hubungannya dengan jaringan komunikasi. 4. Merancang strategi komunikasi yang tepat melalui analisa jaringan komunikasi dengan menetapkan strategi komunikasi produksi dan pemasaran dalam pemberdayaan pembudidaya ikan di Kabupaten Kampar. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Kerangka Pemikiran Program pembangunan sebagai bagian dari komunikasi pembangunan bertujuan untuk meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Program-program pembangunan ini adalah bentuk jasa komunikasi yang disediakan oleh pemerintah dan pihak swasta melalui kebijakan dan program Corporate Sosial Responsibility . Pada gilirannya berbagai program tersebut dicetuskan dan diberi label sebagai suatu program pemberdayaan masyarakat, dengan konsep dan penjelasan sebagai suatu program yang partisipative dari masyarakat dan untuk masyarakat. Komunikasi pembangunan yang dijalankan untuk masyarakat seharusnya mampu memberikan informasi dan cara-cara perbaikan tentang masalah pembangunan yang diperlukan oleh mereka. Komunikasi pembangunan untuk memberdayakan masyarakat tidak hanya sekedar memberikan informasi tapi juga memberikan solusi yang tepat bagi masyarakat dalam menjalani usaha-usaha yang mereka lakukan, sehingga pada akhirnya mampu mencapai tujuan pembangunan nasional menjadikan masyarakat yang sejahtera adil dan beradab. Pembudidaya ikan tentunya memerlukan berbagai informasi dan peran komunikasi dalam usaha perikanan yang mereka laksanakan. Komunikasi ini diperlukan dalam berbagai hal seperti mendapatkan informasi tentang produksi perikanan dan pemasaran hasil perikanan. Untuk mendapatkan informasi ini pembudidaya ikan memerlukan bantuan dari berbagai pihak dengan melakukan interaksi komunikasi sehingga membentuk jaringan komunikasi. Kemudian dalam pelaksanaan kegiatan perlu juga diketahui persepsi pembudidaya ikan terhadap pendamping program yang dijalankan sebagai bentuk terjadinya proses jaringan komunikasi, karena bagaimanapun juga persepsi pembudidaya terhadap pendamping akan menentukan keberhasilan program untuk dapat diadopsi secara baik oleh pembudidaya ikan. Pada awalnya di wilayah Desa Koto Mesjid pengembangan usaha budidaya perikanan dalam kolam diusahakan oleh seorang masyarakat, karena melihat keberhasilannya maka masyarakat lainpun pada gilirannya ikut mencontoh dan melaksanakan apa yang dilakukan para pendahulunya dalam usaha budidaya perikanan sehingga terus berkembang, hampir seluruh masyarakat telah mengusahakan pembudidayaan ikan dalam kolam tersebut. Usaha budidaya perikanan yang digeluti masyarakat sebenarnya lahir dari masyarakat yang ada di wilayah itu sendiri dengan berbagai aktifitas dan interaksi sosial diantaranya saling tukar menukar informasi, memberi contoh untuk melakukan usaha budidaya perikanan, informasi tentang keuntungan dan kelemahan melakukannya. Interaksi ini terjalin antar anggota masyarakat sehingga terbentuk jaringan komunikasi dalam masyarakat guna mengupayakan perbaikan kehidupan sosial ekonomi. Hal ini tidak lain karena manusia selain mahluk individu adalah juga sebagai mahluk sosial yang hanya bisa mengembangkan potensi dirinya sebagai manusia melalui interaksi dengan lingkungan sosialnya. Interaksi tentunya diawali kontak yang mengarah pada kecenderungan untuk berbagi informasi dengan individu lain dan perwujudan interaksi dengan individu lain akan mengarah kepada siapa berhubungan dengan siapa. Melihat keberhasilan usaha budidaya perikanan yang dijalankan oleh masyarakat di wilayah Desa Koto Mesjid ini maka pemerintah dan lembaga swasta merasa perlu memperhatikan dan berpartisipasi mengembangkan usaha tersebut dengan membuat kebijakan pengembangan sektor budidaya perikanan dan implementasi program Corporate Sosial Responsibility melalui pengucuran kredit dana bergulir, pelatihan, pendampingan dan pembangunan infrastruktur pendukung kegiatan pembudidaya ikan di wilayah ini. Program-program pembangunan yang telah diadopsi oleh masyarakat pembudidaya ikan ternyata dapat membantu dalam menjalankan usaha budidaya perikanan yang mereka laksanakan. Program komunikasi pembangunan yang dicetuskan ini masuk ke dalam masyarakat tentulah melalui berbagai perantara diantaranya adalah para pemuka masyarakat dan orang yang dianggap berpangaruh di suatu wilayah serta adanya pendamping yang lahir dari masyarakat itu sendiri, sehingga masyarakat mau mengadopsi program-program tersebut. Akan tetapi peran pendamping ini tidak hanya sebagai perantara tapi mereka juga pada awalnya berperan dalam mengadopsi dan melaksanakan program, yang diharapkan dapat sebagai percontohan bagi masyarakat lainnya. Dalam mengusahakan program tersebut para pendahulu dalam usaha ini telah mendapatkan manfaat dan keuntungan-keuntungan secara ekonomi maupun sosial, sehingga program komunikasi pembangunan mendapat apresiasi dari masyarakat. Selanjutnya karena adanya percontohan, maka pada gilirannya masyarakat beramai-ramai mengusahakan budidaya ikan dengan harapan mendapatkan keuntungan dan perbaikan pada kehidupan sosial ekonomi mereka. Pemberdayaan masyarakat menjelaskan bahwa kegiatan pembangunan yang dijalankan adalah inisiatif dari masyarakat yang secara sadar untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki. Wujud tercapainya pemberdayaan masyarakat tersebut dapat terlihat dari perubahan kualitas sosial ekonomi, terutama perubahan taraf penghidupan dan pola pikir dalam kehidupan menjadi lebih baik dan tidak terjadinya ketimpangan, perilaku berkeadilan, berbagi informasi dalam menerima manfaat program pembangunan yang dijalankan. Untuk itu pemerintah sebagai penyedia program komunikasi pembangunan dalam memberdayakan masyarakat seharusnya tidak hanya melihat bahwa program telah diadopsi oleh masyarakat dan mereka telah mendapatkan manfaat dan keuntungan, tetapi perlu juga melihat bagaimana bentuk komunikasi yang terjalin diantara masyarakat, bagaimana persepsi pembudidaya ikan terhadap pendamping, bagaimana perubahan taraf penghidupan dan pola pikir manfaat pemberdayaan yang dirasakan dan siapa saja yang mendapatkan keuntungan tersebut, dan apakah pemberdayaan pembudidaya ikan dapat terwujud secara adil dan merata sesuai dengan tujuan pemberdayaan itu sendiri. Gambar 4. Kerangka Pemikiran Penelitian Karakteristik Personal  Umur  Pendidikan formal  Pendapatan  Tanggungan keluarga  Pengalaman berusaha  Kepemilikan asset  Curahan jam kerja Persepsi Pembudidaya terhadap Pendamping  Persepsi terhadap informasi produksi  Persepsi terhadap informasi pemasaran Fasilitas Produksi  Fasilitas Produksi dari CSR PT. Telkom  Fasilitas Produksi dari Pemda Jaringan Komunikasi  Central Lokal  Central Global  Kebersamaan  Keterhubungan Taraf Penghidupan livelihood  Pendapatan  Kesempatan Kerja  Konsumsi Pangan  Sanitasi dan Kebersihan Pola Pikir mindset  Aktifitas kelompok  Tingkat adopsi teknologi  Kebiasaan menabung  Kepercayaan diri  Orientasi pendidikan anak  Pengarusatamaan Gender  Praktek Bisnis Hipotesis penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, diduga karakteristik personal, fasilitas produksi berhubungan nyata dengan persepsi pembudidaya ikan terhadap kinerja pendamping. Jaringan komunikasi antar pembudidaya berhubungan nyata dengan karakteristik, fasilitas produksi dan persepsi pembudidaya ikan terhadap pendamping. Terjadi perubahan taraf penghidupan dan pola pikir pembudidaya ikan sebagai manfaat dari adanya kegiatan pemberdayaaan, adanya hubungan antara taraf penghidupan dan pola pikir dengan jaringan komunikasi, serta masih terjadi ketimpangan dalam menerima manfaat diantara masyarakat yang menerima program dan ada beberapa individu pembudidaya ikan yang mendapatkan manfaat yang lebih banyak dari program tersebut. Metode Penelitian Lokasi dan Waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kawasan sentra budidaya perikanan dalam kolam tepatnya di Desa Koto Mesjid, Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Penentuan lokasi dalam penelitian ini dilakukan karena wilayah ini merupakan terpilih sebagai kawasan percontohan yaitu Kawasan Sentra Produksi budidaya perikanan di Provinsi Riau. Memiliki kolam pembudidaya ikan paling banyak dan kolam ikan yang luas dan berpotensi untuk terus dikembangkan untuk mendukung kebijakan pemerintah dalam aspek pengembangan budidaya perikanan darat dan pemberdayaan masyarakat, baik itu secara nasional maupun secara regional. Penelitian pendahuluan telah dilaksanakan sejak tahun 2012. Kemudian dilaksanakan lagi survey pada bulan Juni 2013, setelah proposal disertasi disahkan dilanjutkan pengambilan data pada bulan Desember 2013 hingga Mei 2014, kemudian dilanjutkan wawancara mendalam pada Agustus dan September 2014. Alasan lain dalam pemilihan lokasi penelitian di Desa Koto Mesjid ini diantaranya adalah: 1 ditetapkannya lokasi ini sebagai kawasan sentra budidaya perikanan oleh pemerintah dengan mengembangkan cluster perikanan budidaya ikan patin Pangasius hypopthalmus dan dibentuknya Unit Pembenihan Rakyat UPR Graha Pratama Fish Unit ; 2 PT. Telkom Indonesia menjadikan Desa Koto Mesjid sebagai wilayah program Corporate Social Responsibility CSR dan ditetapkannya sebagai nominasi CSR Award tahun 2011; 3 profesi sebagai pembudidaya ikan di wilayah ini membanggakan masyarakatnya; 4 sebagai kawasan penghasil ikan patin Pangasius hypopthalmus terbesar di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Paradigma Keilmuan dalam Penelitian Paradigma penelitian ini menggunakan pendekatan positivis dan kritis, untuk mendeskripsikan keadaan jaringan komunikasi, persepsi pembudidaya ikan dan fasilitas produksi serta manfaat sosial ekonomi yang diperoleh pembudidaya ikan dalam program pemberdayaan masyarakat yang dijalankan menggunakan paradigma positivis, kemudian menganalisis dan menyusun strategi komunikasi dalam pemberdayaan jaringan komunikasi pada masyarakat pembudidaya ikan, dengan menggunakan paradigma keilmuan secara kritis, teori ini berusaha membangun kesadaran bahwa pemberdayaan sebagai pendekatan kritis “Paulo Freire” Consciencetization. Paradigma keilmuan dalam teori kritis membuat pertanyaan terhadap realitas sosial, dimana orang-orang selalu bertanya, ada apa, adilkah, lebih baik kah? Denzin Lincoln 2009. Pendekatan Penelitian Untuk memetakan mapping jaringan komunikasi, ditentukan responden pembudidaya ikan yang menjadi anggota mitra binaan PT. Telkom yang ada di Desa Koto Mesjid XIII Koto Kampar sebagai unit contoh. Contoh ini diambil dengan teknik “sampling intact system” Rogers dan Kincaid, 1981. Dengan metode “intact system” ini, semua individu masyarakat yang terwakili dalam setiap kelompok pembudidaya ikan sebagai suatu sistem sosial adalah sebagai responden. Penelitian ini dirancang sebagai penelitian survei deskriptif korelasional . Sedangkan pemetaan jaringan komunikasi menggunakan kajian analisis jaringan komunikasi yang dilakukan dengan pembuatan matriks hubungan komunikasi yang berasal dari hasil pertanyaan sosiometris. Dari matriks tersebut dibuat sosiogram jaringan komunikasi pembudidaya ikan. Dipilihnya metode analisis jaringan komunikasi, karena metode ini dapat dengan jelas mendeskripsikan jaringan komunikasi dengan sosiogram. Metode ini bertitik tolak dari analisis konvergensi yang berlandaskan pada teori cybernetic, yakni teori yang memandang tingkah laku manusia dari perspektif sistem-sistem Rogers Kincaid 1981. Teori ini beranggapan bahwa perilaku seseorang akan lebih ditentukan oleh relasi-relasi sosialnya daripada ciri-ciri individunya. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahapan penelitian yaitu : 1. Tahapan Pertama dilaksanakan dengan metode kuantitatif yaitu untuk mendeskripsikan dan menganalisis karakteristik pembudidaya ikan, persepsi pembudidaya ikan terhadap kinerja pendamping, fasilitas produksi yang diterima pembudidaya ikan, jaringan komunikasi dalam kegiatan produksi dan pemasaran usaha budidaya perikanan, perubahan taraf penghidupan livelihood dan pola pikir mindset yang terjadi pada pembudidaya ikan dan menganalisis hubungan peubah tersebut dengan jaringan komunikasi. 2. Tahapan Kedua dilaksanakan dengan metode kualitatif yaitu untuk menyusun strategi komunikasi dalam pemberdayaan pembudidaya ikan, yaitu dianalisis secara kritis dengan mendiskripsikan dan menganalisis terjadinya perbedaan manfaat yang diterima pembudidaya ikan dengan menganalisis keadaan yang terjadi terhadap realitas sosial, dimana orang-orang selalu bertanya, ada apa, adilkah, lebih baik kah? Denzin Lincoln 2009 Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah keseluruhan pembudidaya ikan mitra binaan PT. Telkom pada periode 2009 dan 2010 yang mendapat bantuan akses modal usaha budidaya ikan patin dalam kolam di Desa Koto Mesjid, Kecamatan XIII Koto Kampar Provinsi Riau. Dalam membantu menemukan realitas sosial terhadap penelitian ini maka untuk mengetahui jaringan komunikasi antar masyarakat dilakukan dengan menggunakan teknik sampling intact system dimana sampel dalam penelitian ini merupakan suatu sistem. Jumlah sampel dalam penelitian diambil sebanyak 90 orang responden yang mewakili seluruh pembudidaya ikan di Desa Koto Mesjid. Data dan Instrumentasi Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Data tersebut terdiri dari: 1. Karakteristik responden yang meliputi umur, pendidikan, pengalaman usaha budidaya kolam, luas lahan yang dijadikan kolam, kepemilikan asset, curahan jam kerja, pendapatan sebelum dan sesudah adanya usaha kolam ketika sesudah mendapat bantuan dan sebelum mendapat bantuan program pemberdayaan. 2. Pendamping atau fasilitator yaitu pendamping dari pemerintah daerah dan pendamping dari pembudidaya ikan sendiri swadaya sabagai pendamping pelaksanaan program pemberdayaan di Desa Koto Mesjid. 3. Persepsi pembudidaya ikan terhadap pendamping diukur berdasarkan skala likert. sangat aktif, aktif, cukup aktif dan tidak aktif 4. Fasilitas Produksi merupakan fasilitas yang diterima pembudidaya ikan dari program pemberdayaan masyarakat dalam menjalankan kegiatan usaha budidaya perikanan, diukur dengan mengukur berapa jumlah bantuan yang diterima dengan skala ratio. 5. Struktur jaringan komunikasi digunakan untuk melihat derajat hubungan antara pembudidaya ikan dalam usaha budidaya perikanan dalam kolam. 6. Jaringan komunikasi merupakan interaksi terjalinnya komunikasi antar pembudidaya ikan dalam jaringan komunikasi yang dilihat dari centralitas lokal, centralitas global, kebersamaan komunikasi dan hubungan komunikasi. Diukur dengan menggunakan skala ratio. 7. Perubahan taraf taraf penghidupan livelihood dan pola pikir mindset pembudidaya ikan adalah terjadinya perubahan taraf penghidupan livelihood dan pola pikir mindset pembudidaya ikan pada awal mendapatkan bantuan program dan ketika telah menjalankan program, perubahan ini diukur dengan melihat tejadinya perubahan kemajuan taraf penghidupan livelihood dan pola pikir mindset pada awal program dan pada pelaksanaan program. 8. Masyarakat yang paling banyak mendapatkan manfaat dari program komunikasi pembangunan diukur dengan melihat kemajuan taraf penghidupan dan pola pikir individu, kemudian dilihat diversifikasi usaha yang dilakukan dalam pemberdayaan pembudidaya ikan, pemilikan asset, serta ketergantungan individu dalam jaringan komunikasi di lingkungannya. Definisi Operasional 1. Karakteristik individu adalah ciri-ciri yang melekat pada diri pembudidaya ikan yang dapat digunakan untuk membedakan antara pembudidaya ikan yang satu dengan pembudidaya ikan yang lain. 2. Pembudidaya ikan adalah, masyarakat yang memiliki usaha budidaya perikanan dalam kolam yang ada di wilayah penelitian 3. Pendamping atau fasilitator adalah individu masyarakat yang berperan sabagai pendamping pelaksanaan program, baik itu pendamping swadaya atau pendamping dari pemerintah. 4. Persepsi pembudidaya ikan terhadap pendamping adalah penilaian pembudidaya ikan terhadap pendamping dalam melaksanakan kerja pendampingan 5. Fasilitas Produksi adalah fasilitas yang diterima oleh pembudidaya ikan dari program pemberdayaan masyarakat yang ada di desa Koto Mesjid dalam menjalankan kegiatan usaha budidaya perikanan. 6. Jaringan komunikasi adalah interaksi antara satu pembudidaya ikan dengan pembudidaya ikan lainnya yang berkaitan dengan upaya memperoleh dan menyebarkan informasi produksi dan pemasaran hasil perikanan. Dari data jaringan komunikasi yang diperoleh akan dilihat derajat sentralitas lokal, derajat sentralitas global, kebersamaan dan hubungan connectedness. a. Sentralitas lokal adalah derajat yang menunjukkan seberapa baik terhubungnya individu tertentu dalam lingkungan terdekat atau pertetanggaan mereka. Derajat ini menunjukkan jumlah hubungan maksimal yang mampu dibuat individu tertentu dengan individu lain dalam lingkungan terdekat atau pertetanggan mereka, dengan mengunakan UCINET VI, derajat sentralitas lokal diperoleh melalui “normalized degree centrality” atau “centrality degree”. Nilai sentralitas lokal diperoleh melalui networkcentralitydegree. Data yang diperoleh merupakan data skala rasio. b. Sentralitas global adalah derajat yang menunjukkan berapa jarak yang harus dilalui oleh individu tertentu untuk menghubungi semua individu di dalam sistem. Derajat ini menunjukkan kemampuan individu untuk dapat menghubungi semua individu dalam sistem, dengan menggunakan software UCINET VI, nilai sentralitas global diperoleh melalui “centrality closeness” yaitu diperoleh melalui networkcentralitycloseness. Data yang diperoleh merupakan data skala rasio. c. Kebersamaan betweeness adalah frekuensi seorang individu melakukan hubungan dengan satu klik diantara klik lainnya. Derajat ini menunjukkan kemampuan individu untuk menjadi perantarapenghubung antara satu aktor dengan aktor lain dalam suatu jaringan. Dengan menggunakan UCINET VI Nilai betweeness diperoleh melalui networkcentrality and powerbetweeness . Data yang diperoleh merupakan data skala rasio. d. Keterhubunagan connectedness adalah derajat di mana anggota-anggota sistem berhubungan dengan anggota-anggota lain dalam sistem. Nilai connectedness diukur dengan membandingkan semua ikatan yang sedang terbentuk dengan kemungkinan hubungan yang mungkin terjadi. Konektivitas dapat menjadi ukuran yang berguna untuk mendapatkan pengertian tentang ketergantungan dan kerentanan individu, Hanneman and Riddle 2005. Dengan menggunakan UCINET VI Nilai connetedness diperoleh melalui networkcentrality and powerinformation centrality. Data yang diperoleh merupakan data skala rasio 7. Perubahan taraf penghidupan livelihood dan pola pikir mindset adalah perubahan yang terjadi dalam kehidupan pembudidaya ikan sebagai akibat dari program pemberdayaan yang dijalankan. Perubahan ini diukur dengan melihat kemajuan taraf penghidupan livelihood dan pola pikir mindset. Indikator kemajuan taraf penghidupan livelihood dikelompokkan sebagai indikator yang bersifat fisik tangible atau indikator-indikator yang dapat diukur secara kuantitatif. Indikator ini akan menggambarkan kemajuan fisik yang antara lain diukur melalui beberapa sub indikator yaitu: a. Pendapatan, b. Kesempatan kerja, c. Konsumsi pangan, d. Sanitasi dan kebersihan, Indikator kemajuan pola pikir mindset dikelompokkan sebagai indikator yang bersifat bukan fisik intangible. atau indikator-indikator yang sebenarnya hanya bisa diukur secara kualitatif, tetapi dalam analisa Vectorial Project Analysis VPA indikator-indikator pola pikir ini diukur secara kuantitatif. Indikator ini lebih lanjut diurai menjadi beberapa sub indikator yang meliputi tingkat : a. Aktifitas di kelompok tani b. Tingkat adopsi teknologi c. Kebiasaan menabung d. Kepercayaan diri e. Orientasi pendidikan anak e. Pengarusutamaan gender f. Praktek dan orientasi bisnis 8. Masyarakat yang paling banyak menerima manfaat adalah masyarakat yang mendapatkan manfaat yang lebih banyak dibandingkan dari masyarakat lainnya, dapat dilihat dari kemajuan taraf penghidupan livelihood dan pola pikir mindset secara individu diantaranya dilihat dari kepemilikan modal, tingkat pendapatan, kepemilikan asset, akses terhadap informasi pembangunan perikanan, diversifikasi usaha yang dilakukan dan ketergantungan pembudidaya ikan terhadap dirinya. Untuk memudahkan pelaksanaan dan analisis hasil penelitian ini, maka peubah-peubah yang dijelaskan tersebut diukur dikategorikan berdasarkan konsep teori dan defenisi operasional yang telah dijelaskan sebelumnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 2. Pengukuran terhadap peubah karakteristik pembudidaya ikan Karakteristik Personal X1 Kategori Skore Kategori X1.1 Umur Kurang produktif Produktif Belum produktif 65 tahun 17 – 65 tahun 17 tahun X1.2. Pendidikan formal Rendah Menengah Tinggi 1 – 9 tahun 10 – 12 tahun 12 tahun X1.3. Pendapatan Rendah Sedang Tinggi 2.juta 2 juta s.d 3.5 juta 3.5 juta X1.4. Tanggungan keluarga Sedikit Sedang Banyak 4 4-6 6 X1.5. Pengalaman berusaha Rendah Sedang Lama 3 tahun 3 s.d 6 tahun 6 tahun X1.6. Luas Kolam Kecil Sedang Luas 300 m 300 - 600 m 600 m X1.7. Curahan jam kerja Lama Sedang Sebentar 4 jamhari 2 s.d 4 jamhari 2 jam hari Tabel 3. Pengukuran terhadap peubah persepsi pembudidaya ikan Indikator Persepsi X2 Kategori Skore Kategori X2.1. Persepsi mengenai informasi produksi budidaya perikanan Sangat Aktif Aktif Sedang Tidak Aktif 4 3 2 1 X2.2. Persepsi mengenai informasi pemasaran budidaya perikanan Sangat Aktif Aktif Sedang Tidak Aktif 4 3 2 1 Tabel 4. Pengukuran terhadap peubah fasilitas produksi yang diterima pembudidaya ikan Fasilitas produksi X3 Kategori Skore Kategori X3.1. Fasilitas bantuan dari Pemerintah Daerah Sedikit Sedang Banyak 7.500 benih 7.500 – 15.000 15000 benih X3.2. Fasilitas bantuan dari PT. Telkom Sedikit Sedang Banyak 20 Juta 20 Juta s.d 40 Juta 40 s.d 60 Juta Tabel 5. Variabelisasi instrument penelitian terhadap peubah jaringan komunikasi, perubahan taraf penghidupan dan pola pikir pembudidaya ikan. Variabel Indikator Y1. Jaringan Komunikasi Y1.1. Central Lokal Y1.2. Central Global Y1.3 Kebersamaan Y1.4. Keterhubungan Y2. Taraf Penghidupan livelihood Y2.1. Pendapatan Y2.2. Kesempatan Kerja Y2.3. Kepemilikan modal Y2.4. Konsumsi Pangan Y2.5. Sanitasi dan Kebersihan Y3. Pola Pikir mindset Y3.1. Aktifitas kelompok Y3.2. Tingkat adopsi teknologi Y3.3. Kebiasaan menabung Y3.4. Kepercayaan diri Y3.5. Orientasi pendidikan anak Y3.6. Pengarusatamaan Gender Y3.7. Praktek Bisnis Validitas dan Reliabilitas Validitas keabsahan instrumen dalam penelitian ini diperoleh dari pertanyaan kuesioner yang sudah terformat dalam suatu software. Pertanyaan telah disusun dengan cara 1 mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur, 2 menyesuaikan isi pertanyaan dengan keadaan responden, 3 berpedoman pada teori-teori dan kenyataan yang telah diungkapkan pada berbagai pustaka empiris, 4 mempertimbangkan pengalaman dan hasil penelitian terdahulu dalam kasus yang relevan, dan 5 memperhatikan nasehat dan pendapat dari para ahli, terutama dari komisi pembimbing. Reliabelitas instrumen penelitian kuesioner terbuka telah diuji melalui penelitian sebelumnya. Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui empat tahapan yaitu: 1. Survei pendahuluan yaitu tahapan awal dengan melakukan pengamatan dan penelitian pendahuluan guna mengumpulkan data-data untuk memperkuat atau mempertajam permasalahan yang terjadi di lapangan sehingga peneliti menjadi yakin bahwa penelitian ini perlu dan dapat dilaksanakan. 2. Pengumpulan data primer secara kuantitatif dan kualitatif tahap pertama yaitu data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara interview meliputi wawancara terstruktur dengan responden yaitu untuk mengumpulkan data karakteristik individu pembudidaya ikan, persepsi pembudidaya ikan terhadap pendamping, fasilitas produksi yang diterima dari program, dan mengumpulkan data jaringan komunikasi dengan mengajukan pertanyaan- pertanyaan sosiometris darimana seseorang mendapatkan informasi tertentu dan kepada siapa responden tersebut membicarakan informasi yang telah mereka dapatkan kepada seluruh pembudidaya ikan. Instrumen yang digunakan berupa kuesioner terbuka yang terdiri dari tiga bagian utama yaitu: a Karakteristik individu b Persepsi pembudidaya ikan terhadap pendamping c Fasilitasi Produksi yang diterima dari program pemberdayaan d Struktur jaringan komunikasi dan e Perubahan taraf penghidupan dan pola pikir pembudidaya ikan dalam pemberdayaan. 3. Pengumpulan data sekunder yaitu data-data pendukung yang diperoleh dari pihak-pihak dan lembaga-lembaga terkait yaitu PPL, Kepala Desa, Kantor Kecamatan, UPR Graha Pratama Fish, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi dan Kabupaten, Bappeda Kabupaten, PT. Telkom dan pihak-pihak atau lembaga lainnya yang dianggap relevan dengan penelitian ini. 4. Pengumpulan data primer untuk tahapan penilitian yang kedua yaitu mengumpulkan data secara kualitatif melalui wawancara mendalam depth interview dan melakukan Focus Group Discussion FGD dengan pihak yang terkait dalam program pemberdayaan yang dilaksanakan di Desa Koto Mesjid Kabupaten Kampar yaitu untuk mengumpulkan data tentang permasalahan, tantangan, peluang dan strategi yang akan dikembangkan dalam pemberdayaan pembudidaya ikan di Desa Koto Mesjid. Analisis Data Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah: 1. Analisis Deskriptif Kuantitatif Untuk menjawab tujuan pertama yaitu manganalisis karakteristik masyarakat pembudidaya ikan dan tujuan kedua yaitu menganlisis persepsi pembudidaya ikan terhadap pendamping penelitian ini analisis data yang digunakan adalah menggunakan analisis deskriptip kuantitatif dari hasil kuisioner yang dijalankan kemudian ditabulasi dan dijelaskan secara deskriptif. Penentuan tingkat persepsi dikelompokkan dalam tiga kategori dengan menggunakan skala likert berdasarkan skore yaitu tidak aktif 1 sedang 2 aktif 3 dan sangat aktif 4 yang kemudian dikumpulkan dan dijumlahkan dengan range yang menggunakan rumus : Skore maksimum – skore minimum – 1 Jumlah kategori 2. Analisis Sosiometri Analisis sosiometri dilakukan dengan pendekatan deskriptif dan digunakan untuk melihat jaringan komunikasi yang terjadi di antara para pembudidaya ikan. Sosiometri merupakan suatu metode untuk mengumpulkan data tentang pola dan struktur hubungan antara individu-individu dalam suatu kelompok Nurkancana, 1993. Cara yang digunakan adalah dengan membuat matriks hubungan komunikasi terlebih dahulu yang didapat dari pertanyaan sosiometris yang diajukan dalam kuesioner. Matriks hubungan komunikasi terdiri dari baris dan kolom. Baris merepresentasikan sumber hubungan sedangkan kolom merepresentasikan target. Ada tidaknya hubungan komunikasi ditandai dengan bilangan biner. Jika terdapat hubungan komunikasi maka ditulis 1 sedangkan tidak terdapat hubungan komunikasi ditulis 0 Hanneman Rieddle 2005. Untuk menganalisis dan melihat jaringan komunikasi yang terjadi diantara pembudidaya ikan. Cara yang digunakan adalah dengan membuat matriks hubungan komunikasi terlebih dahulu yang didapat dari pertanyaan sosiometris yang diajukan dalam kuesioner, selanjutnya dibuat sosiogram. Sosiogram ini kemudian digunakan untuk melihat pola hubungan dan peranan individu pembudidaya ikan dalam jaringan komunikasi. 3. Analisis jaringan komunikasi Analisis jaringan komunikasi terdiri dari Sentralitas Lokal Local Centrality Index dan Sentralitas Global Global Centrality Index dan Kebersamaan Betweeness dihitung dengan software UCINET VI versi 6.216 Boorgati Freeman 2002. Sofware UCINET VI dirancang khusus untuk menganalisis jaringan komunikasi. UCINET VI dipilih karena mudah digunakan serta menghasilkan estimasi yang optimum setelah tiga kali ulangan perhitungan Scott 2000. 4. Analisis Vectorial Project Untuk menganalisis perubahan taraf penghidupan livelihood dan pola pikir mindset, maka data yang telah dikumpulkan dianalisis menggunakan Vectorial Project Analysis VPA dengan menggunakan software office excel 2007. VPA telah digunakan di empat negara SPFS-FAO yaitu Indonesia, Bangladesh, Laos dan Srilangka dan diadopsi dengan beberapa modifikasi yang disesuaikan untuk kebutuhan Program Desa Mandiri Pangan Departemen Pertanian RI di 180 kabupaten. Purnama Saifullah 2008. 5. Analisis Korelasi Rank Spearman Analisis korelasi rank spearman digunakan untuk menganalisis hubungan antara karakteristik individu pembudidaya ikan, persepsi, fasilitas produksi dengan jaringan komunikasi dan menganalisis hubungan jaringan komunikasi dengan perubahan taraf penghidupan dan pola pikir pembudidaya ikan. Analisis data hubungan tersebut menggunakan Software SPSS 17. 6. Analisis deskriptif kualitatif menggunakan analisis SWOT Analisis deskriptif kualitatif dalam penelitan ini digunakan untuk menjelaskan data primer dan sekunder yang diperoleh dari lapangan, juga untuk menjelaskan pelaksanaan program pemberdayaan pembudidaya ikan, dan menganalisis perubahan sosial ekonomi masyarakat dalam program pemberdayaan yang ada. Analisis data kualitatif yang diperoleh dalam penelitian ini sangat diperlukan untuk menentukan arah kebijakan dalam menemukan rumusan strategi komunikasi pembangunan perikanan di pedesaan. Hal tersebut didasarkan pada analisis jaringan komunikasi antar masyarakat guna perbaikan program komunikasi pembangunan dalam memberdayakan pembudidaya ikan. Untuk membangun rumusan strategi komunikasi pembangunan perikanan di pedesaan tersebut dilakukan dengan analisis kualitatif dengan menggunakan analisis sistem yang menggunakan analisis kekuatan strength, kelemahan weakness, peluang opportunity dan ancaman threat tantangan atau disebut juga analisis SWOT. Berdasarkan panduan analisis data dari Maleong 2000, maka disusun tahap pengolahan dan analisis data kualitatif yaitu ; 1 telaah data dan informasi dari berbagai sumber hasil wawancara, observasi dan dokumen, 2 Reduksi data informasi dengan membuat abstraksi sebagai rangkuman inti dari semua pernyataan sehingga tetap ada 3 menyusun data dan informasi dalam satuan- satuan, 4 mengkategorikan data dan informasi, 5 mengecek keabsahan data dan informasi, dengan cara mengkonfrimasikan kembali setiap data dan informasi yang diperoleh.

3. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA IKAN PATIN DALAM KOLAM

Abstrak Telah dilakukan penelitian tentang keadaan umum wilayah dan potensi pengembangan usaha budidaya perikanan dalam kolam. Tujuan penelitian ini untuk mendekripsikan keadaan umum wilayah dan kelayakan usaha budidaya ikan patin. Hal ini dilakukan, sebagai bahan untuk menganalisis karakteristik masyarakat, persepsi dan jaringan komunikasi pembudidaya ikan, selanjutnya dapat digunakan untuk menjelaskan perubahan sosial ekonomi dalam kegiatan pemberdayaan pembudidaya ikan. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode survei, data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menjelaskan tentang sejarah berkembangnya Desa Koto mesjid Kabupaten Kampar menjadi desa yang potensi dalam pengembangan usaha budidaya perikanan, keadaan penduduk yang beragam, pendidikan penduduk yang masih rata-rata pada pendidikan menengah pertama, infrastruktur dan sarana prasarana desa yang telah ada, beragamnya penggunaan lahan, dan kelayakan pengembangan usaha budidaya perikanan dalam kolam. Desa Koto Mesjid juga ditentukan sebagai wilayah sentra pengembangan budidaya perikanan di Provinsi Riau karena potensi wilayah ini dapat mewakili wilayah lain yang memiliki karakteristik yang sama. Pendahuluan Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan kualitas hidup, diperlukan kecermatan dan kesungguhan dalam mengamati hal-hal yang berkaitan dengan kondisi masyarakat bersangkutan. Potensi wilayah dan potensi sumberdaya manusia adalah dua hal yang mendukung untuk diperhatikan dalam upaya pengembangan kesejahteraan dan perbaikan kualitas hidup masyarakat. Potensi wilayah tempat tinggal adalah sumberdaya alam yang dapat digunakan sebagai wadah dan asset modal untuk mendukung berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangka perbaikan kesejahteraan masyarakat tersebut. Sedangkan potensi sumberdaya manusia adalah hal yang sangat penting diperhatikan dan dikembangkan sebagai pelaksana atau penggerak berbagai potensi baik potensi sumber daya alam maupun potensi sumberdaya manusia itu sendiri, baik secara ekonomi maupun secara sosial. Pengetahuan keadaan penduduk dan hal-hal yang berkaitan dengan ke khususan suatu wilayah adalah dapat digunakan sebagai gambaran untuk menjelaskan keberadaan potensi wilayah dan kualitas kehidupan masyarakatnya. Seperti yang diungkapkan oleh Lincon 2000 bahwa permasalahan pokok dalam pembangunan suatu wilayah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan endogenous development dengan menggunakan potensi sumberdaya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik lokal. Membangun suatu wilayah pada hakekatnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional, yang disesuaikan dengan potensi dan prioritas yang terdapat di daerah tersebut. Potensi itu tidak hanya terbatas potensi fisik saja tetapi juga, mencakup potensi sosial, ekonomi, dan budaya. Walaupun terdapat berbagai konsep tentang pembangunan daerah, namun para pakar ekonomi regional sependapat, bahwa tujuan pembangunan suatu kawasan tersebut merupakan bagian dari tujuan pembangunan nasional yang umumnya berisikan : 1 mencapai pertumbuhan pendapatan perkapita yang cepat; 2 menyediakan kesempatan kerja yang cukup; 3 pemerataan pendapatan; 4 mengurangi perbedaan dalam tingkat atau pembangunan dan kemakmuran antar daerah; dan 5 merubah struktur perekonomian supaya tidak berat sebelah Kadariah, 1979. Tujuan pembangunan wilayah yang sebenarnya adalah membangun masyarakatnya, pembangunan ini hanya akan tercapai apabila komponen yang menyangkut kegiatan-kegiatan pemanfaatan sumberdaya wilayah, penataan ruang, perubahan sosial, dan pertumbuhan ekonomi aktif, dinamis, dapat tumbuh dan berkembang. Anwar 1985. Baswir et al. 2003 menyatakan bahwa pembangunan ekonomi pada dasarnya mengarah kepada dua hal pokok, yaitu peningkatan pendapatan perkapita dan terjadinya perubahan struktur ekonomi. Pendekatan pembangunan wilayah diasumsikan tidak bertentangan dengan tujuan pembangunan, yaitu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Pendekatan wilayah bahkan erat hubungannya dengan usaha mengurangi kesenjangan-kesenjangan yang ada. Richardson 2001. Desa koto Mesjid Kecamatan XIII Koto Kampar sejak tahun 2011 telah ditetapkan sebagai suatu wilayah yang dijadikan sebagai sentra pengembangan budidaya perikanan di Provinsi Riau. Khususnya pengembangan usaha budidaya perikanan dalam kolam dengan komoditas ikan patin Pangasius hypopthalmus maka sudah tentu wilayah ini mendapatkan perhatian yang lebih baik dari wilayah lainnya, oleh berbagai pihak baik pemerintah maupun swasta. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diangkat permasalahan bagaimana keadaan umum wilayah Desa Koto Mesjid dan Bagaimana keadaan potensi kelayakan pengembangan usaha budidaya perikanan yang dijalankan oleh pembudidaya ikan. Maka dari permasalahan tersebut dirasakan perlu dilakukan suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui keadaan umum wilayah, keadaan penduduk, sarana dan prasarana dan potensi pengembangan kelayakan usaha budidaya perikanan yang dijalankan oleh masyarakat pembudidaya ikan yang ada di Desa Koto Mesjid Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Metode Penelitian dilaksanakan di Desa Koto Mesjid Kabupaten Kampar Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja purposive sesuai tujuan penelitian. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang diperkuat melalui wawancara. Metode yang digunakan adalah survei dengan instrumen berupa daftar pertanyaan terstruktur didasarkan pada indikator-indikator yang digunakan dalam penelitian ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari instansi pemerintah maupun swasta yang berhubung kait dengan tujuan penelitian. Populasi penelitian adalah keseluruhan pembudidaya ikan yang menjadi anggota mitra binaan PT Telkom yang mendapat bantuan modal usaha pengembangan budidaya perikanan dengan komoditas ikan patin Pangasius hypopthalmus . Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampling intact system , yaitu sebanyak 90 orang pembudidaya ikan sebagai suatu sistem. Survei pendahuluan telah dilakukan sejak tahun 2012 dengan melakukan pendekatan dengan pemuka masyarakat dan melakukan wawancara untuk memperoleh informasi-informasi yang diperlukan. Pengambilan data kuantitatif tentang keadaan umum wilayah sebagai awal survei dilaksanakan pada bulan Juni 2013 kemudian setelah proposal disertasi disahkan dilanjutkan pengambilan data pada bulan Desember 2013 hingga Mei 2014, kemudian dilanjutkan untuk wawancara mendalam pada Agustus dan September 2014. Jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif yaitu data nominal dan interval. Data nominal untuk indikator jenis kelamin, lokasi penelitian, jenis pekerjaan, dan penggunaan lahan. Data interval digunakan untuk menjelaskan kelayakan usaha budidaya perikanan. Untuk data keadaan penduduk dan sarana prasarana, penggunaan lahan dianalisis secara deskriptif, sedangkan data kelayakan usaha budidaya perikanan dianalisis dengan menggunakan analisis kelayakan usaha, dengan menghitung biaya tetap, biaya tidak tetap, dan total penerimaan yang diperoleh pembudidaya ikan dari hasil produksi perikanan dengan menggunakan formulasi analisis kelayakan usaha untuk menghitung Benefit Cost Ratio . Hasil dan Pembahasan Sejarah Berkembangnya Desa Koto Mesjid Nama dari Koto Mesjid diambil dari nama sebuah dusun atau kampung yang pertama berdiri semasa Koto Mesjid masih bergabung dengan Desa Pulau Gadang sebelum terjadinya pemekaran desa. Pada tahun 1999 sesuai dengan keputusan Gubernur Riau No. 247 Tahun 1999 yang pada saat itu dengan jumlah 343 Kepala keluarga dengan jumlah penduduk 1239 jiwa. Seiring dengan pemekaran tersebut maka pemerintahan desa berupaya menggalakkan kegiatan pembangunan diantaranya infrastruktur dan penataan kelembagaan masyarakat, seperti dibentuknya kelompok usaha pertanianperkebunan dan kelompok usaha perikanan yang masih sangat sederhana Desa Koto Mesjid ini merupakan kawasan relokasi bendungan PLTA Koto panjang. Sebelum di relokasi, masyarakatnya memiliki mata pencaharian sebagai petani karet dan ladang berpindah-pindah. Berada disepanjang tepi sungai, sehingga perikanan tangkap seperti memancing, jaring, dan bubu sebagai kegiatan mata pencaharian tambahan disamping bertani karet. Pemindahan ke lokasi baru, membuat perubahan yang sangat signifikan dari pola kehidupan masyarakat, hasil ganti rugi dari kebun karet karena perluasan kawasan waduk belum dapat dimanfaatkan secara maksimal dalam waktu yang lama, sehingga kehidupan ekonomi masyarakat semakin menurun, masyarakat terus mengalami penurunan kualitas kehidupan ekonomi mereka. Kemudian dari beberapa orang masyarakat mulai mencoba mengembangkan usaha kolam budidaya ikan patin, walau sebenarnya wilayah ini kurang layak untuk dikembangkan usaha perikanan karena tidak adanya irigasi dan sumber air utama, tetapi keinginan untuk memanfaatkan potensi lain melalui inovasi teknologi dan pengetahuan baru mereka dapat merekayasa alam secara perlahan-lahan kemudian pada akhirnya menjadi kawasan yang sangat berpotensi untuk pengembangan usaha budidaya perikanan. Gambar 5. Peta Desa Koto Mesjid Pengenalan komoditas baru, yaitu ikan patin Pangasius hypothalamus untuk daerah ini ternyata membuahkan hasil. Patin sangat cocok dikembangkan di daerah ini karena didukung oleh tekstur tanah yang baik, cuaca yang cukup panas, dan ikan patin tidak terlalu memerlukan air yang sangat besar, tahan terhadap penyakit dan mudah dikembangkan serta diminati untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Letak Geografis Desa Koto Mesjid merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Secara geografis Desa Koto Mesjid ini letak lintangnya antara 100 50,00”-100°58,2° LU dan 0°6’40”- 0’15°00” BB. Suhu udara Desa Koto Mesjid memiliki berkisar antara 25°-33°C, suhu rata-ratanya 27°C. Banyaknya curah hujan di Desa Koto Mesjid 48,6 mmtahun. Mempunyai topografi dataran rendah dengan ketinggian dari permukaan laut yaitu 98 m. Bentangan wilayah terdiri dari bentangan dataran rendah dan aliran sungai. Batas wilayah Desa Koto Mesjid sebelah utara berbatasan dengan Desa Batu Langkah, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Danau, sebelah timur berbatasan dengan Desa Merangin atau Silam, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Pulau Gadang. Desa Koto Mesjid memiliki empat dusun terdiri dari Dusun Pencurahan Bilah, Dusun Pencurahan Gading, Dusun Kampung Baru I dan Dusun Kampung Baru II. Jarak Desa Koto Mesjid dari pusat Pemerintahan Kecamatan adalah 13 km, dan pusat Pemerintahan Kabupaten adalah 43 km dan dari pusat Pemerintahan Provinsi adalah 93 km. Penduduk Penduduk merupakan sejumlah orang yang bertempat tinggal pada suatu wilayah tertentu dan Menurut Mubyarto 2000 Penduduk adalah sejumlah orang yang bertempat tinggal pada suatu wilayah pada waktu tertentu dan merupakan hasil proses demografi yaitu natalitas, mortalitas, dan migrasi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Kepala Desa Koto Mesjid, jumlah penduduk di wilayah ini pada tahun 2013 tercatat 1.827 jiwa 507 KK. Komposisi jumlah penduduk laki-laki dan perempuan tidak berbeda jauh. Untuk jelasnya mengenai jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini. Tabel 6. Jumlah penduduk Desa Koto Mesjid berdasarkan jenis kelamin tahun 2013. No. Jenis Kelamin Jumlah jiwa Persentase 1 Laki-laki 939 48,60 2 Perempuan 888 51,40 Jumlah 1.827 Sumber: Monografi Desa Koto Mesjid, 2013 Pada Tabel 5 dapat kita lihat perbedaan jumlah penduduk dan selisih dari jumlah penduduk laki-laki dan jumlah penduduk perempuan adalah 51 jiwa, menurut masyarakat disana ini terjadi secara alami saja. Dari jumlah penduduk tersebut dapat digolongkan berdasarkan kelompok umur. Untuk lebih jelasnya mengenai jumlah penduduk di Desa Koto Mesjid berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Jumlah penduduk Desa Koto Mesjid berdasar kelompok umur tahun 2013 No. Kelompok umur tahun Jumlah jiwa Persentase 1 0-5 214 5.25 2 6-20 411 22.50 3 21-45 743 40.67 4 46-70 568 31.09 5 70 9 0.49 Jumlah 1.827 100 Sumber: Monografi Desa Koto Mesjid, 2013 Komposisi penduduk merupakan pengelompokan atas dasar kriteria tertentu. Tujuan dari pengelompokan ini adalah untuk mengetahui tingkat pertumbuhan penduduk baik dari segi sosial, ekonomi, dan juga biologi. Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa kelompok umur dari 0-5 tahun berjumlah 214 jiwa dan itu merupakan kelompok umur balita, kelompok umur dari 6-20 tahun berjumlah 411 jiwa atau sekitar 22,50 dan itu merupakan kelompok umur yang masih dalam pendidikan, kelompok umur dari 21-45 tahun berjumlah 743 jiwa atau sekitar 40,67 dan itu merupakan kelompok umur yang sangat produktif dalam bekerja karena untuk bekerja sebagai petani diperlukan kondisi yang sehat, sedangkan kelompok umur dari 46-70 tahun berjumlah 568 jiwa atau sekitar 31,09 dan itu merupakan kelompok umur produktif dan kelompok umur lebih dari 70 tahun sebanyak 9 orang atau sekitar 0,49 sebagai kelompok umur kurang produktif. Pendidikan Pendidikan merupakan faktor yang paling penting dalam menunjang pembangunan suatu daerah. Jika disuatu daerah tingkat pendidikanya rendah, maka sumber daya manusia yang ada juga akan memiliki kualitas yang rendah, hal ini akan berdampak kepada tidak siapnya masyarakat untuk bersaing dalam dunia kerja dan bisa menjadi faktor penghambat berkembangnya suatu daerah. Tingginya tingkat pendidikan suatu masyarakat maka akan memudahkan dalam menyerap informasi dan teknologi. Untuk mengamati tingkat pendidikan masyarakat di Desa Koto Mesjid, dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah penduduk Desa Koto Mesjid berdasarkan pendidikan tahun 2013. No. Tingkat pendidikan Jumlah jiwa Persentase 1 Tidak punya Ijazah 282 15.44 2 SD 583 31.91 3 SLTP 517 28.30 4 SLTA 337 18.45 5 Diploma 64 3.50 6 Sarjana 44 2.41 Jumlah 1827 100 Sumber: Monografi Desa Koto Mesjid, 2013 Dari Tabel 8 tersebut menjelaskan jumlah penduduknya 1827 jiwa, sekitar 1485 jiwa atau sekitar 84,56 yang telah atau sedang menjalani pendidikan. Tingkat pendidikan masyarakat bersekolah SD berjumlah 583 jiwa atau sekitar 31,91, tingkat pendidikan SLTP berjumlah 517 jiwa atau sekitar 28,30, tingkat pendidikan SLTA berjumlah 337 jiwa atau sekitar 18,45, tingkat pendidikan Diploma berjumlah 64 jiwa atau sekitar 3,50, dan tingkat pendidikan Sarjana berjumlah 44 jiwa atau sekitar 2,41. Mata Pencaharian Untuk memenuhi kebutuhan hidup, masyarakat di Desa Koto Mesjid mempunyai mata pencaharian yang sangat beragam, dimana ada yang bekerja sebagai Petani, PNS. Peternak, Nelayan, dan Wirausaha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Jumlah penduduk Desa Koto mesjid berdasarkan jenis pekerjaan tahun 2013. No. Jenis Pekerjaan Jumlah jiwa Persentase 1 Perkebunan 309 43.95 2 Perikanan 257 36.56 3 PNS 82 11.66 4 Wirausaha 41 5.83 5 Peternak 14 1.99 Jumlah 703 100 Sumber: Monografi Desa Koto Mesjid, 2013 Dari Tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk dengan jenis pekerjaan sebagai petani perkebunan berjumlah 309 jiwa atau sekitar 43,95, tersebut berupa petani perkebunan sawit dan petani perkebunan karet, jenis pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil PNS berjumlah 82 jiwa atau sekitar 11,66, jenis pekerjaan sebagai peternak berjumlah 14 jiwa atau sekitar 1,99, pembudidaya ikan dengan usaha perikanan berjumlah 257 jiwa atau sekitar 36,56, dan wirausaha berjumlah 41 jiwa atau sekitar 5,83. Berdasarkan Tabel 6 tersebut dapat dijelaskan bahwa mayoritas penduduk di Desa Koto Mesjid memiliki mata pencaharian sebagai petani yaitu petani perkebunan dan perikanan. Agama dan Etnis Seluruh penduduk Desa Koto Mesjid beragama islam, ini dapat dilihat dari sarana ibadah di desa ini terdapatnya mesjid sebanyak 3 unit dan mushala sebanyak 4 unit. Acara-acara keagamaan didesa ini seperti wirid pengajian yang dilakukan 1 kali seminggu yaitu hari jumat, Maulid Nabi, dan acara keagamaan lainnya. Untuk mengetahui sebaran jumlah penduduk berdasarkan etnis dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Jumlah Penduduk Desa Koto Mesjid Berdasarkan Etnis Tahun 2013. No. Etnis Jumlah jiwa Persentase 1 Melayu 1756 96.11 2 Minang 25 1.37 3 Batak 8 0.44 4 Jawa 28 1.53 5 Aceh 3 0.16 6 Lain-lain 7 0.38 Jumlah 1827 100 Sumber: Monografi Desa Koto Mesjid, 2013 Dari Tabel 10 diatas etnis yang terbanyak di Desa Koto Mesjid ini adalah melayu berjumlah 1756 jiwa atau sekitar 96,11, kemudian diikuti etnis minang berjumlah 25 jiwa atau sekitar 1,37, etnis jawa berjumlah 28 jiwa atau sekitar 1,53, etnis batak berjumlah 8 jiwa atau sekitar 0,44, etnis aceh berjumlah 3 jiwa atau sekitar 0,16 dan etnis lainnya berjumlah 7 jiwa atau sekitar 0,38, etnis melayu merupakan etnis yang telah lama mendiami desa tersebut, sedangkan etnis selain melayu merupakan etnis pendatang. Administrasi Desa Administrasi adalah proses penyelenggaraan kerja yang baik dilakukan bersama-sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Administrasi didalam penyelenggaraannya diwujudkan melalui fungsi-fungsi manajemen yang terdiri dari perencanaan, perorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan. Desa Koto Mesjid dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang dibantu oleh Sekretaris Desa. untuk membantu kelancaran administrasi desa, sekretaris desa dibantu oleh Kaur Pemerintahan, Kaur Pembangunan, dan Kaur Umum. Untuk mengontrol dan mengawasi kinerja dari Kepala Desa serta Aparat Pemerintahan Desa maka dibentuklah Badan Perwakilan Desa BPD. Sarana administrasi Desa ini berupa perkantoran-perkantoran yang terdapat di desa ini yaitu kantor Kepala Desa, kantor Badan Perwakilan Desa BDP dan kantor Lembaga Pemberdayaan Masyarakat LPM. Sarana Pendidikan Sarana pendidikan merupakan faktor paling penting dalam menunjang pembangunan sumberdaya manusia suatu daerah. Jika disuatu daerah sarana pendidikan terpenuhi dengan baik, maka masyarakat akan lebih mudah mengakses pendidikan. Tinggi rendahnya pendidikan juga ditentukan dengan tersedianya sarana tingkat pendidikanya, jika sarana pendidikan kurang tersedia maka berdampak pada rendahnya kualitas pendidikan. Hal ini akan berdampak kapada tidak siapnya masyarakat untuk bersaing dalam dunia kerja dan bisa menjadi faktor penghambat perkembangnya suatu daerah. Tingginya tingkat pendidikan suatu masyarakat maka akan memudahkan dalam menyerap informasi dan sangat menentukan dalam kemajuan yang dilakukan oleh pemerintah dalam usaha pembangunan masyarakat tersebut. Pendidikan memegang peranan sangat penting bagi suatu bangsa, untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan. Pendidikan juga memegang peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi pola pikir untuk menerima suatu pembaharuan. Keberadaan sarana pendidikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan sangat menentukan keberhasilan pembangunan masyarakat. Untuk menunjang pembangunan sumberdaya manusia di Desa Koto Mesjid terdapat sarana pendidikan diantaranya terdapat 1 unit TK, dan 2 unit SD. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Jumlah Sarana Pendidikan Tahun 2013. No. Sarana pendidikan Jumlah unit Persentase 1 TK 1 33,33 2 SD 2 66.67 Jumlah 3 100 Sumber: Kantor Kepala Desa Koto Mesjid Dari Tabel 11 diatas sarana yang dimiliki di Desa Koto Mesjid TK berjumlah 1 unit dan SD berjumlah 2 unit yang dibangun oleh pemerintah. Adapun SLTP dan SLTA tidak terdapat di Desa ini. SLTP dan SLTA terdapat di Desa yang berbatasan yaitu Desa Pulau Gadang. Jumlah tenaga kerja untuk pendidikan yang terdapat di Desa Koto Mesjid yaitu Guru TK sebanyak 4 orang dan Guru SD sebanyak 34 orang.