Peningkatan Pola Pikir dan Taraf Hidup Komunitas Petani Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat (Kasus Program CECOM Foundation di Tiga Desa di Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar)

(1)

PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

(Kasus Program CECOM Foundation di Tiga Desa Kecamatan

Kampar Timur, Kabupaten Kampar)

KHOLIS ROMLI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir ini berjudul “Peningkatan Pola Pikir dan Taraf Hidup Komunitas Petani Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat (Kasus Program CECOM Foundation di Tiga Desa Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar” adalah benar karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir kajian ini.

Bogor, Mei 2011

Kholis Romli NRP I354064145


(3)

Through Community Empowerment Program (Case of CECOM Foundation’s Program in Three Villages in East Kampar Subdistrict, Kampar Regency. Supervised by DJUARA P. LUBIS and NURAINI W. PRASODJO.

Number of community empowerment program that was launched tend to not give clear results, both qualitatively and quantitatively. Measuring the impact is usually only around on measuring changes in income, while changes in real living standards are not only influenced by changes in revenue, since many other factors related and direct impact on living standards.

There is a tendency of a program to change the standard of living of beneficiaries who are very fast. This changing on standard of living usually will not have a high sustainability, so that when the program ends, the beneficiary will again become poor. This happens because there is at least an evaluation method to measure the success of the program. It is necessary to study how the description improvement mindset assisted farmer group members after involved to a community empowerment program by CECOM Foundation, How did the description of livelihood improvement of farmer group’s member after joining CECOM Community Empowerment Program as well as how to formulate participatory community development programs by CECOM Foundation.

VPA analysis conducted during the three years shows that there has been a significant change in all indicators of VPA in group CECOM Foundation assisted in Kampar regency, both in the variable level indicators. However, still there are two variables that remained below a virtual line five, namely the sub-indicator of food consumption (indicator of living standard) and sub-indicator of gender mainstreaming (indicator of mindset).

Based on the finding above, the design created by emphasizing the variable with the lowest value to the variable with the highest value with the expected outcome of this study is the increase in welfare and self reliance of the community.


(4)

Pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat (communty based development) sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam konsep pembangunan berkelanjutan (suistainable development) meletakkan prioritas kegiatan pembangunan pada proses penguatan kapasitas, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pengembangan kelembagaan masyarakat yang bertujuan mengembangkan pola pikir positf, daya kritis, dan kontrol sosial masyarakat. Tujuan lain yang diharapkan dari pemberdayaan masyarakat adalah menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam mengelola potensi ekonomi lokal bagi peningkatan taraf kehidupan masyarakat.

Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat (Kasus Program CECOM Foundation di Tiga Desa di Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar). Dibimbing oleh DJUARA P. LUBIS dan NURAINI W. PRASODJO

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat oleh CECOM Foundation di Kabupaten Kampar, dilaksanakan sebagai suatu media yang diharapkan mampu memberikan fasilitasi terhadap proses perubahan sosial, yaitu; (1) pendekatan perbaikan taraf hidup, dengan pembangunan sistem pertanian terpadu atau integrated farming system (IFS) yang diharapkan akan memperbaiki dan memacu kehidupan perekonomian masyarakat; (2) pendekatan peningkatan pola pikir, dengan proses pengembangan kelembagaan kelompok tani, pengorganisasian dan penguatan kapasitas komunitas dampingan menuju keberlanjutan program pengembangan komunitas yaitu prospek kemampuan komunitas dalam mengelola kegiatan pemberdayaan secara mandiri.

Kegiatan Program IFS di Kelompok Tani dampingan dirancang sesuai dengan strategi pengembangan kelembagaan yang terdiri dari empat fase yaitu ; (1) Fase Persiapan, dimana pada tahun pertama, modal kegiatan atau proyek bersumber dari penyelenggara program yang diberikan kepada anggota Kelompok Tani secara hibah; (2) Fase Penumbuhan, dimana pada tahun kedua modal kegiatan dari CECOM Foundation tidak lagi diberikan secara langsung kepada anggota namun diberikan kepada Kelompok Tani sebagai Seed Capital yang selanjutnya Kelompok Tani menjadikannya sebagai modal bergulir kepada anggotanya tanpa bunga; (3) Fase Pengembangan, dimana pada tahun ketiga modal kegiatan dari penyelenggara program kepada Kelompok Tani merupakan pinjaman lunak berupa kredit bersubsidi. Pada tahapan ini, Kelompok Tani telah memiliki unit usaha simpan pinjam sebagai cikal bakal lembaga keuangan mikro (LKM) milik komunitas; (4) Fase Kemandirian, dimana pada tahun keempat seluruh modal kegiatan bersumber dari keswadayaan masyarakat dan dari lembaga keuangan komersial. Pada tahap ini skala usaha anggota kelompok tani sudah bankable.

Untuk mengetahui perkembangan kegiatan program pemberdayaan masyarakat yang telah dikerjakannya, terutama untuk mengatahui telah sampai tahapan apa komunitas yang telah didampingi CECOM Foundation, dipilih alat evaluasi partisipatif Vectorial Project Analysis (VPA) yang dianggap paling sesuai untuk menilai situasi kehidupan masyarakat.


(5)

program. Untuk memperkaya hasil evaluasi komentar dan catatan enumerator lokal yang berkaitan dengan situasi dan kondisi di lapangan juga merupakan salah satu masukkan yang sangat penting bagi obyektifitas hasil evaluasi ini.

Dalam VPA Indikator kemajuan taraf hidup (livelihood) dikelompokkan sebagai indikator yang bersifat fisik (tangible)atau indikator-indikator yang dapat diukur secara kuantitatif. Indikator ini akan menggambarkan kemajuan fisik status ketahanan pangan yang antara lain diukur melalui beberapa sub indikator yaitu; (1) Pendapatan; (2) Kesempatan kerja; (3) Konsumsi pangan; (4) Sanitasi dan kebersihan. Indikator kemajuan pola pikir (mindset) dikelompokkan sebagai indikator yang bersifat bukan fisik (intangible). atau indikator-indikator yang sebenarnya hanya bisa diukur secara kualitatif, tetapi dalam analisa VPA indikator-indikator pola pikir ini diukur secara kuantitatif. Indikator ini lebih lanjut diurai menjadi beberapa sub indikator yang meliputi tingkat; (1) Aktifitas di kelompok tani; (2) Tingkat adopsi teknologi; (3) Kebiasaan menabung; (4) Kepercayaan diri; (5) Orientasi pendidikan anak; (6) Pengarusutamaan jender; (7) Praktek dan orientasi bisnis (usahatani).

Untuk memperoleh gambaran mengenai perkembangan kegiatan pemberdayaan masyarakat CECOM Foundation di Kabupaten Kampar dipilih tiga desa yang berada di Kabupaten Kampar yang mewakili yang didampingi dan komunitas yang tidak didampingi oleh CECOM Foundation. Hasil rerata survei VPA di ketiga desa ini kemudian menjadi dasar pembuatan kebijakan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Kampar di masa yang akan datang.

Hasil survei VPA yang dilakukan menunjukkan telah terjadi perubahan yang signifikan pada seluruh indikator VPA pada kelompok dampingan CECOM Foundation di Kabupaten Kampar, baik pada variabel yang terletak pada indikator taraf kehidupan maupun pola pikir pada pelaksanaan program pemberdayaan yang dilakukan oleh CECOM Foundation. Namun demikian masih terdapat dua buah variabel yang masih berada di bawah garis virtual lima, yaitu pada sub indikator konsumsi pangan (indikator taraf kehidupan) dan sub indikator pengarustamaan gender (indikator pola pikir).

Berdasarkan hal tersebut di atas dibuat rancangan tindak lanjut dengan mengutamakan sub indikator konsumsi pangan (indikator taraf kehidupan) dan sub indikator pengarustamaan gender (indikator pola pikir) yang diharapkan dari kajian ini adalah terjadinya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat melalui peningkatan sebelas sub-indikator VPA.


(6)

@

Hak cipta dilindungi Undang-undang Hak cipta milik IPB, tahun 2011

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tukis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(7)

PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

(Kasus Program CECOM Foundation di Tiga Desa Kecamatan

Kampar Timur, Kabupaten Kampar)

KHOLIS ROMLI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

(9)

(Kasus Program CECOM Foundation di Tiga Desa, Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar)

Nama Mahasiswa : Kholis Romli Nomor Pokok : I354064145

Program Studi : Magister Profesional Pengembangan Masyarakat

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS

Ketua Anggota

Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS

Mengetahui :

Ketua Program Magister Profesional Dekan Sekolah Pascasarjana Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr


(10)

atas Ridho dan IzinNya melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya serta senantiasa memberikan kemudahan dan kekuatan hingga penulis dapat merampungkan penulisan Tugas Akhir Kajian Pengembangan Masyarakat dengan judul “Peningkatan Pola Pikir dan Taraf Hidup Komunitas Petani Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat (Kasus Program CECOM Foundation di Tiga Desa di Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar”. Kajian Pengembangan Masyarakat ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat.

Terima kasih penulis haturkan kepada Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Nuraini W. Prasodjo, MS atas saran dan bimbingannya dalam penyusunan tesis ini. Penulis juga mengaturkan terima kasih kepada Dr. Lala M. Kolopaking, MS atas saran kan masukannya. Terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada CECOM Foundation dan Gubernur Riau atas bantuan beasiswa kepada penulis untuk melanjutkan studi. Terima kasih kepada Pengurus dan anggota kelompok tani Padusi, kelompok tani Berkat Bersama dan kelompok tani Tunas Sehati atas kerjasama dan informasi yang diberikan. Mas Johan Purnama, Ir. H. Siswo, T. Kaddhafi, drh. Agus, Suhaimi, Ir. H. Elyas, Bang Kiki, Pak Tonny, Teh Hetti terima kasih atas informasi, motivasi, donasi, dan fasilitasi kepada penulis selama penyusunan sampai penyelesaian tesis. Ibu, Ayah, Bunda Hartini, Azzizah Hanifatur Rahma, dan Nisrina Zayyan Kamila, terima kasih yang tulus atas doa, curahan kasih sayang dan dukungan yang tiada berhenti mengalir. Terima kasih kepada sahabat seperjuangan dan rekan-rekan mahasiswa MPM kelas Pekanbaru.

Bogor, Mei 2011

Kholis Romli

NRP I354064145


(11)

Penulis dilahirkan di Malang , pada 23 September 1966. Pendidikan SD sampai SMA diselesaikan di kota kelahiran. Pada tahun 1992 penulis merampungkan pendidikan S1 di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Tahun 1994 sampai 1998, penulis berprofesi sebagai konsultan UKM pada Program Pengembangan Kemitraan Usaha, Yayasan Prasetiya Mulya Jakarta. Pada tahun 1999 sampai 2005 penulis bekerja sebagai salah satu

departement head pada program Community Development di PT. Riau Andalan

Pulp and Paper. Pada tahun 2005 sampai 2008 penulis bekerja sebagai Direktur Eksekutif pada Yayasan Peduli Pemberdayaan Masyarakat (Care and

Empowerment for Community Foundation) di Pekanbaru. Saat ini penulis

berprofesi sebagai SME consultant pada Lembaga Pengembangan, Advokasi dan Konsultasi UKM di KADIN Riau.

Pada tahun 2006 penulis berkesempatan melanjutkan studi pada Program Studi Manajemen Pengembangan Masyarakat, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas bantuan beasiswa dari CECOM Foundation. Saat ini Penulis bermukim di Pekanbaru dengan istri bernama Hartini dan dikaruniai amanah dua orang putri yaitu Azizah Hanifatur Rahma (Izza), dan Nisrina Zayyan Kamila (Lala).

Bogor, Mei 2011

Kholis Romli NRP I354064145


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Pemberdayaan Masyarakat ... 4

2.2. Paradigma dan Arah Pemberdayaan Masyarakat ... 5

2.3. Pemberdayaan Masyarakat Tani ... 7

2.4. Aspek Sustainibilitas dalam Pemberdayaan Masyarakat ... 8

2.5. Pendampingan dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat ... 10

2.6. CSR, Community Development dan Community Empowerment ... 12

2.7. CECOM Foundation sebagai Sistem Pemberdayaan ... 14

2.8. Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Partisipasi Komunitas ... 15

2.9. Modal Sosial ... 17

2.10. Monitoring dan Evalusi Partisipatif ... 17

2.11. Vectorial Project Analysis (VPA) ... 19

2.12. Kemajuan Pola Pikir dan Taraf Hidup ... 21

III. METODOLOGI KAJIAN ... 26

3.1. Kerangka Pemikiran ... 26

3.2. Metode Penelitian ... 28

3.2.1. Metode Pengumpulan Data ... 28

3.2.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 28

3.2.3. Metode Perencanaan Program ... 29

3.3. Lokasi dan Waktu Kajian ... 29

3.4. Rancangan Penyusunan Program ... 30

IV. GAMBARAN UMUM CECOM FOUNDATION ... 31

4.1. Evolusi Program CSR PT. Riau Andalan Pulp and Paper ... 31

4.2. Profil dan Program CECOM Foundation ... 35

4.3. Perkembangan Lembaga dan Program CECOM Foundation ... 39

4.3.1. Pengembangan Organisasi ... 39


(13)

V. DESKRIPSI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

OLEH CECOM FOUNDATION ... 43

5.1. Program Pengembangan Sistem Pertanian Terpadu (Integrated Farming System/IFS) ... 43

5.1.1. Daur Kegiatan/ Program IFS ... 48

5.1.2. Disain Program IFS ... 49

5.1.3. IFS Berbasis Komoditi Unggulan ... 51

5.2. Monitoring dan Evaluasi Program IFS ... 54

VI. PENINGKATAN TARAF HIDUP DAN POLA PIKIR KOMUNITAS PETANI DAMPINGAN CECOM FOUNDATION ... 56

6.1. Profil dan Kegiatan IFS ... 56

6.1.1. Kelompok Tani Padusi, Desa Tanjung Bungo ... 56

6.1.2. Kelompok Tani Berkat Bersama, Desa Kualu Nenas ... 57

6.1.3. Kelompok Tani Tunas Sehati, Desa Pulau Birandang ... 59

6.2. Peningkatan Taraf Hidup dan Pola Pikir ... 61

6.2.1. Kelompok Tani Padusi, Desa Kampar Kecamatan Kampar Timur ... 61

6.2.2. Kelompok Tani Berkat Bersama, Desa Kuala Nenas Kecamatan Kampar Timur ... 66

6.2.3. Kelompok Tani Tunas Sehati, Desa Pulau Birandang Kecamatan Kampar Timur ... 69

6.3. Pengembangan Partisipasi dan Modal Sosial ... 73

6.3.1. Demokrasi Partisipatif ... 73

6.3.2. Pemanfaatan Modal Sosial ... 74

6.4. Ikhtisar ... 74

VII. RANCANGAN PENYUSUNAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT CECOM FOUNDATION ... 78

7.1. Pilihan Strategi Metodologi ... 78

7.2. Rancangan Program Pemberdayaan ... 79

7.3. Keberlanjutan Program Pemberdayaan ... 85

7.3.1. Tolok Ukur Keberlanjutan ... 85

7.3.2. Ancaman bagi Keberlanjutan ... 86

VIII.PENUTUP ... 89

8.1. Kesimpulan ... 89

8.2. Implikasi Kebijakan ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jadual Rencana Pelaksanaan Kajian ... 30

2. Mitra dan Proyek Kerjasama CECOM Foundation ( 2005-2008) .... 42

3. Data Perkembangan Poktan Dampingan CECOM Foundation Tahun 2008 ... 47

4. Perkembangan program IFS CECOM Foundation 2005 – 2008 ... 48

5. Rataan Data Sub-Indikator VPA Kelompok Tani Padusi ... 62

6. Pertumbuhan Vektor Kelompok Tani Padusi ... 65

7. Rataan Data Sub-Indikator VPA Kelompok Tani Berkat Bersama .. 67

8. Pertumbuhan Vektor Kelompok Tani Berkat Bersama ... 69

9. Rataan Data Sub-Indikator VPA Kelompok Tani Tunas Sehati ... 70

10. Pertumbuhan Vektor Kelompok Tani Tunas Sehati ... 71

11. Rencana dan Prioritas Tindak Lanjut Kegiatan ... 81

12. Matriks Kerangka Kerja Logis pada Poktan Padusi ... 82

13. Matriks Kerangka Kerja Logis pada Poktan Tunas Sehati dan Berkat Bersama ... 83


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pergeseran Peran Pendamping menjadi Peran Kelompok ... 9

2. Rumus Segitiga Phytagoras ... 20

3. Hubungan Kemajuan Taraf Hidup dan Pola Pikir dalam Vectorial Project Analysis ... 21

4. Bentuk Keluaran VPA ... 24

5. Kerangka Pemikiran Kajian ... 27

6. Konsep The Triple Bottom Line dalam CSR PT. RAPP ... 32

7. Evolusi Bisnis Menuju Keberlanjutan Usaha ... 33

8. Perjalanan Evolutif CSR PT. RAPP ... 35

9. Prinsip “Mengenal, Dikenal, dan Diterima ... 36

10. Pengembangan Organisasi CECOM Foundation ... 40

11. Pengembangan Kelembagaan Komunitas CECOM ... 44

12. DDiissaaiinn SSiisstteemmPPeerrttaanniiaannTTeerrppaadduu((IIFFSS))CCEECCOOMM ... 550 0 13. Grafik VPA Kelompok Tani Padusi ... 64

14. Grafik VPA Kelompok Tani Berkat Bersama ... 68

15. Grafik VPA Kelompok Tani Tunas Sehati ... 71

16. Skema Struktur Organisasi Kelompok Tani dampingan CECOM 773 3 17. Grafik VPA Kabupaten Kampar ... 76

18. Strategi Metodologi Program Pemberdayaan Masyarakat CECOM Foundation untuk masa yang akan datang ... 78


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Form Survey Vectorial Project Analysis (VPA) ... 94

2. Indikator Taraf Hidup CECOM ... 99

3. Indikator Pola Pikir CECOM ... 101

4. Indikator Taraf Hidup Non-CECOM ... 103

5. Indikator Pola Pikir Non-CECOM ... 105

6. Vectorial Project Analysis CECOM Kabupaten Kampar ... 107

7. Vectorial Project AnalysisNon-CECOM Kabupaten Kampar ... 108

8. Vectorial Project AnalysisChart CECOM vs Non-CECOM Kabupaten Kampar ... 109

9. Analisis Indikator CECOM Kabupaten Kampar ... 110


(17)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengelolaan pembangunan saat ini dan ke depan dihadapkan pada berbagai dinamika dan kompleksitas masalah sosial ekonomi dan politik yang bersifat kontradiktif dan kontra-produktif, yang memerlukan penanganan serius dari pemerintah dan segenap komponen masyarakat. Pola pikir pemerintah dan masyarakat yang terbentuk selama ini, sebagai akibat dari sistem pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik, lemahnya kontrol sosial, ketidaksiapan dalam mengubah paradigma dan strategi pembangunan telah menyebabkan tidak optimalnya desentralisasi kegiatan pelayanan masyarakat, tidak meratanya pertumbuhan ekonomi lokal, dan ketidakberdayaan masyarakat dalam proses perubahan sosial.

Perubahan sosial dapat diartikan sebagai proses interaksi antar komponen yang berperan dalam suatu daerah/wilayah, dialami oleh penduduk tertentu yang mengarah pada pengembangan pemahaman, persepsi, kesadaran, norma dan perilaku untuk berkembang lebih baik dalam bingkai kesejahteraan yang berkeadilan. Komponen utama yang dimaksud di atas antara lain mencakup interaksi antar sumberdaya manusia dan dengan sumberdaya alam yang tersedia dan dimiliki. Interaksi tersebut mencakup tiga sub-bangunan pokok yakni sub-bangunan ekonomi, sub-bangunan politik, dan sub-bangunan budaya (Hasan, 2007)

Pembangunan adalah sebuah perubahan sosial yang direncanakan. Oleh sebab itu “perubahan” mempunyai sisi positif dan negatif tergantung apa dan siapa yang akan diubah dan bagaimana perubahan itu akan dilakukan. Perubahan sosial yang berbasis pegembangan masyarakat meletakkan masyarakat sebagai subyek pembangunan dalam upaya meningkatkan pola berperilaku, pengetahuan dan ketrampilan masyarakat menuju kondisi yang lebih sejahtera dan mandiri.

Pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat (communty based

development) sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam konsep pembangunan

berkelanjutan (suistainable development) meletakkan prioritas kegiatan

pembangunan pada proses penguatan kapasitas, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pengembangan kelembagaan masyarakat yang bertujuan


(18)

mengembangkan pola pikir positf, daya kritis, dan kontrol sosial masyarakat. Tujuan lain yang diharapkan dari pembangunan yang partisipatif adalah menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam mengelola potensi ekonomi lokal bagi peningkatan taraf kehidupan masyarakat.

Dalam perspektif sosial ekonomi di Kabupaten Kampar khususnya dan Propinsi Riau pada umumnya, sebagian besar perikehidupan masyarakat bersumber dan bergantung pada potensi sektor pertanian. Untuk itu, selayaknya prioritas program pemberdayaan masyarakat di wilayah tersebut difokuskan untuk pemberdayaan masyarakat tani. Menurut (Suprapto, 2009) Program Pemberdayaan Masyarakat Tani adalah proses perubahan pola pikir, perilaku, dan sikap petani dari petani sub sisten tradisional menjadi petani moderen berwawasan agribisnis melalui proses pembelajaran.

1.2. Rumusan Masalah

Banyaknya program pemberdayaan masyarakat yang diluncurkan, baik oleh pemerintah maupun oleh organisasi kemasyarakatan non pemerintah dan badan-badan dunia cenderung tidak memberikan hasil yang jelas, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Pengukuran dampak biasanya hanya berkisar pada pengukuran perubahan pendapatan, sedangkan perubahan taraf kehidupan sebenarnya tidak hanya dipengaruhi oleh perubahan pendapatan, karena banyak faktor lain yang terkait dan berpengaruh langsung pada taraf kehidupan. Beberapa hal penting yang seharusnya menjadi obyek perubahan dalam program, ternyata tidak dapat diukur dengan metoda yang terstruktur karena cenderung bersifat kualitatif, hal-hal ini biasanya berkaitan dengan perubahan sikap dan perubahan tingkah laku, yang pada dasarnya adalah perubahan dari pola berpikir masyarakat.

Menurut Purnama (2007), output yang diharapkan dari program pemberdayaan masyarakat adalah terjadinya peningkatan taraf hidup masyarakat

(livelihood) dan peningkatan pola pikir (mindset). Untuk itu diperlukan suatu

evaluasi partisipatif yang dapat menunjukkan suatu korelasi antara perubahan pola pikir dan peningkatan taraf hidup, sehingga prediksi terhadap sustainibilitas program dapat digambarkan dengan baik, dan bila terdapat kondisi negatif, langkah-langkah perbaikan dapat segera dilakukan .


(19)

Berdasarkan gambaran di atas maka peneliti dapat mengidentifikasi beberapa permasalahan yang dapat dikaji lebih lanjut antara lain :

a. Bagaimana bentuk program pemberdayaan masyarakat oleh CECOM

Foundation?

b. Sejauh mana peningkatan pola pikir dan taraf hidup anggota kelompok tani

dampingan setelah mengikuti program pemberdayaan masyarakat oleh CECOM

Foundation?

c. Bagaimana rancangan pengembangan program pemberdayaan masyarakat oleh

CECOM Foundation?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mendiskripsikan program pemberdayaan masyarakat oleh CECOM Foundation.

b. Mendiskripsikan peningkatan pola pikir dan taraf hidup anggota kelompok tani

dampingan setelah mengikuti program pemberdayaan masyarakat oleh CECOM Foundation.

c. Merumuskan rancangan pengembangan program pemberdayaan masyarakat oleh

CECOM Foundation.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memudahkan penganalisaan dampak kualitatif dan kuantitatif dari suatu program pemberdayaan masyarakat dalam bidang ketahanan pangan, sehingga keberlanjutan program dapat segera di prediksi dan bila terdapat kelemahan-kelemahan langkah-langkah perbaikan dapat segera diambil secara terarah dan terukur. Bagi akademisi, kajian ini diharapkan dapat berguna sebagai perkembangan ilmu pengetahuan di bidang pemberdayaan masyarakat. Dalam hasil kajian ini penulis berharap dapat menyumbangkan pemikiran pada pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Kampar, serta membantu dalam penyusunan strategi pemberdayaan masyarakat kedepan.


(20)

2.1. Pemberdayaan Masyarakat

Upaya pemberdayaan masyarakat telah mendapat perhatian besar dari berbagai pihak yang tidak terbatas pada aspek pemberdayaan ekonomi sosial, tetapi juga menyangkut aspek pemberdayaan politik. Pemberdayaan masyarakat terkait dengan pemberian akses bagi masyarakat, lembaga, dan organisasi masyarakat dalam memperoleh dan memanfaatkan hak masyarakat bagi peningkatan kehidupan ekonomi, sosial dan politik. Oleh sebab itu pemberdayaan masyarakat amat penting untuk mengatasi ketidakmampuan masyarakat yang disebabkan oleh keterbatasan akses, kurangnya pengetahuan dan ketrampilan, adanya kondisi kemiskinan yang dialami sebagian masyarakat, dan adanya

keengganan untuk membagi wewenang dan sumber daya yang berada pada pemerintah kepada masyarakat (Annonymous,

Pemberdayaan masyarakat sebagai sebuah proses perubahan sosial yang direncanakan, tujuannya untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat agar dapat melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Pemberdayaan masyarakat merupakan strategi pembangunan yang menitikberatkan pada kepentingan dan kebutuhan rakyat yang mengarah pada kemandirian masyarakat, partispasi jaringan kerja dan keadilan (Hikmat, 2004).

Menurut Primantoro (2007), Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat yang kurang memiliki akses kepada sumber daya pembangunan, didorong untuk makin mandiri dalam mengembangkan perikehidupan mereka sendiri. Proses ini dilakukan dengan memfasilitasi masyarakat agar mampu untuk : (1) menganalisis situasi perkehidupan dan masalah-masalahnya, (2) mencari pemecahan masalah berdasarkan kemampuan dan keterbatasan yang mereka miliki dan (3) mengembangkan sistem untuk mengakses sumberdaya yang diperlukan.


(21)

Secara garis besar pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk :

a. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menemukan, mengenali dan memprakarsai kegiatan untuk memecahkan permasalahan yang mereka hadapi dengan menggunakan sumber daya (keahlian, pengetahuan, tenaga, keuangan) mereka sendiri dengan cara yang berkelanjutan.

b. Meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat terhadap kesinambungan kegiatan dan program pembangunan mereka sendiri.

c. Meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menilai sumberdaya yang bisa mendukung kegiatan-kegiatan masyarakat itu sendiri.

2.2. Paradigma dan Arah Pemberdayaan Masyarakat

Menurut Eko (2002), pemberdayaan masyarakat dapat dipahami dengan beberapa paradigma sebagai berikut :

1. Pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggungjawab negara. Pemberian layanan publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara secara given. Masyarakat

2.

yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan kapasitas.

Pemberdayaan secara prinsipil berurusan dengan upaya memenuhi kebutuhan (needs) masyarakat. Tetapi persoalannya sumberdaya untuk pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat itu sangat langka (scarcity) dan terbatas (constrain). Masyarakat tidak mudah bisa akses pada sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Karena itu, pemberdayaan adalah sebuah upaya memenuhi kebutuhan masyarakat di tengah-tengah scarcity dan constrain sumberdaya. Bagaimanapun juga berbagai sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat bukan hanya terbatas dan langka, melainkan ada problem struktural (ketimpangan,


(22)

eksploitasi, dominasi, hegemoni, dan lain lain) yang menimbulkan pembagian sumberdaya secara tidak merata. Dari sisi negara, dibutuhkan kebijakan dan program yang memadai, canggih, pro-poor untuk mengelola sumberdaya yang terbatas itu. Dari sisi masyarakat, membutuhkan partisipasi (voice, akses, ownership dan kontrol) dalam proses kebijakan dan pengelolaan sumberdaya.

3. Pemberdayaan terbentang dari proses sampai visi ideal. Dari sisi proses, Masyarakat sebagai subyek melakukan tindakan atau gerakan secara kolektif mengembangkan potensi-kreasi, memperkuat posisi tawar, dan meraih kedaulatan. Dari sisi visi ideal, proses tersebut hendak mencapai suatu kondisi dimana masyarakat mempunyai kemampuan dan kemandirian melakukan voice, akses dan kontrol terhadap lingkungan, komunitas, sumberdaya dan relasi sosial-politik dengan negara. Proses untuk mencapai visi ideal tersebut harus tumbuh dari bawah dan dari dalam masyarakat sendiri. Namun, masalahnya, dalam kondisi struktural yang timpang masyarakat sulit sekali membangun kekuatan dari dalam dan dari bawah, sehingga membutuhkan “intervensi” dari luar. Hadirnya pihak luar (pemerintah, LSM, organisasi masyarakat

4.

sipil, organisasi agama, perguruan tinggi, dan lain-lain) ke komunitas bukanlah mendikte, menggurui, atau menentukan, melainkan bertindak sebagai fasilitator (katalisator) yang memudahkan, menggerakkan, mengorganisir, menghubungkan, memberi ruang, mendorong, membangkitkan dan seterusnya. Hubungan antara komunitas dengan pihak luar itu bersifat setara, saling percaya, saling menghormati, terbuka, serta saling belajar untuk tumbuh berkembang secara bersama-sama.

Pemberdayaan terbentang dari level psikologis-personal (anggota masyarakat) sampai ke level struktural masyarakat secara kolektif. Pemberdayaan psikologis-personal berarti mengembangkan pengetahuan, wawasan, harga diri, kemampuan, kompetensi, motivasi, kreasi, dan kontrol diri individu. Pemberdayaan struktural-personal berarti membangkitkan kesadaran kritis individu terhadap struktur sosial politik yang timpang serta kapasitas individu untuk menganalisis lingkungan kehidupan yang mempengaruhi dirinya. Pemberdayaan psikologis masyarakat berarti


(23)

menumbuhkan rasa memiliki, gotong rotong, mutual trust, kemitraan, kebersamaan, solidaritas sosial dan visi kolektif masyarakat. Sedangkan pemberdayaan struktural masyarakat berarti mengorganisir masyarakat untuk tindakan kolektif serta penguatan partisipasi masyarakat

2.3. Pemberdayaan Masyarakat Tani

Pengertian Program Pemberdayaan Masyarakat Tani (PPMT) adalah proses perubahan pola pikir, perilaku, dan sikap petani dari petani sub sisten tradisional menjadi petani moderen berwawasan agribisnis melalui proses pembelajaran dengan tujuan untuk: (1) Merubah pola pikir petani, dari petani sub sisten tradisional menjadi petani moderen berwawasan agribisnis; (2) Menciptakan wirausahawan yang handal di perdesaan; (3) Meningkatkan pendapatan masyarakat tani di perdesaan sebagai upaya pengentasan kemiskinan di perdesaan; (4) Meningkatkan aktivitas kegiatan agribisnis di perdesaan sebagai upaya pengurangan pengangguran.

Program PPMT meliputi (1) Pemberdayaan petani; (2) Pemberdayaan kelembagaan petani; (3) Pemberdayaan usaha tani.

dalam pembangunan dan pemerintahan.

1. Pemberdayaan petani

2.

dilakukan dengan 5 (lima) jurus yakni: (1) Kegiatan agrisbisnis harus berorientasi pasar (kuantitas, kualitas, dan kontinuitas); (2) Usaha agribisnis harus menguntungkan dan comparable dengan usaha lainnya; (3) Agribisnis merupakan kepercayaan jangka panjang; (4) Kemandirian dan daya saing usaha; (5) Komitmen terhadap kontrak usaha. Pemberdayaan kelembagaan petani meliputi : (1) Petani sub sisten tradisional yang telah berubah menjadi petani moderen berwawasan agribisnis difasilitasi untuk membentuk kelembagaan petani melalui proses partisipatif dan “bottom-up”; (2) Untuk membentuk kelembagaan petani yang kokoh, perlu disusun suatu instrumen pemberdayaan kelompok tani. (3) Instrumen pemberdayaan kelompok tani yang perlu dipertimbangkan antara lain : (a) Adanya interest/kepentingan yang sama di antara petani dalam kelompok; (b) Adanya jiwa kepemimpinan dari salah satu petani di dalam kelompok; (c) Adanya kemampuan manajerial dari petani di dalam kelompok; (d) Adanya komitmen dari petani untuk membentuk


(24)

kelembagaan petani; (e) Adanya saling kepercayaan di antara petani di dalam kelompok.

3. Pemberdayaan usahatani meliputi kegiatan: (1) Fasilitasi kelompok usaha tani yang tidak feasible dan tidak bankable melalui bantuan langsung masyarakat untuk mengembangkan usaha agribisnis; (2) Mendorong kelompok usaha tani yang tidak feasible dan tidak bankable menjadi usaha yang feasible tetapi belum bankable; (3) Fasilitasi kelompok usaha tani yang feasible tetapi belum bankable dengan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKP-E) dan Kredit Usaha Rakyat untuk mengembangkan usaha agribisnis; (4) Mendorong kelompok usaha tani yang feasible tetapi belum bankable menjadi usaha yang feasible dan bankable; (5) Untuk mendukung kelompok usaha tani yang feasible dan bankable, Pemerintah perlu menciptakan iklim usaha yang kondusif agar investasi masuk ke sektor agribisnis. (Suprapt

2.4. Aspek Sustainibilitas dalam Pemberdayaan Masyarakat

Terdapat suatu kecenderungan suatu program dengan perubahan taraf hidup penerima manfaat yang sangat cepat biasanya tidak akan mempunyai sustainibilitas yang tinggi. Sehingga bila program berakhir maka penerima manfaat akan kembali jatuh miskin. Hal ini terjadi karena masih sedikitnya metode evaluasi untuk mengukur keberhasilan program (Suharyadi,2005).

Sustainibilitas adalah suatu kata kunci lain yang menjadi sangat penting untuk melihat efek jangka panjang dan dampak program secara lebih luas, tidak ada suatu teoripun dalam bidang keilmuan pemberdayaan masyarakat yang dapat menjamin keberlanjutan suatu program, tetapi sustainibilitas atau keberlanjutan program sebenarnya dapat diprediksi dengan beberapa cara sederhana.

Program pemberdayaan yang hanya mengandalkan input secara fisik saja tidak akan mampu berkembang menjadi suatu program yang berkelanjutan, suatu pembagian wilayah input diperlukan untuk mengatasi hal ini, yaitu (1) Input fisik; (2) Input non fisik (pengembangan kapasitas). Program pemberdayaan masyarakat yang baik seharusnya menuju ke arah keberlanjutan (sustainability) dengan cara meningkatkan aspek-aspek pemberdayaan sebagai berikut :


(25)

a. Peningkatan kesejahteraan b. Peningkatan akses

c. Peningkatan kesadaran kritis d. Peningkatan pengorganisasian

e. Peningkatan kontrol terhadap manajemen kelompok

Aspek keberlanjutan (sustainability) selain mendapatkan pengaruh eksternal dari luar kelembagaan kelompok tani , terdapat juga pengaruh berasal dari program pemberdayaan, yaitu perbandingan besaran porsi peran pendampingan dan peran kelompok itu sendiri. Sehingga untuk mencapai tujuan sustainibiltas diperlukan suatu pola perbandingan besaran porsi yang berkembang sesuai dengan kemajuan kelembagaan kelompok tani (Gambar 1.).

Pergeseran peran pendamping menjadi peran kelompok secara bertahap akan berjalan dengan mulus, bila aspek pemberdayaan tidak hanya meliputi aspek peningkatan taraf hidup saja (Livelihood), melainkan juga harus berjalan seiring dengan peningkatan kualitas manusia yang dicirikan dengan adanya perubahan pola pikir (mindset).(Purnama,2007)

1 4

1 4 PERAN PEN D AM PI N G

PERAN KELOM PO K


(26)

2.5. Pendampingan dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat

Salah satu upaya untuk memberdayakan dan meningkatkan kemampuan masyarakat adalah melalui program pendampingan. Sesungguhnya program pendampingan bukanlah sesuatu hal yang baru, namun akhir-akhir ini istilah pendampingan muncul kepermukaan karena melemahnya program penyuluhan dan tantangan yang dihadapi sektor pertanian. Prinsip-prinsip pendampingan yang dapat digunakan sebagai panduan dalam upaya pemberdayaan masyarakat meliputi:

1. Prinsip Berkelompok, Kelompok tumbuh dari, oleh dan untuk kepentingan masyarakat. Selain dengan anggota kelompoknya sendiri, kerjasama juga dikembangkan antar kelompok dan mitra kerja lainnya agar usaha mereka berkembang, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan serta mampu membentuk kelembagaan ekonomi.

2. Prinsip Keberlanjutan, Seluruh kegiatan penumbuhan dan pengembangan diorientasikan pada terciptanya sistem dan mekanisme yang mendukung pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan. Berbagai kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan yang memiliki potensi untuk berlanjut di kemudian hari.

3. Prinsip Keswadayaan, Masyarakat diberi motivasi dan didorong untuk berusaha atas dasar kemauan dan kemampuan mereka sendiri dan tidak selalu tergantung pada bantuan dari luar

4. Prinsip Kesatuan Keluarga, Masyarakat tumbuh dan berkembang sebagai satu kesatuan keluarga yang utuh. Kepala keluarga beserta anggota keluarga merupakan pemacu dan pemicu kemajuan usaha. Prinsip ini menuntut para pendamping untuk memberdayakan seluruh anggota keluarga masyarakat berperan serta dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan.

5. Prinsip Belajar Menemukan Sendiri, Kelompok dalam masyarakat tumbuh dan berkembang atas dasar kemauan dan kemampuan mereka untuk belajar menemukan sendiri apa yang mereka butuhkan dan apa yang akan mereka kembangkan, termasuk upaya untuk mengubah penghidupan dan kehidupannya.


(27)

Seorang pendamping adalah pemeran kunci didalam pengembangan masyarakat.

Tugas utama seorang pendamping adalah mengembangkan kapasitas masyarakat sehingga mampu mengorganisir diri dan menentukan sendiri upaya-upaya yang diperlukan dalam memperbaiki kehidupan mereka. Pendamping bekerja bersama-sama dengan masyarakat untuk membangun kepercayaan diri mereka terhadap kemampuan dan potensi yang sebenarnya mereka miliki. Pada dasarnya pendamping memiliki tiga peran dasar yaitu :

1. Penasehat Kelompok, Pendamping memberikan berbagai masukan dan pertimbangan yang diperlukan oleh kelompok dalam menghadapi masalah. Pendamping tidak memutuskan apa yang perlu dilakukan, akan tetapi kelompoklah yang nantinya membuat keputusan

2. Trainer Participatoris, Pendamping memberikan berbagai kemampuan

dasar yang diperlukan oleh kelompok seperti mengelola rapat, pembukuan, administrasi, memecahkan masalah, mengambil keputusan dan sebagainya.

3. Link Person, Peran pendamping adalah menjadi penghubung masyarakat

dengan berbagai lembaga yang terkait dan diperlukan bagi pengembangan kelompok.

Permasalahan yang selalu muncul dalam program pendampingan adalah berapa lama program pendampingan dijalankan. Program pendampingan dapat dinilai sebagai rule atau discretion. Dengan cara ini maka target dan tujuan dapat dicapai pada waktunya bahkan dapat dipercepat. Apabila kegiatan pendampingan sebagai rule maka kegiatan harus dilakukan oleh institusi pemerintah yang memang lebih siap dan dilaksanakan secara terus-menerus hingga tujuannya dapat tercapai, sebaliknya apabila sebagai discretion maka kegiatan pendampingan hanya merupakan suatu kebijakan penyela terhadap kebijakan lain yang memiliki dimensi temporal yang lebih panjang. Konsekuensinya adalah masa pelaksanaan kebijakan ini terbatas atau tidak harus dilaksanakan secara berulang-ulang. Sebaiknya pendampingan adalah suatu rule. Karena itu pendampingan memang harus dilakukan terus menerus hingga tujuannya tercapai. Kegiatan Pendampingan perlu memiliki tujuan dan sasaran yang jelas yang merupakan sesuatu yang dapat diukur. Kegiatan pencapaian tujuan dan sasaran akan lebih terarah apabila


(28)

dirumuskan secara berjenjang dan bertahap. Dengan cara ini program pendampingan dapat dimonitor dan dievaluasi apakah memiliki kemajuan atau stagnan dan tidak menunjukkan adanya dampak yang berarti. Menjadi seorang pendamping bukanlah merupakan suatu tugas yang mudah (

2.6. CSR, Community Development dan Community Empowerment

Primahendra, R. 2002).

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan atau Corporate Social Responsibility

(CSR) dipandang suatu keharusan untuk membangun citra yang baik dan terpercaya bagi perusahaan. Melaksanakan praktek-praktek yang bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial akan meningkatkan nilai pemegang saham, dan berdampak pada peningkatan prestasi keuangan serta menjamin sukses yang berkelanjutan bagi perusahaan. Menurut World Business Council for Sustainable

Development (WBCSD), definisi CSR adalah komitmen dunia usaha untuk

berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi yang berkelanjutan; bekerja dengan para karyawan dan keluarganya, masyarakat tempatan dan masyarakat secara luas dalam meningkatkan kualitas hidup mereka.

Menurut Hamann dan Acutt (2003) dalam Wibowo (2006) ada dua motivasi utama.yang mendasari kalangan bisnis menerima konsep CSR yaitu (1) Akomodasi, yaitu kebijakan bisnis yang hanya bersifat kosmetik, superficial, dan parsial. CSR dilakukan untuk memberi citra sebagai korporasi yang tanggap terhadap kepentingan sosial. Singkatnya, realisasi CSR yang bersifat akomodatif tidak melibatkan perubahan mendasar dalam kebijakan bisnis korporasi sesungguhnya; (2) Legitimasi, yaitu motivasi yang bertujuan untuk mempengaruhi wacana. Motivasi ini berargumentasi wacana CSR mampu memenuhi fungsi utama yang memberikan keabsahan pada sistem kapitalis dan, lebih khusus, kiprah para korporasi raksasa.

Keragaman pengertian konsep CSR adalah akibat logis dari sifat pelaksanaannya yang berdasarkan prinsip kesukarelaan. Tidak ada konsep baku yang dapat dianggap sebagai acuan pokok, baik di tingkat global maupun lokal. Secara internasional saat ini tercatat sejumlah inisiatif code of conduct

implementasi CSR. Inisiatif itu diusulkan, baik oleh organisasi internasional independen (Sullivan Principles, Global Reporting Initiative), organisasi negara


(29)

(Organization for Economic Cooperation and Development), juga organisasi nonpemerintah (Caux Roundtables), dan lain-lain. Di Indonesia, acuannya belum ada. Selain gambaran itu, tampak pula kecenderungan pelaksanaan CSR di Indonesia yang sangat tergantung pada chief executive officer (CEO) korporasi. Artinya, kebijakan CSR tidak otomatis selaras dengan visi dan misi korporasi. Jika CEO memiliki kesadaran moral bisnis berwajah manusiawi, besar kemungkinan korporasi tersebut menerapkan kebijakan CSR yang layak. Sebaliknya, jika orientasi CEO-nya hanya pada kepentingan kepuasan pemegang saham (produktivitas tinggi, profit besar, nilai saham tinggi) serta pencapaian prestasi pribadi, boleh jadi kebijakan CSR sekadar kosmetik. Sifat CSR yang sukarela, absennya produk hukum yang menunjang dan lemahnya penegakan hukum telah menjadikan Indonesia sebagai negara ideal bagi korporasi yang memang memperlakukan CSR sebagai kosmetik. Yang penting, Laporan Sosial Tahunannya tampil mengkilap, lengkap dengan tampilan foto aktivitas sosial serta dana program pembangunan atau komunitas yang telah direalisasi. Secara teoretis CSR mengasumsikan korporasi sebagai agen pembangunan yang penting, khususnya dalam hubungan dengan pihak pemerintah dan kelompok masyarakat sipil. Dengan menggunakan alur pemikiran motivasi dasar, berbagai

stakeholder kunci dapat memantau, bahkan menciptakan tekanan eksternal yang

bisa "memaksa" korporasi mewujudkan konsep dan penjabaran CSR yang lebih sesuai dengan kondisi Indonesia (Wibowo, 2006)

Implementasi CSR kepada masyarakat biasanya merupakan Program Pengembangan Masyarakat (Community Development/ CD). Secara umum kegiatan CD yang dijalankan didasarkan pada analisis persoalan dan rancangan program yang dibuat oleh perusahaan tanpa melibatkan masyarakat. Menurut Pajarningsih (2005), karakteristik program CD adalah (1) Masyarakat tidak terlibat dalam perencanaan program; (2) Fasilitas kegiatan CD disediakan oleh pemilik program (perusahaan); (3) Partisipasi masyarakat dalam kegiatan yang dilaksanakan rendah; (4) Ketergantungan masyarakat sangat tinggi. Program CD oleh perusahaan dimana keterlibatan masyarakat sangat rendah mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi kegiatan membuat program tidak berkelanjutan.


(30)

Untuk memecahkan masalah mendasar dalam program CD, maka muncul konsep pemberdayaan masyarakat (Community Empowerment) dengan memberikan penekanan pada proses pengorganisasian masyarakat yang bertujuan menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam program melalui pengembangan partisipasi dan penguatan kelembagaan masyarakat. Menurut Pajarningsih (2005), komponen penumbuhan kemandirian dalam program pemberdayaan masyarakat meliputi : (1) Meningkatkan kemampuan dalam memformulasikan perencanaan strategis kelompok berdasarkan masalah utama yang dihadapi; (2) Meningkatkan ketrampilan teknis dan pengetahuan untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas produk masyarakat; (3) Penghimpunan modal kelompok untuk meningkatkan fungsi dan kegiatan kelompok melalui usaha simpan pinjam dan dana bergulir

(revolving fund); (4) Memperbaiki kemampuan mengelola lembaga kelompok

berikut kegiatannya serta transparansi keuangan kelompok; (5) Mengembangkan kelembagaan kelompok melalui perumusan aturan main kelompok seperti kehadiran dalam pertemuan kelompok, fungsi dan tanggung jawab pengurus maupun anggota, simpan pinjam, dan skema perguliran dana.

2.7. CECOM Foundation sebagai Sistem Pemberdayaan

Dengan menjamurnya berbagai lembaga swadaya masyarakat di Riau (39 LSM), kelahiran CECOM diharapkan menjadi faktor pendorong upaya pemberdayaan masyarakat (mikro) maupun perubahan sosial (makro). Keberadaan CECOM dengan sejumlah unggulan komparatif-nya, perlu diarahkan untuk menjadi organisasi yang kompetitif , bekerja secara sistemik dalam tiga sub-sistem, yakni Sub-Sistem Manajemen, Sub-Sistem Sosial dan Sub-Sistem Tugas (Pelaksanaan Program). Pertama, Sub-Sistem Manajemen, terdiri dari Mikro/internal, yakni bagaimana CECOM menetapkan nilai dasar, visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, renstra (rencana strategis), pendekatan, struktur organisasi, prosedur, indikator capaian; dan Makro/eksternal; yakni bagaimana CECOM berjejaring dan berinteraksi dengan komponen potensial (kelembagaan, kelompok maupun individual) lainnya tingkat domestik dan internasional; Kedua,

Sub-Sistem Sosial, yakni CECOM harus menetapkan dan menempatkan personel untuk menjalankan tugas pokok, kemampuan adaptasi pada perubahan, memiliki


(31)

akuntabilitas, transparansi, dan mampu mengembangkan kemitraan dan kolaborasi. Hal ini, harus dudukung oleh rambu-rambu pola dan modus, style dalam nuansa berinteraksi dengan para pemangku kepentingan yang kreatif dan produktif. Ketiga, Sub-Sistem Tugas (pelaksanaan Program), yakni bagaimana CECOM dapat menetapkan Development Policy (Ultimate goal), what changes to be made, strategy/design of each department, what services/ products offered,

which beneficiaries/target group, dan merubah masukan (input) sumberdaya

dukung (dana) menjadi suatu hasil (barang atau jasa) yang dapat dilayankan kepada seseorang (warga) atau organisasi lainnya. Dan yang tidak kalah petingnya adalah upaya untuk men“generate” sumber daya dukung (pendapatan) lain (Hasan, 2006)

2.8. Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Partisipasi Komunitas

Peningkatan partisipasi komunitas dibangun atas dasar saling percaya yang didasari atas kebutuhan dan kepentingan yang sama baik antara anggota kelompok dalam komunitas maupun anggota kelompok di luar komunitas. Partisipasi juga membangun kebersamaan, aturan dan norma yang kokoh. Kekuatan komunitas yang terbentuk atas dasar partisipasi aktif merupakan daya saing yang kuat dari komunitas terhadap komunitas lain, hal ini membuat daya tahan komunitas untuk bertahan hidup lebih kuat. Komponen yang dianggap mempengaruhi partisipasi adalah keterlibatan masyarakat meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan serta kemampuan dan kesediaan masyarakat itu sendiri. Faktor lain yang tak kalah penting yaitu kemampuan organisasi dalam mengorganisir masyarakat untuk terlibat dalam kegiatan dan interaksi komunikasi anggota masyarakat, artinya semakin tinggi kemampuan organisasinya semakin banyak warga yang terlibat, semakin tinggi interaksi komunikasi masyarakat semakin tinggi partisipasi yang terjadi (Ali, 2005).

Pengembangan masyarakat merupakan suatu metode atau pendekatan pembangunan menekankan adanya partisipasi dan keterlibatan langsung penduduk dalam proses pembangunan, dimana semua usaha swadaya masyarakat diintegrasikan dengan uaha-usaha pemerintah setempat dan stakeholder lainnya untuk meningkatkan taraf hidup, dengan sebesar mungkin ketergantungan pada inisiatif penduduk sendiri. Pengembangan partisipasi sebagai elemen utama dalam


(32)

pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan akses komunitas terhadap pemenuhan kebutuhan dasar, kemampuan dalam berorganisasi, peningkatatan kesadaran kritis dan pendayagunaan kontrol sosial di dalam masyarakat (Tonny 2007).

Arah dari sebuah program pemberdayaan adalah membangun partisipasi aktif setiap anggota komunitas dalam setiap kegiatan produktifnya. Partisipasi yang dimaksud diarahkan kepada sistem demokrasi partisipatif, dimana masyarakat terlibat langsung di dalam proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa demokrasi partisipatif memerlukan adanya desentralisasi, akuntabilitas, pendidikan dan kesadaran akan segala hak dan kewajiban. (Sembiring, 2003)

Menurut Marzali (2003), Tiga prinsip dasar dalam menumbuhkan partisipasi masyarakat desa agar ikut serta dalam pembangunan dapat dilakukan dengan cara:

a. Learning process (learning by doing); proses kegiatan dengan melakukan

aktivitas proyek dan sekaligus mengamati, menganalisa kebutuhan dan keinginan masyarakat.

b. Institusional development; melakukan kegiatan melalui pengembangan

pranata sosial yang sudah ada dalam masyarakat. Karena institusi atau pranata sosial masyarakat merupakan daya tampung dan daya dukung sosial.

c. Participatory; cara ini merupakan suatu pendekatan yang umum dilakukan

untuk dapat menggali need yang ada dalam masyarakat

Partisipatif adalah kata kunci bagi semua program pemberdayaan masyarakat pada saat ini, yaitu suatu jenis metode dengan pendekatan arus dari bawah ke atas, dalam artian berusaha menjaring aspirasi dan partisipasi masyarakat calon penerima program seobyektif mungkin untuk diimplementasikan dalam bentuk program pemberdayaan masyarakat yang konkrit. Inti dari semua program pemberdayaan yang bersifat partisipatif, sebenarnya tidak hanya menginginkan perubahan positif dalam hal taraf kehidupan (livelihood), tetapi juga menyangkut pada perubahan positif dalam


(33)

bersikap dan bertingkah laku yang diwujudkan dalam perubahan pola pikir (mindset).(Purnama, 2007).

2.9. Modal Sosial

Modal sosial merupakan suatu sistem yang mengacu kepada hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum (world view), kepercayaan (Trust), pertukaran (reciprocity), pertukaran ekonomi dan informasi

(informational and economic exchange), kelompok-kelompok formal dan

informal (formal and informal groups), serta asosiasi-asosiasi yang melengkapi modal-modal lainnya (fisik, manusiawi, budaya) sehingga memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi dan pembangunan (Colleta dan Cullen dalam Fredian Tonny Nasdian, 2005)

Berbeda dengan modal fisik dan modal manusia yang sifatnya lebih konkrit, dapat diukur dan dapat diperhitungkan secara eksak untuk suatu proses produksi, wujud modal sosial tidak sejelas kedua jenis modal tersebut. Pemahaman tentang modal sosial menekankan pada hubungan timbal balik antara modal dan sifat sosial yang menjelaskan modal tersebut. Sifat sosial dalam modal sosial tidak bersifat netral, ditandai dengan adanya hubungan saling menguntungkan antara dua orang, kelompok, kolektivitas, atau katogori sosial atau manusia pada umumya.

Kemampuan masyarakat untuk bekerjasama demi mencapai tujuan bersama di dalam berbagai komunitas disebut modal sosial. Kemampuan bekerjasama muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat atau di bagian paling kecil dalam masyarakat. Modal sosial bisa dilembagakan (menjadi kebiasaan) dalam kelompok yang paling kecil ataupun kelompok masyarakat yang besar seperti Negara (www.p2kp.org/pustakadetil.2008)

2.10. Monitoring dan Evaluasi Partisipatif

Untuk melihat pencapaian hasil dari program pemberdayaan masyarakat perlu dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi secara reguler. Dengan monitoring dan evaluasi secara reguler kemajuan pelaksanaan program dapat dipantau terus-menerus. Sehingga, jika ditemui masalah, hambatan serta penyimpangan akan dapat diketahui sejak tahap-tahap awal.


(34)

Monitoring adalah kegiatan-kegiatan yang meliputi kegiatan pengamatan atau peninjauan ulang serta mempelajarinya, yang dilakukan secara terus menerus atau berkala oleh semua pihak yang merasa berkepentingan terhadap program di setiap tingkat pelaksanaan kegiatan, dengan tujuan memastikan kegiatan yang telah direncanakan berjalan sesuai rencana untuk mencapai target yang telah ditentukan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan tersedianya umpan balik bagi pengelola program dan penerima program di setiap tingkatan.

Evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan relevansi, hasilguna dan dayaguna pada setiap tahapan kegiatan program sesuai dengan target yang akan dicapai secara sistematik dan obyektif. Evaluasi ini merupakan proses penyempurnaan kegiatan-kegiatan yang sedang berjalan, membantu perencanaan, menyesuaikan program dan pengambilan keputusan selanjutnya.

Secara mudah, monev dapat diartikan sebagai kegiatan dengan tujuan untuk melakukan monitor atau melakukan suatu proses pelacakan untuk mengikuti perkembangan suatu rangkaian kegiatan dan selanjutnya melakukan evaluasi atau melakukan pemeriksaan pada masing-masing tahapan kegiatan dengan cara memperbandingkannya dengan target yang sudah ditentukan. Target yang sudah ditentukan ini terdapat pada indikator-indikator Kerangka Kerja Logis

(Logical Frame Work) yang disusun sebelum program dilaksanakan.

Monitoring dan evaluasi (monev) partisipatif adalah kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan sendiri oleh “insider” dengan sedikit fasilitasi dari

“outsider”, sehingga diharapkan “insider” akan melakukan tindak lanjut hasil

monev dengan kesadaran yang tinggi. Tugas fasilitasi yang dilakukan oleh

“outsider” sebatas hanya memperkenalkan dan membimbing “insider” dalam

pelaksanaan metodologi monev yang akan digunakan. Pembahasan dan kesimpulan hasil monev sedapat mungkin dihasilkan sendiri oleh “insider” atau dengan sesedikit mungkin peranan fasilitator. Peran fasilitator yang terlalu besar akan menyebabkan timbulnya rasa tidak percaya diri dari “insider”, sehingga membuatnya akan semakin jauh dari kegiatan tindak lanjut yang seharusnya dilaksanakannya. Monitoring dan evaluasi partisipatif merupakan alat untuk mengevaluasi berdasarkan data empiris yang valid dan tidak dilakukan sendiri oleh orang dalam (pelaku kegiatan) sehingga obyektifitas kesimpulan evaluasi dapat dipertanggungjawabkan dan mampu memberikan manfaat serta kepuasan


(35)

bagi yang dinilai, yang sebenarnya sekaligus juga berperan sebagai penilai. Kegiatan ini dikembangkan sebagai model yang melibatkan semua pihak, berupa suatu kolaborasi antara ‘outsider’ dan ‘insider’, agen pembangunan, dan pembuat kebijakan yang secara bersama-sama memutuskan bagaimana kemajuan proyek / program harus dinilai, dan bagaimana tindak lanjut langkah perbaikannya (corrective action). Model ini tidak ditujukan untuk mencari kesalahan tetapi lebih diarahkan pada maksud untuk memberdayakan, agar dapat ditemukan corrective

action yang tepat sehingga proyek dapat berjalan dengan baik, transparan, serta

mempunyai validitas dan obyektifitas yang tinggi, sekaligus mampu memuaskan semua pihak yang terkait. (Purnama, 2007)

2.11. Vectorial Project Analysis (VPA)

Menurut Purnama (2007), salah satu alat yang digunakan untuk melakukan monitoring dan evaluasi partisipatif adalah dengan Vectorial Project Analysis

(VPA). VPA adalah suatu metode monitoring dan evaluasi proyek yang dikembangkan dari SWOT Analysis. Dengan VPA, akan dapat diketahui perkembangan posisi dan status ketahanan pangan dari kelompok tani sasaran di setiap periode waktu, misalnya di masa awal program, ditengah masa program atau diakhir program nantinya. Selanjutnya dengan VPA pula akan dapat dilakukan pelacakan faktor apa saja yang sudah mencapai kemajuan atau faktor yang apa saja yang masih memerlukan perhatian. Karena faktor kemudahan analisa tersebut, maka VPA diadopsi dan diadaptasi sebagai salah satu alat monitoring dan evaluasi.

VPA suatu metode monitoring dan evaluasi yang dikembangkan oleh Project Management Unit Special Programme for Food Security (SPFS) – FA0, dan mendapatkan penghargaan BR Sen Award dari FAO pada Desember 2007. (SPFS, 2007).

Untuk tujuan monitoring dan evaluasi program pemberdayaan masyarakat, VPA telah dikembangkan sebagai alat evaluasi yang lengkap dan mudah diimplementasikan. Selain daripada fungsi utamanya sebagai alat monitoring dan evaluasi dampak program, VPA dapat juga digunakan sebagai alat untuk melakukan penilaian (assestement) pada waktu pemilihan lokasi dan calon


(36)

masyarakat penerima program, sehingga status ketahanan pangan pada masyarakat setempat dapat diketahui dengan jelas.

Dasar perhitungan VPA menggunakan rumus dasar segitiga Phytagoras, yaitu :

C² = A² + B²

Dimana C adalah besaran (magnitudo) Vektor VPA

Gambar 2. Rumus Segitiga Phytagoras

Besaran vektor di dapatkan dari akar kuadrat C, yang menunjukkan besaran perkembangan pola pikir dan peningkatan taraf hidup, besaran sudut C juga menunjukkan kecenderungan arah pertumbuhan ke dua parameter utama, sehingga arah Rencana Tindak Lanjut dapat lebih terarah pada sub-indikator yang ternyata masih lemah.

Analisa Rencana Tindak Lanjut selanjutnya akan lebih mendetail dengan melakukan analisa pada masing-masing sub-indikator dengan menggunakan Grafik Analisa Sub Indikator dan Tabel Skala Prioritas, sehingga detail program pada Rencana Tindak Lanjut dapat diketahui.

Validitas dari VPA sebagai suatu alat monitoring dan evaluasi proyek akan ditentukan oleh kualitas data dan informasi yang diperoleh dari responden. Oleh sebab itu akurasi data menjadi salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam pengumpulan data. Salah satu faktor yang dapat menentukan kualitas data adalah adanya perbedaan pemahaman terkait dengan pertanyaan dan wawancara (kuisioner).

C


(37)

2.12. Kemajuan Pola Pikir dan Kemajuan Taraf Hidup

Menurut Purnama (2007), evaluasi kemajuan status dan posisi ketahanan pangan yang dicapai oleh peserta dan penerima manfaat program pemberdayaan masyarakat pada prinsipnya diukur dari beberapa indikator kemajuan. Indikator ini dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu:

1. Indikator kemajuan pola pikir (mindset development).

2. Indikator kemajuan taraf hidup (livelihood development)

Pemilihan dua indikator ini didasari pemikiran bahwa pada dasarnya program pemberdayaan masyarakat bertujuan meningkatkan status ketahanan secara holistik dan komprehensif yang tidak hanya meliputi peningkatan di bidang kesejahteraan (fisik) tetapi juga meliputi kemajuan kapasitas manusia yang ditunjukkan melalui perkembangan pola pikir yang positif.

Pemilihan dua indikator ini pada prinsipnya juga didasarkan oleh kenyataan bahwa komponen program pemberdayaan masyarakat tidak hanya berfokus pada kegiatan pemberdayaan fisik tetapi juga meliputi kegiatan penguatan kelembagaan dan kapasitas masyarakat desa dalam meningkatkan ketahanan pangan.

Hubungan dan posisi dari ke dua indikator utama ini menunjukkan tingkat keberhasilan program pemberdayaan masyarakat sebagaimana digambarkan pada Gambar 3.

Vectorial Project Analysis (VPA)

0 5 10

5 10 (2,3) X Y Mindset development Li v e lihoo d d evel o p m en t (7,8) (2,3) (7,8) V = 7.07

5

5

V = ((Xa-Xb)2+(Ya-Yb)2)1/2

(+,+)

(+,-) (-,+)

(-,-)

Gambar 3. Hubungan kemajuan taraf hidup dan pola pikir dalam


(38)

Indikator kemajuan taraf hidup (livelihood) dikelompokkan sebagai indikator yang bersifat fisik (tangible) atau indikator-indikator yang dapat diukur secara kuantitatif. Indikator ini akan menggambarkan kemajuan fisik status ketahanan pangan yang antara lain diukur melalui beberapa sub indikator yaitu

1. Pendapatan, 2. Kesempatan kerja, 3. Konsumsi pangan, 4. Sanitasi dan kebersihan,

Indikator kemajuan pola pikir (mindset) dikelompokkan sebagai indikator yang bersifat bukan fisik (intangible). atau indikator-indikator yang sebenarnya hanya bisa diukur secara kualitatif, tetapi dalam analisa VPA indikator-indikator pola pikir ini diukur secara kuantitatif. Indikator ini lebih lanjut diurai menjadi beberapa sub indikator yang meliputi tingkat :

1. Aktifitas di kelompok tani 2. Tingkat adopsi teknologi 3. Kebiasaan menabung 4. Kepercayaan diri

5. Orientasi pendidikan anak 6. Pengarusutamaan jender

7. Praktek dan orientasi bisnis (usahatani).

Interpretasi hasil monitoring dan evaluasi dengan menggunakan VPA menjadi faktor yang paling penting. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, monitoring dan evaluasi menggunakan VPA ini dilakukan dengan metode komposit dimana indikator kemajuan program disederhanakan menjadi dua indikator utama yaitu taraf hidup (livelihood) dan pola pikir (mindset).

Selanjutnya, untuk menggambarkan hasil evaluasi kombinasi kedua indikator ini dinyatakan dalam bentuk suatu koordinat. Indikator kesejahteran dijadikan sebagai koordinat Y sedangkan mindset dinyatakan sebagai koordinat X. Nilai koordinat dibatasi sesuai dengan skor maksimum yaitu dari 0 sampai 10. Selanjutnya, bidang koordinat akan dibagi menjadi empat kuadran yaitu dengan batas virtual terletak pada titik 5 atau titik tengah berada pada koordinat


(39)

(5,5). Bidang kuadran yang dibatasi oleh garis Y >= 5 dan X >=5 disebut kuadran I atau kuadran positif-positif. Sedangkan bidang yang dibatasi Y < 5 dan X < 5 disebut kuadran negatif-negatif (IV). Sedangkan diluar bidang tersebut diberi nama dengan kuadran positif negatif (II) dan negatif positif (III),

Titik koordinat kombinasi dua indikator selanjutnya akan diplotkan dalam bidang koordinat sehingga bisa diketahui posisi kelompok tersebut jatuh pada kuadran yang mana. Posisi titik koordinat di kuadran ini menunjukkan status ketahanan pangan kelompok tersebut.

Pada evaluasi tahap selanjutnya (tahun berikutnya) koordinat baru akan diplotkan. Dua titik koordinat tersebut selanjutnya jika dihubungkan dengan garis membentuk vektor. Dari koordinat dua titik ini akan dapat dihitung besaran (magnitudo) vektor. Magnitudo ini manggambarkan indeks kemajuan (progres) yang berhasil dicapai oleh program dalam rentang waktu tersebut.

Dari ”pergerakan” posisi dari koordinat maka akan dapat diketahui perkembangan kemajuan program desa mandiri pangan pada kelompok tersebut dari waktu ke waktu. Sasaran akhir program adalah menggeser posisi dan status ketahanan pangan kelompok tersebut dari posisi di kuadran negatif-negatif menuju ke kuadran posisi positif-positif. Model keluaran VPA dijelaskan pada Gambar 4.

Selain untuk menentukan posisi dan status ketahanan pangan, hasil VPA dilanjutkan dengan analisis pencapaian posisi dari kemajuan yang dicapai oleh kelompok tani. Untuk tujuan ini, bidang koordinat dibagi lagi menjadi empat segmen yaitu :

(1) Segmen I adalah dibatasi garis Y= 4 sampai Y = 5 dan X= 4 sampai X =5. Segmen ini diberi nama fase persiapan. Secara teoritis, setelah satu tahun pelaksanaan program status dan posisi kelompok tani peserta harus setidak-tidaknya jatuh pada segmen ini. Jika setelah satu tahun program, status dan posisi koordinat masih jatuh di bawah segmen ini maka dinilai program belum mencapai kemajuan sesuai dengan harapan.

(2) Segmen II dibatasi oleh garis Y=5 hingga Y= 6 dan X = 5 hingga X=6. Segmen ini diberi nama fase penumbuhan. Secara teoritis, setelah dua tahun pelaksanaan program, status dan posisi kelompok tani peserta harus


(40)

setidak-tidaknya jatuh pada segmen ini. Jika titik koordinat VPA jatuh di bawah segmen ini maka dinilai program belum mencapai kemajuan sesuai dengan harapan.

(3) Segmen III dibatasi oleh garis Y=6 hingga Y= 7 dan X = 6 hingga X=7. Segmen ini diberi nama fase pengembangan. Secara teoritis, setelah tiga tahun pelaksanaan program, status dan posisi kelompok tani peserta harus setidak-tidaknya jatuh pada segmen ini. Jika titik koordinat VPA jatuh di bawah segmen ini maka dinilai program belum mencapai kemajuan sesuai dengan harapan.

(4) Segmen IV dibatasi oleh garis Y=7 hingga Y= 10 dan X = 7 hingga X=10. Segmen ini diberi nama fase kemandirian. Secara teoritis, setelah empat tahun pelaksanaan program, status dan posisi kelompok tani peserta harus setidak-tidaknya jatuh pada segmen ini. Jika titik koordinat VPA jatuh di bawah segmen ini maka dinilai program belum mencapai kemajuan sesuai dengan harapan.

A

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00

1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.0 0

2006-2007

2007-2008


(41)

Analisis VPA menunjukkan suatu analisis yang bersifat komprehensif dengan menggunakan indikator komposit. Dengan cara ini maka informasi kemajuan yang diperoleh menunjukkan suatu kemajuan agregat tertimbang (rata-rata tertimbang) dari seluruh indikator penyusunnya. Padahal tentunya tidak semua komponen (indikator) memiliki kemajuan yang selaras (proporsional). Sebagian indikator mungkin sudah terjadi kemajuan yang signifikan tetapi sebagian indikator yang lain mungkin belum mencapai kemajuan yang berarti.

Guna menganalisis lebih jauh kemajuan setiap komponen indikator ketahanan pangan maka bisa dilakukan analisis indikator. Analisis indikator pada intinya adalah melihat nilai skor yang telah berhasil dicapai oleh setiap inidikator sehingga hasil dari

Interpretasi untuk analisis indikator pada prinsipnya serupa dengan analisis VPA komprehensif. Jika skor suatu indikator belum mencapai sasaran, maka dinyatakan bahwa indikator tersebut belum mencapai kemajuan sesuai harapan. Lebih lanjut dengan analisis parsial pada setiap indikator akan dapat diketahui aspek apa yang masih lemah, serta yang paling lemah dari keseluruhan indikator ketahanan pangan. Atas dasar informasi ini maka akan dapat dirumuskan fokus kegiatan pendampingan pada tahun berikutnya.

VPA terutama dilaksanakan pada tingkat kelompok tani, khususnya untuk menggambarkan kemajuan kelompok peserta program desa mandiri pangan. Selanjutnya, untuk melihat perkembangan kemajuan program pada tingkat desa maka perlu dilakukan agregasi. Agregasi pada dasarnya dilakukan dengan menghitung rataan skor VPA setiap kelompok dalam desa tersebut.

Hasil VPA tingkat desa selanjutnya perlu diagregasikan ke tingkat kabupaten, khususnya untuk menggambarkan status dan kemajuan program desa mandiri pangan tingkat kabupaten. Agregasi pada dasarnya dilakukan dengan memasukkan rataan skor VPA setiap desa untuk dimasukkan dalam VPA tingkat kabupaten.


(42)

III. METODOLOGI KAJIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Keberlanjutan dari sebuah program pemberdayaan masyarakat dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang melibatkan masyarakat secara partisipatif. Evaluasi secara partisipatif berguna untuk melihat sejauh mana dampak pelaksanaan program pada peningkatan taraf hidup dan pola pikir masyarakat. Peningkatan taraf hidup dan peningkatan pola pikir masyarakat dapat diukur secara kuantitatif dengan dengan peranserta aktif masyarakat. Untuk itu diperlukan sebuah alat untuk mengevaluasi kedua parameter tersebut di atas dengan sederhana dan aplikatif, sehingga dapat disusun sebuah perencanaan untuk pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat kedepan.

Aspek keberlanjutan (sustainibilitas) selain mendapatkan pengaruh

eksternal dari luar kelembagaan kelompok tani, terdapat juga pengaruh berasal dari program pemberdayaan, yaitu perbandingan besaran porsi peran pendampingan dan peran kelompok itu sendiri. Sehingga untuk mencapai tujuan sustainibiltas diperlukan suatu pola perbandingan besaran porsi yang berkembang sesuai dengan kemajuan kelembagaan kelompok tani.

Implementasi program pemberdayaan masyarakat akan mampu

berkembang menjadi suatu program berkeberlanjutan yang diharapkan membawa masyarakat menjadi lebih sejahyera dan mandiri, apabila secara komprehensif memenuhi wilayah pembagian input yang dibutuhkan yaitu input fisik dan pengembangan kapasitas (input non fisik).


(43)

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Kajian

RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN 1.Diversifikasi asupan

konsumsi pangan 2.Pelibatan dan

penguatan peran perempuan dalam poktan

3.Pengembangan jenis usaha produktif

Peningkatan Kesejahteraan dan

Kemandirian masyarakat KONDISI SAAT INI

Gambaran Umum Program CECOM Foundation 1.Sistem Program

Pemberdayaan : a.Pengembangan

Sistem Pertanian Terpadu

b.Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah c.Pengembangan

Pelatihan dan Penguatan Kapasitas d.Pengembangan Usaha

berbasis Komunitas 2.Sistem Program

Layanan : a.Pengembangan Kesehatan Masyarakat b.Pengembangan Pendidikan Masyarakat Permasalahan

1. Pengaruh intervensi Program Pemberdayaan Masyarakat : a.Peningkatan Pola

Pikir

b.Peningkatan Taraf Hidup.

2. Keberlajutan Program Program Pemberdayaan CECOM Foundation di Tingkat Komunitas 3. Bentuk Program

lanjutan yang sesuai dengan kebutuhan komunitas

Model Strategi dan Implementasi Pemberdayaan

Masyarakat Di Kabupaten

Kampar

Vectorial Project Analysis (Analisis VPA)

1.Implementasi Proyek/ Kegiatan Program Pemberdayaan Masyarakat 2.Evaluasi Dampak Proyek/

Kegiatan .

Dampak Program yang Diharapkan :

1.Peningkatan Taraf Kehidupan


(44)

3.2. Metode Penelitian

3.2.1. Metode Pengumpulan Data

Rancangan penelitian yang digunakan dalam melakukan kajian ini

menggunakan pendekatan kuantitatif (Vectorial Project Analysis/VPA) dengan

topik kajian “ Peningkatan Pola Pikir dan Taraf Hidup Komunitas Petani melalui Program Pemberdayaan Masyarakat (Kasus Program CECOM Foundation di Tiga Desa di Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar)”.

Cara pengumpulan data yang dipergunakan dalam kajian ini yaitu mengumpulkan data dari berbagai sumber baik melalui pengumpulan data primer (diskusi/wawancara langsung diskusi kelompok, pengamatan lapangan) maupun pengumpulan data sekunder (data stastistik, laporan dari instansi-intstansi).

Tahapan-tahapan dan pendekatan yang dilakukan dalam pengumpulan data primer adalah:

1. Pengamatan lapangan, yaitu melakukan pengamatan pada subjek kajian di

Desa Tanjung Bungo (dahulu Desa Kampar), Desa Kualu Nenas, dan Desa Pulau Birandang Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar.

2. Diskusi dan wawancara (inteview) yaitu menggali informasi dari unsur

kelompok tani dampingan dan yang bukan dampingan CECOM foundation. Data dan informasi yang digali meliputi : (a) pendapatan dan struktur pengeluaran; (b) konsumsi pangan; (c) sumber nafkah/ pekerjaan; (d) sanitasi dan kebersihan; (e) aktifitas dan tingkat kehadiran di kelompok; (f) tingkat adopsi teknologi; (g) frekuensi dan tempat menabung; (h) partisipasi dalam rapat kelompok; (i) persepsi pendidikan anak; (j) partisipasi dan peran gender; dan (k) orientasi praktek bisnis (usaha tani)

Pengumpulan data sekunder berkaitan dengan kajian ini dikumpulkan dari Yayasan Peduli Pemberdayaan Masyarakat atau CECOM Foundation yang meliputi (a) profil lembaga; (b) strategi dan implementasi program; (c) monitoring dan evaluasi kemajuan program tahun 2006 – 2007.

3.2.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis data kajian ini menggunakan analisis kuantitatif melalui

analisis Vectorial Project Analysis (VPA). Data hasil wawancara langsung


(45)

(worksheet) berbentuk persis sama dengan formulir wawancara. Pada prinsipnya hanya dilakukan pemindahan data dari bentuk hardcopy ke bentuk elektronis. Proses pengolahan data sudah dibuat dengan menggunakan pemrograman komputer. Untuk tujuan pengolahan data yang pertama kali dilakukan dengan membuat rata-rata skor dari setiap sub-indikator individu responden menjadi suatu rataan nilai skor pada tingkat kelompok tani. Langkah selanjutnya adalah memasukkan data rataan dalam sistem perhitungan untuk mendapatkan besaran nilai vektor VPA sehingga grafik VPA dapat digambarkan.

3.2.3. Metode Perencanaan Program.

Metode perencanaan program dalam kajian ini menggunakan metode

Logical Framework Analisis (LFA), dimana dalam hal ini perencanaan dilakukan

dengan merumuskan masalah-masalah yang ada serta tujuan-tujuan pemecahan masalah yang akan dicapai secara jelas sehingga ikut mendorong tercapai mufakat pada saat adanya pendapat dan harapan yang beda-beda.

3.3. Lokasi dan Waktu Kajian

Kajian ini dilaksanakan di Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar, Propinsi Riau yang dilaksanakan pada tanggal 5 Oktober 2008 sampai dengan 10 Februari 2009. Obyek kajian adalah analisa dampak program pengembangan sistem pertanian terpadu atau Integrated Farming System (IFS) kepada kelompok tani dampingan CECOM Foundation

Alasan pemilihan lokasi penelitian disebabkan telah dilakukannya program pemberdayaan masyarakat oleh CECOM dalam pengembangan IFS yang telah dievaluasi secara partisipatif dengan menggunakan metode analisis VPA pada tahun 2006 (fase persiapan), dan pada tahun 2007 (fase pertumbuhan). Hasil evaluasi kemajuan program pemberdayaan CECOM Foundation periode tahun 2006-2007 tersebut telah dipublikasikan dalam bentuk buku pada tahun 2007. Peneliti tertarik mengetahui tren keberlanjutan kemajuan program pemberdayaan pada fase pengembangan (tahun 2008) serta merancang pengembangan program lanjutan pada fase kemandirian (tahun 2009).


(46)

Kajian dilaksanakan secara bertahap dengan jadwal seperti pada tabel 1, Tabel 1. Jadual Rencana Pelaksanaan Kajian

No Kegiatan Tahun 2008 2009 Tahun 2010

Tahun 2011 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 11 12 1 2 3 4 5 4 5

1 Pemetaan Sosial

(PL1)

2 Evaluasi Program

(PL2)

3

Penyusunan Dan Seminar Kolokium

4

Pelaksanaan kajian dan Pengembangan Program

5 Penulisan laporan

6 Seminar

7 Ujian Akhir

3.4. Rancangan Penyusunan Progran

Penyusunan Program pengembangan dilakukan dengan pendekatan partisipatif, yaitu melibatkan kelompok tani, pendamping komunitas serta tokoh masyarakat ditempat terpisah sesuai dengan fungsi dan perannya melalui disikusi. Tujuannya adalah untuk menyusun program pengembangan dan kebijakan program pemberdayaan masyarakat CECOM

Penyusunan Program dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Penyajian hasil kajian mengenai gambaran perkembangan kelompok tani

dampingan CECOM ditingkat desa sampai kabupaten. Penyajian ini dilakukan secara FGD atau diskusi kelompok untuk memperjelas latar belakang pembuatan rencana program.

2. Membahas kelemahan dan kekuatan strategi dan program pemberdayaan

masyarakat CECOM berdasarkan perkembangan dan keadaan petani dampingan, untuk kemudian dibuat rencana aksi program

3. Mendiskusikan/membahas tindakan-tindakan yang akan dibuat dalam strategi

maupun aksi program untuk memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi oleh petani dampingan melalui FGD atau diskusi kelompok.

Merumuskan rancangan aksi program pemberdayaan CECOM berdasarkan prioritas utama permasalahan (berdasarkan hasil kajian), kemudian ditentukan sebuah kegiatan pemberdayaan masyarakat.


(1)

1 Tidak ada usaha utk menambah modal Persiapan

4 Meminjam ke rentenir Penumbuhan

7 Meminjam ke bank Pengembangan

10 Meminjam ke kelompok / koperasi Kemandirian

1 Hanya untuk konsumsi sendiri Persiapan

5 Sebagian produk dijual Penumbuhan

10 Semua produk dijual Pengembangan

Kemandirian

Alamat ( RT/RW) Umur Suku Bangsa Agama

Pendidikan Formal Terakhir

BIODATA TAMBAHAN RESPONDEN b.Motivasi produksi

7.Orientasi Usaha a.Akses terhadap permodalan


(2)

6,00 7,00 8,00 9,00 10,00

o

o d

Vectorial Project Analysis Chart

Cecom Vs. Bukan-Cecom di Kabupaten Kampar

IV III

II

I IV = Tahap Mandiri

III = Tahap Perkembangan II = Tahap Pertumbuhan I = Tahap Persiapan

--- 2006 -2008 (cecom)

--- 2006 - 2008 (non-cecom)

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00 9,00 10,00

L

i v

e

l

i h

o

M i n d s e t


(3)

Lampiran 10. Analisis Indikator Non-CECOM Kabupaten Kampar

ANALISIS INDIKATOR

4,0 5,0 6,0 7,0 8,0 9,0 10,0

BUKAN-CECOM - KABUPATEN KAMPAR

2006 2007 2008

111

BUKAN-CECOM - KABUPATEN KAMPAR 2006 2007 2008 2009

Pendapatan 7,1 7,4 7,2 0,0

Kesempatan Kerja 3,2 3,4 3,8 0,0 Konsumsi Pangan 3,4 3,4 4,5 0,0 Sanitasi dan Kebersihan 5,1 5,1 5,5 0,0 Aktifitas di kelompok 1,1 1,1 1,0 0,0 Tingkat adopsi tehnologi 1,4 1,4 1,7 0,0 Kebiasaan menabung 2,1 2,1 1,6 0,0 Kepercayaan diri 1,1 1,1 1,5 0,0

Pendidikan 9,6 9,6 9,8 0,0

Pengarus utamaan Jender 1,9 1,9 1,4 0,0

Praktek Bisnis 4,2 4,2 4,6 0,0

0,0 1,0 2,0 3,0

Pendapatan Kesempatan Kerja

Konsumsi Pangan

Sanitasi dan Kebersihan

Aktifitas di kelompok

Tingkat adopsi tehnologi

Kebiasaan menabung

Kepercayaan diri

Pendidikan Pengarus utamaan Jender

Praktek Bisnis


(4)

RINGKASAN

KHOLIS ROMLI.

Pembangunan yang berbasis pemberdayaan masyarakat (communty based

development) sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam konsep pembangunan

berkelanjutan (suistainable development) meletakkan prioritas kegiatan

pembangunan pada proses penguatan kapasitas, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pengembangan kelembagaan masyarakat yang bertujuan mengembangkan pola pikir positf, daya kritis, dan kontrol sosial masyarakat. Tujuan lain yang diharapkan dari pemberdayaan masyarakat adalah menumbuhkan kemandirian masyarakat dalam mengelola potensi ekonomi lokal bagi peningkatan taraf kehidupan masyarakat.

Peningkatan Pola Pikir dan Taraf Hidup Komunitas Petani Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat (Kasus Program CECOM Foundation di Tiga Desa di Kecamatan Kampar Timur, Kabupaten Kampar). Dibimbing oleh DJUARA P. LUBIS dan NURAINI W. PRASODJO

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat oleh CECOM Foundation di Kabupaten Kampar, dilaksanakan sebagai suatu media yang diharapkan mampu memberikan fasilitasi terhadap proses perubahan sosial, yaitu; (1) pendekatan perbaikan taraf hidup, dengan pembangunan sistem pertanian

terpadu atau integrated farming system (IFS) yang diharapkan akan memperbaiki

dan memacu kehidupan perekonomian masyarakat; (2) pendekatan peningkatan pola pikir, dengan proses pengembangan kelembagaan kelompok tani, pengorganisasian dan penguatan kapasitas komunitas dampingan menuju keberlanjutan program pengembangan komunitas yaitu prospek kemampuan komunitas dalam mengelola kegiatan pemberdayaan secara mandiri.

Kegiatan Program IFS di Kelompok Tani dampingan dirancang sesuai dengan strategi pengembangan kelembagaan yang terdiri dari empat fase yaitu ; (1) Fase Persiapan, dimana pada tahun pertama, modal kegiatan atau proyek bersumber dari penyelenggara program yang diberikan kepada anggota Kelompok

Tani secara hibah; (2) Fase Penumbuhan, dimana pada tahun kedua modal

kegiatan dari CECOM Foundation tidak lagi diberikan secara langsung kepada

anggota namun diberikan kepada Kelompok Tani sebagai Seed Capital yang

selanjutnya Kelompok Tani menjadikannya sebagai modal bergulir kepada

anggotanya tanpa bunga; (3) Fase Pengembangan, dimana pada tahun ketiga

modal kegiatan dari penyelenggara program kepada Kelompok Tani merupakan pinjaman lunak berupa kredit bersubsidi. Pada tahapan ini, Kelompok Tani telah memiliki unit usaha simpan pinjam sebagai cikal bakal lembaga keuangan mikro

(LKM) milik komunitas; (4) Fase Kemandirian, dimana pada tahun keempat

seluruh modal kegiatan bersumber dari keswadayaan masyarakat dan dari lembaga keuangan komersial. Pada tahap ini skala usaha anggota kelompok tani sudah bankable.

Untuk mengetahui perkembangan kegiatan program pemberdayaan masyarakat yang telah dikerjakannya, terutama untuk mengatahui telah sampai tahapan apa komunitas yang telah didampingi CECOM Foundation, dipilih alat

evaluasi partisipatif Vectorial Project Analysis (VPA) yang dianggap paling


(5)

Selain VPA yang akan menilai situasi kehidupan masyarakat, pengumpulan data evaluasi yang berkaitan langsung dengan program IFS

dilakukan dengan tehnik Focus Group Discussion (FGD) pada penerima manfaat

program. Untuk memperkaya hasil evaluasi komentar dan catatan enumerator lokal yang berkaitan dengan situasi dan kondisi di lapangan juga merupakan salah satu masukkan yang sangat penting bagi obyektifitas hasil evaluasi ini.

Dalam VPA Indikator kemajuan taraf hidup (livelihood) dikelompokkan

sebagai indikator yang bersifat fisik (tangible) atau indikator-indikator yang dapat diukur secara kuantitatif. Indikator ini akan menggambarkan kemajuan fisik status ketahanan pangan yang antara lain diukur melalui beberapa sub indikator yaitu; (1) Pendapatan; (2) Kesempatan kerja; (3) Konsumsi pangan; (4) Sanitasi dan

kebersihan. Indikator kemajuan pola pikir (mindset) dikelompokkan sebagai

indikator yang bersifat bukan fisik (intangible). atau indikator-indikator yang

sebenarnya hanya bisa diukur secara kualitatif, tetapi dalam analisa VPA indikator-indikator pola pikir ini diukur secara kuantitatif. Indikator ini lebih lanjut diurai menjadi beberapa sub indikator yang meliputi tingkat; (1) Aktifitas di kelompok tani; (2) Tingkat adopsi teknologi; (3) Kebiasaan menabung; (4) Kepercayaan diri; (5) Orientasi pendidikan anak; (6) Pengarusutamaan jender; (7) Praktek dan orientasi bisnis (usahatani).

Untuk memperoleh gambaran mengenai perkembangan kegiatan pemberdayaan masyarakat CECOM Foundation di Kabupaten Kampar dipilih tiga desa yang berada di Kabupaten Kampar yang mewakili yang didampingi dan komunitas yang tidak didampingi oleh CECOM Foundation. Hasil rerata survei VPA di ketiga desa ini kemudian menjadi dasar pembuatan kebijakan pemberdayaan masyarakat di Kabupaten Kampar di masa yang akan datang.

Hasil survei VPA yang dilakukan menunjukkan telah terjadi perubahan yang signifikan pada seluruh indikator VPA pada kelompok dampingan CECOM Foundation di Kabupaten Kampar, baik pada variabel yang terletak pada indikator taraf kehidupan maupun pola pikir pada pelaksanaan program pemberdayaan yang dilakukan oleh CECOM Foundation. Namun demikian masih terdapat dua buah variabel yang masih berada di bawah garis virtual lima, yaitu pada sub indikator konsumsi pangan (indikator taraf kehidupan) dan sub indikator pengarustamaan gender (indikator pola pikir).

Berdasarkan hal tersebut di atas dibuat rancangan tindak lanjut dengan mengutamakan sub indikator konsumsi pangan (indikator taraf kehidupan) dan sub indikator pengarustamaan gender (indikator pola pikir) yang diharapkan dari kajian ini adalah terjadinya kesejahteraan dan kemandirian masyarakat melalui peningkatan sebelas sub-indikator VPA.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Malang , pada 23 September 1966. Pendidikan SD sampai SMA diselesaikan di kota kelahiran. Pada tahun 1992 penulis merampungkan pendidikan S1 di Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang. Tahun 1994 sampai 1998, penulis berprofesi sebagai konsultan UKM pada Program Pengembangan Kemitraan Usaha, Yayasan Prasetiya Mulya Jakarta. Pada tahun 1999 sampai 2005 penulis bekerja sebagai salah satu

departement head pada program Community Development di PT. Riau Andalan

Pulp and Paper. Pada tahun 2005 sampai 2008 penulis bekerja sebagai Direktur

Eksekutif pada Yayasan Peduli Pemberdayaan Masyarakat (Care and

Empowerment for Community Foundation) di Pekanbaru. Saat ini penulis

berprofesi sebagai SME consultant pada Lembaga Pengembangan, Advokasi dan Konsultasi UKM di KADIN Riau.

Pada tahun 2006 penulis berkesempatan melanjutkan studi pada Program Studi Manajemen Pengembangan Masyarakat, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas bantuan beasiswa dari CECOM Foundation. Saat ini Penulis bermukim di Pekanbaru dengan istri bernama Hartini dan dikaruniai amanah dua orang putri yaitu Azizah Hanifatur Rahma (Izza), dan Nisrina Zayyan Kamila (Lala).

Bogor, Mei 2011

Kholis Romli NRP I354064145


Dokumen yang terkait

Efektivitas Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan ( Studi Kasus Irigasi Pertanian Di Desa Aritonang, Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara)

3 57 116

Program Pemberdayaan Perempuan Kursus Wanita Karo Gereja Batak Karo Protestan (Kwk-Gbkp) Pada Perempuan Pengungsi Sinabung Kecamatan Payung Kabupaten Karo

2 51 132

Program Pemberdayaan Masyarakat Petani Melalui Peningkatan Usaha Tanaman Cabe (Kasus Desa Air Putih, Kecamatan Bengkalis, Kabupaten Bengkalis)

0 5 110

Batobo dan kesinambungan usahatani padi ladang (studi kasus komunitas petani padi ladang di Desa Kampar Kecamatan Kampar- Provinsi Riau)

0 12 173

Analisis Hubungan Jaringan Komunikasi Dengan Perubahan Taraf Penghidupan Dan Pola Pikir Dalam Pemberdayaan Pembudidaya Ikan Di Kabupaten Kampar, Riau

7 56 237

Pengembangan Kapasitas Petani Miskin Melalui Program Pemberdayaan Melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Merbasis Komunitas : Kasus Proyek Peningkatan Pendapatan Petani Miskin Melalui Inovasi di Desa Langaleso, Kecamatan Dolo, Kecamatan Donggala, Provins

1 14 132

ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI-NELAYAN KECIL, (P4K) DI DESA PULAU LAWAS KECAMATAN BANGKINANG SEBERANG KABUPATEN KAMPAR.

0 0 6

MENINGKATKAN TARAF HIDUP PETANI MELALUI PEMBERDAYAAN KUD

0 0 11

SKRIPSI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PETANI DALAM PROGRAM PEKARANGAN TERPADU DI DESA SAMBIREJO KECAMATAN NGAWEN KABUPATEN GUNUNGKIDUL

0 0 186

Sosial Masyarakat Pendatang dengan Masyarakat Tempatan di Desa koto Mesjid Kecamatan XIII Koto Kampar Kabupaten Kampar .“

0 0 15