Studi literatur dan naskah kebijakan
13 kawasan yang dijadikan standar adalah sebesar 100 m x 5 m 500 m
2
, merupakan luas transek pengamatan ikan. Kriteria penilaian kondisi ikan karang
diperlihatkan seperti Tabel 3.
Tabel 3. Kriteria penilaian kondisi ikan karang berdasarkan kelimpahan individu dan spesies
Parameter Penilaian Kategori Kondisi Ikan
Rendah Sedang
Tinggi Total kelimpahan ikan ekor
Total jumlah jenis spesies 1 - 250
1 - 15 251 -1000
16 - 60 1000
60
Sumber : Critic- Coremap 2005
Analisis Persepsi Masyarakat
Data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk deskripsi dan grafik persentase. Deskripsi data kuantitatif didukung dan dikombinasikan dengan
pengolahan catatan lapangan dari hasil wawancara dan observasi lapangan serta bahan dari data sekunder. Hasil pengamatan persepsi masyarakat terhadap
keberhasilan KKPD Selat Dampier dianalisis dengan menggunakan statistik uji Wilcoxon. Analisis ini untuk melihat apakah ada perbedaan nilai pengetahuan
sebelum dan sesudah pelaksanaan program KKPD pada: 1 kejelasan peraturan, 2 mata pencarian alternatif, dan 3 tingkat pengetahuan konservasi.
Analisis Stakeholders
Untuk mengetahui peranan dan kontribusi dari stakeholders para pihak yang dijumpai di kawasan konservasi di Selat Dampier maka dilakukan analisis
stakeholders Chetwynd Chetwynd 2001. Hal- hal yang diamati dalam analisis stakeholders di KKPD Selat Dampier masing- masing adalah: 1 peran masing-
masing stakeholder sebagai: pelaksana, pengorganisir, pembuat kebijakan, pemanfaat, pengontrol dan pendukung atau penentang; 2 tingkat kepentingan
stakeholder terhadap pengelolaan KKPD Selat Dampier yang dikategorikan dalam Skala Likerst: sangat tinggi skor 5, tinggi skor 4, cukup skor 3, kurang tinggi
skor 2 dan rendah skor 1; dan 3 tingkat pengaruh stakeholder terhadap pengelolaan KKPD dimana kondisi sangat tinggi skor 5, tinggi skor 4, cukup
skor 3, kurang tinggi skor 2 dan rendah skor 1.
Selanjutnya hasil skor dari tingkat kepentingan stakeholder diplotkan sebagai sumbu-X dan tingkat pengaruh stakeholder diplotkan sebagai sumbu -Y.
Plot kedua sumbu secara bersama-sama akan memberikan informasi terhadap satu stakeholder termasuk dalam 4 kategori sebagai berikut: 1 kepentingan tinggi-
pengaruh tinggi adalah stakeholder key player, 2 kepentingan tinggi-pengaruh rendah dikategorikan adalah stakeholder subject, 3 kepentingan rendah-
pengaruh tinggi adalah stakeholder context setter dan 4 kepentingan rendah- pengaruh rendah adalah stakeholder crowd .
14
Subject Key Player
Crowd Context Setter
Gambar 3. Matriks stakeholder, tingkat pengaruh dan kepentingan
Analisis Hukum dan Kebijakan
Analisis hukum dan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi dilakukan untuk mengetahui peranan dan kontribusi dari masing- masing lembaga yang
menentukan pelaksanaan pengelolaan KKPD di Kabupaten Raja Ampat. Untuk itu, analisis dilakukan terhadap produk hukum dan kebijakan yang telah
dihasilkan oleh lembaga masyarakat adat, pemerintah daerah dan pemerintah.
Tabel 4. Analisis hukum dan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi di Raja Ampat
Lembaga Bentuk Kebijakan
Isi Kebijakan Manfaat
1. Masyarakat adat
Deklarasi adat Penyerahan adat
2. Pemerintah
daerah Perda
Peraturan bupati 3.
Pemerintah Undang-undang
Peraturan pemerintah
Peraturan menteri Keputusan menteri
Analisis Perbandingan Pengelolaan
Teknik analisis ini digunakan untuk mengetahui perbedaan pengelolaan sumberdaya alam secara adat sasi, pengelolaan kawasan konservasi modern
konvensional, dan pengelolaan kawasan konservasi hibrid yang terjadi di KKPD P e n g a r u h
K e
p e n
t i
n g
a n
15 Selat Dampier, Raja Ampat. Aspek yang dinilai terdiri dari aspek-aspek: ekologi,
sosial, ekonomi, budaya dan tata kelola pengelolaan kawasan.
Tabel 5. Perbandingan model pengelolaan KKPD konvensional dan pengelolaan sasi serta model hibrid di Selat Dampier
No Aspek Pengelolaan
SK Dirjen KP3K No. 44 tahun 2012 KKPD
Konvensional Sasi di
Selat Dampier
KKPD Hibrid
1 Target perlindungan sumberdaya alam
2 Manfaat kawasan konservasi
3 Luasan kawasan konservasi
4 Usulan insiatif
5 Zonasi
6 Stakeholders Utama
7 Model kelembagaan
8 Pengawasan dan pengendalian
9 Monitoring dan evaluasi
10 Sistem pendanaan
Analisis Indeks dan Status Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan Konservasi
Analisis keberlanjutan pengelolaan KKPD Selat Dampier dilakukan dengan metode analisis statistik Multidimentional Scaling MDS. Teknik analisis ini
merupakan pendekatan statistik multivariat yang berbasis pada obyek KKPD yang memungkinkan trasformasi multidimensi menjadi dimensi lebih sederhana
Fauzi and Anna 2005. Untuk mengetahui keberlanjutan pengelolaan KKPD di Raja Ampat maka digunakan 3 dimensi yakni: 1 bioekologi, 2 sosial ekonomi
dan budaya, dan 3 tata kelola. Setiap dimensi terdiri dari beberapa atribut yang diberi skor sesuai dengan kondisi yang diperoleh dari hasil penelitian Tabel 6.
Dengan metode MDS, obyek atau titik yang diamati dipetakan di dalam ruang dua atau tiga dimensi, sehingga obyek atau titik yang diamati diupayakan
sedekat mungkin dengan titik asal. Titik yang tidak sama digambarkan dengan titik-titik yang berjauhan. Penentuan jarak ordinasi di dalam MDS didasarkan
pada Euclidian distance yang dalam ruang berdimensi n digambarkan sebagai berikut Fauzi and Anna 2005:
√ | |
| |
| |
Konfigurasi atau ordinasi dari satu titik atau obyek dalam MDS selanjutnya diaproksimasi dengan cara meregresikan jarak euclidian
dari titik i ke titik j dengan titik asal
sebagaimana dengan persamaan : = a + b
+ e Teknik regresi yang digunakan adalah algoritma ALSCAL yang
mengoptimasi jarak kuadrat square distance = d
ijk
terhadap data kuadrat titik asal = O
ijk
. Bentuk tiga dimensinya ditulis dalam formula S-stress sebagai berikut:
16
S =
√ ∑
[
∑ ∑ ∑ ∑
]
Dimana jarak kuadrat merupakan jarak euclidian yang dibobot dan digambar dengan:
=
∑
Sangat penting mengetahui seberapa fit goodness of fit jarak titik pendugaan dengan titik asal pada setiap pengukuran metric. Dalam MDS
goodness of fit adalah mengukur seberapa tepat konfigurasi suatu titik, dapat mencerminkan data aslinya. Nilai ini biasa diwakili oleh nilai S-stress yang
dihitung dari dari nilai S tersebut. Bila nilai S rendah maka menunjukkan good fit, sedangkan nilai nilai S tinggi menunjukkan bad fit. N ilai S yang baik adalah lebih
kecil dari 0.25. Penentuan status keberlanjutan pengelolaan KKPD Selat Dampier di Kabupaten Raja Ampat, ditentukan dengan selang nilai 0 bad sampai dengan
100 good. Distribusi selang indeks dengan ragam status keberlanjutan dibedakan atas tiga kategori seperti di bawah ini Susilo 2003.
Untuk mengetahui pengaruh parameter-parameter di setiap atribut yang digunakan pada indeks keberlanjutan, maka dilakukan analisis sensitivitas dengan
analisis statistik leverage. Dengan menggunakan metode analisis ini akan diketahui parameter-parameter kunci yang paling berpengaruh baik mendukung
maupun menghambat dalam penentuan indeks keberlanjutan pengelolaan KKPD di Selat Dampier Kabupaten Raja Ampat. Adapun penentuan nilai setiap selang
skor didasarkan pada hasil pengamatan langsung atau data primer dan data yang dikumpulkan dari hasil- hasil penelitian sebelumnya atau data sekunder. Untuk
penetapan skor dimana tidak cukup tersedia data, maka dilakukan dengan pertimbangan professional dari peneliti .
Tabel 6. Matriks indikator penilaian keberlanjutan pengelolaan KKPD Selat Dampier
Atribut Nilai Atribut
Buruk Baik
Skor
Aspek Bioekologi
1. Persen tutupan terumbu
karang 3
0= 0 – 24.9 , 1=25-49.5 , 2=50 - 74.9 ,
3= 75 – 100
2. Biomassa ikan karang
3 0 = 0 indm2,1 = jumlah individu 2 indm2,
2 = jumlah individu 2-5 indm2, 3 = jumlah individu 5 indm2
3. Kualitas air
2 0 = buruk, 1 = sedang, 2=baik
4. Jumlah jenis ikan karang
2 0= jumlah jenis 1-15 jenis ,1= 16 - 60 jenis,
2= 60 jenis 5.
Populasi ikan endemik 2
0 = tidak ada jenis endemik, 1 = cukup banyak jenis endemik ,2= banyak jenis
endemik
17
6. Kelimpahan ikan karang
2 0 = 1 - 250 ekor, 1= 251 - 1.000 ekor , dan 2 =
1.000 ekor 7.
Hasil tangkapan ikan target
2 0= ikan target 15 dari total tangkapan ,1=
ikan target 16-30 dari total tangkapan,2= ikan target 30 dari total ikan tangkapan
Aspek Sosek dan Sosbud
1. Pendapatan Masyarakat
3 0= Rp. 500 000, 1= Rp.501 000 - Rp.1
000 000, 2= Rp.1 000 001- Rp. 1 500 000, 3= Rp.1 500 001
2. Mata pencaharian alternatif
2 0 = tidak ada ,1 = 1-3 pekerjaan alternatif ,2
= 3 pekerjaan alternatif 3.
Tingkat pelanggaran pada aturan sasi
2 2 = tinggi ,1= sedang dan 0 = rendah
4. Pemanfaatan sumberdaya
manusia lokal 2
0 = tidak ada pemanfaatan, 1= ada tetapi tidak maksimal, 2= ada dan maksimal
pemanfaatannya 5.
Tingkat dukungan masyarakat terhadap pengelolaan KKPD
2 0= rendah dukungan, 1 = dukungan sedang,
2= dukungan tinggi 6.
Tingkat partisipasi masyarakat
2 0 = rendah, 1 = sedang, 2= tinggi
7. Tingkat pelanggaran terhadap
kawasan konservasi 2
0= rendah, 1= sedang , 2 = tinggi 8.
Penghargaan terhadap adat, budaya danatau kearifan
lokal 2
0 = rendah,1= cukup menghargai budaya, 2= menghargai budaya
9. Tingkat pengetahuan kawasan
konservasi 3
0 = 3.0, 1 = 3.1 - 5.0, 2= 5.1 – 7.0
dan 3 = 7.1 10.
Konflik pemanfaatan sumberdaya
2 0= rendah, 1= sedang ,2= tinggi
Aspek Tata Kelola
1. Rencana pengelolaan dan
zonasi KKLD 2
0 = tidak ada,1= ada tetapi tidak dilaksanakan,2 = ada dan dilaksanakan
2. Kapasistas pemangku
kepentingan 2
0 = tidak ada peningkatan kapasitas,1= terjadi peningkatan tapi tidak
difungsikan,2= terjadi peningkatan dan difungsikan
3. Tingkat sinergitas
kebijakankelembagaan 2
0 =tidak ada koordinasi antar lembaga,1= komunikasi antar lembaga belum maksimal
,2= terjadi sinergi antar lembaga 4.
Konflik kepentingan stakeholders
2 0 = tidak terjadi konflik antar stakeholders,1
= dari 2 konflik antar stakeholder,2= 2 konflik antar stakeholders
5. Keikutsertaan masyarakat
dalam pengelolaan 2
0= 25 penduduk terlibat,1= 26-50 penduduk terlibat,2= 50 penduduk
terlibat 6.
Penegakan hukum 2
0= tidak ada kelembagaan dan penindakan tidak ada,1= ada kelembagaan dan
penindakan tidak efektif,2= ada kelembagaan dan penindakan efektif
7. Tingkat interaksi antara
2 0= dari 2 kali interaksi pertahun, 1 = 2-4
18
pengelola KKLD dengan Stakeholders.
kali interaksi pertahun, 2= 4 kali interaksi 8.
Pemahaman di tingkat lokal terhadap hukum dan
peraturan KKLD 2
0= 25 penduduk paham ,1= 26 - 50 penduduk paham,2= 51 penduduk
paham 9.
Ketersediaan SDM untuk pengelolaan KKLD
2 0=tidak tersedia sumber manusia handal,1=
SDM dari pemerintah,2= SDM dari lsm dan pemerintah
10. Ketersediaan dana
pengelolaan 2
0 = tidak ada sumber dana,1= sumber dana pemerintah,2= sumber dana pemerintah dan
swasta 11.
Eksistensi penelitian dan input di lokasi KKLD
2 0= tidak pernah dilakukan pertahun,1= satu
kali pertahun,2= lebih dari satu kali pertahun
Tahapan kegiatan dan analisis keberlanjutan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: pertama, penetapan atribut dalam penelitian ini, didasarkan
pada prosedur dan kriteria pemilihan atribut menurut Kavanagh 2001. Ditetapkan sebanyak 28 atribut yang masing- masing diwakili oleh 3 aspek atau
dimensi yaitu: ekobiologi 7 atribut, sosekbud 10 atribut dan tata kelola 11 atribut. Kedua, penilaian setiap atribut dalam skala ordinal scoring
berdasarkan kriteria keberlanjutan setiap aspek. Ketiga, menilai indeks dan status keberlanjutan pengelolaan kawasan konservasi perairan daerah Se lat Dampier
secara multidimensi dan setiap dimensi. Keempat, analisis kepekaan leverage analysis mempengaruhi keberlanjutan. Kelima, analisis Monte Carlo untuk
memperhitungkan aspek ketidakpastian.
Tabel 7. Selang indeks dan status keberlanjutan pengelolaan KKPD Selat Dampier No
Skala Indeks Keberlanjutan
Status Keberlanjutan
Keterangan 1
0.00 – 50.00 Rendah
KKPD memiliki peluang berkembang dengan sangat kecil
2 50.01- 75.00
Sedang KKPD dapat berkelanjutan,
namun tidak memberikan hasil optimal dimana beberapa tujuan
belum tercapai 3
75.01 – 100.00 Tinggi
KKLD berkelanjutan dan hasil yang dicapai optimal dan tujuan
pengelolaan KKPD tercapai
Sumber : diadaptasi dari Susilo 2003
19
3 KONDISI UMUM KAWASAN KONSERVASI
PERAIRAN DAERAH SELAT DAMPIER
Kondisi Lokasi KKPD Selat Dampier
Kawasan konservasi perairan daerah Selat Dampier memiliki luas 336 200 ha. Kawasan dihubungkan dengan titik batas pada koordinat 130
o
27‟53” BT dan 00
o
31 ‟05” LS menuju ke Timur dengan koordinat 130
o
39‟53” BT dan 00
o
25‟13” LS di Teluk Kabui. Selanjutnya ke Timur koordinat 130
o
42‟13” BT dan 00
o
22‟ 47” LS ke arah Tenggara sampai koordinat 130
o
47‟32” BT dan 00
o
26‟36” LS. Batas ini selanjutnya ke arah Selatan pada koordinat 130
o
47‟ 47” BT dan 00
o
29‟ 38” LS menuju Tenggara pada koordinat 131
o
04‟ 33” BT dan 00
o
46‟ 01” LS dan ke arah Tenggara pada koordinat 131
o
13‟26” BT dan 01
o
00‟ 59” LS terus ke arah Selatan pada koordinat 131
o
13‟28” BT dan 01
o
02‟ 23” LS. Batas selanjutnya ke arah Selatan Barat Daya pada koordinat 131
o
11‟ 03” BT dan 01
o
06‟ 48” LS serta ke arah Barat pada koordinat 131
o
03‟ 30” BT dan 01
o
07‟00” LS. Selanjutnya ke arah Pulau Salawati Utara ke arah Selat Sagawin pada koordinat 130
o
38‟ 01” BT dan 00
o
57‟ 41” LS. Batas ini terus dilanjutkan ke arah Utara Selat Sagawin pada koordinat 130
o
36‟ 37” BT dan 00
o
54‟46” LS serta menuju ke arah Barat. Batas terus ke arah Pulau Batanta Selatan sampai koordinat 130
o
21‟ 03” BT dan 00
o
55‟ 19” LS. Berikutnya ke Barat pada koordinat 130
o
21‟47” BT dan 00
o
55‟20” LS ke Utara kembali ke titik awal batas.
Di dalam KKPD Selat Dampier terdapat 8 distrik atau kecamatan yaitu: Waigeo Barat Kepulauan, Waigeo Selatan, Meosmansar, Batanta Utara, Batanta
Selatan, Salawati Barat, Salawati Utara and Salawati Tengah, dengan kampung sebanyak 29 kampung atau desa. Kawasan KKPD ini sejak dahulu menjadi pusat
dari beberapa jenis kegiatan perikanan dibanding kawasan lainnya di Raja Ampat. Aktivitas perikanan ilegal termasuk bom ikan dan pengambilan sirip ikan hiu
sudah puluhan tahun berlangsung, sebelum Pemda Raja Ampat menerapkan pengelolaan kawasan konservasi di seluruh perairan Raja Ampa t tahun 2008.
Penduduk lokal juga memiliki lahan kebun atau pertanian yang sempit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Daerah konservasi Selat Dampier sudah
berubah menjadi pusat wisata bahari dan wisata alam lainnya seperti misalnya pengamatan burung bird watching.
Lokasi KKPD Selat Dampier terletak di sentral kawasan perairan Raja Ampat. Nama KKPD ini menandakan bentuk fisik berupa perairan selat yang
kaya akan nutrien, yang sangat dibutuhkan dalam mendukung keberadaan sistem ekologi yang kaya dengan keanekaragaman hayati dan kelimpahan biota laut.
Perairan selat ini memiliki arus yang kuat yang menyebabkan fenomena upwelling air dingin. Adanya fenomena upwelling yang berupa pengadukan massa air yang
berbeda suhu dan membawa nutrien dibutuhkan bagi bio ta laut seperti karang untuk membentuk terumbu. Di lokasi tersebut ikan memperoleh makanan feeding
ground, mengasuh anak-anak nursery ground, dan untuk pemijahan spawning ground.
Tipe dan jenis ekosistem yang ada di Kepulauan Raja Ampat secara umum meliputi ekosistem terumbu karang, ekosistem lamun, ekosistem mangrove dan
danau air asin marine lake. Ada 4 jenis tipe terumbu karang yang ditemukan di
20 Kabupaten Raja Ampat yaitu: terumbu karang tepi fringing reef, karang
penghalang barrier reef, gosong karangtaka patch reef, dan karang cincin atol reef. Menurut DeVantier et al. 2009, kawasan perairan Raja Ampat
memiliki keragaman bentang terumbu reefscape sebanyak 14 kawasan dan habitat terumbu sebanyak 75 lokasi.
Sumber : DeVantier et al 2009
Gambar 4. Klasifikasi terumbu karang di Raja Ampat Keterangan:
14 reefscapes bentang terumbu skala 100 -1 000 km and 75 habitat terumbu skala10
–100 km. 1 = Ayau 5, 2 = Wayag 3, 3 = Kawe 5, 4 = Waigeo Barat 10, 5 = Waigeo Timur 11, 6 = Gag 4, 7 = Selat
Dampier 5, 8 = Mios 2, 9 = Batanta 3, 10 = Sorong 4, 11 = Kofiau 9, 12 = Salawati 1, 13 = Misool Barat-Laut 4, 14 = Misool Tenggara
6
21 Hutan mangrove di kawasan konservasi Selat Dampier tumbuh subur
di Waigeo Selatan, Gam Selatan, Batanta Utara dan bagian timur hingga tenggara Salawati, dan juga di sekitar pulau-pulau kecil di sekitarnya. Hasil kajian Firman
dan Azhar 2006, mendapatkan bahwa di Raja Ampat lebih jarang dibandingkan dengan daratan Papua dengan jumlah jenis 25 spesies. Padang lamun yang subur
tumbuh antara bagian selatan pulau Waigeo dan Gam, utara pulau Batanta dan timur pulau Salawati. Padang lamun ini adalah habitat dari duyung Dugong
dugon serta menjadi lokasi dalam pembesaran nursery bagi larva- larva ikan jenis lainnya.
Kawasan konservasi perairan daerah Selat Dampier terdapat 2 selat, yakni Selat Dampier dan Selat Segawin. Kedua selat ini menjadi lokasi migrasi dari
beberapa jenis mamalia laut cetacean dari Lautan Pasifik ke lautan Hindia dan sebaliknya. Menurut jenisnya meliputi paus sperma sperm whale Physeter
Macrocephalus, paus pembunuh killer whale Orcinus orca, masyarakat Selat Dampier menyebutnya rowetroyer, paus bryde Balaenoptera brydei, paus bryde
kerdil Balaenoptera edeni, lumba-lumba hidung botol umum Tursiops truncatus, lumba- lumba hidung botol Indopasifik Tursiops aduncus, paus
pembunuh palsu Pseudorca crassidens, lumba- lumba spinner Stenella longirostris, paus pemandu sirip pendek Globicephala macrorhynchus, duyung
Dugong dugon Wilson et al 2010 dan UPTD 2011.
Kondisi Perairan
Arus laut yang terjadi di kawasan perairan Raja Ampat dipengaruhi oleh arus khatulistiwa utara dan arus khatulistiwa selatan. Arus khatulistiwa utara,
merupakan arus panas yang mengalir menuju ke arah barat sejajar dengan garis khatulistiwa dan ditimbulkan serta didorong oleh angin pasat timur laut,
sedangkan arus khatulistiwa selatan, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke barat sejajar dengan garis khatulistiwa. Arus ini ditimbulkan atau didorong
oleh angin pasat tenggara Pemda Raja Ampat 2006. Pengamatan dengan data citra satelit Aviso memperlihatkan kondisi arus permukaan di KKPD Selat
Dampier diperlihatkan pada Gambar 5a, arus permukaan laut selama musim barat 1 Desember 2008
– 1 Pebruari 2009 dan Gambar 5b, kondisi arus permukaan laut selama musim timur 1 Juni 2009 - 1 Agustus 2009.
Kondisi rata-rata arus memperlihatkan bahwa kawasan KKPD Selat Dampier memiliki arus yang besarnya kurang dari 1 m detik
-1
. Pengukuran harus di perairan Sapokren berkisar antara 5.07
– 19.60 cm detik
-1
dan arus ini di perairan ini didominasi oleh pengaruh pasut Sakka 2012. Letak kawasan KKPD
Selat Dampier antara 2 selat yakni Selat Dampier dan Selat Sagawin memperlihatkan kondisi arus pasang surut yang deras Pemda Raja Ampat 2006.
Kondisi ini sangat baik untuk kehidupan terumbu karang karena pengaruh arus dapat cepat membersihkan sedimen atau lumpur yang menutupi polip karang.
22
Gambar 5. Hasil citra satelit Aviso tentang kondisi arus permukaan di perairan Raja Ampat selama: a musim barat 1 Desember 2008 -
1 Februari 2009 dan b musim timur 1 Juni 2009 - 1 Agustus 2009
Untuk mengetahui gambaran konsentrasi klorofil-A di lokasi penelitian maka digunakan data citra satelit Aqua-Modis Level 3. Pengamatan terhadap
konsentrasi klorofil- a di perairan KKPD Selat Dampier terlihat pada Gambar 6 a dan 6 b. Dari gambar tersebut terlihat bahwa saat musim barat konsentrasi
klorofil-a sekitar 0.25 – 0.35 mg m
-3
dan pada musim timur sekitar rata-rata adalah 0.2 mg m
-3
. Pengaruh angin selatan pada bulan Juni hingga Agustus terlihat membawa sebagian nutrien dari peraiaran Sorong Selatan ke dalam
perairan Raja Ampat. Pengaruh ini juga cukup mempengaruhi kawasan pantai di Selat Dampier meningkat sampai pada level konsentrasi klorofil-a 0.5 mg m
-3
. Konsentasi klorofil-A ini mempengaruhi tingkat kesuburan perairan menjadi lebih
tinggi sehingga menguntungkan biota pemakan plankton herbivora. Namun bila konsentrasi ini semakin meningkat, justru mengurangi kecerahan perairan yang
mempengaruhi
binatang karang
mendapatkan sinar
matahari untuk
pertumbuhannya. Menurut Smith 1999, bila perairan memiliki kandungan
23 klorofil-a lebih kecil dari 1 mg m
-3
digolongkan sebagi perairan oligotrofik, nilai klorofil-a 1
– 3 mg m
-3
termasuk dalam perairan mesotrofik, nilai klorofil-a 3 - 5 mg m
-3
termasuk perairan eutrofik dan nilai klorofil-a lebih besar di 5 mg m
-3
. termasuk hypertrofik. Dengan demikian, perairan KKPD Selat Dampier tergolong
dalam perairan oligotrofik.
Gambar 6. Hasil Citra Satelit Aqua-Modis Level 3 tentang kondisi klorofil-A di perairan Raja Ampat selama: a musim barat 1 Desember 2011
– 1 Februari 2012 dan b musim timur 1 Juni 2012 - 1 Agustus 2012
Kondisi Sosial Ekonomi Pertumbuhan Penduduk
Kawasan konservasi Perairan Daerah Selat Dampier adalah kawasan konservasi yang dijumpai jumlah kampung dan distrik terbanyak di Kabupaten
Raja Ampat. Jumlah distrik ada 24 dan sebanyak 7 distrik 29 dijumpai di KKPD Selat Dampir masing- masing adalah: Waigeo Selatan, Meosmansar,
Batanta Selatan, Salawati Barat, dan Batanta Utara, Salawati Utara dan Salawati Tengah. Jumlah kampung dan kelurahan yang dijumpai di Raja Ampat adalah 121
kampung dan sebanyak 36 kampung 30 berada di KKPD Selat Dampier.
Jumlah total penduduk Kabupaten Raja Ampat pada tahun 2012 adalah 45 079 jiwa dan sebanyak 10 557 jiwa 25 dijumpai di KKPD Selat Dampier.
Kepadatan rata-rata penduduk yang tinggal di kawasan ini masih tergolong sangat kecil yakni sebanyak 6.9 jiwa ha
-1
dibandingkan dengan penduduk di ibu kota Raja Ampat, Waisai, jumlahnya sebesar 8 560 jiwa dengan kepadatan 156.9 jiwa
ha
-1
. Jumlah penduduk terpadat di KKPD ini dijumpai di Distrik Salawati Tengah sebanyak 11.92 jiwa ha
-1
. Hal ini sejalan dengan jumlah rumah tangga di distrik tertinggi yakni sebanyak 537 lebih 25 dari total 2 513 rumah tangga. Namun
demikian jika dilihat dari rata-rata anggota rumah tangga maka distrik ini terkecil yang hanya sebesar 3.56 jiwa per rumah tangga, lebih kecil dari rata-rata anggota
rumah tangga 4.6 jiwa.
24 Tabel 8. Kondisi peduduk di distrik-distrik dalam KKPD Selat Dampier
Tahun 2012
Distrik Luas
Daerah km
2
Jumlah Penduduk
Jiwa Kepadatan
Penduduk Jiwa km
-2
Jumlah Rumah
Tangga Rata-Rata
Anggota Rumah
Tangga
Waigeo Selatan 310.763
1750 5.63
375 5
Meosmansar 224.081
1641 7.32
309 5
Batanta Utara 250.861
907 3.62
168 5
Batanta Selatan 205.250
1310 6.38
270 5
Salawati Barat 133.859
897 6.70
195 5
Salawati Tengah 160.631
1913 11.91
523 4
Salawati Utara 240.946
2139 8.88
509 4
1526.391 10557
7.20 2 349
5
Sumber : BPS Raja Ampat, diolah 2013
Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Raja Ampat pada tahun 2012 sebesar 2.1 per tahun dan rata-rata laju pertumbuhan penduduk untuk 4 tahun ke
belakang 2009-2012 sebesar 1.6. Rasio pertumbuhan penduduk yang tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar 20.9, yang disebabkan oleh pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan daerah Raja Ampat pasca pemekaran daera h. Dengan tingkat kepadatan rata-rata penduduk di KKPD Selat Dampier yang masih sangat
jarang yakni hanya 7.20 jiwa km
-2
, akan memberikan kondisi yang sangat positif untuk upaya konservasi karena tekanan antropogenik terhadap sumberdaya
pesisir masih kecil, hal ini karena kebutuhan akan sumberdaya protein hewani dari ikan dan biota laut lainnya masih sedikit. Demikian juga dengan kebutuhan lahan
untuk pemukiman dan fasilitas fisik lainnya di daratan masih terbatas, sehingga tidak banyak mengorbankan keberadaan hutan yang ada di pulau-pulau kecil.
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan penduduk di Kabupaten Raja Ampat secara umum masih rendah. Data pada Tabel 9 menunjukkan bahwa dari tahun 2008 - 2012
persentase penduduk yang tidak berijasah dan ijasah SD masih lebih 60 dari seluruh penduduk Raja Ampat. Sampai dengan tahun 2012, persentase penduduk
yang tidak lulus SD sebanyak 23.98 dan lulusan SD 41.57 . Demikian juga penduduk Raja Ampat yang hanya menyelesaikan pendidikan SMP dan SLTA
masing- masing baru mencapai 16.80 dan 13.90 . Sementara itu, persentase penduduk Raja yang telah mencapai pendidikan di perguruan tinggi pada tahun
2012 adalah sebanyak 3.76 . Angka tersebut mencerminkan masih sangat rendahnya tingkat pendidikan penduduk yang ada di Raja Ampat. Dengan kondisi
ini, sulit bagi warga Raja Ampat untuk bisa berpartisipasi untuk membangun daerah tanpa kehadiran pendatang yang memiliki ketrampilan dan pengetahuan
yang dibutuhkan. Untuk itu, pemerintah wajib memberikan peningkatan ketrampilan kepada masyarakat lokal misalnya pelatihan-pelatihan ketrampilan
praktis yang sangat dibutuhkan memenuhi kebutuhan tenaga kerja di Raja Ampat.
Rendahnya tingkat pendidikan di Raja Ampat tidak lepas dari faktor- faktor persoalan aksesibilitas, keterbatasan sarana dan prasarana, ketidakmampuan
25 ekonomi, dan rendahnya perhatian orang tua akan nasib pendidikan anak-anak
mereka. Penyebab lainnya adalah faktor kedisiplinan, integritas dan komitmen para pendidik dalam menjalankan tugasnya sebagai guru di kawasan pulau-pulau
terpencil. Dengan kondisi ini mempengaruhi motivasi para peserta didik untuk mengikuti proses pendidikan dengan baik. Untuk itu, pemerintah daerah Raja
Ampat segera membenahi sektor ini melalui peningkatan APBD setiap tahun, pengadaan guru yang bermutu, peningkatan fasilitas belajar dan mengajar, dan
menyiapkan kurikulum yang relevan dengan kondisi daerah untuk menghasilkan murid yang kreatif.
Tabel 9. Persentase penduduk 10 tahun ke atas menurut ijasah terakhir Kabupaten Raja Ampat
Tahun TidakMempunyai
Ijasah SD
SMP SMA
Perguruan Tinggi
Jumlah 2008
28.89 45.08
15.54 9.05
1.44 100
2009 33.74
30.17 22.23
11.20 1.64
100 2010
33.07 35.45
13.04 12.56
5.88 100
2011 31.89
36.18 18.83
9.63 2.84
100 2012
23.98 41.57
16.80 13.90
3.76 100
Sumber : BPS Raja Ampat 2013
Mata Pencaharian
Sebagian besar masyarakat Raja Ampat menggantungkan hidupnya dari sumberdaya alam baik di darat maupun di laut yang ada di wilayah mereka.
Ketergantungan pada pengaruh alam menyebabkan masyarakat yang hidup dalam KKPD Selat Dampier umumnya berprofesi sebagai nelayan sekaligus seba gai
petani. Aktivitas mereka sangat dipengaruhi oleh kondisi musim, terutama pada saat musim teduh penduduk mengandalkan laut untuk memenuhi penghidupan
mereka dengan melakukan penangkapan ikan. Sebaliknya pada musim ombak besar aktivitas mereka diarahkan ke darat untuk berkebun dan berburu hewan liar.
Mata pencaharian dengan pola ini biasanya dijumpai pada lokasi kampung yang memiliki lahan yang cukup besar. Pada kampung-kampung yang tinggal di pulau-
pulau kecil atau yang tidak memiliki akses tanah yang cukup besar, aktivitas mata pencaharian difokuskan semata-mata untuk kegiatan penangkapan ikan.