Beberapa Aspek Ekologi Ibis karau Pseudibis davisoni di Sungai Mahakam Kalimantan Timur

Beberapa Aspek Ekologi Ibis karau Pseudibis davisoni di Sungai Mahakam Kalimantan Timur

E DY S UTRISNO ,I MANUDDIN &R EDDY R ACHMADY Jl. Paus No 8A, KPP IPB I Sindangbarang Bogor 16617. E-mail : bci@indo.net.id

Summary . The research of White-shouldered Ibis was conducted from September until October 2001 and from September 2003 until August 2004. Data were collected through direct observation along Mahakam River, East Kalimantan from Long Iram to Long Bagun. White-shouldered Ibis were spotted resting (37.66%) and looking for food (28.04%). Breeding activities occured between October until January. The nest were placed at height 30.2 m (n=2) m, on banggris tree (Coompasia excelsa), nesting tree height 41.5 m (n=2). Incubation took 29-31 days, eggs hatched asynchronously and chicks were semi altricial. Fledging time was 36 days.

Pendahuluan

Ibis Karau Pseudibis davisoni adalah salah satu jenis burung air dari keluarga Threskiornithidae yang populasinya terus menurun dan dalam Red Data Book termasuk dalam jenis critically endangered ( Birdlife Internasional 2001, Collar et. al. 1994). Ancaman utama yang dihadapi burung ini ialah tingginya laju fragmentasi dan degradasi habitat yang disebabkan oleh laju pertumbuhan manusia yang cepat, perluasan daerah perladangan, penebangan hutan, sistem irigasi buatan dan pestisida (Hancock et. al. 1992).

Penyebaran Ibis karau di dunia meliputi Myanmar, China, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Malaysia Timur dan Indonesia (BirdLife International 2001; MacKinnon & Phillips 1993; Smythies 1981; Robson 2001; Hoyo et al. 1992; Hancock et al. 1992). Di Indonesia, Ibis karau menghuni daerah di sepanjang sungai Mahakam antara Long Iram dan Long Bagun (Kalimantan Timur), Purukcahu (Kalimantan Tengah) dan Sungai Barito (Kalimantan Selatan) (Hancock et al. 1992; Peterson 1991; Smythies 1981; Robson 2000; Perennou et al. 1984; Collar et al. 1994; Hoyo et al. 1992). Habitat utama Ibis karau ialah rawa, hutan sepanjang sungai, daerah riam dan hutan dataran rendah yang terbuka (Robson 2000; Sibuea et al. 1995).

Provinsi Kalimantan Timur dipilih sebagai lokasi penelitian karena menurut data dan informasi yang ada, disini terdapat populasi Ibis karau terbesar di Indonesia. Sözer dan Heijden (1997) memperkirakan jumlah total populasi Ibis karau di Kalimantan Timur berkisar antara 30 sampai 100 individu. Sözer dan Heijden (1997) juga berpendapat bahwa Sungai Mahakam adalah habitat penting bagi populasi Ibis karau di Kalimantan.

Hingga saat ini data mengenai Ibis karau di Indonesia yang tersedia hanya sedikit sekali. Tujuan penelitian ialah untuk menyediakan data dasar mengenai Ibis karau yang dapat dipergunakan nantinya sebagai acuan untuk kegiatan monitoring dan konservasi selanjutnya.

Metode Penelitian

Distribusi dan Populasi Penelitian dilakukan pada tahun 2001 dan 2003 di sepanjang Sungai Mahakam antara Long Iram hingga Long Bagun beserta beberapa anak sungai yang mengalir ke dalamnya yaitu Sungai Pari, Sungai Maribo, Sungai Boh (Gambar 1). Selain itu juga dilakukan survey pada Sungai Kelay di daerah Berau.

Pengamatan dilakukan dengan menggunakan perahu (Howes & Bakewell, 1989). Metode yang digunakan adalah metode jalur dengan membagi Sungai Mahakam menjadi empat jalur, yaitu Datah bilang-Long Iram, Datah bilang-Long Bagun, Datah bilang-Sungai Pari, dan Datah bilang- Sungai Ratah. Jumlah populasi dihitung berdasarkan individu yang teramati dengan asumsi setiap individu dianggap berbeda dalam setiap perjumpaan. Disamping itu juga dilakukan wawancara dengan penduduk setempat mengenai keberadaan Ibis karau di lokasi lain.

Gambar 1 . Lokasi peneliltian Perilaku

Pengamatan aktivitas harian dilakukan dengan menggunakan metode scan sampling dengan interval pencatatan satu menit. Pengamatan dilakukan antara pukul 06.00 hingga 18.00 WIB. Total lama waktu pengamatan yang dilakukan adalah 3382 menit pengamatan. Data yang di catat meliputi lama waktu aktivitas, jenis aktivitas dan lokasi saat melakukan aktivitas. Pengamatan aktivitas harian dilakukan di dua titik pengamatan, yaitu di daerah Ratah dan di daerah pulau Bilung. Untuk mengetahui pertumbuhan anakan dilakukan pengamatan terhadap dua buah sarang pada bulan Oktober 2003 sampai dengan Februari 2004.

Habitat Analisis habitat dilakukan secara deskriptif berupa uraian dari pengamatan langsung dengan melihat tipe habitat yang dipergunakan. Penelitian mengenai penggunaan tipe habitat dilakukan bersamaan dengan penelitian mengenai perilaku harian

Hasil dan Diskusi

Distribusi dan Populasi Pada tahun 2001, total jumlah individu yang teramati dalam 21 kali perjumpaan adalah 53 individu (Min 1, Max 10). Lokasi perjumpaan pada tahun 2001 ialah di muara Sungai Medang, daerah muara Sungai Merah, Sungai Ratah, muara Sungai Pari dan di hilir Ujoh Halang (Gambar 2).

Dari hasil pengamatan tahun 2003, dari 57 kali perjumpaan disimpulkan jumlah minimum individu Ibis karau di Sungai Mahakam adalah sebanyak 21 individu, yang terbagi dalam 5 kelompok, yaitu di daerah muara Sungai Merah sebanyak 3 individu, di daerah muara Sungai Ratah sebanyak 4 individu, di daerah Pulau Bilung sebanyak 9 individu, di hilir camp Kedawan sebanyak 2 individu dan di hilir Ujoh Halang sebanyak 3 individu.

Dari dua data pengamatan tersebut, diduga terjadi penurunan populasi Ibis karau di sungai Mahakam. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya jumlah maksimum individu Ibis karau yang dapat di jumpai dalam satu kali pengamatan. Jumlah terbanyak dijumpainya Ibis karau dalam satu kali pengamatan pada pengamatan tahun 2001 dan tahun 2003 terdapat pada daerah yang sama, yaitu di daerah Pulau Bilung-di hilir Datah Bilang. Selain itu juga lokasi perjumpaan dengan Ibis karau semakin menyempit, yaitu tidak dijumpainya Ibis karau pada lokasi sekitar muara Sungai Medang pada pengamatan tahun 2003 yang pernah tercatat pada pengamatan tahun 2001. Dari hasil pengamatan tahun 2003 diketahui bahwa keberadaan Ibis karau di sungai Mahakam tidak dipengaruhi oleh musim, melainkan dipengaruhi oleh pasang surut air sungai.

Gambar 2 . Lokasi Perjumpaan

Perilaku Aktivitas Ibis karau yang teramati terdiri atas d aktivitas istirahat (37.66%), kemudian aktivitas makan (28.04%), perawatan diri (19.19%), lokomosi (14.05%) dan aktivitas sosial (1.07%) (Gambar 3).

Tipe Aktivitas

Gambar 3 . Persentase Tipe Aktivitas

Perilaku isitirahat Ibis karau dilakukan dengan posisi diam berdiri atau juga dengan posisi duduk seperti mengeram, khususnya jika aktivitas istirahat dilakukan di pulau kerikil. Selain khusus beristirahat, perilaku istirahat juga dilakukan di sela-sela aktivitas makan. Pakan utama Ibis karau adalah cacing tanah dari genus Pheretima sp. Aktivitas makan dilakukan dengan berjalan perlahan di sepanjang paparan lumpur. Ibis karau mencari makanannya di lumpur dengan cara menusuk-nusuk bagian lumpur tanpa mengeluarkan paruh dari dalam lumpur. Apabila mendapatkan mangsa, mangsa tersebut ditarik keluar dengan paruhnya sebelum dikonsumsi. Perilaku mengkonsumsi mangsa terdiri atas 3 cara, yaitu:1) mangsa langsung dimasukkan ke dalam mulut dengan terlebih dahulu melambungkan mangsa diantara kedua paruh dan dengan gerakan seperti mengangguk mangsa kembali ditangkap dan dimasukkan dalam mulut; 2) meletakkan terlebih dahulu mangsa diatas permukaan lumpur baru selanjutnya kembali diambil dengan paruh dan dimasukkan ke dalam mulut; 3) jika terdapat lumpur yang terbawa saat menarik mangsa dari dalam lumpur, Ibis karau membawa mangsa ke badan air dan mencelupkan paruh yang membawa mangsa ke dalam air sambil menggoyangkan kepala ke kiri dan ke kanan untuk melepaskan lumpur yang menempel baru kemudian memasukkannya ke dalam mulut.

Ibis karau juga teramati mencari makan di pinggir pulau kerikil yang masih berair dengan cara berjalan perlahan dan memasukkan paruh di sela-sela kerikil atau membalikkan batu untuk mencari serangga air. Ibis karau juga mencari makan di atas pohon, dengan mematuk bagian- bagian pohon yang sudah lapuk untuk mencari serangga.

Aktivitas perawatan diri yang dilakukan dengan menyelisik bulu-bulu tubuh dan bulu-bulu terbang dengan menggunakan paruh atau kaki. Aktivitas berjemur biasanya dilakukan di pulau kerikil. Untuk menjaga kondisi bulu-bulu tubuh bagian depan dan bulu terbang bagian bawah Ibis karau memanfaatkan panas yang ada di bebatuan kerikil dengan membentangkan sayapnya saat Aktivitas perawatan diri yang dilakukan dengan menyelisik bulu-bulu tubuh dan bulu-bulu terbang dengan menggunakan paruh atau kaki. Aktivitas berjemur biasanya dilakukan di pulau kerikil. Untuk menjaga kondisi bulu-bulu tubuh bagian depan dan bulu terbang bagian bawah Ibis karau memanfaatkan panas yang ada di bebatuan kerikil dengan membentangkan sayapnya saat

Perkembangbiakan Pada tahun 2003 berhasil dijumpai 2 sarang aktif, yaitu di muara Sungai Merah dan Sungai Ratah. Sarang diletakkan pada pohon Banggris Koompassia exelsa pada ketinggian 30.2 m (n=2). Pohon banggris adalah pohon yang besar dengan tajuk kurang rapat. Tinggi pohon sarang 41.5 m (n=2).

Dari pengamatan kedua sarang aktif tersebut diperkirakan bahwa masa pengeraman bagi Ibis Karau memerlukan waktu 29-31 hari dengan masa pemeliharaan anak sampai siap untuk terbang sekitar 36 hari. Telur menetas secara asynchronous dengan tipe anakan semi altricial. Kedua induk memelihara anakan secara bergantian. Anakan mendapatkan makan dari induk dengan mengambil langsung makanan dari paruh induk.

Habitat Tipe habitat yang dipergunakan oleh Ibis karau di sungai Mahakam dapat dikelompokkan dalam empat kelompok, yaitu daerah paparan lumpur, pohon atau vegetasi sepanjang sungai, paparan pasir dan pulau kerikil Berdasarkan waktu pemanfaatan dalam aktivitas hariannya Ibis karau lebih banyak menggunakan pohon sebagai tempat melakukan aktivitasnya (Gambar 4) .

s e 70 58.41 ta 60

Tipe Habitat

Gambar 4 . Persentase Penggunaan Tipe Habitat

Ibis karau menggunakan pohon yang masih hidup dan pohon yang mati untuk beristirahat pada malam hari. Pohon terletak di dekat sungai, parit atau daerah yang tergenang. Pohon yang digunakan biasanya adalah jenis emergent atau pohon dengan penutupan tajuk rapat. Penggunaan pohon-pohon yang tinggi dan terlindung merupakan upaya Ibis karau untuk menghindari kemungkinan adanya predator.

Pulau kerikil yang muncul saat air sungai surut lebih banyak digunakan untuk aktivitas berjemur. Meskipun demikian pada bagian tepi yang tergenang oleh air sungai, terkadang pula digunakan Ibis karau untuk mencari makan berupa ikan kecil.

Daftar Pustaka

Collar, N. J., Crosby, M. I and Stattersfield, A. J. (1994). Birds to watch II:- The World List of Threatened Birds. BirdLife Conservation Series No. 4. BirdLife International, Cambridge.

Hancock, 1. A., Kushlan, I A. dan Kahl, M. P. (1992). Storks, IbIses and Spoonbills of the world. Academic Press, London

Howes, J. and Bakewell, D. (1989). ShorebIrd Studies Manual AWB Publication No. 55. Kuala Lumpur. Hoyo, del I., Elliott, A., and Sargatal, 3. eds. (1992). Handbook of the Birds of the World. Volume 1. Ostrich tc,

ducks. Lynx Editions, Barcelona. MacKinnon, J. and Phillipps, K. (1993). A Field Guide to the birds of Borneo, Sumatra, Java & Bali the Greater

sunda Island . Oxford University Press, Oxford. Perennou, C., Mundkur, T., Scott, D. A., Follested, A. dan Kvenild, L. (1994). The Asian Waterfowl Census

1987-91: Distribution and Status of Asian Watenfowl. AWB Publication No. 86. IWRB Publication No. 24. AWB, Kuala Lumpur, Malaysia and IWRB, Slimbridge, U.K.

Peterson, S. (1991). A Record of WhIte-shouldered Ibis in East Kalimantan. Kukila 5(2):144-145. Robson, C. (2000). A Field Gulde to the birds of South-East Asia,Thailand, Peninsular Malaysla, Singapore,

Myanmar, Laos, Vietnam, Cambodia. New Holland Publishers (uk) Ltd, London Capetown Sydney Auckland. Sibuea, T., Rusila Noor, Y., Silvius, M. I., dan Susmianto, A. (1995). Burung bangau, Pelatuk best dan Paruh

sendok di Indonesia . Panduan untuk Jaringan Kerja. PHPA/Wetlands; International-Indonesia Programme, Bogor. Smythles, B. E. (1981). The Birds of Borneo. Third Edition Revised by Earl of Cran Brook. The Sabah society with

The Malayan Nature Society. Sözer, R. and Heljden, A. J. W. I V. D., (1997). An Overview of the Distribution, Status and Behavioral Ecology of

White-shouldered Ibis in East Kalimantan, Indonesia. Kukila 9: 126140.

Sesi burung pemangsa