1 Statistik d Durbin Watson.

Gambar 3.1 Statistik d Durbin Watson.

Keterangan gambar 3.1 :

A = Daerah ketidaktahuan (ada autokorelasi positif).

B = Daerah yang meragukan.

C = Daerah meyakinkan (tidak ada autokorelasi)

D = Daerah yang meragukan.

E = Daerah ketidaktahuan (ada autokorelasi negatif)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Berawal dari perjalanan hidup seorang yang produktif dan berdedikasi tinggi tak jarang memiliki pola pemikiran untuk mandiri. Itulah titik awal dirintis berdirinya percetakan dan penerbitan Menara Kudus, beliau adalah Bapak H. Zainuri Noor yang pada waktu itu menjabat sebagai Direktur percetakan H.M. Maskuri Kudus yang keseluruhan aktivitas produksinya dipusatkan di Jl. Sunan Kudus.

Pada waktu Bapak H. Zaenuri Noor berperan sebagai Direktur atau pimpinan pada percetakan H.M. Maskuri Kudus, kemajuan percetakan tersebut dinilai semakin meningkat dan perkembangannya dapat dirasakan pesat sekali sehingga tak pelak lagi terbitlah suatu keinginan untuk mengadakan perluasan usaha. Gagasan ini timbul dari Bapak H. Zaenuri Noor berdasarkan kenyataan bahwa pengadaan barang hasil produksi jumlahnya relatif tidak mencukupi kebutuhan pasar. Disamping itu adanya sikap mental mendasari kewirausahaan dan kemandirian beliau memperkuat keinginan untuk melaksanakan niat tersebut.

Perlu dijelaskan disisni bahwa percetakan H.M. Maskuri dimana Bapak H. Zaenuri Noor sesepuhnya yaitu Bapak H.M. Maskuri, jadi

nama percetakan H.M. Maskuri adalah berkaitan nama dari pengusahanya.

Berkaitan dengan adanya hubungan keluarga antar pengusaha dan Direktur (Bapak H.M. Maskuri dan Bapak H. Zaenuri Noor sebagai mertua dan menantunya), maka rencana mengadakan perluasan usaha dapat dimusyawarahkan dengan lebih akrab sehingga diperoleh kesepakatan dan akhirnya doa restu diterima oleh Bapak H. Zaenuri Noor dalam mengembangkan jiwa kemandiriannya. Akan tetapi, kendala awal yang harus dihadapi oleh beliau adalah modal. Dengan semangat kerja dan kegigihan yang tak pernah padam ternyata banyak jalan yang dapat ditempuh, maka saat itu dipersiapkan data dan perijinan-perijinan yang diperlukan dalam perluasan usaha untuk diajukan sebagai permohonan pinjaman modal pada sebuah bank yaitu Bank Rakyat Indonesia cabang Kudus. Ternyata usaha beliau memperoleh tanggapan yang positif dari BRI Cabang Kudus dan pada tahun 1951 beliau memperoleh pinjaman modal sebesar Rp. 250.000,-. Keberhasilan memperoleh modal tersebut disampaikan pada Bapak H.M. Maskuri agar dapat dimanfaatkan sesuai dengan yang direncanakan, akan tetapi kenyataannya justru ditolak. Hal ini mungkin Bapak H.M. Maskuri tidak berkenan menerima pinjaman modal dari orang lain ataupun pinjaman modal dari Bank.

Meskipun modal hasil pinjaman dari bank tersebut ditolak namun berkat doa restu dari Bapak H.M. Maskuri, pada tahun 1952, Bapak H.

Zaenuri Noor bertekad memanfaatkan modal sebesar Rp. 250.000,-, tersebut untuk mendirikan percetakan sendiri yang menurut rencana akan berlokasi di Jalan Menara No. 2 Kudus.

Adapun pinjaman modal sebesar Rp. 250.000,- tersebut berhasil untuk membeli 4 (empat) unit mesin, kertas, tinta dan bahan-bahan yang diperlukan dalam memenuhi usahanya. Adapun mesin-mesin yang dibeli antara lain:

a. 1 (satu) unit mesin cetak PLANETA

b. 2 (dua) unit mesin cetak merk HEIDELBERG (Letterpres)

c. 1 (satu) unit mesin potong kertas. Dengan didapatkannya mesin dan peralatan yang diperlukan, berarti sebuah perusahaan telah beroperasi dan Bapak H. Zaenuri Noor juga telah mengelola usahannya, namun demikian perusahaan tersebut akan sulit dikenal oleh masyarakat apabila tanpa nama, oleh karenanya berhubungan lokasi yang ditetapkan sangat dekat dengan Masjid Menara Kudus, maka terpilihlah Masjid peninggalan Sunan Kudus tersebut menjadi nama perusahaan, yaitu percetakan Menara Kudus. Mengenai tenaga kerja yang mengawali usaha percetakan Menara Kudus adalah sebanyak 7 (tujuh) orang.

Setelah perusahaan berjalan sekitar 5 tahun dan berhasil mengatasi segala permasalahan yang ada, baik itu mengenai hasil produksi maupun pemasarannya, maka dapatlah dirasakan adanya perkembangan yang mantap, sesuai rencana jangka panjang perusahaan

percetakan Menara Kudus harus diperluas lagi usahanya. Akhirnya pada tahun 1957 di Jalan H.M Subchan ZE No. 13 berdirilah perusahaan cabang percetakan Menara Kudus. Untuk menunjang terlaksananya aktifitas produksi pada perusahaan cabang tersebut, maka didatangkanlah mesin-mesin setengah pakai dari percetakan “BOOR” dari purwokerto dan dari Surakarta, mesin-mesin tersebut antara lain:

a. 3 (unit) mesin cetak DIEGEL

b. 4 (unit) mesin cetak SIENEL PRESS

c. 1 (satu) unit mesin potong kertas. Percetakan Menara Kudus pada waktu itu dipimpin langsung oleh Bapak H. Zaenuri Noor sendiri dan bentuk badan usahanya adalah perusahaan perseorangan. Sejalan dengan produktifitas yang semakin meningkat dan jaringan pemasaran yang semakin luas, maka berubahlah bentuk badan usaha percetakan Menara Kudus dari perusahaan perseorangan menjadi Firma, yaitu Fa. Menara Kudus. Sedang yang duduk sebagai pimpinan atau direktur adalah Bapak H. Zaenuri Noor didampingi oleh ibu H. Zaenuri Noor sebagai wakilnya.

Berdasarkan pada pengalaman kepemimpinannya, keuletan, kedisiplinan dan rasa optimismenya yang tinggi, akhirnya pada tahun 1963 percetakan Menara Kudus menambah peralatan antara lain:

a. 5 (lima) unit mesin cetak DIEGEL

b. 1 (satu) unit mesin potong kertas

Sejak bertambahnya mesin-mesin dan peralatan pada percetakan Menara Kudus hasil produksi dalam cetak mencetak dapat dikatakan mapan, disamping itu adanya perkembangan situasi pada permintaan pasar, maka kesempatan untuk mengembangkan usaha benar-benar terbuka lebar sehingga percetakan Menara Kudus pun berhasil menggandakan fungsinya yang hanya percetakan menjadi percetakan dan penerbitan. Demikianlah perjalanan usaha yang harus ditempuh oleh Bapak H. Zaenuri Noor setapak demi setapak untuk memajukan percetakan Menara Kudus. Adapun buku-buku yang berhasil diterbitkan antara lain:

a. Buku-buku untuk kepentingan umum

b. Buku dan kitab untuk kepentingan Madrasah dan pondok pesantren

Untuk memperoleh ketepatan waktu dan meningkatkan kualitas, alternatif lain yang ditempuh percetakan Menara Kudus adalah dengan mengirim karyawan-karyawan tertentu untuk mengikuti tugas belajar ke berbagai lembaga pendidikan dan pelatihan. Dengan adanya pengiriman karyawan tersebut diharapkan perusahaan akan lebih mampu mengimbangi laju persaingan yang semakin ketat. Disampig itu perusahaan juga perlu mengadakan modernisasi berbagai mesin-mesin dan peralatan sebagai penunjang tercapainya produktivitas yang setinggi-tingginya, oleh karenanya tahun 1970 percetakan Menara Kudus telah mendatangkan sebanyak 7 (tujuh) unit mesin dan peralatan yang dibutuhkan, antara lain:

a. 3 (unit) mesin cetak HEIDELBERGH

b. 2 (dua) unit mesin potong kertas merk POLAR

c. 1 (unit) kamera

d. 1 (unit)mesin ketik IBM Mulai saat itulah, melalui produk andalannya percetakan Menara Kudus sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Jawa Tengah khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya, namun demikian perjalanan masih panjang harus ditempuh dan perjuangannya pun tidak akan pernah berhenti.

Meskipun tersusun rencana dan strategi pengembangan usaha dimasa-masa berikutnya namun Tuhan Yang Maha Kuasa yang menentukannya. Pada tahun 1976 Bapak H. Zaenuri Noor telah dipanggil ke Rahmatullah dan percetakan Menara Kudus pun kehilangan figur seorang pemimpin yang dapat diandalkan.

Saat ini CV. Percetakan dan Penerbitan Menara Kudus memiliki perwakilan dibeberapa kota, antara lain:

a. Di Jakarta, Jl. Kramat II/54 A

b. Di Yogyakarta, Jl. Ibu Ruswo 51

c. Di Malang, Jl. KH.A. Dahlan 12

d. Di Surabaya, Jl. Sasak 49-51 Sedangkan di Kota Kudus merupakan pusat produksi, memiliki 3(tiga) unit kerja, antara lain :

a. Unit I, Jl. Menara No. 2 Kudus Sebagai unit perkantoran dan pemasaran

b. Unit II, Jl. H.M Subchan Z.E. No. 13 Kudus Sebagai unit produksi

c. Unit III, Jl. Besito No. 35 Kudus Sebagai unit produksi

4.1.2 Deskripsi Variabel Penelitian

1. Identifikasi Biaya Kualitas Biaya kualitas adalah biaya yang terjadi atau mungkin akan terjadi karena kualitas buruk. Jadi, biaya kualitas adalah biaya yang berhubungan dengan penciptaan, pengidentifikasian, perbaikan dan pencegahan kerusakan. Biaya kualitas dapat dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal. Dalam penelitian ini biaya kualitas yang diteliti adalah biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian.

CV. Menara Kudus selama ini telah mengeluarkan biaya-biaya yang terkait dengan peningkatan kualitas meskipun belum disusun secara tersendiri ke dalam laporan biaya kualitas. biaya-biaya tersebut antara lain adalah biaya perencanaan produk, biaya pemeliharaan mesin, biaya inspeksi, biaya pemeriksaan distribusi produk, biaya pengawasan, biaya scrap, biaya rework, biaya

replacement dan biaya diskon. Semua biaya-biaya tersebut masih tersebar dalam laporan biaya produksi, biaya pemasaran, biaya overhead pabrik dan biaya administrasi dan umum. Untuk mengetahui besarnya biaya kualitas secara tersendiri, biaya-biaya tersebut yang telah dikeluarkan oleh CV. Menara Kudus diidentifikasi kemudian dikelompokkan menurut jenis biaya kualitasnya.

Adapun biaya kualitas yang terkait dengan usaha untuk mengurangi produk rusak pada CV. Menara Kudus tahun 2004-2006 adalah sebagai berikut:

a. Biaya pencegahan. Biaya pencegahan adalah biaya yang dikeluarkan untuk mencegah terjadinya kerusakan atas produk yang dihasilkan. Biaya kualitas pada CV. Menara Kudus yang termasuk dalam biaya pencegahan adalah:

1. Biaya perencanaan produk. Biaya perencanaan produk adalah semua biaya yang dikeluarkan untuk perencanaan dan perancangan produk secara keseluruhan, misalnya dalam mendesain produk percetakan dimana desain tersebut diperlukan bahan-bahan untuk mendesain dan ahli desain.

Besarnya biaya perencanaan produk pada CV. Menara Kudus adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1 Data Biaya Perencanaan Produk Tahun 2004-2006

Tahun Bulan

2004 2005 2006 Januari 6271000 10757150 5822425 Febuari 7564850 6791500 7173325 Maret 7993300 10505000 7084050 April 7640000 8116525 5949500 Mei 6975175 4876650 6994500 Juni 5912300 4808325 6054100 Juli 9077900 10669150 6172250 Agustus 15990350 7773000 3945500 September 11027100 7277050 7199500 Oktober 7330650 7697825 7061000 November 6404500 7432225 7511725 Desember 6728900 7222300 16993725

Jumlah 98916025 93926700 87961600 rata-rata 8243002,08 7827225,00 7330133,33

Sumber : Data biaya CV. Menara Kudus yang diolah Pada tabel 4.1, tampak bahwa dari tahun 2004-2006 terjadi penurunan pada biaya perencanaan produk. Biaya perencanaan produk terbesar pada bulan Desember 2006 yaitu sebesar Rp 16.993.725,-. Sedangkan biaya perencanaan produk terendah pada bulan Agustus 2006 yaitu sebesar Rp 3.945.500,-.

15,000,000 Average = 7800120,1389 UCL = 13343471,4566 LCL = 2256768,8211

Sigma level: 3

Gambar 4.1Control chart Perencanaan Produk

Berdasarkan gambar 4.1, dapat diketahui bahwa biaya perencanaan produk berfluktuasi dari tahun 2004-2006. Pada bulan Agustus 2004 dan Desember 2006 biaya perencanaan produk mengalami peningkatan sampai melampaui UCL (upper control limit), hal itu disebabkan oleh banyaknya jenis produk yang diproduksi sehingga memerlukan penambahan ahli desain dari luar perusahaan.

2. Biaya pemeliharaan mesin Biaya pemeliharaan mesin merupakan biaya yang dikeluarkan untuk memasang, menyesuaikan, mempertahankan dan memperbaiki mesin-mesin produksi. Besarnya biaya pemeliharaan mesin pada CV. Menara Kudus adalah sebagai berikut :

Tabel 4.2 Data Biaya Pemeliharaan Mesin Tahun 2004-2006

Tahun

Bulan 2004 2005 2006

Januari 8358750 12037850 8467150 Febuari 15729450 13698500 9205325 Maret 7376250 10675150 7990450 April 9665500 17264550 9750500 Mei 13747325 14629750 8461500 Juni 16621400 16952425 6750900 Juli 11875000 11652500 8102750 Agustus

19762150 10360150 10585000 September 20150400 9987250 11550500 Oktober 11260950 13764625 8049500 November

13820500 15932275 19938525 Desember 8391250 8190500 20196775 Jumlah

156758925 155145525 129048875 rata-rata

Pada tabel 4.2, tampak bahwa dari tahun 2004-2006 terjadi penurunan pada biaya pemeliharaan mesin. Biaya pemeliharaan mesin terbesar pada bulan Desember 2006 yaitu sebesar Rp 20.196.775,- hal ini terjadi karena ada penggantian sparepart. Sedangkan biaya perencanaan produk terendah pada bulan Agustus 2006 yaitu sebesar Rp 6.750.900,-.

VAR00002 20,000,000

UCL = 21579592,4334 Average = 12248703,4722 LCL = 2917814,5111

Sigma level: 3

Gambar 4.2Control Chart Biaya Pemeliharaan Mesin Tahun 2004-2006

Berdasarkan gambar 4.2, dapat diketahui bahwa biaya pemeliharaan mesin berfluktuasi dari tahun 2004-2006, tetapi tidak sampai melampaui UCL (upper control limit) dan LCL (lower control limit), berarti masih dalam batas kewajaran.

b. Biaya penilaian

Biaya penilaian adalah biaya yang terjadi untuk menentukan apakah produk telah sesuai dengan persyaratan- persyaratan kualitas. Biaya kualitas pada CV. Menara Kudus

1. Biaya inspeksi Biaya inspeksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk memeriksa dan menguji kesesuaian produk dalam proses terhadap standar kualitas yang telah ditetapkan termasuk didalamnya biaya untuk membayar seorang grader (orang yang bertugas untuk menyeleksi dan mengecek bahan-bahan yang digunakan dalam produksi).

Besarnya biaya inspeksi pada CV. Menara Kudus adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3 Data Biaya Inspeksi Tahun 2004-2006

Tahun

Bulan 2004 2005 2006

Januari 692325 850000 1000000 Febuari 975000 776700 677850 Maret 935000 650000 750000 April 720400 965100 750000 Mei 975000 1026000 925000 Juni 756000 1100800 850000 Juli 884550 762000 720400 Agustus 692200 1000000 768000 September 755750 987850 900000 Oktober 985000 769000 916250 November 940000 852000 775000 Desember 985000 965100 1100800 Jumlah 10296225 10704550 10133300 rata-rata 858018,75 892045,83 844441,67

Sumber : Data biaya CV. Menara Kudus yang diolah Pada tabel 4.3, tampak bahwa dari tahun 2004-2006 terjadi fluktuasi pada biaya inspeksi. Biaya inspeksi terbesar pada bulan Juni 2005 dan bulan Desember 2006 yaitu sebesar

Rp. 1.100.800,-. Sedangkan biaya perencanaan produk terendah pada bulan Maret 2005 yaitu sebesar Rp 650.000,-.

VAR00003 1,200,000

UCL = 1242821,9617 Average = 864835,4167

Sigma level: 3

Gambar 4.3 Control Chart Biaya Inspeksi Tahun 2004-2006

Pada gambar 4.3, dapat diketahui bahwa biaya inspeksi berfluktuasi dari tahun 2004-2006, tetapi tidak sampai melampaui UCL (upper control limit) dan LCL (lower control limit), berarti masih dalam batas kewajaran.

2. Biaya pemeriksaan distribusi produk

Biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan untuk pemeriksaan proses pengemasan dan pengiriman produk supaya aman sampai ke tangan konsumen.

Pada tabel 4.4, tampak bahwa dari tahun 2004-2006 terjadi fluktuasi pada biaya distribusi produk. Biaya distribusi produk terbesar pada bulan November 2004 yaitu sebesar Rp. 1.984.850,-. Sedangkan biaya perencanaan produk terendah pada bulan Februari 2004 yaitu sebesar Rp 791.700,-.

Besarnya biaya distribusi produk pada CV. Menara Kudus adalah sebagai berikut :

Tabel 4.4 Data Biaya Pemeriksaan Distribusi Produk Tahun 2004-2006

Tahun

Bulan 2004 2005 2006

Januari 1299500 1515850 1550050 Febuari 791700 1525000 1261300 Maret 1526700 1627325 1377300 April 1562300 1472500 1550000 Mei 1424650 1361600 1460750 Juni 1326250 1380000 1568700 Juli 1474600 1500900 1400000 Agustus 1480450 1805750 1702000 September 1340300 1583600 1495150 Oktober 1026600 1475450 1188800 November 1984850 1928750 1276750 Desember 1908350 1293000 1291550 Jumlah 17146250 18469725 17122350 rata-rata 1428854,17 1539143,75 1426862,50

Sumber : Data biaya CV. Menara Kudus yang diolah

Sigma level: 3

Gambar 4.4 Control Chart Biaya Pemeriksaan Distribusi ProdukTahun 2004-2006

Pada gambar 4.4, dapat diketahui bahwa biaya distribusi produk berfluktuasi dari tahun 2004-2006. Pada

penurunan sampai melampaui LCL (lower control limit), hal itu dikarenakan barang yang diproduksi kebanyakan adalah produk pesanan yang diambil langsung ke perusahaan sehingga dapat menekan biaya pemeriksaan distribusi produk.

2. Produk Rusak Produk rusak adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang telah ditetapkan yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi produk yang baik. Besarnya produk rusak pada CV. Menara Kudus adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5 Data Produk Rusak Tahun 2004-2006

Tahun

Bulan 2004 2005 2006

Januari 4015 3610 3495 Februari

Sumber : Data produk rusak CV. Menara Kudus yang diolah Pada tabel 4.5, tampak bahwa dari tahun 2004-2006 terjadi fluktuasi pada produk rusak. Produk rusak terbesar pada bulan Desember 2004 yaitu sebesar 4.970 unit. Sedangkan produk rusak

terendah pada bulan Februari 2004 dan bulan Mei 2005 yaitu sebesar 3.010 unit.

5,000 y 4819,2722 UCL = Average =

Gambar 4.5 Control Chart Produk Rusak Tahun 2004-2006

Pada gambar 4.5 dapat diketahui bahwa produk rusak berfluktuasi dari tahun 2004-2006. Pada bulan Desember 2004 produk rusak mengalami peningkatan sampai melampaui UCL (upper control limit), hal itu dikarenakan penurunan jumlah biaya pencegahan pada biaya pemeliharaan mesin dari semula bulan November Rp. 13.820.500,- turun menjadi Rp. 8.391.250,- untuk bulan Desember.

4.2 Hasil Analisis Data

Setelah data biaya kualitas perusahaan diidentifikasi dan dikelompokkan serta data produk rusak perusahaan juga diketahui, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data-data tersebut. Analisis data dalam penelitian ini melalui progam SPSS 13.00 for windows dengan menggunakan :

1. Uji Normalitas Berdasarkan hasil pengolahan data melalui SPSS 13.00 for windows dapat diketahui bahwa data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal (gambar 4.6), maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Ghozali (2005: 76) bahwa pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya.

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: prod.rusak

Observed Cum Prob

Gambar 4.6 Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

2. Uji Regresi Uji regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independent ( X ) terhadap variabel dependent ( Y ). Dalam penelitian ini penulis menggunakan uji regresi berganda dengan variabel independent

(X) biaya kualitas yang dikelompokkan menjadi biaya pencegahan (X 1 ) dan biaya penilaian (X 2 ) dan variabel dependent (Y) produk rusak pada

SPSS 13.00 for windows diperoleh angka seperti terlihat pada tabel 4.6. berikut ini :

Tabel 4.6 Data Ringkasan Hasil Perhitungan SPSS 13.00 for windows. Perhitungan Nilai

Persamaan Regresi Y = a + b 1 X 1 +b 2 X 2

F hitung / nilai signifikan 11,422 / 0,00

t hitung biaya pencegahan/ nilai signifikan

t hitung biaya penilaian/ nilai signifikan

2 r 2 biaya pencegahan (-0,391)

2 r 2 biaya penilaian (0,543)

d Durbin Watson

Sumber : Lampiran di halaman 82-87 Berdasarkan hasil perhitungan SPSS pada tabel 4.6, diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :

Y = 2110 – 0,000024 X 1 + 0,001 X 2

Persamaan regresi berganda Y = 2110 – 0,000024 X 1 + 0,001 X 2 dapat diinterprestasikan:

a) Konstanta 2110

Berarti jika semua variable independent (X) sama dengan nol maka produk rusak akan naik sebesar 2110 unit.

b) b 1 = - 0,000024 Berarti jika biaya pencegahan (X 1 ) naik sebesar Rp 1,- sedangkan ketiga variabel lain dianggap konstan, maka produk rusak (Y) akan turun sebesar 0,000024 unit.

c) b 2 = 0,001 Berarti jika biaya penilaian (X 2 ) naik sebesar Rp 1,- sedangkan ketiga variabel lain dianggap konstan, maka produk rusak (Y) akan naik sebesar 0,001 unit.

3. Uji F (Uji Simultan) Jika probabilitas (0,00) < α (0,05) maka (Ho) ditolak, artinya ada pengaruh yang signifikan antara biaya pencegahan dan biaya penilaian terhadap produk rusak.

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa ada pengaruh signifikan secara simultan antara biaya pencegahan dan biaya penilaian terhadap produk rusak dapat diterima.

4. 2 Koefisien Determinasi (R ) Berdasarkan perhitungan SPSS 13.00 for windows yang telah

dilakukan, menghasilkan nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,409 (tabel 4.6). Hasil ini mengandung arti bahwa pengaruh yang diberikan oleh

biaya kualitas (biaya pencegahan dan biaya penilaian) terhadap produk rusak adalah sebesar 40,9 %. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 59,1 %

merupakan pengaruh dari variabel lain di luar komponen biaya kualitas (biaya pencegahan dan biaya penilaian).

5. Uji t (Uji Parsial) Uji t digunakan untuk menguji pengaruh biaya kualitas (biaya pencegahan dan biaya penilaian) terhadap produk rusak secara parsial. Uji t dilakukan dengan membandingkan sig t dengan probabilitas tingkat signifikansi 5%.

a. Jika probabilitas (0,020) < α (0,05) maka (Ho) ditolak, artinya ada pengaruh yang signifikan dari biaya pencegahan terhadap produk rusak.

a. Jika probabilitas (0,001) < α (0,05) maka (Ho) ditolak, artinya ada

pengaruh yang signifikan dari biaya penilaian terhadap produk rusak.

6. 2 r Parsial Berdasarkan perhitungan r 2 parsial yang dilakukan dengan melalui

program SPSS 13.00 for windows diperoleh hasil sebagai berikut, yaitu untuk biaya pencegahan r 2 parsial sebesar 0,1529 dan biaya penilaian

sebesar 0,2948 (tabel 4.6). Arti dari hasil tersebut adalah sumbangan parsial masing-masing variabel terhadap produk rusak adalah sebesar 15,29% untuk biaya pencegahan dan 29,48% untuk biaya penilaian.

7. Evaluasi Ekonometri

a. Multikolinieritas Salah satu adanya gejala multikolinieritas, dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor. Multikolinieritas biasanya

dijumpai apabila suatu model memiliki variance inflation faktor (VIF) lebih dari 10 dan nilai tolerance kurang dari 0,10 (Ghozali, 2005: 56).

Pada pengujian menunjukkan VIF pada model X 1 dan X 2 masing- masing memiliki jumlah yang sama yaitu 1,021 (lampiran hal: 83). Nilai tolerance X 1 dan X 2 juga menunjukkan nilai yang sama yaitu 0,979 (lampiran hal: 83 ). Hal itu berarti tidak terjadi multikolinieritas karena VIF dibawah angka 10 dan nilai tolerance kurang dari 0,10. Selanjutnya dapat dilanjutkan ke pengujian regresi.

b. Heteroskedastisitas Pengujian ada tidaknya gejala heteroskedastisitas dapat dilihat dari grafik scatterplot melalui SPSS. Model yang bebas dari heteroskedastisitas memiliki grafik scatterplot dengan pola titik-titik yang menyebar di atas dan di bawah sumbu Y. Pada penelitian ini grafik scatterplot memiliki pola titik-titik yang menyebar di atas dan di bawah sumbu Y (gambar 4.7), jadi dapat diambil kesimpulan bahwa pada penelitian ini tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.

Scatterplot

Dependent Variable: prod.rusak

tandar Val -1

on S essi

Regression Studentized Residual

Gambar 4.7 Scatterplot

c. Autokorelasi Deteksi ada tidaknya gejala autokorelasi dapat menggunakan nilai Durbin-Watson (DW). Hasil perhitungan angka DW dengan tingkat keyakinan 5% dalam penelitian ini adalah sebesar 1,915 (tabel 4.6), dengan nilai d L= 1,35 dan nilai d U = 1,59 sehingga terletak di daerah C (gambar 4.8). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terjadi autokorelasi, karena angka DW tersebut terletak antara 1,59 sampai dengan 2,41 yang merupakan daerah tidak adanya autokorelasi.

Gambar 4.8 Statistik d Durbin Watson dalam penelitian.

4.3 Pembahasan

Biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kualitas barang produksi disebut dengan biaya kualitas. Biaya kualitas digolongkan menjadi empat, yaitu biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal (Tjiptono dan Diana, 2003: 36). Dari kegiatan penggolongan biaya kualitas, biaya yang mempengaruhi produk rusak adalah biaya pencegahan dan biaya penilaian. Hal ini dikarenakan semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk biaya pencegahan dan biaya penilaian akan mengakibatkan penurunan pada produk rusak (Hansen dan Mowen, 2005: 13)

CV. Menara Kudus telah mengeluarkan biaya-biaya yang berkaitan dengan usaha peningkatan kualitas. Namun biaya-biaya tersebut belum dilaporkan tersendiri dalam laporan biaya kualitas. Biaya-biaya tersebut masih tersebar dalam laporan biaya produksi, biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum. Sehingga dalam penelitian ini penulis mengidentifikasi biaya-biaya tersebut untuk dikelompokan menurut jenis biaya kualitasnya. Adapun biaya kualitas yang dikeluarkan oleh CV. Menara Kudus terkait dengan usaha untuk mencegah dan mengurangi produk rusak adalah biaya pencegahan dan biaya penilaian. Biaya pencegahan terdiri dari biaya perencanaan produk dan biaya pemeliharaan mesin, sedangkan biaya penilaian terdiri dari biaya inspeksi dan biaya pemeriksaan distribusi produk.

Dari hasil uji regresi yang dilakukan penulis, dapat diketahui bahwa biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produk rusak baik itu secara

simultan atau secara parsial. Pada perhitungan SPSS (tabel 4.6), diperoleh persamaan regresi Y = 2110 – 0,000024 X 1 + 0,001 X 2 yang berarti bahwa biaya pencegahan (X 1 ) mempunyai pengaruh negatif terhadap produk rusak (Y), jika biaya pencegahan (X 1 ) naik maka produk rusak (Y) akan mengalami penurunan dan sebaliknya jika biaya pencegahan (X 1 ) turun maka produk rusak (Y) akan mengalami kenaikan.. Sedangkan biaya penilaian (X 2 ) mempunyai pengaruh positif terhadap produk rusak (Y), jika biaya penilaian (X 2 ) naik maka produk rusak (Y) akan mengalami kenaikan dan sebaliknya jika biaya penilaian (X 2 ) turun maka produk rusak (Y) akan mengalami penurunan. Hal ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Feigenbaum (1992: 104) kenaikan dalam biaya pencegahan mengakibatkan turunnya kecacatan, yang pada gilirannya mempunyai efek positif pada biaya penilaian karena turunnya kecacatan berarti menurunnya kebutuhan akan aktivitas- aktivitas pemeriksaan dan pengujian yang rutin. Dari pendapat Feigenbaum dapat dipahami bahwa biaya pencegahan berpengaruh negatif terhadap produk rusak sedangkan biaya penilaian berpengaruh positif terhadap produk rusak.

Secara simultan, biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produk rusak. Hal ini dikarenakan hasil uji F menunjukkan probabilitas (0,00)< α (0,05) maka (Ho) ditolak, artinya ada pengaruh yang signifikan antara biaya pencegahan dan biaya penilaian terhadap produk rusak. Kemudian besarnya nilai koefisien determinasi sebesar 0,409 (tabel 4.6) mengandung arti bahwa

pengaruh yang diberikan oleh biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian sebesar 40,9 %, sedangkan sisanya yaitu sebesar 59,1 % merupakan pengaruh dari variabel lain di luar biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian. Sedangkan secara parsial pengaruh biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian terhadap produk rusak adalah sebagai berikut :

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa biaya pencegahan berpengaruh secara signifikan terhadap produk rusak dan dengan hubungan yang negatif. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi biaya pencegahan maka produk rusak semakin rendah dan begitu pula sebaliknya. Pengaruh biaya

pencegahan terhadap produk rusak ditunjukkan melalui perhitungan r 2 sebesar 0,1529 yang artinya memiliki pengaruh sebesar 15,29%.

Sedangkan biaya penilaian juga berpengaruh secara signifikan terhadap produk rusak dengan hubungan yang positif. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi biaya penilaian maka produk rusak akan semakin tinggi. Pengaruh

biaya penilaian terhadap produk rusak ditunjukkan melalui perhitungan r 2 sebesar 0,2948 yang artinya memiliki pengaruh sebesar 29,48%. Biaya

pencegahan dan biaya penilaian merupakan salah satu tipe biaya kualitas yang dapat dikendalikan oleh manajemen perusahan, oleh karena itu tinggi rendahnya biaya ini tergantung dari kebijakan manajemen perusahan.

Selain melakukan uji regresi, dalam penelitian ini penulis juga melakukan uji normalitas guna mengetahui data yang diteliti apakah normal atau tidak. Kemudian juga dilakukan evaluasi ekonometri untuk mengetahui

apakah model regresi linier berganda yang digunakan telah memenuhi asumsi klasik atau tidak.

Berdasarkan perhitungan SPSS 13.00 for windows menunjukkan bahwa garis residual mengikuti garis diagonalnya sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Ghozali (2005: 76) bahwa pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Kemudian untuk evaluasi ekonometri dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi klasik dimana ada tiga pengujian yang dilakukan yaitu uji multikolinieritas, uji heteroskesdatisitas dan uji autokorelasi.

BAB V PENUTUP