5. Bentuk obat
Beberapa jenis obat seperti antibiotika beta laktam dan sulfonamida memiliki potensial untuk mensensitisasi tubuh.
6. Cara masuk obat
Obat yang diaplikasikan secara kutaneus cenderung lebih menyebabkan erupsi alergi obat. Antibiotika beta laktam dan
sulfonamida jarang digunakan secara topikal karena alasan ini. Dosis dan durasi pemberian obat juga berperan dalam timbunya
erupsi alergi obat.
2.1.4. Patogenesis Erupsi Obat Alergi
Ada dua macam mekanisme yang dikenal disini. Pertama adalah mekanisme imunologis dan kedua adalah mekanisme non imunologis. Umumnya
erupsi obat alergi timbul karena reaksi hipersensitivitas berdasarkan mekanisme imunologis. Reaksi ini juga dapat terjadi melalui mekanisme non imunologis yang
disebabkan karena toksisitas obat, over dosis, interaksi antar obat dan perubahan dalam metabolisme Riedl Casillas, 2003.
Menurut Lee Thomson 2006, terdapat empat mekanisme imunologis. Reaksi pertama yaitu reaksi tipe I reaksi anafilaksis merupakan mekanisme yang
paling banyak ditemukan. Pada tipe ini, imunoglobulin yang berperan ialah imunoglobulin E yang mempunyai afinitas tinggi terhadap mastosit dan basofil.
Pajanan pertama dari obat tidak menimbulkan reaksi, tetapi bila dilakukan pemberian kembali obat yang sama, maka obat tersebut akan dianggap sebagai
antigen yang akan merangsang pelepasan bermacam-macam mediator seperti histamin, serotonin, bradikinin, dan heparin. Mediator yang dilepaskan ini akan
menimbulkan bermacam-macam efek misalnya urtikaria. Reaksi anafilaksis yang paling ditakutkan adalah timbulnya syok. Mekanisme kedua adalah reaksi tipe II
reaksi autotoksis dimana terdapat ikatan antara imunoglobulin G dan imunoglobulin M dengan antigen yang melekat pada sel. Aktivasi sistem
komplemen ini akan memacu sejumlah reaksi yang berakhir dengan lisis.
Universitas Sumatera Utara
Mekanisme ketiga adalah reaksi tipe III reaksi kompleks imun dimana antibodi yang berikatan dengan antigen akan membentuk kompleks antigen
antibodi. Kompleks antigen antibodi ini mengendap pada salah satu tempat dalam jaringan tubuh mengakibatkan reaksi radang. Aktivasi sistem komplemen
merangsang pelepasan berbagai mediator oleh mastosit. Sebagai akibatnya, akan terjadi kerusakan jaringan. Mekanisme keempat adalah reaksi tipe IV reaksi
alergi seluler tipe lambat. Reaksi ini melibatkan limfosit. Limfosit T yang tersensitasi mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini disebut reaksi tipe
lambat karena baru timbul 12-48 jam setelah pajanan terhadap antigen Lee Thomson, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Reaksi Imunologis dan Non Imunologis Tipe
Contoh Kasus Imunologis
Reaksi Tipe 1 Anafilaksis antibioktik beta laktam
Reaksi Tipe 2 Anemia hemolitik akibat penisillin
Reaksi Tipe 3 Serum sickness akibat anti-thymocyte
globulin Reaksi Tipe 4
Dermatitis kontak akibat antihistamin topikal
Aktivasi sel T spesifik Morbilliform rash akibat sulfonamid
FasFas ligand-induced apoptosis Stevens-Johnson syndrome
Toxic epidermal necrolysis
Non imunologis
Efek samping farmakologis Bibir kering akibat antihistamin
Efek samping farmakologis sekunder Thrush akibat pemakaian antibiotik
Toksisitas obat Hepatotoksisitas akibat methotrexate
Overdosis obat Kejang akibat kelebihan pemakaian
lidokain Intoleransi
Tinitus akibat pemakaian aspirin Sumber: Riedl Casillas 2003
Universitas Sumatera Utara
2.1.5. Gambaran Klinis Erupsi Obat Alergi