Universitas Sumatera Utara
1. Sejarah Perbankan Syariah
Sejak eksperimen pertama pendirian bank Islam oleh Mit Ghamr pada tahun 1960-an, bank syariah mulai banyak berdiri dan keberadaannya didukung
oleh kekayaan minyak dikawasan Teluk. Perkembangan bank syariah mulai meningkat tajam setelah awal berdirinya pada tahun 1960. Dari hanya satu bank
pada awal tahun 1970-an, meningkat menjadi sembilan pada tahun 1980. Diantaranya adalah Bank Sosial Naseer 1971, Bank Islam Faisal Mesir 1977,
Bank Islam Faisal Sudan 1977, Lembaga Keuangan Kuwait 1977, Bank Islam Bahrain 1979 dan Bank Islam Internasional dalam Investasi dan Pembangunan
1980. Antara tahun 1981-1985 , sekitar 24 bank syariah dan lembaga keuangan lainnya telah didirikan di Qatar, Sudan, Bahrain, Malaysia, Bangladesh, Senegal,
Guinea, Denmark, Selandia Baru, Turki, Inggris, Yordania, Tunisia, dan Mauritania. Kebanyakan bank-bank Islam maupun lembaga keuangan berdiri
hampir di seluruh negara muslim. Di samping itu, di negara-negara non muslim yang jumlah umat Islamnya minoritas, seperti Amerika Serikat atau Australia,
mereka berusaha mendirikan lembaga keuangan Islam
40
Rintisan praktek perbankan syariah di Indonesia dimulai pada awal periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar
ekonomi Islam. Sebagai uji coba, gagasan perbankan syariah dipraktekkan dalam skala yang relatif terbatas di antaranya di Bandung dan di Jakarta. Sebagai
gambaran, M Dawam Rahardjo dalam tulisannya pernah mengajukan rekomendasi bank syariah Islam sebagai konsep alternatif untuk menghindari
40
Abdullah Saeed,
Bank Islam dan Bunga; Studi Kritis dan Interpretasi Kontemporer tentang Riba dan Bunga.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008, hal. 25
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara larangan riba, sekaligus berusaha menjawab tantangan bagi kebutuhan
pembiayaan guna pengembangan usaha dan ekonomi masyarakat. Jalan keluarnya secara sepintas disebutkan dengan transaksi pembiayaan berdasarkan tiga modus,
yakni mudharabah, musyarakah dan murabahah. Prakarsa lebih khusus mengenai pendirian bank syariah di Indonesia baru
dilakukan tahun 1990. Pada tanggal 18 – 20 Agustus tahun tersebut, Majelis
Ulama Indonesia MUI menyelenggarakan lokakarya bunga bank dan perbankan di Cisarua, Bogor, Jawa Barat. Hasilnya lokakarya tersebut kemudian dibahas
lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI di Jakarta 22 – 25 Agustus
1990, yang menghasilkan amanat bagi pembentukan kelompok kerja pendirian bank syariah di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan
MUI dengan diberi tugas untuk melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang terkait.
Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirinya PT. Bank Muamalat Indonesia BMI, yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada
tanggal 1 November 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, BMI resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp. 106.126.382.000,- . Sampai bulan September
1999, BMI telah memiliki lebih dari 45 outlet yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kelahiran bank syariah di Indonesia realtif lambat dibandingkan
dengan negara-negara lain sesama anggota OKI
41
. Hal tersebut merupakan ironi, mengingat pemerintah Indonesia yang diwakili Menteri Keuangan Ali Wardana,
dalam beberapa kali sidang OKI cukup aktif memperjuangkan realisasi konsep
41
OKI adalah singkatan dari Organisasi Kerjasama Islam
Organization of the Islamic Cooperation
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara bank syariah, namun tidak diimplementasikan di dalam negeri. KH Hasan Basri,
yang pada waktu itu sebagai ketua MUI memberikan jawaban bahwa kondisi keterlambatan pendirian bank syariah di Indonesia karena political will belum
mendukung. Bank Muamalat Indonesia lahir sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI.
Pada saat penandatanganan akte pendirian ini terkumpul komitmen pembelian saham sebanyak 84 miliar. Pada awal pendirian Bank Muamalat di Indonesia,
keberaaan bank syariah ini belum mendapat perhatian yang optimal dalam tatanan industri perbankan nasional. Landasan hukum operasi bank yang menggunakan
sistem syariah ini hanya di kategorikan sebagai “bank dengan sistem bagi hasil” tidak terdapat rincian landasan hukum syariah serta jenis-jenis usaha yang
diperbolehkan. Hal ini sangat jelas tercermin dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dimana pembahasan perbankan dengan sistem
bagi hasil diuraikan hanya sepintas lalu dan merupakan “sisipan belaka”
42
. Selanjutnya sampai diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Bank Muamalat Indonesia merupakan satu-satunya bank umum yang
mendasarkan kegiatan usahanya atas syariat Islam di Indonesia. Baru setelah itu berdiri beberapa bank syariah lain, yakni Bank IFI membuka cabang syariah pada
tanggal 28 Juni 1999, Bank Syariah Mandiri yang merupakan konversi dari Bank Susila Bakti BSB anak perusahaan Bank Mandiri serta pendirian lima cabang
baru berupa cabang syariah dari PT Bank Negara Indonesia Persero Tbk. Per
42
Nurul Ichsan Hasan
. Perbankan Syariah Sebuah Pengantar
Jakarta : Referensi, 2014
,
Hal. 102
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara bulan Februari 2000, tercatat di Bank Indonesia bank-bank yang sudah
mengajukan permohonan membuka cabang syariah , yakni Bank Niaga, Bank BTN, Bank Mega, Bank BRI, Bank Bukopin, BPD Jabar dan BPD Aceh.
Perkembangan bank syariah di Indoensia kini telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah
pertama dan menjadi pioneer bagi bank syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank konvensional. Krisis
moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank konvensional dan banyak dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya,
sementara perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan, hal ini dapat dibuktikan dari keberhasilan bank muamalat
melewati krisis tersebut dengan menunjukkan kinerja yang semakin meningkat dengan tidak menerima sepersen pun bantuan dari pemerintah dan pada krisis
keuangan pada tahun 2008, bank muamalat bahkan mampu memperoleh laba Rp. 300 miliar lebih. Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum
ini untuk menunjukkan bahwa perbankan syariah benar-benar tahan dan kebal krisis dan mampu tumbuh dengan signifikan
43
.
2. Dasar Hukum Perbankan Syariah di Indonesia