Pembentukan Kemitraan

B. Pembentukan Kemitraan

Proses pembentukan relasi profesional merupakan irama bagi interaksi menyeluruh antara klien dan praktisioner:

Keterampilan inti pekerjaan sosial ialah kemampuan untuk membangun suatu relasi profesional. Tanda-tanda relasi ini dibentuk oleh dua nilai-nilai radikal: suatu keyakinan yang aktif atas kemampuan seseorang, keluarga, atau masyarakat untuk mengetahui dan memilih apa yang terbaik bagi mereka dan keyakinan bahwa relasi ialah suatu kolaborasi, dimana klien dan pekerja sosial membawa pengetahuan khas yang dibutuhkan tetapi esensial bagi usaha yang konstruktif.

Keyakinan-keyakinan dalam menemukan, menegaskan, dan membangun berdasarkan kekuatan-kekuatan manusia sebagai sumberdaya-sumberdaya yang penting dalam melaksanakan usaha berjalan secara langsung seirama dengan pandangan banyak praktisioner lain yang melihat dirinya sebagai memiliki pengetahuan, dan oleh karena itu kekuasaan, untuk mendefinisikan hakekat masalah dan penyembuhannya. (Weick, 1999: 331, dalam DuBois & Miley, 2005: 201).

Pekerja sosial yang berorientasi pemberdayaan menghormati perspektif-perspektif klien dan mengakui kontribusi kerja kolaboratif yang positif. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan relasi profesional klien dan pekerja sosial antara lain ialah tujuan relasi profesional, hakekat partisipasi klien, dan penggunaan yang efektif keterampilan- keterampilan interpersonal pekerja sosial.

1. Relasi profesional

Relasi profesional berbeda dari relasi personal dalam arti bahwa tujuan profesi pekerjaan social pada akhirnya menefinisikan tujuan relasi. Jadi tujuan dasar pekerjaan sosial—“untuk mempromosikan atau memulihkan suatu interaksi yang saling menguntungkan antara individu dan masyarakat dalam meningkatkan kualitas kehidupan bagi setiap orang” (NASW Working Statement, 1981, dalam DuBois & Miley, 2005: 201)—menentukan irama relasi profesional. Selanjutnya kode etik (NASW, 199a) mendefinisikan standard-standard etik relasi profesional yang membedakamnya dari pertemanan atau usaha-usaha bisnis.

Klien tidak mendekati pekerja sosial untuk mencari relasi pemberian bantuan, tetapi untuk mengadukan masalah. Relasi muncul dari keprihatinan, kepedulian, dan penghormatan terhadap orang lain melalui kata-kata, tindakan-tindakan, dan suatu kemauan untuk mendengarkan. Suatu relasi “tidak dapat ditukangi. Ia bermula pada saat dua orang berjumpa. Ia bertumbuh ketika kedua orang itu bekerjasama, tetapi ia tidak dapat dipaksa atau diburu-buru” (Keith-Lucas, 1972: 48, dalam DuBois & Miley, 2005: 201). Relasi profesional terdiri

2. Hakekat partisipasi klien

Beberapa klien meminta pelayanan-pelayanan pekerjaan sosial secara sukarela, yang lain menerima pelayanan- pelayanan yang ditawarkan melalui usaha-usaha penjangkauan, dan yang lain lagi menerima pelayanan- pelayanan karena diharuskan untuk menerimanya.

Pekeja sosial menyadari bahwa pada saat menerima pelayanan-pelayanan harga diri klien rendah, dan bahwa stigma sosial yang dikaitkan dengan pemberian dan penerimaan bantuan memperrumit respons klien. Bertha Reynolds (1951) menyarankan bahwa suatu jawaban yang pasti terhadap pertanyaan mengapa menerima dan memberikan bantuan sulit “ialah bahwa kita mengalami suatu pengalaman dari masa lalu yang buruk tentang suatu amal yang terburu-buru dan merendahkan. Orang- orang yang menerima bantuan seharusnya jangan dibuat merasa seperti bukan kelompok yang normal, atau mereka akan terus menuntut tanpa berhenti. Mereka seharusnya tidak berstatus seperti yang diinginkan oleh orang-orang yang telah memberikan bantuan—atau setidak-tidaknya mampu memenuhi kebutuhan- kebutuhannya sendiri” (DuBois & Miley, 2005: 202).

Reynolds selanjutnya membedakan status orang-orang yang harus meminta pelayanan-pelayanan karena kebutuhan-kebutuhan mereka berbeda dari orang-orang yang memiliki pilihan meminta atau tidak meminta pelayanan-pelayanan. Beberapa klien menghadapi kesulitan dan ingin menghindari stigma sosial. Akan tetapi, ketika kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidup dipertaruhkan, derajat pilihan orang-orang atau partisipasi sukarela dalam pelayanan-pelayanan sosial berkurang.

Istilah involuntary (tidak sukarena, terpaksa) mengacu kepada orang-orang yang diwajibkan atau diharuskan, kadang-kadang di luar kemauan mereka, untuk berpartisipasi dalam pelayanan-pelayanan pekerjaan

Pekerja sosial harus menggunakan relasi profesional untuk meningkatkan motivasi dan harapan klien. Tanpa memandang keadaan atau lingkungan yang mennyebabkan klien dan praktisioner bekerjasama, pekerja sosial yang berbasis pemberdayaan berusaha untuk mengembangkan relasi kerja yang produktif yang mencerminkan kemitraan dengan sistem klien sejak dari awal kerjasama.

3. Keterampilan-keterampian interpersonal

Dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan emosional, fisik, dan interaksional klien, pekerja sosial meningkatkan pengembangan relasi profesional yang efektif. Rasa saling percaya dan kepercayaan merupakan unsur yang sangat penting di dalam relasi profesional. Keterampilan-keterampilan interpersonal yang dibutuhkan bagi pengembangan relasi interpersonal antara lain ialah empati yang akurat, kehangatan yang tidak bermaksud untuk memiliki, ketulusan, dan kepekaan budaya.

Praktisioner pekerjaan sosial memperlihatkan empati dengan cara memahami dan merespons kepada perasaan- perasaan klien dengan kepekaan dan memahami. Pekerja sosial mengkomunikasikan kehangatan kepada klien melalui komitmennya yang memperdulikan dan penghargaan atau penghormatannya yang tanpa syarat kepada klien. Pekerja sosial memperlihatkan ketulusan hati dengan bertindak secara spontan, tidak bermaksud apa-apa selain membantu, dan tulus. Identitas ras atau etnis pekerja sosial dan klien serta budaya yang dominan yang tercermin di dalam sistem penyelenggaraan pelayanan sosial, mempengaruhi pengembangan relasi dan, pada akhirnya, keberhasilan atau kegagalan intervensi.

Relasi profesional yang positif adalah landasan lagi proses pemberian bantuan. Adalah tanggung jawab pekerja sosial untuk memulai dan mempertahankan interaksi yang saling menghormati dengan klien yang mencerminkan kehangatan, ketulusan dan kepekaan budaya.