Asesmen Kemampuan Sumberdaya-sumberdaya
F. Asesmen Kemampuan Sumberdaya-sumberdaya
Mengases kemampuan-kemampuan sumberdaya, atau asesmen, ialah suatu proses pengumpulan informasi yang dinamis dalam rangka memahami tantangan-tantangan klien. Praktisioner dan klien secara bersama-sama mempelajari kekhususan-kekhususan situasi, potensi dampak, sumberdaya-sumberdaya yang dibutuhkan bagi implementasi solusi-solusi. Tujuan asesmen ialah untuk memahami masalah dan menetukan cara dalam mengurangi dampaknya. Praktek pekerjaan sosial yang berbasis pemberdayaan merangkaikan asesmen dari suatu proses yang mengumpulkan informasi untuk mendeteksi masalah-masalah hingga asesmen yang berfokus pada pengumpulan informasi untuk menemukan sumberdaya-sumberdaya yang akan memperkuat solusi-solusi.
1. Klarifikasi kompetensi
Kompetensi pada umumnya mengacu kepada kemampuan-kemampuan dan potensi sistem manusia untuk merundingkan hal-hal yang diinginkan dengan lingkungannya. Dengan kata lain, sistem manusia yang berkompeten mampu mengurus anggota-anggota, berinteraksi secara efektif dengan sistem lain, dan menyumbang bagi sumberdaya-sumberdaya lingkungan sosial dan fisiknya (Miley, O’Melia, & DuBois, 2004, dalam DuBois & Miley, 2005: 209). Di dalam sistem
Pengklarifikasian kompetensi dapat diperluas kepada semua level sistem. Sebagai contoh, dalam mengases kompetesi suatu masyarakat (misalnya RT, RW, Kelurahan), praktisioner mencari bukti bahwa masyarakat merespons kebutuhan-kebutuhan anggotanya, menggunakan sumberdaya-sumberdaya anggotanya, mendistribusikan sumberdaya-sumberdaya masyarakat secara merata di kalangan anggotanya, memberikan suatu rasa aman dan sejahtera yang menyeluruh bagi anggotanya, dan menyumbang kepada wilayah yang lebih luas dimana ia menjadi bagiannya.
Pengklarifikasian kompetensi juga memandang sumberdaya-sumberdaya lingkungan lebih sebagai alat bantu daripada semata-semata sebagai dampak bantuan (Maluccio, 1999, dalam DuBois & Miley, 2005: 209). Panduan Maluccio bagi pengklarifikasian kompetensi meliputi (1) pengklarifikasian kompetensi sistem klien antara lain kekuatan-kekuatan, ketangguhan, dan sumberdaya-sumberdaya, (2) pengklarifikasian lingkungan antara lain ketersediaan sumberdaya- sumberdaya dan dukungan-dukungan, serta adanya batas-batas, hambatan-hambatan, dan resiko, dan (3) pengklarifikasian faktor-faktor kesesuaian atau keseimbangan antara syarat-syarat untuk memperoleh sumberdaya-sumberdaya dengan ketersediaan sumberdaya-sumberdaya yang nyata.
2. Studi kasus masyarakat
Studi kasus masyarakat (social studies) membantu untuk mendefinisikan masalah-masalah, isu-isu, dan kebutuhan-kebutuhan tetap yang melekat di dalam situasi dan untuk meningkatkan kesadaran akan kekuatan- kekuatan klien (Tabel 8.6).
Tabel 8.6 Studi Kasus Masyarakat
Pertanyaan-pertanyaan yang terdapat di dalam studi kasus masyarakat antara lain ialah:
• Bagaimana sistem klien mendefinisikan
masalahnya? • Apa batas-batas masalah?
• Bagaimana persepsi sistem klien tentang intensitas masalah?
• Bagaimana persepsi sistem klien tentang lama masalah (jangka panjang, jangka pendek, krisis) • Solusi-solusi apa yang sudah diusahakan untuk dilaksanakan? • Siapa lagi yang terpengaruh oleh masalah itu?
• Bagaimana masalah mempengaruhi keberfungsian sosial sistem?
• Kesempatan-kesempatan, batas-batas, atau
hambatan-hambatan lingkungan apa yang mempengaruhi keberfungsian sosial dan pemecahan masalah?
• Isu-isu nilai apa yang dilibatkan? • Kekuatan-kekuatan atau kompetensi-kompetensi
apa yang dimiliki oleh klien yang dapat diarahkan kepada perubahan?
• Sumberdaya-sumberdaya apa yang tersedia? • Bagaimana persepsi klien tentang intervensi
pekerjaan sosial dan proses pemberian bantuan? • Seperti apa pengalaman masa lalu dengan sistem penyelenggaraan pelayaan sosial? • Apakah klien yakin bahwa ada harapan bagi
pemecahan masalah? • Seberapa termotivasikah klien untuk berubah?
Persoalan-persoalan yang dimunculkan oleh sistem klien, apakah level mikro, meso, atau makro, harus diuji di dalam konteks sistem yang lebih luas dimana sistem klien ialah suatu bagian dan lebih kecil, struktur-struktur internal yang membangun sistem sosial. Masalah (kesulitan pribadi) yang klien sajikan barangkali
Pada semua level sistem, studi kasus masyarakat mengindividualisasikan informasi tentang klien dalam rangka mengidentifikasikan masalah-masalah. Contoh studi kasus masyarakat antara lain ialah sejarah kasus, sejarah sosial, analisis situasional, survei sosial, survei masyarakat, analisis kebijakan atau program, dan penelitian sosial.
Ketika klien dan pekerja sosial mengumpulkan informasi bagi pembuatan studi kasus masyarakat, mereka menjelajahi konteks budaya. Praktisioner yang berkompeten secara budaya mengajukan pertanyaan- pertanyaan mulai dari informasi umum tentang nilai-nilai dan pola-pola budaya hingga menanyakan aspek-aspek khusus dari tradisi-tradisi, nilai-nilai, dan keyakinan- keyakinan yang berbasis budaya (Congress, 1994, dalam DuBois & Miley, 2005: 210). Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan studi kasus masyarakat antara lain ialah lama tinggal di dalam masyarakat; keadaan imigrasi; tradisi-tradisi tentang hari libur, ritual keagamaan, dan praktek-praktek kesehatan; dan nilai- niai tentang masyarakat, keluarga, pekerjaan, pendidikan, dan permintaan bantuan.