Kebijakan Sosial
A. Kebijakan Sosial
Kebijakan sosial mencerminkan suatu agenda masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan anggota-anggota masyarakat. Kebijakan sosial juga mencerminkan nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan sikap-sikap bersama anggota- aggota suatu masyarakat terhadap bagaimana masyarakat harus mengurus anggota-anggotanya dan bagaimana masyarakat harus mencapai misinya. Kebijakan sosial mengarahkan perumusan peraturan perundang-undangan kesejahteraan sosial dan membentuk rancangan program- program pelayanan sosial. Subbab ini mendefinisikan kebijakan sosial dan mendeskripsikan perumusan, pengimplementasian, dan analisis kebijakan sosial.
1. Apa itu kebijakan sosial?
Kebijakan sosial ialah prinsip-prinsip dan rangkaian- rangkaian tindakan yang mempengaruhi kualitas kehidupan menyeluruh dan keadaan-keadaan individu di dalam kelompok serta relasi intersosialnya (Gilbert & Terrell, 2001). Secara khusus, kebijakan sosial diidentifikasikan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah atau publik yang mengalamatkan ketidaksetaraan di dalam lembaga-lembaga sosial, meningkatkan kualitas kehidupan orang-orang yang kurang beruntung, dan memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan. Selain itu, kebijakan-kebijakan sosial mempengaruhi pelayanan-pelayanan sektor privat-- termasuk badan-badan sosial nirlaba dan bisnis
Beberapa pakar mendefinisikan kebijakan sosial secara berbeda sebagai suatu pedoman, suatu pemberi arah, suatu rencana ancang-ancang, seperangkat prinsip- prinsip, suatu strategi kolektif, dan suatu rencana tindakan. Pakar lain mendeskripsikan kebijakan sosial sebagai tujuan-tujuan yang rasional, yang sengaja, dan yang tersurat yang akan diraih oleh orang-orang. Kebijakan sosial ialah suatu proses dan sekaligus suatu produk (Gilbert & Terrell, 2001). Sebagai suatu proses, kebijakan sosial terdiri dari langkah-langkah yang berurutan yang ditindaklanjuti dengan pemecahan masalah. Sebagai produk, kebijakan sosial ialah peraturan-peraturan, program-program, keputusan- keputusan yudisial, dan petunjuk-petunjuk administratif. Pekerja sosial harus mengevaluasi proses-proses dan produk-produk kebijakan sosial dalam rangka meningkatkan efektivitasnya.
2. Kebijakan sosial sebagai proses: Perumusan kebijakan
Perumusan kebijakan meliputi serangkaian tugas-tugas yang bervariasi mulai dari mengumpulkan data hingga mengimplementasikan kebijakan sosial. Sebagai seorang profesional, pekerja sosial dilibatkan dalam semua tahap perumusan kebijakan sosial. Perumusan kebijakan sosial meliputi 10 langkah:
a. Mengidentifikasikan masalah-masalah yang mempengaruhi keberfungsian sosial.
b. Mendefinisikan masalah sebagai suatu isu publik.
c. Menganalisis temuan-temuan dan mengkonfirmasikan bukti.
d. Memberikan informasi kepada publik.
e. Mempelajari solusi-solusi alternatif.
f. Menyiapkan suatu pernyataan kebijakan awal yang mengidentifikasikan tujuan-tujuan.
g. Mengembangkan struktur-struktur organisasi dan relasi-relasi politik yang mendukung.
h. Mengesahkan upaya-upaya hukum
i. Mengembangkan rancangan kebijakan dan/atau program. j. Mengimplementasikan dan mengases kebijakan sosial.
Perumusan kebijakan sosial meliputi pengumpulan suatu landasan informasi yang luas dari berbagai lapisan masyarakat dan kelompok-kelompok kepentingan khusus. Relasi di antara pelaku-pelaku di dalam keputusan-keputusan kebijakan mempengaruhi hasil kebijakan pada setiap langkah perjalanan.
3. Kebijakan sosial sebagai produk: Pengimplementasian kebijakan
Sebagai suatu prouk, kebijakan sosial meliputi peraturan perundang-undangan dan perintah-perintah pimpinan lembaga, tindakan-tindakan DPR, interpretasi hakim pengadilan, keputusan-keputusan administratif, dan program-program serta pelayanan-pelayanan nyata. Kebijakan sosial dapat menghasilkan suatu undang- undang— misalnya, kewajiban melaporkan penganiayaan anak oleh para profesional pengasuhan anak, pekerja sosial, guru, dan penyelenggara pengasuhan siang. Produk kebijakan sosial dapat menjadi suatu program, seperti suatu tempat makan berkumpul bagi para lanjut usia yang menyediakan makanan yang bergizi dan sosialisasi. Atau produk dapat berupa suatu keputusan pengadilan, seperti keputusan hakim yang memandang perlindungan suatu populasi tertentu dari praktek-praktek diskriminasi terbuka. Sebagai kebijakan administratif, suatu kebijakan sosial dapat menentukan suatu sistem klasifikasi jabatan atau menspesifikasikan kualifikasi bagi staf profesional di badan-badan sosial.
Produk-produk kebijakan sosial menuntut rencana- rencana yang lebih spesifik yang akan diimplementasikan. Setelah suatu kebijakan sosial terbit dan anggaran implementasi programnya cair, pekerja sosial membuat keputusan-keputusan bagaimana menyelenggarakan pelayanan-pelayanan. Ia merancang
4. Pengujian kebijakan sosial: Analisis kebijakan
Menurut Eveline Burns, seorang pakar ekonomi dan profesor pekerjaan sosial terkenal, analisis kebijakan sosial ialah “studi tentang usaha-usaha yang terorganisasikan dari masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pribadi yang dapat diidentifikasikan, atau tentang masalah-masalah sosial yang dialami oleh kelompok-kelompok atau individu- individu, yang mengevaluasi masalah-masalah itu dengan acuan kepada ketepatan dan efektiviatsnya dalam mencapai tujuan-tujuan tertentu, penggunaan sumberdaya-sumberdaya ekonomi mereka yang langka dan konsistensinya dengan nilai-nilai sosial yang diterima” (Shlakman, 1969: 3, dalam DuBois & Miley, 2005: 254). Sepanjang proses perumusan dan pengimplementasian suatu kebijakan, pekerja sosial menganalisis kebijakan itu untuk memahami maksud dan dampaknya.
Pekerja sosial memantau secara terus menerus peraturan perundang-undangan dan pengembangan jenis-jenis kebijakan lain serta mengevaluasi program-program dan pelayanan-pelayanan sosial terkait untuk mengases efektivitas kebijakan dan memperlihatkan akuntabilitasnya. Untuk menganalisis suatu kebijakan, ia menguji seberapa tepat kebijakan itu mencapai populasi sasaran, mengukur sejauhmana kebijakan itu mencapai tujuan-tujuannya, mengevaluasi untung-ruginya, dan
Suatu spesifikasi atau rancangan kebijakan bagi pengimplementasian program sering dibangun berdasarkan metode-metode evaluasi. Tanggung jawab untuk melakukan evaluasi dapat didelegasikan kepada evaluator yang bukan karyawan langsung suatu badan sosial, yang ditugskan oleh lembaga-lembaga penyandang dana, atau diprakarsai oleh organisasi- organisasi yang melakukan akreditasi dan penetapan standard.
Suatu kerangka bagi analisis kebijakan yang disajikan oleh Miley, O’Melia, dan DuBois (2004: 391) meliputi suatu pertimbangan spesifikasi, kelaikan, dan keuntungan suatu kebijakan:
Bagian I Spesifikasi Kebijakan
1. Merinci sejarah kebijakan berdasarkan studi dan kebijakan-kebijakan terkait
2. Mendeskripsikan masalah-masalah yang akan diatasi oleh kebijakan itu
3. Mengidentifikasikan nilai-nilai sosial dan keyakinan- keyakinan ideologis yang melekat di dalam kebijakan itu
4. Menyatakan tujuan-tujuan kebijakan
5. Meringkaskan rincian kebijakan yang berkaitan dengan pengimplementasian, pembiayaan, kriteria elijibilitas, dan ketentuan-ketentuan lain
Bagian II Kelaikan Kebijakan
1. Mengidentifikasikan hasil-hasil kebijakan yang diproyeksikan
2. Mendiskusikan kelaikan politis dan ekonomis kebijakan itu
3. Mencirikan dukungan atau penolakan terhadap kebijakan
4. Mengases cabang-cabang kebijakan bagi struktur- struktur penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan kemanusiaan
Bagian III Keuntungan Kebijakan
1. Mengases efektivitas dan efisiensi pengimplementasian kebijakan
2. Menimbang biaya-biaya sosial dan akibat-akibat kebijakan
3. Mengevaluasi dampak-dampak kebijakan yang berbeda terhadap kelompok-kelompok populasi yang berbeda
4. Menilai keuntungan-keuntungan kebijakan
Analisis suatu kebijakan sosial seperti yang sedang dirumuskan sangat penting dalam menentukan dampak- dampak potensialnya. Pengujian suatu kebijakan setelah implementasinya adalah sangat penting untuk mengases dampak nyatanya.
Pekerja sosial menganalisis peraturan perundang- undangan kesejahteraan sosial adalah untuk menentukan maksud suatu peraturan perundang-undangan itu, mengases dampak-dampak potensialnya bagi kelompok- kelompok masyarakat, menentukan suatu posisi dukungan atau oposisi, dan mengerahkan kekuatan- kekuatan untuk melaksanakan atau menolak penerimaan peraturan perundang-undangan itu. Mempengaruhi perubahan politik melalui tindakan undang-undang merupakan salah satu cara utama untuk memenuhi tujuan-tujuan kebijakan soaial, seperti menciptakan lembaga-lembaga yang manusiawi dan responsif. Pekerjaan sosial harus “kembali ke akarnya dan menemukan kembali aksi politiknya yang efektif” (Stuart, 1994: 8, dalam DuBois & Miley, 2005: 255).
Karena dalil politik “bersatu memberikan kekuatan- kekuatan” adalah sangat penting, tindakan hukum sering mengundang kegiatan-kegiatan kolektif, seperti organsiasi-organisasi, koalisi-koalisi dan aliansi-aliansi. Namun demikian, apabila pekerja soaial dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan hukum, pekerja sosial dan para pelobi
• Mengidentifikasikan apa yang anda inginkan dari sasaran (misalnya Komisi X DPR RI) yang anda sedang lobi dan, sebaliknya, apa yang sasaran inginkan dari anda
• Mengembangkan aliansi-aliansi dan koalisi-koalisi untuk memperluas landasan keuasaan
• Mempersiapkan secara seksama, termasuk pengumpulan informasi tentang isu-isu advokasi
untuk alasan mana anda melakukan lobi, orang-orang atau kelompok yang anda ingin dekati, dan musuh- musuh anda
• Melakukan suatu presentasi yang menggambarkan isu-isu yang diidentifikasikan oleh sasaran anda
sebagai yang paling signifikan • Memberikan kesan-kesan pertama yang positif • Menindaklanjuti kontak-kontak anda dengan
mengirimkan kartu-kartu ucapan terima kasih • Menginformasikan kontak-kontak hukum dan
aliansi-aliansi anda tentang usaha-usaha advokasi anda dengan pejabat-pejabat yang ditunjuk (Richan, 1996, dalam DuBois & Miley, 2005: 255).
Anggota-anggota dari organisasi-organisasi pekerjaan sosial dapat memberikan dukungan melalui kontak- kontak pribadi mereka dengan anggota-anggota DPR/DPRD, panggilan-panggilan telefon, surat menyurat, email, dan usaha-usaha pengorganisasian masyarakat akar rumput lainnya. Pekerja sosial yang memiliki pengetahuan yang luas dalam bidang-bidang tertentu dapat diundang untuk mendokumentasikan kebutuhan-kebutuhan akan tindakan hukum, draft peraturan perundang-undangan, dan mengembangkan ringkasan-ringkasan kebijakan yang menganalisis implikasi dari peraturan perundang-undangan itu. Kesaksian pekerja sosial pada dengar pendapat publik memberikan kesempatan untuk menjelaskan isu-isu, mengumpulkan minat publik, mempublikasikan kesaksian-kesaksian, menginformasikan anggota-anggota
DPR/DPRD, dan menawarkan para pejabat kesempatan- kesempatan untuk mempublikasikan posisi mereka di dalam isu-isu sosial itu. Pengadvokasian peraturan perundang-undangan memperoleh momentum ketika pekerja sosial menyadari dampaknya terhadap peraturan perundang-undangan kesejahteraan sosial melalui berbagai langkah-langkah politik.
Selaku advokat bagi tindakan sosial, pekerja sosial memiliki kesempatan-kesempatan untuk mengerahkan warga masyarakat dan/atau klien untuk mempengaruhi perubahan politik melalui kegiatan-kegiatan hukum pada level negara bagian dan lokal (McNutt, 2002; Schneider, 2002, dalam DuBois & Miley, 2005: 255). Sebagai contoh, undang-undang negara bagian untuk mengalamatkan kebutuhan-kebutuhan kaum perempuan Hispanic (orang Amerika Serikat keturunan Spanyol) seperti pelatihan kerja, sumberdaya-sumberdaya dua- budaya, informasi dan rujukan, serta informasi tentang perawatan kesehatan, bantuan publik, dan pengasuhan anak, adalah dampak langsung dari usaha-usaha lobi yang dilakukan oleh Satuan Tugas Kaum Perempuan Hispanic di New Jersey (Bonilla_Santiago, 1989, dalam DuBois & Miley, 2005: 257). Dalam konteks Indonesia, contoh yang setara dapat dilihat dari usaha-usaha Koalisi Perempuan Indonesia yang memperjuangkan berdirinya Komisi Nasional Perempuan dan Komisi Nasional Anak.
5. Pengaruh nilai-nilai
Pandangan-pandangan yang saling berbeda tentang nilai- nilai sosial yang dominan, definisi masalah-masalah sosial, distribusi sumberdaya-sumberdaya, dan sumber- sumber solusi memperrumit proses pembuatan kebijakan. “Bentuk-bentuk khusus yang digunakan oleh respons kebijakan sosial, sebagaimana ditekankan oleh Eveline Burns, pada akhirnya harus ditengahi melalui nilai-nilai yang saling bertentangan yang solusi-solusi politis pasti akan mencerminkannya. Karena nilai-nilai membatasi penggunaan instrumen-instrumen kebijakan sosial tertentu” (Shlakman, 1969: 8, dalam DuBois & Miley, 2005: 256). Nilai-nilai sosial yang tercermin di dalam ideologi-ideologi politik pada akhirnya