Kebijakan Sosial dan Ideologi Politik
B. Kebijakan Sosial dan Ideologi Politik
Ideologi-ideologi politik mempengaruhi persepsi kita tentang masalah-masalah dan kebutuhan-kebutuhan baik sebagai isu- isu publik maupun sebagai kesulitan-kesulitan pribadi, memberikan tangggung jawab dan menyalahkan atas kondisi- kondisi sosial, serta memberikan arah bagi solusi-solusi. Kebijakan-kebijakan kesejahteraan sosial berasal dari pembebasan di antara berbagai faksi-faksi yang merupakan perspektif-persektif politik yang berbeda, termasuk liberalisme, neoliberalisme, konservatisme, neokonservatisme, dan radikalisme.
1. Liberalisme
Kaum liberal memperjuangkan kebijakan-kebijakan sosial yang menjunjung tinggi hak-hak azasi manusia dan kesetaraan sosial yang fundamental. Mereka mengabdikan diri mereka untuk melindungi kebebasan- kebebasan politik dan sipil warga negara dengan menjamin kebebasan ekonomi dan mempromosikan partisipasi yang demokratis. Kaum liberal memandang kesejahteraan sosial sebagai suatu fungsi pemerintah yang sah, dan bantuan-bantuan kesejahteraan sebagai hak-hak warganegara. Mereka mempromosikan solusi- solusi pemerintah atas masalah-masalah sosial dan menjunjung tinggi pemahaman akan tanggung jawab publik bagi penciptaan kondisi-kondisi yang menjamin kesejahteraan warganegara. Walaupun, dalam pandangan liberal, idealnya program-program pemerintah mengatasi sebab-sebab akar masalah sehingga dapat secara realistik mencegah terjadinya masalah-masalah, program-program pemerintah juga memperbaiki kondisi-kondisi sosial yang merugikan.
Seiring dengan tuntutan untuk memotong anggaran kesejahteraan publik (di Amerika Serikat), para politisi neoliberal nampaknya mengalahkan kaum liberal pada tahun 1970-an dan 1980-an. Pandangan ini mendukung pemotongan pembiayaan pemerintah dan mendorong
2. Konservatisme
Posisi konservatif mempromosikan suatu ekonomi pasar bebas yang kapitalistik dan menekankan nilai-nilai tradisional, individualisme, persaingan, lokalisme, dan etika kerja. Kebijakan-kebijakan sosial konservatif cenderung menentang perubahan sosial dan memperkuat struktur-struktur sosial yang sudah ada. Karena konservatisme yakin bahwa ketidakcakapan- ketidakcakapan pribadilah yang menyebabkan munculnya masalah-masalah, mereka menyimpulkan bahwa pemerintah harus membatasi keterlibatannya dalam kesejahteraan. Idealnya, dari suatu pandangan konservatif, kesejahteraan publik hanyalah suatu ukuran sementara, sebagaimana kaum konservatif yakin bahwa kesejahteraan—khususnya bantuan yang diberikan secara publik kepada orang-orang miskin— menghancurkan prakarsa-prakarsa individual. Kaum konservatif mendukung privatisasi pelayanan-pelayanan kesejahteraan sosial melalui badan-badan amal sukarela, organisasi-organisasi swabantu, dan lembaga-lembaga bisnis.
Neokonservatisme lebih suka menentang program- program kesejahteraan liberal dan mereformasi kebijakan-kebijakan kesejahteraan (Karger & Dtoesz, 2002). Posisi neokonservatif dalam kesejahteraan mencerminkan suatu pendekatan berbasis kebutuhan- kebutuhan, mengembangkan syarat-syarat “ongkos kerja”, memperkuat tanggung jawab keluarga bagi anggota-anggota keluarga yang belum/tidak bekerja, dan mendukung devolusi yaitu suatu peralihan tanggung jawab bagi kesejahteraan dari level pemerintah pusat kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Kaum neokonservatisme mendukung pertumbuhan program-
3. Radikalisme
Dalam pertentangan yang tajam dengan posisi-posisi konservatisme dan neokonservatisme, radikalisme mengakui tanggung jawab masyarakat atas ketidaksetaraan dan mendukung perubahan sosial yang revolusioner. Karena kaum radikal lebih menyalahkan struktur-struktur kelembagaan daripada individu- individu atas terjadinya masalah-masalah di dalam kehidupan, mereka lebih menghendaki reformasi struktur makro untuk mengurangi sumber-sumber masalah- masalah sosial. Strategi kebijakan publik utama mereka—redistribusi kekuasaan dan kekayaan—berpusat pada pengalihan ketidaksetaraan-ketidaksetaraan ekonomi dan privilese kelas serta mencapai demokrasi dan kesetaraan politik dengan membentuk suatu negara kesejahteraan. Dalam pandangan mereka, kesejahteraan sosial publik tradisional ialah suatu penindasan, yang menstigmatisasikan program yang mengatur orang-orang miskin (Piven & Cloward, 1971, dalam DuBois & Miley, 2005: 258). Kaum radikal mempromosikan perubahan- perubahan menyeluruh untuk menciptakan suatu negara kesejahteraan yang nonkapitalistik di dalam mana semua warganegara menikmati keuntungan-keuntungan sosial yang setara.
4. Pekerjaan sosial dan ideologi politik
Sementara banyak pihak menyimpulkan bahwa ideologi liberal adalah perspektif utama pekerjaan sosial, posisi- posisi lain juga mempengaruhi pekerjaan sosial (Macht & Quam, 1986, dalam DuBois & Miley, 2005: 258).
Ironisnya, kaum konservatif mengecam kebijakan- kebijakan kesejahteraan sosial liberal, dan pelayaan- pelayanan yang sering didukung oleh pekerja sosial, atas terjadinya ketergantungan. Kaum radikal menyalahkan kebijakan-kebijakan liberal yang sama ini atas penindasan orang-orang yang kurang beruntung dan orang-orang miskin. Namun demikian, Siporin (1980: 524) mengatakan bahwa pekerja sosial “harus memahami dan memanfaatkan jenis strategi-strategi, prinsip-prinsip, dan prosedur-prosedur pengendalian dan reformasi, karena unsur-unsur ini sesuai dengan situasi- situasi pemberian bantuan. Praktek pekerjaan sosial harus bersifat konservatif dan juga radikal” (DuBois & Miley, 2005: 259). Campuran yang interaktif antara berbagai perspektif ideologis membangkitkan suatu ketegangan yang kreatif yang menyegarkan dan memperbarui profesi.
Praktek pekerjaan sosial yang nyata juga mencerminkan ideologi-ideologi yang berbeda ini (Macht & Quam, 1986, dalam DuBois & Miley, 2005: 259. Metodologi- metodologi praktek mencerminkan kelompok-kelompok pemikiran yang berbeda, menggunakan strategi-strategi yang berbeda, dan menghadapi penerimaan oleh beberapa orang dan penolakan oleh orang lain selama periode sejarah tertentu. Program-program bantuan Masyarakat Organisasi Amal, psikoanalisis dan behaviorisme tradisional, pekerjaan sosial kelompok yang berorientasi remedial, dan perencanan sosial semuanya merupakan ideologi konservatif. Gerakan- gerakan liberal dalam pekerjaan sosial meliputi gerakan rumah pemukiman, pekerjaan sosial kelompok dan model-model tujuan sosial, dan strategi-strategi pengembangan lokalitas ari pengorgansiasian mayarakat. Contoh-contoh praktek pekerjaan sosial radikal meliputi tarapi feminis, kelompok pembangunan kesadaran, model-model tindakan sosial dari pengorganisasian masyarakat. Metodologi-metodologi yang bervariasi semuanya adalah altenatif-altenatif yang sama-sama berguna, tetapi tidak harus sama-sama diinginkan pada semua situasi. Dalam kenyataan, suatu kesesuaian dogmatis dengan salah satu pedekatan menolak