27
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah Berdirinya Benteng Vredeburg Yogyakarta
Berdirinya benteng Vredeburg di Yogyakarta tidak lepas dari lahirnya Kasultanan Yogyakarta. Perjanjian Giyanti yang membelah
Mataram menjadi dua. Perjanjian Giyanti 13 Februari 1755 yang berhasil menyelesaikan perseteruan antara Susuhunan Pakubuwono III dengan
Pangeran Mangkubumi Sultan Hamengku Buwono I adalah merupakan hasil politik Belanda yang selalu ingin ikut campur urusan dalam negeri
raja-raja Jawa waktu itu. Perjanjian yang berhasil dikeluarkan karena campur tangan VOC
selalu mempunyai tujuan akhir memecah belah dan mengadu domba pihak-pihak yang bersangkutan. Orang Belanda yang berperan penting
dalam lahirnya Perjanjian Giyanti tersebut adalah Nicolaas Harting, yang menjabat Gubernur dari Direktur Pantai Utara Jawa
Gouverneur en
Directeur van Java’s noordkust sejak bulan Maret 1754 Agus Sulistya, 2001:5.
Pada hakekatnya perjanjian tersebut adalah perwujudan dari usaha untuk membelah Kerajaan Mataram menjadi dua bagian yaitu Kasunanan
Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Untuk selanjutnya Kasultanan Yogyakarta diperintah oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian
bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing Alogo Adul
28
Rachman Sayidin Panata Gama Khalifatulah I. Sedang Kasunanan Surakarta diperintah oleh Paku Buwono III.
Dalam Babad Giyanti disebutkan bahwa yang dipilih menjadi kraton sebagai pusat kerajaan Yogyakarta adalah hutan Beringin. Sri
Sultan Hamengku Buwono I mengumumkan bahwa wilayah yang menjadi daerah kekuasaannya tersebut diberi nama Ngayogyakarta Hadiningrat
dengan ibukota Ngayogyakarta. Hutan ini mula-mula adalah tempat peristirahatan Sunan Pakubuwono II dengan nama pesanggrahan
Garjitowati, untuk selanjutnya beliau menggantinya dengan nama Ayogya atau Ngayogya. Nama Ngayogyakarta ditafsirkan dari kata “Ayuda” dan
“Karta”. Kata “a” berarti tidak dan “yuda” berarti perang, jadi Ayuda mengandung pengertian tidak ada perang atau damai. Sedangkan “Karta”
memiliki pengertian aman dan tentram, jadi Ngayogyakarta dapat diartikan sebagai kota yang aman dan tentram Agus Sulistya, 2001:6.
Kraton Kasultanan Yogyakarta pertama dibangun pada tanggal 9 Oktober 1755. Setelah kraton mulai ditempati kemudian segera dibangun
bangunan pendukung lainnya. Kemajuan kraton semakin pesat sehingga hal ini membawa kekhawatiran bagi pihak Belanda. Oleh karena itu pihak
Belanda mengusulkan kepada Sultan agar diijinkan membangun sebuah benteng di dekat kraton. Pada tahun 1760 mulai dibangun sebuah
bangunan yang digunakan sebagai benteng kompeni. Pembangunan benteng ini pada mulanya masih sangat sederhana, dan pada tahun 1767
oleh gubernur pantai Utara Jawa di Semarang meminta kepada Sultan agar
29
benteng kompeni itu dibangun lebih kuat untuk menjamin keamanan orang-orang Belanda. Akan tetapi dalam perkembangannya pembangunan
tersebut mengalami kelambatan. Menurut Gubernur J. Vos pada tahun 1771 pembangunan benteng di Yogyakarta belum banyak yang
terselesaikan. Pada tahun 1774 di bawah pimpinan Gubernur J. R. Van Den Burg mengusahakan untuk mendesak Sultan agar pembangunan
benteng segera terselesaikan. Pembangunan benteng selesai pada tahun 1787 dan dibawah pimpinan Gubernur Johannes Sieberg diresmikan
menjadi benteng kompeni atau benteng VOC dengan nama
Rustenburgh
atau tempat beristirahat Tashadi, dkk, 1993:12.
Pembangunan benteng tersebut dengan dalih agar Belanda dapat menjaga keamanan kraton dan sekitarnya. akan tetapi dibalik dalih
tersebut, Belanda mempunyai maksud tersendiri yaitu untuk memudahkan Belanda dalam mengontrol segala perkembangan yang terjadi di dalam
kraton. Letak benteng yang hanya satu jarak tembak meriam dari kraton dan lokasinya yang menghadap ke jalan utama menuju kraton menjadi
indikasi bahwa fungsi benteng dapat dimanfaatkan sebagai benteng strategi, intimidasi, penyerangan dan blokade. Dengan kata lain bahwa
berdirinya benteng tersebut dimaksudkan untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu Sultan mengkhianati Belanda dan berubah memusuhi
Belanda. Pada tanggal 31 Desember 1799 kantor dagang Belanda di India
Timur mengalami kebangkrutan. Maka dari itu benteng berada dalam
30
kekuasaan
Bataavsche Republiek
Republik Bataf di bawah Gubernur Van den Berg hingga tahun 1807. Namun tidak lama kemudian pada tahun
1811 diambil alih oleh
Koninklijk Holland
Kerajaan Belanda di bawah Gubernur Daendels. Hal ini karena Napoleon Bonaparte diangkat sebagai
kaisar Perancis, sedangkan Louis Napoleon diangkat sebagai raja Belanda yang waktu itu menjadi jajahan Perancis Suharja, 2011:25. Dalam upaya
mewujudkan kekuatan
politik Eropa,
Daendels memerintahkan
pembangunan rumah Residen. Residen diubah menjadi
minister
sebagai wakil pemerintahan Belanda. Lokasi yang dipilih untuk pembangunan
rumah bagi
minister
adalah berada di depan benteng
Rustenburg
. Pasukan yang berada di dalam benteng
Rustenburg
memiliki tugas untuk menjaga keselamatan
minister
. Di bidang pertahanan, Daendels juga memperkuat posisi pasukan.
Benteng Rustenburg yang terbuat dari kayu tidak lagi layak untuk menjadi simbol kekuatan militer pemerintahan Belanda, sehingga benteng diubah
menjadi bangunan batu dengan bentuk segi empat. Pada setiap sudutnya dibangun sebuah kubu tempat penjagaan para petugas jaga dengan lubang
menembak. Bangunan benteng dibuat lebih tinggi dan lebih tebal, hal ini difungsikan untuk bisa mengawasi lingkungan sekitar benteng dan juga
mengawasi kompleks kraton Yogyakarta. Benteng Rustenburg mengalami perkembangan yang cukup pesat, dan pada tahun 1867 di Yogyakarta
mengalami gempa bumi sehingga benteng memerlukan perbaikan. Setelah
31
pemugaran selesai oleh Daendels nama benteng
Rustenburg
dirubah menjadi benteng
Vredeburg
benteng perdamaian.
B. Perkembangan Benteng Vredeburg dari Masa ke Masa