PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI NILAI MATA UANG RUPIAH MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DI KELAS IV C SD NEGERI 1 SURABAYA KECAMATAN KEDATON BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI NILAI MATA UANG RUPIAH MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE JIGSAW DI KELAS IV C SD NEGERI 1 SURABAYA KECAMATAN KEDATON

BANDAR LAMPUNG Oleh

HABSOH

Berdasarkan hasil observasi awal pembelajaran matematika di kelas IV C SD Negeri 1 Surabaya Kecamatan Kedaton Bandar Lampung diketahui bahwa rata-rata hasil belajar siswa masih rendah yaitu berkisar dibawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditentukan sekolah (65).

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Adapun prosedur dalam penelitian ini ada 2 siklus dengan empat langkah kegiatan yaitu perencanaan,, pelaksanaan, observasi dan refleksi. Pengumpulan data aktivitas siswa menggunakan lembar aktivitas belajar dan pengumpulan data nilai siswa menggunakan lembar hasil tes belajar siswa. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan analisis data kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunaan Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar dan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata aktivitas belajar siswa pada siklus I yaitu 50,86 meningkat 24,54 point menjadi 75,40. Hasil belajar siswa pada Siklus I mencapai nilai rata-rata 66,33 dengan ketuntasan belajar mencapai 66,67% mengalami peningkatan nilai sebesar 18,84 poin menjadi 85,17 dengan ketuntasan belajar 100% pada Siklus II.

Kata kunci : Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, Matematika, Aktivitas Belajar, Hasil Belajar


(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini, memberikan dampak yang sangat luas disegala aspek kehidupan, terutama dalam bidang pendidikan termasuk didalamnya perkembangan model pembelajaran yang terus diarahkan pada peningkatan prestasi siswa. Dari beberapa hasil penelitian tentang faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa diperoleh informasi bahwa disamping kemampuan dasar siswa, faktor stimulasi peran guru, dengan menggunakan model pembelajaran yang sesuai memiliki keterkaitan yang kuat dengan pengalaman belajar yang merupakan proses kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Proses pembelajaran yang baik seharusnya dapat menumbuhkan kegiatan belajar pada diri siswa agar tingkah laku mereka berubah. Proses tersebut bukan hanya terjadi melalui pemberian informasi atau pengetahuan dari guru kepada siswa, melainkan melalui komunikasi timbal balik antara guru dengan siswa. Dalam komunikasi timbal balik itu siswa diberi kesempatan untuk terlibat aktif dalam belajar baik mental, intelektual, emosional maupun fisik agar mampu mencari dan menemukan pengetahuan, sikap, dan keterampilan.


(3)

Selanjutnya kemampuan-kemampuan itu diharapkan dapat membentuk kepribadiannya yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (Sumiati dan Asra, 2009:138).

Model pembelajaran merupakan sarana interaksi guru dengan siswa di dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan demikian yang perlu diperhatikan adalah ketepatan dalam memilih model pembelajaran sehingga sesuai dengan tujuan, jenis dan sifat materi yang diajarkan. Kemampuan guru dalam memahami dan melaksanakan model pembelajaran tersebut sangat berpengaruh terhadap hasil yang dicapai. Ketidak tepatan menggunakan suatu model pembelajaran dapat menimbulkan kebosanan, kurang dipahami dan monoton sehingga mengakibatkan sikap yang acuh terhadap pelajaran matematika. Masalah ini seringkali menghambat dalam pembelajaran. Selain yang telah dikemukakan di atas kurang tepatnya pemilihan metode mengajar serta minat siswa akan mempengaruhi hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

Berdasarkan hasil observasi awal penulis di kelas IV C SDN 1 Surabaya Kecamatan Kedaton Bandar Lampung pada materi penulisan nilai mata uang rupiah menunjukkan bahwa 6 (20%) siswa dari 30 siswa menguasai secara tuntas, 10 siswa (33,33%) dari 30 siswa agak menguasai,dan 14 siswa (46,67%) dari 30 siswa kurang menguasai, pada hal pada pembelajaran matematika sehari-hari guru sudah menjelaskan secara lisan, ditulis di papan tulis, memberi contoh, bahkan memberikan soal-soal latihan tentang perhitungan nilai mata uang dan rupiah, dan juga siswa sudah diberi kesempatan untuk bertanya ketika guru mengajar, namun sedikit sekali


(4)

mereka yang mengajukan pertanyaan. Ketika guru balik bertanya hanya beberapa siswa yang dapat menjawab pertanyaan guru dengan benar, itu pun karena siswa tersebut memang pandai di kelasnya. Rendahnya penguasaan materi besar kemungkinan dikarenakan guru kurang tepat dalam memilih model pembelajaraan.

Untuk mengatasi masalah tersebut di atas, penulis termotivasi melakukan penelitian tindakan kelas dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam rangka meningkatkan hasil belajar siswa. Kelebihan pembelajaran ini adalah mengaktifkan siswa dan membuat suasana belajar lebih menyenangkan sehingga diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika. Pada model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa dilatih bekerjasama, saling toleransi terhadap pendapat teman dan bertanggung jawab terhadap materi yang ditugaskan guru. Proses pembelajaran yang terjadi berpusat pada siswa sehingga pembelajaran ini lebih memotivasi siswa untuk aktif menyelesaikan tugas belajar dan diharapkan prestasi belajar siswa meningkat.

1.2 Identifikasi Masalah

Masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Rendahnya aktivitas belajar matematika siswa kelas IV C SDN 1 Surabaya 2. Rendahnya hasil belajar matematika kelas IV C SDN 1 Surabaya

3. Pembelajaran yang digunakan masih cenderung berpusat pada guru dan kurang mengaktifkan siswa.


(5)

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika pada pokok bahasan Nilai Mata Uang Rupiah siswa kelas IV C SD Negeri 1 Surabaya tahun pelajaran 2012/2013 ? 2. Apakah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat meningkatkan

hasil belajar matematika pada pokok bahasan Nilai Mata Uang Rupiah siswa kelas IV C SD Negeri 1 Surabaya tahun pelajaran 2012/2013 ?

1.4Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa kelas IV C pada pokok bahasan Nilai Mata Uang Rupiah di SD Negeri 1 Surabaya tahun pelajaran 2012/2013 melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

2. Meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas IV C pada pokok bahasan Nilai Mata Uang Rupiah di SD Negeri 1 Surabaya tahun pelajaran 2012/2013 melalui model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian tindakan kelas ini adalah:

1. Sekolah, sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa khususnya pada mata pelajaran matematika.


(6)

2. Guru, sebagai bahan pemilihan dan pertimbangan guru dalam memilih model pembelajaran yang sesuai dalam proses belajar mengajar khususnya di SDN 1 Surabaya Kecamatan Kedaton Bandar Lampung.

3. Siswa, menambah daya tarik siswa terhadap mata pelajaran matematika dan meningkatkan kemudahan pemahaman konsep matematika khususnya pada pokok bahasan Nilai Mata Uang Rupiah.

4. Peneliti, menambah wawasan dan pengetahuan tentang penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada pelajaran matematika.


(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Matematika di Sekolah Dasar

Matematika merupakan satu bidang studi yang diajarkan di Sekolah Dasar. Seorang guru SD yang akan mengajarkan matematika kepada siswanya, hendaknya mengetahui dan memahami objek yang akan di ajarkannya. Kata matematika berasal dari perkataan latin mathematika yang mulanya diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan itu mempunyai asal kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar atau berpikir. Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar).

Matematika lebih menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari hasil eksperiman atau hasil observasi. Matematika terbentuk karena pikiran-pikiran manusia, yang berhubungan dengan ide, proses, dan penalaran Russefendi (Suwangsih, 2006:3)


(8)

Matematika merupakan suatu pelajaran yang tersusun secara beraturan, logis, berjenjang dari yang paling mudah hingga yang paling rumit. Dengan demikian, pelajaran matematika tersusun sedemikian rupa sehingga pengertian terdahulu lebih mendasari pengertian berikutnya.

Beberapa pegertian matematika menurut para ahli yaitu :

1. Menurut H.W. Fowler dalam Pandoyo (1997:1) matematika merupakan mata pelajaran yang bersifat abstrak, sehingga dituntut kemampuan guru untuk dapat mengupayakan metode yang tepat sesuai dengan tingkat perkembangan mental siswa.

2. Russefendi (Murniati, 2003:46) menyatakan bahwa matematika itu terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan, defenisi-defenisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil, di mana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum.

3. Paling (1982) dalam Abdurrahman (1999:252) mengemukakan bahwa ide manusia tentang matematika berbeda-beda, tergantung pada pengalaman dan pengetahuan masing-masing.

4. Reys (Murniati, 2007:46) dalam bukunya mengatakan bahwa matematika adalah telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berfikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat.

5. Berdasarkan etimologis, Tinggih (Suherman, dkk., 2003:16) mengemukakan bahwa matematika berarti ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar.


(9)

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulakan bahwa Matematika adalah suatu disiplin ilmu untuk memperoleh pengetahuan dalam memahami arti dari struktur-struktur, hubungan-hubungan, simbol-simbol yang ada dalam materi pelajaran matematika sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku pada diri siswa.

Tujuan pembelajaran matematika di SD dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan Depdiknas 2006 SD adalah sebagai berikut :

1. memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algortima, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah

2. menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3. memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirikan solusi yang diperoleh,

4. mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5. memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika, sifat ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Selain tujuan umum yang menekankan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa serta memberikan tekanan pada ketrampilan dalam penerapan matematika juga memuat tujuan khusus matematika SD yaitu: (1) menumbuhkan dan mengembangkan ketrampilan berhitung sebagai latihan dalam kehidupan sehari-hari, (2) menumbuhkan kemampuan siswa, yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan matematika, (3) mengembangkan kemampuan dasar matematika sebagai bekal belajar lebih lanjut, (4) membentuk sikap logis, kritis, cermat, kreatif dan disiplin.


(10)

Ruang lingkup materi matematika sekolah dasar yaitu : (1) bilangan, (2) geomteri, (3) pengolahan data Cakupan bilangan antara lain bilangan dan angka, perhitungan dan perkiraan. Cakupan geometri antara lain bangun dua dimensi, tiga dimensi, tranformasi dan simetri, lokasi dan susunan berkaitan dengan koordinat. Cakupan pengukuran berkaitan dengan petbandingan kuantitas suaru obyek, penggunaan satuan ukuran dan pengukuran. (Depdiknas, 2006.)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar matematika pada hakekatnya adalah suatu proses untuk memperoleh pengetahuan dalam memahami arti dari struktur-struktur, hubungan-hubungan, simbol-simbol yang ada dalam materi pelajaran matematika sehingga menyebabkan perubahan tingkah laku pada diri siswa. Dalam rangka mewujudkan tujuan di atas dilaksanakan pembelajaran matematika dengan menggunakan berbagai metode dan model pembelajaran. Model pembelajaran yang dapat digunakan antara lain model pembelajaran langsung, model pembelajaran kooperatif dan model pembelajaran berbasis masalah. Pada penelitian ini penulis menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

2.2 Belajar

1.2.1 Pengertian Belajar

Slameto (1988: 2), mengemukakan definisi belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya.

Definisi lain dikemukakan oleh Winkel (1984: 136) bahwa belajar adalah suatu aktifitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan


(11)

lingkungan yang menghasilkan pengetahuan-pengetahuan, ketrampilan, nilai dan sikap serta perubahan itu bersifat relative konstan dan berbekas.

Menurut Hamalik (2001: 27) belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Pendapat lain dikemukakan oleh Sudjana (1991: 5) bahwa belajar adalah suatu perubahan yang relatif permanen dalam suatu kecenderungan tingkah laku sebagai hasil dari praktek atau latihan.

Belajar dianggap sebagai proses mendapatkan pengalaman dan latihan. Higgard dan Sanjaya (2007 : 53) mengatakan bahwa belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur, baik latihan di dalam laboratorium maupun di lingkungan alamiah. Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku.

Berdasarkan beberapa definisi belajar di atas maka dapat dirumuskan definisi belajar yaitu proses perubahan tingkah laku yang dialami oleh individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Perubahan yang terjadi dapat berupa perubahan-perubahan dalam kebiasaan (habit), kecakapan-kecakapan (skill), atau dalam ketiga aspek yakni pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan dasar (Psikomotor).

2.2.2 Aktivitas Belajar

Aktivitas merupakan segala kegiatan yang dilakukan siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Sardiman (2007:100) aktivitas belajar adalah aktivitas yang berupa fisik dan mental. Sejalan dengan itu, Dimyati dan Mudjiono


(12)

(2006:236) mengemukan bahwa dalam kegiatan belajar, kedua aktivitas itu saling berkaitan, aktivitas belajar dialami oleh siswa sebagai suatu proses, yaitu merupakan kegiatan mental mengolah bahan belajar atau pengalaman. Menurut Kunandar (2008:277) aktivitas adalah keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perhatian dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan tersebut. Peningkatan aktivitas siswa yaitu meningkatnya jumlah siswa yang terlibat aktif belajar, meningkatnya jumlah siswa yang saling berinteraksi membahas materi pelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa aktivitas adalah segala keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, mental,pikiran, perhatian dan keaktifan yang menimbulkan adanya interaksi selama proses pembelajarn berlangsung. Aktivitas dan interaksi yang timbul dari siswa akan mengakibatkan terbentuknya pengetahuan, sikap dan keterampilan.

2.2.3 Hasil Belajar

Hasil belajar pada hakekatnya adalah sebuah bentuk rumusan perilaku sebagaimana yang tercantum dalam pembelajaran yaitu tentang penugasan terhadap materi pembelajaran, maka hasil belajar dapat diartikan sebagai taraf kemampuan actual yang berupa perubahan tingkah laku dalam diri individu yang bersifat terukur yaitu berupa penugasan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap yag dicapai oleh peserta didik sebagai hasil dari apa yang dipelajari di sekolah. Hasil belajar diperoleh pada akhir proses pembelajaran dan berkaitan dengan kemampuan siswa dalam menyerap atau memahami suatu bahan yang telah diajarkan.


(13)

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:3), hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Sementara itu Nana Sudjana (1995:22 ) mengemukakan bahwa hasil belajar matematika adalah kemampuan–kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia memperoleh pengalaman belajarnya.

Gagne dan Briggs (1978:49-55) menerangkan bahwa hasil belajar berkaitan dengan lima kategori yaitu : (1) ketrampilan intelektual adalah kecakapan yang berkenaan dengan pengetahuan prosedural yang terdiri atas deskriminasi jamak, konsep konkret dan terdefinisi kaidah serta prinsip, (2) strategi kognitif adalah kemampuan untuk memecahkan masalah–masalah baru dengan jalan mengatur proses internal masing-masing individu dalam memperlihatkan, mengingat dan berfikir, (3) informasi verbal adalah kemampuan untuk mendiskripsikan sesuatu dengan kata-kata dengan jalan mengatur informasi–informasi yang relevan, (4) ketrampilan motorik adalah kemampuan untuk melaksanakan dan mengkoordinasikan gerakan–gerakan yang berhubungan dengan otot, (5) sikap merupakan kemampuan internal yang berperan dalam mengambil tindakan untuk menerima atau menolak berdasarkan penilaian terhadap obyek tersebut.

Menurut Bloom (1976:201-207) hasil belajar dibagi menjadi 3 ranah yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Kognitif berkenaan dengan ingatan atau pengetahuan, afektif menggambarkan sikap atau minat, psikomotor adalah kemampuan–kemampuan menggiatkan dan mengkoordinasikan gerak.

Cara mengukur hasil belajar yang selama ini digunakan adalah dengan memberikan tes-tes, yang biasa disebut dengan ulangan. Tes dibagi menjadi dua yaitu: tes formatif dan tes sumatif. Tes formatif adalah tes yang diadakan sebelum atau selama pelajaran berlangsung, sedangkan tes sumatif adalah tes yang diselenggarakan pada saat keseluruhan kegiatan belajar mengajar, tes sumatif merupakan ujian akhir semester.


(14)

Berdasarkan pandangan-pandangan dari para ahli tersebut diatas maka yang dimaksud dengan hasil belajar matematika dalam penelitian ini adalah hasil dari seorang siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar matematika yang diukur dari kemampuan siswa tersebut dalam menyelesaikan suatu permasalahan matematika.

2.3 Model Pembelajaran Matematika di SD

Model pembelajaran meliputi suatu model pembelajaran yang luas dan menyeluruh. Konsep model pembelajaran lahir dan berkembang dari para pakar psikologi dengan pendekatan dalam setting eksperimen yang dilakukan. Terdapat beberapa pendekatan pembelajaran yang dikembangkan oleh Joyce dan Weil dalam penjelasan dan pencatatan tiap-tiap pendekatan dikembangkan suatu sistem penganalisisan dari sudut dasar teorinya, tujuan pendidikan, dan perilaku guru dan siswa yang diperlukan untuk melaksanakan pendekatan itu agar berhasil.

Lebih lanjut Ismail (2003:16) menyebutkan bahwa istilah model pembelajaran mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode tertentu yaitu:

 rasionalteoritik yang legis yang disusun oleh penciptanya  tujuan pembelajaran yang hendak dicapai

 tingkah laku me·ngajar yang diperlukan agar modeltersebut berhasil  lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran tercapai

Ada beberapa model pembelajaran matematika antara lain: 1. Model Penemuan Terbimbing

Sebagai suatu model pembelajaran dari sekian banyak model pembelajaran yang ada, penemuan terbimbing menempatkan guru sebagai


(15)

fasilitator, guru membimbing siswa di mana ia diperlukan. Dalam model ini, siswa didorong untuk berpikir sendiri, menganalisis sendiri, sehingga dapat menemukan prinsip umum berdasarkan bahan atau data yang telah disediakan guru. Sampai seberapa jauh siswa dibimbing, tergantung pada kemampuannya dan materi yang sedang dipelajari. Dengan model ini, siswa dihadapkan kepada situasi di mana ia bebas menyelidiki dan menarik kesimpulan.

2. Model Pemecahan Masalah

Sebagian besar ahli pendidikan Matematika menyatakan bahwa masalah merupakan pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Mereka juga menyatakan bahwa tidak semua pertanyaan otomatis akan menjadi masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan dengan suatu prosedur rutin yang sudah diketahui si pelaku tantangan yang tidak dapat dipecahkan dengan suatu prosedur rutin yang sudah diketahui si pelaku.

3. Model Pembelajaran Kooperatif

Secara sederhana cooperative learning atau belajar secara kooperatif adalah penempatan beberapa siswa dalam kelompok kecil dan memberikan mereka sebuah atau beberapa tugas.

4. Model Pembelajaran Kontekstual

Model Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran matematika yang kontekstual atau realistik telah berkembang di negara-negara lain dengan berbagai nama. Di Belanda dengan nama RME (Realistic Mathematics


(16)

Education), di Amerika dengan nama CTL (Contextual Teaching Learning in Mathematics). Gagasan RME muncul sebagai jawaban terhadap adanya gerakan matematika modern di Amerika Serikat dan praktek pembelajaran matematika yang terlalu mekanistik di Belanda. 5. Model Pengajaran Langsung.

Muhammad Nur (2000: 12) menyebutkan bahwa pembelajaran langsung khusus dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan prosedural dan pengetahuan deklaratif, yang dapat diajarkan dengan pola selangkah demi selangkah. Lebih lanjut disebutkan pula, pengetahuan deklaratif (yang dapat diungkapkan dengan kata-kata) adalah pengetahuan tentang sesuatu , sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu.

2.4 Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan gender.

Model pembelajaran kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.

Menurut Sugandi (2002:14) Pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok karena dalam belajar kooperatif ada tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat saling ketergantungan efektif diantara anggota.


(17)

Rosalin, (2008:111) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pemberian tugas, dan rasa senasib. Dengan dilatih dan dibiasakan memanfaatkan kenyataan itu, belajar berkelompok secara kooperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas dan tanggung jawab.

Senada dengan pendapat di atas Anita Lie dalam Cooperative Learning (2007) menyatakan model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok serta di dalamnya menekankan kerjasama. Tujuan model pembelajaran kooperatif adalah hasil belajar akademik siswa meningkat dan siswa dapat menerima berbagai keragaman dari temannya serta mengembangkan keterampilan sosial.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan guru di sekolah sesuai dengan tuntutan materi pelajaran yang mengandung unsur kerjasama antara siswa dalam melakukan kerja kelompok dan siswa dilatih serta dibiasakan untuk saling berbagi pengetahuan, pengalaman, tugas serta tanggungjawab, sehingga timbul rasa saling ketergantungan positif diantara sesama siswa.

Unsur-unsur dasar cooperative learning menurut Ibrahim (dalam Miyandari, 2005:12) adalah sebagai berikut:

 Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup sepenanggungan bersama”

 Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri

 Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang yang sama

 Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya

 Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok

 Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya

 Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif


(18)

Pembelajaran yang menggunakan model kooperatif menurut Ibrahim (dalam Miyandari, 2005:13) dapat memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

 Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya

 Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah

 Apabila mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda

 Penghargaan lebih berorientasi kelompok daripada individu.

Proses pembelajaran kooperatif menggunakan 6 langkah atau tahapan yang pelaksanaannya bervariasi tergantung pada pendekatan atau model yang digunakan. Enam langkah tersebut terangkum dalam tabel di bawah ini : Tabel 2.1 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tindakan Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Fase 2

Menyampaikan informasi

Fase 3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Fase 5 Evaluasi

Fase 6

Memberikan Penghargaan

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok


(19)

(Sumber: Ibrahim dalam Miyandari, 2005:13)

Ada bermacam-macam model pembelajaran kooperatif menurut Arends, Abdurrahman dan Bintoro (dalam Nurhadi dkk, 2004:64) yaitu, Model STAD (Student Teams Achievement Divisions), Model Jigsaw, Model GI (Group Investigation) dan Model Struktural.

2.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).

Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4–6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.

Jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap


(20)

memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya yang lain. Dengan demikian, “siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan” (Lie, A., 1994).

Para anggota dari tim-tim yang berbeda dengan topik yang sama bertemu untuk diskusi (tim ahli) saling membantu satu sama lain tentang topic pembelajaran yang ditugaskan kepada mereka. Kemudian siswa-siswa itu kembali pada tim / kelompok asal untuk menjelaskan kepada anggota kelompok yang lain tentang apa yang telah mereka pelajari sebelumnya pada pertemuan tim ahli.

Pada model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.

Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut (Arends, 1997)


(21)

Kelompok Ahli

Gambar.1 Ilustrasi Kelompok Jigsaw

Langkah-langkah dalam penerapan teknik Jigsaw adalah sebagai berikut :  Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap

kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG).

Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh disebut kelompok Jigsaw (gigi gergaji). Misal suatu kelas dengan jumlah 40


(22)

siswa dan materi pembelajaran yang akan dicapai sesuai dengan tujuan pembelajarannya terdiri dari 5 bagian materi pembelajaran, maka dari 40 siswa akan terdapat 5 kelompok ahli yang beranggotakan 8 siswa dan 8 kelompok asal yang terdiri dari 5 siswa. Setiap anggota kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah diperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.

Gambar 2. Contoh Pembentukan Kelompok Jigsaw

 Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.


(23)

 Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.

 Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.

 Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan Jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Dalam pelaksanaan pembelajaran di sekolah tidaklah selalu berjalan dengan mulus meskipun rencana telah dirancang sedemikian rupa. Hal-hal yang dapat menghambat proses pembelajaran terutama dalam penerapan model pembelajaran Cooperative Learning diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Kurangnya pemahaman guru mengenai penerapan pembelajaran Cooperative Learning.

2. Jumlah siswa yang terlalu banyak yang mengakibatkan perhatian guru terhadap proses pembelajaran relatif kecil sehingga yang hanya segelintir orang yang menguasai arena kelas, yang lain hanya sebagai penonton. 3. Kurangnya sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran

Cooperative Learning.

4. Kurangnya buku sumber sebagai media pembelajaran.

5. Terbatasnya pengetahuan siswa akan sistem teknologi dan informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.

Agar pelaksanaan pembelajaran Cooperative Learning dapat berjalan dengan baik, maka upaya yang harus dilakukan adalah sebagai berikut :


(24)

1. Guru senantiasa mempelajari teknik-teknik penerapan model pembelajaran Cooperative Learning di kelas dan menyesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.

2. Pembagian jumlah siswa yang merata, dalam artian tiap kelas merupakan kelas heterogen.

3. Diadakan sosialisasi dari pihak terkait tentang teknik pembelajaran Cooperative Learning.

4. Meningkatkan sarana pendukung pembelajaran terutama buku sumber. 5. Mensosialisasikan kepada siswa akan pentingnya sistem teknologi dan

informasi yang dapat mendukung proses pembelajaran.

Adapun kelebihan pendekatan kooperatif model jigsaw adalah sebagai berikut: 1. Cocok untuk semua kelas/tingkatan;

2. Bisa digunakan dalam pengajaran membaca, menulis, mendengarkan, atau berbicara. Juga dapat digunakan dalam beberapa mata pelajaran;

3. Belajar dalam suasana gotong-royong mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

Sedangkan kekurangan pendekatan kooperatif model jigsaw adalah sebagai berikut:

1. Membutuhkan lebih banyak waktu; 2. Membutuhkan pengajar yang kreatif


(25)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Setting

3.1.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 1 Surabaya yang terletak di jalan Danau Towuti Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap Tahun Pelajaran 2012/2013 selama empat bulan.

3.1.2 Subjek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas IV C SDN 1 Surabaya Kecamatan Kedaton Kota Bandar Lampung dengan siswa sebanyak 30 orang terdiri dari 14 orang laki-laki dan 16 orang perempuan. Bila dilihat dari sudut prestasi akademik, siswa di kelas ini dapat dibagi ke dalam tiga karakter, yaitu 8 siswa berprestasi, 10 siswa sedang, dan 12 siswa kurang berprestasi. Salah satu alasan peneliti memilih kelas ini adalah guna mengurangi jumlah siswa yang kurang berprestasi.

3.1.3 Teknik dan Alat Pengumpul Data

Teknik dan alat pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah observasi dan tes, yaitu :

1) Observasi : digunakan untuk mendapatkan data tentang aktivitas dan kinerja guru selama pembelajaran berlangsung.


(26)

2) Tes digunakan untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa. Tes akan dikerjakan siswa secara individual setelah mempelajari materi. Tes akan dilaksanakan pada akhir pembelajaran setiap siklus, menggunakan soal-soal tes.

3.1.4 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber, yakni siswa dan guru, yaitu:

1) Siswa: untuk mendapatkan data tentang aktivitas dan hasil belajar siswa dalam proses pembelajaran.

2) Guru : untuk melihat tingkat keberhasilan implementasi pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam proses pembelajaran. 3) Data dokumen

Data dokumen berupa data awal nilai hasil tes sebelum dilakukan tindakan.

3.1.5 Tehnik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan adalah :

1) Analisis Kualitatif

Data kualitatif diperoleh dari hasil observasi dengan menggunakan lembar pengamatan aktivitas siswa pada saat pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.


(27)

Adapun rumus yang digunakan adalah : R

NP = --- SM

Keterangan :

NP = Nilai persen yang dicari atau diharapkan R = Skor mentah yang diperoleh siswa

SM = Skor maksimum ideal dari tes yang bersangkutan

2) Analisis Kuantitatif

Data kuantitatif diwujudkan dengan hasil belajar berupa nilai yang diperoleh dari pembelajaran matematika yang telah dilaksanakan dan dianalisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dengan menentukan mean/ rerata untuk setiap siklus. Adapun penyajian data kuantitatif dipaparkan sebagai berikut:

̅

Keterangan:

̅ = nilai rata-rata yang dicari ∑x = Jumlah nilai

n = Jumlah aspek yang dinilai Diadopsi dari Muncarno (2004:15)

Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal digunakan rumus sebagai berikut :


(28)

Analisis ini dilakukan pada saat tahapan refleksi. Hasil analisis ini digunakan untuk melakukan perencanaan lanjut dalam siklus selanjutnya, sebagai bahan refleksi dalam memperbaiki rancangan pembelajaran (aqib,dkk 2009:41). Kriteria Tingkat keberhasilan Belajar Siswa dalam %, adalah sebagai berikut:

1. > 80% = Sangat tinggi 2. 60-79 % = Tinggi 3. 40-59 % = Sedang 4. 20-39 = Rendah

5. < 20 % = Sangat Rendah (Sumber : Aqib,dkk 2009:41)

3.1.6 Indikator Keberhasilan Tindakan

Penerapan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran dikatakan berhasil jika :

1) Persentase siswa aktif meningkat setiap siklusnya.

2) Adanya peningkatan rata-rata nilai siswa setiap siklusnya

3) Tingkat keberhasilan belajar siswa secara klasikal mencapai 75 % ke atas atau masuk kategori tinggi.


(29)

Penelitian direncanakan sebanyak 2 siklus, dengan masing-masing siklus 2 kali pertemuan (2 x 35 menit). Setiap siklus akan dilaksanakan tes tertulis untuk melihat tingkat ketercapaian dari kemampuan pemahaman siswa. Sesuai dengan karakteristik PTK, penelitian ini akan dilaksanakan dalam 2 siklus. Dalam setiap siklus terdapat empat tahapan kegiatan, diantaranya: 1) Perencanaan, 2) Pelaksanaan, 3) pengamatan (observasi), dan 4) refleksi. Secara lebih detail, prosedur kerja penelitian disajikan dalam diagram alur PTK menurut Suharsimi Arikunto, Suharjono dan Supardi (2006:74) sebagai berikut :

Gambar 3. Siklus PTK (Arikunto,Suharjono dan Supardi, 2006:74) Siklus I


(30)

Pertemuan 1

1. Tahap Perencanaan

a. Menetapkan materi bahan ajar dalam pembelajaran yaitu “mengidentifikasi mata uang”

b. Membuat rencana perbaikan pembelajaran yang mengacu pada kurikulum.

c. Menyiapkan media pembelajaran yaitu gambar-gambar uang d. Menyiapkan instrument penelitian/lembar pengamatan untuk

mengamati kegiatan guru dan siswa selama proses pembelajaran berlangsung.

e. Menyusun LKK (lembaran kerja kelompok)

f. Menyusun lembar evaluasi tes awal (pre test) dan tes akhir (post test), yaitu bentuk tes essai untuk setiap siklus.

2. Tahap Pelaksanaan Kegiatan Awal :

a. Guru mengecek kesiapan siswa dalam memulai pembelajaran. b. Guru melakukan tes awal (pre test) untuk mengetahui

pengetahuan awal siswa sebelum pembelajaran.

c. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan.

d. Apersepsi, guru menanyakan berapa uang jajan yang di bawa siswa hari ini?


(31)

a. Guru meminta siswa mengamati gambar uang dalam berbagai macam nilai yang berbeda

b. Guru membagi kelompok menjadi 5 kelompok yang terdiri 5-6 orang dengan kemampuan yang berbeda.

c. Siswa diminta mencabut nomor untuk menentukan materi mana yang harus dikuasainya.

Nomor 1 : Mata Uang 100 dan 200 rupiah Nomor 2 : Mata Uang 500 dan 1000 rupiah Nomor 3 : Mata Uang 2000 dan 5000 rupiah Nomor 4 : Mata Uang 10.000 dan 20.000 rupiah Nomor 5 : Mata Uang 50.000 dan 100.000 rupiah

d. Siswa yang mempunyai nomor yang sama (materi yang sama) berkumpul berdiskusi untuk menguasai materi yang ditugaskan kepada mereka, dan menyusun strategi untuk menyampaikan kepada temannya kelompok ini disebut kelompok ahli.

e. Siswa ahli tiap topik kembali kedalam kelompok asal dan menerangkan kepada siswa pada kelompok asalnya dengan cara yang bergantian (Kelompok asal ini yang disebut kelompok Jigsaw) kemudian mengerjakan soal LKS.

f. Setiap kelompok melakukan persentasi di muka kelas dan kelompok lain menanggapi

g. Guru memberikan penguatan atas hasil yang telah disampaikan. h. Guru memberikan kesempatan untuk bertanya mengenai materi


(32)

Kegiatan Penutup

a. Pada tahap selanjutnya, siswa diberi tes akhir (post test) untuk dikerjakan secara individu, hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penguasaan materi pembelajaran.

b. Perhitungan skor kelompok.

3. Observasi

Observasi dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Observasi ini mencakup beberapa aspek yang diamati yaitu kompetensi guru menyampaikan materi dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung menggunakan lembar observasi.

4. Refleksi

Berdasarkan data hasil observasi dan evaluasi selanjutnya diadakan analisis data sebagai bahan kajian pada kegiatan refleksi. Analisis dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang telah dicapai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya (indikator keberhasilan). Refleksi dilaksanakan setelah siklus I dilaksanakan, gunanya menjelaskan temuan-temuan yang menjadi masalah atau kendala dalam tahap pelaksanaan pembelajaran matematika menggunakan model kooperatif tipe jigsaw.


(33)

Temuan-temuan tersebut, dijadikan pertimbangan dalam menyusun rencana pembelajaran berikutnya (siklus 2).

Siklus II

1. Tahap Perencanaan

a. Menetapkan materi bahan ajar dalam pembelajaran yaitu Nilai Mata Uang Rupiah

b. Membuat rencana perbaikan pembelajaran yang mengacu pada kurikulum dengan memperhatikan hasil refleksi siklus I. c. Menyiapkan media pembelajaran yaitu uang kertas dan uang

logam

d. Menyiapkan instrument penelitian/lembar pengamatan untuk mengamati kegiatan guru dan siswa selama proses

pembelajaran berlangsung.

e. Menyusun LKK (lembaran kerja kelompok)

f. Menyusun lembar evaluasi yaitu bentuk tes essai untuk setiap siklus.

2.Pelaksanaan Kegiatan Awal :

a. Guru mengecek kesiapan siswa dalam memulai pembelajaran. b. Tanya jawab dengan siswa tentang materi yang dipelajari


(34)

c. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang akan dilaksanakan dan penyampaian apersepsi.

Kegiatan Inti

a. Guru menjelaskan materi tentang “Masalah yang melibatkan mata uang Rupiah”

b. Guru membagi kelompok menjadi 5 kelompok yang terdiri 5-6 orang dengan kemampuan yang berbeda.

c. Siswa diminta mencabut nomor untuk menentukan materi mana yang harus dikuasainya.

Nomor 1 : Masalah yang melibatkan mata uang 100 dan 200 rupiah

Nomor 2 : Masalah yang melibatkan mata uang 500 dan 1000 rupiah

Nomor 3 Masalah yang melibatkan mata uang 2000 dan 5000 rupiah

Nomor 4 : Masalah yang melibatkan mata uang 10.000 dan 20.000 rupiah

Nomor 5 : Masalah yang melibatkan mata uang 50.000 dan 100.000 rupiah

d. Siswa yang mempunyai nomor yang sama (materi yang sama) berkumpul berdiskusi untuk menguasai materi yang ditugaskan kepada mereka, dan menyusun strategi untuk menyampaikan kepada temannya kelompok ini disebut kelompok ahli.


(35)

e. Siswa ahli tiap topik kembali kedalam kelompok asal dan menerangkan kepada siswa pada kelompok asalnya dengan cara yang bergantian (Kelompok asal ini yang disebut kelompok Jigsaw) kemudian mengerjakan soal LKS.

f. Setiap kelompok melakukan persentasi di muka kelas dan kelompok lain menanggapi

g. Guru memberikan penguatan ats hasil yang telah disampaikan Guru memberikan kesempatan untuk bertanya mengenai materi yang belum dimengerti.

Kegiatan Penutup

a. Pada tahap selanjutnya, siswa diberi tes akhir (post test) untuk dikerjakan secara individu, hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penguasaan materi pembelajaran.

b. Perhitungan skor kelompok.

c. Guru memberikan reward pada kelompok yang berhasil dengan nilai yang baik dan memotivasi kelompok yang nilai masih dibawah ketuntasan minimal (KKM).

3. Observasi

Observasi dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Observasi ini mencakup beberapa aspek yang diamati yaitu kompetensi guru menyampaikan materi dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung menggunakan lembar observasi.


(36)

4. Refleksi

Berdasarkan data hasil observasi dan evaluasi selanjutnya diadakan analisis data sebagai bahan kajian pada kegiatan refleksi. Analisis dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang telah dicapai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya (indikator keberhasilan). Pada kegiatan refleksi yang menjadi acuan keberhasilan yaitu apakah dalam proses pembelajaran tersebut tujuan dan kompetensi dasar sudah dicapai, bagaimana hasil dari proses pembelajaran sudah berjalan dengan baik, bagaimana respon siswa terhadap proses pembelajaran tersebut dan sebagainya. Kemudian mengumpulkan hasil data untuk diolah dan disusun dalam laporan penelitian tindakan kelas ini.


(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan temuan dalam penelitian mengenai model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar di kelas IV C SDN 1 Surabaya Kecamatan Kedaton Bandar Lampung pada pokok bahasan Nilai Mata Uang Rupiah dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata pelajaran matematika dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IVC SD Negeri 1 Surabaya, hal ini sesuai dengan pengamatan observer yang telah dilakukan pada siswa mulai dari siklus I sampai Siklus II dan terjadi peningkatan disetiap siklusnya yaitu rata-rata siklus I 50,86 meningkat 12,66 pada siklus II rata-rata menjadi 75,40.

2. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata pelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV C SD Negeri 1 Surabaya, hal ini sesuai dengan nilai hasil belajar yang diperoleh dari siklus I sampai siklus II, dimana nilai rata-rata siklus I 66,33 meningkat 18, 84 point menjadi 85,17 pada siklus II.

Dengan demikian, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata pelajaran matematika materi Nilai Mata Uang Rupiah dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV C SD Negeri 1 Surabaya Kecamatan Kedaton Bandar Lampung.


(38)

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan sebaiknya dilakukan oleh guru, siswa, sekolah dan peneliti lain dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika diantaranya adalah :

1. Guru sebaiknya dapat mengelola kelas dengan baik ketika penerapan Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dilakukan sehingga dapat dicapai hasil yang diinginkan.

2. Siswa sebaiknya lebih meningkatkan aktivitas belajar pada pelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sehingga hasil belajarpun meningkat.

3. Sekolah diharapkan menyediakan referensi pengetahuan yang lebih luas tentang berbagai metode dan model pembelajaran matematika sehingga pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

4. Peneliti dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam perbaikan pembelajaran matematika dan sebagai bahan referensi (rujukan) untuk penelitian selanjutnya.


(39)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Aqib, Zainal, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, dan TK.Yrama Widya. Bandung

Lie, Anita. 2007. Cooperative Learning. Penerbit Grasindo. Jakarta

Ardens, R.I.(1997).Classroom Introduction and Management. Mc Graw-Hill Companies. New York.

Ardens, R.I.(2001).Exploring Teaching: An Introduction to Education. Mc Graw-Hill Companies. New York.

Arikunto, Suharsimi. 1986. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. BinaAksara, Jakarta

Ari Kunto, S. Sukardjono, P. Supardi (2006) Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta.

Asra dan Sumiati. 2009. Metode Pembelajaran. Wacana Prima. Bandung. Hamalik, Oemar, 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Higgard dan Sanjaya. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Ismail. 2003. Model-Model Pembelajaran. Dik.PLP. Dikdasmen.

Miyandari, Nanik. 2005. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Model STAD terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X SMAN 1 Asembagus Kabupaten Situbondo. Universitas Negeri Malang. Malang

Mudjiono, Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta Muncarno. 2010. Bahan Ajar Statistik. :Metro

Murniati, Endyah. 2007. Kesiapan Belajar Matematika di Sekolah Dasar. SIC. Surabaya.


(40)

Nana Sudjana. 1991. Teori-Teori Belajar Untuk Pengajaran. Universitas Indonesia. Jakarta

. 1995. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Nur, Mohamad dan Kardi, Soeparman.2000. Pengajaran Langsung. Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pasca Sarjana Unesa, University Press. Pandoyo. 1997. Strategi Belajar Mengajar. IKIP Semarang Press. Semarang. Purwanto, Ngalim. 2009. Prinsip-Prinsip dan teknik Evaluasi Pengajaran. Rosda.

Bandung.

Rosalin, Elin. 2008. Gagasan Merancang Pembelajaran Kontekstual. PT. Karsa Mandiri Persada. Bandung.

Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. P.T Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Slameto. 1988. Evaluasi Pendidikan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Sugandi, A.I. (2002). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matmatika Melalui Model Belajar Kooperatif Tipe Jigsaw. (Studi Eksperimen terhadap Siswa Kelas Satu SMU Negeri di Tasikmalaya). Tesis PPS UPI: Tidak diterbitkan.

Suherman,Erman,Turmudi, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA. Bandung.


(1)

e. Siswa ahli tiap topik kembali kedalam kelompok asal dan menerangkan kepada siswa pada kelompok asalnya dengan cara yang bergantian (Kelompok asal ini yang disebut kelompok Jigsaw) kemudian mengerjakan soal LKS.

f. Setiap kelompok melakukan persentasi di muka kelas dan kelompok lain menanggapi

g. Guru memberikan penguatan ats hasil yang telah disampaikan Guru memberikan kesempatan untuk bertanya mengenai materi yang belum dimengerti.

Kegiatan Penutup

a. Pada tahap selanjutnya, siswa diberi tes akhir (post test) untuk dikerjakan secara individu, hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penguasaan materi pembelajaran.

b. Perhitungan skor kelompok.

c. Guru memberikan reward pada kelompok yang berhasil dengan nilai yang baik dan memotivasi kelompok yang nilai masih dibawah ketuntasan minimal (KKM).

3. Observasi

Observasi dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Observasi ini mencakup beberapa aspek yang diamati yaitu kompetensi guru menyampaikan materi dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw serta aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung menggunakan lembar observasi.


(2)

4. Refleksi

Berdasarkan data hasil observasi dan evaluasi selanjutnya diadakan analisis data sebagai bahan kajian pada kegiatan refleksi. Analisis dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang telah dicapai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan sebelumnya (indikator keberhasilan). Pada kegiatan refleksi yang menjadi acuan keberhasilan yaitu apakah dalam proses pembelajaran tersebut tujuan dan kompetensi dasar sudah dicapai, bagaimana hasil dari proses pembelajaran sudah berjalan dengan baik, bagaimana respon siswa terhadap proses pembelajaran tersebut dan sebagainya. Kemudian mengumpulkan hasil data untuk diolah dan disusun dalam laporan penelitian tindakan kelas ini.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan temuan dalam penelitian mengenai model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar di kelas IV C SDN 1 Surabaya Kecamatan Kedaton Bandar Lampung pada pokok bahasan Nilai Mata Uang Rupiah dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata pelajaran matematika dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa kelas IVC SD Negeri 1 Surabaya, hal ini sesuai dengan pengamatan observer yang telah dilakukan pada siswa mulai dari siklus I sampai Siklus II dan terjadi peningkatan disetiap siklusnya yaitu rata-rata siklus I 50,86 meningkat 12,66 pada siklus II rata-rata menjadi 75,40.

2. Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata pelajaran matematika dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV C SD Negeri 1 Surabaya, hal ini sesuai dengan nilai hasil belajar yang diperoleh dari siklus I sampai siklus II, dimana nilai rata-rata siklus I 66,33 meningkat 18, 84 point menjadi 85,17 pada siklus II.

Dengan demikian, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata pelajaran matematika materi Nilai Mata Uang Rupiah dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas IV C SD Negeri 1 Surabaya Kecamatan Kedaton Bandar Lampung.


(4)

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan sebaiknya dilakukan oleh guru, siswa, sekolah dan peneliti lain dalam meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika diantaranya adalah :

1. Guru sebaiknya dapat mengelola kelas dengan baik ketika penerapan Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dilakukan sehingga dapat dicapai hasil yang diinginkan.

2. Siswa sebaiknya lebih meningkatkan aktivitas belajar pada pelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sehingga hasil belajarpun meningkat.

3. Sekolah diharapkan menyediakan referensi pengetahuan yang lebih luas tentang berbagai metode dan model pembelajaran matematika sehingga pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

4. Peneliti dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman dalam perbaikan pembelajaran matematika dan sebagai bahan referensi (rujukan) untuk penelitian selanjutnya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Aqib, Zainal, dkk. 2009. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, dan TK.Yrama Widya. Bandung

Lie, Anita. 2007. Cooperative Learning. Penerbit Grasindo. Jakarta

Ardens, R.I.(1997).Classroom Introduction and Management. Mc Graw-Hill Companies. New York.

Ardens, R.I.(2001).Exploring Teaching: An Introduction to Education. Mc Graw-Hill Companies. New York.

Arikunto, Suharsimi. 1986. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. BinaAksara, Jakarta

Ari Kunto, S. Sukardjono, P. Supardi (2006) Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta.

Asra dan Sumiati. 2009. Metode Pembelajaran. Wacana Prima. Bandung. Hamalik, Oemar, 2001. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Higgard dan Sanjaya. 2007. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta. Ismail. 2003. Model-Model Pembelajaran. Dik.PLP. Dikdasmen.

Miyandari, Nanik. 2005. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Model STAD terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X SMAN 1 Asembagus Kabupaten Situbondo. Universitas Negeri Malang. Malang

Mudjiono, Dimyati. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta Muncarno. 2010. Bahan Ajar Statistik. :Metro

Murniati, Endyah. 2007. Kesiapan Belajar Matematika di Sekolah Dasar. SIC. Surabaya.


(6)

Nana Sudjana. 1991. Teori-Teori Belajar Untuk Pengajaran. Universitas Indonesia. Jakarta

. 1995. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

Nur, Mohamad dan Kardi, Soeparman.2000. Pengajaran Langsung. Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pasca Sarjana Unesa, University Press. Pandoyo. 1997. Strategi Belajar Mengajar. IKIP Semarang Press. Semarang. Purwanto, Ngalim. 2009. Prinsip-Prinsip dan teknik Evaluasi Pengajaran. Rosda.

Bandung.

Rosalin, Elin. 2008. Gagasan Merancang Pembelajaran Kontekstual. PT. Karsa Mandiri Persada. Bandung.

Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. P.T Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Slameto. 1988. Evaluasi Pendidikan. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

Sugandi, A.I. (2002). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matmatika Melalui Model Belajar Kooperatif Tipe Jigsaw. (Studi Eksperimen terhadap Siswa Kelas Satu SMU Negeri di Tasikmalaya). Tesis PPS UPI: Tidak diterbitkan.

Suherman,Erman,Turmudi, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA. Bandung.


Dokumen yang terkait

Perbedaan Peningkatan Hasil Belajar Antara Siswa Yang Diajar Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Dengan Pembelajaran Konvensional Pada Konsep Protista

0 18 233

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS IV SDN 2 SUMUR PUTRI BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 4 47

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS IV A SDN 1 KALIAWI TANJUNG KARANG PUSAT BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2013/2014

0 10 43

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DI KELAS V B SDN 1 SURABAYA KECAMATAN KEDATON KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 11 54

pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap tingkat pemahaman siswa tentang materi zakat pada mata pelajaran pendidikan agama islam (Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VIII SMP Sulthan Bogor Tahun Ajaran 2015/2016)

1 10 154

Upaya meningkatkan hasil belajar siswa melalui model pembelajaran cooperative learning tipe jigsaw pada pelajaran IPS kelas IV dalam materi sumber daya alam di MI Annuriyah Depok

0 21 128

Peningkatan kedisiplinan dan prestasi belajar kelas VA SD Negeri Adisucipto 1 mata pelajaran IPS menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II.

0 0 258

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS MENERAPKAN MODEL KOOPERATIF TIPE JIGSAW KELAS IV SD PONTIANAK TENGGARA

0 1 9

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MENGGUNAKAN MODEL KOOPERATIF TIPE JIGSAW DI KELAS V SD PONTIANAK UTARA

0 1 10

PENINGKATAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI PENJUMLAHAN PECAHAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA SISWA KELAS IV SD 2 JURANG

0 1 24