pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap tingkat pemahaman siswa tentang materi zakat pada mata pelajaran pendidikan agama islam (Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VIII SMP Sulthan Bogor Tahun Ajaran 2015/2016)

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

JIGSAW

TERHADAP TINGKAT PEMAHAMAN SISWA

TENTANG MATERI ZAKAT PADA MATA PELAJARAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VIII SMP Sulthan Bogor Tahun Ajaran 2015/2016)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Gelar Sarjana Pendidikan

DISUSUN OLEH : Muhammad

NIM : 109011000252

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

i

ABSTRAK

MUHAMMAD (109011000252), “Pengaruh Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Tingkat Pemahaman Siswa Tentang Materi

Zakat pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam”. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Juni 2016.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap tingkat pemahaman siswa tentang materi Zakat. Penelitian ini dilakukan di SMP Sulthan Bogor Tahun Ajaran 2015/2016. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan desain penelitian Randomized Control Group Only Pascatest Design, yang melibatkan 60 siswa sebagai sampel. Penentuan sampel menggunakan teknik purposive sample. Pengambilan data menggunakan instrumen berupa tes berbentuk pilihan ganda. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa metode Jigsaw berpengaruh terhadap tingkat pemahaman siswa. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata hasil tes tingkat pemahaman siswa tentang materi Zakat yang diajar dengan metode Jigsaw berdasarkan indikator pembelajaran sebesar 69,59% sedangkan rata-rata hasil tes tingkat pemahaman siswa tentang materi Zakat yang diajar dengan metode konvensional sebesar 60,37% (Z = 0,0051 dan α = 0,05). Kesimpulan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode Jigsaw berpengaruh terhadap tingkat pemahaman siswa tentang materi Zakat pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.

Kata kunci: Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw, Materi Zakat, Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam


(6)

ii

ABSTRACT

MUHAMMAD (109011000252), "The Effect of Cooperative Learning Model Jigsaw On The Level Understanding Students About Material Subject Zakat in Islamic Education". Thesis Department of Islamic Religious Education, Faculty of Tarbiya and Teachers Training, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta, June 2016.

The purpose of this study to analyze the effects of cooperative learning model Jigsaw on the level of students' understanding of the material Zakat. This research was conducted in SMP Sulthan Bogor, for Academic Year 2015/2016. The method used is a quasi-experimental research design Randomized Control Group Only Pascatest Design, which involves 60 students in the sample. Determination of the sample using purposive sampling technique. Retrieving data using the instrument in the form of multiple choice tests. Research results revealed that the method Jigsaw affect the level of student understanding. It can be seen from the average value of the test results of studenst' understanding of the material level Zakat taught by Jigsaw method based on the indicators of learning by 69.59% while the average results of tests students' understanding of the material level Zakat taught by the conventional method amounted to 60, 37% (Z =

0.0051 and α = 0.05). Conclusion the results of this study indicate that the method Jigsaw affect the level of students' understanding of the subject matter of Zakat in Islamic Education.

Keywords: Jigsaw Cooperative Learning Model, Material Zakat, Islamic Education Subjects


(7)

iii

KATA PENGANTAR

ﻳﺤﺭﻟﺍﻦ ﺤﺭﻟﺍﷲﺍ ﺳﺑ

Alhamdulillah segala puji kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat ihsan, nikmat iman, dan nikmat islam, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Salawat serta salam senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan para pengikutnya sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun, berkat doa, perjuangan, kesungguhan hati dan dorongan serta masukan-masukan yang positif dari berbagai pihak untuk penyelesaian skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Marhamah Saleh, MA selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.

3. Desmaliza, M.Si., M.Ed. sebagai Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dengan penuh semangat dalam membimbing penulis selama ini. Semoga Ibu selalu berada dalam rahman dan rahim Allah SWT.

4. Drs. H. Masan AF, M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik. Terimakasih atas bimbingan dan motivasi yang Bapak berikan selama ini mulai dari awal kuliah hingga sampai saat ini. Semoga Bapak selalu mendapat keberkahan dari Allah SWT.

5. Seluruh Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan Ibu berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.


(8)

iv

6. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kemudahan dalam melengkapi persyaratan administrasi.

7. Pimpinan dan staff Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu penulis dalam menyediakan serta memberikan pinjaman literatur yang dibutuhkan.

8. Najib, S.Sos. selaku Guru Pendidikan Agama Islam SMP Sulthan Bogor yang telah membimbing penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut. 9. Ayahanda tercinta Nasan dan Ibunda tercinta Amah beserta seluruh keluarga

besar yang tak henti-hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis.

10. Teristimewa Sylvia Amanda yang selalu mendampingi, membantu menghilangkan stres, dan memberikan motivasi penuh selama proses penyusunan skripsi. Terimakasih atas kesediaannya dalam memberikan dukungan, serta perhatian selama ini.

11. Anggota Nyogi Community, Saughie, Fata, Mudhar, Masruri, dan Ari. Terima kasih atas canda tawa dan kebersamaan kalian selama ini.

12. Sahabat-sahabatku di jurusan PAI kelas F angkatan 2009. Terima kasih atas kesediaannya dalam membantu penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis meminta kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan di masa yang akan datang. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Jakarta, 6 Juni 2016 Penulis


(9)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGAN TAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C.Pembatasan Masalah ... 9

D.Perumusan Masalah... 9

E. Tujuan Penelitian... 9

F. Kegunaan Penelitian... 10

BAB II KAJIAN TEORITIS ... 11

A.Deskripsi Teoretik ... 11

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 11

a. Konsep Metode Jigsaw ... 11

b. Karakteristik Metode Jigsaw... 15

c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Jigsaw ... 16

d. Prosedur Penerapan Metode Jigsaw... 17

2. Konsep Pemahaman dalam Belajar ... 18

3. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam ... 20

a. Pendidikan Agama Islam di Sekolah... 20

b. Materi Zakat di Sekolah ... 23

c. Pembelajaran Zakat di SMP ... 23

B. Penelitian Yang Relevan ... 24

C.Kerangka Berpikir ... 26


(10)

vi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 28

A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 28

B. Metode dan Desain Penelitian ... 28

C.Populasi dan Sampel ... 29

D.Teknik Pengumpulan Data ... 30

E. Instrumen Penelitian... 30

1. Validitas... 32

2. Reliabilitas ... 33

3. Taraf Kesukaran ... 34

4. Daya Pembeda Soal ... 35

F. Teknik Analisis Data ... 37

1. Uji Prasyarat Analisis ... 38

a. Uji Normalitas... 38

b. Uji Homogenitas ... 38

2. Uji Hipotesis ... 39

G.Hipotesis Statistik... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

A. Deskripsi Data ... 42

1. Kondisi Objektif SMP Sulthan ... 43

a. Sejarah Singkat... 43

b. Profil SMP Sulthan... 44

c. Visi dan Misi SMP Sulthan ... 44

d. Guru SMP Sulthan ... 45

e. Sarana dan Prasarana... 46

2. Data Tingkat Pemahaman Siswa Tentang Materi Zakat Kelas Eksperimen ... 46

3. Data Tingkat Pemahaman Siswa Tentang Materi Zakat Kelas Kontrol... 49


(11)

vii

1. Uji Normalitas Tes Tingkat Pemahaman Siswa Tentang Materi

Zakat ... 53

2. Uji Homogenitas Tes Tingkat Pemahaman Siswa Tentang Materi Zakat ... 53

3. Pengujian Hipotesis ... 54

C.Pembahasan Hasil Penelitian ... 56

1. Analisis Tingkat Pemahaman Siswa Tentang Materi Zakat ... 56

2. Proses Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 60

D. Keterbatasan Penelitian ... 63

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

A.Kesimpulan... 64

B. Implikasi ... 64

C.Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66


(12)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian . ... 28

Tabel 3.2 Rancangan Desain Penelitian ... 29

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Tes Pemahaman Konsep Materi Zakat... 31

Tabel 3.4 Kriteria Koefisien Reliabilitas... 34

Tabel 3.5 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ... 35

Tabel 3.6 Klasifikasi Daya Pembeda ... 36

Tabel 3.7 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Analisis Instrumen... 36

Tabel 4.1 Hasil Posttest Kelas Eksperimen... 46

Tabel 4.2 Deskripsi Data Kelas Eksperimen Berdasarkan Indikator Pembelajaran Materi Zakat ... 48

Tabel 4.3 Hasil Posttest Kelas Kontrol ... 50

Tabel 4.4 Deskripsi Data Kelas Kontrol Berdasarkan Indikator Pembelajaran Materi Zakat ... 51

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas ... 53

Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Kelompok Eksperimen dan Kontrol ... 54

Tabel 4.7 Hasil Pengujian Hipotesis dengan Uji Mann Whitney... 55

Tabel 4.8 Perbandingan Hasil Tes Kelas Eksperimen dan Kontrol ... 56

Tabel 4.9 Perbandingan Tingkat Pemahaman Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Tentang Materi Zakat Berdasarkan Indikator ... 58


(13)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Illustrasi Kelompok Jigsaw ... 18 Gambar 4.1 Kurva Hasil Posttest Kelas Eksperimen... 47 Gambar 4.2 Diagram Batang Indikator Tingkat Pemahaman Siswa Kelas

Eksperimen ... 49 Gambar 4.3 Kurva Hasil Posttest Kelas Kontrol ... 51 Gambar 4.4 Diagram Batang Indikator Tingkat Pemahaman Siswa Kelas

Kontrol... 52 Gambar 4.5 Kurva Perbandingan Nilai Siswa Pada Kelas Eksperimen dan

Kontrol... 58 Gambar 4.6 Perbandingan Presentase Indikator Tingkat Pemahaman Siswa


(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Eksperimen... 67

Lampiran 2 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Kelompok Kontrol ... 72

Lampiran 3 Lembar Kerja Siswa (LKS) ... 76

Lampiran 4 Soal Uji Coba Instrumen ... 85

Lampiran 5 Hasil Uji Validitas ... 92

Lampiran 6 Hasil Uji Reliabilitas ... 102

Lampiran 7 Hasil Uji Taraf Kesukaran... 104

Lampiran 8 Hasil Uji Daya Beda... 105

Lampiran 9 Tes Pemahaman Tentang Materi Zakat... 106

Lampiran 10 Kunci Jawaban Tes Pemahaman Tentang Materi Zakat ... 111

Lampiran 11 Hasil Tes Pemahaman Siswa Tentang Materi Zakat Kelompok Eksperimen ... 112

Lampiran 12 Hasil Tes Pemahaman Siswa Tentang Materi Zakat Kelompok Kontrol ... 113

Lampiran 13 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan dan Kurtosis Kelompok Eksperimen ... 114

Lampiran 14 Perhitungan Persentase Tingkat Pemahaman Siswa Tentang Materi Zakat Berdasarkan Indikator Pada Kelas Eksperimen ... 118

Lampiran 15 Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi, Mean, Median, Modus, Varians, Simpangan Baku, Kemiringan dan Kurtosis Kelompok Kontrol... 119

Lampiran 16 Perhitungan Persentase Tingkat Pemahaman Siswa Tentang Materi Zakat Berdasarkan Indikator Pada Kelas Kontrol ... 123

Lampiran 17 Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Eksperimen... 124

Lampiran 18 Perhitungan Uji Normalitas Kelompok Kontrol ... 126

Lampiran 19 Perhitungan Uji Homogenitas ... 128

Lampiran 20 Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 129


(15)

xi

Lampiran 22 Tabel Nilai Kritis Distribusi Kai Kuadrat (Chi Square) ... 123 Lampiran 23 Tabel Nilai Kritis Distribusi F ... 135 Lampiran 24 Tabel Nilai Kritis Distribusi t... 137


(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dianggap sebagai komponen yang sangat penting oleh berbagai negara, tak terkecuali negara Indonesia. Salah satu alasannya karena pendidikan memiliki pengaruh yang besar bagi kualitas kehidupan sebuah bangsa. Apabila sebuah bangsa memiliki kualitas hidup yang baik, tentu saja akan memberikan manfaat yang besar bagi negaranya. Negara tersebut dapat berkembang dengan cepat dan dapat bersaing dengan negara-negara lainnya, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pengaruh pendidikan yang besar bagi sebuah bangsa menjadikannya aspek yang sangat penting dalam menunjang kemajuan negara di masa yang akan datang. Karena melalui pendidikan, sebuah bangsa dapat dibimbing dan dikembangkan potensi-potensi yang dimilikinya. Begitu besar pengaruhnya, sehingga pemerintah Indonesia pun memberi perhatian yang sangat besar bagi dunia pendidikan. Hal ini tergambarkan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3, yang menyatakan bahwa:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”1

Tujuan pendidikan setiap negara tentu berbeda-beda. Perbedaan ini berdampak kepada rancangan kurikulum yang dibuat. Untuk memenuhi tujuan yang telah ditetapkan, setiap negara pasti akan merumuskan kurikulum yang sesuai dengan tujuan tersebut agar dapat mencapai tujuannya. Hal ini dapat kita

1

M. Sukardja dan Ukim Komarudin, Landasan Pendidik an Konsep & Aplik asinya, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009), h. 14.


(17)

lihat pada beberapa negara yang ada di sekitar Indonesia yang memiliki kurikulum berbeda-beda antara satu negara dengan negara lainnya.

Kurikulum merupakan roda penggerah bagi proses pendidikan disekolah, oleh karena itu kurikulum menjadi bagian yang sangat penting bagi dunia pendidikan. Setiap proses yang dilakukan di dalam kegiatan pendidikan tercakup dalam sebuah kurikulum. Maka sebagai pedoman dalam proses pendidikan, kurikulum memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap hasil yang akan dicapai.

Pentingnya rancangan kurikulum dapat terlihat dalam komponen-komponen yang membentuk kurikulum. Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) disebutkan bahwa, “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.2

Jika diperhatikan, komponen-komponen yang tercakup di dalam kurikulum adalah komponen-komponen yang digunakan di dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Berdasarkan hal ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa kegiatan belajar mengajar di sekolah merupakan kegiatan inti dalam proses pendidikan. Oleh sebab itu, keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan sangat ditentukan oleh kegiatan belajar mengajar tersebut. Terlaksananya kegiatan belajar mengajar yang baik, tentu akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan yang ditentukan.

Kegiatan belajar mengajar sebagai sebuah sarana harus disesuaikan dengan kebutuhan yang ada. Dalam tujuan pendidikan nasional dijelaskan bahwa pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik. Berkaitan dengan tujuan nasional tersebut, maka kegiatan belajar mengajar yang diselenggarakan harus sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Sehingga kegiatan belajar mengajar sebagai sebuah sarana harus disesuaikan dengan objek pendidikan, yaitu siswa sebagai individu yang akan dikembangkan potensinya.

2

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab I Pasal 1.


(18)

3

Dalam pembelajaran, kondisi fisik dan emosi saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Untuk bisa mencapai hasil pembelajaran secara maksimal, kedua kondisi ini (fisik dan emosi) harus benar-benar diperhatikan.3 Sehingga pengembangan potensi siswa melalui proses pembelajaran di sekolah membutuhkan proses yang membuat mereka merasa senang dan nyaman agar potensi mereka dapat berkembang dengan optimal. Oleh karena itu, proses belajar mengajar perlu diatur agar kebutuhan siswa untuk merasa senang dan nyaman dapat terpenuhi. Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut yaitu melalui penyelenggaraan pembelajaran yang menyenangkan.

Menurut Marselus, pembelajaran yang menyenangkan (joyfull learning) adalah pembelajaran yang membuat siswa merasa betah dan bebas dari situasi tertekan, takut, terancam, dan membawa siswa kepada suatu lingkungan belajar yang ramah terhadap anak (friendly classroom).4 Keadaan kelas seperti ini akan merangsang motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran dengan baik. Sehingga potensi-potensi siswa dapat dikembangkan secara optimal dan tujuan yang ditentukan dapat tercapai. Bahkan pencapaian siswa dapat melebihi ekspektasi sekolah.

Kenyataannya, para siswa seringkali tidak mampu mencapai tujuan belajarnya atau tidak memperoleh perubahan tingkah laku sebagaimana yang diharapkan.5 Selain itu, masih ditemukan beberapa fenomena terkait dengan perilaku guru di sekolah yang dapat membuat pembelajaran berjalan dengan tidak baik. Selama ini masih ada sebagian guru yang tidak hadir ke sekolah pada jam pelajaran, hadir ke sekolah tetapi tidak tepat waktu, hadir ke sekolah namun tidak masuk kelas, dan masuk kelas namun tidak mampu melaksanakan proses pembelajaran yang baik.6 Penyebabnya ada beberapa faktor seperti dijelaskan oleh

3 Adi W. Gunawan, Genius Learning Strategy, Petunjuk Prak tis untuk Menerapk an Accelerated Learning, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 10.

4

Marselus R. Payong, Sertifik asi Profesi Guru (Konsep Dasar, Problematik a, dan Implementasinya), (Jakarta: PT. Indeks, 2011), h. 35.

5

Afid Burhanuddin, Masalah Belajar dan Solusinya, 2014, (https://afidburhanuddin. wordpress.com/2014/05/19/ masalah-belaja r-dan-solusinya/).

6

Danang Parsetyo, Hari Ini, Hari Guru Nasional Momentum untuk Mereflek si dan Mengevaluasi Diri, 2016, (http://www.pontianakpost.com/hari-ini-hari-guru-nasional-momentum-untuk-merefleksi-dan-mengevaluasi-diri).


(19)

Prof. Dr. Nana Syaodih Sukmadinata, di antaranya adalah faktor-faktor dalam diri individu yang mencakup aspek jasmaniah dan rohaniah individu serta faktor-faktor lingkungan yang mencakup lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.7

Selain gangguan yang telah disebutkan di atas, gagguan lainnya dalam kegiatan belajar mengajar akan banyak ditemui oleh guru sebagai pendidik maupun siswa sebagai peserta didik. Terutama dari kondisi belajar yang cenderung berubah-ubah. Hal ini menjadi indikasi bahwa seorang guru dituntut untuk menguasai keahlian mengendalikan kondisi kelas. Hal ini sering terlupakan oleh para guru sebagai fasilitator di dalam kelas. Murid yang mungkin belum mampu mengetahui alur proses pembelajaran yang harus dilakukan sangat membutuhkan bimbingan dari guru. Sedangkan seorang guru tidak mampu memaksakan kondisi siswa untuk selalu berada pada kondisi terbaiknya dan siap untuk mengikuti pembelajaran. Di sini, peran guru sebagai pembimbing menjadi sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar. Sebagaimana dijelaskan oleh Oemar Hamalik, guru sebagai pembimbing perlu memiliki keterampilan cara mengarahkan dan mendorong kegiatan belajar siswa.8

Penjelasan di atas menunjukkan kepada kita bahwa guru sebagai fasilitator di kelas dituntut untuk kreatif dalam membimbing siswa. Kreatifitas guru dalam menyiapkan berbagai macam cara untuk membimbing siswa dalam proses pembelajaran akan menunjang proses pembelajaran menjadi lebih baik. Kreatifitas guru akan sangat berguna dalam menangani kondisi siswa yang sedang mengalami penurunan. Oleh sebab itu, persiapan guru sebelum mengajar menjadi sangat penting. Terutama persiapan dalam metode pembelajaran yang akan digunakan dalam mengajarkan sebuah materi. Meskipun demikian, persiapan yang telah dilakukan guru dalam menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan tidak menjadi jaminan akan menjadikan proses pembelajaran berjalan dengan baik. Sebagaimana dijelaskan oleh KH. Hasan Abdullah Sahal, bahwa metode memang lebih penting dari materi (at-thariqah ahammu mina-l-maddah),

7

Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psik ologi Proses Pendidik an, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h. 162-163.

8

Oemar Hamalik, Pendidik an Guru (Berdasark an Pendek atan Kompetensi), (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), h. 49.


(20)

5

tetapi guru jauh lebih penting dari sekadar metode (dalam bahasa Arab: al-mudarris ahammu minat thariqah). Tetapi bukan sekadar guru, namun seseorang yang memiliki „jiwa seorang guru‟ itu yang sebenarnya lebih penting (dalam bahasa Arab: ruhu-l-mudarris ahammu min kulli syai) dari keduanya (metode dan guru).9

Prof. Dr. H. Mahmud Yunus menjelaskan tentang pentingnya membuat rencana pengajaran, dia berpendapat bahwa rencana pengajaran adalah jalan untuk melaksanakan tujuan sekolah dan meletakkan tiap-tiap mata-pelajaran di tempat yang sewajarnya, sehingga dapat dididik tiap-tiap murid dengan pendidikan yang sesuai dengan bakat dan alam sekitarnya.10

Masalah yang sering ditemukan pada masa kini yaitu sebagian guru tidak membuat rencana pembelajaran dan kurang menguasai metode-metode pembelajaran yang ada. Guru sudah merasa cukup hanya dengan membawa buku pegangan dan absen siswa.11 Sehingga pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan tidak dapat tercapai. Bahkan, terkadang guru tidak hadir di kelas ketika pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Siswa hanya diminta untuk mencatat materi, kemudian guru menyimpulkan materi sebelum waktu pelajaran selesai. Dengan demikian, pengalaman yang melekat dalam memori mereka menjadi sangat lemah. Mereka tidak mendapatkan pengalaman proses pembelajaran yang mampu menguatkan pemahaman terhadap materi. Proses pembelajaran seperti ini, tentu sangat diragukan untuk mampu mencapai tujuan pendidikan.

Padahal Pendidikan Agama Islam yang siswa dapatkan sangat penting sebagai bekal bagi hidup mereka. Terlebih lagi perkembangan zaman saat ini seringkali bertentangan dengan nilai-nilai moral yang baik. Hasan Muhammad wa Awladih menjelaskan pentingnya pendidikan bagi generasi muda, dia berpendapat bahwa agama adalah perisai yang waspada dan tangguh untuk melindungi

9

Binhadjid, Interpretasi Makna “At-Thariqah Ahammu Mina-l-Maddah”, 2013, (http://www.gontor.ac.id/berita/interpretasi-makna-at-toriqoh-ahammu-min-a l-maddah).

10

Mahmud Yunus, Pok ok -pok ok Pendidik an dan Pengajaran, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung), h. 34.

11


(21)

pemuda-pemuda kita dari bahaya yang bersifat kejiwaan dan kemasyarakatan yang diarahkan kepada mereka.12 Bahaya-bahaya yang dihadapi remaja tersebut dijelaskan secara detail oleh Muhaimin dalam bukunya yang menyatakan bahwa saat ini remaja banyak dihadapkan pada lingkungan dan budaya yang bernuansa pragmatisme, yang mengajarkan bahwa yang benar dan baik ialah yang berguna, dan yang berguna itu biasanya lebih bernuansa fisik. Demikian pula mereka diliputi oleh hedonisme, yang mengajarkan bahwa yang benar ialah sesuatu yang menghasilkan kenikmatan, tugas manusia adalah menikmati hidup ini sebanyak dan seintensif mungkin.13

Oleh karena itu, menurut Masykur seorang guru tidak hanya perlu menguasai materi yang akan diajarkan. Ia juga harus menguasai berbagai metode pembelajaran yang akan diterapkan di kelas. Selain itu, ia pun mesti memahami motivasi dan kompetensi belajar murid. Semuanya ini menjadi syarat utama baginya agar mengajar tidak monoton.14

Hal ini menggambarkan bahwa persiapan yang dilakukan sebelum proses pembelajaran yang akan dilaksanakan menjadi kunci penting keberhasilan dari proses pembelajaran yang akan dilaksanakan. Jika guru tidak mempunyai ilmu yang cukup baik untuk membuat suatu perencanaan pembelajaran, maka sangat besar kemungkinan pembelajaran yang akan berlangsung menjadi sangat monoton; murid menjadi pembelajar yang pasif dan aktifitas pembelajaran hanya terpusat kepada guru. Murid hanya menjadi pendengar ketika proses pembelajaran berlangsung. Padahal pengalaman nyata yang dialami siswa ketika proses pembelajaran berlangsung, dapat memperkuat pemahaman siswa terhadap materi yang sedang dipelajari. Materi yang dipelajari dapat tertanam kuat di dalam memori siswa, karena proses pembelajaran yang dilakukan menyertakan sebagian besar panca indra. Sehingga otak dengan cepat menangkap materi yang diajarkan. Sebagaimana dijelaskan oleh Adi, bahwa “Otak akan berkembang dengan

12

Hasan Muhammad wa Awladih, Metodologi Pengajaran Pendidik an Agama Islam, (Jakarta:1985), h. 56.

13

Muhaimin, Nuansa Baru Pendidik an Islam (Mengurai Benang Kusut Dunia Pendidik an), (Jakarta: Raja Grafindo, 2006), h. 166.

14

Masykur Arif Rahman, Kesalahan-k esalahan Fatal Paling Sering Dilak uk an Guru dalam Kegiatan Belajar-Mengajar, (Jogjakarta: Diva Press, 2011), h. 55.


(22)

7

maksimal dalam lingkungan yang kaya akan stimulus multi sensori dan tantangan berpikir, lingkungan demikian akan menghasilkan jumlah koneksi yang lebih besar di antara sel-sel otak”.15

Pada saat ini, metode pembelajaran semakin variatif sehingga sangat memudahkan para guru dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar yang menyenangkan. Guru dapat memilih berbagai macam metode yang dapat disesuaikan dengan materi ajar. Pembelajaran menjadi tidak monoton yang hanya terpaku kepada guru sebagai pemberi materi. Beberapa metode bahkan memberi kebebasan kepada siswa untuk mencari informasi yang berhubungan dengan materi yang akan dipelajari. Melalui berbagai macam informasi yang didapatkan, siswa dapat langsung menyimpulkan pokok materi yang dipelajari. Guru hanya menjadi fasilitator yang membimbing murid agar tidak keluar dari koridor materi yang dipelajari. E. Mulyasa menjelaskan bahwa:

Penggunaan metode yang tepat akan sangat menentukan efektifitas dan efisiensi pembelajaran. Pembelajaran perlu dilakukan dengan sedikit ceramah dan metode-metode lain yang berpusat pada guru, serta lebih menekankan pada interaksi dengan perserta didik. Penggunaan metode yang bervariasi akan sangat membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Pengalaman belajar di sekolah harus fleksibel dan tidak kaku, serta perlu menekankan kepada kreatifitas, rasa ingin tahu, bimbingan dan pengarahan ke arah kedewasaan.16

Saat ini dapat kita temukan ada berbagai macam model pembelajaran yang dapat digunakan untuk merangsang siswa agar aktif dalam proses pembelajaran. Salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif. Seperti dijelaskan Sugandi, bahwa pembelajaran Kooperatif (cooperative learning) merupakan sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari belajar kelompok atau kerja kelompok karena dalam belajar kooperatif ada struktur dorongan atau tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan

15

Adi W. Gunawan, Genius Learning Strategy, Petunjuk Prak tis untuk Menerapk an Accelerated Learning, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 9.

16

E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptak an Pembelajaran Kreatif dan Menyenangk an, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2008), h. 107.


(23)

terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan yang bersifat interdepedensi efektif di antara anggota kelompok.17

Model pembelajaran kooperatif adalah salah satu dari berbagai model pembelajaran yang ada. Model pembelajaran kooperatif atau pembelajaran dengan cara berkelompok merupakan pembelajaran yang sangat mengutamakan kerjasama tim. Melalui kerjasama tim, siswa dapat diarahkan untuk aktif dalam proses pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif terbagi menjadi beberapa metode di dalam aplikasinya, seperti STAD (Student Teams Achievement Division), Group Invertigation, TGT (Teams Games Tournament), Make a Match, dan Jigsaw.18 Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode Jigsaw. Melalui metode Jigsaw, peserta dapat dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran. Karena siswa diminta untuk menyumbangkan pendapat, informasi, dan pengalaman yang dimilikinya.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis sangat tertarik untuk mengangkat permasalahan tersebut dalam sebuah studi akhir penelitian yang berjudul

“Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Pemahaman Siswa Tentang Materi Zakat pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam”.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut:

1. Proses belajar mengajar sebagai sarana pengembangan potensi siswa masih monoton atau tidak menggunakan metode pembelajaran aktif.

2. Perencanaan pembelajaran masih dianggap kurang penting oleh sebagian guru.

3. Masih ada guru yang tidak hadir di kelas pada saat kegiatan pembelajaran.

17

Tukiran Taniredja dkk., Model-model Pembelajaran Inovatif dan Efek tif, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 55-56.

18

Rusman, Model-model Pembelajaran (Mengembangk an Profesionalisme Guru), (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), h. 213.


(24)

9

4. Sebagian siswa belum mampu memahami proses pembelajaran yang bermakna.

5. Metode pembelajaran yang digunakan dalam proses pembelajaran kurang menarik dan kurang memberikan kesempatan bagi siswa untuk terlibat secara aktif.

6. Metode pembelajaran yang digunakan tidak disesuaikan dengan materi yang dipelajari.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, masalah pada penelitian ini dibatasi pada:

1. Metode pembelajaran yang akan diterapkan adalah metode Jigsaw.

2. Penelitian ini dilakukan di SMP Sulthan pada kelas VIII tahun 2015/2016. 3. Materi PAI yang disampaikan yaitu tentang Zakat (Fiqh).

4. Pemahaman siswa yang diteliti hanya pemahaman yang berhubungan dengan sisi kognitif siswa.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap tingkat pemahaman siswa tentang materi Zakat?

2. Apakah terdapat perbedaan tingkat pemahaman antara siswa yang pembelajarannya menggunakan metode Jigsaw dengan siswa yang pembelajarannya menggunakan metode konvensional?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Mendeskripsikan tingkat pemahaman siswa yang pembelajarannya menggunakan metode Jigsaw.


(25)

2. Mengetahui apakah ada perbedaan tingkat pemahaman siswa antara yang menggunakan metode pembelajaran Jigsaw dengan metode konvensional.

F. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini penting untuk dilakukan karena diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Aspek teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat menambah khazanah keilmuan dalam bidang pendidikan, khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Sehingga dapat menjadi bahan acuan dalam pengembangan keilmuan di bidang pendidikan.

2. Aspek praktis

a. Bagi guru, diharapkan dapat dijadikan salah satu alternatif dalam meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran materi Pendidikan Agama Islam, khususnya yang menggunakan metode Jigsaw.

b. Bagi sekolah, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan gagasan baru bagi sekolah untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas.

c. Bagi praktisi pendidikan, diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang metode pembelajaran yang efektif ketika digunakan dalam proses pembelajaran.

d. Bagi peneliti, dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah khususnya materi Zakat dengan menggunakan metode Jigsaw.


(26)

11

BAB II

KAJIAN TEORITIS DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoretik

Berikut ini akan dibahas terlebih dahulu beberapa kajian teoritis untuk penunjang relevansi antara teori dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Kajian teori-teori ini meliputi hal-hal yang berkaitan dengan metode Jigsaw dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, khususnya materi Zakat. Untuk memahami lebih lanjut mengenai teori-teori tersebut maka akan dijelaskan dalam pembahasan berikut ini.

1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw a. Konsep Metode Jigsaw

Metode Jigsaw pada awalnya dikembangkan dan diuji oleh Elliot Arronson di universitas Texas kemudian diadaptasi oleh Slavin di universitas John Hopkin.1 Arti Jigsaw dalam bahasa Inggris adalah gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah puzzle, yaitu sebuah teka-teki menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model Jigsaw ini mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama.2 Teknik yang dipakai dalam metode ini memiliki kesamaan dengan teknik pertukaran dari kelompok ke kelompok (group to group) dengan suatu perbedaan penting, setiap peserta didik mengerjakan sesuatu. Setiap peserta didik mempelajari sesuatu yang dikombinasi dengan materi yang telah dipelajari oleh peserta didik lain, yang membuat sebuah kumpulan pengetahuan yang berlainan. Dengan demikian setiap

1

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruk tivistik Konsep, Landasan Teoritis—prak tis dan Implementasinya, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2007), h. 56.

2

Rusman, Model-model Pembelajaran (Mengembangk an Profesionalisme Guru), (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), h. 217.


(27)

siswa memiliki sumbangsih untuk memahami materi yang dipelajari secara utuh.3 Metode ini termasuk ke dalam model pembelajaran kooperaif. Pemahaman metode Jigsaw tidak dapat dipisahkan dari pemahaman pembelajaran kooperatif. Karena pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mendasari metode Jigsaw.

Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme.4 Teori ini dikembangkan oleh Piaget dengan nama individual cognitive constructivist theory dan dikembangkan juga oleh Vygotsky dalam teorinya yang disebut socialcultural constructivist theory. Teori konstruktivisme dikembangkan dari teori tentang pertumbuhan intelektual yang melibatkan tiga proses fundamental; asimilasi, akomodasi dan equilibration (penyeimbangan). Asimilasi melibatkan penggabungan pengetahuan baru dengan struktur pengetahuan yang sudah ada sebelumnya. Akomodasi berarti perubahan struktur pengetahuan yang sudah ada sebelumnya untuk mengakomodasi hadirnya informasi baru. Penyatuan dua proses asimilasi dan akomodasi inilah yang membuat anak dapat membentuk schema. Equilibration adalah keseimbangan antara pribadi seseorang dengan lingkungannya atau antara asimilasi dan akomodasi.5

Dalam pembelajaran, paham ini mengartikan pengetahuan sebagai sesuatu yang tidak dapat ditransfer oleh guru kepada orang lain karena setiap orang mempunyai skema masing-masing tentang apa yang diketahuinya. Secara singkat, paham ini menjelaskan bahwa pengetahuan adalah hasil konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Sehingga dapat diartikan bahwa seseorang yang belajar berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus menerus.6

3

Melvin L. Silberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Ak tif, (Bandung: Nusamedia dan Nuansa, 2006), h. 160.

4

Rusman, op.cit., h. 201. 5

Muhammad Yaumi, Prinsip-prinsip Desain Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2013), h. 41.

6

Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, Belajar dan Pembelajaran, Pengembangan Wacana dan Prak tik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 107.


(28)

13

Pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah pendekatan di mana siswa harus secara individual menemukan dan mentransformasikan informasi yang kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu.7 Paham ini memiliki pandangan bahwa kegiatan aktif siswa merupakan inti dari proses pembelajaran. Karena proses belajar merupakan suatu proses organik, di mana seseorang menemukan sesuatu (pengetahuan, konsep, dan kesimpulan), bukan proses mekanik yang sekedar mengumpulkan fakta.8

Hal ini sejalan dengan bentuk pembelajaran kooperatif (cooperative learning) yang banyak memberi kesempatan kepada anak didik untuk aktif di dalam pembelajaran melalui kerja sama antar siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif dikenal juga dengan pembelajaran secara berkelompok. Tetapi belajar kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kerja kelompok.9 Setidaknya ada lima unsur yang membedakan pembelajaran kooperatif dengan kerja kelompok biasa, yaitu; a) saling ketergantungan positif, b) tanggung jawab perseorangan, c) tatap muka, d) komunikasi antaranggota, dan e) evaluasi proses kelompok.10

Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Apabila diatur dengan baik, siswa-siswa dalam kelompok kooperatif akan belajar satu sama lain untuk memastikan bahwa tiap orang dalam kelompok telah menguasai konsep-konsep yang telah dipikirkan. Keberhasilan setiap kelompok

7

Rusman, op.cit., h. 201. 8

Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2012), h. 19. 9

Tukiran Taniredja, Efi Miftah Faridli, dan Sri Harmianto, Model-model Pembelajaran Inovatif dan Efek tif, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 56.

10


(29)

tergantung pada kemampuan mereka untuk memastikan bahwa semua orang sudah memegang ide kuncinya.11

Proses pembelajaran dengan menggunakan model ini tidak akan mampu mencapai tujuan yang diinginkan jika siswa tidak berperan aktif dalam prosesnya. Setiap tahapan dalam model pembelajaran kooperatif membutuhkan kecerdasan siswa dalam berkomunikasi dan mencari informasi. Pemahaman siswa akan terbangun melalui komunikasi yang dilakukan dengan siswa lainnya. Dalam model pembelajaran ini, siswa dituntut untuk memahami informasi yang bersifat kompleks. Bahkan siswa diminta untuk menganalisa informasi yang didapatkannya.

Menurut Slavin sebagaimana dikutip oleh Rusman, pembelajaran kooperatif menggalakkan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok. Ini membolehkan siswa untuk melakukan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme.12 Pertukaran ide di antara siswa akan meningkatkan kualitas pemahaman siswa. Tingkat analisis siswa pun dapat meningkat dengan adanya pertukaran ide. Siswa akan mendapatkan sudut pandang yang berbeda terhadap suatu masalah ketika berdiskusi dalam kelompok-kelompok kecil.

Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen (dalam hal kemampuan, jenis kelamin, suku/ras) dan satu sama lain saling membantu.13 Kelompok siswa yang bersifat heterogen akan memberikan kesempatan bagi setiap siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

11

Robert E. Slavin, Cooperative Learning. Teori, Riset, dan Prak tik, Terj. dari Cooperative Learning: theory, research and practice oleh Narulita Yusron, (Bandung: Nusa Media, 2015), Cet. 15, h. 4.

12

Rusman, op.cit., h. 201. 13

Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurik ulum Tingk at Satuan Pendidik an (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 56.


(30)

15

b. Karakteristik Metode Jigsaw

Metode Jigsaw merupakan bagian dari model pembelajaran kooperatif. Sehingga karakteristiknya adalah turunan dari karakteristik pembelajaran kooperatif. Adapun karakteristik metode Jigsaw yang diturunkan dari model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut.

1) Pembelajaran secara tim

Metode Jigsaw dalam praktiknya di dalam kelas dilakukan secara tim. Tim inilah yang akan menjadi sarana bagi setiap siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, setiap tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.

2) Kemauan untuk bekerja sama

Keberhasilan metode ini sangat ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Tanpa kerja sama yang baik, pembelajaran menggunakan metode ini tidak akan mencapai hasil yang optimal. 3) Keterampilan bekerja sama

Kemampuan bekerja sama itu dipraktikkan melalui aktivitas dalam kegiatan pembelajaran secara berkelompok. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. 14

4) Tanggung jawab individual

Setiap siswa memiliki tanggung jawab masing-masing dalam mempelajari suatu materi. Karena setiap siswa akan mempelajari tentang suatu materi pada saat berada di dalam tim ahli kemudian mengajarkan teman-temannya pada saat berada di dalam tim induk. Jika ada salah satu siswa di dalam tim induk yang kurang menguasai materi, maka anggota kelompok lainnya akan kesulitan dalam memahami materi yang dipelajari. Ini akan berakibat fatal bagi tim induk tersebut.

14


(31)

5) Spesialisasi tugas

Setiap anggota tim induk akan memiliki tugas yang berbeda-beda. Sehingga setiap anggota memiliki peran penting dalam membangun pemahaman siswa lainnya dalam tim induk.15

c. Kelebihan dan Kekurangan Metode Jigsaw

Sebagai bagian dari model pembelajaran kooperatif, metode Jigsaw memiliki kemiripan dengan kelebihan yang dimilikinya. Berikut ini adalah kelebihan dari metode Jigsaw yang tidak terlepas dari kelebihan dalam model pembelajaran kooperatif.

1) Memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan dan membahas suatu pandangan, pengalaman yang diperoleh siswa saat belajar secara bekerja sama dalam merumuskan ke arah satu pandangan kelompok.

2) Melatih siswa untuk memiliki keterampilan, baik keterampilan berpikir (thinking skill) maupun keterampilan sosial (social skill). 3) Siswa memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar karena didorong

dan didukung oleh rekan sebaya.

4) Siswa memiliki peluang yang besar untuk meningkatkan kemampuan akademik dan dapat meraih keberhasilan dalam belajar.

5) Belajar secara berkelompok akan menimbulkan persahabatan yang akrab di antara siswa.

6) Saling ketergantungan positif.16

7) Siswa tidak terlalu bergantung kepada guru.

8) Dapat membantu siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.

9) Dapat menguji ide dan pemahamannya sendiri serta dapat menerima umpan balik dari siswa lainnya.17

15

Robert E. Slavin, op.cit., h. 28. 16


(32)

17

Selanjutnya, ada beberapa hal yang menjadi kekurangan dari metode Jigsaw. Berikut ini adalah kekurangan dari metode Jigsaw yang sangat berkaitan dengan kekurangan dalam pembelajaran kooperatif.

1) Proses pembelajaran memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu.

2) Membutuhkan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai.

3) Saat diskusi berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang dibahas meluas. Sehingga waktu yang digunakan tidak efektif untuk menggali masalah yang seharusnya dipelajari.

4) Saat berdiskusi di kelas, terkadang didominasi oleh sebagian anggota kelompok saja. Hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.18

d. Prosedur Penerapan Metode Jigsaw

Penerapan metode Jigsaw memerlukan beberapa persiapan dan langkah-langkah dalam pelaksanaannya. Langkah-langkah-langkahnya sebagai berikut.

1) Siswa dikelompokkan dengan anggota ± 4 orang;

2) Setiap orang dalam tim diberikan materi dan tugas yang berbeda; 3) Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama

membentuk kelompok baru (kelompok ahli);

4) Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan menjelaskan kepada anggota kelompok tentang subbab yang mereka kuasai;

5) Setiap tim ahli mempresentasikan diskusi; 6) Pembahasan;

7) Penutup.19

17

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidik an, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h. 249-250.

18

Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, op.cit., h. 292. 19


(33)

Gambar 2.1

Illustrasi Kelompok Jigsaw

Illustrasi gambar di atas menggambarkan cara pembagian tim induk dan tim ahli. Langkah pertama, membuat tim induk dengan cara membagi siswa ke dalam beberapa kelompok. Langkah kedua, membagikan materi yang berbeda-beda kepada setiap siswa dalam tim induk sehingga setiap siswa di dalam tim induk mendapatkan materi yang berbeda-beda (dalam illustrasi pembagian materi digambarkan dengan angka 1-4, artinya ada siswa yang mendapatkan materi nomor 1, nomor 2, nomor 3, dan nomor 4). Langkah ketiga, membuat tim ahli dengan cara mengumpulkan setiap siswa yang memiliki nomor materi yang sama ke dalam satu kelompok (dalam illustrasi pada bagian tim ahli ada kelompok yang seluruh anggotanya mendapatkan materi nomor 1, nomor 2, nomor 3, dan nomor 4). Langkah keempat, setelah setiap siswa berdiskusi di dalam tim ahli untuk memahami materinya masing-masing, kemudian setiap siswa di dalam tim ahli kembali ke dalam tim induk yang telah ditentukan sebelumnya.

2. Konsep Pemahaman dalam Belajar

Aspek penting dalam proses belajar mengajar adalah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Salah satu tujuan dari proses belajar mengajar yaitu agar siswa dapat memahami sesuatu berkat proses belajar yang dilaksanakan.

1 2

3 4

1 2

3 4

1 2

3 4

1 2

3 4

1 1

1 1

4 4

4 4

3 3

3 3

2 2

2 2

Tim Induk


(34)

19

Harjanto menjelaskan bahwa pemahaman adalah kemampuan untuk menangkap pengertian dari sesuatu, sehingga dapat ditunjukkan dalam bentuk menerjemahkan sesuatu.20

Proses belajar mengajar yang baik adalah proses belajar mengajar yang memperhatikan tingkat pemahaman materi yang diajarkan. Jika siswa memahami materi dengan baik, maka dia akan dengan mudah mengaplikasikan ilmu pengetahuannya di dalam kehidupan sehingga kehidupannya dapat berkembang menjadi lebih baik.

Menurut Dewi, seseorang dikatakan memahami sesuatu ketika ia mampu membentuk arti dari sebuah pesan pembelajaran, baik berupa lisan, tulisan, grafis atau gambar. Dengan rincian mampu menjelaskan, membandingkan, meramalkan, meringkas, mengelompokkan, dan membuat contoh.21 Hal ini berarti, seseorang yang memahami sesuatu cenderung dapat menjelaskannya kembali. Bahkan dia dapat mengembangkannya dengan membandingkan pemahamannya tentang sesuatu dengan hal-hal lainnya atau memberikan contoh yang baru berkaitan dengan konsep yang dipahami.

Edgar menyatakan bahwa memahami atau comprehend itu sendiri berarti memahami teks, konteks, jamak, tunggal, maupun bagian-bagiannya yang lain secara intelektual.22 Penjelasan Edgar memberikan gambaran bahwa pemahaman bukanlah hanya sekedar mengetahui sesuatu, melainkan suatu kemampuan seseorang untuk menafsirkan dan menginterpretasikan sesuatu.

Menurut Nana Sudjana, pemahaman dapat dikategorikan ke dalam tiga kategori, yaitu:

a. Pemahaman terjemahan. Pemahaman tingkat terjemahan merupakan tingkat terendah, yaitu terjemahan dalam arti yang sebenarnya.

b. Pemahaman penafsiran. Pemahaman penafsiran merupakan tingkat kedua, yaitu menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan bagian

20

Harjanto, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 60 21

Dewi Salma Prawidilaga, Prinsip Desain Pembelajaran, (Jakarta: Kecana, 2008), h. 95. 22

Edgar Morin, Tujuh Materi Penting bagi Dunia Pendidik an, (Yogyakarta: Kansius, 2009), h. 104.


(35)

yang berikutnya atau membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok.

c. Pemahaman ekstrapolasi. Pemahaman ekstrapolasi merupakan tingkat tertinggi. Dengan ekstrapolasi diharapkan seseorang mampu melihat sesuatu dibalik yang tersirat, membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsinya dalam arti waktu, dimensi, kasus, dan masalahnya.23

3. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam a. Pendidikan Agama Islam di Sekolah

Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengenalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengarahan atau latihan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan kesatuan nasional.24

Abd. Halim Soebahar berpendapat bahwa Pendidikan Agama Islam dapat dipahami juga sebagai pendidikan yang islami. Karakteristik yang sangat

menonjol dari Pendidikan Agama Islam adalah prinsip pokoknya: “prinsip tauhid”, yaitu prinsip di mana segalanya berasal dan berakhir. Sehingga prinsip ini

menjadi dasar bagi pengembangan teori dan praktik pendidikan Islam secara formal, informal, dan nonformal.25

Pendidikan Agama Islam di sekolah dapat dipahami sebagai suatu program pendidikan yang menanamkan nilai-nilai Islam melalui proses pembelajaran, baik di kelas maupun di luar kelas yang dikemas dalam bentuk mata pelajaran. Mata pelajaran ini ditujukan untuk menghasilkan para siswa dan mahasiswa yang memiliki jiwa agama dan taat menjalankan perintah agamanya.26

23

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2010), h. 24.

24

Akmal Hawi, Kompetensi Guru PAI, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 19. 25

Abd. Halim Soebahar, Kebijak an Pendidik an Islam: dari Ordonansi Guru sampai UU SISDIKNAS, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), h. 1.

26

Remiswal dan Rezki Amelia, Format Pengembangan Strategi PAIKEM Dalam Pembelajaran Agama Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), h. 8.


(36)

21

Definisi-definisi yang telah disebutkan di atas sejalan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 pasal 1 ayat 1 dan 2 menjelaskan tentang definisi pendidikan agama dan keagamaan secara umum yang berbunyi:

1) Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanaya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

2) Pendidikan keagamaan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi ahli ilmu agama dan mengamalkan ajaran agamanya.27

Mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah salah satu mata pelajaran yang wajib diajarkan di setiap jenjang pendidikan. Hal ini berdasarkan Undang-undang SISDIKNAS tahun 2003 pasal 37 ayat 1 menjelaskan bahwa

“pendidikan agama harus dilaksanakan mulai tingkat sekolah dasar sampai menengah”. Kemudian ayat 2 pada pasal ini menjelaskan bahwa “pendidikan agama juga harus dilaksanakan pada tingkat pendidikan tinggi”.28

Peraturan tentang kewajiban menyelenggarakan pendidikan agama dijelaskan juga dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun

2007 pasal 3 ayat 1 yang berbunyi; “Setiap satuan pendidikan pada semua jalur,

jenjang, dan jenis pendidikan wajib menyelenggarakan pendidikan agama.”29

Adapun fungsi dari pendidikan dalam UU SISDIKNAS Tahun 2003 Pasal 30, Ayat 2 berbunyi, “Pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai

ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.”30

Hal ini juga dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 pasal 2

27

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Pasal 1, Ayat 1 dan 2.

28

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,Pasal 31 Ayat 1.

29

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, Pasal 3 Ayat 1.

30

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, h. 11.


(37)

ayat 1 tentang fungsi Pendidikan Agama yang berbunyi, “Pendidikan agama berfungsi membentuk manusia Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia dan mampu menjaga kedamaian dan kerukunan hubungan inter dan atarumat beragama.” 31

Tujuan diwajibkannnya pendidikan agama dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah RI tahun 2007 pasal 2 ayat 2 yang berbunyi, “Pendidikan agama bertujuan untuk berkembangnya kemampuan peserta didik dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai agama yang menyerasikan penguasaannya dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.” 32

Adapun ruang lingkup bahan pelajaran Pendidikan Agama Islam meliputi tujuh unsur pokok, yaitu:

1) Keimanan 2) Ibadah 3) Al-Qur’an 4) Akhlaq 5) Muamalah 6) Syari’ah 7) Tarikh33

Ruang lingkup pengajaran agama di sekolah menengah pertama (SMP) meliputi:

1) Keimanan (itikad) 2) Ibadah (fiqh) 3) Akhlak 4) Sejarah Islam

5) Ayat-ayat al-Qur’an dan Hadis 6) Islam dan kemasyarakatan.34

31

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, Pasal 2 Ayat 1.

32

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, Pasal 2 Ayat 2.

33 Vitria Alviani, “Pengaruh Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (CTL) Terhadap Hasil Belajar Pendidikan Agama Islam (Study Kasus di SMPN 2 Tangerang Selatan)”, Sk ripsi pada Pendidikan Agama Islam UIN Jakarta, Jakarta, 2010, h. 31, tidak dipublikasikan.


(38)

23

b. Materi Zakat di Sekolah

Materi zakat adalah bagian dari materi fiqh. Materi fiqh termasuk ke dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Materi zakat mulai dipelajari di tingkat Sekolah Dasar (SD) pada kelas VI. Pada tingkat tersebut, siswa mempelajari tentang macam-macam zakat. Kemudian pembahasannya lebih dititik beratkan tentang zakat fitrah, khususnya tentang ketentuan-ketentuan di dalam zakat fitrah.35

Materi zakat kembali dipelajari pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) di kelas VIII. Pada tingkat ini, pembelajaran tentang zakat lebih diperdalam lagi. Pembehasan tidak hanya berkisar tentang zakat fitrah yang sebelumnya sudah dipelajari di kelas VI SD. Pembahasan mulai meluas sampai pada ketentuan-ketentuan zakat mal dan perbedaan antara zakat fitrah dan zakat mal.36

Pada tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) materi zakat kembali dipelajari. Materi ini dipelajari siswa kelas X. Pada tingkat ini, siswa mempelajari tentang undang-undang yang berhubungan dengan zakat, haji, dan wakaf. Siswa mempelajari cara mengelola zakat, haji, dan wakaf berdasarkan undang-undang negara Republik Indonesia.

c. Pembelajaran Zakat di SMP

Sebagaimana telah dijelaskan pada subbab sebelumnya, bahwa pembelajaran materi zakat di SMP membahas tentang ketentuan-ketentuan di dalam zakat fitrah dan zakat mal. Materi ini diawalai dengan mempelajari tentang kedudukan zakat di dalam Islam dan pengertian zakat. Kemudian dilanjutkan dengan mempelajari ketentuan-ketentuan dalam zakat fitrah. Ketentuan-ketentuan dalam zakat fitrah ini berkenaan dengan hukum, jenis, kadar, waktu pemberian,

34

Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidik an Agama, (Jakrta: PT Hidakarya Agung, 1992), h. 71.

35

Zaenal Mustopa dan Nandang, Koswara, Pendidik an Agama Islam untuk SD Kelas VI, (Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011), h. 113-122.

36

Arkanuddin dan Septi Muslimah, Pendidik an Agama Islam untuk SMP Kelas VIII, (Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011), h. 81-94.


(39)

dan orang-orang yang berhak menerima zakat fitrah serta manfaat dari zakat fitrah tersebut.37

Setelah mempelajari tentang zakat fitrah. Pembahasan dilanjutkan dengan mempelajari materi tentang zakat mal. Pambahasan tentang zakat mal berkaitan dengan pengertian, hukum, dan syarat wajib zakat mal serta harta yang wajib dizakati. Selain itu, siswa juga mempelajari ketentuan tentag orang-orang yang berhak menerima zakat. Setelah itu siswa diminta untuk membedakan antara zakat fitrah dan zakat mal.38

B. Penelitian yang Relevan

Berdasarkan penelusuran peneliti, ditemukan beberapa penelitian sebelumnya yang sesuai dengan penelitian ini. Penelitian-penelitian yang relevan tersebut di antaranya sebagai berikut.

Aship pada tahun 2014 melakukan penelitian yang berjudul Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran PAI terhadap siswa kelas VIII di SMP Muhammaddiyah 8 Jakarta. Sampel pada penelitian ini berjumlah 30 siswa, terdiri dari 16 siswa putra dan 14 siswa putri. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian korelasional.39 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan metode Jigsaw dalam proses belajar mengajar dalam pembelajaran PAI sudah baik atau mendekati sangat baik. Hal ini berdasarkan jawaban responden yang sangat setuju sebanyak 256 (42,67%), responden yang setuju sebanyak 236 (39,33%), responden yang tidak setuju sebanyak 81 (13,50%), dan jawaban responden yang sangat tidak setuju sebanyak 8 (1,33%).40

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Cici pada tahun 2014 dengan judul Efektifitas Penerapan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Learning pada Bidang Studi Aqidah Akhlak di MTs. Ibnu Hajar Bogor. Penelitian

37 Ibid. 38

Husni Thoyar, Pendidik an Agama Islam untuk SMA Kelas X, (Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011), h. 184-199.

39 Muhammad Aship, “Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe

Jigsaw untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa pada Mata Pelajaran PAI di SMP Muhammadiyah 8 Jakarta”, Sk ripsi pada Pendidikan Agama Islam UIN Jakarta, Jakarta, h. 30, tidak dipublikasikan.

40


(40)

25

ini dilakukan terhadap siswa kelas IX dengan jumlah sampel 41 siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah metode pre-experimen dengan desain one group pretest-postest.41 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode Jigsaw Learning cukup efektif atau memiliki pengaruh positif terhadap prestasi siswa di kelas. Hal ini dapat dilihat dari hasil ulangan harian para siswa yang mengalami peningkatan. Sebelum diterapkan metode Jigsaw rata-rata nilai siswa adalah 85,97, sedangkan setelah diterapkan metode Jigsaw rata-rata siswa meningkat menjadi 88,90.42

Penelitian lain yang relevan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Dewi pada tahun 2015 dengan judul Peningkatan Prestasi Belajar PAI melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Learning Siswa Kelas X SMAN 90 Jakarta. Metode penelitian yang digunakan adalah PTK (Penelitian Tindakan Kelas) dengan sampel siswa kelas X SMAN 90 Jakarta dengan jumlah 33 orang siswa, terdiri dari 13 orang siswa putra dan 20 orang putri.43 Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran menggunakan metode Jigsaw Learning terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar PAI siswa. Artinya metode ini terbukti memiliki pengaruh yang besar berdasarkan peningkatan prestasi belajar siswa setelah menggunakan metode tersebut.44

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah ada tersebut, terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun persamaan yang ditemukan dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Metode yang digunakan, yaitu metode Jigsaw.

2. Mata pelajaran yang digunakan sebagai sarana penelitian, yaitu Pendidikan Agama Islam.

Sedangkan perbedaan antara penelitian-penelitian sebelumnya dengan penelitian yang akan dilaksanakan dapat dijelaskan sebagai berikut:

41 Cici Rina Yuningsih, “Efektifitas Penerapan Strategi Pembelajaran Cooperatif Tipe Jigsaw Learning pada Bidang Studi Aqidah Akhlak di MTs. Ibnu Hajar”, Sk ripsi pada Pendidikan Agama Islam UIN Jakarta, Jakarta, h. 33-34, tidak dipublikasikan.

42

Ibid., h. 59.

43 Dewi Puspasari, “Peningkatan Prestasi Belajar PAI melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Siswa Kelas X SMAN 90 Jakarta”, Sk ripsi pada Pendidikan Agama Islam UIN Jakarta, Jakarta, 2015, h. 34-38, tidak dipublikasikan.

44


(41)

1. Jumlah sampel yang digunakan. Pada penelitian Aship menggunakan sampel sebanyak 30 siswa, penelitian Cici menggunakan sampel sebanyak 41 siswa, dan penelitian Dewi menggunakan sampel sebanyak 33 siswa. Sedangkan pada penelitian yang akan dilaksanakan menggunakan sampel sebanyak 60 siswa.

2. Metode penelitian yang digunakan. Pada peneltian Aship menggunakan metode penelitian korelasional, penelitian Cici menggunakan metode pre-experiment dengan desain one group pretest-posttest, dan penelitian Dewi menggunakan metode PTK (Penelitian Tindakan Kelas). Sedangkan pada penelitian yang akan dilaksanakan menggunakan metode penelitian Kuasi Eksperimen dengan desain one group pascatest only.

C. Kerangka Berpikir

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam merupakan proses yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan yang telah diprogramkan. Proses pembelajaran ini dirancang dengan memperhatikan berbagai macam aspek agar pembelajaran dapat berjalan dengan baik. Sehingga siswa dapat belajar dengan nyaman dan pada akhirnya memotivasi siswa untuk turut aktif dalam pembelajaran.

Partisipasi aktif siswa dalam pembelajaran akan menentukan tingkat pemahaman yang akan didapatkan siswa. Siswa yang aktif selama proses pembelajaran akan mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam dibandingkan siswa yang tidak berpartisipasi aktif di dalamnya. Untuk menumbuhkan semangat siswa agar mau berpartisipasi aktif tidak hanya dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai. Hal yang paling penting adalah peran guru dalam menyampaikan materi atau bagaimana cara materi tersebut dipelajari oleh siswa. Hal ini sangat berkaitan dengan metode yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Metode yang tepat dapat secara efektif menggiring siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran.

Metode Jigsaw merupakan metode yang dapat mendorong peserta didik untuk aktif dalam proses pembelajaran. Dalam metode Jigsaw didapatkan adanya


(42)

27

proses kebersamaan dalam memahami materi yang dipelajari. Materi Pendidikan Agama Islam yang memiliki beberapa subbab di setiap materinya akan dimudahkan dengan metode ini, karena setiap subbab tersebut akan menjadi bahan diskusi yang menarik di setiap kelompok. Interaksi antar siswa dengan mudah dapat terjalin melalui metode ini.

Selain itu, metode ini menuntut siswa untuk memahami konsep yang dipelajari saat mereka berada di tim ahli. Kemudian mereka harus berbagi informasi yang telah didapatkan saat berada di dalam kelompok tim ahli kepada anggota kelompok asalnya. Proses pertukaran informasi inilah yang menjadi keunggulan metode Jigsaw karena dapat memotivasi siswa untuk berperan aktif dan memahami sebuah konsep secara mendalam dengan berdiskusi bersama kelompoknya.

Berdasarkan uraian di atas, diduga terdapat pengaruh positif antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap pemahaman siswa tentang materi Zakat pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Sehingga metode tersebut dapat dijadikan sebuah solusi untuk meningkatkan pemahaman dan keaktifan siswa dalam pembelajaran.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

: Metode Jigsaw tidak memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pemahaman siswa.

: Metode Jigsaw memiliki pengaruh positif terhadap tingkat pemahaman siswa.


(43)

28

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMP Sulthan Jl. Raya Tonjong No. 18 Tajur Halang, Kabupaten Bogor pada kelas VIII. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, yaitu dimulai dari bulan Maret-Mei pada semester genap tahun ajaran 2015-2016. Adapun agenda pelaksanaan kegiatan penelitian sebagai berikut:

Tabel 3.1

Jadwal Kegiatan Penelitian

Kegiatan

Pelaksanaan Kegiatan 2016

Maret April Mei

Persiapan dan Perencanaan Observasi

Kegiatan Penelitian Pengolahan Data Laporan Penelitian

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu (quasi experimental),1 yaitu metode penelitian yang tidak memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan secara penuh terhadap kondisi kelas dan lingkungan belajar kelas eksperimen. Peneliti akan menguji pengaruh metode Jigsaw terhadap tingkat pemahaman siswa dalam pembelajaran materi Pendidikan Agama Islam dengan cara membandingkan tingkat pemahaman siswa yang menggunakan metode pembelajaran Jigsaw (kelompok eksperimen) dengan siswa yang menggunakan metode konvensional (kelompok kontrol).

1

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidik an, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 59.


(44)

29

Desain yang digunakan dalam penelitan ini adalah Randomized Control Group Only Pascatest Design. Desain ini menentukan pengaruh pelakuan dengan hanya membandingkan rata-rata pascates antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol atau kelompok pembanding.2 Rancangan penelitian tersebut digambarkan sebagai berikut:

Tabel 3.2

Rancangan Desain Penelitian

Kelompok Pengambilan Perlakuan Pascatest

Eksperimen R X1 O

Kontrol R X2 O

Keterangan :

X1 = Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran

Jigsaw

X2 = Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan metode pembelajaran

konvensional

R = Pemilihan sampel secara random/acak

O = Tes akhir pada kelompok eksperimen dan kontrol

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.3 Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Sulthan pada semester Genap tahun 2015/2016. Jumlah siswa pada kelas VII berjumlah 75, pada kelas VIII berjumlah 60, dan pada kelas IX berjumlah 60. Maka total populasi pada penelitian ini berjumlah 190 siswa.

Penempatan siswa pada SMP Sulthan dilakukan secara acak oleh pihak sekolah tanpa didasarkan atas peringkat dan nilai. Siswa tidak dikelompokkan

2

Wina Sanjaya, Penelitian Pendidik an: Jenis, Metode, dan Prosedur, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), h. 104.

3

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendek atan Prak tik, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), h. 173.


(45)

dengan beberapa kriteria dan kurikulum yang diberikan pun sama. Dengan demikian, diasumsikan bahwa setiap kelas pada SMP Sulthan ini memiliki karakteristik siswa yang cukup heterogen, artinya ada siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah.

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.4 Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sample yaitu cara mengambil sampel bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu.5 Penelitian ini menggunakan teknik purposive sample karena dalam penelitian ini membutuhkan sampel yang mempelajari materi Zakat, karena materi tersebut digunakan sebagai sarana dalam penelitian ini. Maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa SMP Sulthan kelas VIII yang berjumlah 2 kelas dan setiap kelasnya berisi 30 siswa. Sampel ini diambil karena mewakili materi yang akan diteliti yaitu materi Zakat.

Kemudian dari 2 kelas tersebut diundi kelas mana yang dijadikan sebagai kelas kontrol dan kelas eksperimen. Setelah diundi, diperoleh kelas VIII A sebagai kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan metode Jigsaw dan kelas VIII B sebagai kelas kontrol yang pembelajarannya menggunakan metode konvensional.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dari hasil tes kedua kelompok sampel dengan pemberian tes yang sama. Tes ini dilakukan pada akhir pokok bahasan materi yang telah dipelajari dan disusun berdasarkan silabus. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik tes, yaitu tes yang menguji pemahaman siswa tentang materi yang sudah dipelajari. Tes ini diberikan kepada kelompok eksperimen yaitu kelas VIII A yang dalam pembelajarannya diterapkan metode Jigsaw dan kelompok kontrol yaitu kelas VIII B yang dalam pembelajarannya diterapkan pendekatan metode konvensional.

4

Ibid., h. 174. 5


(46)

31

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes pemahaman siswa terhadap materi Pendidikan Agama Islam tentang Zakat. Soal tes untuk mengukur tingkat pemahaman siswa tersebut disusun dalam bentuk pilihan ganda yang terdiri dari 40 buah soal. Pemberian tes dilakukan untuk memperoleh data tentang tingkat pemahaman materi Pendidikan Agama Islam yang dipelajari menggunakan metode Jigsaw dan metode konvensional.

Adapun indikator yang akan diukur melalui tes tersebut akan dijelaskan pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.3

Kisi-Kisi Instrumen Tes Pemahaman Konsep Materi Zakat Indikator

Pemahaman Konsep

Indikator soal Nomor

Soal

Jumlah Soal

1. Menjelaskan Pengertian Zakat Fitrah dan Zakat Mal

- Menyebutkan pengertian zakat fitrah dan zakat mal

- Menyebutkan macam-macam zakat

1, 2, 3, 6, 12, 21, 22, 23

38

9

1 2. Membedakan

antara Zakat Fitrah dan Zakat Mal

- Menjelaskan perbedaan pengertian zakat fitrah dan mal

- Menyebutkan ketentuan-ketentuan zakat fitrah dan mal

- Menjelaskan perbedaan ketentuan zakat fitrah dan

14

5, 7, 8, 9, 10, 11, 15, 17, 19, 20, 24, 35, 37, 39, 40 18 dan 27

1

15


(47)

mal 3. Menjelaskan

Orang yang Berhak Menerima Zakat Fitrah dan Zakat Mal

- Membaca dan mengartikan dalil naqli tentang orang-orang yang berhak menerima zakat

- Menyebutkan orang-orang yang berhak menerima zakat fitrah dan zakat mal

4

32 dan 36

1

2

4. Mempraktikkan Pelaksanaan Zakat Fitrah dan Zakat Mal

- Mempraktikkan zakat fitrah dan zakat mal

13, 16, 25, 26, 28, 29, 30, 31, 33, 34

10

Sebuah tes terlebih dahulu diujicobakan sebelum digunakan sehingga memenuhi kriteria instrumen yang baik. Ujicoba ini dimaksudkan untuk memperoleh validitas, daya pembeda, tingkat kesukaran, dan reliabilitas instrumen. Dikatakan baik sebagai alat pengukur jika memenuhi persyaratan berikut:

1. Validitas

Validitas instrumen menunjukkan bahwa hasil dari suatu pengukuran menggambarkan segi atau aspek yang diukur.6 Uji validitas yang digunakan pada instrumen tes menggunakan validitas butir soal. Validitas dihitung dengan menggunakan rumus product moment dari Pearson. Perhitungan validitas yang digunakan adalah rumus korelasi product moment dengan angka kasar, yaitu:7

6

Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidik an, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 228.

7

Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidik an, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), h. 170.

} ) ( }{ ) ( { ) )( ( 2 2 2 2 y y n x x n y x xy n rxy           


(48)

33

Keterangan:

: koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y N : Jumlah responden

X : skor butir soal Y : skor total

Uji validitas instrumen dilakukan untuk membandingkan hasil perhitungan dengan pada taraf signifikansi 5%, dengan terlebih dahulu menetapkan degrees of freedom atau derajat kebebasan yaitu dk = n-2. Soal dikatakan valid jika nilai , sebaliknya soal dikatakan tidak valid jika nilai

.

Setelah dilakukan ujicoba soal dengan taraf signifikansi 5% dan dengan nilai 0,361, dari 40 soal yang diujicoba dalam penelitian ini didapati 30 soal valid dan 10 soal tidak valid.

2. Reliabilitas

Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keterpercayaan hasil tes. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap.8 Adapun rumus yang digunakan untuk mencari reabilitas tes adalah rumus Spearman-Brown dengan pembelahan ganjil- genap, yaitu9:

Keterangan :

= korelasi antara skor-skor setiap belahan tes = koefisien reabilitas yang sudah disesuaikan

8

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidik an, edisi 2, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), h. 100.

9


(49)

Klasifikasi interpretasi reliabilitas yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.4

Kriteria koefisien reliabilitas:

Interval Kriteria

0,80 ≤ r ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,70 ≤ r < 0,80 Tinggi

0,40 ≤ r < 0,70 Sedang

0,20 ≤ r < 0,40 Rendah

r ≤ 0,20 Sangat rendah (tidak valid)

Hasil uji reliabilitas tes pada penelitian ini adalah 0, 86. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tes ujicoba dalam penelitian ini memiliki taraf kepercayaan yang sangat tinggi.

3. Taraf Kesukaran

Taraf kesukaran ditentukan dengan cara membandingkan antara nilai P (proporsi) dengan indeks kesukaran. Nilai P dapat diperoleh dengan rumus: 10

Keterangan :

P = indeks kesukaran

B = skor siswa yang menjawab soal itu dengan benar JS = jumlah seluruh siswa peserta tes

Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut:11

10

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidik an, edisi 2, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), h. 223.

11


(50)

35

Tabel 3.5

Klasifikasi Tingkat Kesukaran

Nilai P Tingkat Kesukaran

0,0- 0,30 Sukar

0,31-0,70 Sedang

0,71-1,00 Mudah

Tingkat kesukaran soal yang telah diujicoba adalah sebagai berikut: a. Soal sukar berjumlah 4 soal

b. Soal sedang berjumlah 19 soal c. Soal mudah berjumlah 17 soal

4. Daya Pembeda Soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah.12 Rumus untuk menentukan indeks diskriminasi adalah:13

DP =

Keterangan:

DP = Daya pembeda soal

JBA = Jumlah nilai kelompok atas yang menjawab benar JBB = Jumlah nilai kelompok bawah yang menjawab benar

JSA = Jumlah peserta kelompok atas x jumlah skor maksimal butir soal JSB = Jumlah peserta kelompok bawah x jumlah skor maksimal butir soal PA = = Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar

PB = = Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar

Adapun klasifikasi daya pembeda dapat dilihat pada tabel berikut:

12

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidik an, edisi 2, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012), h. 226.

13


(1)

(2)

Lampiran 22


(3)

(4)

Lampiran 23

Nilai Kritis Distribusi F


(5)

(6)

Lampiran 24

Nilai Persentil Untuk Distribusi T

υ t0,995 t0,99 t0,975 t0,95 t0,90 t0,80 t0,75 t0,70 t0,60 t0,55

1 2 3 4 63,66 9,92 5,84 4,60 31,82 6,96 4,54 3,75 12,71 4,30 3,18 2,78 6,31 2,92 2,35 2,13 3,08 1,89 1,64 1,53 1,376 1,961 0,978 0,941 1,000 0,816 0,765 0,741 0,727 0,617 0,584 0,569 0,325 0,289 0,277 0,271 0,158 0,142 0,137 0,134 5 6 7 8 9 4,03 3,71 3,50 3,36 3,25 3,36 2,14 3,00 2,90 2,82 2,57 2,45 2,36 2,31 2,26 2,02 1,94 1,90 1,86 1,83 1,48 1,44 1,42 1,40 1,38 0,920 0,906 0,896 0,889 0,883 0,727 0,718 0,711 0,706 0,703 0,559 0,553 0,549 0,546 0,543 0,267 0,265 0,263 0,262 0,261 0,132 0,131 0,130 0,130 0,129 10 11 12 13 14 3,17 3,11 3,06 3,01 2,98 2,76 2,72 2,68 2,65 2,62 2,23 2,20 2,18 2,16 2,14 1,81 1,80 1,78 1,77 1,76 1,37 1,36 1,36 1,35 1,34 0,879 0,876 0,873 0,870 0,868 0,700 0,697 0,695 0,694 0,692 0,542 0,540 0,539 0,538 0,537 0,260 0,260 0,259 0,259 0,258 0,129 0,129 0,128 0,128 0,128 15 16 17 18 19 2,95 2,92 2,90 2,88 2,86 2,60 2,58 2,57 2,55 2,54 2,13 2,12 2,11 2,10 2,09 1,75 1,75 1,74 1,73 1,73 1,34 1,34 1,33 1,33 1,33 0,866 0,865 0,864 0,862 0,861 0,691 0,690 0,689 0,688 0,688 0,536 0,535 0,534 0,534 0,533 0,258 0,258 0,257 0,257 0,257 0,128 0,128 0,128 0,127 0,127 20 21 22 23 24 2,84 2,83 2,82 2,81 2,80 2,53 2,52 2,51 2,50 2,49 2,09 2,08 2,07 2,07 2,06 1,72 1,72 1,72 1,71 1,71 1,32 1,32 1,32 1,32 1,32 0,860 0,859 0,858 0,858 0,857 0,687 0,686 0,686 0,685 0,685 0,533 0,532 0,532 0,532 0,531 0,257 0,257 0,256 0,256 0,256 0,127 0,127 0,127 0,127 0,127 25 26 27 28 29 2,79 2,78 2,77 2,76 2,76 2,48 2,48 2,47 2,47 2,46 2,06 2,06 2,05 2,05 2,04 1,71 1,71 1,70 1,70 1,70 1,32 1,32 1,31 1,31 1,31 0,856 0,856 0,855 0,855 0,854 0,684 0,684 0,684 0,683 0,683 0,531 0,531 0,531 0,530 0,530 0,256 0,256 0,256 0,256 0,256 0,127 0,127 0,127 0,127 0,127 30 40 60 120  2,75 2,70 2,66 2,62 2,58 2,46 2,42 2,39 2,36 2,33 2,04 2,02 2,00 1,98 1,96 1,70 1,68 1,67 1,66 1,645 1,31 1,30 1,30 1,29 1,28 0,854 0,853 0,848 0,845 0,842 0,683 0,681 0,679 0,677 0,674 0,530 0,529 0,527 0,526 0,524 0,256 0,255 0,254 0,254 0,253 0,127 0,126 0,126 0,126 0,126

Sumber: Statistical Tables for Biological, Agricultural and Medical Research, Fisher, R. A. dan Yates, F T able III, Oliver & Boyd Ltd, Edinburgh.

Nilai Persentil Untuk Distribusi t υ = dk

(Bilangan Dalam Badan Daftar Menyatakan tp)