THE IMPROVEMENT OF STUDENT’S VOCABULARY MASTERY INTO COOPERATIVE LEARNING TYPE TEAMS GAMES TOURNAMENT IN SMP AL KAUTSAR BANDAR LAMPUNG

(1)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut undang undang sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003, bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta kepribadian yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Undang-Undang ini menginginkan suasana pembelajaran yang dilakukan dengan mengaktifkan peserta didik, dengan kata lain pembelajaran berpusat pada peserta didik, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator. Pembelajaran juga harus dapat mengembangkan potensi diri dan kreativitas peserta didik secara maksimal. Sejalan dengan itu Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar nasional pendidikan bab IV pasal 19 dinyatakan bahwa :

“Proses pembelajaran pada setiap satuan pendidikan diselenggaranakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisifasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.”( PP 19 tahun 2005:54)


(2)

Peraturan pemerintah ini kembali menekankan tentang penyelenggaraan proses pembelajaran yang menantang, menuntut partisipasi aktif dan memberi ruang yang cukup bagi prakarsa kreativitas siswa. Hal ini sejalan dengan harapan pemerintah dan masyarakat yang menginginkan pembelajaran di sekolah lebih memberi ruang yang cukup bagi prakarsa kreatifitas siswa.

Mempelajari bahasa sangatlah penting termasuk mempelajari Bahasa Inggris untuk para siswa karena bahasa merupakan alat komunikasi bagi para siswa berinteraksi dengan lingkungan belajar hal ini sejalan dengan pemikiran dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan pengertian bahasa yaitu menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.

Pembelajaran Bahasa Inggris yang ideal adalah pembelajaran yang meletakkan peserta didik sebagai pusat dari pemikiran dan perencanaan pendidik atau yang dikenal dengan istilah student centered. Pembelajaran yang berpusat pada peserta didik bercirikan pada antusiasme, suasana pembelajaran yang hidup dimana siswa terlibat langsung dalam aktivitas pembelajaran. Cameron (2002:2) menyatakan:

If the teacher’s concern is centered on the child, there is a temptation to stay in that first place or to follow the child. The teacher has to do what the child may not be able to do: to keep in sight the longer view, and move the child towards increasingly demanding challenges, so that no learning potential is wasted. A learning- centered perspective on teaching will, I believe, help us to do more effectively.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada bulan Januari di SMP Al Kautsar Bandar Lampung terdapat beberapa kecenderungan yang dilakukan para pendidik dalam pengelolaan pembelajaran yang kurang sesuai sehingga kurang


(3)

dibawah KKM 55%

25% diatas KKM 20%(nilai

KKM)

memiliki aktivitas dan kreatifitas dalam proses pembelajaran yang mengakibatkan rendahnya prestasi belajar bahasa Inggris siswa

Seperti terlihat pada gambar:

Gambar 1.1 Persentase keberhasilan siswa

SMP Al Kautsar Bandar Lampung untuk mata pelajaran Bahasa Inggris

menetapkan KKM sebesar 68. Sedangkan standar ketuntasan belajar secara yang telah dicapai oleh siswa kelas VII pada semester ganjil hanya sebanyak 45%, kenyataan ini mencerminkan hasil pembelajaran bahasa Inggris yang masih belum memenuhi standar ketuntasan belajar yang ditetapkan yaitu skor 68 dalam

pembelajaran Bahasa Inggris.

Rendahnya prestasi belajar Bahasa Inggris yang dialami siswa merupakan hasil pembelajaran Bahasa Inggris yang kurang optimal dapat dilihat dari hasil belajar yang belum memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) hal ini merupakan akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru belum optimal. Proses pembelajaran belum optimal karena 2 hal, yakni (1) proses pembelajaran bersifat informatif, belum diarahkan ke proses aktif pebelajar untuk membangun sendiri pengetahuannya, dan (2) proses pembelajaran berpusat pada pembelajar belum diarahkan ke pembelajaran yang berpusat pada pebelajar (Joni ,2000).


(4)

Siswa hanya menerima informasi dari guru tanpa adanya timbal balikdan bersifat pasif , guru sebagai pusat informasi (teacher center) Xaviery (2004) menemukan bahwa proses pembelajaran saat ini kurang memiliki daya tarik. Kurang

menariknya pembelajaran karena 2 hal. Pertama, pembelajaran yang dirancang oleh pembelajar tidak dapat memacu keingintahuan pebelajar untuk membedah masalah seputar lingkungan sosialnya sekaligus dapat membentuk opini pribadi terhadap masalah tersebut. Kedua, pembelajar memposisikan diri sebagai pribadi menggurui pebelajar, belum memerankan diri sebagai fasilitator yang

membelajarkan pebelajar.

Berdasarkan kondisi di atas maka perlu dilakukan inovasi satu upaya yang perlu dilakukan untuk mengubah situasi pembelajaran tersebut adalah dengan

menggunakan berbagai metode, strategi dan teknik yang tepat dalam proses pembelajaran secara bervariasi sehingga lebih menarik. Untuk menetukan metode yang baik dan benar perlu adanya teori, Bruner mengemukakan pentingnya teori preskriptif yang melandasi praktik, karena yang ada sebelumnya adalah teori deskriptif. (Yusufhadi, Miarso: 2004:112.) adapun metode yang bisa dijadikan salah satu alternatif adalah metode pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami


(5)

materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.

Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serata memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah (Trianto 2007:42)

Model pembelajaran kooperatif sangat diminati dan cocok bagi siswa dan siswi SMP Al Kautsar hal ini di dasarkan pengamatan dan angket yang diberikan kepada mereka yang menginginkan pembelajaran berkelompok pada kelas 7 C yang dipilih secara acak.

Tabel 1.1 Tabel Hasil Angket Siswa. Pembelajaran

Berkelompok

Setuju Tidak setuju

Laki laki 11 siswa 5 siswa

Perempuan 13 siswa 3 siswa

Berdasarkan data di atas mayoritas siswa dan siswi menginginkan pembelajaran berkelompok, dan mereka akan sangat aktif dan senang bila diajarkan dengan berkelompok dan pembelajaran kooperatif adalah salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas siswa, meningkatkan interaksi siswa,


(6)

meningkatkan penguasaan siswa terhadap materi pembelajaran dan akan memotivasi siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran, pembelajaran kooperatif akan menumbuhkan motivasi dalam belajar karena akan terjadi kompetisi antar kelompok, dan memungkinkan bagi siswa untuk terlibat secara nyata bertingkah laku, berkerja sama, berkompromi serta saling memberi dukungan.

Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajar an berkelompok yang dilakukan asal – asalan yaitu saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka akuntabilitas individual dan keterampilan menjalin hubungan antar pribadi hal ini sesuai pada pembelajaran kooperatif, karena pada pembelajar an kooperatif siswa yang memiliki kemampuan berbeda dalam belajar disatukan dalam suatu kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 anggota, setiap anggota

kelompok saling berkerjasama dan saling membantu dalam usaha memahami bahan pelajaran dan mengerjakan tugas yang diberikan kepada kelompoknya. Dalam pembelajaran kooperatif belum bisa dikatakan selesai apabila salah satu anggota kelompoknya belum menguasai bahan pelajaran yang dipelajari. Dengan demikian semua semua siswa harus mengerjakan semua tugas yang diberikan bersama kelompoknya selama pembelajaran berlangsung.

Penguasaan kosakata Bahasa Inggris membutuhkan daya ingat dan pemahaman tentang suatu konsep kalimat dan keberanian dalam penggunaanya, motivasi salah satu syarat untuk mengukur suksesnya suatu pembelajaran, ini tergantung kepada guru yang mempunyai kreatifitas untuk menciptakan situasi yang menyenangkan


(7)

dalam proses belajar mengajar, salah satu teknik untuk menciptakan hal itu adalah dengan menggunakan permainan

Pembelajaran Team Games Tournament (TGT) merupakan salah satu pilihan metode dengan menggunakan permainan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Metode ini adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur

permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama,

persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Ada lima komponen utama dalam komponen utama dalam TGT yaitu: 1). Penyajian kelas, 2). Kelompok (team), 3). Game, 4). Turnament, 5). Team recognize (penghargaan kelompok) TGT memiliki dimensi kegembiraan dalam yang diperoleh dari pelaksanaan pertandingan teman satu kelompok akan saling membantu dalam mempersiapkan diri menghadapi pertandingan. Peneliti melakukan penelitian pada pelaksanaan pembelajaran

Bahasa Inggris dalam menerapkan pembelajaran kooperatif tipe TGT untuk dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa yang diharapakan mampu meningkatkan penguasaan kosakata siswa, karena TGT sesuai dengan kurikulum penelitian mengambil pokok bahasan Notice, Shopping List dan Announcement dengan melihat kenyataan bahwa umumnya siswa mendapatkan kesulitan dalam


(8)

mengembangkan kegiatan Bahasa Inggris yang berhubungan dengan materi tersebut.

1.2 Identifikasi Masalah

Adapun permasalahan yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut: 1. Persentase penguasaan vocabulary siswa yang telah tuntas belajar masih

rendah, hal ini dapat dilihat dari prestasi siswa yang masih rendah.

2. Kurangnya kemauan dan kemampuan guru dalam mengembangkan metode pembelajaran yang bersifat student centered sehingga dapat mengembangkan motivasi belajar siswa dan meningkatkan aktivitas siswa dan dapat

mengembangkan seluruh potensi siswa.

3. Metode pembelajaran masih menggunakan metode yang konvensional misalnya dengan menggunakan ceramah.

4. Kurangnya aktivitas pembelajaran siswa telah menyebabkan hasil evaluasi yang masih rendah.

5. Media pembelajaran yang kurang sehingga membuat pembelajaran kurang menarik.

6. Kreatifitas siswa yang kurang berkembang membuat siswa kurang aktif dalam belajar

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas masalah yang akan diteliti adalah 1. Desain pembelajaran Bahasa Inggris dengan menggunakan pembelajaran


(9)

2. Proses pembelajaran Bahasa Inggris dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament

3. Sistem evaluasi pembelajaran Bahasa Inggris dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament

4. Peningkatan aktivitas pembelajaran Bahasa Inggris dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament

1.4. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

a. Bagaimanakah desain perencanaan pembelajaran Bahasa Inggris dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament? b. Bagaimanakah proses pelaksanaan pembelajaran Bahasa Inggris dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament? c. Bagaimanakah sistem evaluasi pada pembelajaran Bahasa Inggris dengan

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament? d. Bagaimanakah penguasaan kosakata siswa pada pembelajaran Bahasa Inggris

setelah dilaksanakannya pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament?

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis:

a. Desain perencanaan pembelajaran Bahasa Inggris dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament


(10)

b. Proses pelaksanaan pembelajaran Bahasa Inggris dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament pada siswa kelas VII SMP Al Kautsar Bandar Lampung

c. Sistem evaluasi pada pembelajaran Bahasa Inggris dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament

d. Peningkatan penguasaan kosakata Bahasa Inggris siswa kelas VII SMP Al Kautsar Bandar Lampung.

1.6 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Penelitian Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam teknologi pembelajaran pada kawasan desain dan pengelolaan pembelajaran

b. Secara Praktis

1) Bagi guru, dapat memberikan sumbangan pemikiran untuk meningkatkan kinerja dalam melaksanakan pembelajaran yang berkualitas dan bervariasi 2) Bagi siswa, siswa termotivasi dalam belajar dan memiliki rasa precaya diri untuk selalu aktif dalam proses pembelajaran serta mendapat hasil belajar yang optimal.

3) Bagi pihak pendidik, dapat memberi masukan sehingga meningkatkan kualitas pembelajaran dan mutu pendidik


(11)

II. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Belajar dan Pembelajaran

Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia yang penting, dalam upaya mempertahankan hidup dan mengembangkan diri. Melalui belajar seseorang dapat memahami sesuatu konsep yang baru, dan atau mengalami perubahan tingkah laku, sikap, dan ketrampilan. Pernyataan di atas didukung oleh Gagne dalam buku Ratna Wilis bahwa (1988:12-13)“ Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.” Kutipan di atas dapat diartikan bahwa belajar membutuhkan waktu yang lama dan melalui proses perubahan perilaku dan pola pikir dari seseorang. Belajar menurut Drs. Bambang Warsita bahwa (2008:87)“ Belajar merupakan suatu kumpulan proses yang bersifat individu, yang mengubah stimulasi yang datang dari lingkungan seseorang ke dalam sejumlah informasi yang selanjutnya dapat menyebabkan adanya hasil belajar dalam bentuk ingatan jangka panjang.” Menurut Prof. Dr. Made Pidarta, belajar adalah perubahan perilaku yang bersifat relatif permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat atau kecelakaan) dan bisa melaksanakanya pada pengetahuan lain serta mampu mengkomunikasikanya kepada orang lain.


(12)

Surya (2003:24) mengemukakan tiga ciri-ciri perubahan khas yang menjadi karakteristik perilaku belajar yaitu: a) Belajar merupakan perubahan yang intensional, b) Belajar merupakan perubahan yang bersifat positif dan aktif, c) Belajar merupakan yang bersifat efektif dan fungsional. Belajar merupakn proses orang yang memperoleh kecakapan ketrampilan dan sikap. Hakikatnya belajar harus mengahasilkan sesuatu perubahan yang permanen dalam diri manusia melalui pengalaman yang diolah daya nalar. Pengalaman adalah hasil proses interaksi manusia dan lingkungannnya.

Dari beberapa teori tersebut di atas dapat penulis simpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku , kepribadian yang dimiliki oleh seseorang baik ketrampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan secara dinamis dari tidak tahu menjadi tahu, dari yang belum dewasa menjadi dewasa, dari yang sederhana menjadi yang kompleks. Hakikat belajar harus menghasilkan sesuatu perubahan permanen dalam diri seseorang melalui pengalaman. Pengalaman adalah hasil proses interaksi seseorang dengan lingkungannya. Semakinbanyak interaksi dengan lingkungan hidupnya maka seseorang semakin banyak

pengalamannya. Belajar adalah suatu usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman seseorang itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

2.2 Pengembangan Instruksional

Pengembangan instruksional adalah teknik pengelolaan dalam mencari pemecahan masalah-masalah instruksional atau, setidak-tidaknya, dalam


(13)

mengoptimalkan pemanfaatan sumber belajar yang ada untuk memperbaiki pendidikan.

Desain instruksional sebuah upaya untuk meningkatkan hasil belajar dengan menggunakan pendekatan sistem instruksional. Pendekatan sistem dalam Instruksional lebih produktif untuk semua tujuan Instruksional di mana setiap komponen bekerja dan berfungsi untuk mencapai tujuan instruksional. Komponen seperti instruktur, peserta didik, materi, kegiatan instruksional, sistem penyajian materi, dan kinerja lingkungan belajar saling berinteraksi dan bekerja sama untuk mewujudkan hasil instruksional pebelajar yang dikehendaki. Desain sistem instruksional meliputi untuk perencanaan, pengembangan, implementasi, dan evaluasi instruksional.

2.2.1 Komponen Desain Instruksional Model Dick and Carey.

Model Dick – Carey adalah model desain instruksional yang dikembangkan oleh Walter Dick, Lou Carey dan James O Carey. Model ini adalah salah satu dari model prosedural, yaitu model yang menyarankan agar penerapan prinsip disain instruksional disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus di tempuh secara berurutan.

Model Dick – Carey tertuang dalam Bukunya The Systematic Design of Instruction edisi 6 tahun 2005. Perancangan instruksional menurut sistem

pendekatan model Dick & Carey terdapat beberapa komponen yang akan dilewati di dalam proses pengembangan dan perencanaan tersebut. Langkahnya


(14)

(15)

Berikut adalah langkah pengembangan desain instruksional menurut Dick and Carey :

1) Identifikasi Tujuan (Identity Instructional Goal(s)). Tahap awal model ini adalah menentukan apa yang diinginkan agar pebelajar dapat

melakukannya ketika mereka telah menyelesaikan program Instruksional. Tujuan Instruksional mungkin dapat diturunkan dari daftar tujuan, dari analisis kinerja (performance analysis), dari penilaian kebutuhan (needs assessment), dari pengalaman praktis dengan kesulitan belajar pebelajar, dari analisis orang-orang yang melakukan pekerjaan (Job Analysis), atau dari persyaratan lain untuk instruksi baru.

2) Melakukan Analisis Instruksional (Conduct Instructional Analysis). Langkah ini, pertama mengklasifikasi tujuan ke dalam ranah belajar Gagne, menentukan langkah-demi-langkah apa yang dilakukan orang ketika mereka melakukan tujuan tersebut (mengenali keterampilan bawahan / subordinat). Langkah terakhir dalam proses analisis

Instruksional adalah untuk menentukan keterampilan, pengetahuan, dan sikap, yang dikenal sebagai perilaku masukan (entry behaviors), yang diperlukan peserta didik untuk dapat memulai Instruksional. Peta konsep akan menggambarkan hubungan di antara semua keterampilan yang telah diidentifikasi.

3) Analisis Pembelajar dan Lingkungan (Analyze Learners and Contexts). Langkah ini melakukan analisis pembelajar, analisis konteks di mana mereka akan belajar, dan analisis konteks di mana mereka akan


(16)

dimiliki pembelajar akan digunakan untuk merancang strategi Instruksional.

4) Merumuskan Tujuan Performansi (Write Performance Objectives). Pernyataan-pernyataan tersebut berasal dari keterampilan yang diidentifikasi dalam analisis Instruksional, akan mengidentifikasi keterampilan yang harus dipelajari, kondisi di mana keterampilan yang harus dilakukan, dan kriteria untuk kinerja yang sukses.

5) Pengembangan Tes Acuan Patokan (Develop Assessment Instruments). Berdasarkan tujuan performansi yang telah ditulis, langkah ini adalah mengembangkan butir-butir penilaian yang sejajar (tes acuan patokan) untuk mengukur kemampuan siwa seperti yang diperkirakan dari tujuan. Penekanan utama berkaitan diletakkan pada jenis keterampilan yang digambarkan dalam tujuan dan penilaian yang diminta.

6) Pengembangan Siasat Instruksional (Develop Instructional Strategy). Bagian-bagian siasat Instruksional menekankan komponen untuk mengembangkan belajar pebelajar termasuk kegiatan praInstruksional, presentasi isi, partisipasi peserta didik, penilaian, dan tindak lanjut kegiatan.

7) Pengembangan atau Memilih Material Instruksional (Develop and Select Instructional Materials). Ketika kita menggunakan istilah bahan

Instruksional kita sudah termasuk segala bentuk Instruksional seperti panduan guru, modul, overhead transparansi, kaset video, komputer berbasis multimedia, dan halaman web untuk Instruksional jarak jauh. maksudnya bahan memiliki konotasi.


(17)

8) Merancang dan Melaksanakan Penilaian Formatif (Design and Conduct Formative Evaluation of Instruction). Ada tiga jenis evaluasi formatif yaitu penilaian satu-satu, penilaian kelompok kecil, dan penilaian uji lapangan. Setiap jenis penilaian memberikan informasi yang berbeda bagi perancang untuk digunakan dalam meningkatkan Instruksional. Teknik serupa dapat diterapkan pada penilaian formatif terhadap bahan atau Instruksional di kelas.

9) Revisi Instruksional (Revise Instructional). Strategi Instruksional ditinjau kembali dan akhirnya semua pertimbangan ini dimasukkan ke dalam revisi Instruksional untuk membuatnya menjadi alat Instruksional lebih efektif. 10)Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif (Design And Conduct

Summative Evaluation). Hasil-hasil pada tahap di atas dijadikan dasar untuk menulis perangkat yang dibutuhkan. Hasil perangkat selanjutnya divalidasi dan diujicobakan di kelas/ diimplementasikan di kelas dengan evaluasi sumatif.

2.3 Pembelajaran Bahasa Inggris

Proses pembelajaran akan mengarah pada apa yang dibutuhkan siswa dan sesuai dengan tingkat kemampuan siswa. Selain itu, peningkatan pengetahuan,

keterampilan, dan sikap akan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman. Gagne (1972) mengemukakan bahwa: “learning is a change inhuman disposition or capacity, which persist over a period time, and which is not simply ascribable to process of growth” (Warsita, Bambang. 2008:65-79)

Dalam belajar Bahasa Inggris, para siswa harus melewati beberapa tahap atau fase pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar. Hal ini berkaitan dengan


(18)

kemampuan perolehan bahasa (language acquisition). Inggris merupakan bahasa asing yang diajarkan sejak sekolah dasar. Pemerolehan Bahasa Inggris sebagai bahasa asing diajarkan dengan tahapan-tahapan pembelajaran sehingga

menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan belajar bahasa asing menjadi kebiasaan. Hal ini sesuai dengan Gagne yang menyatakan

belajar adalah mekanisme dimana seseorang menjadi anggota masyarakat yang berfungsi secara kompleks.

Kompetensi yang diperlukan meliputi skill, pengetahuan, attitude (perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia, sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas. Gagne, Robert M. : 1977, siswa pembelajaran bahasa Inggris membutuhkan fasiltator pengatur jalannya pelajaran hal ini sesuai dengan pemikiran vygotsky yang menyatakan bahwa

Teacher is to be kind of walking resources center in the classroom. in the other words teacher should always be ready to offer help if it is needed. Therefore, teacher has to appear to be well prepared and knowledgeable about the material. (Vygotski, 2003;56)

Pembelajaran adalah proses yang disengaja dirancang untuk menciptakan terjadinya aktifitas belajar dalam diri individu. Dengan kata lain, pembelajaran merupakan suatu hal yang bersifat eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya proses belajar internal dalam diri individu. Dick dan Carey (2005: 205) mendefinisikan pembelajaran sebagai rangkaian peristiwa atau kegiatan yang disampaikan secara terstruktur dan terencana dengan menggunakan sebuah atau beberapa jenis media.


(19)

Proses pembelajaran mempunyai tujuan yaitu agar siswa dapat mencapai kompetensi seperti yang kita inginkan. Untuk mencapai tujuan tersebut proses pembelajaran perlu dirancang secara sistematik dan sistemik dimulai dari rancangan pelaksanaan pembelajaran hingga ke evaluasi pembelajaran.

pembelajaran Bahasa Inggris itu terdiri dari empat kemampuan yaitu: mendengar, berbicara, membaca dan menulis Selain memiliki empat skills dalam Bahasa Inggris juga memiliki komponen bahasa tidak dapat ditinggalkan yaitu structure, vocabulary, pronunciation, komponen bahasa ini memiliki keterkaitan antara satu dan yang lain dan tentunya mempengaruhi pada empat keahlian berbahasa Inggris, listening, reading, speaking dan writing.

Pembelajaran Bahasa Inggris prioritas utama adalah pencapaian tujuan

pembelajaran itu sendiri, metode pembelajaran harus menarik dan sesuai dengan tingkat satuan pendidikan peserta didik khususnya dalam mengajar vocabulary atau kosakata siswa. Mengingat pentingnya karna kata adalah bagian terkecil dari kesadaran manusia “A word is a microcosm of human consciousness”

(vygotsky:2003:4) dan kita membutuhkan metode yang tepat dalam

mengajarkannya betapa pentingnya metode sehingga Asher (1988: 1) berpendapat bahwa “method” implies a formula, a formula implies a science. Sebelum

membelajarkan Bahasa Inggris seorang guru mesti mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan pemebelajaran itu sendiri seperti media, gambar, dsb sehingga siswa dapat memahami makna dari pembelajaran itu. Diharapkan prestasi siswa dapat meningkat dan dapat mengaplikasikan bahasa Inggris dalam kehidupan merekan sehari-hari (real life). Pembelajaran menggunakan metode TGT merupakan pembelajaran yang menekankan pada aktivitas belajar.


(20)

Dengan aktivitas pembelajaran yang tinggi tentu berdampak pada prestasi yang tinggi pula. Seperti yang dikatakan Richard dan Rodger 2001 dalam (Setiyadi 2003:116):

no method of teaching foreign speech is likely to be economical or successful which does not include in the first period a very considerable proportion of that type of classroom work which consists of the carrying out of pupil of orders by teacher.

2.4 Model Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan model pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan, jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang di persyaratkan.

Dengan demikian, setiap anggota kelompok akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan kelompok. Sanjaya, Wina (2010:241)


(21)

Roger dan David Johnson (Lie, Anita, 2008:31) mengemukakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan: 1) Saling ketergantungan positif

Keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas

sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain dapat mencapai tujuan mereka.

2) Tanggung jawab perseorangan

Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model pembelajaran Cooperative Learning, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik. Pengajar yang efektif dalam model pembelajaran Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan. 3) Tatap muka

Dalam pembelajaran Cooperative Learning setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan.

4) Komunikasi antar anggota

Unsur ini menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai keterampilan berkomunikasi, karena keberhasilan suatu kelompok juga


(22)

bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka. Keterampilan berkomunikasi dalam kelompok juga merupakan proses panjang. Namun, proses ini merupakan proses yang sangat bermanfaat dan perlu ditempuh untuk

memperkaya pengalaman belajar dan pembinaan perkembangan mental dan emosional para siswa.

5) Evaluasi proses kelompok.

Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Adapun langkah-langkah pembelajaran kooperatif menurut Ibrahim, Muslimin, et, al. (Trianto, 2011:48) adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1

Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase -1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase-3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas-tugas mereka.

Fase-5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempersentasikan hasil kerjanya. Fase-6 Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik


(23)

Memberikan penghargaan upaya maupun hasil belajar individu maupun kelompok.

Sumber: Ibrahim, Muslimin, et, al. (Trianto, 2011:48)

Menurut Slavin, Robert E (2010:257) mengemukakan “Pendekatan paling efektif terhadap manajemen kelas bagi pembelajaran kooperatif adalah menciptakan sebuah sistem penghargaan positif yang didasarkan pada kelompok”. Berikut petunjuk perhitungan skor perkembangan individu menurut Slavin, Robert E (2010:159) terdapat pada Tabel 2.2 sebagai berikut:

Tabel 2.2

Konversi Skor Perkembangan

SKOR KUIS INDIVIDU SKOR

PERKEMBANGAN Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5 poin

10 hingga 1 poin dibawah skor awal 10 poin Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20 poin Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30 poin Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal) 30 poin Sumber: Slavin, Robert E (2010:159)

Pada model pembelajaran kooperatif supaya peserta didik lebih termotivasi dalam setiap pembelajaran, guru memberikan suatu penghargaan kepada kelompok-kelompok yang memiliki nilai yang memenuhi kriteria. Menurut Slavin, Robert E (2010:160) mengemukakan bahwa kriteria yang digunakan untuk menentukan pemberian penghargaan terhadap kelompok adalah sebagai berikut:


(24)

Tabel 2.3

Tingkat Penghargaan Kelompok

NILAI RATA-RATA KELOMPOK PENGHARGAAN

15 poin TIM BAIK

16 poin TIM SANGAT BAIK

17 poin TIM SUPER

Sumber: Slavin, Robert E (2010:160) 2.5 Teams Games Tournament (TGT)

Model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif model Teams Games Tournament (TGT) memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kejujuran, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar.

Teams Games Tournament (TGT) pada mulanya dikembangkan oleh Davied Devries dan Keith Edward, ini merupakan metode pembelajaran pertama dari Johns Hopkins. Dalam model ini kelas terbagi dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 3 sampai dengan 5 siswa yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar belakang etniknya, kemudian siswa akan bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecilnya. Pembelajaran dalam Teams Games Tournament (TGT) hampir sama seperti STAD dalam setiap hal kecuali satu, sebagai ganti kuis dan sistem skor perbaikan individu, TGT menggunakan


(25)

turnamen permainan akademik. Dalam turnamen itu siswa bertanding mewakili timnya dengan anggota tim lain yang setara dalam kinerja akademik mereka yang lalu. (Robert E.2009:162)

Metode TGT ini dirancang untuk mengenalkan kosa kata Bahasa Inggris kepada siswa. pembelajaran menggunakan TGT ini sangat ideal jika diterapkan pada anak sekolah menengah dikarenakan pembelajaran yang dititik beratkan pada aktivitas pembelajaran kelompok (grouping) adapun aktivitas yang diamati yaitu 1) mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru. 2) bertanya kepada guru.3) menjawab pertanyaaan guru.4)menjelaskan materi pada teman dan kelompok. 5) menyelesaikan soal diskusi. 6)membuat catatan/rangkuman. 7) aktif dalam persentasi kelas. 8) aktif dalam pertandingan

Menurut Robert E. Slavin (2010;214), Pembelajaran kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 komponen utama, yaitu : presentasi di kelas, tim (kelompok), game

(permainan), turnamen (pertandingan), dan rekognisi tim (perhargaan kelompok). Prosedur pelaksanaan TGT dimulai dari aktivitas guru dalam menyampaikan pelajaran, kemudian siswa bekerja dalam tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Selanjutnya diadakan turnamen, di mana siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk

menyumbangkan poin bagi skor timnya.

Lebih lanjut, dijelaskan mengenai langkah-langkah pembelajaran TGT modifikasi dari Robert E. Slavin (2010:245) bahwa TGT terdiri dari siklus reguler dari aktivitas pengajaran, sebagai berikut:


(26)

Guru menjelaskan secara garis besar dan siswa memperhatikan dengan seksama. Tahap penjelasan di artikan sebagai proses penyampaian pokok – pokok materi pembelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok yang tujuannya pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.

2. Belajar Kelompok (Tim)

Siswa melaksanakan pembelajaran dalam kelompok kelompok kecil yang heterogen dalam kemampuan akademis yang terdiri dari siswa dengan tingkat akademis tinggi sedang dan kurang setelah guru selesai memberikan materi, setiap kelompok mengerjakan soal – soal secara berkelompok, selanjutnya satu dari anggota kelompok mempresentasikan hasil diskusinya sementara kelompok lain menanggapi.

3. Permainan/Pertandingan (Game/Turnamen)

Pelaksanaan pertandingan akademik adalah ciri khas dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT. Kelompok heterogen dirombak untuk sementara waktu dan kemudian dibentuk kelompok yang homogeny dalam tingkat kecerdasan dan digabungkan dalam 1 meja pertandingan

Gambar 2.2 Mekanisme Pertandingan

Pada saat pertandingan usai, nilai yang diperoleh setiap siswa dihitung dan ditulis pada lembar penilaian individu, peserta mendapat nilai terbanyak meraih tingkat

A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4

C1 C2 C3 C4 D1 D2 D3 D4 MEJA 2


(27)

1 (top scorer), peserta mendapat nilai terbanyak kedua meraih tingkat 2 (high middle scorer), peserta mendapat nilai terbanyak ketiga meraih tingkat 3 (lower middle scorer), peraih nilai terkecil meraih tingkat (lower scorer) Selanjutnya perolehan nilai peserta dikonversikan dengan tabel 2.4, 2.5, 2.6 (slavin 1995:90) dibawah ini :

Tabel 2.4 Perolehan Skor Untuk 4 Pemain

Tingkat an Pemain Tida k ada seri Tingk at 1-2 seri Tingk at 2-3 seri Tingk at 3-4 seri Tingk at 1-2-3 seri Tingk at 2-3-4 seri Tingkat 1-2 -3-4 seri Tingka t 1-2 seri 3-4 seri 1(High

scorer) 60 50 60 60 50 60 40 50

2(high middle scorer)

40 50 40 40 50 30 40 50

3(low middle scorer)

30 30 40 30 50 30 40 30

4(low

scorer) 20 20 20 30 20 30 40 30

Tabel di atas memperlihatkan aturan perolehan skor untuk pemain terdiri dari 4 orang dengan keterangan sebagai berikut: Jika tidak ada seri diantara keempat pemain, maka pemain tingkat 1 memperoleh skor 60, pemain tingkat 2

memperoleh skor 40, pemain tingkat 3 memperoleh skor 30 dan pemain tingkat 4 memperoleh skor 20 jika pemain tingkat 1 dan tingkat 2 seri maka kedua pemain tersebut memperoleh nilai 50 maka pemain tingkat 3 memperoleh nilai 30 dan


(28)

pemain tingkat 4 memperoleh skor 20, jika pemain tingkat 2 dan tingkat 3 seri maka pemain tingkat 1 memperoleh skor 60, pemain tingkat 2 dan tingkat 3 mendapatkan skor 40 sedangkan pemain tingkat 4 memperoleh skor 20 jika pemain tingkat3 dan 4 seri maka pemain tingkat 1 memperoleh skor 60, pemain tingkat 2 memperoleh skor 40 dan pemain tingkat 3 dan 4 memperoleh skor 30 jika pemain tingkat 1,2 dan 3 seri maka ketigaa pemain tersebut memperoleh skor 50 sedangkan pemain tingkat 4 memperoleh skor 20, jika pemain tingkat 1,2. Dan 4 seri maka tingkat 1 memperoleh skor 60 maka ktiga pemain seri mendapatkan nilai skor 30 jika semua pemain seri maka masin – masing pemain mendapatkan nilai 40, jika pemain tingkat 1 dan 2 seri dan pemain tingkat 3 dan 4 seri maka pemain tingkat 1 dan 2 mendapatkan skor 50 dan pemain tingkat 3 dan 4 mendapatkan skor 30

Tabel 2.5 perolehan skor untuk tiga pemain Tingkatan

pemain

Tidak ada seri

Tingkat 1 dan 2 seri

Tingkat 2 dan 3 seri

Tingkat 1,2 dan 3 seri

1(Top scorer) 60 50 60 40

2(High middle scorer)

40 50 30 40

3(Low scorer) 20 20 30 40

Tabel 2.5 memperlihatkan aturan untuk pemain yang terdiri dari tiga orang dengan keterangan sebagai berikut:

Jika tidak ada seri maka pemain tingkat 1 memperoleh nilai 60 dan tingkat 2 mendapakan skor 40 dan tingkat 3 mandapatkan skor 20, Jika pemain tingkat 1 dan 2 seri maka pemain tingkat 1 memperoleh nilai 50 dan tingkat 2 mendapakan


(29)

skor 50 dan tingkat 3 mandapatkan skor 20, Jika pemain tingkat 2 dan 3 seri maka pemain tingkat 1 memperoleh nilai 60 dan tingkat 2 mendapakan skor 30 dan tingkat 3 mandapatkan skor 30, Jika pemain tingkat 1 , 2 dan 3 seri maka pemain tingkat 1 memperoleh nilai 40 dan tingkat 2 mendapatkan skor 40 dan tingkat 3 mandapatkan skor 40.

Tabel 2.6 Perolehan skor untuk 2 pemain

Tingkatan pemain Tidak ada seri Tingkat 1-2 seri

1 (top scorer) 60 40

2 (low scorer) 20 40

Tabel 2.6 memperlihatkan aturan pemain yang terdiri dari dua orang keterangannya sebagai berikut: jika tidak ada seri maka pemain tingkat 1 mendapatkan skor 60 dan tingkat 2 mendapatkan nilai 20 jika pemain tingkat 1 dan 2 seri maka masing masin pemain mendapatkan skor 40

4. Rekognisi Tim (Penghargaan Tim)

Pada setiap akhir pertandingan dilakukan perhitungan skor ini dimaksudkan untuk mendapatkan kelompok mana yng mendapatkan skor tertinggi untuk memperoleleh nilai rata rata mencapai kriteria tertentu maka diberikan penghargaan.


(30)

Tabel 2.7 Kriteria Penghargaan Kelompok

NILAI PENGHARGAAN

Nilai ≥ 50 Super team

45 ≤ Nilai < 50 Great team

40 ≤ Nilai < 45 Good team

Berikut adalah contoh lembar rangkuman catatan skor yang sudah diisi menurut slavin (1995:91) seperti tertera sebagai berikut:

Tabel 2.8 Kriteria Penghargaan Kelompok ANGGOTA

KELOMPOK A B C D E F

1 60 20 20 40

2 40 40 20 60

3 50 20 40 60

4 60 60 20 40

Total skor 210 140 100 200

Rata rata skor 55 35 25 50

Penghargaan kelompok

Super Team

Good Team

Bagi kelompok yang memperoleh nilai skor tertentu dapat diberikan predikat good team, great team, bagi kelompok tertinggi diberikan predikat super team perangkat yang dibuthkan untuk melaksanakan penghargaan kelompok adalah lembar pencatatan nilai pemain, lembar rangkuman skorsertifikat penghargaan atau sejenisnya.


(31)

2.6 Teori Belajar Sosial Vygotsky

Vygotsky berpendapat seperti Piaget, bahwa peserta didik membentuk

pengetahuan sebagai hasil dari pikiran dan kegiatan peserta didik sendiri melalui bahasa. Vygotsky berkeyakinan bahwa perkembangan tergantung baik pada faktor biologis menentukan fungsi-fungsi elementer memori, atensi, persepsi, dan stimulus-respon, faktor sosial sangat penting artinya bagi perkembangan fungsi mental lebih tinggi untuk pengembangan konsep, penalaran logis, dan

pengambilan keputusan (Kern, 2008: 38-39).

Teori Vygosky ini, lebih menekankan pada aspek sosial dari pembelajaran. Menurut Vygotsky bahwa proses pembelajaran akan terjadi jika anak bekerja atau menangani tugas-tugas yang belum dipelajari, namun tugas-tugas tersebut masih berada dalam jangkauan mereka disebut dengan zone of proximal development, yakni daerah tingkat perkembangan sedikit di atas daerah perkembangan

seseorang saat ini. Vygotsky yakin bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dari percakapan dan kerja sama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu tersebut (Kern, 2008: 39). Satu lagi ide penting dari Vygotsky adalah scaffolding yakni pemberian bantuan kepada anak selama tahap-tahap awal perkembangannya dan mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak untuk mengambil alih

tanggung jawab yang semakin besar segera setelah anak dapat melakukannya. Penafsiran terkini terhadap ide-ide Vygotsky adalah peserta didik seharusnya diberikan tugas-tugas kompleks, sulit, dan realistik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya untuk menyelesaikan tugas-tugas itu. Hal ini bukan berarti


(32)

bahwa diajarkan sedikit demi sedikit komponen-komponen suatu tugas yang kompleks yang pada suatu hari diharapkan akan terwujud menjadi suatu kemampuan untuk menyelesaikan tugas kompleks tersebut (Kern, 2008: 6)

2.7 Penelitian Yang Relevan

Lismawati (2005) dalam penelitannya menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas siswa dan diikuti peningkatan hasil belajar siswa. Rahardi Moersetyo (2002) dalam penelitianya menyimpulkan bahwa hasil pembelajaran tipe TGT lebih baik daripada pembelajaran dengan model belajar konvensional, dan Magdalena, Elva. 2010. Peningkatan hasil belajar matematika siswa melalui peningkatan kooperatif tipe teams-games-turnament di SMP Negeri 23 Bandar Lampung. Tesis Magister (tidak dipublikasikan) Universitas Lampung. Lampung


(33)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode Penelitian Tindakan (PT). karena peneliti ingin mendesain dan mencari solusi terbaik untuk meningkatkan

penguasaan vocabulary dan proses PT diharapkan mampu meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa.

Sedangkan menurut Iskandar (2009:5), Penelitian tindakan kelas didefinisikan sebagai suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan dalam melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan, serta memperbaiki kondisi di mana pembelajaran tersebut dilakukan. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelas VII E dan VII F SMP Al Kautsar Bandar Lampung pada bulan Januari sampai dengan Maret tahun ajaran 2011/2012.

3.3 Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII E dan VII F SMP Al Kautsar Bandar Lampung yang berjumlah 64 orang. Objek penelitian ini adalah pelaksanaan


(34)

pembelajaran Bahasa Inggris dengan model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT).

3.4 Definisi Konseptual dan Operasional

3.4.1 Konseptual Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

RPP adalah program perencanaan yang disusun sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran untuk setiap kegiatan proses pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe teams games tournamnent, yang terdiri dari 5 komponen, yaitu komponen tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode, media dan sumber pembelajaran serta komponen evaluasi.

3.4.2 Konseptual Proses Pembelajaran Bahasa Inggris

Proses pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara siswa dengan guru dan sumber belajar pada materi bentuk notice, shopping list dan announcement dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe teamsgamestournamnent di kelas VII E dan VII F

3.4.3 Konseptual Sistem Evaluasi Pembelajaran

Sistem evaluasi pembelajaran adalah serangkaian kegiatan pengumpulan data yang diperlukan dalam rangka memberikan judgment yakni berupa keputusan tentang sesuatu melalui proses pengukuran dan penilaian.


(35)

3.4.4 Konseptual Penguasaan Kosakata Bahasa Inggris Siswa

Pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu kegiatan pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan

mengandung unsur permainan dan reinforcement.

3.4.5 Operasional Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran merupakan skenario pembelajaran yang disusun oleh guru sebagai pedoman dan acuan dalam pelaksanaan pembelajaran yang dinilai dengan menggunakan APKG dengan nilai rata-rata 4 pada setiap siklusnya dengan skala 1-5.

3.4.6 Operasional Proses Pembelajaran

Penilaian observer terhadap interaksi guru dan siswa saat berlangsungnya siklus. Interaksi yang dimaksud adalah kegiatan yang mengarah pada proses belajar seperti Mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru, bertanya kepada guru, menjawab pertanyaaan guru, menjelaskan materi pada teman dan kelompok, menyelesaikan soal diskusi, membuat catatan/rangkuman, aktif dalam persentasi kelas, aktif dalam pertandingan.


(36)

3.4.7 Operasional Sistem Evaluasi

Sistem evaluasi adalah penilaian observer terhadap kegiatan pengumpulan data belajar siswa tentang standar penilaian validitas, reliabilitas, daya beda, tingkat kesukaran tes dan pengolahan hasil tes dalam bentuk uraian pada saat siklus berlangsung.

3.4.8 Operasional Penguasaan Kosakata Siswa

Penguasaan Bahasa Inggris kosakata siswa adalah merupakan prestasi hasil tes berupa nilai yang didapat setelah siswa menyelesaikan menjawab soal-soal tentang materi pelajaran yang sudah diajarkan.

3.5 Lama Tindakan

Penelitian dilaksanakan dengan beberapa siklus sampai mencapai target

ketuntasan nilai 68 atau lebih dan presentase ketuntasan siswa lebih dari 80% dan penelitian akan dihentikan jika sudah mencapai target.

3.6 Rancangan Penelitian Tindakan

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang dilakukan oleh peneliti secara langsung. Penelitian ini berbasis kolaboratif, sehingga dalam Bahasa Inggris pelaksanaannya penelitian dilakukan melalui kerja sama dengan guru bidang studi yang selalu berupaya


(37)

untuk memperoleh hasil yang optimal melalui cara dan prosedur yang efektif, sehingga dimungkinkan adanya tindakan yang berulang dengan revisi untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Inggris.

Peneliti berperan sebagai guru untuk melakukan tindakan pembelajaran sesuai perencanaan tindakan yang dibuat. Peneliti selalu bekerja sama dengan guru bidang studi Bahasa Inggris mulai dari:

1. Dialog awal;

2. Perencanaan tindakan; 3. Pelaksanaan tindakan; 4. Pemantauan (observasi);

5. Perenungan (refleksi) pada setiap tindakan yang dilakukan; 6. Penyimpulan hasil berupa pengertian dan pemahaman (evaluasi).


(38)

RANCANGAN PENELITIAN

Gambar 3.1. Diagram Siklus PTK Model Kemmis dan McTaggart dalam Hopkins (1993)

Penelitian ini mengarah pada model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dapat didefinisikan sebagai salah satu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan alasan melakukan tindakan tertentu agar dapat meningkatkan kualitas proses pembelajaran di kelas. Model penelitian tindakan kelas sebagaimana dinyatakan

Orientasi teori dan kajian lapangan

Perencanaan

Pelaksanaan tindakan pembelajaran I Analisis data dan

refleksi I

Tes siklus I

Perencanaan

Pelaksanaan tindakan pembelajaran II Analisis data dan

refleksi II

Tes siklus II

Perencanaan

Pelaksanaan tindakan pembelajaran III Analisis data dan

refleksi III


(39)

oleh Kemmis dan Mc Taggart (1988) dalam Suharsimi Arikunto (2006:34), merupakan penelitian bersiklus yang terdiri dari rencana, aksi/ tindakan, observasi dan refleksi yang dilakukan secara berulang.

Mengacu pada teori tentang penelitian tindakan kelas, maka rancangan penelitian disusun menggunakan prosedur sebagai berikut:

1. Dialog Awal

Dialog awal dilakukan dengan mengadakan pertemuan peneliti dengan guru bidang studi Bahasa Inggris yang bermaksud mendiskusikan maksud dan tujuan penelitian sehingga peneliti yang akan melakukan Perencanaan Tindakan

a. Observasi dan Monitoring Evaluasi, Dialog Awal, Refleksi, Pengertian dan Pemahaman, Perencanaan Tindakan

b. Observasi dan Monitoring, Evaluasi Refleksi, Pengertian dan Pemahaman Seterusnya Sesuai Waktu yang Direncanakan tindakan benar-benar mengerti permasalahan yang dihadapi oleh guru di kelas

2. Perencanaan Tindakan

a. Setelah ditemukan permasalahan, maka peneliti bersama guru merencanakan tindakan yang akan dilakukan, meliputi model pembelajaran yang akan digunakan, waktu dan hari pelaksanaan.

b. Membuat kesepakatan bersama guru bidang studi Bahasa Inggris untuk menetapkan materi yang akan diajarkan.

c. Merancang program pembelajaran berupa silabus, rencana pembelajaran (RP), angket untuk mengukur peningkatan motivasi siswa, modul sistem koordinasi


(40)

manusia, kartu-kartu yang berisi soal turnamen, dan soal post-test serta lembar pengamatan untuk penilaian afektif siswa.

d. Sebelum pelaksanaan tindakan, peneliti dan guru berlatih bersama untuk menyamakan persepsi mengenai proses pembelajaran yang telah

direncanakan.

3. Pelaksanaan Tindakan

Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti bersama guru melakukan pembelajaran sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Peneliti melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe TGT dalam usaha ke arah perbaikan. Suatu perencanaan bersifat fleksibel dan siap dilakukan perubahan sesuai dengan apa yang terjadi dalam proses pelaksanaan di lapangan. Dalam pelaksanaan tindakan, peneliti berperan sebagai guru, sedangkan guru berperan sebagai observer.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TGT (Teams-Games-Tournament) yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

A. Penjelasan materi

Guru menjelaskan secara garis besar dan siswa memperhatikan dengan seksama. Tahap penjelasan di artikan sebagai proses penyampaian pokok – pokok materi pembelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok yang tujuannya pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.

B. Belajar Kelompok (Tim)

Siswa melaksanakan pembelajaran dalam kelompok kelompok kecil yang heterogen dalam kemampuan akademis yang terdiri dari siswa dengan tingkat


(41)

akademis tinggi sedabg dan kurang setelah guru selesai memberikan materi, setiap kelompok mengerjakan soal – soal secara berkelompok, selanjutnya satu dari anggota kelompok mempresentasikan hasil diskusinya sementara kelompok lain menanggapi.

C. Permainan/Pertandingan (Game/Turnamen)

Pelaksanaan pertandingan akademik adalah ciri khas dalam pembelajaran

kooperatif tipe TGT. Kelompok heterogen dirombak untuk sementara waktu dan kemudian dibentuk kelompok yang homogeny dalam tingkat kecerdasan dan digabungkan dalam 1 meja pertandingan

4. Observasi dan Monitoring

Observasi dan monitoring dilakukan bersama ketika pembelajaran (pelaksanaan tindakan) berlangsung. Pengamatan ini tidak dilakukan oleh peneliti sendiri yang bertindak sebagai guru tetapi bekerja sama dengan guru bidang studi Bahasa Inggris.

5. Refleksi

Data dari hasil observasi dapat berupa data kuantitatif yang berupa penguasaan materi (nilai post-test) dan tanggapan proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Proses refleksi ini memegang peran yang sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan penelitian tindakan kelas. Karena dengan adanya suatu refleksi yang tajam dan terpercaya akan didapatkan suatu masukan yang sangat berharga dan akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya. Komponen-komponen refleksi dapat digambarkan sebagai berikut:


(42)

Data yang diperoleh dari hasil observasi, selanjutnya didiskusikan antara guru bidang studi dengan peneliti untuk mengetahui:

a. Apakah tindakan yang telah dilakukan sesuai dengan rencana.

b. Kemajuan apa yang dicapai siswa, terutama dalam hal peningkatan prestasi belajar siswa.

Jika setelah refleksi terdapat masalah, dilakukan tindakan lanjutan yang meliputi perencanaan, tindakan dan observasi, sehingga masalah tersebut dapat teratasi dan tercapainya hasil yang optimal. Adapun kegiatan setiap siklus akan disajikan sebagai berikut :


(43)

Tabel 3.1 Kegiatan Tiap Siklus

Perencanaan Pelaksanaan Observasi Refleksi

 menyusun rencana plaksanaan pembelajara n  menyiapka soal – soal dsikusi  menyiapkan lembar observasi  menyiapkan perangkat pertandinga n  menyusun evaluasi  Menyampaikan materi pembelajar an secara garis besar  Membentuk kelompok diskusi

(8kelompok @ 4 siswa)

 Guru

memberikan tugas berisi soal tentang

vocabulary

 Diskusi kelompok menyelesaikan soal – soal

 Siswa

melaksanakan presentasi kelas

 Membagi siswa dalam meja pertan dingan  Siswa melakukan pertandingan antar kelompok

 Siswa bersama guru menarik kesimpulan  Mengamati aktivitas siswa dalam pembe lajaran kooperatif TGT  Mengamati aktivitas guru dalam pembe lajaran koope ratif TGT dari awal inti dan penutup  Mengamati jalannya diskusi kelompok  Mengamati jalannya presentasi kelas.  Mengamati jalanya pertandingan antar kelompok Mengevaluasi dan merefleksikan hasil obser vasi :

 Metode yang di gunakan

 Penyajian materi

 LKK yang digunakan

 Tugas yang diberikan

 Keaktifan Siswa


(44)

3.7 Kisi-kisi Instrumen

Kisi-kisi instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a) Kisi-kisi instrumen penilaian kemampuan perencanaan pembelajaran

Kisi-kisi instrumen penilaian kemampuan perencanaan meliputi beberapa aspek dalam lembar penilaian RPP sertifikasi guru dalam jabatan, seperti yang dituliskan dalam tabel 3.2 di bawah ini:

Tabel 3.2. Kisi-Kisi Instrumen RPP

No Aspek Indikator No.

Instrumen

Skor Maksimal 1 Aktivitas

Guru dalam Penyusunan RPP

A.Kejelasan perumusan tujuan pembelajaran (tidak menimbulkan penafsiran ganda dan mengandung perilaku hasil belajar)

B.Pemilihan materi ajar (sesuai dengan tujuan dan karakteristik peserta didik) C.Pengorganisasian materi ajar

(keruntutan, sistematika materi, dan kesesuaian dengan alokasi waktu) D.Pemilihan sumber/ media

pembelajaran (sesuai dengan tujuan, materi dan karakteristik peserta didik) E. Kejelasan skenario pembelajaran

(langkah-langkah kegiatan

pembelajaran: awal, inti dan penutup) F. Kerincian skenario pembelajaran

(setiap langkah tercermin strategi/ metode dan alokasi waktu pada setiap tahap)

G.Kesesuaian teknik dengan tujuan pembelajaran

H.Kelengkapan instrumen evaluasi (soal, kunci, pedoman penskoran)

1 1 1 1 1 1 1 1 5 5 5 5 5 5 5 5


(45)

b) Kisi – Kisi Instrumen Aktivitas Peserta Didik

Diedrich dalam Hamalik (2004: 11) menggolongkan aktivitas sebagai berikut: (1) Visual Activities, misalnya: membaca, memperhatikan gambar, demonstrasi, percobaan. (2) Oral Activities, misalnya: bertanya, memberikan saran, mengeluarkan pendapat dan diskusi. (3) Listening Activities,

misalnya: mendengarkan uraian, diskusi percakapan. (4) Writing Activities, misalnya: menulis laporan, menyalin. (5) Drawing Activities,

misalnya: menggambar, membuat grafik, diagram. (6) Motor Activities, misalnya: melakukan percobaan. (7) Mental Activities, misalnya: mengingat, menganalisis, mengambil keputusan. (8) Emotional Activities, misalnya: gembira, berani, bergairah. Dari penggolongan aktivitas di atas, peneliti mengambil beberapa aktivitas yang akan dijadikan sebagai indikator pada penelitian ini, dengan kisi-kisi sebagai berikut.

Tabel 3.3. Kisi – Kisi Instrumen Aktivitas Peserta Didik

ASPEK INDIKATOR NO ITEM

Aktivitas Peserta Didik dalam Pembelajaran

1. Mendengarkan dan memperhatikan penjelasan guru

1

2. Bertanya kepada guru 1

3. Menjawab pertanyaaan guru 1 4. Menjelaskan materi pada teman dan

kelompok

1 5. Menyelesaikan soal diskusi 1 6.Membuat catatan/rangkuman 1 7. Aktif dalam persentasi kelas 1 8. Aktif dalam pertandingan 1


(46)

c) Kisi-Kisi Instrumen Tes Prestasi Belajar

Kisi-kisi instrumen tes tertulis dalam bentuk pilihan jamak terbuka pada setiap siklusnya disajikan pada tabel berikut.

Tabel 3.4. Kisi-Kisi Butir Soal

SIK LUS

KOMPETENSI

DASAR MATERI INDIKATOR

BUTIR SOAL /ASPEK 1 11.1. Merespon makna

yang terdapat dalam teks tulis fungsional pendek sangat sederhana secara akurat, lancar dan berterima yang berkaitan dengan lingkungan terdekat

- Notice 1. Mengidentifikasi kata dalam teks berupa instruction in the house

2. Menuliskan lawan kata dari teks berupa instructionin the school

3. Menentukan lawan kata dari teks instructionin the school 1,2,7,8 ,19,20 /C1 3,4,5.6 9,10/ c1 11,12, 13,21, 22/c2

11.2. Merespon makna yang terdapat dalam teks tulis fungsional pendek sangat sederhana secara akurat, lancar dan berterima yang berkaitan dengan lingkungan terdekat Shopping

List 1. Mengidentifikasi List of things 2. Menentukan names of fruits 3. Menentukan things in market

14,15, 16,22, 23,24, / c2

11.3. Merespon makna yang terdapat dalam teks tulis fungsional pendek sangat sederhana secara akurat, lancar dan berterima yang berkaitan dengan lingkungan terdekat - Announ cement

- Mengidentifikasi kata dalam teks berbentuk announcement

- Mentukan kata dalam teks berbentuk announcement - Menuliskan teks

dalam kata berbe ntuk announcement 16,17, 118,26 , 27,28, 29,30/ c2


(47)

3.8 Teknik Analisis Instrumen Tes

3.8.1 Validitas Tes

Validitas artinya sejauh mana ketepatan dan kecermatan dalam mengukur sesuai dengan tujuan pengukuran tersebut. Suatu tes atau instrumen pengukur dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tesebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya

pengukuran tersebut. Menurut Arikunto (2006: 206) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Suatu instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi, sedangkan instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.

Pengujian instrumen dilakukan dengan teknik : 1. Validitas Isi (Content Validity). 2. Validitas tampilan (Face Validity) 3. Analisis butir. Validitas Isi Adalah

validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau melalui professional judgment. Pengujian validitas isi merupakan pengujian yang sistematis terhadap isi tes untuk menentukan apakah tes mencakup sampel representatif dari domain perilaku yang harus di ukur, representatif maksudnya domain yang hendak diukur terwakili dalam jumlah butir dan proporsi yang benar. Pengujian validitas isi dilakukan dengan menilai secara teoritis apakah penjabaran teori ke dalam kisi-kisi dari suatu tes sudah terwakili secara komprehensif yang hendak diukur, sementara Face Validity Adalah validitas yang hanya didasarkan pada penelitian terhadap format penampilan (appearance) tes dengan alasan validitas tampilan yang tinggi (tampak meyakinkan) akan memancing motivasi individu yang dites untuk menghadapi tes tesebut bersungguh sungguh. Kemudian


(48)

dilanjutkan ke teknik yang ketiga yaitu menganalisis tiap butir soal menggunakan program anates.

Insrumen yang kurang baik diperbaiki didasarkan pada masukan dari dosen pembimbing dan ahli bidang studi serta telah diujikan sebelumnya. Untuk

mengetahui apakah apakah tes mempunya validitas secara empiris adalah dengan mengkorelasikan skor yang diperoleh pada setiap butir soal. Apabila skor semua pernyataan yang disusun memiliki koefesien korelasi, item yang mepunyai korelasi positif dengan korelasi yang tinggi menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula dengan kata lain alat ukur tersebut valid. Validitas ini dinamakan validitas butir soal. Untuk menetukan validitas tes dibandingkan dengan kriteria sebagai berikut:

0.80 – 1.00 : Sangat tinggi 0.60 – 0.79 : Tinggi 0.40 – 0.59 : Sedang 0.20 – 0.39 : Rendah

0.00 – 0.19 : Sangat Rendah. (Hadi, 2003:67)

Hasil analisis validitas tes pada Siklus pertama menggunakan program Anates dapat ditafsirkan sebagai berikut:

Validitas tes dengan korelasi XY pada siklus pertama dengan nilai

0.60 kategori Rendah. Validitas tes dengan korelasi XY pada siklus kedua dengan nilai 0.80 kategori tinggi. Validitas tes dengan korelasi XY pada siklus ketiga dengan nilai 0.86 kategori Tinggi


(49)

3.8. 2 Reliabilitas Tes

Reliabilitas adalah tingkat kemampuan instrument penelitian untuk

mengumpulkan data secara tetap dari sekelompok individu. Instrumen yang memiliki tingkat reabilitas tinggi cenderung menghasilkan data yang sama tentang suatu variabel unsur-unsurnya, jika diulangi pada waktu yang berbeda pada sekelompok individu yang sama atau dengan kata lain instrumen tersebut konsisten atau ajeg.

Adapun kriteria reliabilitas tes yaitu: 0.80 – 1.00 : Sangat tinggi 0.60 – 0.79 : Tinggi 0.40 – 0.59 : Sedang 0.20 – 0.39 : Rendah

0.00 – 0.19 : Sangat Rendah. (Hadi, 2003:64)

Hasil analisis reabilitas tes pada tiap siklus menggunakan program Anates dapat ditafsirkan sebagai berikut:

Reabilitas tes pada siklus pertama dengan nilai 0. 75 kategori Sedang Reabilitas tes pada siklus kedua dengan nilai 0.89 kategori Tinggi Reabilitas tes pada siklus ketiga dengan nilai 0.92 kategori Tinggi

3.8. 3 Tingkat Kesukaran

Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Tujuan menganalisis taraf kesukaran soal adalah untuk mendapat soal yang baik. Soal yang terlalu mudah maupun terlalu sulit tidak akan digunakan untuk menguji


(50)

dalam penelitian. Untuk menentukan taraf kesukaran soal dengan membandingkan dengan kriteria sebagai berikut:

- soal dengan P 0,00 sampai 0,30 adalah soal sukar - soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang - soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah

(Arikunto, 2006: 210)

Hasil analisis tingkat kesukaran soal pada siklus pertama menggunakan program Anates dapat ditafsirkan sebagai berikut: soal nomor 1, 3, 5, 8, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 17, 18, 19, 20, 22, 24, 25, 26, 27, 28 tergolong kategori mudah dengan

kisaran indeks kesukaran 0, 70 – 1, 00. Soal nomor butir 2, 4, 5, 7, 9, 21, 23, 30 tergolong kategori sedang dengan kisaran indeks kesukaran 0,30 – 0, 70. Soal nomor butir 16, 29 tergolong kategori Sukar dengan kisaran Indeks Kesukaran soal antara 0,00 - 0,30.

Hasil analisis tingkat kesukaran soal pada siklus kedua menggunakan program Anates dapat ditafsirkan sebagai berikut: soal nomor butir 1, 5, 10, 18, 23, 25, 30 tergolong kategori mudah dengan kisaran indeks kesukaran 0, 70 – 1, 00. Soal nomor butir 2, 3, 4, 6, 8, 9, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 20, 21, 22, 24, 26, 27, 28, 29 tergolong kategori sedang dengan kisaran indeks kesukaran 0,30 – 0, 70. Soal nomor butir 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 16, 17, 18, 19, 20. Soal butir no. 7 tergolong kategori Sukar dengan kisaran Indeks Kesukaran soal antara 0,00 - 0,30. Hasil analisis tingkat kesukaran soal pada siklus ketiga menggunakan program Anates dapat ditafsirkan sebagai berikut: soal nomor butir 2, 8, 12, 15, 17,18, 23, 24, 25, 26, 28, 29, 30 tergolong kategori mudah dengan kisaran indeks kesukaran


(51)

0, 70 – 1, 00. Soal nomor butir tergolong kategori sedang dengan kisaran indeks kesukaran 0,30 – 0, 70. Soal nomor butir 7, 10, 14, 20 tergolong kategori Sukar dengan kisaran Indeks Kesukaran soal antara 0,00 - 0,30.

3.8.4 Daya Pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang bodoh (berkemampuan rendah). Angka yang menunjukan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi,disingkat D. Daya pembeda ini berkisar antara 0,00 sampai 1,00 sama halnya dengan indeks kesukaran namun bedanya pada indeks diskriminasi ini ada tanda negatif. Tanda negatif pada indeks diskriminasi digunakan jika sesuatu soal terbalik menunjukan kualitas test yaitu anak pandai disebut bodoh dan anak pandai disebut pandai.

Sesuatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa pandai maupun bodoh, maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda. Demikian juga apabila soal tersebut tidak dapat dijawab benar oleh siswa pandai maupun siswa

bodoh,maka soal itu tidak baik karena tidak mempunyai daya pembeda. Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab benar oleh siswa-siswa yang pandai saja. Seluruh pengikut tes dikelompokan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok atas dan kelompok bawah dengan jumlah yang sama. Jika seluruh kelompok atas dapat menjawab soal dengan benar, sedangkan kelompok bawah menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai D paling besar yaitu 1,00 sebaliknya jika semua

kelompok atas menjawab salah,tetapi semua kelompok bawah menjawab betul,maka nilai D-1,00. tetapi jika siswa kelompok atas dan siswa kelompok


(52)

bawah sama-sama menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai nilai D 0,00 karena tidak mempunyai daya pembeda sama sekali. Berikut ini adalah Klasifikasi daya pembeda :

D = 0,00-0,20= jelek D = 0,21-0,40=cukup D = 0,41-0,70= baik D = 0,70–1,00= baik sekali

D = negatif, semuanya tidak baik, jadi semua butir soal yang mempunyai nilai D negatif sabaiknya dibuang saja. Arikunto ( 2006 : 207 ).

Hasil analisis daya pembeda soal pada siklus pertama menggunakan program Anates dapat ditafsirkan sebagai berikut: soal nomor butir 1,13, 14, 15,23,26 tergolong kategori jelek dengan kisaran nilai 0, 00 – 0, 20. Soal nomor butir 3, 5, 10, 13, 18, 20, 24, 27, 28, 29, 30 tergolong kategori cukup dengan kisaran nilai 0,21 – 0, 40. Soal nomor butir 2, 4, 8, 11, 12, 17, 19, 21, 22, 25 tergolong kategori baik dengan kisaran nilai antara 0,41 - 0,70. Soal nomor butir 9 tergolong kategori baik sekali dengan kisaran nilai 0,70–1,00= baik sekali Adapun soal nomor butir 6, 7 dan 16 diganti dengan soal lain.

Hasil analisis daya pembeda soal pada siklus kedua menggunakan program Anates dapat ditafsirkan sebagai berikut: soal nomor butir 2, 8 tergolong kategori jelek dengan kisaran nilai 0, 00 – 0, 20. Soal nomor butir 3, 6, 24 tergolong kategori cukup dengan kisaran nilai 0, 21 – 0, 40. Soal nomor butir 4, 5, 9, 11, 13, 16, 17, 18, 21, 22, 23, 25, 27, 28, 30 tergolong kategori baik dengan kisaran nilai antara 0,41 - 0,70. Soal nomor butir 1 10 12 14 15 19 20 29 tergolong


(53)

kategori baik sekali dengan kisaran nilai 0,70–1,00= baik sekali adapun soal nomor butir 7, 26 diganti dengan soal lain.

Hasil analisis daya pembeda soal pada siklus ketiga menggunakan program Anates dapat ditafsirkan sebagai berikut: soal nomor butir 7, 16 tergolong kategori jelek dengan kisaran nilai 0, 00 – 0, 20. Soal nomor butir 5, 25, 26 tergolong kategori cukup dengan kisaran nilai 0, 21 – 0, 40. Soal nomor 2, 3, 4, 6, 8, 9, 11, 12, 15, 17, 18, 19, 23, 27, 28, 29, 30 tergolong kategori baik dengan kisaran nilai antara 0,41 - 0,70. Soal nomor butir 13, 21, 22, 24, tergolong kategori baik sekali dengan kisaran nilai 0,70–1,00= baik sekali

Adapun soal nomor butir 1, 10, 14, 20 diganti dengan soal lain.

3.9 Instrumen Penelitian

1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Penilaian RPP menggunakan format lembar penilaian RPP sertifikasi guru dalam jabatan suplemen buku 3.

2) Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran di kelas dapat diamati dengan menggunakan lembar observasi pengamatan aktivitas peserta didik.

3) Sistem Penilaian Evaluasi

Pengukuran sistem penilaian evaluasi dilakukan dengan mencari nilai validitas, reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukaran butir soal dengan menggunakan softwareanates.


(54)

4) Prestasi Belajar

Pengukuran prestasi belajar peserta didik dengan menggunkan tes tertulis bentuk pilihan jamak dengan memperhatikan indikator pada masing-masing standar kompetensi.

3.10 Teknik Analisis Data

a) Analisis Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran diukur dengan Lembar Penilaian RPP. Setiap komponen dinilai dengan skala 1-5. Rumus menentukan nilai akhir adalah sebagai berikut:

R = A + B + C + D + E + F + G + H 8

Keterangan: R = Nilai Akhir

Interpretasi kualitas RPP sebagai berikut: a. nilai 4,1 - 5 = Sangat baik;

b. nilai 3,1 - 4 = Baik; c. nilai 2,1 - 3 = Sedang; d. nilai 1,1 - 2 = Kurang; dan e. nilai 1 = Sangat kurang


(55)

b) Analisis Aktivitas Peserta Didik

Untuk mengetahui nilai aktivitas peserta didik setelah diterapkan pembelajaran, maka jumlah persentase aktivitas peserta didik tiap kelas dapat dihitung dengan rumus :

Keterangan :

X = Persentase aktivitas peserta didik ∑Naktif = Jumlah peserta didik yang aktif

N = Jumlah seluruh peserta didik tiap kelas

c) Analisis Sistem Evaluasi Pembelajaran

Sistem evaluasi pembelajaran dihitung dengan menggunakan softwareanatest untuk menghitung tingkat validitas, reliabilitas, daya beda dan tingkat

kesukaran butir soal.

d) Analisis Prestasi Belajar Peserta Didik

Analisis prestasi belajar peserta didik dapat dihitung dengan rumus :

Keterangan :

%P = Persentase Peserta didik yang mendapatkan nilai ≥ 65. ∑N70 = Jumlah Peserta didik yang mendapatkan nilai ≥ 65.

%

100

x

N

N

X

aktif

% 100

% 65 x

N N P


(56)

∑N = Jumlah seluruh peserta didik tiap kelas.

3.11 Indikator Keberhasilan

Keaktifan belajar Bahasa Inggris siswa pada pokok bahasan notice, shopping list, dan announcement di SMP Al Kautsar Bandar Lampung setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) akan dikatakan meningkat jika rata-rata persentase seluruh aspek yang diamati lebih dari 80%.


(57)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan:

1. Adapun langkah-langkah pembelajaran kosa kata Bahasa Inggris dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) sebagai berikut:

a) Guru menjelaskan materi pelajaran dengan metode tanya jawab b) Guru memberikan latihan soal secukupnya.

c) Siswa diminta dalam kelompok untuk memberikan jawaban yang tepat d) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan

hasil kerja kelompoknya.

e) Siswa diberikan waktu untuk bertanding mengeluarkan kemampuan masing-masing.

f) Penghargaan tim dan individu..

Berdasarkan data dan langkah-langkah pembelajaran kosa kata Bahasa Inggris menggunakan metode Teams Games Tournament (TGT), posisi tempat duduk saling berhadapan dan variasi menggunakan ceramah, diskusi , dan demonstrasi menjadikan metode ini lebih efektif dan kualitas Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran kosakata Bahasa Inggris menggunakan metode Teams Games Tournament (TGT) meningkat.


(58)

2) Proses pelaksanaan pembelajaran Bahasa Inggris dengan pendekatan kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, yaitu skor aktivitas belajar kelas VII E adalah 88%, kelas VII F adalah 84%.

3) Sistem evaluasi pembelajaran Bahasa Inggris dengan pendekatan kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dengan tes bentuk Pilihan Ganda 4) Pembelajaran Bahasa Inggris dengan pendekatan kooperatif tipe Teams Games

Tournament (TGT) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, yaitu nilai rata-rata kelas VII E siklus 1 meningkat menjadi 56%, kemudian siklus II adalah 72% dan siklus III adalah 88%. Pada kelas VII F nilai rata-rata siklus I adalah 53%, kemudian siklus II adalah 69 % dan siklus III adalah 84%. 5.2 Saran

1. Sekolah

Kepada kepala SMP Al Kautsar Bandar Lampung: agar dapat memotivasi guru di sekolahnya menggunakan metode pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dengan variasi posisi tempat duduk saling berhadapan dan variasi menggunakan ceramah, diskusi , dan demonstrasimenjadikan metode ini lebih efektif untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa.

2. Guru

Guru sebaiknya memvariasikan metode pembelajaran sehinggga suasana kelas tidak membosankan dan proses pembelajaran di kelas lebih mudah diterima siswa dan suasana belajar lebih menyenangkan, metode Teams Games


(59)

Tournament (TGT) merupakan metode alternatif yang yang dapat digunakan dalam pembelajaran Bahasa Inggris.

Kemudian kepada guru lain yang ingin menggunakan pembelajaran Bahasa Inggris dengan pendekatan kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) untuk karakteristik siswa dan materi yang sama agar memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Untuk mempermudah kolaborator mengamati proses pembelajaran siswa diberikan nomor dada sesuai dengan nomor absen.

2) Guru ketika mengatur perjalanan pembelajaran agar memperhatikan waktu dan merancang pembelajaran sesuai dengan waktu yang tersedia atau indikator yang ingin dicapai dalam satu pertemuan agar mempertimbangkan waktu. 3) Penerapan pembelajaran Bahasa Inggris dengan pendekatan kooperatif tipe

Teams Games Tournament (TGT) harus melibatkan peran serta siswa dalam proses pembelajaran.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Arends 2009, cooperative learning. Grasindo. Bandung

Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi aksara. Jakarta Asher. 1988. Metodologi Pembelajaran . Bumi aksara. Jakarta. .

Atwi Suparman. 2001. Pekerti mengajar di Perguruan Tinggi, Desain Instruksional, Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional Cameron, L. 2002. Teaching Languages to Young Learners. Cambridge

University Press.

Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori – Teori Belajar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta

Dick, W. Carey, L & Carey, J.O. 2005. The Systematic Design of Instruction. New york: Pearson.

Gagne, Robert M. 1977. The Conditions of Learning. New York: Holt, Rinehart, and Winston.

Iskandar. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Cipayung-Ciputat: Gaung Persada Press

Joni, T.R. 2000. Rasional Pembelajaran Terpadu. Makalah disajikan dalam Seminar Regional: Implementasi Pembelajaran Terpadu dalam Menyongsong Era Indonesia Baru: PPS Universitas Negeri Malang, Malang

Kern, 2008. Perkembangan peserta didik. Rineka Cipta. Jakarta


(61)

Lampung.

Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan., Rineka Cipta, Jakarta Robert E. 2009 Cooperatif Learning Teori Riset dan Praktik Nusa media,

Bandung.

Sanjaya, Wina.2010.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Prenada Media, Jakarta

.\

Setiyadi, Bambang. 2003. Teaching English as Foreign Language. Lampung University, Bandar Lampung. Indonesia.

Slavin, Robert E. 2010.Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Terjemahan Narulita Yusron. Nusa Media, Bandung.

Smaradhipa, Galih. Bertutur dengan Tulisan http://www.rayakultura.com. Diakses tanggal 2 Januari 2013

Surya brata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. : Rajawali, Jakarta

Trianto, S.Pd, M.Pd. 2007, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Prestasi Pustaka, Jakarta

Trianto S.Pd, M.Pd. 2011Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivitis. Prestasi Pustaka, Jakarta.

Vygotski, 2003, Teaching Learning, Gramedia Pustaka, Jakarta.

Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya. Rineka Cipta, Jakarta.

Xaviery, 2004. Strategi Pembelajaran Sosiologi Tingkat

SMA. http://artikel.us/xaviery6-04.html. diakses tanggal 27 Agustus 2012

Yusufhadi, Miarso, 2004 Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Kencana, Jakarta.

--- 2003 .UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.


(1)

∑N = Jumlah seluruh peserta didik tiap kelas.

3.11 Indikator Keberhasilan

Keaktifan belajar Bahasa Inggris siswa pada pokok bahasan notice, shopping list, dan announcement di SMP Al Kautsar Bandar Lampung setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Teams-Games-Tournament (TGT) akan dikatakan meningkat jika rata-rata persentase seluruh aspek yang diamati lebih dari 80%.


(2)

89

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan:

1. Adapun langkah-langkah pembelajaran kosa kata Bahasa Inggris dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) sebagai berikut:

a) Guru menjelaskan materi pelajaran dengan metode tanya jawab b) Guru memberikan latihan soal secukupnya.

c) Siswa diminta dalam kelompok untuk memberikan jawaban yang tepat d) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan

hasil kerja kelompoknya.

e) Siswa diberikan waktu untuk bertanding mengeluarkan kemampuan masing-masing.

f) Penghargaan tim dan individu..

Berdasarkan data dan langkah-langkah pembelajaran kosa kata Bahasa Inggris menggunakan metode Teams Games Tournament (TGT), posisi tempat duduk saling berhadapan dan variasi menggunakan ceramah, diskusi , dan demonstrasi menjadikan metode ini lebih efektif dan kualitas Rencana Pelaksanaan

Pembelajaran kosakata Bahasa Inggris menggunakan metode Teams Games Tournament (TGT) meningkat.


(3)

2) Proses pelaksanaan pembelajaran Bahasa Inggris dengan pendekatan kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, yaitu skor aktivitas belajar kelas VII E adalah 88%, kelas VII F adalah 84%.

3) Sistem evaluasi pembelajaran Bahasa Inggris dengan pendekatan kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) dengan tes bentuk Pilihan Ganda 4) Pembelajaran Bahasa Inggris dengan pendekatan kooperatif tipe Teams Games

Tournament (TGT) dapat meningkatkan prestasi belajar siswa, yaitu nilai rata-rata kelas VII E siklus 1 meningkat menjadi 56%, kemudian siklus II adalah 72% dan siklus III adalah 88%. Pada kelas VII F nilai rata-rata siklus I adalah 53%, kemudian siklus II adalah 69 % dan siklus III adalah 84%.

5.2 Saran

1. Sekolah

Kepada kepala SMP Al Kautsar Bandar Lampung: agar dapat memotivasi guru di sekolahnya menggunakan metode pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dengan variasi posisi tempat duduk saling berhadapan dan variasi menggunakan ceramah, diskusi , dan demonstrasi menjadikan metode ini lebih efektif untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa.

2. Guru

Guru sebaiknya memvariasikan metode pembelajaran sehinggga suasana kelas tidak membosankan dan proses pembelajaran di kelas lebih mudah diterima siswa dan suasana belajar lebih menyenangkan, metode Teams Games


(4)

91

Tournament (TGT) merupakan metode alternatif yang yang dapat digunakan dalam pembelajaran Bahasa Inggris.

Kemudian kepada guru lain yang ingin menggunakan pembelajaran Bahasa Inggris dengan pendekatan kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) untuk karakteristik siswa dan materi yang sama agar memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1) Untuk mempermudah kolaborator mengamati proses pembelajaran siswa diberikan nomor dada sesuai dengan nomor absen.

2) Guru ketika mengatur perjalanan pembelajaran agar memperhatikan waktu dan merancang pembelajaran sesuai dengan waktu yang tersedia atau indikator yang ingin dicapai dalam satu pertemuan agar mempertimbangkan waktu. 3) Penerapan pembelajaran Bahasa Inggris dengan pendekatan kooperatif tipe

Teams Games Tournament (TGT) harus melibatkan peran serta siswa dalam proses pembelajaran.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arends 2009, cooperative learning. Grasindo. Bandung

Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi aksara. Jakarta Asher. 1988. Metodologi Pembelajaran . Bumi aksara. Jakarta. .

Atwi Suparman. 2001. Pekerti mengajar di Perguruan Tinggi, Desain Instruksional, Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional Cameron, L. 2002. Teaching Languages to Young Learners. Cambridge

University Press.

Dahar, Ratna Wilis. 1988. Teori – Teori Belajar. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta

Dick, W. Carey, L & Carey, J.O. 2005. The Systematic Design of Instruction. New york: Pearson.

Gagne, Robert M. 1977. The Conditions of Learning. New York: Holt, Rinehart, and Winston.

Iskandar. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Cipayung-Ciputat: Gaung Persada Press

Joni, T.R. 2000. Rasional Pembelajaran Terpadu. Makalah disajikan dalam Seminar Regional: Implementasi Pembelajaran Terpadu dalam Menyongsong Era Indonesia Baru: PPS Universitas Negeri Malang, Malang

Kern, 2008. Perkembangan peserta didik. Rineka Cipta. Jakarta


(6)

Magdalena, Elva. 2010. Peningkatan hasil belajar matematika siswa melalui peningkatan koperatif tipe teams-games-turnament di SMP Negeri 23 Bandar Lampung. Tesis Magister (tidak dipublikasikan) Universitas Lampung.

Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan., Rineka Cipta, Jakarta Robert E. 2009 Cooperatif Learning Teori Riset dan Praktik Nusa media,

Bandung.

Sanjaya, Wina.2010.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Prenada Media, Jakarta

.\

Setiyadi, Bambang. 2003. Teaching English as Foreign Language. Lampung University, Bandar Lampung. Indonesia.

Slavin, Robert E. 2010.Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktik. Terjemahan Narulita Yusron. Nusa Media, Bandung.

Smaradhipa, Galih. Bertutur dengan Tulisan http://www.rayakultura.com. Diakses tanggal 2 Januari 2013

Surya brata, Sumadi. 1990. Psikologi Pendidikan. : Rajawali, Jakarta

Trianto, S.Pd, M.Pd. 2007, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Prestasi Pustaka, Jakarta

Trianto S.Pd, M.Pd. 2011 Model-model pembelajaran inovatif berorientasi konstruktivitis. Prestasi Pustaka, Jakarta.

Vygotski, 2003, Teaching Learning, Gramedia Pustaka, Jakarta.

Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran, Landasan dan Aplikasinya. Rineka Cipta, Jakarta.

Xaviery, 2004. Strategi Pembelajaran Sosiologi Tingkat

SMA. http://artikel.us/xaviery6-04.html. diakses tanggal 27 Agustus 2012

Yusufhadi, Miarso, 2004 Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Kencana, Jakarta.

--- 2003 .UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta.


Dokumen yang terkait

Peningkatan hasil belajar kimia siswa dengan mengoptimalkan gaya belajar melalui model pembelajaran TGT (Teams Games Tournament) penelitian tindakan kelas di MAN 11 Jakarta

0 27 232

Pengaruh kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe teams-games-tournament (tgt) dengan make a match terhadap hasil belajar biologi siswa (kuasi eksperimen pada Kelas XI IPA Madrasah Aliyah Negeri Jonggol)

0 5 199

Perbandingan Model Teams Games Tournament Termodifikasi Dengan Teams Games Tornament Orisinal Terhadap Keterampilan Berpikir Kreatif Siswa

0 16 0

TEACHING VOCABULARY THROUGH PICTIONARY GAME TO FIRST GRADE STUDENTS OF SMP AL-KAUTSAR BANDAR LAMPUNG

5 56 58

The Effectiveness of Using Teams-Games-Tournament (TGT) on Students' Reading Comprehension on Descriptive Text (A Quasi-experimental Study at the Eighth Grade of SMPN 166 Jakarta in the Academic Year 2016/2017

1 8 99

Penerepan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Peserta Didik Kelas VIII-3 SMPN 3 Kota Tangerang Selatan 2015/2016 Dalam Pelajaran IPA

0 4 10

THE EFFECT OF TEAMS GAMES TOURNAMENT (TGT) METHOD ON STUDENTS’ ACHIEVEMENT IN VOCABULARY.

0 3 23

THEDIFFERENCEOFSTUDENTS’MATHEMATICALCOMMUNICATION ABILITY BY USING COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE TEAMS GAMES TOURNAMENT AND STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION IN SEVENTH GRADER SMPNEGERI2PORSEAACADEMICYEAR2014/2015.

0 4 28

THE DIFFERENCE OF STUDENTS MATHEMATICAL REPRESENTATION ABILITY BY USING COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE TEAMS GAMES TOURNAMENT AND CONVENTIONAL LEARNING IN GRADE VIII SMP NEGERI 1 TANJUNG MORAWA ACADEMIC YEAR 2014/2015.

1 3 26

IMPLEMENTING COOPERATIVE LEARNING USING TEAMS GAMES TOURNAMENT TO IMPROVE SPEAKING SKILL

0 2 129