FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGUNGKAPAN BELANJA BANTUAN SOSIAL PADA LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2012-2014 (Studi Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY dan Jawa Tengah)

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGUNGKAPAN BELANJA BANTUAN SOSIAL PADA LAPORAN KEUANGAN

PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2012-2014

(Studi Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY dan Jawa Tengah)

THE FACTOR THAT AFFECTS THE DISCLOSURE OF SOCIAL ASSISTANCE EXPENDITURE ON A FINANCIAL REPORT IN 2012-2014 (Study on the Regional Government of Regency/City in DIY and Jawa Tengah

Province)

SKRIPSI

Disusun Oleh : ARUM WULANDARI

20130420097

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGUNGKAPAN BELANJA BANTUAN SOSIAL PADA LAPORAN KEUANGAN

PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2012-2014

(Studi Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY dan Jawa Tengah)

THE FACTOR THAT AFFECTS THE DISCLOSURE OF SOCIAL ASSISTANCE EXPENDITURE ON A FINANCIAL REPORT IN 2012-2014 (Study on the Regional Government of Regency/City in DIY and Jawa Tengah

Province)

SKRIPSI

Disusun Oleh : ARUM WULANDARI

20130420097

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2016


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya,

Nama : Arum Wulandari

Nomor mahasiswa : 20130420097

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul : “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PENGUNGKAPAN BELANJA BANTUAN SOSIAL DALAM LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH TAHUN 2012-2014 (Studi pada Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY dan Jawa Tengah)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain. Kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, Desember 2016


(4)

MOTTO

Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras

(untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap.

(Qs. Al Insyirah, 6-8)

Kemauan dan ketabahan adalah dasar utama yang dimiliki oleh orang yang mendapat kesuksesan.

Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan. (Qs. Al-Qalam, 1)

Keridhoan Allah itu terletak pada keridhoan orang tua (H.R. At Tirmidzi)


(5)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini Arum persembahkan untuk : Kedua orang tuaku tercinta

(Suyanto dan Suparmi) Adik laki-lakiku tersayang

Taufiq Ramadhan

Serta Almamaterku yang Unggul & Islami, Muda Mendunia dan bagi para pencari ilmu


(6)

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN KATA PENGANTAR ... viii

INTISARI ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Batasan Masalah Penelitian ... 10

C. Rumusan Masalah Penelitian ... 10

D. Tujuan Penelitian ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 12

B. Pengembangan Hipotesis ... 31


(8)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Objek/Subjek Penelitian ... 36

B. Jenis Data ... 36

C. Teknik dan Pengumpulan Sampel Penelitian ... 36

D. Teknik Pengumpulan Data ... 37

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian ... 37

F. Analisis Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Obyek/Subyek Penelitian ... 48

B. Uji Asumsi Klasik ... 50

C. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 53

D. Pembahasan (Interpretasi) ... 57

BAB V SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN A. Simpulan ... 63

B. Saran ... 63

C. Keterbatasan Penelitian ... 64 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

4.1. Prosedur Pemilihan Sampel ... 48

4.2. Statistik Deskriptif ... 49

4.3. Uji Normalitas ... 51

4.4. Uji Autokorelasi ... 51

4.5. Uji Multikolinearitas ... 52

4.6. Uji Heteroskedastisitas ... 53

4.7. Uji Koefisien Determinasi ... 54

4.8. Uji Statistik F ... 55

4.9. Uji Statistik t ... 55


(10)

DAFTAR GAMBAR


(11)

(12)

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia sebagai negara kesatuan menerapkan sistem pemerintahan daerah berupa sistem desentralisasi atau otonomi daerah. Sejak reformasi tahun 1998 Indonesia mengubah sistem pemerintahan daerahnya, dari sistem sebelumnya yang menerapkan sistem sentralisasi dimana segala kekuasan dan kewajiban terpusat berada di pemerintahan pusat menjadi sistem desentralisasi. Sistem desentralisasi yaitu sistem pemerintahan yang menyerahkan segala kekuasaan dan kewajiban kepada daerah otonom untuk mengurus dan mengatur sendiri urusan dan kepentingan masyarakat serta urusan pemerintahannya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku.

Perubahan sistem pemerintahan daerah mendorong pemerintah daerah bertanggung jawab untuk meningkatkan pembangunan didaerahnya dengan mengembangkan efektivitas potensi sumber daya, meningkatkatkan kualitas layanan masyarakat, dan memperluas ruang publik bagi masyarakat secara maksimal, sehingga terjadi pemerataan pembangunan di setiap daerah di Indonesia. Menurut UU No. 32 Tahun 2004, pemberian wewenang atas otonomi daerah kabupaten/kota berdasarkan asas sistem desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata, dan bertanggung jawab.


(14)

Pelaksanaan otonomi daerah disertai dengan pengalihan anggaran dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, salah satunya adalah dana bantuan sosial (Darmastuti & Setyaningrum, 2009). Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No 32 Tahun 2011, bantuan sosial adalah pemberian bantuan berupa uang/barang dari pemerintah daerah kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial. Bantuan sosial dapat berupa tunjangan uang, pelayanan sosial atau barang yang diberikan untuk membantu atau melindungi setiap individu, keluarga dan komunitas yang paling rentan, sehingga kebutuhan dasar dapat terpenuhi dan kualitas hidup dapat meningkat (Suharto, 2009).

Perbedaan pedoman belanja sosial, ada tidaknya pengungkapan belanja bantuan sosial secara rinci yang disajikan oleh pemerintah daerah merupakan karakteristik setiap pemerintah daerah. Estimasi perbandingan jumlah orang yang menerima bantuan sosial menjadi masalah dalam pembelanjaan (Whiteford, 1996). Perkiraan yang diberikan dari total jumlah penerima manfaat termasuk tanggungan merupakan proporsi dari total populasi. Setiap pemerintah daerah memiliki karakteristik pemerintahan yang khas dari otoritas administratif pemerintah daerahnya.

Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 menjadi dasar dalam pengelolaan keuangan daerah. Dasar dalam penyalurannya didasarkan pada Permendagri No. 13 Tahun 2006. Peraturan tersebut memberikan wewenang kepada kepala daerah tanpa adanya kontrol, sehingga menimbulkan adanya


(15)

perbedaan regulasi mengenai bantuan sosial (Darmastuti & Setyaningrum, 2009). Perbedaan regulasi terhadap dana Bansos menyebabkan banyak terjadi penyelewengan dana Bansos yang dilakukan oleh kepala daerah.

Akhir-akhir ini, banyak terungkap kasus penyelewengan dana bantuan sosial di Indonesia. Pada rentang waktu tahun 2003 hingga 2015, sedikitnya terdapat 56 kepala daerah di Indonesia yang ditangkap oleh KPK karena kasus korupsi dana Bansos. Kasus terakhir adalah kasus penyelewengan dana bantuan sosial oleh Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho. Dalam kasusnya, Gatot dituduh melakukan suap kepada anggota DPRD Sumatera Utara berkenaan dengan persetujuan laporan pertanggungjaaban Pemprov Sumut tahun 2012-2014 dan persetujuan perubahan APBD Sumut tahun 2013-2014 (SINDOnews).

Kasus lain tentang penyelewengan dana Bansos menyangkut Gubernur Sumatera Selatan, Alex Noerdin. KPK mengusut adanya dugaan kasus penyelewengan APBD Sumatera Selatan. Alex terbukti memberikan aliran dana bantuan sosial kepada organisasi sosial dan masyarakat dari dana bantuan sosial dan penerimaan hibah dalam APBD sebesar Rp 1,492 triliun (kompas.com). Hal ini menunjukkan bahwa dana bansos berpeluang sebagai celah untuk melakukan korupsi oleh para koruptor di Indonesia. Pelaku utama korupsi dana bansos paling besar dilakukan oleh kepala daerah, pejabat di lingkungan pemerintah daerah, anggota dan pimpinan parlemen daerah.

Akibat banyaknya kasus yang muncul mengenai penyelewengan dana Bansos, maka Kementrian Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan Menteri


(16)

Dalam Negeri No. 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD. Dengan dikeluarkannya peraturan tersebut, prosedur untuk penerimaan dan penyaluran dana Bansos menjadi sangat ketat. Pemerintah daerah harus menggunakan dana bansos dan penerimaan hibah dengan penuh tanggung jawab. Namun, peraturan tersebut masih dapat dilanggar karena tidak adanya batasan mengenai jumlah anggaran yang disediakan dan pengawasan dalam penggunaan dana tersebut.

Pengawasan dalam penggunaan dana Bansos dapat dilakukan dengan mengakses laporan keuangan pemerintahan. Laporan keuangan merupakan salah satu bentuk transparansi yang menunjukkan adanya keterbukaan dari pemerintah daerah akan pengelolaan daerahnya (Andriani, 2002). Namun, kurangnya transparansi pemerintah akan informasi pemerintahan menyebabkan masyarakat sulit untuk mengakses dan melakukan pengungkapan akan laporan keuangan pemerintahan (Istinawati, 2012).

Pengungkapan dibagi menjadi dua macam, yaitu pengungkapan wajib dan pengungkapan sukarela. Pengungkapan wajib adalah pengungkapan yang harus disampaikan karena suatu peraturan yang sudah dibuat oleh badan otoriter tentang informasi tertentu (Chariri & Ghazali, 2003). Dalam pemerintahan, digunakan pengungkapan wajib untuk mengungkapkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) diperlukan dalam pertanggungjawaban keuangan daerah.

Pengungkapan wajib atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah terhadap SAP di Indonesia masih sangat rendah. SAP telah ditetapkan dalam


(17)

Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 (Lesmana, 2010). SAP menjadi salah satu dasar dalam melakukan penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. SAP memberikan informasi mengenai penyajian yang diharuskan dalam laporan keuangan dan pengungkapan laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan APBD/APBN (Usman, dkk, 2014).

Penelitian mengenai pengungkapan atas laporan keuangan telah banyak dilakukan di sektor pemerintahan dan sektor swasta. Namun, penelitian yang fokus pada item-item laporan keuangan pemerintah belum banyak dilakukan. PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, mengklasifikasikan belanja bantuan sosial ke dalam belanja operasi yang menjadi salah satu akun dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Perbedaan regulasi mengenai bantuan sosial menjadi salah satu faktor penting yang menyebabkan pelaksanaan pengelolaan dana belanja bantuan sosial tidak dapat terkontrol dengan baik, sehingga menimbulkan adanya kecurangan-kecurangan dalam mengelola dana belanja bantuan sosial (Austin, 2013).

Beberapa peraturan yang dijadikan pemerintah sebagai acuan dalam mengelola dana belanja bantuan sosial seperti PP No. 24 Tahun 2005 belum sepenuhnya efektif untuk mengatur secara rinci mengenai pengertian, kriteria, bentuk pemberian, penyusunan, dan pelaksanaan anggaran. Pengungkapan belanja bantuan sosial hanya didasarkan pada peraturan dan kebijakan masing-masing pemerintah daerah. Hal itulah yang menyebabkan pemerintah daerah belum mengungkapkan rincian belanja bantuan sosial pada Catatan atas Laporan Keuangan (CALK) (Darmastuti & Setyaningrum, 2009).


(18)

Penelitian yang dilakukan oleh Lesmana (2010) yang berjudul Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Terhadap Tingkat Pengungkapan Wajib di Indonesia menjelaskan bahwa karakteristik pemerintah daerah memiliki sifat yang khas dari otoritas administratif pada masing-masing daerah. Pengalaman dalam hal administratif keuangan pemerintah daerah yang lebih tua dimungkinkan menjadi faktor penyebab adanya pengaruh tingkat pengungkapan wajib, meskipun pengetahuan sumber daya manusia di pemerintahan daerah mengenai pengetahuan akuntansi masih relatif rendah.

Ingram (1984) melakukan penelitian untuk melihat hubungan antara faktor ekonomi dan variasinya dalam praktik akuntansi di pemerinthan di Negara bagian Amerika Serikat. Ingram (1984) menggunakan empat faktor ekonomi dan politik yang digunakan sebagai variabel independen, yaitu

condition of voters, administrative selection process, alternative information source, dan management incentive.

Hilmi & Martani (2012) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang memengaruhi tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi tahun 2006-2009. Hilmi & Martani (2012) menggunakan 8 variabel independen, yaitu tingkat pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) provinsi, jumlah kekayaan daerah, tingkat ketergantungan pemerintah provinsi, jumlah aset pemerintah provinsi, jumlah penduduk provinsi, jumlah SKPD provinsi, jumlah temuan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, dan tingkat penyimpangan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK. Tingkat pengungkapan yang dilakukan oleh pemerintah daerah masih rendah, tetapi


(19)

tingkat pengungkapan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi terus meningkat dari tahun 2006 hingga tahun 2009. Dari penelitian tersebut, variabel kekayaan daerah, jumlah penduduk, tingkat penyimpangan berdasarkan hasil pemeriksaan BPK berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan.

Darmastuti & Setyaningrum (2009) melakukan penelitian yang menguji pengaruh beberapa karakteristik pemerintah daerah yang dikelompokkan menjadi lingkungan internal dan lingkungan eksternal terhadap pengungkapan rincian belanja bantuan sosial di Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) pada LKPD. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu kapasitas fiskal, legislaturesize, diferensiasi fungsional, spesialisasi pekerjaan, ukuran pemerintah daerah, umur administratif pemerintah daerah, rasio kemandirian keuangan daerah, pembiayaan utang, dan intergovernmental revenue. Hasil penelitian membuktikan bahwa 2 dari 9 variabel independen yang diuji, yaitu variabel pembiayaan utang dan intergovernmental revenue

berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial.

Intergovernmental revenue atau yang lebih dikenal dengan dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Penelitian yang dilakukan Setyaningrum & Syafitri (2012) menunjukkan semakin besar

intergovernemental revenue mendorong pemerintah daerah meningkatkan pengungkapan laporan keuangan sebagai bentuk pertanggungjawaban


(20)

pengelolaan keuangannya karrena sumber keuangannya berasal dari pihak eksternal.

Patrick (2007) yang menguji hubungan variabel pembiayaan utang dengan determinasi dalam mengadopsi Governmental Accounting Standards Boards (GASB) 34 menemukan adanya pengaruh pembiayaan utang terhadap inovasi. Organisasi dengan level pembiayaan utang yang tinggi akan diminta untuk menerbitkan pengungkapan dan pelaporan keuangan yang sesuai dengan standar yang berlaku umum. Kepatuhan terhadap standar serta pengungkapan yang memadai adalah informasi yang penting bagi kreditur. Dengan informasi tersebut, digunakan kreditur untuk menilai dan mengawasi kemampuan debitur dalam memenuhi kewajibannya.

Semakin besar jumlah penduduk maka semakin besar dorongan dari masyarakat untuk meminta pengungkapan yang lebih besar dalam laporan keuangan pemerintah. Masyarakat akan melakukan penekanan akan dana yang mereka keluarkan kepada pemerintah daerah untuk melakukan pengungkapan informasi keuangan maupun non keuangan. Penelitian Hilmi & Martani (2012) menemukan adanya pengaruh positif jumlah penduduk terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi.

Tingkat kekayaan suatu daerah dapat dilihat melalui jumlah Pendapatan Asli Daerah yang diterima. Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Setyaningrum & Syafitri (2012) melakukan penelitian mengenai pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap tingkat


(21)

pengungkapan Laporan Keuangan Pemda Kabupaten/Kota di Indonesia pada tahun anggaran 2008 dan 2009. Dari 9 variabel yang digunakan, hanya 4 variabel yang berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengungkapan, yaitu ukuran legislative, umur administrative pemda, kekayaan pemda, dan

intergovernmental revenue.

Berdasarkan latar belakang, faktor-faktor yang memengaruhi, dan berdasarkan penelitian terdahulu, judul yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Pengungkapan Belanja Bantuan Sosial Pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2012 - 2014 (Studi Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY dan Jawa Tengah)”. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan Darmastuti & Setyaningrum (2009) dan Hilmi & Martani (2012).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu dalam penelitian ini menggunakan checklist pengungkapan belanja bantuan sosial berdasarkan Bulletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan No. 10 dalam PP No. 24 Tahun 2005. Penelitian pengungkapan belanja bantuan sosial dalam penelitian ini dilakukan pada pemerintah Provinsi DIY dan Jawa Tengah dan mengambil data pada tahun 2012–2014 untuk melihat efektivitas Permendagri No. 32 Tahun 2011 dalam mengurangi kasus penyelewengan terhadap dana bantuan sosial.


(22)

B. Batasan Masalah

1. Penelitian ini berfokus pada pengungkapan belanja bantuan sosial sesudah ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 32 Tahun 2011. 2. Data yang digunakan adalah data Laporan Keuangan Pemerintah Daerah

(LKPD) yang sudah di audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan data jumlah penduduk yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2012-2014.

C. Rumusan Masalah

1. Apakah pembiayaan utang berpengaruh positif terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial?

2. Apakah intergovernmental revenue berpengaruh positif terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial?

3. Apakah kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial?

4. Apakah jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk menguji secara empiris apakah pembiayaan utang berpengaruh positif terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial.

2. Untuk menguji secara empiris apakah intergovernmental revenue


(23)

3. Untuk menguji secara empiris apakah kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial.

4. Untuk menguji secara empiris apakah jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial.

E. Manfaat Penelitian 1. Bidang Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan, wawasan, dan menjadi literature review bagi penelitian-penelitian selanjutnya khususnya di bidang akuntansi sektor publik.

2. Bidang Praktis a. Bagi Peneliti

Bagi peneliti diharapkan dengan penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan.

b. Bagi Pemerintah

Bagi pemerintah diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan-kebijakan dan regulasi pemerintahan serta pengawasan dalam menjalankan roda pemerintahan.

c. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk lebih mendukung adanya pengungkapan akan laporan keuangan pemerintah dan dapat membantu mengawasi kinerja pemerintahan.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Keagenan dalam Pemerintahan

Teori agensi menjadi dasar dalam penelitian faktor-faktor yang memengaruhi pengungkapan belanja bantuan sosial pada laporan keuangan pemerintah. Teori keagenan menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Konflik keagenan akan cenderung timbul antara pemilik (principal) dan manajemen (agent) yang memiliki hubungan kerja karena adanya pemisahan kepemilikan dari pemilik oleh suatu manajemen di dalam sebuah perusahaan. Konflik agensi juga dapat disebabkan oleh tindakan dan keputusan yang diambil olehfmanajemen tanpa mempedulikan kepentingan pemiliknya setelah memperoleh informasi yang lebih baik. Manajemen memiliki tanggung jawab untuk memaksimalkan keuntungan pemilik, namun di sisi lain manejemen juga memiliki keinginan untuk memaksimalkan kesejahteraannya sendiri (Saputra, 2015).

Dalam pemerintahan digambarkan bahwa rakyat sebagai pemilik dan pemerintah sebagai agen. Rakyat memberi amanah kepada pemerintah untuk menjalankan pemerintahan dengan sebaik mungkin agar kesejahteraan rakyat terus meningkat. Pemerintah sebagai pengemban amanah memiliki tanggung jawab untuk menyajikan, melaporkan, dan


(25)

mengungkapkan semua aktivitas kinerja pemerintahan yang diajalankan. Menurut Istinawati (2012) politisi juga dapat menjadi pemilik menggantikan peran rakyat serta dapat juga mejadi agen menggantikan pemerintah. Sebagai agen, politisi bertugas menjadi pengawas terhadap kinerja pemerintah dengan mencari informasi-informasi mengenai jalannya pemerintahan. Jadi, dalam unsur politik terdapat hubungan antara manajemen dengan pemilik, dari tingkat pemerintah yang paling rendah hingga masyarakat.

Akuntanbilitas diartikan sebagai kewajiban pihak menegang amanah (pemerintah) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (masyarakat) yang memiliki hak atas pertanggungjawaban tersebut (Sudarsana, 2013). Akuntabilitas dalam sektor publik merupakan kewajiban pemerintah sebagai pemegang amanah untuk memberikan pertanggungjawaban dengan menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan atas amanah yang diberikan masyarakat kepada pemerintah, karena masyarakat memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo, 2002). Hal tersebut dapat menunjukkan adanya hubungan keagenan dalam pemerintahan daerah antara pemerintah dengan masyarakat.

Perilaku oportunistik, moral hazard, dan adverse selection dapat timbul dari asimetri informasi hubungan keagenan (Nyoto & Fadzil, 2011).


(26)

Contoh perilaku oportunistik seperti pengalokasian program ke dalam anggaran, sehingga posisi pemerintah lebih kuat dalam lingkup politik. Hal ini sering terjadi ketika proses pemilihan, agar menarik perhatian masyarakat akan program kerja yang ditawarkan. Adanya asimetri informasi antara eksekutif-legislatif dan legislatif-pemilih menyebabkan terbukanya ruang bagi terjadinya perilaku oportunistik dalam proses penyusunan anggaran, yang justru lebih besar daripada di dunia bisnis yang memiliki automatic checks berupa persaingan (Kasper & Streit, 1999).

Berdasarkan teori keagenan, dalam menjalankan pemerintahan harus dilakukan pengawasan untuk memastikan bahwa kinerja dalam pemerintahan dilakukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ditetapkan. Menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan professional berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

Di Indonesia, pengawasan keuangan dilakukan oleh sebuah badan independen dengan melakukan audit terhadap seluruh pemerintah daerah di Indonesia. Badan independen yang melakukan pengawasan tersebut adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK melakukan pemeriksaan berupa pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan


(27)

tujuan tertentu (Wati, 2014). Pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK memberikan hasil berupa opini, temuan audit, dan kesimpulan dalam bentuk rekomendasi (Sudarsana, 2013).

2. Teori Signaling dalam Pemerintahan

Teori signaling merupakan teori yang menjelaskan tentang alasan mengapa pemerintah memiliki dorongan untuk menunjukkan signal kepada masyarakat. Pemerintah memberikan signal kepada masyarakat karena adanya asimetri informasi antara pemerintah dengan masyarakat. Asimetri informasi terjadi karena pemerintah memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan masyarakat mengenai roda pemerintahan (Bestari, 2013).

Berdasarkan teori signaling, pemerintah memberikan signal kepada masyarakat dalam bentuk informasi keuangan yang berkualitas dan dapat dipercaya serta pengungkapan dengan penjelasan yang lebih detail. Hal itu dilakukan agar masyarakat memberikan dukungan kepada pemerintah untuk menjalankan roda pemerintahan dengan baik. Kinerja pemerintahan tersebut perlu diberitahukan kepada masyarakat sebagai bentuk pertanggungjawaban yang diberikan oleh pemerintah maupun sebagai bentuk promosi yang memiliki tujuan politik.

Hal positif dalam teori signaling yaitu apabila pemerintah memberikan informasi yang baik, maka dapat membedakan mereka dengan pemerintah lain yang tidak memiliki informasi yang baik dengan memberikan informasi tentang kondisi mereka (Wolk and Tearney, 1997) dalam (Bestari, 2013). Dengan sinyal positif dari pemerintah, diharapkan


(28)

bisa mendapatkan respon positif dari masyarakat karena hal tersebut dapat memberikan penilaian yang lebih dari masyarakat kepada pemerintah (Widarjo, 2011).

Terdapat dua signal yang berhubungan dengan akuntansi yaitu signal langsung dan signal tidak langsung (Nuswandari, 2009). Signal langsung meliputi aliran kas pemerintahan, sedangkan signal tidak langsung meliputi kebijakan keuangan, struktur modal, dan pemilihan kebijakan akuntansi. Adverse selection dalam pemerintahan dapat dikurangi dengan pengungkapan langsung, karena pengungkapan langsung dapat menjadi signal yang bisa dipercaya.

3. Pengungkapan dalam Laporan Keuangan

Pengungkapan adalah informasi yang disediakan untuk optimalisasi kebutuhan operasi pasar modal yang efisien. Tujuan pengungkapan yaitu untuk memberikan informasi yang dirasa perlu disampaikan untuk memberikan pelayanan kepada pihak-pihak yang membutuhkan dan untuk mencapat tujuan dari pelaporan keuangan (Nuswandari, 2009). Dalam

Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No. 1 dijelaskan bahwa tujuan pelaporan keuangan yaitu menyediakan informasi bagi investor, kreditor, dan pemakai eksternal lain untuk mengambil keputusan investasi, kredit dan lainnya.

Penyampaian informasi dapat dilakukan melalui dua media, yaitu media bentuk finansial yang berbentuk laporan tahunan dan media non finansial yang dapat dilakukan dengan jumpa pers. Kelengkapan informasi


(29)

dalam laporan keuangan yang disampaikan oleh pemerintah sangat berpengaruh pada masyarakat, investor maupun pengguna laporan keuangan lainnya. Laporan keuangan yang lengkap dapat lebih menarik minat dan perhatian public serta mempermudah masyarakat atau pihak lain dalam melakukan pengungkapan laporan keuangan.

Menurut (Chariri & Ghazali, 2003), pengungkapan dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Pengungkapan Wajib (mandatory disclosure)

Pengungkapan wajib adalah pengungkapan informasi yang diwajibkan oleh peraturan yang ditetapkan oleh suatu badan otoriter. Setiap perusahaan wajib menyampaikan laporan keuangannya kepada publik. Pengungkapan wajib digunakan untuk mencegah pemakai laporan keuangan dari informasi yang dapat menyesatkan (Andriyanto & Metalia, 2011).

b. Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure)

Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan informasi yang tidak diharuskan oleh peraturan yang ditetapkan, tetapi diungkapkan oleh entitas karena dianggap relevan dengan kebutuhan penggunanya. Pengungkapan sukarela menjadi salah satu cara untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan perusahaan, sehingga membantu para investor untuk memahami startegi bisnis perusahaan dan meningkatkan kepercayaan investor untuk berinvestasi.


(30)

Menurut (Chariri & Ghazali, 2003), terdapat tiga konsep pengungkapan, yaitu :

a. Pengungkapan yang cukup (adequate disclosure)

Pengungkapan yang cukup merupakan pengungkapan yang mengandung jumlah minimal pengungkapan sesuai tujuan pelaporan keuangan agar tidak menyesatkan pengambil keputusan.

b. Pengungkapan yang wajar (fair disclosure)

Pengungkapan yang wajar pengungkapan yang menunjukkan tujuan etis agar memberikan perlakuan yang sama dan bersifat umum bagi semua pemakai laporan keuangan.

c. Pengungkapan yang lengkap (full disclosure)

Pengungkapan yang lengkap merupakan pengungkapan informasi laporan keuangan secara lengkap dan relevan dengan batasan biaya dan materialitas.

Pengungkapan harus bisa memberikan tambahan informasi bukannya mengurangi karena tekanan yang terlalu rinci atau sulit dianalisis. Pemerintah pusat atau pemerintah daerah harus bisa memberikan informasi informasi atas kinerja keuangan pemerintah yang relevan, akurat, konsisten, tepat waktu dan dapat dipercaya (Arifin, 2012). Laporan keuangan pemerintah disajikan secara lengkap dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CALK) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.


(31)

Catatan atas laporan Keuangan harus disajikan secara sistematis yang meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam laporan realisasi anggaran, neraca, dan laporan arus kas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban, kontijensi, dan komitmen-komitmen lainnya.

4. Intergovernmental Revenue

Intergovernmental revenue adalah pendapatan pemerintah daerah yang bersumber dari transfer dana pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang digunakan untuk membiayai operasional daerah (Saputra, 2015). Menurut Patrick (2007), intergovernmental revenue merupakan pendapatan yang diterima pemerintah daerah yang berasal dari sumber eksternal dan tidak memerlukan adanya pembayaran kembali.

Intergovernmental revenue disebut juga dana perimbangan.

Intergovernmental merupakan hasil kebijakan pemerintah pusat di bidang desentralisasi fiskal. Tujuan dana perimbangan menurut Santri (2006), sebagai berikut :

a. Untuk mempercepat pemberdayaan masyarakat melalui penyediaan anggaran pembangunan yang memadai


(32)

b. Untuk mengintensifikasikan aktifitas dan kreatifitas perekonomian masyarakat daerah yang berbasis pada potensi yang dimiliki masing-masing daerah

c. Untuk mendudkung terwujudnya good governance, tata pemerintahan yang baik

d. Untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintah daerah yang demokratis, efektif dan efisien

Pada pemerintahan desentralisasi ini, pengawasan pemerintah terhadap kinerja keuangan pemerintah seharusnya dapat lebih efektif. Pengawasan oleh pemerintah pusat dilakukan dengan membentuk Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai pengawas internal dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai pengawas eksternal (Cahyat, 2004). Intergovermnetal revenue berasal dari APBN yang terdiri atas :

a. Dana Bagi Hasil (DBH)

Menurut PP No. 55 Tahun 2005, DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH bersumber dari :

1) Pajak, meliputi :

a) Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)


(33)

c) PPh WPOPDN (Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri) dan PPh Pasal 21

2) Sumber daya alam, meliputi : a) Kehutanan

b) Pertambangan umum c) Perikanan

d) Pertambangan minyak bumi e) Pertambangan gas bumi f) Pertambangan panas bumi b. Dana Alokasi Umum (DAU)

Menurut PP No 55 Tahun 2005, DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU dialokasikan untuk provinsi dan kabupaten.kota dengan pembagian proporsinya dihitung dari perbandingan antara bobot urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi dan kabupaten/kota.

DAU untuk kabupaten/kota dihitung dari perkalian jumlah DAU seluruh kabupaten/kota yang telah ditetapkan APBN dengan bobot kabupaten/kota yang bersangkutan (Tahar & Zakhiya, 2011). Dimana bobot kabupaten/kota tersebut merupakan perbandingan antara kabupaten/kota dengan total seluruh kabupaten/kota yang ada.


(34)

Menurut PP No 55 Tahun 2005, DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. DAK digunakan untuk membiayai pengadaan dan peningkatan sarana dan prasarana yang memiliki unsur ekonomi panjang. DAK juga dapat digunakan untuk pembiayaan operasional dan pemeliharaan sarana dan prasarana.

Menurut Permendagri No 32 Tahun 2008, dalam rangka pelaksanaan desentralisasi kepada daerah diberikan Dana Perimbangan melalui APBN yang bersifa transfer dengan prinsip money follows function. Konsep money follows menjelaskan bahwa pengalokasian anggaran didasarkan pada fungsi satuan kerja yang telah ditetapkan undang-undang (Barnawi, 2013). Tujuan adanya pemberian dana perimbangan kepada pemerintah daerah yaitu untuk mengurangi kesenjangan fiscal antara pemerintah dengan daerah dan antar daerah, serta meningkatkan kapasitas daerah dalam menggali potensi ekonomi daerah.

5. Pembiayaan Utang

Dalam SAP Nomor 9, kewajiban merupakan utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Hutang pemerintah daerah merupakan transaksi yang dapat mengakibatkan pemerintah daerah menerima uang dari pihak lain sehingga pemerintah daerah dibebani kewajiban untuk membayar


(35)

kembali uang tersebut dalam jangka waktu tertentu kepada pihak pemberi pinjaman (Lesmana, 2010).

Pembiayaan utang adalah proses meningkatkan jumlah utang untuk modal kerja atau modal belanja dengan menerbitkan surat utang jangka panjang, seperti obligasi atau surat utang lain (Darmastuti & Setyaningrum, 2009). Hal tersebut sebagai imbalan untuk pinjaman uang individu atau lembaga yang mejadi kreditur dan menerima janji untuk membayar kembali pokok dan bunga utang. Pembiayaan utang mencakup dana yang dipinjam oleh pemilik perusahaan kecil dan harus dibayarkan kembali dengan bunga. Dalam Undang-undang No. 24 Tahun 2002 tentang surat utang Negara disebutkan “bahwa penerbitan Surat Utang Negara kepada publik

merupakan salah satu potensi pembiayaan untuk mengurangi beban dan

risiko keuangan bagi Negara di masa mendatang”. 6. Kekayaan Daerah

Kekayaan daerah dapat dilihat dari jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diterima. Menurut UU No. 33 Tahun 2004, Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Tujuan PAD yaitu memberikan wewenang kepada pemerintah daerah dengan memberikan pendanaan untuk mengembangkan potensi daerahnya sebagai wujud pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi (Tahar & Zakhiya, 2011).


(36)

PAD merupakan salah satu sumber pendapatan yang diperoleh dari potensi daerah untuk melaksanakan pengembangan dan pembangunan daerahnya serta mengurangi tingkat ketergantungan dana dari pemerintah pusat (Sudarsana, 2013). Kemampuan daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah menjadi salah satu ciri bahwa suatu daerah telah mampu melaksanakan otonomi daerahnya (Mudhofar & Tahar, 2016).

Sebagai sumber pendapatan daerah, PAD mencerminkan tingkat kemandirian suatu daerah (Santosa & Rahayu, 2005). Pemerintah dituntut untuk mengenali dan menggali potensi daerahnya yang nantinya dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan dan memenuhi berbagai kebutuhan dalam pemerintahan. Tuntutan tersebut mendorong peningkatan PAD yang semakin besar dan pelimpahan kewenangan pemerintahan kepada daerah yang disertai pengalihan personil, peralatan, pemiayaan dan dokumentasi (P3D) ke daerah (Sudarsana, 2013).

Sumber-sumber penerimaan PAD menurut UU No. 33 Tahun 2004 Pasal 6, yaitu :

a. Pajak daerah

Menurut UU No. 34 Tahun 2000, pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk


(37)

membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Terdapat 2 jenis pajak daerah, yaitu :

1) Pajak provinsi, meliputi :

a) Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air

b) Bea balik bama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air c) Pajak bahan bakar kendaraan bermotor

d) Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan

2) Pajak kabupaten/kota, meliputi : a) Pajak hotel

b) Pajak restoran c) Pajak hiburan d) Pajak reklame

e) Pajak penerangan jalan

f) Pajak pengambilan bahan galian golongan C g) Pajak parkir

b. Retribusi daerah

Menurut UU No 34 Tahun 2000, retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Terdapat 3 jenis retribusi daerah, yaitu :


(38)

a) Retribusi jasa umum bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu

b) Jasa yang bersangkutan merupakan kewenangan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi

c) Jasa tersebut memberi manfaat khusus bagi orang pribadi atau badan yang diharuskan membayar retribusi, di samping untuk melayani kepentingan dan kemanfaatan umum

d) Jasa tersebut layak untuk dikenakan retribusi

e) Retribusi tidak bertentangan dengan kebijakan nasional mengenai penyelenggaraannya

f) Retribusi dapat dipungut secara efektif dan efisien, seta merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang potensial, dan

g) Pemungutan retribusi memungkinkan penyediaan jasa tersebut dengan tingkat dan/atau kualitas pelayanan yang lebih baik 2) Retribusi jasa usaha, meliputi :

a) Retribusi jasa bersifat bukan pajak dan bersifat bukan retribusi jasa umum atau retribusi perizinan tertentu

b) Jasa yang bersangkutan adalah jasa yang bersifat komersial yang seyogyanya disediakan oleh sektor swasta tetapi belum memadai atau terdapatnya harta yang dimiliki/dikuasai daerah yang belum dimanfaatkan secara penuh oleh pemerintah daerah 3) Retribusi perizinan tertentu,meliputi :


(39)

a) Perizinan tersebut temasuk kewenangan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka asas desentralisasi b) Perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi

kepentingan umum

c) Biaya yang menjadi beban daerah dalam penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menaggulangi dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari retribusi perizinan

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan

Kekayaan daerah yang dipisahkan berbentuk BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) yang merupakan badan usaha yang dibentuk oleh daerah yang bertujuan untuk mengembangkan perekonomian daerah agar dapat mengingkatkan penghasilan daerah. Jenis pendapatan dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan meliputi :

1) Bagian laba perusahaan milik daerah 2) Bagian laba lembaga keuangan daerah 3) Bagian laba lembaga keuangan non bank 4) Bagian laba atas penyertaan modal/investasi

Contoh BUMD yang pada umumnya dimiliki oleh daerah yaitu : 1) Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM)

2) Bank Pembangunan Daerah (BPD) 3) Badan kredit kecamatan


(40)

5) Tempat hiburan/rekreasi 6) Villa atau pesanggrahan

7) Lain-lain keuntungan yang menjadi penghasilan bagi daerah yang bersangkutan

d. Lain-lain PAD yang sah

Lain-lain PAD yang sah merupakan pendapatan daerah yang diperoleh dari sumber lainnya. Pendapatan ini berasal dari pendapatan yang tidak termasuk dalam pajak daerah dan retribusi daerah atau lain-lain milik pemerintah daerah yang sah dan disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah. Jenis-jenis dari lain-lain PAD yang sah meliputi :

1) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan 2) Penerimaan jasa giro

3) Penerimaan bunga deposito

4) Denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan

5) Penerimaan ganti rugi atas kerugian/kehilangan kekayaan daerah Pemerintah daerah yang memiliki tingkat PAD yang tinggi, dapat lebih maksimal dalam menggali dan memanfaatkan potensi daerahnya untuk melakukan pembiayaan yang dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat (Mustikarini & Fitriasari, 2012). Tingginya PAD mencerminkan tingkat kekayaan daerah yang tinggi, sehingga dapat mendorong pemerintah melakukan pengungkapan terhadap laporan keuangan (Hilmi & Martani, 2012).


(41)

Menurut Soekarwo (2003) dalam Andirfa (2009) terdapat tiga cara untuk mengoptimalkan PAD, yaitu :

a. Intensifikasi, yaitu suatu upaya mengoptimalkan PAD dengan cara meningkatkan dari yang sudah ada, dalam arti operasional pemungutannya. Contoh : Pengawasan, tertib administrasi dan mengupayakan wajib pajak yang belum kena pajak supaya dapat dikenakan pajak.

b. Ekstensifikasi, yaitu mengoptimalkan PAD dengan cara mengembangkan subjek dan objek pajak.

c. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat, merupakan unsur yang penting mengingat bahwa paradigma yang berkembang dalam masyarakat saat ini adalah pembayaran pajak dan retribusi yang menjadi hak dan kewajiban masyarakat terhadap negara. Sehingga perlu dikaji kembali pengertian wujud layanan masyarakat yang bagaimana yang dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat.

7. Jumlah Penduduk

Penduduk adalah kumpulan orang atau populasi yang mendiami atau menduduki suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Penduduk memiliki peranan yang penting, seperti peranan dalam pembangunan dan peran dalam menentukan keberhasilan suatu daerah. Jumlah penduduk menentukan jumlah pendanaan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah. Indonesia sebagai salah satu Negara yang memiliki jumlah penduduk yang


(42)

sangat besar akan selalu menghubungkan antara masalah pembangunan ekonomi dan kependudukan (Santosa & Rahayu, 2005).

Hubungan antara pembanguan ekonomi dan kependudukan tergantung pada sifat dan masalah kependudukan yang terjadi dalam setiap Negara (Wirosardjono, 1998). Dengan demikian setiap Negara atau daerah memiliki masalah kependudukan masing-masing yang khas dan tantangan yang khas pula. Jumlah penduduk di Indonesia menjadi asset modal dasar pembangunan sekaligus beban pembangunan oleh perencana pembangunan. Jumlah penduduk menjadi asset apabila meingkatkan kualitas atau keahlian maupun keterampilannya, sedangkan menjadi beban apabila struktur, persebaran dan mutunya hanya menuntut adanya pelayanan sosial (Budiharjo, 2003)

Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 pasal 28, jumlah penduduk merupakan variabel utama dalam menentukan jumlah pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan umum. Semakin besar jumlah penduduk maka akan semakin besar juga pendanaan yang dibutuhkan daerah. Meningkatnya jumlah penduduk menuntut konsekuensi logis untuk mengadakan pembangunan sarana dan prasarana untuk meningkatkan kualitas pertumbuhan ekonomi yang lebih baik (Saputra, 2015).


(43)

B. Pengembangan Hipotesis 1. Intergovernmental Revenue

Intergovernmental revenue menjadi salah satu pendapatan daerah yang berasal dari pemerintah dan digunakan untuk membiayai operasional pemerintah daerah. Semakin besar intergovernmental revenue yang di dapat oleh pemerintah daerah, maka kinerja pemerintah daerah juga akan meningkat karena dana yang didapat dari pemerintah pusat digunakan pemerintah daerah untuk membangun fasilitas untuk masyarakat dan meningkatkan pelayanan masyarakat.

Meningkatnya kinerja pemerintah dapat dapat menjadi dorongan bagi pemerintah daerah untuk memberikan pertanggungjawaban berupa pelaporan dan pengungkapan terhadap laporan keuangan pemerintah daerah, termasuk pengungkapan terhadap belanja bantuan sosial yang berada di dalamnya.

Martani & Liestiani (2005) menggunakan intergovernmental revenue sebagai proksi untuk mengukur variabel tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat. Hasil penelitian Martani & Liestiani (2005) tidak menemukan adanya hubungan antara tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap dana dari pemerintah pusat dengan tingkat pengungkapan. Sedangkan, Darmastuti & Setyaningrum (2009) dalam penelitiannya menemukan adanya pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial. Dalam penelitian Oktora & Pontoh, n.d. (2013) terdapat hubungan yang signifikan antara Dana Alokasi Umum


(44)

dan Dana Alokasi Khusus atas belanja modal pada pemerintah daerah. Dari uraian di atas, maka dapat ditarik hipotesis :

H1 : Intergovernmental revenue berpengaruh positif terhadap

pengungkapan belanja bantuan sosial. 2. Pembiayaan Utang

Kepatuhan terhadap standar serta pengungkapan laporan keuangan menjadi informasi penting bagi kreditor karena dengan informasi tersebut dapat digunakan untuk meyakinkan kreditur atas kemampuan debitur dalam memenuhi kewajibannya. Kreditur akan melakukan pengawasan terhadap debitur untuk memastikan bahwa debitur dapat memenuhi kewajibannya.

Pembiayaan utang merupakan salah satu cara untuk mengurangi beban dan risiko keuangan Negara di masa mendatang. (Patrick, 2007) dalam penelitiannya, variabel pembiayaan utang berpengaruh positif dan signifikan dengan determinasi dalam mengadopsi Governmental Accounting Standards Board (GASB) 34 terhadap pembiayaan utang. Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Darmastuti & Setyaningrum (2009), menunjukkan adanya pengaruh yang positif antara pembiayaan utang terhadap tingkat pengungkapan belanja bantuan sosial.

Namun, pada penelitian Lesmana (2010) yang melakukan pengujian pengaruh kewajiban (hutang pemerintah daerah) terhadap tingkat pengungkapan wajib tidak menemukan adanya pengaruh jumlah kewajiban dengan tingkat pengungkapan pada Laporan Keuangan Pemerintah daerah (LKPD). Dari uraian di atas, dapat ditarik hipotesis :


(45)

H2 : Pembiayaan utang berpengaruh positif terhadap pengungkapan

belanja bantuan sosial. 3. Kekayaan Daerah

Pendapatan Asli Daerah dapat menyatakan kekayaan suatu daerah. Semakin tinggi pendapatan asli daerah, semakin besar jumlah kekayaan daerah. Dengan begitu diharapkan semakin besar kekayaan daerah, maka dapat diimbangi dengan pelaporan keuangan yang baik, termasuk melakukan pengungkapan terhadap belanja bantuan sosial.

Penelitian yang dilakukan oleh Hilmi & Martani (2012) menunjukkan adanya pengaruh yang positif dan signifikan terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan pemerintah. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyaningrum & Syafitri (2012) juga menunjukkan hasil adanya pengaruh yang positif dan signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh Mustikarini & Fitriasari (2012) terhadap kinerja pemerintah daerah menunjukkan adanya pengaruh yang positif dan signifikan. Dari uraian di atas, maka dapat ditarik hipotesis :

H3 : Kekayaan daerah berpengaruh positif terhadap pengungkapan

belanja bantuan sosial. 4. Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk merupakan proksi dari kompleksitas pemerintahan. Kompleksitas pemerintahan tidak akan menghambat tingkat pengungkapan, tetapi akan meningkatkan tingkat pengungkapan. Semakin besar jumlah penduduk, maka akan semakin besar pula dorongan dari


(46)

masyarakat untuk melakukan pengungkapan pada laporan keuangan pemerintah.

Penelitian yang dilakukan oleh Hilmi & Martani (2012) menunjukkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap tingkat pengungkapan. Penelitian tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Martani & Liestiani (2005) yang menunjukkan adanya pengaruh positif jumlah penduduk terhadap tingkat pengungkapan. Namun, berbeda dengan penelitian Ingram (1984) yang menunjukkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap tingkat pengungkapan. Dari uraian di atas dapat ditarik hipotesis :

H4 : Jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap pengungkapan


(47)

C. Model Penelitian

Gambar 2.1. Kerangka Penelitian Intergovernmental

Revenue (X1)

Pengungkapan Belanja Bantuan Sosial (Y)

Jumlah Penduduk (X4)

Kekayaan Daerah (X3)

Pembiayaan Utang (X2)


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Obyek dan Subyek Penelitian

Obyek yang digunakan dalam penelitian ini adalah pemerintah kabupaten/kota di DIY dan Jawa Tengah pada tahun 2012 - 2014. Subyek penelitian ini menggunakan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) kabupaten/kota di DIY dan Jawa Tengah tahun 2012-2014 yang telah di audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan jumlah penduduk kabupaten/kota di Provinsi DIY dan Jawa Tengah tahun 2012-2014.

B. Jenis Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder. Data yang digunakan diambil dari Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) kabupaten/kota di DIY dan Jawa Tengah yang diperoleh dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan data jumlah penduduk di setiap kabupaten/kota di DIY dan Jawa Tengah yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) di DIY dan Jawa Tengah tahun 2012-2014.

C. Teknik dan Pengumpulan Sampel Penelitian

Metode pengumpulan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang menggunakan pertimbangan dan batasan tertentu, sehingga sampel yang digunakan relevan dengan tahun penelitian. Kriteria pengumpulan sampel tersebut, yaitu :


(49)

1. Laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) kabupaten/kota di DIY dan Jawa Tengah tahun 2012-2014 yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

2. Data jumlah penduduk kabupaten/kota di Provinsi DIY dan Jawa Tengah tahun 2012-2014.

3. Pada sampel tersebut tersedia data yang lengkap dan dipublikasikan

D. Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi. Metode dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan data dari media elektronik dan media nonelektronik yang memiliki hubungan permasalahan dengan penelitian (Chusna, 2009). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan melihat Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang telah diaudit oleh BPK.

E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan pengungkapan belanja bantuan sosial sebagai variabel dependen dan empat variabel independen, yaitu

intergovernmental revenue, pembiayaan utang, kekayaan daerah, dan jumlah penduduk.

1. Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2014). Dalam


(50)

penelitian ini menggunakan pengungkapan belanja bantuan sosial sebagai variabel dependen. Variabel pengungkapan belanja bantuan sosial pada LKPD merupakan variabel dummy yaitu ada tidaknya pengungkapan atas belanja bantuan sosial pada Catatan Laporan atas Laporan Keuangan (CaLK). Pengukuran dilakukan dengan menggunakan sistem scorring. Sistem scorring dilakukan dengan membuat daftar checklist pengungkapan dalam belanja bantuan sosial sesuai dengan Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan No. 10.

Berikut adalah mekanisme pengukuran pengungkapan belanja bantuan sosial dalam LKPD :

a. Membuat daftar pengungkapan dalam belanja bantuan sosial sesuai dengan Buletin Teknis Standar Akuntansi Pemerintahan No. 10. b. Memberikan nilai pada setiap butir pengungkapan belanja bantuan

sosial sesuai dengan daftar pengungkapan. Jika terdapat pengungkapan maka diberi nilai 1, jika tidak terdapat pengungkapan maka diberi nilai 0.

c. Menjumlahkan setiap nilai yang di dapat dalam checklist.

d. Menghitung tingkat pengungkapan belanja bantuan sosial dengan rumus :


(51)

2. Variabel Independen

a. Intergovernmental Revenue

Intergovernmental Revenue merupakan pendapatan yang diterima pemerintah daerah yang berasal dari sumber eksternal dan tidak memerlukan adanya pembayaran kembali (Patrick, 2007). Tujuan adanya intergovernmental revenue adalah untuk mengurangi kesenjangan fiscal yang dapat terjadi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah atau antar pemerintah daerah (Nugroho, 2014).

Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan penerimaan terbesar dalam dana perimbangan yang dapat digunakan untuk menggambarkan besarnya tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Dana alokasi umum digunakan untuk menjalankan roda pemerintahan, sehingga pelayanan kepada masyarakat dapat terlaksana dengan baik. Pengukuran intergovernmental revenue dalam penelitian ini menggunakan perbandingan total dana permbangan dengan total pendapatan.

Berikut adalah rumus untuk mengukur besarnya intergovernmental revenue :


(52)

b. Pembiayaan Utang

Pembiayaan utang adalah proses meningkatkan jumlah utang untuk modal kerja atau modal belanja dengan menerbitkan surat utang jangka panjang, seperti obligasi atau surat utang lain. Pembiayaan utang mencakup dana yang dipinjam oleh pemilik perusahaan kecil dan harus dibayarkan kembali dengan bunga. Pembiayaan utang dihitung dengan rumus berikut :

c. Kekayaan Daerah

Kekayaan daerah dapat dilihat dari jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang diterima. Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sebagai sumber pendapatan daerah, PAD mencerminkan tingkat kemandirian suatu daerah (Santosa & Rahayu, 2005). Kekayaan daerah dihitung dengan rumus berikut :

� = %


(53)

d. Jumlah Penduduk

Penduduk adalah kumpulan orang atau populasi yang mendiami atau menduduki suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. semakin besar jumlah penduduk di suatu daerah maka semakin besar dukungan masyarakat untuk melakukan adanya pengungkapan terhadap laporan keuangan pemerintah. Jumlah penduduk menjadi proksi dari kompleksitas pemerintah. Semakin kompleks pemerintahan maka semakin besar pula pengungkapan yang harus mereka lakukan. Variabel ini merupakan jumlah penduduk yang menempati wilayah di kabupaten/kota DIY dan Jawa Tengah. Data jumlah penduduk diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) DIY dan Jawa Tengah.

F. Analisis Data 1. Analisis Data

Metode analisis data merupakan cara atau prosedur untuk menguji hipotesis penelitian. Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis statistik deskriptif, uji kualitas data, dan uji hipotesis.

a. Analisis Statistik Deskriptif

Analisis statistik deskriptif adalah metode untuk mengumpulkan, mengolah, menyajikan, dan menganalisa data kuantitatif secara deskriptif. Dari analisis ini dapat diambil informasi berupa nilai rata-rata, nilai minimum, dan nilai maksimum.


(54)

b. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik merupakan syarat statistik yang harus dipenuhi untuk melakukan analisis analisis regresi linear berganda. Terdapat 4 macam uji asumsi klasik, yaitu :

(1) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk menentukan data yang telah dikumpulkan berdistribusi normal atau diambil dari populasi normal (Nazaruddin & Basuki, 2016). Tujuan dilakukannya uji normalitas yaitu untuk menguji apakah variabel dependen dan variable independen dalam sebuah model regresi, masing-masing variabel atau keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Uji normalitas dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan uji Chi-Square, Kolmogrov Smirnov, Lilliefors, Shapiro Wilk, dan Jarque Bera.

Kurva berdistribusi normal adalah kurva yang berbentuk simetris. Dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas

kolmogrov smirnov untuk menguji apakah data yang digunakan berdistribusi normal atau tidak. Uji kolmogrov Smirnov dilakukan dengan membandingkan distribusi data atau menguji normalitas data menggunakan distribusi normal baku. Distribusi normal adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-score dan diasumskan normal (Saputra, 2015). Data dikatakan berdistribusi normal jika nilai sig lebih dari 5% dan jika nilai sig lebih kecil dari 5% maka dapat disimpulkan bahwa data tidak berdistribusi normal.


(55)

(2) Uji Multikolinearitas

Uji multikoliearitas adalah uji data yang digunakan untuk melihat adanya hubungan linear antara peubah bebas X dalam suatu model regresi linear berganda (Nazaruddin & Basuki, 2016). Tujuan uji multikolinearitas yaitu untuk menguji apakah terdapat korelasi antar variabel bebas pada model regresi. Jika variabel-variabel bebasnya memiliki hubungan korelasi yang tinggi, maka hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikatnya menjadi terganggu.

Pendeteksian multikolinearitas dapat dilihat melalui nilai

Variance Inflation Factors (VIF) dengan kriteria pengujian yaitu apabila nilai VIF < 10 maka tidak terdapat multikolineraritas diantara variabel independent, dan begitu juga sebaliknya. Bertambahnya variabel independent menyebabkan standar estimasi cenderung akan mengalami peningkatan, tingkat signifikasi untuk menolak hipotesis yang salah juga akan semakin besar. Akibatnya, model regresi menjadi tidak valid untuk menaksir nilai variabel independen

(3) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui adanya penyimpangan dari syarat-syarat asumsi


(56)

klasik pada model regresi, di mana dalam model regresi harus dipenuhi syarat tidak adanya heterskedastisitas. Maka, untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas digunakan uji Glejser. Penilaian uji heterskedastisitas yaitu apabila nilai sig > alpha 0,05 maka data tidak mengalami heteroskedastisitas.

(4) Uji Autokolerasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu autokorelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linier terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganngu pada periode t-1 (Saputra, 2015). Metode pengujian yang sering digunakan adalah metode D-W (Durbin Watson) dengan ketentuan sebagai berikut :

a) Jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL), maka hipotesis nol ditolak, yang berarti terdapat autokorelasi.

b) Jika nilai d terletak antara dU dan (4-dL), maka hipotesis nol diterima, yang berarti tidak ada autokorelasi.

c) Jika d terletak antara dL dan dU atau diantara (4-dU) dan (4-dL), maka tidak menghasilkan kesimpulan yang pasti.


(57)

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen dan independen. Dalam penelitian ini, menggunakan uji hipotesis dengan model regresi linier berganda karena terdiri atas 1 variabel dependen dan 4 variabel independen. Berikut adalah rumus yang akan diuji dalam persamaan regresi penelitian ini :

Keterangan :

PBBS : Pengungkapan Belanja Bantuan Sosial IR : Intergovernmental Revenue

PU : Pembiayaan Utang JP : Jumlah Penduduk KD : Kekayaan Daerah

α : Konstan

β … β4 :Koefisien regresi e : error

Langkah-langkah pengujian hipotesisi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Koefisien Determinasi (Adjective Square)

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya persentase pengaruh semua variabel independen terhadap variabel


(58)

dependen. Koefisien determinasi regresi ditentukan dari semakin menjauhi angka satu, maka semakin kecil pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Begitu juga sebaliknya, semakin mendekati angka satu maka semakin besar pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

b. Uji Statistik F

Uji F digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat (Nugroho, 2014). Penilaian uji F dapat menggunakan table ANOVA. Penelitian ini menggunakan probability value (sig) sebagai kriteria pengujian. Jika

probability value dari hasil pengujian lebih kecil dari 0,05 maka dapat dikatakan terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Sebaliknya, jika

probability value dari hasil pengujian lebih besar dari 0,05 maka dapat dikatakan tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama antara variabel bebas terhadap variabel terikat.

c. Uji Statistik t

Uji t sampel merupakan teknik analisis untuk membandingkan satu variabel bebas (Nazaruddin & Basuki, 2016). Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah nilai tertentu berbeda secara signifikan atau tdak dengan rata-rata sebuah sampel. Subjek yang digunakan yaitu sampel yang sama, namun mengalami perlakuan yang berbeda. Penilaian yang digunakan dengan melihat besarnya nilai nilai sig dan


(59)

arah pada koefisien regresi. Jika nilai sig < α (0,05) maka hipotesis diterima. Jika arah pada koefisien regresi sesuai hipotesis maka hipotesis diterima.


(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan menjelaskan mengenai gambaran umum dan hasil penelitian berupa hipotesis serta pembahasan. Penelitian ini menggunakan model regresi linier berganda untuk melakukan uji hipotesis dan menggunakan alat bantu SPSS versi 23. Dalam melakukan uji regresi terdapat dua variabel yang diubah ke dalam bentuk natural logaritma (LN), yaitu pengungkapan belanja bantuan sosial dan jumlah penduduk.

Selanjutnya, data diuji untuk mengetahui adanya outlier. Dalam penelitian ini menggunakan casewase list untuk mengetahui adanya outlier. Outlier harus dihilangan karena dapat menimbulkan nilai residual yang besar. Dari 120 sampel awal, terdapat 12 sampel yang tidak lengkap dan 48 sampel yang masuk dalam

casewase list. Sehingga 48 sampel tersebut harus dibuang dan tersisa 60 sampel. Berikut adalah prosedur pemilihan sampel penelitian :

Tabel 4.1.

Prosedur Pemilihan Sampel

Uraian 2012 2013 2014 Total

LKPD yang sudah diaudit 40 40 40 120

LKPD yang tidak lengkap (4) (4) (4) (12)

Total Sampel 36 36 36 108

Data outlier (16) (16) (16) (48)

Total sampel yang


(61)

A. Gambaran Umum Obyek/Subyek penelitian

Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi DIY dan Jawa Tengah. Dari populasi tersebut, ditentukan sampel penelitian menggunakan metode purposive sampling. Hasil uji statistik deskriptif penelitian ini akan dijelaskan dalam tabel 4.2. dan pembahasan berikut :

Tabel 4.2. Statistik Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation IR 60 ,0196 ,6391 ,555150 ,0829099 PU 60 ,0000 ,5512 ,012833 ,0707750 KD 60 ,0623 ,3596 ,129630 ,0523198 LN_PB 60 ,0000 1,3863 1,066787 ,2031901 LN_JP 60 2,5177 2,6631 2,607271 ,0355882 Valid N (listwise) 60

Tabel 4.2. menunjukkan bahwa banyaknya sampel dalam penelitian ini adalah 60 sampel. Berikut adalah pembahasan dari statistik deskriptif di atas : 1. Variabel pengungkapan belanja bantuan sosial memiliki nilai minimum sebesar 0,0000. Nilai maksimum sebesar 1,3863. Nilai rata-rata (mean) sebesar 1,066787. Nilai simpangan baku (std. deviation) sebesar 0,2031901.


(62)

2. Variabel intergovernmental revenue memiliki nilai minimum sebesar 0,0000. Nilai maksimum sebesar 0,5512. Nilai rata-rata (mean) sebesar 0, 012833. Nilai simpangan baku (std. deviation) sebesar 0,0707750.

3. Variabel pembiayaan utang memiliki nilai minimum sebesar 0,0623. Nilai maksimum sebesar 0,5512. Nilai rata-rata (mean) sebesar 0,129630. Nilai simpangan baku (std. deviation) sebesar 0,0707750.

4. Variabel kekayaan daerah memiliki nilai minimum sebesar 0,0000. Nilai maksimum sebesar 0,3596. Nilai rata-rata (mean) sebesar 0,129630. Nilai simpangan baku (std. deviation) sebesar 0,0523198.

5. Variabel jumlah penduduk memiliki nilai minimum sebesar 2,5177. Nilai maksimum sebesar 2,6631. Nilai rata-rata (mean) sebesar 2,607271. Nilai simpangan baku (std. deviation) sebesar 0,0355882.

B. UJI ASUMSI KLASIK 1. Uji Normalitas

Tujuan dilakukannya uji normalitas yaitu untuk menguji apakah variabel dependen dan variable independen dalam sebuah model regresi, masing-masing variabel atau keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini menggunakan uji One Sample Kolmogrov Smirnov untuk menguji normalitas data, hasil dari pengujian yaitu :


(63)

Tabel 4.3. Uji Normalitas

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig. Unstandardized

Residual ,122 60 ,126 ,917 60 ,001

a. Lilliefors Significance Correction

Tabel 4.3. menunjukkan hasil bahwa nilai sig. sebesar 0,126 > α (0,05). Maka, dapat disimpulkan bahwa data pada penelitian ini berdistribusi normal.

2. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu autokorelasi yang terjadi antara residual pada satu pengamatan dengan pengamatan lain pada model regresi. Dalam penelitian ini menggunakan metode pengujian D-W (Durbin Watson). Berikut adalah hasil dari pengujian :

Tabel 4.4. Uji Autokorelasi

Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson 1 ,957a ,916 ,910 ,0610256 1,741

a. Predictors: (Constant), LN_JP, PU, IR, KD b. Dependent Variable: LN_PB

Tabel 4.4. menunjukkan nilai Durbin-Watson (DW) sebesar 1,741. Nilai DW berada di antara nilai DU (1,7274) dan nilai 4-DU (2,2726).


(64)

Maka, dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini tidak terdapat autokorelasi.

3. Uji Multikolinearitas

Tujuan dilakukannya uji multikolinearitas yaitu untuk menguji apakah terdapat korelasi antar variabel bebas pada model regresi. Dalam penelitian ini menggunakan nilai Variance Inflation Factors (VIF) untuk melakukan uji multikolinearitas. Berikut adalah hasil dari pengujian :

Tabel 4.5. Uji Multikolinearitas

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics B

Std.

Error Beta

Toleran ce

VIF 1 (Constant) -1,769 ,613 -2,884 ,006

IR 1,734 ,105 ,707 16,553 ,000 ,837 1,195 PU -2,005 ,112 -,698 -17,828 ,000 ,996 1,004 KD 1,283 ,171 ,330 7,506 ,000 ,790 1,266 LN_JP ,665 ,230 ,116 2,884 ,006 ,938 1,066 a. Dependent Variable: LN_PB

Tabel 4.5. di atas menunjukkan hasil berupa nilai VIF dan Tolerance

pada masing-masing variabel. Nilai VIF dan Tolerance pada

intergovernmental revenue sebesar 1,195 dan 0,837. Nilai VIF dan

Tolerance pada pembiayaan utang sebesar 1,004 dan 0,996. Nilai VIF dan

Tolerance pada kekayaan daerah sebesar 1,266 dan 0,790. Nilai VIF dan

Tolerance pada jumlah penduduk sebesar 1,066 dan 0,938. Masing-masing variabel memiliki nilai VIF ≤ 10 dan nilai tolerance > 1. Maka, dapat


(65)

disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini tidak terdapat multikolinearitas.

4. Uji Heteroskedastisitas

. Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui adanya penyimpangan dari syarat-syarat asumsi klasik pada model regresi. Dalam penelitian ini menggunakan uji glejser untuk melakukan uji heteroskedatisitas. Berikut adalah hasil dari pengujian :

Tabel 4.6.

Uji Heteroskedastisitas Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. B Std. Error Beta

1 (Constant) -,706 ,376 -1,878 ,066 IR -,163 ,064 -,333 -2,532 ,114 PU -,079 ,069 -,139 -1,152 ,254 KD -,123 ,105 -,159 -1,175 ,245 LN_JP ,328 ,141 ,288 2,323 ,133 a. Dependent Variable: ABS_RES

Tabel 4.6. diatas menunjukkan nilai sig masing-masing variabel. Nilai sig dari intergovernmental revenue sebesar 0,114. Nilai sig dari pembiayaan utang sebesar 0,254. Nilai sig dari kekayaan daerah sebesar 0,245. Nilai sig dari jumlah penduduk sebesar 0,245. Masing-masing variabel memiliki nilai sig > α (0,05). Maka, dapat disimpulkan bahwa data dalam penelitian ini tidak terdapat heteroskedastisitas.


(66)

C. HASIL PENELITIAN (UJI HIPOTESIS) 1. Koefisien Determinasi (Adjusted R Square)

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya persentase pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen. Berikut adalah hasil dari pengujian :

Tabel 4.7.

Uji Koefisien Determinasi Model Summaryb

Model R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the

Estimate Durbin-Watson 1 ,957a ,916 ,910 ,0610256 1,741

a. Predictors: (Constant), LN_JP, PU, IR, KD b. Dependent Variable: LN_PB

Tabel 4.7. diatas menunjukkan nilai adjusted R square sebesar 0,910. Nilai tersebut menunjukkan bahwa 91% pengungkapan belanja bantuan sosial dapat dijelaskan oleh faktor-faktor intergovernmental revenue, pembiayaan utang, kekayaan daerah, dan jumlah penduduk. Sedangkan sisanya 9% (100%-91%) dijelaskan oleh variabel bebas lainnya yang tidak diteliti dalam penelitian ini.

2. Uji Statistik F

Uji statistik F digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Berikut adalah hasil dari pengujian :


(67)

Tabel 4.8. Uji Statistik F

ANOVAa

Model

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. 1 Regression 2,231 4 ,558 149,771 ,000b

Residual ,205 55 ,004 Total 2,436 59

a. Dependent Variable: LN_PB

b. Predictors: (Constant), LN_JP, PU, IR, KD

Tabel 4.8. diatas menunjukkan nilai F sebesar 149,771 dan nilai sig sebesar 0,000 < α (0,05). Maka, dapat disimpulkan bahwa variabel

intergovernmental revenue, pembiayaan utang, kekayaan daerah, dan jumlah penduduk secara stimultan bersama-sama berpengaruh terhadap variabel pengungkapan belanja bantuan sosial.

3. Uji Statistik t

Uji statistik t dilakukan untuk menguji pengaruh variabel independent secara parsial terhadap variabel dependent dalam model penelitian. Berikut adalah hasil dari pengujian :

Tabel 4.9. Uji Statistik t

Coefficientsa

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics B

Std.

Error Beta

Toleran ce

VIF 1 (Constant) -1,769 ,613 -2,884 ,006


(68)

PU -2,005 ,112 -,698 -17,828 ,000 ,996 1,004 KD 1,283 ,171 ,330 7,506 ,000 ,790 1,266 LN_JP ,665 ,230 ,116 2,884 ,006 ,938 1,066 a. Dependent Variable: LN_PB

Dari tabel 4.9. diatas dapat diperoleh persamaan regresi dalam penelitian ini :

Berikut adalah hasil dari pengujian masing-masing hipotesis penelitian : a. Pengujian hipotesis pertama (H1)

Variabel intergovernmental revenue memiliki nilai koefisien regresi sebesar 1,734 dengan arah positif dan nilai sig 0,000 < α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama (H1) diterima. Maka,

dapat disimpulkan bahwa intergovernmental revenue berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial.

b. Pengujian hipotesis kedua (H2)

Variabel pembiayaan utang memiliki nilai koefisien regresi sebesar 2,005 dengan arah negatif dan nilai sig 0,000 < α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua (H2) ditolak. Maka, dapat

disimpulkan bahwa pembiayaan utang tidak berpengaruh terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial.

PBBS = -1,769 + 1,734 IR – 2,005 PU + 1,283 KD + 0,665 JP + e


(69)

c. Pengujian hipotesis ketiga (H3)

Variabel kekayaan daerah memiliki nilai koefisien regresi sebesar 1,283 dengan arah positif dan nilai sig 0,000 < α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis ketiga (H3) diterima. Maka, dapat

disimpulkan bahwa kekayaan daerah berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial.

d. Pengujian hipotesis keempat (H4)

Variabel jumlah penduduk memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0,665 dengan arah positif dan nilai sig 0,006 < α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis keempat (H4) diterima. Maka, dapat

disimpulkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial.

D. Pembahasan

Dalam penelitian ini dilakukan pengujian pengaruh intergovernmental

revenue, pembiayaan utang, kekayaan daerah, dan jumlah penduduk terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial. Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis penelitian, diperoleh satu hipotesis yang ditolak dan tiga hipotesis yang diterima. Hasil pengujian yang lebih rinci akan dijelaskan dalam penjelasan berikut ini :


(1)

Tabel 4.9. Uji Statistik t

Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients

t Sig.

Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1 (Constant) -1,769 ,613 -2,884 ,006

IR 1,734 ,105 ,707 16,553 ,000 ,837 1,195

PU -2,005 ,112 -,698 -17,828 ,000 ,996 1,004

KD 1,283 ,171 ,330 7,506 ,000 ,790 1,266

LN_JP ,665 ,230 ,116 2,884 ,006 ,938 1,066

a. Dependent Variable: LN_PB

Dari tabel 4.9. diatas dapat diperoleh persamaan regresi dalam penelitian ini :

Variabel intergovernmental revenue memiliki nilai koefisien regresi sebesar 1,734 dengan arah positif dan nilai sig 0,000 < α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama (H1) diterima. Maka, dapat disimpulkan bahwa intergovernmental revenue berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial.

Variabel pembiayaan utang memiliki nilai koefisien regresi sebesar 2,005 dengan arah negatif dan nilai sig 0,000 < α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua (H2) ditolak. Maka, dapat disimpulkan bahwa pembiayaan utang tidak berpengaruh terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial.

Variabel kekayaan daerah memiliki nilai koefisien regresi sebesar 1,283 dengan arah positif dan nilai sig 0,000 < α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis ketiga (H3) diterima. Maka, dapat disimpulkan bahwa kekayaan daerah berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial.


(2)

Variabel jumlah penduduk memiliki nilai koefisien regresi sebesar 0,665 dengan arah positif dan nilai sig 0,006 < α (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis keempat (H4) diterima. Maka, dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk berpengaruh signifikan terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial.

Pembahasan

1. Pengaruh intergovernmental revenue terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial Semakin tinggi tingkat intergovernmental revenue memberikan tekanan kepada pemerintah daerah untuk melakukan pengungkapan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang termasuk didalamnya yaitu belanja bantuan sosial. Hal ini membuktikan bahwa adanya kontrol yang baik dari pemerintah pusat terhadap penggunaan dana perimbangan di pemerintah daerah.

Hasil pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Darmastuti & Setyaningrum (2009) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan belanja bantuan sosial pada laporan keuangan pemerintah daerah. Namun, hasil pengujian hipotesis pertama dalam penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Martani & Liestiani (2005).

2. Pengaruh pembiayaan utang terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial

Hasil dari pengujian menunjukkan bahwa hipotesis kedua (H2) ditolak, artinya pembiayaan utang tidak berpengaruh terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial. Hal ini dapat disebabkan besarnya nilai utang pemerintah daerah dalam laporan keuangan yang rata-rata menunjukkan jumlah utang jangka panjang yang besar. Utang jangka panjang tersebut dapat diperoleh pemerintah daerah dari utang kepada luar negeri yang diterima melalui pemerintah pusat.


(3)

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lesmana (2010) tentang pengaruh kewajiban terhadap tingkat pengungkapan wajib. Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Darmastuti & Setyaningrum (2009) yang menunjukkan adanya pengaruh pembiayaan utang terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial.

3. Pengaruh kekayaan daerah terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial

Semakin besar kekayaan daerah semakin besar tekanan pemerintah daerah untuk melakukan pengungkapan terhadap laporan keuangan. Hal ini juga dapat disebabkan kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi daerah dan pajak yang menjadi pendapatan terbesar PAD. Sehingga pemerintah menjadi terdorong untuk melakukan pengungkapan laporan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hilmi & Martani (2012) tentang pengaruh kekayaan daerah terhadap pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi. Begitu juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyaningrum & Syafitri (2012) yang melakukan penelitian tentang pengaruh kekayaan pemerintah daerah terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan.

4. Pengaruh jumlah penduduk terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial

Hasil pengujian menunjukkan bahwa hipotesis keempat (H4) diterima, artinya terdapat pengaruh jumlah penduduk terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial. Jumlah penduduk yang besar sangat berpengaruh pada kinerja pemerintahn. Salah satunya yaitu dapat mendorong pemerintah daerah untuk melakukan pengungkapan terhadap laporan keuangan pemerintah daerah, termasuk belanja bantuan sosial yang berada didalamnya.


(4)

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hilmi & Martani (2012) tentang pengaruh jumlah penduduk terhadap pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Martani & Liestiani, 2005) yang melakukan penelitian mengenai pengungkapan laporan keuangan pemerintah daerah.

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian ini menguji tentang pengungkapan belanja bantuan sosial yang berada di dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CALK) laporan keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota di Provinsi DIY dan Jawa Tengah tahun 2012-2014. Hasil dari penelitian ini menunjukkan tiga dari empat variabel signifikan dan berpengaruh positif terhadap pengungkapan belanja bantuan sosial. Variabel pembiayaan utang menunjukkan pengaruh negatif terhadap pembiayaan utang.

Dalam penelitian ini hanya menggunakan 4 variabel, yaitu intergovernmental revenue, pembiayaan utang, kekayaan daerah, dan jumlah penduduk, sehingga nilai koefisien determinasi yang diperoleh rendah. Jumlah sampel yang digunakan hanya 40 kabupaten/kota di Provinsi DIY dan Jawa Tengah, sehingga tingkat generalisasi rendah. Periode pengamatan yang relatif pendek hanya tahun 2012-2014, sehingga hasil penelitian kurang mencerminkan kenyataan yang sesungguhnya.

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat menambahkan jumlah variabel penelitian agar dapat melihat berbagai faktor lain yang dapat mendorong terjadinya pengungkapan belanja bantuan sosial. Sampel yang digunakan dapat seluruh kabupaten/kota di seluruh provinsi di Indonesia agar dapat meningkatkan tingkat generalisasi. Menambahkan kriteria pengungkapan wajar atau tidak wajar pada kriteria purposive sampling. Membandingkan pengungkapan belanja


(5)

bantuan sosial sebelum dan sesudah ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri No 32 Tahun 2011.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Andriani, W., & Ak, M. S. (2002). Pengaruh Kapasitas Sumber Daya Manusia dan Pemanfaatan Teknologi Informasi Terhadap Keterandalan dan Ketepatwaktuan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (Studi pada Pemerintah Daerah Kab. Pesisir Selatan).

Darmastuti, D., & Setyaningrum, D. (2009). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Belanja Bantuan Sosial Pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Pada Tahun 2009. Hilmi, A. Z., & Martani, D. (2012). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

pengungkapan laporan keuangan pemerintah provinsi.

Ingram, R. W. (1984). Economics Incentives abd The Choice of State Government Accounting Practices. Journal of Accounting Research, Vol.27(No. 1), Page 126-144.

Istinawati, R. (2012). Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Lesmana, S. I. (2010). Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah Terhadap Tingkat Pengungkapan Wajib di Indonesia. Universitas Sebelas Maret.

Martani, D., & Liestiani, A. (2005). Disclosure of Local Government Financial Statement in Indonesia.

Patrick, A. P. (2007). The Determinant of Organizational Inovativeness : The Adoption of GASB 34 in Pennsylvania Local Government. Pennsylvania State University.

Setyaningrum, D., & Syafitri, F. (2012). Analisis pengaruh karakteristik pemerintah daerah terhadap tingkat pengungkapan laporan keuangan. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, Vol. 9, Hal. 154-170.

Suharto, E. (2009). Kemiskinan dan Perlindungan Sosial di Indonesia : Menggagas Model Jaminan Sosial Universal Bidang Kesehatan. Bandung: Alfabeta.

Usman, Sunandar, & Farida, I. (2014). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Akuntansi Akrual pada Entitas Pemerintah Daerah. Jurnal Akuntansi Dan Investasi, Vol 15(No 2), Hal 101-113.