campuran yang mengandung 80 N
2
dan 20 O
2.
Sedangkan Gambar 4.7 bagian B adalah hasil pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi apel fuji yang
diukur saat diletakkan pada lingkungan campuran yang mengandung 90 N
2
dan 10 O
2
.
Gambar 4.7. Grafik hubungan konsentrasi gas etilen yang diproduksi apel [ppb] terhadap waktu [jam] pada lingkungan campuran yang mengandung 20 O
2,
yang diubah menjadi lingkungan campuran yang mengandung 10 O
2
Seperti ketika lingkungan diubah menjadi lingkungan campuran yang mengandung 10 O
2
, sampel yang digunakan pada pengukuran konsentrasi gas etilen kali ini adalah buah apel fuji. Pengukuran tersebut dilakukan pada dua
lingkungan yang berbeda. Pada pengukuran ini, awalnya lingkungan penyimpanan sampel yang digunakan adalah lingkungan campuran yang mengandung 80 N
2
dan 20 O
2
. Frekuensi resonansi diset pada frekuensi 1721 Hz. Setelah itu, lingkungan penyimpanan yang digunakan, diubah menjadi lingkungan yang
mengandung 100 N
2
dan 0 O
2
. Hasil pengukuran konsentrasi gas etilen yang diperoleh, tampak pada Gambar 4.8. Gambar 4.8 bagian A adalah hasil
pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi apel fuji yang diukur saat diletakkan pada lingkungan campuran yang mengandung 80 N
2
dan 20 O
2.
Gambar 4.8 bagian B merupakan situasi dimana pengukuran dihentikan sementara. Hal tersebut terjadi saat dilakukan pengubahan lingkungan
penyimpanan yang digunakan. Sedangkan Gambar 4.8 bagian C adalah hasil pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah apel fuji yang diukur saat
buah apel tersebut berada pada lingkungan peralihan. Gambar 4.8 bagian D merupakan hasil pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah apel fuji
saat buah apel tersebut diletakkan pada lingkungan yang mengandung 100 N
2
dan 0 O
2
.
Gambar 4.8. Grafik hubungan konsentrasi gas etilen yang diproduksi apel [ppb] terhadap waktu [jam] pada lingkungan campuran yang mengandung 20 O
2
yang diubah menjadi lingkungan 0 O
2
4.2. Pembahasan
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan detektor fotoakustik berbasis laser CO
2
. Digunakannya detektor fotoakustik berbasis laser CO
2
pada penelitian ini karena laser CO
2
sangat sensitif untuk mengukur etilen. Gas sebagai bahan aktif pembentuk laser CO
2
pada detektor ini, dimasukkan dalam tabung sealed – off
. Dimasukkannya bahan aktif dalam tabung tersebut membuat biaya operasional yang dibutuhkan menjadi lebih hemat karena gas tersebut diisikan ke
dalam tabung kemudian ditutup rapat dan tidak perlu dialirkan lagi. Detektor fotoakustik dalam penelitian ini menggunakan sistem
intrakavitas. Pada sistem tersebut, sel fotoakustik diletakkan di antara resonator optis. Peletakan sel fotoakustik di antara resonator optis bertujuan agar daya laser
pada sel fotoakustik yang dihasilkan memiliki daya yang tinggi. Dengan dihasilkannya daya yang tinggi, kemampuan detektor fotoakustik diharapkan
memiliki sensitivitas yang tinggi. Detektor fotoakustik dapat digunakan untuk mengukur gas etilen bila
terjadi penyerapan energi laser oleh gas etilen yang ada di dalam sel fotoakustik. Molekul gas etilen tersebut akan mengalami eksitasi dengan menyerap energi
laser. Saat berada di tingkat energi eksitasi, molekul tersebut akan mengalami deeksitasi dengan melepaskan energi eksitasinya secara non – radiasi. Pada saat
melepaskan energi eksitasi, terjadi transfer energi dari molekul tersebut kepada molekul yang lain yang ditumbuknya. Karena adanya transfer energi tersebut,
membuat molekul yang ditumbuk mengalami kenaikan energi kinetik. Adanya kenaikan energi kinetik mengakibatkan kenaikan suhu dan tekanan. Apabila laser
CO
2
yang digunakan, dimodulasi dengan chopper, tekanan di dalam sel fotoakustik akan berubah secara periodik. Perubahan tekanan atau bunyi tersebut
akan diukur oleh mikrofon yang ada di dalam sel fotoakustik. Sinyal keluaran mikrofon tersebut kemudian akan diperkuat oleh lock – in amplifier.
Detektor fotoakustik yang digunakan memiliki sensitivitas dan selektivitas yang tinggi. Hal ini dikarenakan detektor ini dilengkapi dengan mikrofon yang
mampu menerima dan mengukur bunyi kecil yang dihasilkan. Sinyal keluaran mikrofon tersebut, kemudian akan diperkuat oleh lock – in amplifier. Lock – in
amplifier dalam detektor ini membantu untuk menghilangkan noise atau derau yang menyertai sinyal tersebut. Lock – in amplifier akan mengeliminasi sinyal
yang mengganggu dan mengunci sinyal yang diinginkan. Untuk mengeliminasi sinyal yang mengganggu, frekuensi sinyal yang diinginkan, dikunci dengan
frekuensi chopper. Sebelum digunakan untuk pengukuran, perlu dilakukan pengukuran daya
laser. Proses tersebut bertujuan untuk mengoptimasikan kerja detektor agar lebih sensitif pada saat pengukuran. Optimalisasi tersebut dilakukan dengan cara
mengatur posisi kisi dan cermin yang digunakan. Pada cermin yang digunakan terdapat piezo, yang dapat berpengaruh
dalam perubahan daya laser yang dihasilkan. Piezo terletak tepat dibelakang cermin. Jika piezo diberi tegangan, maka piezo akan menggeser cermin yang
mengakibatkan panjang resonator laser akan berubah. Perubahan panjang resonator laser tersebut akan mempengaruhi daya yang diperoleh.
Pada pengukuran daya laser yang dilakukan, arus listrik yang mengalir
pada detektor yang digunakan adalah 10,75 mA. Hasil pengukuran daya laser tersebut tampak pada Gambar 4.1. Pada gambar 4.1 terdapat dua band garis daya
laser yaitu band 10R dan band 10P. Pada band 10 R diperoleh 8 garis daya laser. Garis daya laser tertinggi pada band 10 R ini dihasilkan saat steppermotor berada
pada posisi 5263 dengan tinggi daya laser sebesar 3,5 au. Sedangkan pada band
10P diperoleh 7 garis daya laser dengan garis daya laser tertinggi dihasilkan saat steppermotor berada pada posisi 6919 dengan tinggi daya laser sebesar 3,3 au.
Pada umumnya, satuan daya laser pada detektor fotoakustik yang dihasilkan bersatuan watt [W]. Sinyal akustik merupakan keluaran pada detektor
fotoakustik yang memiliki satuan Volt [V]. Namun, pada penelitian ini, daya laser pada Gambar 4.1 dan sinyal akustik yang dihasilkan bersatuan sembarang
arbitrary unit. Hal tersebut dikarenakan alat yang digunakan belum melalui proses kalibrasi daya dan kalibrasi alat. Meski belum terkalibrasi, alat ini dapat
digunakan dalam penelitian ini karena pada penelitian ini, yang diutamakan adalah pengukuran konsentrasi etilen. Satuan sinyal dan daya laser tidak harus
menggunakan satuan yang sesuai. Pada penelitian ini, dilakukan pengukuran daya dan sinyal yang pada
akhirnya menghasilkan sinyal ternormalisir. Sinyal dari hasil pengukuran dipengaruhi oleh daya laser yang ada di dalam sel fotoakustik. Normalisasi
tersebut bertujuan untuk mengubah sinyal yang diukur per satuan daya laser. Sinyal ternormalisir pada penelitian ini bersatuan arbitrary unit [au]. Sinyal
ternormalisir yang dihasilkan terdapat pada hasil pengukuran pada Gambar 4.2, Gambar 4.3, dan Gambar 4.4. Hasil pengukuran tersebut disajikan dalam grafik
hubungan sinyal ternormalisir [au] terhadap posisi steppermotor. Pengukuran sinyal ternormalisir dilakukan untuk mengetahui posisi garis
laser pada serapan etilen. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengalirkan gas udara pada sel fotoakustik dan dengan mengalirkan gas etilen 1 ppm pada sel
fotoakustik. Hasil pengukuran saat mengalirkan gas udara pada sel fotoakustik tampak pada Gambar 4.2. Hasil pengukuran saat mengalirkan gas etilen 1 ppm
pada sel fotoakustik tampak pada Gambar 4.3. Kedua pengukuran tersebut disajikan dalam bentuk grafik hubungan sinyal ternormalisir terhadap posisi
steppermotor. Sinyal ternormalisir yang dihasilkan pada Gambar 4.2 dibandingkan
dengan sinyal ternormalisir yang dihasilkan pada Gambar 4.3. Dari hasil pembandingan kedua pengukuran tersebut, terdapat pertambahan sinyal
ternormalisir. Pertambahan sinyal ternormalisir tersebutlah yang kemudian digunakan untuk mengetahui posisi garis 10P14 dan 10P16 yang akan digunakan
dalam penelitian ini. Garis laser pada serapan etilen terdapat pada band 10P. Oleh karena itu,
pengukuran dikonsentrasikan pada band 10P. Garis sinyal ternormalisir pada band 10P tersebar saat steppermotor berada pada rentang posisi 6000 – 7500. Saat
steppermotor berada pada posisi 6643 yang tampak pada Gambar 4.2, sinyal ternormalisir yang dihasilkan sangat kecil. Namun pada Gambar 4.3 saat
steppermotor berada pada posisi yang sama, sinyal ternormalisir mengalami pertambahan tinggi. Pertambahan tinggi sinyal ternormalisir tersebut merupakan
sinyal yang berasal dari penyerapan daya laser seluruhnya oleh gas etilen yang
digunakan. Semakin besar penyerapan daya laser oleh gas etilen, maka semakin besar pula sinyal ternormalisir yang dihasilkan. Pertambahan sinyal ternormalisir
pada Gambar 4.3. merupakan garis sinyal ternormalisir tertinggi yang ada pada band 10P. Sinyal ternormalisir tertinggi itulah yang merupakan garis laser 10P14.
Garis laser untuk serapan etilen tersebut terdapat pada saat steppermotor berada pada posisi 6643.
Di dalam sel fotoakustik terdapat lebih dari satu jenis gas. Selain gas etilen masih terdapat gas yang lain yang mengganggu. Gas yang lain tersebut dapat
mengganggu nilai konsentrasi gas etilen yang diukur. Untuk mengeliminasi gangguan serapan dari gas yang lain, maka pengukuran konsentrasi gas etilen
pada penelitian ini dilakukan tidak hanya menggunakan garis 10P14 saja, melainkan juga menggunakan garis laser 10P16. Garis laser 10P16 yang diperoleh
pada penelitian ini terdapat pada saat steppermotor berada pada posisi 6741. Pada saat pengukuran berlangsung, garis laser 10P14 dan 10P16 akan bekerja dan
digunakan secara bergantian dalam pengukuran konsentrasi gas etilen. Untuk menentukan konsentrasi gas etilen dengan menggunakan detektor
fotoakustik pada garis laser 10P14, dapat dilakukan dengan mengukur sinyal ternormalisir SP [au] yang dihasilkan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
syarat konstanta sel fotoakustik C [volt cm watt] dan koefisien serapan etilen α
etilen
[cm
-1
] bernilai konstan. Adapun persamaan untuk mencari konsentrasi gas etilen adalah sebagai berikut :
14 10
14 10
1
P P
etilen etilen
P S
C C
⎟ ⎠
⎞ ⎜
⎝ ⎛
=
α
………………… 4.1