Aplikasi detektor fotoakustik berbasis laser CO2 dalam pengukuran konsentrasi gas etilen secara real-time.

(1)

ix

INTISARI

APLIKASI DETEKTOR FOTOAKUSTIK BERBASIS LASER

CO

2

DALAM PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN 

SECARA REAL – TIME

Detektor fotoakustik merupakan alat untuk mengukur konsentrasi gas dari berbagai sampel. Detektor tersebut bekerja bila terjadi penyerapan energi laser oleh gas di dalam sel fotoakustik yang dapat menimbulkan bunyi. Detektor tersebut mampu mengukur konsentrasi gas dengan waktu tanggap cepat, sensitif, selektif, dan tidak mengganggu sampel.

Dalam penelitian ini, telah dilakukan aplikasi detektor fotoakustik berbasis laser CO2 dalam pengukuran konsentrasi gas etilen dari sampel secara real – time. Aplikasi detektor dalam pengukuran secara real – time, mengakibatkan proses perubahan produksi gas etilen dari sampel dapat diketahui setiap waktu. Pada penelitian ini, buah apel fuji diusahakan agar tidak memproduksi gas etilen lagi. Usaha tersebut dilakukan dengan cara mengurangi kandungan Oksigen dari 20% menjadi 10% dalam total campuran gas pada lingkungan penyimpanan, bahkan menghilangkan gas Oksigen pada lingkungan penyimpanan. Dengan diketahuinya proses perubahan produksi gas etilen setiap waktu pada masing – masing lingkungan penyimpanan, dapat diketahui bahwa Gas Oksigen berpengaruh pada produksi gas etilen. Pada penelitian ini, gas etilen paling banyak dihasilkan pada lingkungan penyimpanan yang mengandung 20% Oksigen. Sedangkan, setelah dilakukan pengukuran konsentrasi gas secara real – time selama 5 jam 45 menit pada lingkungan penyimpanan tanpa Oksigen, gas etilen tidak diproduksi lagi.


(2)

x ABSTRACT

THE APLICATION OF CO2 LASER – BASED PHOTOACOUSTIC

DETECTOR IN THE REAL – TIME MEASUREMENT OF ETHYLENE GAS CONCENTRATION

Photoacoustic detector is a device to measure gas concentration of various samples. The detector works when gas absorbs laser energy in the photoacoustic cell which causes sound. The detector is able to measure gas concentration quickly, sensitively and selectively without affecting the samples.

In this research, the application of CO2 laser-based photoacoustic detector in the real – time measurement of ethylene gas concentration was conducted to several samples. By the application of detector in the real – time measurement, the process of an ethylene gas production can be known every time. In this research, measurement tries to eliminate ethylene production of Fuji apple. An effort was conducted to reduce Oxygen content from 20% to 10% out of the gases intervened in the process. Even, it was desired to completely eliminate the Oxygen in the storage environment. By knowing the change of ethylene production of each time in each storing environment, it was found out that Oxygen influences ethylene production. In the research, ethylene gas is mostly produced in the storage environment containing 20% of Oxygen. Meanwhile, after the real – time gas concentration measurement was conducted for 5 hours 45 minutes in the storage environment without Oxygen, ethylene gas was not produced anymore.


(3)

APLIKASI DETEKTOR FOTOAKUSTIK BERBASIS LASER CO

2

DALAM PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN

 

SECARA

REAL – TIME

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Jurusan Fisika

Disusun Oleh: Laurensia Trimeta Platini

NIM : 053214002

PROGRAM STUDI FISIKA JURUSAN FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(4)

ii

THE APLICATION OF CO2 LASER – BASED PHOTOACOUSTIC

DETECTOR IN THE REAL – TIME MEASUREMENT OF ETHYLENE GAS CONCENTRATION

A THESIS

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements To Obtain The Sarjana Science

In Physics Department

by :

Laurensia Trimeta Platini NIM : 053214002

PHYSICS STUDY PROGRAM PHYSICS DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA 2010


(5)

(6)

(7)

v  

“ Trimalah didikanku, lebih dari pada perak

dan pengetahuan lebih dari pada emas pilihan

“ (Amsal 8:10)

“ Sukses tidak diukur dari posisi yang

dicapai seseorang dalam hidup, tapi dari

kesulitan – kesulitan yang berhasil

diatasi ketika berusaha meraih sukses”

(Booker T Washington

)

“ Segala sesuatu yang awalnya sulit akan

terasa mudah bila kita selalu berfikir positif,

berusaha dan selalu tersenyum dalam


(8)

vi  

Kupersembahkan karya ini kepada :

Tuhan Yesus Kristus yang selalu menyertai

setiap langkah hidupku dan selalu

mendengarkan permohonanku.

Bunda Maria penolongku.

Kedua orang tua, dan saudaraku tercinta

Universitas Sanata Dharma almamaterku.


(9)

(10)

(11)

ix

INTISARI

APLIKASI DETEKTOR FOTOAKUSTIK BERBASIS LASER

CO

2

DALAM PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN 

SECARA REAL – TIME

Detektor fotoakustik merupakan alat untuk mengukur konsentrasi gas dari berbagai sampel. Detektor tersebut bekerja bila terjadi penyerapan energi laser oleh gas di dalam sel fotoakustik yang dapat menimbulkan bunyi. Detektor tersebut mampu mengukur konsentrasi gas dengan waktu tanggap cepat, sensitif, selektif, dan tidak mengganggu sampel.

Dalam penelitian ini, telah dilakukan aplikasi detektor fotoakustik berbasis laser CO2 dalam pengukuran konsentrasi gas etilen dari sampel secara real – time. Aplikasi detektor dalam pengukuran secara real – time, mengakibatkan proses perubahan produksi gas etilen dari sampel dapat diketahui setiap waktu. Pada penelitian ini, buah apel fuji diusahakan agar tidak memproduksi gas etilen lagi. Usaha tersebut dilakukan dengan cara mengurangi kandungan Oksigen dari 20% menjadi 10% dalam total campuran gas pada lingkungan penyimpanan, bahkan menghilangkan gas Oksigen pada lingkungan penyimpanan. Dengan diketahuinya proses perubahan produksi gas etilen setiap waktu pada masing – masing lingkungan penyimpanan, dapat diketahui bahwa Gas Oksigen berpengaruh pada produksi gas etilen. Pada penelitian ini, gas etilen paling banyak dihasilkan pada lingkungan penyimpanan yang mengandung 20% Oksigen. Sedangkan, setelah dilakukan pengukuran konsentrasi gas secara real – time selama 5 jam 45 menit pada lingkungan penyimpanan tanpa Oksigen, gas etilen tidak diproduksi lagi.


(12)

x ABSTRACT

THE APLICATION OF CO2 LASER – BASED PHOTOACOUSTIC

DETECTOR IN THE REAL – TIME MEASUREMENT OF ETHYLENE GAS CONCENTRATION

Photoacoustic detector is a device to measure gas concentration of various samples. The detector works when gas absorbs laser energy in the photoacoustic cell which causes sound. The detector is able to measure gas concentration quickly, sensitively and selectively without affecting the samples.

In this research, the application of CO2 laser-based photoacoustic detector in the real – time measurement of ethylene gas concentration was conducted to several samples. By the application of detector in the real – time measurement, the process of an ethylene gas production can be known every time. In this research, measurement tries to eliminate ethylene production of Fuji apple. An effort was conducted to reduce Oxygen content from 20% to 10% out of the gases intervened in the process. Even, it was desired to completely eliminate the Oxygen in the storage environment. By knowing the change of ethylene production of each time in each storing environment, it was found out that Oxygen influences ethylene production. In the research, ethylene gas is mostly produced in the storage environment containing 20% of Oxygen. Meanwhile, after the real – time gas concentration measurement was conducted for 5 hours 45 minutes in the storage environment without Oxygen, ethylene gas was not produced anymore.


(13)

xi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas rahmat, kasih, karunia serta penyertaan-Nya yang diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi yang berjudul APLIKASI DETEKTOR FOTOAKUSTIK BERBASIS LASER CO2 DALAM PENGUKURAN KONSENTRASI GAS ETILEN SECARA REAL – TIME”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains di Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bunda Maria yang telah mendengarkan segala doa dan permohonan penulis.

2. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Dr.Ign.Edi Santosa, M.S selaku dosen pembimbing akademik, dosen pembimbing skripsi dan dosen penguji, yang dengan penuh kesabarannya telah membimbing, membantu, menyemangati serta meluangkan waktunya kepada penulis selama perkuliahan, penelitian dan proses penulisan skripsi ini.


(14)

xii

4. Ir.Sri Agustini Sulandari, M.Si selaku ketua program studi Fisika dan dosen penguji, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji dan memberikan masukan yang berharga bagi penulis

5. A. Prasetyadi, S.Si, M.Si. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk menguji dan memberikan saran bagi penulis.

6. Drs. Vet. Asan Damanik, M.Si, Dwi Nugraheni Rositawati, M.Si dan segenap Dosen prodi Fisika, FST Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah mendidik dan membagikan ilmunya kepada penulis selama ini. 7. Segenap karyawan FST Universitas Sanata Dharma yang telah membantu

selama masa studi. Para laboran, Bapak Sugito, Mas Ngadiono dan Mas Bima yang telah banyak membantu penulis selama penelitian.

8. Ayahku, Antonius Pulunggono dan ibuku, Maria Suwartini, yang sabar membimbing, memberikan dukungan, doa dan kasih sayangnya kepada penulis.

9. Stefanus Kristianto Cahyo Purwanto, Benedictus Nugroho Dwi Handoko, Nikolas Catur Pandoyo dan Eduwardus Cahyo Bintoro selaku saudara kandung, yang selalu memberikan doa, semangat dan dukungannya kepada penulis.

10.Eyang Heronimus Tamjiz dan Emma Sri Kartijah Djojosupotro, Yustinus Jumino dan Anastasia Sogiyem Kartopawiro, yang selalu mendoakan dan memberikan motivasi kepada penulis.

11.Tante M. Supiyati yang telah banyak membantu, memberikan motivasi dan mendampingi penulis selama penulisan skripsi ini.


(15)

xiii

12.Fransiskus Asisi Oktora Dwi Haryanto, Fransiska Yeni Anggarini, dan Lulu Qiuntriani Jisura, yang senantiasa mewarnai angkatan 2005, memberikan motivasi dan masukannya kepada penulis.

13.Rekan penelitianku Fransiska Endang Kinasih dan Katarina Watini, atas segala bantuan dan kerjasamanya.

14.Teman-teman Fisika angkatan 2002 dan angkatan 2004, yang senantiasa membantu serta menguatkan penulis.

15.Brigita Leny Dwi Astuti dan Fransiska Sri Puji Astuti yang selalu berjuang bersama, memotivasi dan mendengarkan curahan hati penulis dengan sabar.

16.Teman-teman kos yang selama ini telah memberikan doa, dukungan dan bantuan baik moral maupun spriritual kepada penulis terutama dalam menyelesaikan skripsi ini.

17.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu selama penulis menyelesaikan studi.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan memberikan sedikit sumbangan buat Ilmu Pengetahuan.

Yogyakarta, 30 Desember 2009


(16)

xiv 

 

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ………. viii

INTISARI ... ix

ABSTRACT ... x

KATA PENGANTAR……….. xi

DAFTAR ISI ………... xiv

DAFTAR TABEL ………... xvii

DAFTAR GAMBAR ………..…...…... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ……… 1

1.2. Rumusan Masalah...………. 3

1.3. Batasan Masalah……….. 4

1.4. Tujuan Penelitian………. 4

1.5. Manfaat Penelitian……….. 4


(17)

xv 

 

BAB II DASAR TEORI

2.1. Teori Atom………. 6

2.2. Teori Molekul…………..……….. 7

2.3. Detektor Fotoakustik Berbasis Laser …..……….…. 8

2.3.1.Laser CO2 ………... 9

2.3.2.Sel Fotoakustik ………..………... 11

BAB III EKSPERIMEN 3.1. Tempat Penelitian………...……… 15

3.2. Alat dan Bahan……..……….……….. 15

3.2.1. Alat – Alat ………..………. 15

3.2.2. Bahan …...……….………... 16

3.3. Bagian – bagian dalam Detektor Fotoakustik berbasis Laser CO2 .. 17

3.3.1 Laser CO2….………... 18

3.3.2 Sel Fotoakustik ………...….... 20

3.3.3 Lock – in amplifier ………..………… 20

3.4. Pengoprasian Alat………..……… 21

3.4.1. Pengukuran Daya Laser………..………..… 21

3.4.2. Kalibrasi………..………..……… 21

3.4.3. Pengukuran Konsentrasi gas etilen...………..………….. 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil………..……… 27

4.1.1. Pengukuran Daya Laser………...……… 27


(18)

xvi 

 

4.1.3. Pengukuran Konsentrasi gas etilen yang diproduksi sampel .. 31

4.2. Pembahasan ………...………... 37

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan….……...………..………... 54

5.2. Saran……...………..……... 55

DAFTAR PUSTAKA……….…... 56


(19)

xvii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1: Data sinyal ternomalisir yang diukur untuk menentukan

letak garis laser pada serapan etilen ………..…………...….... 57 Tabel 2: Data konsentrasi gas etilen standar 1 ppm yang diukur saat kalibrasi... 58  

Tabel 3: Data hasil pengukuran konsentrasi etilen yang diproduksi

buah apel fuji……….……….. 59 Tabel 4: Data hasil pengukuran konsentrasi etilen yang diproduksi

buah pisang kepok………... 60 Tabel 5: Data hasil pengukuran konsentrasi etilen yang diproduksi


(20)

xviii

DAFTAR GAMBAR

halaman Gambar 2.1 Model Atom Bohr...…... 7 Gambar 2.2 Proses Eksitasi ..………..…... 7 Gambar 2.3 Proses Deeksitasi ... 7 Gambar 2.4 Sketsa Tingkat Energi Molekul : tingkat energi elektronik,

tingkat energi vibrasi dan tingkat energi rotasi ... 8 Gambar 2.5 Komponen utama pada detektor fotoakustik …………..………. 8 Gambar 2.6 Komponen Laser ... 10 Gambar 3.1 Detektor Fotoakustik dengan Laser CO2 yang digunakan

dalam penelitian ……….………….. 15 Gambar 3.2 Bagian – bagian dalam detektor fotoakustik

yang digunakan ………... 17 Gambar 3.3 Rangkaian alat saat kalibrasi .……….…… 22 Gambar 3.4 Rangkaian alat pada pengukuran konsentasi gas etilen yang

diproduksi buah apel fuji, pisang kepok dan kecambah kacang hijau pada lingkungan udara yang mengandung 20% O2 …….... 23 Gambar 3.5 Rangkaian pada pengukuran konsentrasi gas etilen yang

diproduksi apel fuji untuk lingkungan campuran yang

mengandung 10% O2………...……… 24 Gambar 3.6 Rangkaian pada pengukuran konsentrasi gas etilen yang

diproduksi apel fuji untuk lingkungan tanpa Oksigen (0% O2)... 24 Gambar 4.1 Grafik hubungan daya laser [au] terhadap posisi steppermotor

Pada arus 10,75 mA ……….…………...…… 27 Gambar 4.2 Grafik hubungan sinyal ternormalisir [au] terhadap posisi

steppermotor saat pada sel fotoakustik dialiri gas udara .………. 28 Gambar 4.3 Grafik hubungan sinyal ternormalisir [au] terhadap posisi

steppermotor saat pada sel fotoakustik dialiri gas etilen


(21)

xix

Gambar 4.4 Grafik hubungan sinyal ternormalisir [au] terhadap posisi steppermotor saat pada sel fotoakustik dialiri gas etilen

1 ppm ……….…….. 30 Gambar 4.5 Grafik hubungan konsentrasi [ppb] terhadap waktu [jam]

untuk gas etilen 1 ppm yang dialirkan.………...……...…. 31 Gambar 4.6 Grafik hubungan konsentrasi gas etilen [ppb] yang diproduksi

apel fuji, pisang kepok dan kecambah kacang hijau terhadap waktu [jam] pada lingkungan udara yang mengandung

20% O2 ...……... 33 Gambar 4.7 Grafik hubungan konsentrasi gas etilen yang diproduksi

apel [ppb] terhadap waktu [jam] pada lingkungan campuran yang mengandung 20% O2, yang diubah menjadi lingkungan

campuran yang mengandung 10% O2 ………... 35 Gambar 4.8 Grafik hubungan konsentrasi gas etilen yang diproduksi

apel [ppb] terhadap waktu [jam] pada lingkungan campuran yang mengandung 20% O2 yang diubah menjadi lingkungan 0% O2…... 36


(22)

 

 

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Suatu pengukuran dikatakan ideal bila tidak mengubah kondisi sampel yang diukur. Pengubahan kondisi sampel akan menyebabkan perubahan nilai besaran yang diukur dari nilai sebenarnya [Doebelin,1992]. Munculnya gangguan pada instrumen dan masukan yang mengganggu saat pengukuran, dapat membuat hasil pengukuran tidak akurat. Untuk menghindari hal tersebut, gangguan harus dieliminasi [Doebelin,1992]. Pengukuran yang ideal membutuhkan instrumen yang memenuhi beberapa persyaratan antara lain : sensitif, selektif, tidak mengganggu sampel yang diukur, dan waktu tanggap cepat.

Buah adalah salah satu komoditi ekspor – impor. Pada umumnya buah diletakkan pada lingkungan udara yang mengandung 20% Oksigen. Pada lingkungan tersebut, buah akan terus mengalami pematangan. Pada proses pematangan, buah akan memproduksi gas etilen untuk setiap waktunya. Emisi etilen merupakan tanda masaknya buah [Santosa,2008].

Bila buah akan melalui proses pendistribusian dalam waktu yang lama, produksi gas etilen oleh buah harus dihambat agar tidak diproduksi lagi. Produksi gas etilen dipengaruhi oleh gas yang digunakan pada lingkungan tersebut. Untuk dapat menghambat produksi gas etilen, pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah perlu dilakukan pada beberapa lingkungan penyimpanan dengan


(23)

 

 

kandungan gas yang berbeda. Pada beberapa lingkungan penyimpanan tersebut, gas etilen yang diproduksi buah, diamati proses perubahan produksinya dan diukur konsentrasinya. Bila buah berada pada lingkungan penyimpanan dengan kandungan gas yang dapat menghambat produksi gas etilen, konsentrasi gas etilen yang dihasilkan akan berkonsentrasi kecil. Pada proses perubahan produksi, gas etilen yang dihasilkan berubah – ubah setiap waktunya. Untuk itu, dibutuhkan alat yang memiliki waktu tanggap cepat, sensitif, selektif, tidak mengganggu buah dan dapat digunakan secara real – time.

Pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah dapat dilakukan dengan menggunakan Gas Chromatograpy (GC). Namun, GC memiliki waktu tanggap yang lama. Hal tersebut mengakibatkan pengukuran konsentrasi gas etilen secara real - time tidak dapat dilakukan. GC kurang sensitif untuk mengukur konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah. Bila diukur dengan menggunakan GC, gas etilen tersebut harus dikumpulkan terlebih dahulu. Pengumpulan gas etilen tersebut dapat mengakibatkan kondisi buah dan lingkungan penyimpanan buah tersebut berubah.

Selain kromatografi gas, ada sistem lain yang lebih baik untuk mengukur konsentrasi gas etilen dari buah, yaitu detektor fotoakustik berbasis laser CO2. Detektor ini mampu mengukur lebih dari satu macam gas secara serempak, sensitif dan selektif. Detektor ini mempunyai waktu tanggap cepat dan langsung terhubung dengan tempat dimana buah penghasil gas yang diukur berada. Detektor ini dapat digunakan dalam pengukuran secara real - time [Santosa,2008].  Detektor ini dapat digunakan untuk mengetahui adanya proses perubahan


(24)

 

 

produksi gas etilen, agar dapat dilakukan penghambatan produksi gas etilen yang dihasilkan buah. Detektor ini mampu melakukan pengukuran konsentrasi gas etilen, tanpa mengubah kondisi buah dan lingkungan penyimpanan buah yang digunakan.

Pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan detektor fotoakustik berbasis laser CO2. Buah

tersebut diletakkan pada beberapa lingkungan penyimpanan dengan kandungan gas yang berbeda. Dengan digunakannya detektor fotoakustik berbasis laser CO2

dalam pengukuran konsentrasi gas etilen, diharapkan dapat menunjukkan adanya proses perubahan produksi gas etilen, agar dapat dilakukan penghambatan produksi gas etilen yang dihasilkan buah. Meskipun pengukuran konsentrasi gas etilen dilakukan dalam waktu yang lama, kondisi buah dan lingkungan penyimpanan buah yang digunakan, diharapkan tidak berubah.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini meliputi :

1. Bagaimana menggunakan detektor fotoakustik berbasis laser CO2 dalam

pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi sampel secara real – time.

2. Bagaimana cara mengetahui proses perubahan produksi gas etilen setiap waktu, agar dapat dilakukan penghambatan produksi gas etilen yang dihasilkan buah.


(25)

 

 

1.3. Batasan Masalah

Pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah apel secara real – time dilakukan menggunakan detektor fotoakustik berbasis laser CO2 yang ada di

Laboratorium Analisa Kimia Fisika Pusat, Universitas Sanata Dharma. Untuk membedakan lingkungan penyimpanan yang digunakan, kandungan Oksigen dalam lingkungan penyimpanan divariasikan menjadi lingkungan campuran yang mengandung 20% O2, 10% O2, dan 0% O2.

1.4. Tujuan Penelitian

1. Mengaplikasikan detektor fotoakustik berbasis laser CO2 dalam

pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi sampel secara real – time.

2. Mengetahui proses perubahan produksi gas etilen yang diproduksi buah setiap waktu, agar dapat dilakukan penghambatan produksi gas etilen yang dihasilkan buah.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberikan informasi tentang penggunaan detektor fotoakustik berbasis laser CO2 pada pengukuran secara real time.

2. Memberikan informasi bahwa pengukuran konsentrasi gas etilen secara

real – time dapat dimanfaatkan untuk mengusahakan penghambatan produksi gas etilen yang dihasilkan buah.


(26)

 

 

1.6. Sistematika Penulisan

Penelitian ini akan dituliskan dengan sistematika sebagai berikut: BAB I Pendahuluan

Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah dan batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II Dasar Teori

Bab ini menguraikan tentang teori atom, teori molekul dan detektor fotoakustik berbasis laser

BAB III Eksperimen

Bab ini menguraikan tentang tempat pelaksanaan, alat dan bahan yang digunakan, bagian – bagian dalam Detektor Fotoakustik berbasis Laser CO2, pengoprasian alat dengan cara pengukuran daya laser, kalibrasi

dan pengukuran konsentrasi gas etilen dari sampel pada variasi lingkungan penyimpanan yang berbeda.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini menguraikan tentang hasil dan pembahasan dari eksperimen yang dilakukan.

BAB V Penutup


(27)

 

 

BAB II

DASAR TEORI  

2.1.1. Teori Atom

Pada tahun 1913, Niels Bohr mengemukakan bahwa atom ternyata mirip sistem planet mini [Krane,1992]. Elektron dengan massa m bergerak dalam tingkat energi berbentuk lingkaran dengan jari-jari r, dan kecepatan v mengelilingi inti atom bermuatan positif, tampak pada Gambar 2.1. Elektron tersebut dapat berpindah dari satu tingkat energi ke tingkat energi yang lain.

Perpindahan elektron dari tingkat energi yang rendah E0 ke tingkat energi

yang lebih tinggi E1, tampak pada Gambar 2.2. Perpindahan tersebut dinamakan

eksitasi. Untuk melakukan eksitasi, elektron membutuhkan energi dari luar yang sesuai dengan energi transisi dari kedua tingkat energi tersebut. Pada proses eksitasi tersebut terjadi proses penyerapan energi oleh elektron. Energi tersebut akan diserap oleh elektron untuk berpindah dari tingkat energi E0 ke tingkat energi

E1. Selisih dari kedua tingkat energi ΔE, mengikuti persamaan 2.1.

     

Δ

E

=

E

1

E

0             (2.1)

Perpindahan elektron dari tingkat energi yang tinggi E1 ke tingkat energi

yang lebih rendah E0 dinamakan deeksitasi. Perpindahan tersebut tampak pada

Gambar 2.3. Pada proses deeksitasi, elektron akan memancarkan energi dalam bentuk gelombang elektromagnetik dengan tenaga h .  Elektron yang berada pada tingkat energi E1 akan kehilangan energi dan akan berpindah ke tingkat energi


(28)

 

 

       

E

1

E

0

=

h

υ

        (2.2) dengan : E1 merupakan tingkat energi tinggi

E0 merupakan tingkat energi rendah

h merupakan tetapan Planck yang besarnya 6,63.10-34 J.s υ merupakan frekuensi gelombang elektromagnetik

Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 2.3. Model atom Bohr Proses eksitasi Proses deeksitasi

2.1.2. Teori Molekul

Molekul adalah kumpulan atom – atom yang saling mengikat sehingga bergabung menjadi satu. Molekul dapat menyerap dan memancarkan energi seperti pada sebuah atom [Krane, 1992]. Penyerapan dan pemancaran energi pada sebuah molekul dapat terjadi pada tiap – tiap tingkat energi yang dimiliki molekul.

  Molekul memiliki tiga jenis tingkat energi yaitu tingkat energi elektronik tingkat energi vibrasional, dan tingkat energi rotasional. Dari masing-masing tingkat energi elektronik, ada beberapa tingkat energi vibrasi. Dari masing-masing tingkat energi vibrasi ada beberapa tingkat energi rotasi. Sketsa dari tiga jenis tingkat energi molekul tampak pada Gambar 2.4.


(29)

 

 

Gambar 2.4. Sketsa tingkat energi molekul : tingkat energi elektronik, tingkat energi vibrasi dan tingkat energi rotasi

2.1.3. Detektor Fotoakustik berbasis laser

Efek Fotoakustik disebut juga optoakustik. Efek fotoakustik pertama kali ditemukan oleh Alexander Graham Bell pada tahun 1880 [Spike,2006]. Efek Fotoakustik pada dasarnya merupakan konversi cahaya menjadi gelombang bunyi. Detektor fotoakustik mengukur langsung intensitas cahaya yang diserap oleh sampel. Detektor fotoakustik mempunyai beberapa komponen penting, yaitu laser dan sel fotoakustik. Laser digunakan sebagai sumber cahaya. Pada sel fotoakustik terdapat resonator dan mikrofon. Komponen penting pada detektor fotoakustik, tampak pada Gambar 2.5.


(30)

 

 

Jika frekuensi laser disamakan dengan frekuensi transisi dari molekul yang berada di dalam sel fotoakustik, sebagian molekul dengan tingkat energi E0 akan

dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi E1. Molekul-molekul dengan tingkat

energi E1 kemudian akan melakukan proses deeksitasi dengan melepaskan energi

eksitasinya. Proses deeksitasi dapat terjadi secara radiasi maupun non - radiasi. Apabila pelepasan energi eksitasi berlangsung secara non-radiasi, maka pada waktu bertumbukan molekul tersebut akan memberikan energi eksitasinya kepada molekul yang ditumbuknya. Oleh molekul yang ditumbuk, energi eksitasi tersebut digunakan sebagai energi translasi atau energi kinetik. Kenaikan energi kinetik tersebut akan menyebabkan kenaikan suhu dan tekanan. Apabila laser dimodulasi dengan chopper, tekanan dalam sel fotoakustik akan berubah secara periodik. Perubahan tekanan atau bunyi tersebut akan ditangkap dan diukur dengan menggunakan mikrofon. Keluaran dari mikrofon tersebut akan diperkuat oleh lock – in amplifier[Santosa,2008].

2.3.1. Laser CO2

Sumber cahaya yang digunakan pada detektor fotoakustik adalah laser. Digunakannya laser pada detektor fotoakustik karena laser memiliki intensitas spektral yang tinggi dan dapat ditala. Frekuensi laser dapat disamakan dengan frekuensi transisi molekul yang akan dideteksi. Salah satu jenis laser yang dapat digunakan pada detektor fotoakustik adalah laser CO2. Laser CO2 tersebut bekerja

pada panjang gelombang 9μm - 11μm. Detektor fotoakustik berbasis laser CO2


(31)

10 

 

 

trillion, 1:1012) [Santosa,2008]. Hal ini dikarenakan etilen mempunyai koefisien serapan yang sangat tinggi di daerah operasi laser tersebut.

Laser CO2 merupakan laser yang terdiri dari beberapa komponen, yaitu :

bahan aktif, power supply, dan resonator optis (Gambar 2.6). Resonator optis pada laser CO2 terdiri dari sebuah kisi dan sebuah cermin. Power supply digunakan

untuk memberikan daya pada laser CO2. Pada bahan aktif terdapat 3 jenis gas

yaitu gas CO2, gas N2 dan gas He. Gas CO2 adalah gas utama pembentuk laser

CO2. Gas N2 dapat membantu menaikkan populasi pada tingkat atas. Sedangkan,

gas He dapat membantu mengurangi populasi pada tingkat bawah [Laud,1988].

Gambar 2.6. Komponen Laser

Syarat terjadinya laser adalah terjadinya proses pancaran terangsang. Pada kondisi normal, populasi molekul CO2 pada tingkat energi rendah lebih banyak

daripada populasi molekul CO2 pada tingkat energi yang lebih tinggi. Agar

terjadinya proses pancaran terangsang, kondisi inversi populasi harus terpenuhi (pers. 2.3), dimana jumlah populasi tingkat atas (N2) lebih banyak dari jumlah

populasi tingkat bawah (N1).

1

2 N

N > (2.3) Untuk mencapai keadaan seperti pada pers.2.3, molekul CO2 aktif dipicu


(32)

11 

 

 

untuk mencapai kondisi inversi populasi dengan memberikan energi pada molekul CO2 tersebut.

Untuk mempertahankan kondisi inversi populasi pada molekul CO2, perlu

dilakukan penguatan laser. Penguatan laser dapat dilakukan dengan cara meletakkan molekul CO2 tersebut diantara kisi dan cermin parsial. Kisi dan

cermin parsial tersebut akan memantulkan cahaya kembali ke dalam molekul CO2, sehingga terjadi pancaran terangsang tambahan. Pantulan cahaya bolak-balik

antara kisi dan cermin parsial tersebut akan merangsang molekul CO2 untuk

melakukan deeksitasi dengan memancarkan energi yang sama.

Pada cermin parsial, sebagian berkas akan dipantulkan, sebagian berkas lainnya akan keluar dari resonator optis melalui cermin tersebut. Berkas yang keluar tadi merupakan keluaran laser [Krane,1992].

2. 3.2. Sel fotoakustik  

  Sel fotoakustik yang ada pada detektor fotoakustik memiliki komponen utama yaitu resonator dan mikrofon. Sel fotoakustik merupakan komponen yang berfungsi sebagai tempat konversi berkas cahaya laser menjadi bunyi yang akan ditangkap mikrofon. Dalam sel fotoakustik akan terjadi penyerapan tenaga laser oleh gas yang ada di dalamnya. Hal tersebut dapat mengakibatkan kenaikan suhu dan tekanan di dalam sel fotoakustik. Karena berkas laser dimodulasi, maka tekanannya akan berubah secara periodik. Perubahan tekanan secara periodik atau bunyi tersebut kemudian akan ditangkap mikrofon. Bunyi yang ditangkap oleh mikrofon tersebut terkait juga dengan daya laser, konsentrasi gas yang ada di


(33)

  d f   d d p f   l t b dalam sel [Santosa, 20 Buny sebesar

υ

, m

Untu fotoakustik, [Besson,200

 

dengan : R

 

dimana : c Dari pada jenis g fotoakustik t Pada laser, koefis terdapat satu besaran yang fotoakustik, 008].

yi dengan pa mengikuti pe uk jenis gas d

memiliki k 06] : R merupaka v p

c

c

=

γ

cp = panas je

= panas j persamaan gas yang ad tersebut bern a teknik fot sien serapan

u jenis gas g lain, dinya

, koefisien anjang gelom ersamaan 2.4

λ

υ

=

dengan mass kecepatan b

υ

=

an konstanta

nis gas pada enis gas pad 2.5, kecepa da di dalam nilai tertentu oakustik, ke dan konsen “g”, hubun atakan dalam l C S = serapan d mbang λ dan 4 :

f

λ

sa molar M bunyi sebes

M

RT

γ

gas univers

a tekanan kon da volume ko atan bunyi

υ

m sel fotoaku u sesuai deng eluaran dari ntrasi gas. Ji ngan antara m persamaan gl g lC CP α an konstant n frekuensi

pada suhu T sar

υ

, men

al yang nila

nstan onstan

υ

pada sel ustik. Kecep gan jenis gas i mikrofon ika di dalam keluaran mi 2.6. [Santos

ta sel foto

f, memiliki

T yang ada d ngikuti persa

inya 8,3144

fotoakustik patan bunyi s yang digun

tergantung m sel fotoaku

ikrofon dan sa,2008]: 12 oakustiknya i kecepatan (2.4) di dalam sel

amaan 2.5 (2.5) J/(mol K). tergantung dalam sel nakan. pada daya ustik hanya besaran – (2.6)   


(34)

13 

 

 

dengan : Sl adalah sinyal keluaran mikrofon

l adalah jenis garis laser

Pladalah daya laser

C adalah konstanta sel akustik

g

C adalah konsentrasi gas “g” yang berada dalam sel fotoakustik

gl

α adalah koefisien serapan dari gas “g” pada garis laser jenis “l”

Dari persamaan 2.6 dapat diperoleh sinyal ternormalisir dengan daya laser, mengikuti persamaan 2.7 [Santosa,2008]:

(

S/P

)

l =CCgαgl (2.7)

Nilai konsentrasi gas (Cg) dari persamaan 2.7, diperoleh dengan mengukur

nilai sinyal keluaran mikrofon (S) dan daya laser (P). Persamaan 2.7, berlaku untuk satu nilai panjang gelombang laser. Dalam praktek, untuk menghindari gangguan serapan dari molekul lain, perlu dilakukan pengukuran untuk beberapa panjang gelombang laser.

Apabila di dalam sel fotoakustik terdapat lebih dari satu jenis gas,maka masing-masing gas akan memberikan sumbangan pada sinyal keluaran dari mikrofon. Sinyal keluaran mikrofon ternormalisir total memenuhi persamaan 2.8 [Santosa,2008]:

(

)

=

G

(

)

=

g

G

g gl g l

l S P C C

P

S/ /

α

(2.8) dengan G adalah cacah komponen gas yang berada di dalam fotoakustik.


(35)

14 

 

 

mikrofon ternormalisir untuk garis laser pertama

1 − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ l P S

,  menggunakan persamaan 2.9. Untuk garis laser kedua

2 − ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ l P S

, menggunakan persamaan 2.10.

− − − = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ G g G g gl g l l C C P S P S 1 1 1

α

(2.9)

− − − = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ = ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ G g G g gl g l l C C P S P S 2 2 2


(36)

 

15 

 

BAB III EKSPERIMEN

3.1.1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Analisa Kimia Fisika Pusat, Kampus III Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3.2. Alat dan Bahan 3.2.1.1. Alat – alat

Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Detektor Fotoakustik berbasis Laser CO2, tampak pada gambar 3.1 :

Gambar 3.1. Detektor fotoakustik berbasis laser CO2 yang digunakan dalam

penelitian

Detektor fotoakustik berbasis Laser CO2 berfungsi sebagai alat ukur


(37)

16 

 

 

b. Personal Computer (PC)

PC berfungsi mencatat data dan mengendalikan proses pengukuran. c. Flow Controller

Flow controller digunakan untuk mengatur aliran gas yang akan masuk pada cuvet dan detektor fotoakustik.

d. Flowmeter digital

Flowmeter digital berfungsi sebagai petunjuk besarnya aliran gas yang digunakan dalam penelitian. Pada flowmeter ini akan ditampilkan besarnya aliran gas yang digunakan dalam satuan ml/menit.

e. Cuvet

Cuvet berfungsi sebagai tempat sampel. Selain itu, cuvet juga berfungsi sebagai tempat terjadinya percampuran gas - gas yang akan digunakan sebagai lingkungan penyimpanan sampel.

3.2.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : a. buah apel Fuji RRC, pisang, dan kecambah

Buah dan kecambah tersebut digunakan sebagai sampel penghasil gas etilen.

b. Gas udara

Gas tersebut berfungsi sebagai lingkungan penyimpanan sampel, medium pada sel fotoakustik dan sebagai pengencer gas etilen standar.


(38)

17 

 

 

c. Gas O2 dan N2

Gas – gas tersebut berfungsi sebagai lingkungan penyimpanan sampel. Gas - gas tersebut diencerkan dan diatur kadungan gas Oksigennya. Pengubahan kandungan gas Oksigen tersebut dilakukan untuk menyelidiki pengaruh gas Oksigen terhadap produksi gas etilen yang dihasilkan. Dalam lingkungan penyimpanan yang digunakan, kandungan Gas O2 diubah menjadi:

•20% O2 dan 80% N2

•10% O2 dan 90% N2

•0% O2 dan 100% N2

d. Gas etilen 10 ppm

Gas etilen tersebut diencerkan hingga menjadi 1 ppm dengan menggunakan gas udara. Gas tersebut digunakan saat kalibrasi.

3.3. Bagian – bagian dalam Detektor Fotoakustik berbasis Laser CO2


(39)

18 

 

 

Bagian – bagian dalam detektor fotoakustik berbasis laser CO2, tampak pada

Gambar 3.2. Bagian – bagian dalam detektor tersebut antara lain :

3.3.1. Laser CO2

Laser CO2 pada detektor fotoakustik yang digunakan dilengkapi dengan :

a. Laser CO2

Laser CO2 pada Gambar 3.2 bagian 5 berfungsi sebagai sumber

cahaya. Bahan aktif pada laser CO2 diletakkan dalam tabung sealed-off yaitu pada pipa bagian dalam. Bahan aktif tersebut diisi ke dalam pipa bagian dalam kemudian ditutup. Pipa bagian luar pada tabung tersebut digunakan sebagai tempat air yang berasal dari saluran air kran yang berfungsi sebagai pendingin laser. Selama beroperasi, air tersebut terus menerus dialirkan dengan kecepatan dan tekanan tertentu. Pengaturan kecepatan dan tekanan tersebut bertujuan untuk menghindari kebocoran pada tabung laser.

b. Powermeter

Powermeter pada Gambar 3.2 bagian 1 digunakan sebagai pengukur keluaran daya yang dihasilkan oleh laser CO2.

c. Piezo

Piezo pada Gambar 3.2 bagian 2a berfungsi untuk mengatur panjang resonator optis. Pada pengaturan tersebut, piezo akan menggeser posisi cermin parsial yang ada di depannya. Dengan berubahnya posisi cermin tersebut maka panjang resonator optis akan berubah.


(40)

19 

 

 

Pengubahan tersebut dilakukan untuk mengoptimalisasi kerja laser agar dihasilkan daya yang terbesar.

d. Cermin parsial

Cermin parsial pada Gambar 3.2 bagian 2b terletak tepat di depan piezo dan kedudukannya melekat dengan piezo. Sebagian berkas yang keluar dari cermin tersebut, merupakan keluaran laser.

e. Diafragma

Diafragma pada Gambar 3.2 bagian 3 digunakan untuk membantu memfokuskan sinar laser saat pelurusan laser. Diafragma yang digunakan pada detektor ini berjumlah 2 buah.

f. Kisi

Kisi pada Gambar 3.2 bagian 7 berperan dalam memantulkan cahaya laser dan berperan dalam memilih panjang gelombang laser. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengubah kedudukan kisi dengan bantuan steppermotor.

g. Steppermotor

Steppermotor pada Gambar 3.2 bagian 8 berfungsi untuk menggerakkan kisi pada kedudukan yang sesuai sehingga panjang gelombang laser yang diinginkan dapat diperoleh.

h. Chopper

Chopper pada Gambar 3.2 bagian 6 berfungsi untuk memodulasi berkas laser agar tekanan pada sel fotoakustik berubah secara periodik.


(41)

20 

 

 

i. Laser kontrol

Laser kontrol pada Gambar 3.2 bagian 10 berfungsi untuk mengontrol kerja laser CO2.

j. Power supply

Power supply pada Gambar 3.2 bagian 11 digunakan untuk memberikan daya pada laser CO2.

3.3.2. Sel fotoakustik

Sel fotoakustik pada detektor ini diletakkan di antara resonator optis. Oleh karena itu, detektor ini disebut detektor dengan sistem intrakavitas. Sistem intrakavitas diterapkan dalam detektor ini agar pada sel fotoakustik diperoleh daya laser tinggi. Di dalam sel fotoakustik terdapat mikrofon dan resonator. Mikrofon pada Gambar 3.2 bagian 4a berfungsi untuk menangkap bunyi yang diakibatkan oleh adanya penyerapan daya laser oleh gas di dalam sel fotoakustik. Resonator pada Gambar 3.2 bagian 4.b berfungsi sebagai tempat terjadinya resonansi bunyi.

3.3.3. Lock-in Amplifier

Sinyal keluaran dari mikrofon diperkuat oleh lock – in amplifier. Lock-in Amplifier pada Gambar 3.2 bagian 9, pada dasarnya merupakan penapis (filter) yang dapat disamakan dengan frekuensi sinyal. Penapis yang demikian ini akan menolak kebanyakan derau yang tidak diinginkan


(42)

21 

 

 

sehingga mampu mengukur sinyal yang sangat kecil dengan teliti walau sinyal tesebut diselubungi oleh derau / noise.

3.4. Pengoprasian Alat

3.4.1. Pengukuran Daya Laser

Sebelum detektor fotoakustik berbasis laser CO2 dioperasikan pada

pengukuran konsentrasi gas etilen, detektor tersebut harus dioptimalisasikan. Optimalisasi dilakukan dengan cara mengatur posisi kisi dan cermin yang digunakan. Optimalisasi tersebut dilakukan agar dihasilkan daya yang tinggi.

3.4.2. Kalibrasi

Pada penelitian ini, gas yang diukur adalah gas etilen. Agar gas etilen dapat diukur dengan baik maka perlu dilakukan kalibrasi untuk gas etilen terlebih dahulu. Kalibrasi dilakukan dalam dua tahap yaitu : mengukur sinyal ternormalisir untuk mengetahui posisi garis laser pada serapan etilen dan pengukuran konsentrasi gas etilen standar.

Pengukuran sinyal ternormalisir untuk mengetahui posisi garis laser pada serapan etilen dilakukan dengan menggunakan rangkaian alat pada Gambar 3.3. Pada rangkaian Gambar 3.3 tersebut, pada sel fotoakustik awalnya dialiri gas udara. Setelah mengalirkan gas tersebut, dilakukan pengukuran sinyal ternormalisir. Setelah itu, dilakukan pengukuran sinyal ternormalisir saat sel fotoakustik dialiri gas etilen 1 ppm. Pengaliran gas etilen 1 ppm pada sel fotoakustik, dilakukan dengan cara mengencerkan gas etilen 10 ppm hingga


(43)

22 

 

 

menjadi 1 ppm dengan menggunakan gas udara. Pengaliran tersebut menggunakan rangkaian Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Rangkaian alat saat kalibrasi

Dari hasil dua pengukuran di atas, akan dihasilkan grafik hubungan antara sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor. Dengan membandingkan kedua grafik pengukuran tersebut, dapat diketahui letak garis laser 10P14 dan 10P16 yang digunakan dalam pengukuran konsentrasi gas etilen. Letak kedua garis laser tersebut dapat diketahui dengan cara mencari pertambahan sinyal ternormalisir yang berasal dari serapan gas etilen pada kedua grafik tersebut. Setelah diperoleh garis laser pada pengukuran etilen, dilakukanlah pengukuran konsentrasi gas etilen standar. Pengukuran tersebut disajikan dalam grafik hubungan konsentrasi [ppb] terhadap waktu [jam] untuk gas etilen 1 ppm yang dialirkan.

3.4.3. Pengukuran konsentrasi gas etilen

Pada penelitian pertama, dilakukan pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah apel fuji, pisang kepok dan kecambah kacang hijau secara


(44)

23 

 

 

sampel yang digunakan, menghasilkan gas etilen saat diletakkan pada lingkungan udara yang mengandung 20% Oksigen. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan rangkaian alat pada Gambar 3.4. Buah apel fuji adalah sampel yang pertama kali diukur dalam penelitian pertama.

Sebelum buah apel fuji tersebut dimasukkan, pengukuran konsentrasi gas etilen, dilakukan pada lingkungan udara. Setelah ditunggu beberapa saat, buah apel fuji dimasukkan dalam cuvet. Dengan dimasukkannya buah apel fuji ke dalam cuvet berarti produksi gas etilen yang diproduksi buah tersebut dapat diukur konsentrasinya. Untuk mengukur konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah pisang kepok dan kecambah kacang hijau, langkah – langkah pengukuran yang dilakukan sama seperti pada saat pengukuran konsentrasi buah apel fuji di atas.

Gambar 3.4. Rangkaian alat pada pengukuran konsentasi gas etilen yang diproduksi buah apel fuji, pisang kepok dan kecambah kacang hijau pada

lingkungan udara yang mengandung 20% O2

Pada penelitian kedua, dilakukan pengukuran konsentrasi gas etilen yang dihasilkan buah apel fuji yang diletakkan pada beberapa lingkungan penyimpanan yang berbeda kandungan gas Oksigennya. Kandungan Oksigen divariasikan


(45)

24 

 

 

menjadi lingkungan campuran yang mengandung 20% O2, 10% O2, dan 0% O2.

Konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah apel fuji ketika diletakkan pada beberapa lingkungan penyimpanan tersebut akan dipantau dan diamati proses produksinya. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui pengaruh gas Oksigen dari masing – masing lingkungan penyimpanan terhadap produksi gas etilen oleh apel. Rangkaian pada Gambar 3.5 merupakan rangkaian pada pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi apel fuji untuk lingkungan campuran yang mengandung 10% O2. Rangkaian pada Gambar 3.6 merupakan rangkaian pada

pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi apel fuji untuk lingkungan tanpa Oksigen (0% O2).

Gambar 3.5. rangkaian pada pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi apel fuji untuk lingkungan campuran yang mengandung 10% O2

Gambar 3.6. rangkaian pada pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi apel fuji untuk lingkungan tanpa Oksigen (0% O2).


(46)

25 

 

 

Pada awal pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah apel fuji, lingkungan yang digunakan adalah lingkungan campuran yang mengandung 80% N2 dan 20% O2. Rangkaian alat yang digunakan adalah rangkaian pada

gambar 3.5. Setelah campuran gas tersebut dialirkan ke dalam cuvet, apel fuji dimasukkan ke dalam cuvet. Kemudian konsentrasi gas etilen dari apel tersebut diukur dan proses produksi gas etilen tersebut diamati beberapa saat. Setelah itu, lingkungan penyimpanan dalam cuvet diubah.

Untuk pengubahan lingkungan penyimpanan yang pertama, lingkungan penyimpanan yang awalnya adalah lingkungan campuran yang mengandung 80% N2 dan 20% O2, diubah menjadi lingkungan campuran yang mengandung 90% N2

dan 10% O2. Pengubahan tersebut dilakukan dengan cara memperkecil aliran gas

Oksigen yang digunakan. Rangkaian alat yang digunakan saat pengubahan tersebut tetap sama, yaitu rangkaian pada Gambar 3.5.

Untuk pengubahan lingkungan penyimpanan yang kedua, awalnya lingkungan penyimpanan buah apel fuji yang digunakan adalah lingkungan campuran yang mengandung 80% N2 dan 20% O2. Pada saat itu, rangkaian alat

yang digunakan adalah rangkaian pada Gambar 3.5. Setelah beberapa saat dilakukan pengukuran konsentrasi gas etilen pada lingkungan tersebut, lingkungan penyimpanan yang digunakan diubah menjadi lingkungan yang mengandung 100% N2 dan 0% O2. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengubah

rangkaian pada gambar 3.5 menjadi rangkaian pada gambar 3.6. Setelah rangkaian diubah, pada rangkaian masih terdapat gas Oksigen. Pembersihan rangkaian dari kandungan Oksigen, dilakukan dengan cara membesarkan aliran gas Nitrogen.


(47)

26 

 

 

Setelah ± 15 menit, aliran gas Nitrogen dikembalikan pada aliran yang semula. Sebelum dilakukan pengukuran konsentrasi gas etilen, dilakukan pengesetan frekuensi resonansi sesuai dengan medium yang ada di dalam sel fotoakustik [Watini,2008]. Untuk setiap medium yang berbeda, memiliki frekuensi resonansi yang berbeda pula. Medium udara memiliki frekuensi resonansi (1720±5)Hz, sedangkan medium Nitrogen memiliki frekuensi resonansi (1741±5) Hz.


(48)

   

27 

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Pengukuran Daya Laser

Sebelum digunakan dalam suatu pengukuran, detektor fotoakustik berbasis laser CO2 harus diukur daya lasernya terlebih dahulu. Pengukuran daya laser

dilakukan pada arus 10,75 mA. Pengukuran daya laser tersebut, tampak pada Gambar 4.1. Pengukuran daya laser tersebut dilakukan untuk posisi steppermotor 5000 – 7500. Posisi steppermotor pada grafik pengukuran tersebut mewakili panjang gelombang laser yang digunakan.

Gambar 4.1. Grafik hubungan daya laser [au] terhadap posisi steppermotor pada arus 10,75 mA


(49)

28 

 

   

4.1.2. Kalibrasi

Pada penelitian ini gas yang akan diukur adalah gas etilen. Agar hasil yang diperoleh baik, maka perlu dilakukan kalibrasi untuk gas etilen. Kalibrasi dilakukan dengan cara mengukur sinyal ternormalisir untuk mengetahui posisi garis laser pada serapan etilen dan pengukuran konsentrasi gas etilen standar.

Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam kalibrasi adalah pengukuran sinyal ternormalisir untuk mengetahui posisi garis laser pada serapan etilen. Pengukuran tersebut dilakukan dengan cara mengalirkan gas udara ke dalam sel fotoakustik. Frekuensi resonansi diset sesuai dengan medium udara yang ada di dalam sel fotoakustik, yaitu pada frekuensi 1716 Hz. Hasil pengukuran sinyal ternormalisir saat mengalirkan gas udara tersebut tampak pada Gambar 4.2. Setelah itu, pengukuran sinyal ternormalisir dilakukan saat gas etilen 1 ppm

dialirkan pada sel fotoakustik. Hasil pengukuran sinyal ternormalisir saat gas etilen 1 ppm dialirkan pada sel fotoakustik tampak pada Gambar 4.3.

Gambar 4.2. Grafik hubungan sinyal ternormalisir [au] terhadap posisi steppermotor saat pada sel fotoakustik dialiri gas udara


(50)

29 

 

   

Gambar 4.3. Grafik hubungan sinyal ternormalisir [au] terhadap posisi steppermotor saat pada sel fotoakustik dialiri gas etilen 1 ppm

Dengan membandingkan Gambar 4.2 dan Gambar 4.3, dapat diketahui bahwa terdapat pertambahan sinyal ternormalisir pada Gambar 4.3. Pertambahan sinyal ternormalisir tertinggi terjadi pada posisi steppermotor 6643. Pada Gambar 4.2, pada posisi tersebut sinyal ternormalisir yang dihasilkan sangat kecil, tetapi pada Gambar 4.3, pada posisi tersebut terjadi tambahan sinyal ternormalisir tertinggi. Tambahan sinyal ternormalisir tertinggi pada Gambar 4.3 itulah yang merupakan garis laser pada serapan etilen (10P14) tersebut. Pada posisi 6643 pada Gambar 4.3, daya laser yang dihasilkan bernilai 2,3 au. Sedangkan sinyal yang dihasilkan bernilai 1,8 au. Sehingga sinyal ternormalisir (S/P) yang dihasilkan bernilai 0,78 au. Nilai daya laser, sinyal dan sinyal ternormalisir dari hasil di atas dapat dilihat pada Lampiran 1 (Tabel 1bagian A).

Bila hasil pengukuran pada Gambar 4.3 diperbesar, hasilnya tampak pada Gambar 4.4. Perbesaran tersebut dilakukan untuk posisi steppermotor 6600 –


(51)

30 

 

   

6700. Dengan menggunakan gambar 4.4, letak garis laser 10P14 tampak lebih jelas.

Garis 10P16 pada Gambar 4.3. berada pada posisi 6741. Pada posisi tersebut daya laser yang dihasilkan bernilai 2,1 au. Sedangkan sinyal yang dihasilkan bernilai 0,9 au. Sehingga sinyal ternormalisir yang dihasilkan bernilai 0,43 au. Nilai daya laser, sinyal dan sinyal ternormalisir dari hasil diatas dapat dilihat pada Lampiran 1 (Tabel 1 bagian B).

Gambar 4.4. Grafik hubungan sinyal ternormalisir [au] terhadap posisi steppermotor saat pada sel fotoakustik dialiri gas etilen 1 ppm

Garis laser 10P14 dan 10P16 yang sudah diketahui kemudian digunakan untuk pengukuran konsentrasi gas etilen standar. Pengukuran tersebut dilakukan dengan cara mengalirkan gas etilen 1 ppm dari tabung etilen. Gas tersebut dialirkan ke dalam rangkaian pada Gambar 3.3.

Hasil pengukuran konsentrasi gas etilen standar tampak pada Gambar 4.5. Gambar 4.5 bagian A adalah hasil pengukuran konsentrasi gas etilen saat sel fotoakustik dialiri gas udara. Pada bagian A tersebut, tidak terdapat gas etilen.


(52)

31 

 

   

Gambar 4.5 bagian B adalah situasi saat dilakukan pengaturan aliran gas etilen 1

ppm. Pada Gambar 4.5 bagian B tersebut, pengukuran dihentikan sementara sehingga gas etilen tidak diukur. Gambar 4.5 bagian C adalah hasil pengukuran saat pada rangkaian dialiri gas etilen 1 ppm. Pada bagian C tersebut, dihasilkan gas etilen dengan konsentrasi sebesar (1003 ± 9)ppb, ditampilkan pada Lampiran 2 (Tabel 2). Pengukuran konsentrasi gas etilen standar ini akan digunakan sebagai pembanding untuk hasil pengukuran konsentrasi yang dilakukan nantinya.

Gambar 4.5. Grafik hubungan konsentrasi [ppb] terhadap waktu [jam] untuk gas etilen 1 ppm yang dialirkan.

4.1.3. Pengukuran Konsentrasi gas etilen yang diproduksi sampel

Setelah hasil kalibrasi diperoleh, dilakukan pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah apel fuji, pisang kepok dan kecambah kacang hijau. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan cuvet yang berbentuk tabung yang memiliki tinggi 11,6 cm dan diameter 10 cm. Cuvet tersebut memiliki volume 0,91 liter. Pengukuran tersebut dilakukan dengan meletakkan buah apel fuji, buah pisang kepok dan kecambah kacang hijau secara bergantian ke dalam cuvet.


(53)

32 

 

   

Buah apel fuji yang digunakan pada pengukuran ini memiliki berat 195 gr. Buah pisang kepok yang digunakan pada pengukuran ini memiliki berat 74 gr. Untuk satu kecambah kacang hijau yang digunakan dalam pengukuran konsentrasi ini rata – rata memiliki berat 0.097 gr. Kecambah kacang hijau yang dimasukkan dalam cuvet memiliki berat total sebesar 50 gr.

Pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah apel fuji, pisang kepok dan kecambah kacang hijau, dilakukan dengan menggunakan rangkaian pada Gambar 3.4. Gas yang digunakan pada pengukuran ini adalah gas udara. Gas tersebut berfungsi sebagai lingkungan penyimpanan sampel dan medium di dalam sel fotoakustik. Frekuensi resonansi diset pada frekuensi 1718 Hz. Hasil pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah apel fuji, pisang kepok dan kecambah kacang hijau, tampak pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6 bagian A merupakan hasil pengukuran konsentrasi gas etilen pada lingkungan udara yang mengandung 20% O2. Pada bagian A tersebut, tidak

dihasilkan gas etilen. Gambar 4.6 bagian B merupakan hasil pengukuran konsentrasi gas etilen saat buah apel fuji dengan berat 195 gr diletakkan pada lingkungan udara yang mengandung 20% O2. Pada bagian B, dihasilkan gas etilen

dengan konsentrasi berkisar antara 741 ppb sampai dengan 859 ppb. Gambar 4.6 bagian C merupakan hasil pengukuran konsentrasi gas etilen saat buah pisang kepok dengan berat 74 gr diletakkan pada lingkungan udara yang mengandung 20% O2. Pada bagian C, dihasilkan gas etilen dengan konsentrasi berkisar antara

135 ppb sampai dengan 240 ppb. Gambar 4.6 bagian D merupakan hasil pengukuran konsentrasi gas etilen saat kecambah kacang hijau dengan berat 50 gr


(54)

33 

 

   

diletakkan pada lingkungan udara yang mengandung 20% O2. Pada bagian D,

dihasilkan gas etilen dengan konsentrasi berkisar antara 382 ppb sampai dengan 535 ppb.

Gambar 4.6. Grafik hubungan konsentrasi gas etilen [ppb] dari apel fuji, pisang kepok dan kecambah kacang hijau terhadap waktu [jam] pada lingkungan udara

yang mengandung 20% O2

Dari hasil pengukuran tersebut dapat diketahui konsentrasi etilen yang diproduksi masing – masing sampel per 1 gramnya. Untuk setiap 1 gram buah apel fuji, konsentrasi etilen yang diproduksi sebesar (4.07±0.03) ppb, ditampilkan pada Lampiran 3 (Tabel 3). Untuk setiap 1 gram buah pisang kepok, konsentrasi etilen yang diproduksi sebesar (2.3 ± 0.1) ppb, ditampilkan pada Lampiran 4 (Tabel 4). Untuk setiap 1 gram kecambah kacang hijau, konsentrasi etilen yang diproduksi sebesar (8.9 ± 0.2) ppb, ditampilkan pada Lampiran 5 (Tabel 5).


(55)

34 

 

   

Setelah dilakukan pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah apel fuji, buah pisang kepok dan kecambah kacang hijau, dilakukan pengukuran konsentrasi gas etilen yang dihasilkan buah apel fuji. Buah apel fuji yang digunakan memiliki berat 200 gram. Pada pengukuran ini, buah tersebut diletakkan pada beberapa lingkungan penyimpanan yang berbeda.

Gas yang digunakan sebagai lingkungan penyimpanan dalam pengukuran tersebut adalah gas Nitrogen dan Oksigen. Pada penelitian ini, kandungan gas Oksigen divariasikan menjadi lingkungan campuran yang mengandung 20% O2,

10% O2, dan 0% O2.

Saat awal pengukuran, rangkaian yang digunakan adalah rangkaian pada Gambar 3.5. Lingkungan penyimpanan buah apel fuji yang digunakan merupakan lingkungan campuran yang mengandung 80% N2 dan 20% O2. Frekuensi

resonansi diset pada frekuensi 1723,5 Hz. Setelah beberapa saat, lingkungan penyimpanan buah apel fuji yang semula lingkungan campuran yang mengandung 80% N2 dan 20% O2, diubah menjadi lingkungan campuran yang mengandung

90% N2 dan 10% O2. Pengubahan lingkungan penyimpanan tersebut dilakukan

dengan cara memperkecil aliran gas Oksigen yang digunakan. Frekuensi resonansi diset pada frekuensi 1744,8 Hz.

Hasil pengukuran konsentrasi gas etilen yang dihasilkan buah apel pada lingkungan campuran yang mengandung 80% N2 dan 20% O2, yang diubah

menjadi lingkungan campuran yang mengandung 90% N2 dan 10% O2, tampak

pada Gambar 4.7. Gambar 4.7 bagian A adalah hasil pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi apel fuji yang diukur saat diletakkan pada lingkungan


(56)

35 

 

   

campuran yang mengandung 80% N2 dan 20% O2. Sedangkan Gambar 4.7 bagian

B adalah hasil pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi apel fuji yang diukur saat diletakkan pada lingkungan campuran yang mengandung 90% N2 dan

10% O2.

Gambar 4.7. Grafik hubungan konsentrasi gas etilen yang diproduksi apel [ppb] terhadap waktu [jam] pada lingkungan campuran yang mengandung 20% O2, yang

diubah menjadi lingkungan campuran yang mengandung 10% O2

Seperti ketika lingkungan diubah menjadi lingkungan campuran yang mengandung 10% O2, sampel yang digunakan pada pengukuran konsentrasi gas

etilen kali ini adalah buah apel fuji. Pengukuran tersebut dilakukan pada dua lingkungan yang berbeda. Pada pengukuran ini, awalnya lingkungan penyimpanan sampel yang digunakan adalah lingkungan campuran yang mengandung 80% N2

dan 20% O2. Frekuensi resonansi diset pada frekuensi 1721 Hz. Setelah itu,


(57)

36 

 

   

mengandung 100% N2 dan 0% O2. Hasil pengukuran konsentrasi gas etilen yang

diperoleh, tampak pada Gambar 4.8. Gambar 4.8 bagian A adalah hasil pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi apel fuji yang diukur saat diletakkan pada lingkungan campuran yang mengandung 80% N2 dan 20% O2.

Gambar 4.8 bagian B merupakan situasi dimana pengukuran dihentikan sementara. Hal tersebut terjadi saat dilakukan pengubahan lingkungan penyimpanan yang digunakan. Sedangkan Gambar 4.8 bagian C adalah hasil pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah apel fuji yang diukur saat buah apel tersebut berada pada lingkungan peralihan. Gambar 4.8 bagian D merupakan hasil pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah apel fuji saat buah apel tersebut diletakkan pada lingkungan yang mengandung 100% N2

dan 0% O2.

Gambar 4.8. Grafik hubungan konsentrasi gas etilen yang diproduksi apel [ppb] terhadap waktu [jam] pada lingkungan campuran yang mengandung 20% O2 yang


(58)

37 

 

   

4.2. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan detektor fotoakustik berbasis laser CO2. Digunakannya detektor fotoakustik berbasis laser CO2 pada

penelitian ini karena laser CO2 sangat sensitif untuk mengukur etilen. Gas sebagai

bahan aktif pembentuk laser CO2 pada detektor ini, dimasukkan dalam tabung sealed – off. Dimasukkannya bahan aktif dalam tabung tersebut membuat biaya operasional yang dibutuhkan menjadi lebih hemat karena gas tersebut diisikan ke dalam tabung kemudian ditutup rapat dan tidak perlu dialirkan lagi.

Detektor fotoakustik dalam penelitian ini menggunakan sistem intrakavitas. Pada sistem tersebut, sel fotoakustik diletakkan di antara resonator optis. Peletakan sel fotoakustik di antara resonator optis bertujuan agar daya laser pada sel fotoakustik yang dihasilkan memiliki daya yang tinggi. Dengan dihasilkannya daya yang tinggi, kemampuan detektor fotoakustik diharapkan memiliki sensitivitas yang tinggi.

Detektor fotoakustik dapat digunakan untuk mengukur gas etilen bila terjadi penyerapan energi laser oleh gas etilen yang ada di dalam sel fotoakustik. Molekul gas etilen tersebut akan mengalami eksitasi dengan menyerap energi laser. Saat berada di tingkat energi eksitasi, molekul tersebut akan mengalami deeksitasi dengan melepaskan energi eksitasinya secara non – radiasi. Pada saat melepaskan energi eksitasi, terjadi transfer energi dari molekul tersebut kepada molekul yang lain yang ditumbuknya. Karena adanya transfer energi tersebut, membuat molekul yang ditumbuk mengalami kenaikan energi kinetik. Adanya kenaikan energi kinetik mengakibatkan kenaikan suhu dan tekanan. Apabila laser


(59)

38 

 

   

CO2 yang digunakan, dimodulasi dengan chopper, tekanan di dalam sel

fotoakustik akan berubah secara periodik. Perubahan tekanan atau bunyi tersebut akan diukur oleh mikrofon yang ada di dalam sel fotoakustik. Sinyal keluaran mikrofon tersebut kemudian akan diperkuat oleh lock – in amplifier.

Detektor fotoakustik yang digunakan memiliki sensitivitas dan selektivitas yang tinggi. Hal ini dikarenakan detektor ini dilengkapi dengan mikrofon yang mampu menerima dan mengukur bunyi kecil yang dihasilkan. Sinyal keluaran mikrofon tersebut, kemudian akan diperkuat oleh lock – in amplifier. Lock – in amplifier dalam detektor ini membantu untuk menghilangkan noise atau derau yang menyertai sinyal tersebut. Lock – in amplifier akan mengeliminasi sinyal yang mengganggu dan mengunci sinyal yang diinginkan. Untuk mengeliminasi sinyal yang mengganggu, frekuensi sinyal yang diinginkan, dikunci dengan frekuensi chopper.

Sebelum digunakan untuk pengukuran, perlu dilakukan pengukuran daya laser. Proses tersebut bertujuan untuk mengoptimasikan kerja detektor agar lebih sensitif pada saat pengukuran. Optimalisasi tersebut dilakukan dengan cara mengatur posisi kisi dan cermin yang digunakan.

Pada cermin yang digunakan terdapat piezo, yang dapat berpengaruh dalam perubahan daya laser yang dihasilkan. Piezo terletak tepat dibelakang cermin. Jika piezo diberi tegangan, maka piezo akan menggeser cermin yang mengakibatkan panjang resonator laser akan berubah. Perubahan panjang resonator laser tersebut akan mempengaruhi daya yang diperoleh.  


(60)

39 

 

   

pada detektor yang digunakan adalah 10,75 mA. Hasil pengukuran daya laser tersebut tampak pada Gambar 4.1. Pada gambar 4.1 terdapat dua band garis daya laser yaitu band 10R dan band 10P. Pada band 10 R diperoleh 8 garis daya laser. Garis daya laser tertinggi pada band 10 R ini dihasilkan saat steppermotor berada pada posisi 5263 dengan tinggi daya laser sebesar 3,5 au. Sedangkan pada band 10P diperoleh 7 garis daya laser dengan garis daya laser tertinggi dihasilkan saat steppermotor berada pada posisi 6919 dengan tinggi daya laser sebesar 3,3 au.

Pada umumnya, satuan daya laser pada detektor fotoakustik yang dihasilkan bersatuan watt [W]. Sinyal akustik merupakan keluaran pada detektor fotoakustik yang memiliki satuan Volt [V]. Namun, pada penelitian ini, daya laser pada Gambar 4.1 dan sinyal akustik yang dihasilkan bersatuan sembarang (arbitrary unit). Hal tersebut dikarenakan alat yang digunakan belum melalui proses kalibrasi daya dan kalibrasi alat. Meski belum terkalibrasi, alat ini dapat digunakan dalam penelitian ini karena pada penelitian ini, yang diutamakan adalah pengukuran konsentrasi etilen. Satuan sinyal dan daya laser tidak harus menggunakan satuan yang sesuai.

Pada penelitian ini, dilakukan pengukuran daya dan sinyal yang pada akhirnya menghasilkan sinyal ternormalisir. Sinyal dari hasil pengukuran dipengaruhi oleh daya laser yang ada di dalam sel fotoakustik. Normalisasi tersebut bertujuan untuk mengubah sinyal yang diukur per satuan daya laser. Sinyal ternormalisir pada penelitian ini bersatuan arbitrary unit [au]. Sinyal ternormalisir yang dihasilkan terdapat pada hasil pengukuran pada Gambar 4.2, Gambar 4.3, dan Gambar 4.4. Hasil pengukuran tersebut disajikan dalam grafik


(61)

40 

 

   

hubungan sinyal ternormalisir [au] terhadap posisi steppermotor.

Pengukuran sinyal ternormalisir dilakukan untuk mengetahui posisi garis laser pada serapan etilen. Hal tersebut dilakukan dengan cara mengalirkan gas udara pada sel fotoakustik dan dengan mengalirkan gas etilen 1 ppm pada sel fotoakustik. Hasil pengukuran saat mengalirkan gas udara pada sel fotoakustik tampak pada Gambar 4.2. Hasil pengukuran saat mengalirkan gas etilen 1 ppm

pada sel fotoakustik tampak pada Gambar 4.3. Kedua pengukuran tersebut disajikan dalam bentuk grafik hubungan sinyal ternormalisir terhadap posisi steppermotor.

Sinyal ternormalisir yang dihasilkan pada Gambar 4.2 dibandingkan dengan sinyal ternormalisir yang dihasilkan pada Gambar 4.3. Dari hasil pembandingan kedua pengukuran tersebut, terdapat pertambahan sinyal ternormalisir. Pertambahan sinyal ternormalisir tersebutlah yang kemudian digunakan untuk mengetahui posisi garis 10P14 dan 10P16 yang akan digunakan dalam penelitian ini.

Garis laser pada serapan etilen terdapat pada band 10P. Oleh karena itu, pengukuran dikonsentrasikan pada band 10P. Garis sinyal ternormalisir pada band 10P tersebar saat steppermotor berada pada rentang posisi 6000 – 7500. Saat steppermotor berada pada posisi 6643 yang tampak pada Gambar 4.2, sinyal ternormalisir yang dihasilkan sangat kecil. Namun pada Gambar 4.3 saat steppermotor berada pada posisi yang sama, sinyal ternormalisir mengalami pertambahan tinggi. Pertambahan tinggi sinyal ternormalisir tersebut merupakan sinyal yang berasal dari penyerapan daya laser seluruhnya oleh gas etilen yang


(62)

41 

 

   

digunakan. Semakin besar penyerapan daya laser oleh gas etilen, maka semakin besar pula sinyal ternormalisir yang dihasilkan. Pertambahan sinyal ternormalisir pada Gambar 4.3. merupakan garis sinyal ternormalisir tertinggi yang ada pada band 10P. Sinyal ternormalisir tertinggi itulah yang merupakan garis laser 10P14. Garis laser untuk serapan etilen tersebut terdapat pada saat steppermotor berada pada posisi 6643.

Di dalam sel fotoakustik terdapat lebih dari satu jenis gas. Selain gas etilen masih terdapat gas yang lain yang mengganggu. Gas yang lain tersebut dapat mengganggu nilai konsentrasi gas etilen yang diukur. Untuk mengeliminasi gangguan serapan dari gas yang lain, maka pengukuran konsentrasi gas etilen pada penelitian ini dilakukan tidak hanya menggunakan garis 10P14 saja, melainkan juga menggunakan garis laser 10P16. Garis laser 10P16 yang diperoleh pada penelitian ini terdapat pada saat steppermotor berada pada posisi 6741. Pada saat pengukuran berlangsung, garis laser 10P14 dan 10P16 akan bekerja dan digunakan secara bergantian dalam pengukuran konsentrasi gas etilen.

Untuk menentukan konsentrasi gas etilen dengan menggunakan detektor fotoakustik pada garis laser 10P14, dapat dilakukan dengan mengukur sinyal ternormalisir (S/P) [au] yang dihasilkan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan syarat konstanta sel fotoakustik C [volt cm / watt] dan koefisien serapan etilen

αetilen [cm-1] bernilai konstan. Adapun persamaan untuk mencari konsentrasi gas

etilen adalah sebagai berikut :

14 10 ) 14 10 (

1

P P etilen etilen

P

S

C

C

=


(63)

42 

 

   

Persamaan 4.1 diatas dapat digunakan untuk mengukur konsentrasi etilen apabila gangguan dari gas penggangu diabaikan. Namun dalam pengukuran konsentrasi gas etilen pada penelitian ini, gangguan tersebut tidak dapat diabaikan. Gangguan pada pengukuran ini berasal dari gas pembawa yang mengandung uap air. Uap air tersebut dapat menyerap energi dari daya yang dihasilkan. Uap air tersebut memiliki konsentrasi. Konsentrasi uap air dapat mempengaruhi nilai konsentrasi gas yang diukur. Oleh karena itu, untuk mengukur sinyal ternormalisir dari dua jenis gas pada garis laser yang digunakan, memenuhi persamaan 2.8. Bila persamaan tersebut diterapkan pada penelitian ini, akan menjadi persamaan 4.2 :

(

( 10 14) ( 10 14)

)

14 10 P pengganggu gas pengganggu gas P etilen etilen P

C

C

C

P

S

− −

+

=

α

α

… (4.2)

Selain garis laser 10P14, pengukuran juga dilakukan pada garis laser 10P16. Kedua pengukuran dengan garis laser yang berbeda akan memberikan sumbangan pada sinyal keluaran dari mikrofon. Persamaan sinyal ternormalisir untuk garis laser 10P16 sebagai berikut :

(

( 10 16) ( 10 16)

)

16 10 P pengganggu gas pengganggu gas P etilen etilen P

C

C

C

P

S

− −

+

=

α

α

…. (4.3)

Pada penelitian ini, persamaan 4.2 dan persamaan 4.3 dihitung dengan metode eliminasi. Dari perhitungan tersebut, nilai konsentrasi dari gas etilen dan gas gangguan dapat ditentukan. Penghitungan dan penentuan nilai konsentrasi dari gas etilen dan gas gangguan tersebut, dilakukan, diolah dan langsung ditampilkan oleh komputer berupa nilai konsentrasi dari gas etilen dan gas penggangu.


(64)

43 

 

   

Setelah posisi steppermotor yang tepat untuk garis laser 10P14 dan 10P16 diketahui, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah mengukur konsentrasi gas etilen standar. Hasil pengukuran konsentrasi gas etilen standar digunakan sebagai pembanding hasil pengukuran konsentrasi gas etilen dari sampel – sampel yang digunakan dalam penelitian ini. Karena pada pengukuran konsentrasi gas etilen standar, konsentrasi gas etilen sudah diketahui maka nilai konstanta sel fotoakustik dapat diketahui. Pada penelitian ini besarnya nilai konstanta sel fotoakustik sudah dicari oleh komputer saat kalibrasi berlangsung dan akan langsung digunakan pada pengukuran konsentrasi gas etilen dari sampel.

Pengukuran konsentrasi gas etilen standar dilakukan dengan cara mengalirkan gas etilen standar sebanyak 1 ppm ke dalam cuvet pada rangkaian Gambar 3.7. Pada saat akan dilakukan pengukuran, gas etilen standar yang tersedia memiliki konsentrasi sebesar 10 ppm. Gas etilen standar dengan konsentrasi 10 ppm tidak dapat langsung digunakan karena konsentrasinya terlalu besar. Konsentrasi gas etilen yang terlalu besar akan menghasilkan serapan yang besar. Serapan yang besar tersebut dapat menyebabkan daya yang dihasilkannya berkurang, bahkan hilang. Pengukuran konsentrasi yang baik terjadi bila serapan yang dihasilkan tidak menyebabkan daya laser yang ada menjadi berkurang bahkan hilang. Untuk menghindari hal tersebut maka gas etilen standar 10 ppm

harus diencerkan hingga memiliki konsentrasi 1 ppm. Hasil pengukuran konsentrasi gas etilen standar 1 ppm, tampak pada Gambar 4.5.

Pada Gambar 4.5 bagian A merupakan hasil pengukuran konsentrasi gas etilen saat sel fotoakustik dialiri gas udara. Pada Gambar 4.5 bagian A tersebut,


(65)

44 

 

   

tidak terdapat gas etilen. Setelah 24 menit, pengukuran tersebut dihentikan terlebih dahulu dengan tujuan mengatur pengaliran etilen 1 ppm. Pada saat pengukuran tersebut dihentikan, dilakukan pengenceran gas etilen standar hingga gas etilen yang dialirkan berkonsentrasi 1 ppm. Penghentian tersebut dilakukan selama 15 menit. Pengukuran tersebut tampak pada Gambar 4.5 bagian B. Setelah pengaturan tersebut selesai, pengukuran dilanjutkan kembali. Pada awal pengukuran saat dalam cuvet dialiri etilen 1 ppm, konsentrasi etilen yang diukur belum mencapai 1000 ppb. Hal tersebut dikarenakan pada saat itu gas etilen yang dialirkan belum sepenuhnya diukur. Setelah pengukuran dilakukan selama 5 menit, konsentrasi etilen yang dialirkan baru sepenuhnya diukur. Pengukuran saat pada cuvet dialirkan etilen 1 ppm dilakukan selama 12 menit. Hasil pengukuran konsentrasi gas etilen standar sebesar (1003 ± 9) ppb, tampak pada Gambar 4.5 bagian C dan Lampiran 2 (Tabel 2).

Setelah itu, dilakukan pengukuran konsentrasi gas etilen yang dihasilkan buah apel fuji, buah pisang kepok dan kecambah kacang hijau. Pengukuran tersebut dilakukan dengan cara meletakkan sampel tersebut pada lingkungan udara yang mengandung 20% O2, secara bergantian.

Salah satu sampel yang digunakan dalam penelitian ini kecambah dari proses perkecambahan sebuah biji kacang hijau. Pada saat proses perkecambahan berlangsung, sebuah biji kacang hijau tersebut akan mengalami pertumbuhan terus agar berubah menjadi kecambah. Pada proses tersebut, memungkinkan adanya perubahan produksi etilen yang dihasilkan. Proses perubahan tersebut dapat diamati. Namun, pada penelitian ini tidak dilakukan pengamatan produksi


(66)

45 

 

   

konsentrasi etilen yang dihasilkan pada saat perubahan tersebut. Pada penelitian ini, pengukuran kecambah kacang hijau dititik beratkan pada seberapa banyak produksi etilen yang dihasilkan kecambah kacang hijau yang digunakan bila diletakkan pada lingkungan udara yang mengandung 20% O2.

Gambar 4.6 menampilkan hasil pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi berbagai sampel yaitu buah apel fuji, buah pisang kepok dan kecambah kacang hijau. Pengukuran tersebut dilakukan untuk menunjukkan bahwa bila buah apel fuji, pisang kepok dan kecambah kacang hijau, disimpan pada lingkungan udara yang mengandung 20% O2,akan menghasilkan gas etilen. Dalam penelitian

ini, hasil pengukuran pada Gambar 4.6 berlaku sebagai hasil penelitian pendahuluan.

Pada Gambar 4.6. mula – mula lingkungan penyimpanan yang berupa gas udara yang mengandung 20% O2, diukur konsentrasi gas etilennya. Dari hasil

pengukuran pada Gambar 4.6 bagian A, menunjukkan bahwa dalam pengukuran tersebut tidak terdapat gas etilen. Setelah dilakukan pengukuran tersebut selama 5 menit 24 detik, pada cuvet diletakkan buah apel fuji sebagai sampel penghasil etilen.

Gambar 4.6 bagian B merupakan hasil pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah apel fuji ketika diletakkan pada lingkungan udara yang mengandung 20% O2. Dari hasil pengukuran tersebut diperoleh konsentrasi gas

etilen yang berkisar antara 780 sampai dengan 850 ppb. Nilai konsentrasi tersebut dihasilkan oleh apel fuji dengan berat 195 gr. Dari hasil tersebut di atas yang ditampilkan pada Lampiran 3 (Tabel 3), untuk setiap 1 gram buah apel fuji,


(67)

46 

 

   

konsentrasi gas etilen yang diproduksi sebesar (4,07 ± 0,03) ppb. Setelah 18 menit 36 detik dilakukan pengukuran konsentrasi untuk buah apel fuji, buah tersebut kemudian dikeluarkan dari cuvet. Selama 10 menit 48 detik, konsentrasi gas etilen yang diukur terus mengalami penurunan hingga tidak terdeteksi lagi. Hal ini terjadi karena sampel penghasil etilen sudah dikeluarkan.

Setelah itu, dalam cuvet dimasukkan pisang kepok sebagai sampel penghasil etilen. Produksi gas etilen oleh pisang kepok berlangsung selama 15 menit 36 detik. Pada Gambar 4.6 bagian C terlihat bahwa bila pisang kepok disimpan pada lingkungan udara yang mengandung 20% O2,akan menghasilkan

konsentrasi gas etilen yang berkisar antara 140 sampai dengan 250 ppb. Nilai konsentrasi tersebut dihasilkan oleh pisang kepok dengan berat 74 gr. Dari hasil tersebut diatas yang ditampilkan pada Lampiran 4 (Tabel 4), untuk setiap 1 gram buah pisang kepok, konsentrasi gas etilen yang diproduksi sebesar (2,3 ± 0,1) ppb.

Setelah apel fuji dan pisang kepok yang disimpan pada lingkungan udara yang mengandung 20% O2,diukur konsentrasi gas etilennya, pada Gambar 4.6

diukur konsentrasi gas etilen yang diproduksi kecambah kacang hijau bila diletakkan pada lingkungan yang sama pula, tampak pada Gambar 4.6 bagian D. Sebelum melakukan pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi kecambah kacang hijau, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Perhatian tersebut ditujukan pada fakta di mana kecambah kacang hijau yang akan diukur, berukuran kecil. Sementara itu cuvet yang digunakan cukup besar yaitu memiliki volume 0.91 liter. Karena keadaan itulah, pengukuran tidak dapat dilakukan untuk satu kecambah kacang hijau saja. Ada kemungkinan konsentrasi yang diproduksi


(1)

57 

LAMPIRAN 1

Pada penelitian ini telah dilakukan pengukuran sinyal ternormalisir saat pengaliran gas udara dan pengaliran gas etilen 1 ppm pada sel fotoakustik. Hasil pengukuran sinyal tersebut tampak pada Gambar 4.2 dan Gambar 4.3. Dengan membandingkan tinggi sinyal ternormalisir pada kedua gambar tersebut dapat diketahui letak garis laser pada serapan etilen. Sinyal yang diukur dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1: Data sinyal ternomalisir yang diukur untuk menentukan letak garis laser pada serapan etilen

A. Penentuan letak 10P14  Stepper 

motor 

Daya   Laser  [au] 

Sinyal  [au] 

Sinyal  ternormalisir 

[au] 

6630  2.2  0.19 0.09

6631  2.3  0.5 0.22

6632  2.6  0.7 0.27

6633  2.8  0.8 0.29

6634  2.9  1.2 0.41

6635  3.1  1.4 0.45

6636  3.1  1.6 0.52

6637  3.2  1.8 0.56

6638  3.1  1.9 0.61

6639  3.1  2 0.65

6640  2.8  2 0.71

6641  2.7  2 0.74

6642  2.6  1.9 0.73

6643  2.3  1.8 0.78

6644  2.1  1.6 0.76

6645  1.8  1.4 0.77

6646  1.7  1.2 0.70

6647  1.7  0.9 0.53

6648  1.7  0.6 0.35

B.     Penentuan letak 10P16 

Stepper motor 

Daya  laser  [au] 

Sinyal  [au] 

Sinyal  ternormalisir 

[au]  6730  6  1.3  0.22  6731  5.7  1.3  0.23  6732  5.5  1.4  0.26  6733  5.3  1.4  0.26  6734  5  1.4  0.28  6735  4.8  1.3  0.27  6736  4.8  1.3  0.27  6737  4.3  1.2  0.28  6738  3.8  1.2  0.32  6739  3.2  1.1  0.34  6740  2.6  1  0.38 

6741  2.1  0.9  0.43 

6742  1.7  0.7  0.41  6743  1.6  0.5  0.31  6744  1.6  0.4  0.25  6745  1.7  0.2  0.12  6746  1.6  0.1  0.06 


(2)

58 

LAMPIRAN 2

Pada penelitian ini, kalibrasi dilakukan saat etilen 1 ppm dialirkan pada sel fotoakustik. Untuk mengalirkan etilen 1 ppm, gas etilen standar 10 ppm diencerkan hingga berkonsentrasi 1 ppm. Hasil pengukuran konsentrasi gas etilen 1 ppm ditampilkan pada tabel 2 di bawah ini :

Tabel 2: Data konsentrasi gas etilen standar 1 ppm yang diukur saat kalibrasi

NO. 

Waktu [jam]

Konsentrasi  etilen [ppb] 

0.04586 967.7

0.09998 971.7

0.04566 973.1

0.09998 1060.3

0.04586 1065.8

0.09998 975.5

0.04576 974.8

0.09998 981.6

0.04732 977.3

10  0.09998 979.7

11  0.04784 974.4

12  0.09998 1074.7

13  0.04867 1065.9

14  0.09998 1019.9

15  0.04489 1017.3

16  0.09998 997.9

17  0.04618 1006.6

18  0.09998 1050.9

19  0.04988 1036.3

20  0.09998 949.1

21  0.04758 950.4

Konsentrasi gas  etilen  


(3)

59 

LAMPIRAN 3

  Pada penelitian ini, buah apel fuji yang digunakan memiliki berat 195 gram. Buah tersebut diletakkan pada lingkungan udara yang mengandung 20% O2. Hasil pengukurannya ditampilkan pada tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3 : Data hasil pengukuran konsentrasi etilen yang diproduksi buah apel fuji

No  waktu (jam) Konsentrasi  untuk 195 gr apel  [ppb] 

Konsentrasi per 1  gr [ppb] 

1  1.21288 817.1 4.2

2  1.22224 834.0 4.3

3  1.23151 795.0 4.1

4  1.23842 829.5 4.3

5  1.24762 788.3 4.1

6  1.25684 841.5 4.3

7  1.26604 783.5 4.0

8  1.27527 770.1 3.9

9  1.28446 741.0 3.8

10  1.29369 825.5 4.2

11  1.30289 796.9 4.1

12  1.31211 765.2 3.9

13  1.32124 740.9 3.8

14  1.33046 784.9 4.0

15  1.33967 782.5 4.0

16  1.34889 770.0 3.9

17  1.35813 747.5 3.8

18  1.38597 786.0 4.0

19  1.39516 788.0 4.0

20  1.40438 767.7 3.9

21  1.41351 766.2 3.9

22  1.42273 801.5 4.1

23  1.43193 795.4 4.1

24  1.44115 798.7 4.1

25  1.45035 791.3 4.1

26  1.45964 849.8 4.4

27  1.46891 817.6 4.2

28  1.52429 858.8 4.4

  Konsentrasi gas  etilen   yang diproduksi  

(794 ±6)ppb (4.07±0.03)ppb  


(4)

60   

LAMPIRAN 4

Pada penelitian ini, buah pisang kepok yang digunakan memiliki berat 74 gram. Buah tersebut diletakkan pada lingkungan udara yang mengandung 20% O2. Hasil pengukurannya ditampilkan pada tabel 4 di bawah

Tabel 4: Data hasil pengukuran konsentrasi etilen yang diproduksi buah pisang kepok

No waktu (jam) Konsentrasi etilen untuk 74 gr pisang [ppb]

Konsentrasi etilen per 1 gr [ppb]

1 1.71365 240.7 3.3

2 1.72291 214.3 2.9

3 1.73212 228.5 3.1

4 1.74133 216.7 2.9

5 1.75054 214.4 2.9

6 1.75975 203.3 2.7

7 1.7689 197.9 2.7

8 1.77803 193.2 2.6

9 1.78718 185.0 2.5

10 1.7963 183.9 2.5

11 1.80552 167.4 2.3

12 1.81464 169.9 2.3

13 1.82379 154.8 2.1

14 1.83299 154.4 2.1

15 1.84215 160.1 2.2

16 1.85134 161.3 2.2

17 1.86056 154.4 2.1

18 1.86976 149.1 2.0

19 1.87891 138.9 1.9

20 1.88804 135.4 1.8

21 1.89719 145.9 2.0

22 1.90633 142.3 1.9

23 1.91541 149.3 2.0

24 1.92461 151.6 2.0

25 1.93369 149.1 2.0

26 1.94281 157.0 2.1

27 1.95196 153.7 2.1

28 1.96109 151.9 2.1

Konsentrasi gas etilen yang diproduksi


(5)

61   

LAMPIRAN 5

Pada penelitian ini, kecambah kacang hijau yang digunakan memiliki berat total sebesar 50 gram. Kecambah kacang hijau sebanyak 516 buah yang digunakan, rata – rata memiliki berat 0.097 gram. Kecambah kacang hijau tersebut diletakkan pada lingkungan udara yang mengandung 20% O2. Hasil

pengukurannya ditampilkan pada tabel 5 di bawah ini :

Tabel 5 : Data hasil pengukuran konsentrasi etilen yang diproduksi kecambah kacang hijau

No  waktu  (jam)  Konsentrasi  etilen untuk 50 gr  kecambah [ppb] 

Konsentrasi etilen

 per 1 gr kecambah  [ppb] 

konsentrasi   etilen per 0.097 gr  kecambah [ppb] 

1  2.11696  381.6 7.6 0.7 

2  2.12386  415.6 8.3 0.8 

3  2.13306  408.7 8.2 0.8 

4  2.14228  482.6 9.7 0.9 

5  2.1699  423.7 8.5 0.8 

6  2.17912  490.5 9.8 1.0 

7  2.18832  459.1 9.2 0.9 

8  2.19761  430.4 8.6 0.8 

9  2.23457  452.5 9.1 0.9 

10  2.24391  483.7 9.7 0.9 

11  2.25306  483.1 9.7 0.9 

12  2.2624  480.6 9.6 0.9 

13  2.28089  400.4 8.0 0.8 

14  2.29004  393.4 7.9 0.8 

15  2.30853  383.2 7.7 0.7 

16  2.31781  383.7 7.7 0.7 

17  2.34538  390.1 7.8 0.8 

18  2.35466  450.6 9.0 0.9 

19  2.36388  468.8 9.7 0.9 

20  2.37315  490.3 9.8 1.0 

21  2.38237  466.8 9.3 0.9 

22  2.39154  535.3 10.7 1.0 

23  2.40076  516.5 10.3 1.0 

konsentrasi gas   etilen yang 

  


(6)

62   

Lampiran 6

Contoh perhitungan

• Untuk satu kecambah yang digunakan dalam pengukuran ini rata – rata memiliki berat (B) sebesar 0.097 gr. Bila untuk 1 gram kecambah, konsentrasi etilen (C1) yang dihasilkan sebesar 7,6 ppb (Tabel 4) maka

untuk 1 kecambah, konsentrasi yang dihasilkan menjadi :

ppb

C

ppb

C

B

C

C

etilen etilen etilen

7

.

0

)

097

.

0

(

6

,

7

.

1

=

=

=

• Untuk mencari ketidakpastian pada setiap hasil perhitungan digunakan rumus ketidakpastian yaitu :

)

1

(

)

(

2

Σ

=

n

n

X

X

tian

ketidakpas

i

dengan : X merupakan rata – rata dari seluruh hasil pengukuran Xi merupakan data ke i

n merupakan jumlah data yang dihasilkan.

Sebagai contoh perhitungan, pada pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah apel dengan berat 195 gram, ketidakpastian pengukurannya sebesar :

ppb

tian

ketidakpas

6

)

1

28

(

28

26297.78

=

=

Sehingga pada pengukuran konsentrasi gas etilen yang diproduksi buah apel, dihasilkan gas etilen sebesar (794 ± 6) ppb.