Minyak Goreng Kegunaan Minyak Goreng Kelapa Sawit

anti kanker. Sedangkan tokoferol dimanfaatkan sebagai sumber vitamin E Penebar Swadaya,1997. Dari nilai gizinya, penggunaan minyak sawit sebagai minyak goreng cukup menguntungkan. Adanya karoten dan tokoferol yang terkandung didalamnya menyebabkan minyak sawit ini perlu dikembangkan menjadi sumber vitamin. Keunggulan lainnya adalah karena kandungan asam linoleat dan linolenatnya rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor heat stability yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi Penebar Swadaya, 1997.

2.2 Minyak Goreng

Pada masa sebelum Orde Baru dan sampai pada awal PJP I, minyak goreng yang dikonsumsi masyarakat didominasi oleh jenis minyak goreng asal kelapa, akan tetapi sejak tahun 1970-an sejajar dengan meningkatnya produksi kelapa sawit, minyak goreng asal kelapa tergeser oleh minyak goreng asal sawit. Dalam satu dekade terakhir, sejalan dengan semakin menurunnya produksi kelapa dan meningkatnya produksi sawit, konsumsi minyak goreng asal sawit terus mengalami peningkatan Amang, 1996. Minyak goreng merupakan salah satu bahan makanan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, baik yang berada di pedesaan maupun diperkotaan. Dalam satu dekade terakhir, sejalan dengan semakin menurunnya produksi kelapa dan meningkatnya produksi sawit, konsumsi minyak goreng asal sawit terus mengalami peningkatan Amang, 1996. Universitas Sumatera Utara Parameter syarat mutu minyak goreng dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Parameter Syarat Mutu Minyak Goreng menurut SNI 01-3741-2002 No Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu I Mutu II 1. Keadaan : 1.1. Bau - normal Normal 1.2. Rasa - normal Normal 1.3. Warna - Putih, kuning pucat sampai kuning Putih, kuning pucat sampai kuning 2. Kadar air bb maks 0,1 maks 0,3 3. Bilangan Asam mg KOHg maks 0,6 maks 2 4. Asam Linolenat C18:3 dalam komposisi asam lemak minyak maks 0,1 maks 2 5. Cemaran logam : 5.1. Timbal Pb mgkg maks 0,1 maks 0,1 5.2. Timah Sn mgkg maks 40,0250 maks 40,0250 5.3. Raksa Hg mgkg maks 0,05 maks 0,05 5.4. Tembaga Cu mgkg maks 0,1 maks 0,1 6. Cemaran arsen As mgkg maks 0,1 maks 0,1 7. Minyak pelikan Negatif Negatif Universitas Sumatera Utara Minyak goreng adalah bahan pangan dengan komposisi utama trigliserida berasal dari bahan nabati, dengan atau tanpa perubahan kimiawi, termasuk hidrogenasi, pendinginan dan telah melalui proses pemurnian SNI, 2002.

2.3 Ragam Jenis Minyak Dan Lemak

Berdasarkan sumber bahan baku untuk memproduksinya, minyak goreng dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok agrerat. Kelompok pertama adalah minyak yang dihasilkan dari hewan yang secara awam sering diistilahkan sebagai lemak fat. Penggunaan minyak hewani untuk konsumsi langsung rumah tangga sebagai bahan pangan lebih bersifat tidak langsung yakni ikutan dari konsumsi daging Amang, 1996. Kelompok kedua adalah minyak nabati, yakni minyak yang dihasilkan dari ekstrak kandungan asam lemak dari tumbuh-tumbuhan. Minyak nabati yang populer dikonsumsi manusia adalah hasil olahan dari ekstrak minyak yang berasal dari sawit, kelapa, kacang tanah, kedelai, jagung, bunga matahari dan lobak. Di Indonesia, lebih dari 95 persen minyak goreng yang berasal dari minyak nabati adalah berasal dari sawit dan kelapa Amang, 1996. Pada dasarnya lemak dan minyak adalah gugus gliserida asam lemak. Salah satu sifat terpenting dari asam lemak adalah tingkat kejenuhannya degree of saturation yang ditunjukkan oleh bilangan jodium iodium number. Lemak dengan bilangan jodium yang tinggi memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi dan umumnya berbentuk cair pada suhu kamar. Sebaliknya, bila memiliki bilangan jodium yang rendah maka kandungan asam lemak jenuhnya Universitas Sumatera Utara lebih tinggi dan cenderung padat atau setengah padat pada suhu kamar, dengan menggunakan bilangan jodium, minyaklemak dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu: i cair fluid, dan ii padatsetengah padat solidsemisolid Amang, 1996.

2.3.1 Asam Lemak Bebas free fatty acid

Kadar asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Kenaikan ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi minyak sawit adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya reaksi panas, air, keasaman, dan katalis enzim. Semakin lama reaksi ini berlangsung, maka semakin banyak kadar ALB yang terbentuk Penebar Swadaya, 1997.

2.4 Pembuatan Minyak Goreng Kelapa Sawit

Minyak sawit mengandung asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh yang ikatan molekulnya mudah dipisahkan dengan alkali, sehingga mudah dibentuk menjadi produk untuk berbagai keperluan, seperti untuk pelumas mesin dalam berbagai proses industri. Dengan kandungan kadar karotein yang tinggi, minyak sawit merupakan sumber provitamin A yang murah dibanding dengan bahan baku lainnya. Minyak sawit paling banyak digunakan sebagai bahan baku industri pangan yang meliputi sekitar 12 macam bahan dari kelapa sawit, seperti karotein, tokoferol, asam lemak, olein, mentega, sabun, dan sebagainya. Minyak sawit dihasilkan dari proses ekstraksi bagian kulit atau sabut buah tersebut disebut Universitas Sumatera Utara minyak mentah atau dikenal dengan Crude Palm Oil CPO dan dari bagian biji buah disebut Palm Kernel Oil PKO. Kedua jenis minyak mentah tersebut masih mengandung bahan ikutan seperti asam lemak bebas, phospat, pigmen, bau, air dan sebagainya. Biasanya proses ekstraksi minyak kelapa sawit ini dilanjutkan dengan proses bleaching pemutihan dan deodorizing penghilang bau agar minyak tersebut menjadi jernih, bening dan tak berbau atau biasa disebut refined, bleached and deodorized RBD stearin dan olein Amang, 1996. Pada dasarnya proses produksi dari bahan baku CPO menjadi minyak goreng melalui 2 dua tahap yakni proses rafinasi dan fraksinasi, dimana antara keduanya merupakan satu kesatuan proses untuk menghasilkan minyak goreng yang berkualitas. Rafinasi Refining atau proses pemurnian adalah proses untuk menghilangkan zat-zat yang tidak di kehendaki yang ada dalam CPO, sehingga minyak bebas dari bau, FFA rendah, dan residu lainnya Amang, 1996. Proses pemurnian secara basah dapat digolongkan menjadi 4 kelompok proses yaitu proses pemurnian yang menggunakan alkali, pemutihan bleaching, penghilang bau deodorizing dan penguapan. Pemurnian dengan alkali mempunyai tujuan untuk menghilangkan atau menetralisasi pospat dengan cara memberi soda api. Pemutihan bleaching adalah proses untuk menghilangkan bahan-bahan warna yang terlarut dalam minyak. Deodorizing penghilang bau adalah proses terakhir dari proses pemurnian minyak yang mempunyai tujuan untuk menghilangkan bau yang keras maupun bau yang tidak normal Amang, 1996. Universitas Sumatera Utara Proses pemurnian secara kering adalah proses pemurnian dengan cara penguapan, yaitu pertama dilakukan netralisasi menggunakan alkali seperti soda api dan kemudian diikuti dengan penguapan dengan menggunakan uap panas untuk menghilangkan bau Amang, 1996. Fraksinasi adalah proses pemisahan antara fraksi-fraksi yang ada dalam minyak goreng. Seperti diketahui bahwa minyak nabati memiliki karakteristrik terdiri dari bermacam-macam trigliserida, dimana trigliserida ini tersusun dari asam-asam lemak dengan komponen karbon yang berbeda satu sama lain dan berbeda pula titik didihnya Amang, 1996. Adapun proses produksi minyak goreng sendiri dapat dibedakan menjadi 2 cara, yaitu proses produksi cara kering dan cara basah. Sebagian besar pabrik minyak goreng di Indonesia menggunakan cara kering yaitu dengan pemanasan atau proses non kimia. Melalui proses ini CPO dirafinasi untuk menjernihkan dan menghilangkan bau. Dari proses ini didapatkan FFA 4-5 persen dan RBDPO 94 persen, sedangkan 1-2 persen lainnya tidak dapat diketahui Amang, 1996. Disamping cara kering di atas, terdapat juga cara basah, dimana dalam proses ini minyak sawit ditambah suatu campuran pembasah yang terdiri dari 30 persen MgSO 4 dan 4,4 persen NaNH 4 SO 4 . Dengan proses ini CPO langsung difraksinasi untuk memperoleh crude olein dan crude stearine yaitu melalui proses pencucian, pemutihan dan kemudian disaring. Proses secara basah tersebut dapat diperoleh sekitar 65-70 persen olein minyak makangoreng dan 30 persen stearin Amang, 1996. Universitas Sumatera Utara

2.4.1 Standar Mutu

Istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar-benar murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit dalam arti yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat-sifat fisiknya, antara lain titik lebur angka penyabunan, dan bilangan yodium. Sedangkan yang kedua, yaitu mutu minyak sawit yang dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini syarat mutunya diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional, yang meliputi kadar asam lemak bebas ALB, FFA, air, kotoran, logam, besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan. Dalam dunia perdagangan, mutu minyak sawit dalam arti yang kedua lebih penting Penebar Swadaya, 1997.

2.5 Kegunaan Minyak Goreng Kelapa Sawit

Baik oleh rumah tangga maupun oleh industri makanan, fungsi minyak goreng pada umumnya bukan sebagai bahan baku, namun sebagai bahan pembantu. Fungsinya sangat penting dalam menciptakan aroma, rasa, warna, daya simpan dan dalam beberapa hal juga peningkatan nilai gizi. Dengan kandungan kadar karotein yang tinggi, minyak sawit merupakan sumber provitamin A yang murah dibanding dengan bahan baku lainnya. Dari refined, bleaching and deodorized RBD olein dan stearin dengan proses pemisahan akan dihasilkan bermacam-macam produk yang biasa disebut industri oleochemic Amang, 1996. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibanding minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui Universitas Sumatera Utara berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E Penebar Swadaya, 1997.

2.6 Bilangan Asam