Lasisi et al 2009 di Nigeria meneliti 189 anak dengan OMSK dan mendapatkan kelas sosial rendah, malnutrisi, minum susu botol, memasak di dalam
rumah dan jumlah anggota keluarga yang banyak secara signifikan berpengaruh terhadap perkembangan otitis media.
Faktor yang mempengaruhi otitis media berperan dalam perkembangan OMSK, termasuk faktor intrinsik yaitu ras, umur, riwayat ISPA dan atau otitis media akut
OMA, dan tingkat pengetahuan orang tua, sedangkan faktor ekstrinsik lingkungan antara lain orang tua perokok, tempat penitipan anak dan mengkonsumsi susu botol
Veen et al, 2006. Belum ada ketentuan mengenai penanganan yang paling efektif terhadap
OMSK, baik dengan terapi medikamentosa ataupun operatif memiliki angka kegagalan yang besar Veen et al, 2006. Untuk itu pencegahan ataupun penanganan dini terhadap
OMSK sangat penting, sehingga informasi akan faktor sosio-demografi OMSK sangat dibutuhkan, walaupun datanya masih jarang. Oleh karenanya, kami ingin melakukan
penelitian tentang faktor-faktor predisposisi terhadap pasien yang menderita OMSK di RSUP H. Adam Malik Medan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu bagaimana pengaruh faktor-faktor sosio-demografi terhadap
kejadian OMSK di RSUP H. Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor sosio-demografi terhadap kejadian
OMSK di RSUP H.Adam Malik Medan. 1.3.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui distribusi frekuensi OMSK berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin penderita.
b. Mengetahui distribusi frekuensi OMSK berdasarkan pendapatan. c. Mengetahui distribusi frekuensi OMSK berdasarkan status gizi.
d. Mengetahui distribusi frekuensi OMSK berdasarkan status imunisasi. e. Mengetahui distribusi frekuensi OMSK berdasarkan paparan asap.
f. Mengetahui distribusi frekuensi OMSK berdasarkan tempat tinggal.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat antara lain: a.
Untuk pengawasan dan pengaturan terhadap perkembangan penyakit, sehingga dapat mengurangi komplikasi yang terjadi.
b. Mengusahakan strategi pencegahan penyakit sehingga mengurangi angka
morbiditas dan mortalitas. c.
Sebagai bahan untuk pengembangan keilmuan di bidang Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok dan Bedah Kepala Leher.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Anatomi telinga tengah
Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba Eustachius dan prosessus mastoideus Dhingra, 2007.
2.1.1.
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani yang memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang
vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm dengan ketebalannya rata-rata 0,1 mm Dhingra, 2007. Secara Anatomis membran timpani
dibagi dalam 2 bagian, yaitu: Pars tensa dan pars flaksida. Pars tensa merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang tegang dan bergetar dengan
sekelilingnya yang menebal dan melekat di anulus timpanikus pada sulkus timpanikus pada tulang dari tulang temporal. Pars flaksida atau membran Shrapnell, letaknya
dibagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu plika maleolaris anterior lipatan muka dan plika maleolaris posterior lipatan
belakang Dhingra, 2007.
Membran Timpani
Gambar 1. Membran timpani Probst dan Grevers, 2006
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Kavum timpani
Kavum timpani merupakan rongga yang disebelah lateral dibatasi oleh membran timpani, disebelah medial oleh promontorium, di sebelah superior oleh tegmen timpani
dan inferior oleh bulbus jugularis dan n. Fasialis. Dinding posterior dekat ke atap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang menghubungkan kavum timpani dengan
antrum mastoid melalui epitimpanum. Pada bagian posterior ini, dari medial ke lateral, terdapat eminentia piramidalis yang terletak di bagian superior-medial dinding
posterior, kemudian sinus posterior yang membatasi eminentia piramidalis dengan tempat keluarnya korda timpani Helmi, 2005.
Gambar 2. Kavum timpani Probst dan Grevers, 2006
Kavum timpani terutama berisi udara yang mempunyai ventilasi ke nasofaring melalui tuba Eustachius. Menurut ketinggian batas superior dan inferior membran
timpani, kavum timpani dibagi menjadi tiga bagian, yaitu epitimpanum yang merupakan
Universitas Sumatera Utara
bagian kavum timpani yang lebih tinggi dari batas superior membran timpani, mesotimpanum yang merupakan ruangan di antara batas atas dengan batas bawah
membran timpani, dan hipotimpanum yaitu bagian kavum timpani yang terletak lebih rendah dari batas bawah membran timpani. Di dalam kavum timpani terdapat tiga buah
tulang pendengaran osikel, dari luar ke dalam maleus, inkus dan stapes. Selain itu terdapat juga korda timpani, muskulus tensor timpani dan ligamentum muskulus
stapedius Helmi, 2005; Dhingra, 2007. 2.1.3. Tuba Eusthachius
Tuba Eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani, bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan antara kavum
timpani dengan nasofaring. Tuba Eustachius terdiri dari 2 bagian yaitu : bagian tulang yang terdapat pada bagian belakang dan pendek 13 bagian dan bagian tulang rawan
yang terdapat pada bagian depan dan panjang 23 bagian.
Gambar 3. Tuba Eustachius Probst dan Grevers, 2006 Fungsi tuba Eusthachius untuk ventilasi telinga yang mempertahankan
keseimbangan tekanan udara di dalam kavum timpani dengan tekanan udara luar, drainase sekret yang berasal dari kavum timpani menuju ke nasofaring dan
Universitas Sumatera Utara
menghalangi masuknya sekret dari nasofaring menuju ke kavum timpani Dhilon, 2000; Helmi, 2005.
2.1.4. Prosesus Mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti segitiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fossa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa
kranii posterior. Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah tersebut dan pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum
2.2.
Dhingra, 2007.
2.2.1. Otitis Media Supuratif Kronis OMSK
Otitis media merupakan suatu keadaan inflamasi pada telinga tengah dan rongga mastoid, tanpa melihat pada etiologi atau patogenesis. Ada tidaknya efusi telinga tengah
dan lamanya efusi akan membantu dalam mendefinisikan prosesnya. Efusi bisa serous, mukoid, atau purulen, jangka waktunya dibagi atas akut 0-3 minggu, subakut 3-12
minggu, atau kronik 12 minggu. OMSK dicirikan dengan adanya sekret purulen yang persisten melalui membran timpani yang perforasi ataupun tympanostomy tube
yang tidak respon dengan terapi medikamen Kenna dan Latz, 2006.
Definisi
2.2.2. Epidemiologi
Otitis media lebih sering timbul di musim dingin daripada musim semi. Di beberapa penelitian disebutkan penyakit ini banyak diderita laki-laki, sementara diantara
anak-anak Amerika kulit putih dan kulit hitam tidak ada perbedaan. Insidens tertinggi otitis media akut OMA pada kelompok umur 6-11 bulan dan 75 anak mengalami
episode ini dalam umur 12 bulan. Anak-anak yang menderita pertama sekali episode OMA kurang dari umur 12 bulan secara signifikan akan lebih mudah mendapatkan
OMA rekuren.
Universitas Sumatera Utara
Data epidemiologi OMSK bervariasi, prevalensi tertinggi didapatkan pada anak- anak Eskimo, Indian Amerika, dan Aborigin Australia 7-46. Negara industri seperti
Amerika Serikat dan Inggris prevalensinya kurang 1 Chole dan Nason, 2009. Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8 dan pasien OMSK
merupakan 25 dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia Aboet, 2007. Tahun 2008 kunjungan baru penderita OMSK sebanyak 208
dengan perbandingan laki-laki dan perempuan hampir sama.
2.2.3. Etiologi dan Faktor risiko
Penyebab utama dari otitis media adalah urutan dari kejadian-kejadian: otitis media akut dimulai oleh adanya infeksi virus yang merusak mucosa siliar pada saluran
nafas atas sehingga bakteri patogen masuk dari nasofaring ke telinga tengah melalui tuba Eustachius dengan gerakan mundur retrograde movement. Bakteri-bakteri ini
memperoleh respon inflamasi yang kuat dari mukosa telinga tengah sama seperti infiltrasi leukosit. Efusi telinga tengah dihasilkan dari sekresi nasofaring yang
memasuki rongga telinga tengah dan dapat juga dihasilkan dari ventilasi yang inadekuat dari telinga tengah. Tekanan telinga tengah yang berkurang akan menyebabkan
perkembangan efusi, yang disebut teori hydrops ex vacuo. Posisi tuba Eustachius yang relatif horizontal pada anak juga meningkatkan kerentanan anak untuk terjadinya refluks
sekresi dari nasofaring ke telinga tengah Chole dan Nasun,2009. Faktor risiko terhadap terjadinya OMSK dapat dibedakan menjadi faktor risiko
berdasarkan klinis dan faktor risiko berdasarkan sosio-demografi. Berdasarkan klinis antara lain infeksi saluran nafas atas, alergi, adenoid, malnutrisi dan gastro-esofageal
refluks, sedangkan berdasarkan sosio-demografi antara lain sosio-ekonomi rendah, tinggal dalam rumah yang penuh sesak, memasak dengan kayu bakar, pusat penitipan
anak, paparan asap rokok, minum susu botol dan lain-lain Lasisi et al, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4. Faktor sosio-demografi
Faktor sosio-demografi berperan dalam mempengaruhi risiko berkembangnya otitis media. Begitu banyak laporan epidemiologi yang mengindikasikan otitis media
dan efusi telinga tengah memiliki kejadian yang cukup tinggi di musim dingin dan lebih rendah di musim semi di kedua hemisphere. Infeksi saluran nafas atas sering timbul di
musim dingin, dan virus pada saluran nafas dapat diisolasi dari cairan telinga tengah pada 19 anak-anak dengan otitis media akut Kong dan Coates, 2009.
Didapatkan peningkatan kejadian di rumah yang penuh sesak padat penghuni dan jumlah anggota keluarga yang banyak, hal ini dikenal dengan “mini-epidemik” pada
otitis media Kong dan Coates, 2009. Jacoby et al dalam Kalgoorlie Otitis Media Researches Project mendapatkan
perokok pasif meningkatkan risiko otitis media pada anak-anak Aborigin dan non- Aborigin yaitu sebanyak 64. Penelitian lain oleh Uhari mendapatkan risiko yang
meningkat 60 pada OMA rekuren dan otitis media efusi kronis yang penderitatuanya merokok RR 1,66; 95 CI, 1,33-2,06 Kong dan Coates, 2009.
Hampir sama yang didapatkan Ilicali et al 1999, pada kelompok kasus terpapar asap dengan rata-rata 19,6 batang rokok perhari dibandingkan dengan kelompok kontrol
dengan rata-rata 14,4 batang rokok perhari P0,004. Didapatkan hubungan yang signifikan pada ibu yang merokok P0,001.
ASI memberikan efek protektif untuk terjadinya infeksi telinga tengah yang berhubungan dengan proses imunitas yang dimiliki ASI; dari penelitian Uhari
didapatkan anak yang mendapatkan ASI setidaknya selama 3 bulan akan mengurangi risiko otitis media sebanyak 13 RR, 0,87; 95 CI, 0,79-0,95 Kong dan Coates,
2009.
Universitas Sumatera Utara
Status sosio-ekonomi rendah dengan akses yang terbatas ke tempat pelayanan kesehatan kemungkinan sebagai faktor yang berhubungan dengan otitis media Kong
dan Coates, 2009, juga tergantung pada infrastruktur sosial secara keseluruhan dan fasilitas kesehatan di daerah tempat tinggalnya Uddin et al, 2008. Perlu perhatian
mendalam terhadap perbaikan pembangunan perumahan dan akses aliran air bersih, nutrisi, kualitas pelayanan kesehatan dan memberikan kemudahan kepada masyarakat,
dimana hal-hal tersebut akan meningkatkan kualitas kesehatan sehingga anak-anak dari status ekonomi rendah mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik Uddin et al,
2008. Penelitian Akinpelu et al 2007 di Nigeria terhadap 160 penderita OMSK
mendapatkan faktor predisposisi antara lain yang berhubungan dengan masalah malnutrisi, tempat tinggal kumuh dan imunisasi yang tidak lengkap sebanyak 66
penderita 41,3.
Hubungan antara perilaku dan kebiasaan
Hasil dari wawancara prepartum memperlihatkan 90 perempuan mengetahui gejala dan tanda otitis media, 73 responden percaya bahwa merokok disekitar anak
meningkatkan risiko mendapat infeksi telinga. Meskipun begitu hanya 15 responden yang memberikan susu formula, dan 24 menitipkan anak di pusat penitipan anak.
Menurut data terjadi peningkatan otitis media, 46 mengakui bahwa infeksi telinga adalah kejadian normal dari kehidupan anak, hanya 7 setuju bahwa otitis
media tidak perlu dikuatirkan. Setelah 2 minggu dilakukan wawancara ulang, sebanyak 90 perempuan setuju
bahwa ada cara untuk mencegah otitis media, namun tidak merubah caranya menyusui
Universitas Sumatera Utara
dan kebiasaannya merokok. Sedangkan 80 setuju merokok mempengaruhi otitis media pada anak namun hal itu juga tidak merubah caranya Uddin et al, 2008.
2.2.4. Klasifikasi
Secara klinis OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu : tipe tubotimpanal tipe mukosa = tipe benigna dan tipe atikoantral tipe tulang = tipe maligna. Penyakit
tubotimpanal ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dengan gejala klinik yang bervariasi dari luas serta tingkat keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang
mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba Eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh
yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous Dhingra, 2007.
Secara klinis penyakit tipe tubotimpanal terbagi atas: penyakit aktif dan tidak aktif. Pada yang aktif terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya didahului oleh
perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba Eutachius atau setelah berenang, kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai
mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. Jarang di temukan polip yang besar pada liang telinga luar. Sedangkan
yang tidak aktif, pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan.
Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus,atau suatu rasa penuh dalam telinga Dhingra, 2007.
Pada tipe atikoantral ditemukan adanya kolesteatom yang berbahaya. Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flaksida dan khasnya dengan terbentuknya
kantong retraksi yang terdapatnya tumpukan keratin yang sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega dan
Universitas Sumatera Utara
berwarna putih. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :
Kolesteatom didapat terbagi atas primary acquired cholesteatoma dimana kolesteatom terjadi pada daerah atik atau pars flaksida, dan secondary acquired
cholesteatoma yang berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan peradangan kronis, biasanya bagian posterosuperior dari pars tensa. Khasnya perforasi
marginal pada bagian posterosuperior Meyer, 2006. kolesteatom kongenital dan
kolesteatom didapat. Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital, menurut Derlaki dan Clemis 1965 adalah: Berkembang dibelakang dari membran timpani yang
masih utuh, tidak ada riwayat otitis media sebelumnya, dan pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah menjadi
epitel skuamous selama perkembangan Mills, 1997.
2.2.5. Patogenesis
Patogenesis OMSK benigna terjadi karena proses patologi telinga tengah, pada tipe ini didahului oleh kelainan fungsi tuba, maka disebut juga sebagai penyakit
tubotimpanal. Terjadinya OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa Helmi, 2005. Sumbatan tuba Eustachius
merupakan faktor penyebab utama dari otitis media. Karena fungsi tuba Eustachius terganggu, pencegahan invasi kuman ke telinga tengah juga terganggu, sehingga kuman
masuk ke dalam telinga tengah dan terjadi peradangan Djaafar, 2007. Kadang-kadang infeksi berasal dari telinga luar masuk ke telinga tengah melalui perforasi membran
timpani, maka terjadilah proses inflamasi. Bila terbentuk pus akan terperangkap didalam kantong mukosa telinga tengah. Dengan pengobatan yang cepat dan adekuat dan dengan
perbaikan fungsi ventilasi telinga tengah, biasanya proses patologis akan berhenti dan kelainan mukosa akan kembali normal Helmi, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Pada primary acquired cholesteatoma tidak ditemukan riwayat penyakit otitis media atau perforasi membran timpani sebelumnya. Kolesteatom ini timbul akibat
terjadi proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida karena adanya tekanan negatif di telinga tengah akibat gangguan tuba Dhingra, 2007; Djaafar, 2007.
Pada secondary acquired cholesteatoma, kolesteatom yang terbentuk setelah adanya perforasi membran timpani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari
masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah atau terjadi akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi
yang berlangsung lama Dhingra, 2007; Djaafar, 2007.
2.2.6. Gambaran Klinis
OMSK memiliki beberapa gambaran klinis, antara lain telinga berair sekret dimana sekret bersifat purulen kental atau mukoid seperti air dan encer tergantung
stadium peradangan. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil,
berwarna putih, mengkilap Dhingra, 2007. Gangguan pendengaran berupa tuli konduktif namun dapat pula bersifat
campuran. Gangguan pendengaran bervariasi namun jarang melebihi 50 dB. Perforasi membran timpani pada yang jinak biasanya sentral, bisa di anterior, posterior atau
inferior dari malleus. Pada yang ganas di daerah atik atau posterosuperior. Mukosa kavum timpani tampak pada perforasi membran timpani yang besar. Secara normal
warnanya merah muda, saat terjadi inflamasi warnanya menjadi merah, udem dan lunak. Kadang-kadang tampak polip Dhingra, 2007.
2.2.7. Diagnosa
Diagnosis OMSK dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan otoskopi, pemeriksaan audiometri, pemeriksaan radiologi dan pemeriksaan bakteriologi. Melalui
Universitas Sumatera Utara
anamnesa dapat diketahui tentang awal mula penyakit, riwayat penyakit terdahulu, faktor risiko, gejala klinis serta hal-hal lainnya yang mengarah ke diagnosis yang
mungkin terjadi. Diagnosis pasti OMSK dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik dan penunjang lainnya Mills, 1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006.
Pada pemeriksaan otoskopi dapat dibedakan jenis OMSK berdasarkan perforasi pada membran timpani, yang terdiri dari perforasi sentral, marginal dan atik. Gambaran
yang terlihat dengan otoskopi pada perforasi sentral adalah tampak perforasi yang letaknya sentral pada pars tensa, dapat berbentuk bundar, oval, bentuk ginjal atau hati.
Perforasinya dapat subtotal atau total, masih terlihat pinggir membran timpani annulus timpanikus, melalui perforasi tampak mukosa kavum timpani bewarna pucat, bila ada
eksaserbasi akut maka warna mukosa menjadi merah dan jarang terdapat granulasi atau polip. Gambaran otoskopi pada perforasi marginal adalah tampak perforasi yang
letaknya marginal, pada pars tensa belakang atas biasanya besar, atau pada pars flaksida muka atau belakang kecil, prosesnya bukan hanya pada mukosa kavum timpani dan
tulang-tulang pendengaran ikut rusak, sering terdapat granulasi atau polip, annulus timpanikus tidak terlihat lagi dan terlihat gambaran nekrosis tulang. Sedangkan
gambaran pada perforasi atik adalah perforasi yang letaknya di pars flaksida Mills, 1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006.
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif, tetapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensorineural, beratnya ketulian tergantung besar
dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah Mills, 1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz , 2006.
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemeriksaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih
Universitas Sumatera Utara
kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom Mills,
1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006. Pemeriksaan bakteriologi sekret telinga penting untuk menentukan bakteri
penyebab OMSK dan antibiotika yang tepat Mills, 1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006.
2.2.8. Komplikasi
Komplikasi OMSK terbagi dua, yaitu komplikasi intratemporal komplikasi ekstrakranial dan komplikasi ekstratemporal. Komplikasi intratemporal terdiri dari
parese n. fasial dan labirinitis. Komplikasi ekstratemporal komplikasi intrakranial terdiri dari abses ekstradural, abses subdural, tromboflebitis sinus lateral, meningitis,
abses otak dan hidrosefalus otitis. Pada OMSK ini walaupun telinga berair sudah bertahun-tahun lamanya telinga tidak merasa sakit, apabila didapati telinga terasa sakit
disertai demam, sakit kepala hebat dan kejang menandakan telah terjadi komplikasi ke intrakranial Kenna dan Latz, 2006.
2.2.9. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan OMSK dapat dibagi atas penatalaksanaan medis dan bedah. Penatalaksanaan medis adalah aural toilet, yaitu pembersihan telinga dari sekret,
dan terapi antimikroba topikal, yaitu pemberian tetes telinga antibiotik topikal Mills, 1997.
Penatalaksanaan bedah dari OMSK adalah operasi mastoidektomi, yang terdiri dari mastoidektomi sederhana yang bertujuan untuk mengevakuasi penyakit yang hanya
terbatas pada rongga mastoid, dan mastoidektomi radikal yang bertujuan untuk
Universitas Sumatera Utara
mengeradikasi seluruh penyakit di mastoid dan telinga tengah, di mana rongga mastoid, telinga tengah, dan liang telinga luar digabungkan menjadi satu ruangan sehingga
drainase mudah. Untuk kasus-kasus yang akan dilakukan perbaikan fungsi pendengaran dilakukan timpanoplasti Johnson, 2003.
2.3.Kerangka Teori dan Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan kepustakaan diatas disusunlah kerangka teori sebagaimana tertera pada gambar berikut:
Gambar 4. Kerangka Teori dan Kerangka Konsep Penelitian Status
imunisasi ASI
Paparan asap
Status gizi
Pendapatan Rumah
padat penghuni
OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIS
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan menggunakan pendekatan survei untuk melihat pengaruh faktor-faktor sosio-
demografi terhadap penyakit Otitis Media Supuratif Kronik pada anak dibawah
14 tahun. 3.2.
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di DepartemenSMF THT-KL FK-USU RSUP H.Adam Malik Medan mulai Juni 2011.
3.3. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
3.3.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah penderita baru OMSK berumur tidak lebih dari 14 tahun yang datang berobat ke Poli THT-KL RSUP H. Adam Malik
Medan sejak Juni 2011 hingga November 2011.
3.3.2. Sampel Penelitian dan Penentuan Besar Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh penderita baru OMSK berumur tidak lebih dari 14 tahun yang datang berobat ke Poli THT-KL RSUP
H. Adam Malik Medan sejak Juni 2011 hingga November 2011.
3.4. Variabel Penelitian
Variabel penelitian dibagi menjadi dua yaitu variabel terukur dan variabel laten. Variabel terukur adalah OMSK, sedangkan variabel laten adalah
status sosio-demografi, yaitu: tingkat pendapatan, status gizi, status imunisasi, riwayat minum ASI, paparan asap dan kepadatan tempat tinggal.
Universitas Sumatera Utara
3.5.Defenisi Operasional
3.5.1. Sampel pada penelitian merupakan anak berumur tidak lebih dari 14
tahun. 3.5.2.
Otitis Media Supuratif Kronis OMSK adalah radang kronis pada telinga tengah dengan adanya sekret purulen yang persisten melalui
membran timpani lebih dari 12 minggu. 3.5.3.
Tingkat Pendapatan merupakan jumlah uang yang didapatkan sebagai hasil kerja dalam sebulan dibagi dengan jumlah anggota keluarga.
Pendapatan dikategorikan menjadi: -
Rendah apabila kurang dari Rp. 200,000anggota keluarga -
Sedang apabila antara Rp. 200,000 - Rp. 500,000anggota keluarga -
Tinggi apabila lebih dari Rp. 500,000anggota keluarga 3.5.4.
Status gizi merupakan keadaan kecukupan nutrisi yang diukur berdasarkan berat badan dan tinggi badan sesuai dengan NCHS-WHO
yang direkomendasikan pada semiloka antropometri di Indonesia. Pengelompokan terdiri atas gizi baik, kurang dan buruk.
3.5.5. Status imunisasi adalah jenis dan frekuensi imunisasi dasar yang didapat
dan dikategorikan menjadi: -
Lengkap bila jenis dan frekuensi sesuai menurut umur -
Tidak lengkap bila jenis dan frekuensi tidak sesuai menurut umur 3.5.6.
Riwayat minum ASI dikategorikan menjadi: -
ASI ekslusif bila anak hanya diberi ASI saja selama 6 bulan -
ASI lengkap bila anak diberi ASI dan makanan pendamping ASI -
Susu formula bila anak diberi susu formula dan makanan pendamping ASI lainnya.
Universitas Sumatera Utara
3.5.7. Paparan asap adalah kondisi penderita yang sehari-harinya terpapar
dengan asap, baik asap rokok ataupun asap hasil pembakaran kayu. 3.5.8.
Kepadatan tempat tinggal merupakan kondisi rumah tempat tinggal
dilihat dari jumlah anggota keluarga dibandingkan dengan luas rumah.
Dikategorikan menjadi: -
Padat apabila luas rumah 8 m
2
- Tidak padat bila luas rumah 8 m
per anggota keluarga
2
3.6.Pengukuran Data
per anggota keluarga
Pengukuran data adalah sebagai berikut:
No Variabel
Nilai 1 Indikator
Nilai 1 variabel Skala
Pengukuran
1 Variabel Terukur
- OMSK
0 – 1 1
Nominal 2
Variabel Laten -
Jenis Kelamin -
Usia -
Tingkat pendapatan -
Status Gizi -
Status Imunisasi -
Riwayat minum ASI -
Paparan asap -
Kepadatan tempat tinggal
1 – 2 1 – 14
1 – 3 1 – 3
1 – 2 1 – 3
1 – 2 1 – 2
Laki-laki 1 Perempuan 2
Usia sesuai tahun
Rendah 1 Sedang 2
Tinggi 3 Buruk 1
Kurang 2 Baik 3
Tidak lengkap 1 Lengkap 2
Susu formula 1 ASI Lengkap 2
ASI Eksklusif 3 Terpapar 1
Tidak terpapar 2 Padat 1
Tidak padat 2 Nominal
Interval Ordinal
Ordinal Ordinal
Ordinal Ordinal
Ordinal
Universitas Sumatera Utara
3.7.Kerangka Kerja
Gambar 5. Kerangka kerja Kerangka kerja pada penelitian ini dimulai dengan menegakkan diagnosa pasien,
pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner, mengolah data, menganalisa data dan menyajikan dalam bentuk tabel.
3.8. Pengumpulan Data