Faktor-Faktor Resiko Kejadian Abortus Di RSUP H.Adam Malik Medan, RSUD.Pringadi Dan RS Jejaring Periode 1 Januari 2010 - 31 Desember 2012

(1)

Tesis Magister

FAKTOR-FAKTOR RESIKO KEJADIAN ABORTUS

DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN, RSUD.PRINGADI DAN RS JEJARING PERIODE 1 JANUARI 2010 - 31 DESEMBER 2012

OLEH: JULITA ADRIANI LUBIS

Pembimbing :

1.Dr.Nazaruddin Jaffar SpOG(K) 2.DR. Dr.Sarma N.Lumbanraja SpOG(K)

Penyanggah :

1.Dr.Muldjadi Affendy, SpOG 2.Dr.Henry Salim Siregar , SpOG(K) 3.Dr.Sarah Dina, M ked OG , SpOG(K) DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER KEDOKTERAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK/RSUD PIRNGADI - M E D A N


(2)

PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM 5

PEMBIMBING:

dr. Nazaruddin Jaffar, Sp.OG(K)

DR.dr.Sarma N.Lumbanraja , Sp.OG (K)

PENYANGGAH :

dr.Muldjadi Affendy, Sp.OG

dr.Henry Salim Siregar , Sp.OG (K)

dr.Sarah Dina, M.Ked.OG, Sp.OG (K)


(3)

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan

memenuhi

salah satu syarat untuk mencapai keahlian dalam

Magister


(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT , berkat rahmat dan karunia-Nya penulisan tesis magister ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh magister keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan bacaan khususnya tentang :

“Analisa Faktor Resiko kejadian abortus di RSUP H.Adam Malik, RSUD dr.Pirngadi dan RS.Jejaring Medan ”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H (CTM&H), SpA.(K) dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas


(6)

memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinis dan Program Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.

2. Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG.K, Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dr. Fidel Ganis Siregar, SpOG., Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dr. Henri Salim Siregar, SpOG.K, Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dr. M. Rhiza Tala, SpOG.K, Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; yang telah bersama-sama berkenan menerima saya untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinis Obstetri dan Ginekologi.

3. Dr.Nazaruddin Jaffar, SpOG.K selaku pembimbing tesis saya, yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada saya dalam melakukan penelitian ini sekaligus sebagai pembimbing utama saya bersama dengan DR.dr. Sarma N Lumbanraja, M.Ked(OG), SpOG.K yang telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa, dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai . dr.Muljadi Affendi, SpOG. dr. Henri Salim Siregar, SpOG.K; dr. Sarah Dina, M.Ked(OG), SpOG(K) ; selaku penyanggah dan nara sumber yang penuh dengan kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk


(7)

membimbing, memeriksa, dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

4. dr. Yostoto Kaban, M.Ked(OG) SpOG. selaku Bapak Angkat yang telah banyak mengayomi, membimbing dan memberikan nasehat-nasehat yang bermanfaat kepada saya dalam menghadapi masa-masa sulit selama pendidikan.

5. Dr. Surya Dharma, MPH yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam penyelesaikan uji statistik tesis ini.

6. Seluruh Staf Pengajar di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan, yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan. Semoga Yang Maha Pengasih membalas budi baik guru-guru saya tersebut.

7. Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan Magister Kedokteran di Departemen Obstetri dan Ginekologi.


(8)

8. Direktur RSU Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSU Dr. Pirngadi Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana kepada saya untuk bekerja selama mengikuti pendidikan Magister Kedokteran di Departemen Obstetri dan Ginekologi.

9. Kepada dr. Ika Sulaika, dr. H. Edi Rizaldi, dr. Hotbin purba, dr. Kiko Marpaung, dr. Edward Sugito Manurung, Erwin Edi Sahputra Harahap, dr. Abdurrohim Lubis, dr. Ricca Puspita rahim M.Ked(OG), dr. M. Rizal sangadji, dr. Novrial, dr. M. Wahyu Wibowo, dr. Ivo Fitrian C, M.Ked(OG), dr. Ray christy Barus, dr. Nureliani Amni, dr. Fifianti Putri Adela, dr. Hiro Hidaya Danial Nasution dr. Anindita Novina, M.Ked(OG), saya menyampaikan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan selama ini serta kebersamaan kita selama pendidikan Magister Kedokteran.

10. Seluruh teman sejawat PPDS yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas kebersamaan, dorongan semangat dan doa yang telah diberikan selama ini.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada kedua Orang Tua saya yang tersayang dan terkasih,


(9)

Ayahanda Alm. Drs.H.Fachruddin lubis dan Ibunda Hj.Rumondang Nasution, yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, serta mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari sejak kecil hingga kini, memberi contoh yang baik dalam menjalani hidup serta memberikan motivasi dan semangat kepada saya selama mengikuti pendidikan Magister Kedokteran ini.

Buat anakku tercinta Farisya Rabiatul Adawiyah tiada kata lain yang bisa saya sampaikan selain rasa terima kasih atas kesabaran, dorongan, semangat, pengorbanan dan doa sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan Magister Kedokteran ini.

Kepada abang-abangku dan adikku tercinta dan keluarga terima kasih atas bantuan, dorongan semangat dan doa yang telah

Akhirnya kepada seluruh keluarga handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, saya ucapkan banyak terima kasih.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada kita semua.

Medan, Agustus 2013


(10)

DAFTAR ISI

Daftar Isi ... i

Daftar Gambar ... iv

Daftar Tabel ... v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah... ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi ... 5

2.2 Abortus ... 7

2.3 Abortus Berulang ... 7 2.3.1 klasifikasi abortus……… ... 2.3.2 Klasifikasi Kerguguran lain ……….………

8 10

2.4 Etiologi ... 2.4.1 Kromosom ………. 2.4.2 Kelainan Kongenital ………..

11 12 12


(11)

2.4.3 Inkompeten Servik ……… 2.4.4 Autoimun ……….. 2.4.5 Infeksi ……… 2.4.6 Kelainan Endokrin ……….. 2.4.7 Defek Fase Luteal ………. 2.4.8 Faktor Lingkungan ……….. 2.4.9 Paritas ……….. 2.4.10 Trauma ………. 2.4.11 Usia ……….

2.4.12 Pendidikan ……… 2.4.13 Pekerjaan ……….. 2.4.14 Riwayat Induksi Abortus ………. 2.4.15 Kehamilan yang tidak diinginkan ……….

13 13 16 17 18 19 22 23 25 25 26 26 26

2.5 Penatalaksanaan Abortus ………... 28

2.6 2.7

Kerangka Teori ... Kerangka Konsep ………..

31 32

BAB III METODE PENELITIAN


(12)

3.2 Waktu dan Tempat penelitian ... 33

3.3 Populasi dan sampel ... 33

3.3.1 Populasi ... 33

3.4 Kriteria Inklusi …………. ... 34

3.4.1 Kasus……….. ... 34

3.4.2 Kontrol…... 34

3.5 3.6 Kriteria ekslusi ……….. Besar Sampel ……. ... 35 35 3.7 3.8 3.9 3.10 3.11 3.12 3.13 3.14 Cara penelitian …... ... Variabel Penelitian …….………... Definisi operasional ……… ………. Skala ukur….. ……….. Alat penelitian ……….. Jenis dan cara pengumpulan data ………. Tehknik pengolahan dan analisa data ……….. Alur penelitian ………. 36 37 37 40 41 41 41 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik usia ... 44


(13)

4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7

BAB V

Karakteristik paritas ……… ... Karakteristik pendidikan……… Karakteristik trauma ……… Karakteristik pekerjaan ……… Karakteristik Hb ……….………. Karakteristik leukosit ………...

KESIMPULAN DAN SARAN ………

DAFTAR PUSTAKA ………

45 46 47 48 50 50

51 52


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi uterus ... 5

Gambar 2 Klasifikasi abortus... 9

Gambar 3 Evakuasi konsepsi dengan sendok kuret... 30

Gambar 4 Kuretase dengan suction ... 30

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Klasifikasi kejadian keguguran berulang berdasarkan usia kehamilan , hasil temuan ultrasonografi dan evaluasi Hcg

10

Tabel 2 Kejadian keguguran berulang berdasarkan usia kehamilan dikaitkan dengan kemungkinan penyebab dan investigasi

11

Tabel 3 Tabel 4

Definisi operasional……. ……… skala ukur ……….……….

37 40 Tabel 4 Tabel 5 Tabel 6 Tabel 7 Tabel 8 Tabel 9 Tabel 10 Tabel 11

Tabel studi kasus kontrol ……… ……… ... Karakteristik faktor usia sebagai penyebab abortus ………… Karakteristik faktor paritas sebagai penyebab abortus ………. Karakteristik faktor pendidikan sebagai penyebab abortus ……. Karakteristik faktor trauma sebagai penyebab abortus …...……. Karakteristik faktor pekerjaan sebagai penyebab abortus ……. Karakteristik faktor Hb sebagai penyebab abortus……….. Karakteristik faktor leukosit sebagai penyebab abortus………..

42 44 45 46 47 48 49 50


(15)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Abortus atau abortus berulang merupakan kejadian yang paling sering dijumpai pada kehamilan, walapun populasi keduanya berbeda dan penyebabnya masih membutuhkan pemahaman dan penelitian lebih lanjut. Umumnya jumlah prevalensi keguguran sekitar 10-15 % dari semua tanda klinis kehamilan yang dikenali (Simpson dan Carson 1993; Simpson dan Mills 1986; Zimmerman et al. 1996), tapi secara empiris estimasi dan prevalensi masih bervariasi dari yang terendah 2-3% sampai yang tinggi sekitar 30%.

Tiga penyebab klasik kematian ibu di dunia ini disebabkan oleh 3 faktor yaitu keracunan kehamilan, perdarahan, infeksi sedangkan penyebab ke empat yaitu abortus. WHO melaporkan setiap tahun 42 juta wanita mengalami kehamilan yang tidak diinginkan unintended pregnancy yang menyebabkan abortus, terdiri dari 20 juta merupakan unsafe abortion, yang paling sering terjadi pada negara-negara dimana abortus itu illegal.

1

Menurut WHO dan Guttmacher, sekitar 68.000 wanita mati setiap tahunnya dikarenakan komplikasi yang disebabkan oleh unsafe abortion dan sekitar dua juta sampai tujuh juta wanita setiap tahunnya selamat dari unsafe


(16)

abortion namun penyembuhan jangka panjang ( abortus inkomplit, infeksi (sepsis), perdarahan, dan trauma pada organ internal.

WHO melaporkan pada negara berkembang, unsafe abortion terjadi lebih dari 55%. Berdasarkan dari statistik WHO, rasio unsafe abortion 1/270, menurut sumber lain, unsafe abortion tejadi pada 1 dalam 8 kematian ibu. Di seluruh dunia, 48% induksi abortus merupakan unsafe abortion.2

Di kota Medan menurut data penelitian FKM Universitas Sumatera Utara yang diperoleh sebelumnya, penelitian di RSUP H. Adam malik pada tahun 1999 tercatat 122 orang dan pada tahun 2000-2001 tercatat 130 orang, sedangkan di RSUD Dr.Pringadi medan tercatat 141 orang.Aldiansyah D, melakukan penelitian tentang prevalensi abortus di RSUP H.Adam Malik pada tahun 2010, dijumpai prevalensi abortus berkisar 7,1 % dan dijumpai distribusi abortus yang paling banyak yaitu dari kelompok usia 31-40 tahun dan multipara sebanyak 19 pasien.

Dalam hal faktor usia, resiko terjadinya abortus lebih sering terjadi pada usia muda dibawah 20 tahun dan usia tua lebih 45 tahun. Angka Kematian Ibu di Indonesia (AKI) masih tinggi. Menurut Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI 2007), AKI di Indonesia 228/100.000 kelahiran hidup. Angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi pada kehamilan remaja 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan pada wanita pada usia 20-35 tahun.


(17)

Berdasarkan data diatas karena belum dilakukannya survey penelitian terbaru dengan menilai faktor-faktor resiko lain sebagai penyebab abortus dan apakah kejadian abrtus menurun atau cenderung meningkat maka perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut dalam upaya untuk menggali kembali faktor resiko penyebab abortus dan upaya pencegahannya.

Tujuan penelitian ini juga dilakukan dalam upaya untuk mencapai Millenium Development Goals 2015 khususnya 5B yaitu untuk untuk mencapai dan menyediakan kesehatan reproduksi3

1.2 Rumusan Masalah

.

Apa saja faktor-faktor resiko yang menyebabkan terjadinya abortus yang dijumpai di RSUP H.Adam Malik Medan, RSUD dr.Pringadi dan RS.Jejaring periode 1 januari 2010 s/d 31 Desember 2012

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya abortus di RSUP H Adam Malik Medan, RSUD Dr Pringadi Medan dan RS.Jejaring mulai periode 1 Januari 2010 s/d 31 Desember 2012


(18)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui angka kejadian abortus di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, RSUD Dr Pringadi Medan dan RS.Jejaring mulai periode 1 Januari 2010 s/d 31 Desember 2012.

2. Untuk mengetahui karakteristik abortus yaitu usia, peritas, pendidikan, pekerjaan, trauma, Hb dan leukosit yang menyebabkan terjadinya abortus di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, RSUD Dr Pringadi Medan dan RS.Jejaring mulai periode 1 Januari 2010 s/d 31 Desember 2012.

3. Untuk mengetahui faktor resiko yang paling dominan sebagai penyebab abortus di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, RSUD Dr Pringadi Medan dan RS.Jejaring mulai periode 1 Januari 2010 s/d 31 Desember 2012.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dengan diketahuinya faktor-faktor resiko abortus diharapkan setelah penelitian ini dilakukan, dapat mencegah terjadinya abortus

2. Dalam upaya pencegahan terjadinya abortus diharapkan kita dapat menurunkan AKI di Indonesia umumnya dan Sumatera Utara khususnya


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi Uterus4

Uterus berbentuk seperti buah pir yang sedikit gepeng kearah muka belakang, ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai rongga. Dindingnya terdiri dari otot-otot polos. Ukuran panjang uterus adalah 7-7,5 cm, lebar 5,25 cm dan tebal dinding 1,25 cm 2.


(20)

Letak uterus dalam keadaan fisiologis adalah anteversiofleksi. Uterus terdiri dari fundus uteri, korpus dan serviks uteri. Fundus uteri adalah bagian proksimal dari uterus, disini kedua tuba falopii masuk ke uterus. Korpus uteri adalah bagian uterus yang terbesar, pada kehamilan bagian ini mempunyai fungsi utama sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat di korpus uteri disebut kavum uteri. Serviks uteri terdiri atas pars vaginalis servisis uteri dan pars supravaginalis servisis uteri. Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis.

Secara histologis uterus terdiri atas tiga lapisan 2

1) Endometrium atau selaput lendir yang melapisi bagian dalam :

2) Miometrium, lapisan tebal otot polos

3) Perimetrium, peritoneum yang melapisi dinding sebelah luar. Endometrium terdiri atas sel epitel kubis, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkelok.

Endometrium melapisi seluruh kavum uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus haid pada seorang wanita dalam masa reproduksi. Dalam masa haid endometrium sebagian besar dilepaskan kemudian tumbuh lagi dalam masa proliferasi dan selanjutnya dalam masa sekretorik. Lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler, dan disebelah luar berbentuk longitudinal. Diantara lapisan itu terdapat lapisan otot oblik, berbentuk anyaman, lapisan


(21)

ini paling penting pada persalinan karena sesudah plasenta lahir, kontraksi kuat dan menjepit pembuluh darah. Uterus ini sebenarnya mengapung dalam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan ligamentum yang menyokongnya untuk terfiksasi dengan baik 2

2.2 Abortus

.

Abortus adalah ancaman akan keluarnya hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup di luar kandungan, atau menurut kriteria WHO yang menyatakan berat janin atau embrio itu paling tidak telah mencapai 500 gram atau kurang yang sesuai dengan usia kehamilan 20 minggu .

1,3,6,9,11

2.3 Abortus Berulang

Menurut Himpunan Fertilisasi Endokrin dan Fertilitas Indonesia (HIFERI) mengatakan bahwa keguguran berulang paling tidak terjadi dua kali atau lebih berturut-turut pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu.

14

Berdasarkan urutan kejadiannya, kejadian keguguran berulang dapat dibagi :

1. Keguguran primer dimana terdapat kejadian keguguran sebanyak 2 kali atau lebih secara berturut-turut.


(22)

2. Kejadian keguguran sekunder yaitu keguguran sebanyak 2 kali berturut-turut, setelah sebelumnya terdapat kehamilan yang berlangsung dari usia kehamilan 20 minggu.

3. Keguguran tersier, terdapat keguguran sebelumnya yang diikuti dengan kehamilan usia 20 minggu dan selanjutnya diikuti dengan kejadian keguguran sebanyak 2 kali berturut-turut.

2.3.1 Klasifikasi abortusadalah 2

1. Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja

:

Abortus ini dibagai atas 5 kategori yaitu :

a. Abortus iminens yaitu perdarahan yang terjadi pada paruh pertama kehamilan yang bisa mengacam ibu untuk terjadinya keguguran.

b. Abortus insipien yaitu abortus yang tidak dapat terhindarkan ditandai dengan pecahnya ketuban yang nyata disertai pembukaan serviks.

c. Abortus inkomplit yaitu abortus yang terjadi dimana kanalis servikalis membuka ,jadi tidak diperlukan untuk dilakukan dilatasi serviks.


(23)

d. Missed abortion yaitu retensi produk konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu yang telah meninggal in utero selama ± 6 minggu. Pada kasus yang tipikal, kehamilan berlangsung normal, dengan amenore, mual dan muntah, perubahan payudara dan pertumbuhan uterus.

Abortus habitualis yaitu abortus spontan terjadi selama tiga kali berturut-turut.

2. Abortus provokatus yaitu abortus yang disengaja yang terbagi atas dua kategori yaitu :

a. Abortus provokatus medisinalis yaitu abortus yang dilakukan atas indikasi medis

b. Abortus provokatus kriminalis yaitu abortus yang dilakukan bukan atas indikasi medis


(24)

2.3.2 Klasifikasi keguguran lain 14

Teknologi yang semakin canggih memungkinkan kita untuk mendeteksi kehamilan dengan pemeriksaan hormon human chorionic gonadotropin (hCG) dan ultrasonografi (USG) menyebabkan penentuan jenis keguguran menjadi akurat berdasarkan usia kehamilan.

Tabel 1 . klasifikasi kejadian keguguran berdasarkan usia kehamilan. Hasil temuan ultrasonografi dan evaluasi kadar hCG

Jenis keguguran

Usia kehamilan

Aktivitas DJJ USG Kadar beta hCG

Kegagalan/ preembrionik

< 6 Tidak pernah Kehamilan teridentifikasi Rendah kemudian menurun Kegagalan kehamilan dini/embrionik

6-8 Tidak pernah Kantung kehamilan yang kosong atau dengan struktur yang minimal tanpa aktifitas DJJ Awalnya meningkat lalu menurun Kegagalan kehamilan lanjut / late pregnancy loss

8-20 Hilang Tampak CRL

dan tampak aktifitas DJJ sebelumnya Meningkat, kemudian menetap atau menurun


(25)

Tabel 2. Kejadian keguguran berulang berdasarkan usia kehamilan dikaitkan dengan kemungkinan penyebab dan investigasi

Jenis keguguran Kondisi yang mungkin berhubungan Investigasi Keguguran preembrionik dan embrionik Kelainan kromosom Kelainan hormon Kelainan endometrium Kelainan imunologis Pemeriksaan kromosom Pemeriksaan hormon Pengambilan sampel Endometrium

ACA dan LA Keguguran janin Antifosfolipid Syndrome

( APS) Tromobofilia

ACA dan LA Pemeriksaan

hemostatis dan skrining trombofilia

Keguguran trimester kedua

Kelainan anatomi Kelemahan servikc

Histeroskopi , USG USG

2.4 Etiologi

Penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah sebagai berikut yaitu :


(26)

1.4.1 Faktor Kromosom

Sebagian besar abortus spontan disebabkan oleh kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50 % kejadian abortus pada trimester pertama yang merupakan kelainan sitogenetik. Kelainan tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi awal kehamilan, kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadis misalnya non disjunction meiosis atau poliploidi dari fertilitas abnormal.

1.4.2 Kelainan Kongenital

Defek anatomi diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus ditemukan anomali uterus pada 27 % pasien. Studi Oleh Acien (1996) terhadap 170 pasien hamil dengan malformasi uterus, mendapatkan hasil hanya 18,8 % yang bisa bertahan sampai melahirkan cukup bulan, sedangkan 36,5 % mengalami persalinan abnormal (premature, sungsang). Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomi uterus adalah septum uterus( 40-80%), kemudian uterus bikornu atau uterus didelphi atau unikornu (10-30%). Mioma uteri bisa menyebabkan infertilitas maupun abortus berulang . Risiko kejadiannya antara 10-30% pada perempuan usia reproduksi.


(27)

2.4.3 Inkompeten Servik

Servik inkompeten adalah ketidakmampuan servik untuk mempertahankan kehamilan sampai dengan aterm. Insiden ini terjadi bervariasi pada semua wanita hamil, berkisar 8% s/d 15 %. Insiden ini diperkuat dari riwayat sudah pernah mengalami abortus sebelumnya.

2.4.4 Autoimun

Penyebab imunologis abortus berulang kurang dipahami, jika secara luas banyak antibodi ditemukan positif. Hubungan antara berbagai antibodi ini masih menjadi persoalan. Lebih banyak kejadian berulang abortus semakin tinggi kadar antibodi yang terdeteksi. Sekiranya ini adalah penyebab atau akibat susah ditentukan, tetapi terdapat hubungan antara regimen pengobatan yang menyebabkan pemeriksaan antibodi ini penting

25

5

Satu tipe yang harus diperiksa adalah antifosfolipd syndrome (APS) yang terkait pada 15 % abortus berulang

.

9

. Fosfolipid berperan dalam membran sel dan berbagai fungsi seluler seperti sintesis prostasiklin dan aktivitas protein C. Antibodi antifosfolip terkait dengan banyak penyakit termasuk kelainan vaskuler endotel dan abortus dini. Secara klasik antibodi ini terkait dengan kematian intrauterine, solusio, IUGR dan Preeklamsi.


(28)

Diagnosis awal terkait pada abnormalitas pada koagulasi, yang dikenali sebagai antikoagulan ‘lupus’. Diagnosis ditegakkan dengan menggunakan pemeriksaan koagulasi fosfolipid dependen, misalnya caolin clotting time ,plasma clotting time, APTT. Masalah utama pada pemeriksaan ini adalah kecilnya standarisasi antara pusat dan presentase rasio positif yang berbeda-beda. Satu faktor lain adalah kadar antibodi yang berubah dengan kehamilan. Beberapa wanita yang negative antibodinya sebelum hamil bisa mempunyai level antibodi yang abnormal pada kehamilan, dan harus diperiksa ulang pada trimester pertama. Abnormalitas dari respon imun merupakan salah satu penyebab abortus. Sejauh ini, belum ada teori yang terbukti diterima. Abnormalitas imun berperan dalam abortus berulang yang menyebabkan dilakukannya suatu pemeriksaan yang bersifat mahal dan berbahaya tanpa hasil yang bermanfaat secara umum.

Terdapat hubungan yang nyata antara abortus berulang dan penyakit autoimun, misalnya pada sistemik lupus eritematosus (SLE) dan antiphospolipid antibodi (aPA). aPA merupakan antibodi spesifik yang didapati pada perempuan dengan SLE. Sebagian kematian janin dihubungkan dengan adanya aPA2

The International Consensus Workshop pada 1998 mengajukan klasifikasi kriteria untuk APS, yaitu meliputi

.


(29)

a. Trombosis vascular

- Satu atau lebih episode thrombosis arteri, vena atau kapiler yang dibuktikan dengan gambaran, pencitraan, atau histopatologi.

- Pada histopatologi, trombosis tanpa disertai gambaran inflamasi.

b. Komplikasi kehamilan

- Tiga atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa kelainan anatomik, genetik atau hormonal.

- Satu atau lebih kematian janin dimana gambaran morfologi secara sonografi normal

- Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan berhubungan dengan preeklamsia berat atau isufisiensi plasenta yang berat.

c. Antibodi fosfolipid /antikoagulan

- Pemanjangan skrining koagulasi fosfolipid (aPTT, PT, dan CT)

9

- Kegagalan untuk memperbaiki tes skrining yang memanjang dengan penambahan plasma platelet yang normal.


(30)

2.4.5 Infeksi

Teori peran infeksi mikroba terhadap kejadian abortus diduga sejak 1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus pada perempuan yang ternyata terpapar bruselosis.

4,9,10,24

Jenis-jenis bakteri :

• Listeria monositogenes • Klamidia trakomatis • Ureaplasma urealitikum • Mikoplasma hominis • Bacterial vaginosis

Jenis virus :

• Sitomegalovirus • Rubella

• Herpes simples virus (HSV)

• Human immunodeficiency virus (HIV) • Parpovirus


(31)

Jenis-jenis parasit

• Toksoplasmosis gondii • Plasmodium palsiparum

d. Faktor lingkungan

Diperirakan 1-10 % malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia atau radiasi dan umunya berakhir dengan abortus

2.4.6. Kelainan Endokrin

Disfungsi endokrin dalam beberapa jalur hormon terkait dengan abortus berulang. Tidak ada peningkatan resiko abortus pada wanita dengan DM yang terkontrol, tetapi nilai HbA1C terkait kepada kadar glikogen pada awal kehamilan yang berhubungan dengan abortus spontan dan kematian janin dalam kehamilan. Penyakit tiroid tidak terkontrol juga berhubungan dengan kegagalan reproduksi, walaupun infertilitas merupakan masalah utama, beberapa penyelidikan telah melaporkan hubungan antara antibodi tiroid dan abortus berulang. Jika dilakukan pemeriksaan antibodi tiroid sebelum terjadinya abortus ditemukan positif, namun jika sudah terjadi abortus, dan diperiksa antibodi tiroid ditemukan hasil yang negatif.


(32)

2.4.7 Defek Fase Luteal

Sekresi progesteron menyebabkan perubahan endometrium yang penting untuk implantasi dan melanjutkan kehamilan. Pada fase luteal siklus menstruasi, progesteron dihasilkan dari korpus luteum. Jika terjadi kehamilan, korpus luteum menghasilkan progesteron sehingga trofoblas bisa menghasilkan progesteron sendiri (setelah 5 minggu kehamilan). Penyelidikan awal membuat hipotesa bahwa defek fase luteal dapat menyebabkan isufisiensi sintesis progesteron dan abortus berulang. Defek fase luteal terjadi karena kurangnya perkembangan dari folikel dan sekresi estrogen abnormal, yang membuat sekresi abnormal dari luteinizing hormone (LH) dan hiperandrogen.

6

Diagnosis defek fase luteal ditegakkan dengan penemuan dari biopsi endometrium yang dilakukan setelah dihitung 2 hari dari tanggal ovulasi dari siklus menstruasi. Kadar progesteron bisa digunakan sebagai kriteria diagnosis untuk defek fase luteal. Walaupun bukti klinis yang mendukung defek fase luteal sebagai kondisi patologis belum ditemukan, agen progestasional sering di berikan kepada wanita dengan riwayat abortus untuk mengurangi keguguran pada trimester pertama. Pemberian suplemen progesteron mempertahankan kehamilan sampai aterm.


(33)

2.4.8 Faktor Lingkungan

Sebenarnya hanya dua etilogi yang dikenal sebagai penyebab terjadinya abortus yaitu malformasi uterus dan kelainan kromosom dari orang tua. Namun ada juga dari beberapa studi yang masih meneliti faktor risiko atau etiologi penyebab abortus yang lain.

19,29,28

2.4.8.1 Kafein

kafein adalah satu substansial yang terkandung didalam makanan sehari-hari, terutama dalam kopi, dengan konsentrasi rata-rata sebanyak 107 mg/cangkir, tapi terdapat dalam konsentrasi yang rendah dalam teh, minuman bersoda, coklat dan obat-obatan.

Kafein mudah diabsorbsi dari traktus gastrointestinal dan didistribusi ke semua jaringan organisme dan juga dapat melewati sawar darah plasenta. Waktu paruh plasma pada orang dewasa yang sehat adalah sekitar 2.5-4.5 jam. Namun pada ibu hamil waktu paruh meningkat sampai 10.5 jam. Pada bayi baru lahir sekitar 32-140 jam. Konsumsi tembakau dapat menurunkan waktu paruh plasma kafein, namun dapat meningkatkan waktu paruh plasma dari kafein sebanyak 20 % jika konsumsi merokok dihentikan. Konsumsi kopi selama kehamilan pada beberapa studi berkaitan dengan terjadinya abortus. Srisuphan dan Bracken menjumpai adanya resiko abortus lebih tinggi pada


(34)

Namun demikian, Mills dkk tidak menjumpai adanya kaitan yang menyebabkan terjadinya abortus.

Ada beberapa hipotesis yang menjelaskan hubungan antara kafein dengan abortus. Kita tahu bahwa kafein meningkatkan siklus 3,5-adenosine monophospat (AMP cyclic), mengganggu perkembangan fetus dan hormon pada ibu dan janin. Kafein uga secara struktural mirip dengan adenin dan guanin. Jadi bisa secara langsung berinteraksi dengan asam nukleat, menyebabkan abrasi kromosom. Mekanisme penting lain bisa meningkatkan katekolamin yang bisa menyebabkan vasokontriksi dan menurunkan sirkulasi uteroplasenta, menyebabkan fetal hipoksia. Telah didemonstrasikan bahwa dosis kafein 200 mg dapat menurunkan aliran darah ke uteroplasenta.7

2.4.8.2 Tembakau

Beberapa studi menunjukkan kaitan antara kejadian abortus dengan konsumsi tembakau dan sudah dibuktikan dari beberapa studi. Beberapa komponen dari tembakau menunjukkan adanya racun yang bisa menyebab kejadian abortus, yang paling penting nikotin. Hal ini dapat menyebabkan vaskulitis sekunder menjadi vaskulitis spasme,menyebkan kelainan plasenta Tapi tidak satupun mekanisme aksi yang terbukti. Kaitan yang mungkin antara tembakau dapat menghasilkan kelainan trisomi, dari hipotesa belum di demonstrasikan.

29


(35)

2.4.8.3 Alkohol

Sudah kita ketahui bahwa alkohol bisa menyebabkan beberapa efek pada perkembangan fetus. Hal ini dapat menyebabkan sindrom alkohol fetus yang sudah dijelaskan sebelumnya oleh Jones dkk. Tidak ada dosis yang aman pada ibu hamil dalam mengkonsumsi alkohol. Abel dkk, mengatakan alkohol dengan kadar dalam darah lebih dari 200 mg/ml dapat secara langsung menyebabkan abortus.

Namun demikian kaitan antara konsumsi alkohol yang sedang dan kaitannya dengan abortus spontan belum jelas. Dari beberapa studi yang ditunjukkan Harlap dan Shiono bahwa resiko terjadi pada wanita yang mengkonsumsi alkohol. Alkohol dapat melewati sawar plasenta janin, mencapai level yang sama pada ibu. Mungkin, dapat menyebabkan keracunan secara langsung, tapi satu dari produk metabolisme asetaldehid dapat mejadi teratogen yang terakumulasi pada janin.

2.4.8.3 Narkotika

Tingkat konsumsi yang tinggi dari narkotika pada masyarakat memicu beberapa studi untuk mencari penyebab efek samping terhadap ibu hamil. Kokain adalah substansi yang berasal dari tanaman yang dijumpai di daerah


(36)

Beberapa studi menunjukkan kemungkinan resiko efek samping dengan mengkonsumsi kokain selama kehamilan. Kokain memblok reuptake dari katekolamin pada syaraf pusat, edapat meningkatkan konsentrasi efektor terminal di dalam aliran darah. Jadi hal ini dapat menyebabkan vasokontriksi plasenta, dan menurunkan aliran darah uterus, dan jika level norepinefrin meningkat dapat meningkatkan kontraksi uterus. Pada binatang terjadi penurunan oksigen pada janin, dan menyebabkan fetal takikardi setelah mengkosumsi kokain telah didemonstrasikan.

Mengenai obat-obatan lain, faktor resiko yang berkaitan dengan konsumsi marijuana belum pernah didemonstrasikan. Konsumsi heroin telah menunjukkan pertumbuhan janin yang terganggu dan kematian janin dalam kandungan.

2.4.9 Paritas

7

Lebih dari 80% abortus terjadi pada 12 minggu usia kehamilan, dan sekurangnya separuh disebabkan oleh kelainan kromosom. Resiko terjadinya abortus spontan meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah paritas, sama atau seiring dengan usia maternal dan paternal (Warburton and Fraser, 1964

menurut Elias senbeto juga melalukan penelitain pada jumlah paritas yang > 2(1-3) pada 567 pasien dijumpai sekitar 48,4% mengalami abortus


(37)

sedangkan pada kelompok paritas 4-6 pada 413 pasien dijumpai kejadian abortus sekitar 33,7%.

2.4.10 Trauma

Trauma pada ibu hamil merupakan kondisi emergensi yang menjadi tantangan bagi setiap dokter. Perubahan fisik selama kehamilan menjadi topeng terhadap gejala dan menimbulkan misinterpretasi. Keterlambatan dalam mendiagnosa dan menerapi menyebabkan komplikasi dan kematian bayi. Pada penelitian oleh Aditya Noor tentang hubungan riwayat trauma terhadap kejadian abortus mengatakan resiko trauma berkorelasi dengan abortus yaitu dijumpainya berkisar 49% lebih sering terjadi pada kecelakaan kendaraan bermotor. Trauma maternal penyebab non obstetrik utama yang meningkatkan proporsi kematian antara ibu dan janin

15,16,17,26

(15)

Cunningham mengatakan bahwa wanita hamil selamat dari abortus berkisar 10-20 %. Dari study California 4,8 juta kehamilan oleh El Kady (2004,2005) hampir 1 dalam 350 wanita dirawat karena kecelakaan. Audit dari Parkland hospital, Hawkins dan rekan mengungkapkan kecelakan kedaraan bermotor terjadi sekitar 85%.


(38)

2.4.11 Usia

Usia mempengaruhi angka kejadian abortus yaitu pada usia di bawah 20 tahun dan diatas 35 tahun, kurun waktu reproduksi sehat adalah 20-30 tahun dan keguguran dapat terjadi pada usia muda, karena pada usia muda/ remaja, alat reproduksi belum matang dan belum siap untuk hamil.

1,2,18,20,24

Menurut Cunningham 2005 frekuensi abortus bertambah dari 12 % pada wanita 20 tahun, menjadi 26 % pada wanita diatas usia 40 tahun. Penyebab keguguran yang lain adalah kelainan sitogenetik. Kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadik, misalnya nondijunction meiosis atau poliploidi dari fertilisasi abnormal.

Separuh dari abortus karena kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom. Triploidi ditemukan pada 16 % kejadian abortus, dimana terjadi fertilisasi ovum normal haploid oleh 2 sperma sebagai mekanisme patologi primer. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction meiosis selama gametogensis. Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya usia.


(39)

2.4.12 Pendidikan

Umumnya ibu yang mengalami abortus terjadi pada pendidikan yang rendah dibandingkan pendidikan yang tinggi. Menurut Prawirohardjo (2008), bahwa kejadian abortus pada wanita terjadi pada pendidikan yang lebih rendah. Menurut Elias Senbeto (2005) juga menyatakan bahwa pendidikan yang lebih rendah lebih sering mengalami abortus yaitu tingkat 1-6, tingkat 7-12 dan tingkat diatas 7-12, pada penelitian itu disebut bahwa tingkat 7-7-12 lebih banyak terjadi abortus dibanding pada tingkat 1-6. Menurut penelitian Saifuddin (2002) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan makin rendah tingkat kejadian abortus. Secara teoritis diharapkan wanita yang berpendidikan lebih tinggi cenderung lebih memperhatikan kesehatan diri dan keluarganya .

2,20,21,22

2.4.13 Pekerjaan

Kaitan antara pekerjaan dengan angka kejadian abortus berkaitan satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan wanita dengan pekerjaan dengan pendapatan rendah berkaitan dengan tingkat abotus yang tinggi, dikarenakan pengawasan selama kehamilan yang rendah karena terkendala biaya perobatan. Tingkat sosioekonomi yang rendah berkaitan dengan tingkat stress


(40)

Dua puluh tujuh persen kejadian abortus terjadi pada pasien di bawah garis kemiskinan (Rachel McNair et al). Ketidakmampuan wanita dari sudut ekonomi sebagai pemicu terjadi abortus kriminalis atau legal abortion. Hal ini juga dikaitkan dengan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga yang berujung pada terjadinya perceraian. Di Altanta Hospital dikatakan bahwa banyaknya wanita yang mengalami abortus dikaitkan dengan masalah finansial.

2.4.14 Riwayat Induksi Abortus

Masih ada kontroversi terhadap resiko terjadinya abortus setelah riwayat induksi abortus sebelumnya. Levin dkk mengatakan resiko mencapai 2,3-3,3 kali lebih tinggi pada wanita dengan riwayat abortus dua kali dan 8,1 lebih tinggi lebih tinggi pada wanita dengan riwayat abortus tiga kali atau lebih. Rivard dan Gauthier mengatakan odds ratio 1,41 pada penderita abortus dengan riwayat induksi abortus, 4,43 setelah 2 kasus dan 1,35 setelah tiga kasus. Walau bagaimanapun, Hogue dkk tidak menemukan risiko tinggi keguguran yang terkait abortus

20

2.4.15 Kehamilan Yang Tidak Diinginkan

Mencegah kehamilan yang tidak diinginkan merupakan masalah utama bagi tiap pasangan. Menurunkan angka kehamilan yang tidak diinginkan


(41)

merupakan hal yang penting pada dibagian departemen kesehatan. Wanita yang tidak mengingikan kehamilan berkaitan dari perilaku ibu yaitu ante natal care yang inadekuat, merokok, peminum, kurang asupan gizi ibu dan kesehatan mental ibu yang berpengaruh terhadap janin.

Efek dari kehamilan yang tidak diinginkan pada usia anah sekolah berujung pada keluarnya anak tersebut dari sekolahnya. Keluarnya mereka dari sekolah berdampak pada gangguan psikis dan dampak sosial lingkungannya. Perempuan yang keluar sekolah cenderung merupakan golongan pengangguran dikarenakan tingkat sumber daya manusia yang rendah dan pendapatan yang rendah .

Presentase kehamilan yang tidak diiniginkan meningkat sedikit antara tahun 2001 (48 %) tahun 2006 (49%). Presentase kehamilan yang tidak diinginkan secara umum menurun dengan usia yaitu lebih dari 4 dari 5 kehamilan yang tidak diinginkan berada pada usia 19 tahun atau kurang .

Wanita dengan pendidikan dan pendapatan yang rendah memiliki tingkat kehamilan yang tidak diinginkan lebih tinggi. Kehamilan yang tidak diinginkan ini lebih tinggi pada ras kulit hitam. Tingkat kehamilan yang tidak diinginkan itu meningkat pada status pernikahan yang tidak jelas, dan juga


(42)

ada hubungan dengan faktor religi, dimana wanita yang tidak memiliki agama juga menyebabkan terjadinya peningkatan kehamilan yang tidak diinginkan.

2.5 Penatalaksanaan Abortus

Panduan RCOG atas penatalaksanaan abortus meliputi tindakan bedah, pengobatan dan manajemen ekspektatif. Pasien harus diberikan pilihan dengan memberikan penjelasan lebih awal. Unit penanganan ibu hamil trimester pertama secara esensial yaitu manajemen ekspektatif dan pengobatan terhadap abortus.

5,9, 28

1. Tindakan pembedahan

Evakuasi tindakan pembedahan uterus masih merupakan pilihan pertama jika terjadi perdarahan yang masif atau tanda-tanda vital yang tidak stabil atau adanya jaringan yang terinfeksi di dalam rongga uterus. Namun tindakan bedah sering menyebabkan komplikasi, perdarahan, perforasi uterus, robekan servik, trauma intra abdominal, adhesi intrauterine dan juga komplikasi dari anastesi. Panduan RCOG mengemukakan pada tindakan evakuasi bedah harus menggunakan suction kuret, dimana tindakan ini lebih aman dan mudah dibandingkan dengan menggunakan alat kuret yang tajam. Pada semua kasus yang memerlukan tindakan pembedahan diperlukan tindakan ripening pada servik.


(43)

2. Manajemen pengobatan.

Keuntungan dari manajemen pengobatan adalah untuk menghindari risiko dari tindakan pembedahan dan anastesi. Namun, pasien bisa merasakan nyeri abdomen karena perdarahan yang hebat. Berbagai cara metode medis telah diterangkan dengan menggunakan prostaglandin analog (misoprostol) dengan antiprogesteron lini pertama. Penting untuk pasien mempunyai akses 24 jam ke instalasi gawat darurat untuk mendapatkan rawat inap, karena 1/3 dari pasien akan mengalami perdarahan ataupun abortus pada fase primer tetap mengalami abortus walaupun sudah di obati dengan anti-progesteron. Mifepriston dapat menyebakan nyeri abdomen ,mual,muntah dan diare. Penting untuk memberitahu pasien tentang efek samping dari obat ini.

3. Manejemen ekspektatif

Walapun manajemen ekspektatif dapat menghindari risiko berkaitan dengan tindakan bedah dan anastesi, ia dapat memakan waktu beberapa minggu sebelum terjadi abortus komplit. Pasien harus diberi inform konsen yang paripurna jika tidak pasien akan meminta dilakukan tindakan pembedahan selama periode observasi.


(44)

Gambar 3. Evakuasi konsepsi dengan sendok kuret


(45)

2.6 Kerangka Teori

FAKFAFA

FAKTOR MATERNAL

1.

Faktor kromosom

2.

Kelainan congenital

3.

Autoimun

4.

Serviks inkompeten

5.

Infeksi

6.

Kelainan endokrin

7.

Defek fase luteal

8.

Faktor lingkungan

9.

Trauma

10.

Usia

11.

Pendidikan

12.

Paritas

13.

Kehamilan yang tidak diinginkan

14.

Pekerjaan

Faktor fetal

1.

Kelainan genetic


(46)

2.7 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

1.

USIA

2.

PARITAS IBU

3.

PENDIDIKAN IBU

4.

TRAUMA

5.

PEKERJAAN IBU

6.

Hb

7.

Leukosit


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dengan desain analitik, yaitu data diperoleh dengan melihat data-data yang sudah ada sebelumnya (backward looking). Data yang kita ambil yaitu data-data pasien dari rekam medis pasien abortus di RSUP. Haji Adam Malik , RSUD Dr.Pringadi Medan dan RS Jejaring periode 1 Januari 2010 s/d 31 Desember 2012.

3.2 Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data pasien mulai dari 1 Januari 2010 s/d 31 Desember 2012 di ruang rekam medis RSUP Haji Adam Malik Medan, RSUD Dr.Pirngadi Medan dan RS Jejaring .

3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Semua pasien kasus abortus yang dirawat di Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUP H. Adam Malik Medan,RSUD Dr.Pirngadi Medan dan RS.Jejaring dalam periode 1 Januari 2010 s/d 31 Desember 2012 dicatat


(48)

dengan menggunakan metode analitik dengan pendekatan secara case control tidak berpasangan .

3.4 Kriteria Inklusi subyek penelitian

3.4.1 Kasus

Semua penderita yang dirawat di RSUP H.Adam Malik RSUD Dr.Pringadi Medan dan RS.Jejaring Medan yang telah di diagnosis post-kuretase atas indikasi abortus oleh peserta didik spesialis Obstetri Ginekologi dan dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi dalam periode 1 Januari 2010 s/d 31 Desember 2012

3.4.2 kontrol

Semua pasien hamil sampai dengan usia kehamilan 20 minggu yang berobat jalan di RSUP H.Adam Malik, RSUD Dr.Pringadi Medan dan RS.Jejaring Medan yang melakukan control kehamilan mulai periode 1 januari 2010 s/d 31 Desember 2012


(49)

3.5 Kriteria Eksklusi

Status tidak lengkap

3.6 Besar sampel

Dengan menggunakan 95% confidence dan statistic power 80 % besar sampel minimal untuk studi kasus control pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :

(Zα √ 2 PQ + Zβ √P1Q1 + P2Q2) n

2

1 = n2

(P =

2 – P1) Dimana :

2

n1 = n2 P = ½ (P

= besar sampel kelompok kasus dan kelompok kontrol 1 +P2

P

) dan Q =1- P

1 = Proporsi Kasus (40%) dan P2

Q

= Proporsi Kontrol (60 %) (dari kepustakaan)

1 = 1 – P1, dan Q2 = 1 – P

Zα = Tingkat kemaknaan dengan tingkat kepercayaan 95% = 1,96

2

Zβ = Power ditetapkan peneliti (20 %) = 0,84

n1 = n2 =97,16  Besar sampel masing-masing kelompok 100 orang


(50)

3.7 Hipotesis Penelitian

Usia, paritas, pendidikan, trauma, pekerjaan, Hb dan leukosit merupakan faKtor predisposisi kejadian abortus pada pasien rawat inap dan rawat jalan di RSUP. H. Adam Malik Medan, RSUD Dr.Pirngadi Medan dan RS Jejaring Medan periode 1 januari 2010 s/d 31 Desember 2012

3.8 Cara Penelitian 3.8.1 Pengumpulan data

Data sekunder diperoleh dari hasil catatan medis pasien yang meliputi faktor-faktor predisposisi mioma uteri yang dimiliki oleh subyek, berupa variabel kategorik (data nominal dikotomi) yaitu :

1. Umur 2. Paritas 3. Pedidikan 4. Pekerjaan 5. Trauma 6. Hb 7. Leukosit 3.8.2 Pengolahan data

Data diolah secara komputerisasi. Analisis data meliputi statistik deskriptif dalam hal ini data ditampilkan dalam bentuk tabel frekuensi, dan Confidence Interval (CI) 95 %. Analisis bivariat dilakukan dengan


(51)

menggunakan analitik komparatif menggunakan uji chi squaredengan derajat kepercayaan 95%. Analisis multivariate antar variabel yang berpengaruh menggunakan analisis regresi logistik.

3.9 Variabel Penelitian 3.9.1 Variabel dependen

Variabel dependen pada penelitian ini yaitu kejadian abortus

3.9.2 Variabel independen

Variable independen pada penelitian ini meliputi umur, paritas, pendidikan, pekerjaan, trauma, Hb dan leukosit

3.10 Definisi Operasional

KARAKTERISTIK Kasus Kontrol I. USIA

1. <20 tahun 2. 21-34 tahun 3. >35 tahun II. PARITAS

1. 0 2. 1 3. 2 4. >3


(52)

III. PENDIDIKAN Pendidikan rendah 1.TIDAK SEKOLAH 2.SD

pendidikan sedang 1.SMP

2.SMA

Pendidikan tinggi 1. Diploma 2. S 1 3. S 2 4. S 3

Kasus Kontrol IV. TRAUMA

1. Kecelakaan kendaraan bermotor

2. Jatuh

3. Kekerasan dalam rumah tangga


(53)

V. PEKERJAAN Pekerjaan ringan 1. Ibu rumah tangga

2. Mengikuti pendidikan formal Pekerjaan sedang

1. Karyawan swasta 2. Pegawai negeri Pekerjaan berat

1. Pembantu 2. Pedagang 3. Petani VI Hemoglobin

1. < 7 gr% 2. 7-10 gr% 3. >10 gr% VI. Leukosit

1. < 13.000 /mm 2. ≥ 13.000/mm

3 3


(54)

3.11 skala ukur

no Variabel

dependen

Definisi perasional Pengukuran/

Alat ukur

Kategori/ Cara ukur

Skala ukur

1 Umur Usia dalam tahun

berdasarkan tahun kelahiran

Kalender dalam tahun

Dalam tahun rasio

2 Paritas Jumlah anak yang telah dilahirkan viable/ bertahan hidup karena maturasi paru yang

adekuat

Rekam medik

Mengetahui jumlah anak yang dilahirkan viable pada riwayat persalinan

rasio

3 pendidikan Pendidikan formal pasien berdasarkan ijazah terakhir

Rekam medik

Pencatatan rekam medik saat penelitin dilaksanakan

Ordinal

4 pekerjaan Kegiatan utama ibu dalam memperoleh pendapatan Rekam medik Pencatatan Rekam mediksaat peneltian dilaksanakan Nominal

5 Trauma Cedera fisik yang dialami pasien Rekam medik Pencatatan Rekam mediksaat peneltian dilaksanakan nominal

6 Hb Profil darah rutin yang didapat pada pasien Rekam medik Pencatatan Rekam mediksaat peneltian dilaksanakan rasio

7 leukosit Profil darah rutin yang didapat pada pasien

Rekam medik

Pencatatan Rekam mediksaat peneltian dilaksanakan

rasio

B Variable dependen

Abortus Kejadian abortus pada subjek penelitian

Uji klinis dan USG

1.abortus

2. tidak abortus


(55)

3.12 Alat Penelitian

Catatan rekam medis

3.13 Jenis dan cara Pengumpulan Data

3.13.1 Data primer

Data primer untuk mengetahui factor-faktor resiko terhadap kejadian abortus dengan mengumpulkan semua catatan medik tentang kasus abortus yang tercatat di bagian Rekam Medik RSUP H. Adam Malik Medan, RSUD Dr.Pringadi Medan dan RS.Jejaring dalam periode 1 Januari 2010 s/d 31 Desember 2012.

3.13.2 Data sekunder

Data sekunder berupa penetapan subjek penelitian serta data lain yang diperlukan dari rekam medi

3.14 Tekhik Pengolahan dan Analisa Data

Untuk variabel yang terdapat nilai nol pada table kontingensi besar nilai Odds Rasio diperkirakan dengan menambahkan nilai 0,5 pada tiap sel pada table kontingensi.


(56)

ODDS RATIO (OR)

OR = {A/(A+B) : B/(A+B)} / {C/(C+D): D/(C+D)} = A/B : C/D

OR = AD/BC

Nilai confidence interval 95% dihitung dengan menggunakan persamaan

CI95 % (OR) =elog,OR- 1,96SE( log,OR)sampai e

SE(log e OR) = √1

a + 1 b+

1 c+

1 d

log,OR+1,96SE(log,OR)

TABEL Studi kasus kontrol

KASUS KONTROL JUMLAH

FAKTOR RESIKO

YA A B A+B

TIDAK C D C+D


(57)

3.15 Alur Penelitian

KASUS

Periksa kelengkapan status

Kumpulan rekam medis pasien post

kuretase a/i abortus di RSUP Adam

Malik,Pringadi dan jejaring periode 1 Januari

2010 s/d 31Desember 2012

Inklusi /

Ek kl

i

Analisa data

Analisa data


(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 4.1 Karakteristik faktor usia sebagai penyebab abortus di RSUP H Adam Malik, RSUD dr.Pirngadi dan RS.Jejaring Medan

kasus % Kontrol % total %

Kelompok usia < 21 21-34 >34 TOTAL 4 91 53 148 2.7 61,5 35,8 100 3 74 23 100 3.0 74.0 23.0 100 7 165 76 248 100 100 100 100 P=0,099

Dari tabel di atas diperoleh bahwa kelompok usia 21-34 lebih banyak yang mengalami abortus yaitu sebesar 61,5 %. Dengan uji statistik chi Square diperoleh nilai p>0.05 . Hal ini menujukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok usia dengan kejadian abortus

Menurut Cunningham 2005 bahwa abortus dipengaruhi oleh faktor usia dan lebih sering terjadi pada kelompok usia dibawah 20 tahun dan diatas 40 tahun. Hal ini tidak sesuai dengan landasan teori terhadap data yang diperoleh diatas.


(59)

Tabel 4.2 Karakteristik faktor paritas sebagai penyebab abortus di RSUP H Adam Malik, RSUD dr.Pirngadi dan RS.Jejaring Medan

Kasus % Kontrol % Total % Paritas 0

1 2 >2 Total 42 21 35 50 148 28.4 14.2 23.6 33.8 100 31 31 22 16 100 31.0 31.0 22.0 16.0 100 73 52 57 66 249 29.4 21.0 23.0 26.6 100 p=0.0001

Dari tabel di atas diperoleh bahwa kelompok paritas >2 lebih banyak mengalami kejadian abortus yaitu sebesar 33,8%. Dengan uji statistik chi-square diperoleh nilai p<0.05, hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna antara kelompok paritas dengan kejadian abortus

Bedasarkan teori menurut Yong cai dari Center for Demography and ecology mengatakan semakin banyak jumlah paritas, maka resiko abortus semakin besar.


(60)

Tabel 4.3 Karakteristik faktor pendidikan sebagai penyebab abortus di RSUP H Adam Malik, RSUD dr.Pirngadi dan RS.Jejaring Medan

Kasus % Kontrol % Total % Pendidikan Tidak sekolah SD SMP SMA D3 S1 Total 3 19 30 90 4 2 148 2.0 12.8 20.3 60.8 2.7 1.4 100 0 15 3 34 8 40 100 0 15 3 34 8 40 100 0 15 3 34 8 40 248 1.2 13.7 33 50 4.8 16.9 100 p=0.0001

Dari tabel di atas diperoleh bahwa kelompok pendidikan SMA lebih banyak mengalami kejadian abortus yaitu sebesar 60,8 %. Dengan uji statistik chi-square diperoleh nilai p<0.05. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna antara kelompok pendidikan dengan kejadian abortus.

Menurut Prawirohardjo bahwa kejadian abortus itu lebih banyak terjadi pada pendidikan yang rendah. Sama dengan Elias Senbeto mengatakan bahwa kejadian abortus lebih sering terjadi pada pendidikan yang rendah yang terbagi antara lain kelompok tidak sekolah yaitu sebesar 65,2% ,


(61)

dikarenakan minimnya pengetahuan tentang kehamilan dan cara menghindari resiko terjadinya keguguran.

Berdasarkan dari tabel hasil diata , maka landasan teori-teori yang mengatakan bahwa pendidikan lebih rendah cenderung lebih sering terjadi abortus tidak sesuai dengan data yang diperoleh dari penelitian ini dimana resiko terjadinya abortus lebih sering terjadi pada kelompok pendidikan yang sedang.

Tabel 4.4 Karakteristik faktor trauma sebagai penyebab abortus di RSUP H Adam Malik, RSUD dr.Pirngadi dan RS.Jejaring Medan

Kasus % Kontrol % Total % Trauma (+) (-) Total 148 0 148 100 0 100 91 9 100 91.0 9.0 100 239 9 248 96.4 3.6 100 P=0.0001

Berdasarkan dari tabel di atas, diperoleh kelompok trauma mengalami kejadian abortus yaitu 0 %. Dari penelitian ini dijumpai nilai p<0,05 yang dikatakan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara trauma dengan terjadinya abortus .


(62)

Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Aditya Noor tentang hubungan riwayat trauma terhadap kejadian abortus ditemukan bahwa trauma terjadi berkisar 49 %, dari Cunningham menurut El Kady mengatakan ditemuka 1dalam 350 wanita mengalami kecelakaan. Hawkins mengatakan dari Parkland Hospital mengatakan bahwa trauma yang paling sering menyebabkan abortus dan mortalitas serta morbiditas ibu dikarenakan kecelakaan kendaraan bermotor sekiar 85%.

Tabel 4.5 Karakteristik faktor pekerjaan sebagai penyebab abortus di RSUP H Adam Malik, RSUD dr.Pirngadi dan RS.Jejaring Medan

Kasus % Kontrol % Total % Pekerjaan Pekerjaan ringan Pekerjaan sedang Pekerjaan berat Total 118 3 27 148 79.7 2.0 18.2 100 62 19 19 100 62.0 19.0 19.0 100 180 22 46 248 72.6 8.9 18.5 100 P=0.0001

Berdasarkan dari tabel diatas, diperoleh bahwa kelompok pekerjaan ringan memiliki resiko terhadap kejadian abortus yaitu sebesar 79,7% dengan


(63)

nilai p<0,05 dikatakan bahwa terdapat perbedaan bermakna perkerjaan dengan terjadinya abortus.

Hal ini tidak sesuai dengan teori oleh Rachel Macnair yang mengatakan bahwa 27% abortus terjadi pada pasien dibawah garis kemiskinan yang dalam arti dari golongan pekerja berat. Ketidakmampuan dari sudut ekonomi menjadi landasan terjadinya abortus, terutama abortus kriminalis atau legal abortion. Atlanta Hospital mendata bahwa wanita banyak mengalami abortus dikarenakan oleh masalah finasial

Tabel 4.6 Karakteristik faktor Hb sebagai penyebab abortus di RSUP H Adam Malik, RSUD dr.Pirngadi dan RS.Jejaring Medan

Kasus % Kontrol % Total % Hb >10

7-10 < 7 Total 112 36 0 148 75.2 24.8 0 100 84 16 0 100 62.3 37.7 0 100 196 52 0 248 78.7 21.3 0 100 p=0.092


(64)

Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa pada kelompok Hb dijumpai adanya perbedaan antara kelompok kasus dan kontrol . dengan nilai p> 0.05 dijumpai tidak ada perbedaan bermakna antara kadar Hb dengan kejadian abortus

Tabel 4.7 Karakteristik faktor leukosit sebagai penyebab abortus di RSUP H Adam Malik, RSUD dr.Pirngadi dan RS.Jejaring Medan

Kasus % Kontrol % Total % leukosit ≤13.000 > 13.000 Total 96 52 148 67.5 32.5 100 10 90 100 24.6 85.4 100 133 115 248 72.5 27.5 100 p =0.0001

Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa pada kelompok leukosit dijumpai adanya perbedaan antara kelompok kasus dan kontrol . dengan nilai p< 0.05 dijumpai ada perbedaan bermakna antara kadar leukosit dengan ab


(65)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1.

Faktor-faktor resiko yang menyebabkan abortus adalah dari

kelompok paritas > 2 (33.8%), kelompok pendidikan SMA(60.8%),

kelompok trauma (0%), kelompok pekerjaan ringan (79.7%) dan

kelompok leukosit.

2.

Faktor resiko yang dominan adalah dijumpai pada kelompok

pekerjaan ringan yaitu IRT (79.7%)

5.2 Saran

1. Perlunya penyampaian informasi pra konsepsi pada ibu-ibu dengan taraf pendidikan yang rendah untuk mencegah terjadinya abortus.

2. Rekam medik disarankan melengkapi status khususnya pada kelengkapan anamnese pasien dalam menggali informasi mengenai faktor-faktor resiko abortus.


(66)

DAFTAR PUSTAKA

1. Cai Yong in Center for Studies in Demography and Ecology , Washington University, 2005

2. Rosenthal E in Unsafe abortion: Global and regional estimates of the incidence of unsafe abortion and association mortality in 2003, WHO 2007 3. Peter Stalker in Millenium Development Goals 2008

4. Prawirohardjo S, Hanifa W. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam: Ilmu Kandungan, edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005;459-74.

5. Salim Daya in Evidence-based management of recurrent miscarriage:Optimal Diagnostic Protocol ,Elsevier in International Congress Series 2004 .

6. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF. Abortus . Dalam: Obstetri William (William’s Obstetri). Edisi XVIII. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005; 950-72.

7. Raj Rai,Lesley Regan .Recurrent miscarriage.in Lancet.Department OBGYN ,St.mary imperial college.London ,UK 2006.

8. J.Walker .the Medical and Surgical management of recurrent miscarriage.division of OBGYN,St James University Hospital,Harcourt Brace 1999.


(67)

9. Flint Porter,T. Evidence based Care of Recurrent Miscarriege in Elsevier ,Department OBGYN, University of Utah Health Science Center,Salt Lake City 2005.

10. Garcia,A. Risk Faktor in Miscarriege, Elsevier ,St.Christina Hospital 2002 11. Tulppala M, Current Concep in the Pathogenesis of

RecurrentMiscarriege,University Center of Helsinki ,Finlandia 1999.

12. Quenby S, Recurrent Miscarriege in Elsevier, Liverpool Women Hospital,University of Liverpool, UK 2007.

13. Matovina M, Possible role of bacterial and viral infection in miscarriage , University Hospital Merkur ,Zagreb 2004.

14. Goddijin M, Genetic Aspect of Miscarriege,Department of clinical genetic,University of Amsterdam 2000.

15. Toth B, recurrent miscarriage:conceps in diagnosis and treatment,Elsevier ,University of Ludwig Maximillian ,Munich ,German 2010.

16. Nicolaides K, First Trimester Screening for Cromosomal Abnormalitas, Elsevier ,Birthright research center for fetal medicine,King’s college,London University 2005.

17. Bazia A et al dalam Panduan Tata Laksana Keguguran Berulang , Lokakarya Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas , HIFERI-POGI , 2010.


(68)

18. Catchai S , Truma during pregnancy : A review of 38 cases . Thai Journal of Surgery , Royal College of Surgoens of Thailand. 2007.

19. Noor Rachman A dalam Hubungan Riwayat Trauma Terhadap Kejadian Abortus Di RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2011, FK Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.

20. Susan V , Ther Pregnant Woman ,Amercan Academy of Orthopedic Surgeons , 2010.

21. Elise Rochenbrochard in Paternal age and maternal age risk faktors for mirrcarriege ; results of a multicentre European study .2002.

22. Dhont M in Recurrent Miscarriege , Departement of obstetric and gynecology , Ghenct University Hospital , 2003.

23. Senbeto E in Prevalence and Assciated risk faktors of induced Abortion in Northwest Ethiopia , Departement of Gynecology and Obstetrics , Addis Ababa University , 2005.

24. Dominguez V in Adjusting Risk faktors n spontaneous abortion by multiple logistik regression , journal epidemiology , 1991.

25. Katz J in Risk Faktor for early infant mortality in sarlahi district , Nepal , Buletin of World Health Organization , 2003.

26. Finer L in Unintended pregnancy in the United States ; Incidence and disparities , National Institutes of Health , 2011.


(69)

27. Clarisa R in Risk faktor for Spontaneous Abortion in early symptomatic first –Trimester ,American College of Obstetric and gynecology , 2005. 28. Kalalo L in Abortus habitualis pada Antiphospolipid syndrome , FK Unair ,

RSU Dr.Sutomo Surabaya ,2006

29. Virk J in Socio Demographic characteristic of women sustaining injuries during pregnancy : a study from the Danish National Birth Cohort, 2012. 30. Aoki K in Psycosocial Faktors in recurrent miscarrieges , Acta obstetrics

gynecology Scandinavia ,1998.

31. Azhari , Masalah abortus dan kesehatan repro duksi perempuan ,Bagian Obgyn FK UNSRI, 2002.

32. Jones K, Patterns in the Socioeconomic Characteristics of woman Obtaining Abortions in 2000-2001. The Alan Guttmacher Institute

33. Macnair R et al in Poverty and Abortion , University of Missouri , Kansas City.2009


(70)

(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1.

Faktor-faktor resiko yang menyebabkan abortus adalah dari

kelompok paritas > 2 (33.8%), kelompok pendidikan SMA(60.8%),

kelompok trauma (0%), kelompok pekerjaan ringan (79.7%) dan

kelompok leukosit.

2.

Faktor resiko yang dominan adalah dijumpai pada kelompok

pekerjaan ringan yaitu IRT (79.7%)

5.2 Saran

1. Perlunya penyampaian informasi pra konsepsi pada ibu-ibu dengan taraf pendidikan yang rendah untuk mencegah terjadinya abortus.

2. Rekam medik disarankan melengkapi status khususnya pada kelengkapan anamnese pasien dalam menggali informasi mengenai faktor-faktor resiko abortus.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

1. Cai Yong in Center for Studies in Demography and Ecology , Washington University, 2005

2. Rosenthal E in Unsafe abortion: Global and regional estimates of the incidence of unsafe abortion and association mortality in 2003, WHO 2007 3. Peter Stalker in Millenium Development Goals 2008

4. Prawirohardjo S, Hanifa W. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam: Ilmu Kandungan, edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005;459-74.

5. Salim Daya in Evidence-based management of recurrent miscarriage:Optimal Diagnostic Protocol ,Elsevier in International Congress Series 2004 .

6. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF. Abortus . Dalam: Obstetri William (William’s Obstetri). Edisi XVIII. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005; 950-72.

7. Raj Rai,Lesley Regan .Recurrent miscarriage.in Lancet.Department OBGYN ,St.mary imperial college.London ,UK 2006.

8. J.Walker .the Medical and Surgical management of recurrent miscarriage.division of OBGYN,St James University Hospital,Harcourt Brace 1999.


(3)

9. Flint Porter,T. Evidence based Care of Recurrent Miscarriege in Elsevier ,Department OBGYN, University of Utah Health Science Center,Salt Lake City 2005.

10. Garcia,A. Risk Faktor in Miscarriege, Elsevier ,St.Christina Hospital 2002 11. Tulppala M, Current Concep in the Pathogenesis of

RecurrentMiscarriege,University Center of Helsinki ,Finlandia 1999.

12. Quenby S, Recurrent Miscarriege in Elsevier, Liverpool Women Hospital,University of Liverpool, UK 2007.

13. Matovina M, Possible role of bacterial and viral infection in miscarriage , University Hospital Merkur ,Zagreb 2004.

14. Goddijin M, Genetic Aspect of Miscarriege,Department of clinical genetic,University of Amsterdam 2000.

15. Toth B, recurrent miscarriage:conceps in diagnosis and treatment,Elsevier ,University of Ludwig Maximillian ,Munich ,German 2010.

16. Nicolaides K, First Trimester Screening for Cromosomal Abnormalitas, Elsevier ,Birthright research center for fetal medicine,King’s college,London University 2005.

17. Bazia A et al dalam Panduan Tata Laksana Keguguran Berulang , Lokakarya Himpunan Endokrinologi Reproduksi dan Fertilitas , HIFERI-POGI , 2010.


(4)

18. Catchai S , Truma during pregnancy : A review of 38 cases . Thai Journal of Surgery , Royal College of Surgoens of Thailand. 2007.

19. Noor Rachman A dalam Hubungan Riwayat Trauma Terhadap Kejadian Abortus Di RSUD Ulin Banjarmasin Tahun 2011, FK Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin.

20. Susan V , Ther Pregnant Woman ,Amercan Academy of Orthopedic Surgeons , 2010.

21. Elise Rochenbrochard in Paternal age and maternal age risk faktors for mirrcarriege ; results of a multicentre European study .2002.

22. Dhont M in Recurrent Miscarriege , Departement of obstetric and gynecology , Ghenct University Hospital , 2003.

23. Senbeto E in Prevalence and Assciated risk faktors of induced Abortion in Northwest Ethiopia , Departement of Gynecology and Obstetrics , Addis Ababa University , 2005.

24. Dominguez V in Adjusting Risk faktors n spontaneous abortion by multiple logistik regression , journal epidemiology , 1991.

25. Katz J in Risk Faktor for early infant mortality in sarlahi district , Nepal , Buletin of World Health Organization , 2003.

26. Finer L in Unintended pregnancy in the United States ; Incidence and disparities , National Institutes of Health , 2011.


(5)

27. Clarisa R in Risk faktor for Spontaneous Abortion in early symptomatic first –Trimester ,American College of Obstetric and gynecology , 2005. 28. Kalalo L in Abortus habitualis pada Antiphospolipid syndrome , FK Unair ,

RSU Dr.Sutomo Surabaya ,2006

29. Virk J in Socio Demographic characteristic of women sustaining injuries during pregnancy : a study from the Danish National Birth Cohort, 2012. 30. Aoki K in Psycosocial Faktors in recurrent miscarrieges , Acta obstetrics

gynecology Scandinavia ,1998.

31. Azhari , Masalah abortus dan kesehatan repro duksi perempuan ,Bagian Obgyn FK UNSRI, 2002.

32. Jones K, Patterns in the Socioeconomic Characteristics of woman Obtaining Abortions in 2000-2001. The Alan Guttmacher Institute

33. Macnair R et al in Poverty and Abortion , University of Missouri , Kansas City.2009


(6)