1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka diperlukan suatu penelitian survey analitik case control study bagi menjawab pertanyaan penelitian yaitu apakah ada hubungan
penggunaan Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs NSAIDs dengan kejadian tukak peptik?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengevaluasi penderita tukak peptik dan non tukak peptik yang berkunjung ke Rumah Sakit Haji Adam Malik tentang riwayat penggunaan obat-
obatan Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs NSAIDs.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui seberapa besar kejadian tukak peptik yang disebabkan oleh
penggunaan Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs NSAIDs. 2.
Untuk mengetahui jenis obat yang digunakan, dosis dan lama penggunaan obat yang mempengaruhi kejadian tukak peptik.
3. Untuk mengetahui apakah pasien pengguna NSAIDs mengetahui akan efek
samping penggunaan obat serta cara mencegah komplikasi dari pemakaian obat tersebut.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
1. Dapat diketahui seberapa besar kejadian tukak peptik yang disebabkan penggunaan
oleh penggunaan NSAIDs. 2.
Menambahkan wawasan pasien-pasien yang menggunakan NSAIDs bagi melakukan tindakan mencegah efek samping obat terutama kejadian tukak peptik di kemudian
hari. 3.
Dapat mengedukasi pasien tentang bahaya penggunaan NSAIDs supaya pasien lebih berhati-hati dan waspada tentang tanda menghidap komplikasi pemakaian obat
tersebut. 4.
Dapat dirumuskan strategi yang efisien, efektif dan komprehensif dalam usaha mencegah efek samping dari pemakaian NSAIDs.
5. Sebagai informasi tambahan kepada peneliti lain yang ingin melakukan penelitian
yang berkaitan dengan penggunaan NSAIDs dan kejadian tukak peptik.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penyakit Tukak Peptik 2.1.1. Definisi Tukak Peptik
Tukak didefinisikan sebagai kerusakan integritas mukosa lambung danatau duodenum yang menyebabkan terjadinya inflamasi lokal Valle, 2005. Disebut tukak apabila robekan
ukosa erdia eter ≥ kedala a sa pai su
ukosa da uskularis ukosa atau secara klinis tukak adalah hilangnya epitel superfisial atau lapisan lebih dalam dengan
diameter ≥
ya g dapat dia ati se ara e doskopis atau radiologis. Robekan mukosa 5 mm disebut erosi dimana nekrosis tidak sampai ke muskularis mukosa dan submukosa.
Tukak peptik merujuk kepada penyakit di salur pencernaan bagian atas yang disebabkan oleh asam dan pepsin. Spektum penyakit tukak peptik adalah luas meliputi
kerusakan mukosa, eritema, erosi mukosa dan ulkus.
Gambar 2.1. Esofagus, Lambung Duodenum
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Patogenesis Tukak Peptik
Kerusakan pada mukosa gastroduodenum berpunca daripada ketidakseimbangan antara faktor-faktor yang merusak mukosa dengan faktor yang melindungi mukosa tersebut. Oleh
sebab itu, kerusakan mukosa tidak hanya terjadi apabila terdapat banyak faktor yang merusakkan mukosa tetapi juga dapat terjadi apabila mekanisme proteksi mukosa gagal.
Faktor pertahanan ini antara lain adalah pembentukan dan sekresi mukus, sekresi bikarbonat, aliran darah mukosa dan difusi kembali ion hidrogen pada epitel serta
regenerasi epitel. Di samping kedua faktor tadi ada faktor yang merupakan faktor predisposisi kontribusi untuk terjadinya tukak peptik antara lain daerah geografis, jenis
kelamin, faktor stress, herediter, merokok, obat-obatan dan infeksi bakteria agresif. Pada pengguna NSAIDs, contohnya, indomethacin, diclofenac, dan aspirin
terutamanya pada dosis tinggi, kerjanya yang menghambat enzim siklooksigenase menyebabkan sintesis prostaglandin dari asam arakidonat turut terhambat. Efek yang tidak
diinginkan pada penggunaan NSAIDs adalah penghambatan sistesis prostaglandin secara sistemik terutama pada epitel lambung dan duodenum sehingga melemahkan proteksi
mukosa. Tukak dapat terjadi setelah beberapa hari atau minggu penggunaan NSAIDs dan efek terhadap hambatan aggregasi trombosit menyebabkan bahaya perdarahan pada tukak
Silbernagl, 2000.
2.1.3. Etiologi Tukak Peptik
1. Infeksi Helicobacter Pylori Sekitar 90 dari tukak duodenum dan 75 dari tukak lambung berhubungan dengan
infeksi Helicobacter pylori. Helicobacter Pylori adalah bakteri gram negatif, hidup dalam suasana asam pada lambungduodenum, ukuran panjang sekitar 3µm dan diameter 0,5µm,
pu ya ≥ flagel pada salah satu uju g ya, terdapat ha ya pada lapisa ukus per ukaa epitel antrum lambung, karena pada epithelium lambung terdapat reseptor adherens in vivo
yang dikenali oleh H.Pylori, dan dapat menembus sel epitelantar epitel.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Tiga mekanisme terjadinya tukak peptik adalah pertama dengan memproduksi toksik yang menyebabkan kerusakan jaringan lokal. Protease dan fospolipase menekan sekresi
mukus sehingga daya tahan mukosa menurun menyebabkan asam lambung berdifusi balik. Hal ini menyebabkan nekrosis jaringan dan akhirnya berkomplikasi menjadi tukak peptik.
Kedua mekanisme terjadi tukak peptik dengan menginduksi respon imun lokal pada mukos sehingga terjadi kegagalan respon inflamasi dan reaksi imun untuk mengeliminasi bakteri ini
melalui mobilisasi melalui mediator inflamasi sel-sel limfositPMN. Seterusnya, peningkatkan level gastrin menyebabkan meningkatnya sekresi asam lambung yang masuk
ke duodenum lalu menjadi tukak duodenum. 2. Sekresi asam lambung
Normal produksi asam lambung kira-kira 20 mEqjam. Pada penderita tukak, produksi asam lambung dapat mencapai 40 mEqjam.
3. Pertahanan Mukosal Lambung NSAIDs, alkohol, garam empedu, dan zat-zat lain dapat menimbulkan kerusakan
pada mukosa lambung akibat difusi balik asam klorida menyebabkan kerusakan jaringan, khususnya pada pembuluh darah.
Penggunaan NSAIDs, menghambat kerja dari enzim siklooksigenase COX pada asam arakidonat sehingga menekan produksi prostaglandin. Kerusakan mukosa akibat
hambatan produksi prostaglandin pada penggunaan NSAIDs melalui 4 tahap yaitu : pertama, penurunkan sekresi mukus dan bikarbonat yang dihasilkan oleh sel epitel pada lambung dan
duodenum menyebabkan pertahanan lambung dan duodenum menurun. Kedua, penggunaan NSAIDs menyebabkan gangguan sekresi asam dan proliferasi sel-sel mukosa.
Ketiga, terjadi penurunan aliran darah mukosa. Hal demikian terjadi akibat hambatan COX-1 akan menimbulkan vasokonstriksi sehingga aliran darah menurun dan terjadi nekrosis sel
epitel. Tahap keempat berlakunya kerusakan mikrovaskuler yang diperberat oleh platelet dan mekanisme koagulasi. Hambatan pada COX-2 menyebabkan peningkatan perlekatan
leukosit PMN pada endotel vaskuler gastroduodenal dan mesentrik, dimulai dengan pelepasan protease, radikal bebas oksigen berakibat kerusakan epitel dan endotel
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
menyebabkan statis aliran mikrovaskular sehingga terjadinya iskemia dan akhirnya terjadi tukak peptik.
Tukak lambung memiliki beberapa tipe,yaitu : Tipe 1, yang paling sering terjadi. Terletak pada kurvatura minor atau proximal
insisura,dekat dengan junction mukosa onsitik dan antral. Tipe 2, lokasi yang sama dengan tipe 1 tapi berhubungan dengan tukak duodenum.
Tipe 3, terletak pada 2 cm dari pilorus pyloric channel ulcer. Tipe 4, terletak pada proksimal abdomen atau pada cardia.
2.1.4. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang
Sekitar 90 dari penderita mengeluh nyeri pada epigastrium, seperti terbakar disertai mual, muntah, perut kembung, berat badan menurun, hematemesis, melena dan
anemia disebabkan erosi yg superficial atau erosi dalam pada mukosa gastrointestinal McPhee, 1997.
Pemeriksaan Penunjang
Gold Standar adalah pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas UGIE-Upper Gastrointestinal Endoscopy dan biopsi lambung untuk deteksi kuman H.Pylori, massa
tumor, kondisi mukosa lambung 1. Pemeriksaan Radiologi.
Barium Meal Kontras Ganda dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis tukak peptik. Gambaran berupa kawah, batas jelas disertai lipatan mukosa teratur dari pinggiran tukak.
Apabila permukaan pinggir tukak tidak teratur dicurigai ganas.
2. Pemeriksaan Endoskopi
Berupa luka terbuka dengan pinggiran teratur, mukosa licin dan normal disertai lipatan yang teratur yang keluar dari pinggiran tukak. Gambaran tukak akibat keganasan
adalah :Boorman-Ipolipoid, B-IIulcerative, B-IIIinfiltrative, B-IVlinitis plastika scirrhus
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
.Dianjurkan untuk biopsi endoskopi ulang 8-12 minggu setelah terapi eradikasi. Keunggulan endoskopi dibanding radiologi adalah : dapat mendeteksi lesi kecil diameter
0,5 cm, dapat melihat lesi yang tertutupi darah dengan penyemprotan air,dapat memastikan suatu tukak ganas atau jinak, dapat menentukan adanya kuman H.Pylori
sebagai penyebab tukak. 3. Invasive Test :
Rapid Urea Test adalah tes kemampuan H.pylori untuk menghidrolisis urea. Enzim urea katalase menguraikan urea menjadi amonia bikarbonat, membuat suasana menjadi
basa, yang diukur dengan indikator pH. Spesimen biopsi dari mukosa lambung diletakkan pada tempat yang berisi cairan atau medium padat yang mengandung urea dan pH
indikator, jika terdapat H.Pylori pada spesimen tersebut maka akan diubah menjadi ammonia,terjadi perubahan pH dan perubahan warna.
Untuk pemeriksaan histologi, biopsi diambil dari pinggiran dan dasar tukak minimum 4 sampel untuk 2 kuadran, bila ukuran tukak besar diambil sampel dari 3 kuadran
dari dasar, pinggir dan sekitar tukak, minimal 6 sampel. Pemeriksaan kultur tidak biasa dilakukan pada pemeriksaan rutin
4. Non Invasive Test.
Urea Breath Test adalah untuk mendeteksi adanya infeksi H.pylori dengan keberadaan urea yang dihasilkan H.pylori, labeled karbondioksida isotop berat,C-13,C-14
produksi dalam perut, diabsorpsi dalam pembuluh darah, menyebar dalam paru-paru dan akhirnya dikeluarkan lewat pernapasan. Stool antigen test juga mengidentifikasi adanya
infeksi H.Pylori melalui mendeteksi keadaan antigen H.Pylori dalam faeces.
2.1.5. Terapi Tukak Peptik 1. Terapi non medikamentosa
a Dianjurkan rawat jalan, apabila gagal atau adanya komplikasi dianjurkan rawat
inap.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
b Untuk kontrol diet, air jeruk yang asam, minuman coca cola, bir, kopi dikatakan
tidak mempunyai pengaruh userogenik pada mukosa lambung tetapi dapat menambah sekresi asam lambung.
c Penderita dianjurkan untuk berhenti merokok oleh karena dapat mengganggu
penyembuhan tukak gaster kronik, menghambat sekresi bikarbonat pancreas, menambah keasaman duodeni, menambah refluks duodenogastrik akibat relaksasi
sfingter pylorus sekaligus meningkatkan kekambuhan tukak.
2. Terapi medikamentosa
a Antasida adalah basa lemah yang bereaksi dengan asam hidroklorik, membentuk
garam dan air untuk mengurangi keasaman lambung. Enzim pepsin dapat bekerja pada pH lebih tinggi dari 4, maka penggunaan antacida juga dapat mengurangkan
aktivitas pepsin. b
Antagonis Reseptor H2ARH2. Penggunaan obat antagonis reseptor H2 digunakan untuk menghambat sekresi
asam lambung yang dikatakan efektif bagi menghambat sekresi asam nocturnal. Strukturnya homolog dengan histamine. Mekanisme kerjanya secara kompetitif
memblokir perlekatan histamine pada reseptornya sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan asam lambung. Inhibisi bersifat reversible. Dosis
terapeutik yang digunakan adalah Simetidin : 2 x 400 mg800 mg malam hari, dosis maintenance 400 mg, Ranitidine : 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg,
Nizatidine : 1 x 300 mg malam hari,dosis maintenance 150 mg, Famotidine : 1 x 40 mg malam hari, Roksatidine : 2 x 75 mg 150 mg malam hari,dosis maintenance 75
mg malam hari. c
Proton Pump InhibitorPPI: mekanisme kerja adalah memblokir kerja enzim K
+
H
+
ATPase yang akan memecah K
+
H
+
ATP menghasilkan energi yang digunakan untuk mengeluarkan asam HCL dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung.
PPI mencegah pengeluaran asam lambung dari sel kanalikuli,menyebabkan pengurangan rasa sakit pasien tukak, mengurangi aktifitas faktor agresif pepsin
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
dengan pH 4 serta meningkatkan efek eradikasi oleh regimen triple drugs, Omeprazol 2 x 20 mg atau 1 x 40 mg, Lansprazolpantoprazol 2 x 40 mg atau 1 x 60
mg. d
Koloid Bismuth Coloid Bismuth SubsitratCBS dan Bismuth SubsalisilatBSS Membentuk lapisan penangkal bersama protein pada dasar tukak dan
melindunginya terhadap pengaruh asam dan pepsin dan efek bakterisidal terhadap H.Pylori.
e Sukralfat: Mekanisme kerja berupa pelepasan kutub alumunium hidroksida yang
berikatan dengan kutub positif melekul proteinàlapisan fisikokemikal pada dasar tukakàmelindungi tukak dari asam dan pepsin. Membantu sintesa prostaglandin,
kerjasama dengan EGF ,menambah sekresi bikarbonat mukus, peningkatan daya pertahanan dan perbaikan mukosal.
f Prostaglandin: Mengurangi sekresi asam lambung, meningkatkan sekresi mukus,
bikarbonat, peningkatan aliran darah mukosa, pertahanan dan perbaikan mukosa. Digunakan pada tukak lambung akibat komsumsi NSAIDs.
g Penatalaksanaan infeksi H.Pylori.
Tujuan eradikasi H.Pylori adalah untuk mengurangi keluhan, penyembuhan tukak dan mencegah kekambuhan. Lama pengobatan eradikasi H.Pylori adalah 2
minggu,untuk kesembuhan tukak,bisa dilanjutkan pemberian PPI selama 3 – 4
minggu lagi Finkel R., 2009
3. Tindakan Operasi
Indikasi untuk melakukan tindakan operasi apabila terapi medik gagal atau terjadinya komplikasi seperti perdarahan, perforasi, dan obstruksi. Hal ini dapat dilakukan
dengan tindakan vagotomy yaitu dengan melakukan pemotongan cabang saraf vagus yang menuju lambung menghilangkan fase sefalik sekresi lambung. Tindakan operasi lain seperti
antrektomi dan gastrektomi juga dapat dilakukan apabila adanya indikasi dilakukan operasi.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2.1.6. Komplikasi
Tukak dapat berkomplikasi pada perdarahan. Pendarahan berlaku pada 15-20 pasien tukak peptik. Perdarahan adalah komplikasi tersering pada tukak peptik yaitu pada dinding
posterior bulbus duodenum, karena pada tempat ini dapat terjadi erosi arteria pankreatikaduodenalis atau arteria gastroduodenalis. Dikatakan 25 daripada kematian
akibat tukak peptik adalah disebabkan komplikasi pendarahan ini Kumar, 2005. Komplikasi lain yang bisa terjadi adalah perforasi di lambung sehingga
menyebabakan terjadinya peritonitis. Perforasi terjadi pada 5 pasien tukak peptik. Diagnosis dipastikan melalui adanya udara bebas dalam rongga peritoneal, dinyatakan
sebagai bulan sabit translusen antara bayangan hati dan diafragma. Pada tukak juga dapat berkomplikasi menjadi obstruksi. Tukak prepilorik dan
duodeni bisa menimbulkan gastric outlet obstruction melalui terbentuknya fibrosis atau oedem dan spasme. Mual,kembung setelah makan merupakan gejala-gejala yang sering
timbul. Apabila obstruksi bertambah berat dapat timbul nyeri dan muntah Kumar, 2005.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
2.2. Non Steroidal Anti Inflammatory Drugs NSAIDs 2.2.1. Definisi
Obat antiinflamasi non steroid, atau yang dikenal dengan NSAID Non Steroidal Anti- inflammatory Drugs adalah suatu golongan obat yang memiliki khasiat analgesik pereda
nyeri, antipiretik penurun panas, dan antiinflamasi anti radang. Istilah non steroid digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki
khasiat serupa. NSAID bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika. Mekanisme kerja NSAID didasarkan atas penghambatan isoenzim COX-1
cyclooxygenase-1 dan COX-2 cyclooxygenase-2. Enzim COX ini berperan dalam memacu pembentukan prostaglandin dan tromboksan dari asam arakidonat. Prostaglandin berperan
dalam proses inflamasi Finkel, 2009. NSAID dibagi lagi menjadi beberapa golongan, yaitu :
a Golongan salisilat diantaranya aspirinasam asetilsalisilat, metil salisilat,
magnesium salisilat, salisil salisilat, dan salisilamid, b
Golongan asam arilalkanoat diantaranya diklofenak, indometasin, proglumetasin, dan oksametasin,
c Golongan profenasam 2-arilpropionat diantaranya ibuprofen, alminoprofen,
fenbufen, indoprofen, naproxen, dan ketorolac, d
Golongan asam fenamatasam N-arilantranilat diantaranya asam mefenamat, asam flufenamat, dan asam tolfenamat,
e Golongan turunan pirazolidin diantaranya fenilbutazon, ampiron, metamizol, dan
fenazon, f
Golongan oksikam diantaranya piroksikam, dan meloksikam, g
Golongan penghambat COX-2 celecoxib, lumiracoxib, h
Golongan sulfonanilida nimesulide, serta i
Golongan lain licofelone dan asam lemak omega 3.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Penggunaan NSAID yaitu untuk penanganan kondisi akut dan kronis dimana terdapat kehadiran rasa nyeri dan radang. Secara umum, NSAID diindikasikan untuk merawat gejala
penyakit seperti rheumatoid arthritis, osteoarthritis, encok akut, nyeri haid, migrain dan sakit kepala, nyeri setelah operasi, nyeri ringan hingga sedang pada luka jaringan,
demam, ileus, dan renal colic . Sebagian besar NSAID adalah asam lemah, dengan pKa 3-5, diserap baik pada lambung
dan usus halus. NSAID juga terikat dengan baik pada protein plasma lebih dari 95, pada umumnya dengan albumin. Hal ini menyebabkan volume distribusinya bergantung pada
volume plasma. NSAID termetabolisme di hati oleh proses oksidasi dan konjugasi sehingga menjadi zat metabolit yang tidak aktif, dan dikeluarkan melalui urin atau cairan empedu.
2.2.2. Penggunaan NSAIDs dalam pengobatan
NSAIDs umunya diberikan secara dini dimaksudkan untuk mengatasi rematik akibat inflamasi yang seringkali dijumpai walaupun belum terjadi proliferasi sinovial yang
bermakna. Selain itu, NSAIDs juga memberikan efek analgesik yang sangat baik. NSAIDs terutama bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenasi sehingga menekan sintesis
prostaglandin. NSAIDs bekerja dengan cara; Memungkinkan stabilisasi membran lisosomal
Menghambat pembebasan dan aktivasi mediator inflamasi histamin, serotonin,
enzim lisosomal, dan enzim lainnya Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan
Menghambat proliferasi selular Menetralisasi radikal oksigen
Menekan rasa nyeri
Sudoyo, dkk, 2007.
2.2.3. Efek samping NSAIDs pada pengobatan
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Semua NSAIDs secara potensial umumnya bersifat toksik. Toksisitas NSAIDs yang umum dijumpai adalah efek sampingnya pada traktus gastrointestinalis, terutama jika NSAIDs
digunakan bersama obat-obatan lain, alkohol, kebiasaan merokok, atau dalam keadaan stress. Usia juga merupakan suatu faktor risiko untuk mendapatkan efek samping
gastrointestinal akibat NSAIDs. Pada pasien sensitif dapat digunakan preparat NSAIDs yang berupa suppositoria, pro drugs, enteric coated, slow release atau non-acidi.
Efek samping lain yang mungkin dijumpai pada pengobatan NSAIDs antara lain adalah reaksi hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal, serta penekanan system
hematopoetik Sudoyo, dkk, 2007. Menurut Katzung 1998, efek samping yang dapat terjadi pada penggunaan NSAIDs antara lain;
1. Efek terhadap saluran cerna Pada dosis yang biasa, efek samping utama adalah gangguan pada lambung
intoleransi. Gastritis yang timbul pada aspirin mungkin disebabkan oleh iritasi mukosa lambung oleh tablet yang tidak larut atau karena penghambatan prostaglandin pelindung.
Perdarahan saluran cerna bagian atas yang berhubungan dengan penggunaan NSAIDs biasanya berkaitan dengan erosi lambung. Peningkatan kehilangan darah yang sedikit
melalui tinja secara rutin serta peningkatan kehilangan darah yang sedikit melalui tinja secara rutin berhubungan dengan konsumsi NSAIDs ; kira-kira 1 mL darah normal yang
hilang dari tinja per hari meningkat sampai kira-kira 4 mL per hari pada penderita yang minum NSAIDs dosis biasa dan pada dosis lebih tinggi. Di lain pihak, dengan terapi yang
tepat, ulkusnya sembuh, meskipun diberikan bersamaan. Muntah juga dapat terjadi sebagai akibat rangsangan susunan saraf pusat setelah absorbsi dosis besar NSAIDs.
2. Efek susunan saraf pusat De ga dosis ya g le ih ti ggi, pe derita isa e gala i salisilis e -tinitus,
penurunan pendengaran, dan vertigo-yang reversibel dengan pengurangan dosis. Dosis salisilat yang lebih besar lain dapat menyebabkan hiperpnea melalui efek langsung terhadap
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
medula oblongata. Pada kadar salisilat toksik yang rendah, bisa timbul respirasi alkalosis sebagai akibat peningkatan ventilasi. Kemudian asidosis akibat pengumpulan turunan asam
salisilat dan depresi pusat pernapasan. 3. Efek samping lainnya
Dalam dosis harian 2 g atau lebih kecil, biasanya meningkatkan kadar asam urat serum. Dapat menimbulkan hepatitis ringan yang biasanya asimtomatik, terutama pada
penderita dengan kelainan yang mendasarinya seperti lupus eritematosus sistemik serta artritis rematoid juvenilis dan dewasa. Dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus yang reversibel pada penderita dengan dasar penyakit ginjal, tetapi dapat pula meskipun jarang tejadi pada ginjal normal. Pada dosis biasa mempunyai efek yang dapat
diabaikan terhadap toleransi glukosa. Sejumlah dosis toksik akan mempengaruhi sistem kardiovaskular secara langsung serta dapat menekan fungsi jantung dan melebarkan
pembuluh darah perifer. Dosis besar akan mempengaruhi otot polos secara langsung. Reaksi hipersensitifitas bisa timbul setelah konsumsi pada penderita asma dan polip hidung serta
bisa disertai dengan bronkokonstruksi dan syok. Dikontrainsikasikan pada penderita hemofilia. Juga tidak dianjurkan bagi wanita hamil dan anak-anak.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan tujuan penelitian, maka hal-hal yang hendak diteliti adalah hubungan penggunaan Nonsteroidal Anti Inflammatory Drugs NSAIDs dengan kejadian tukak peptik.
Variabel Indipenden Variabel Dependen
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Indipenden Variabel Dependen
Populasi NSAIDs +
Tukak Peptik NSAIDs -
Sampel NSAIDs +
Non Tukak Peptik NSAIDs -
Gambar 3.2 Alur Penelitian
Penggunaan NSAIDs Jenis obat
Kekerapan penggunaan Lama penggunaan
Menderita penyakit tukak peptik
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
3.2 Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 3.2 Definisi Operasional, Cara Ukur, Alat Ukur, Skala Ukur dan Hasil Ukur
Definisi Operasional
Cara Ukur Alat Ukur
Skala Ukur Hasil Ukur
a Karakteristik Masyarakat
Pasien tukak Pasien ada
riwayat tukak atau masa
kini telah didiagnosa
menderita tukak peptik
yang didiagnosa
oleh dokter Wawancara
dan angket Rekam
medis dan kuesioner
Nominal Pasien tukak
digunakan sebagai
sampel penelitian ini
Pasien Non Tukak
Pasien tidak sedang
mengalami tukak atau
tidah ada riwayat
pernah di diagnosa
menderita tukak peptik
Wawancara dan angket
Rekam medis dan
kuesioner Nominal
Pasien non tukak
dijadikan sebagai grup
kontrol dalam
penelitian ini
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
b NSAIDs
Penggunaan NSAIDs
Riwayat penggunaan
NSAIDs termasuk
penggunaan obat aspirin
dan NSAIDs jenis lainnya
serta kekerapan
dan lama penggunaan
obat tersebut Wawancara
dan angket Kuesioner
Nominal Dikumpul
data mengenai
apakah ada riwayat
penggunaan NSAIDs
termasuk jenis obat,
kekerapan pemakaian
obat serta lama
penggunaan.
3.2.1. Aspek Pengukuran
Pengukuran penggunaan NSAIDs dan kejadian tukak peptik dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Kejadian tukak peptik ditanyakan pada soalan pertama lembar
kuesioner. Skor yang diberikan seperti berikut : Skor 1 jika responden adalah penderita tukak
Skor 0 jika responden bukan penderita tukak
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
Pengukuran penggunaan NSAIDs dilakukan dengan menggunakan kuesioner untuk mendapatkan informasi tentang adakah responden menggunaan NSAIDs, nama obat yang
digunakan, kekerapan penggunaan obat tersebut serta berapa lama penggunaannya. Untuk menilai ada atau tidaknya penggunaan NSAIDs, dijumlahkan skor dari
kuesioner soalan kedua hingga kelima. Hasil penjumlahan skor memiliki makna : Skor 0 jika responden bukan merupakan pengguna NSAIDs
Skor 0 jika responden merupakan pengguna NSAIDs
3.3. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ada hubungan antara penggunaan NSAIDs dengan kejadian tukak peptik.
Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian