Persepsi Stakeholders tentang Kepatuhan Dokter di Kota Medan Dalam

yang pada akhirnya akan menentukan persepsi mereka tentang pelaksanaan UU Nomor 29 Tahun 2004 di Kota Medan. Pengetahuan adalah salah satu aspek yang akan memengaruhi persepsi seseorang tentang objek yang diamati. Tingkat pengetahuan individu akan menentukan sejauh mana persepsinya tentang sesuatu hal. Thoha 2008 menyatakan bahwa pembentukan persepsi tergantung dua faktor yang memengaruhi, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah pengalaman, keinginan, proses belajar, pengetahuan, motivasi dan pendidikan. Adapun faktor eksternal, yaitu lingkungan keluarga, masyarakat, sekolah, faktor sosial budaya, lingkungan fisik dan hayati di mana seseorang itu bertempat tinggal. Menurut Tarmizi 2007, persepsi seseorang dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan. Hal ini juga sesuai dengan Pulungan 2005 yang menyatakan bahwa persepsi dipengaruhi oleh pemahaman dan pengetahuan informan itu sendiri.

5.2. Persepsi Stakeholders tentang Kepatuhan Dokter di Kota Medan Dalam

Melaksanakan Praktik Dokter 3 Tiga Tempat Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh gambaran persepsi stakeholders tentang kepatuhan dokter yang ada di Kota Medan dalam melaksanakan praktik 3 tiga tempat. Ada 1 stakeholders menyatakan dokter yang ada di Kota Medan sudah mematuhi peraturan tersebut, seperti yang diungkapkan oleh informan dari masyarakat yang menyatakan dokter yang ada di Kota Medan sudah mematuhi pengaturan praktik dokter 3 tiga tempat. Hal ini berbeda dengan pendapat informan yang mewakili IDI Cabang Kota Medan, yang menyatakan bahwa dokter umum dan dokter spesialis yang ada di Kota Universitas Sumatera Utara Medan belum mematuhi undang-undang praktik dokter 3 tiga tempat. Pendapat ini juga didukung oleh 3 informan lain, sedangkan 4 informan lainnya menyatakan tidak tahu apakah dokter sudah mematuhi peraturan tersebut. Berdasarkan Data Sarana Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2009, masih ditemukan dokter yang melanggar pengaturan jumlah praktik yang dimiliki. Persepsi informan tentang kepatuhan dokter di Kota Medan dalam melaksanakan pengaturan praktik dokter 3 tiga tempat, juga didasarkan atas persepsi mereka tentang perbandingan jumlah dokter, jumlah rumah sakit dan fasilitas yang dimiliki dengan jumlah penduduk Kota Medan. Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh gambaran tentang persepsi informan yang berbeda-beda mengenai perbandingan jumlah dokter dengan jumlah penduduk yang ada di Kota Medan, yaitu 2 informan menyatakan bahwa jumlah dokter, baik dokter umum dan dokter spesialis sudah mencukupi. Adapun 7 informan lain menyatakan bahwa jumlah dokter umum sudah mencukupi, akan tetapi jumlah dokter spesialis masih kurang jika dibandingkan dengan jumlah penduduk. Menurut Data Sarana Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2009, ada 870 dokter umum dan 427 dokter spesialis yang mempunyai Surat Izin Praktik SIP di Kota Medan, yang memiliki penduduk sebanyak 2.102.105 jiwa. Berdasarkan data tersebut, maka rasio dokter umum di Kota Medan adalah 41,38 per 100.000 penduduk dan rasio dokter spesialis adalah 20,31 per 100.000 penduduk. Menurut Indikator Indonesia Sehat 2010, rasio yang ingin dicapai pada Tahun 2010 adalah 30 dokter umum per 100.000 penduduk dan 6 dokter spesialis per 100.000 penduduk. Artinya, rasio dokter umum dan dokter spesialis per 100.000 Universitas Sumatera Utara penduduk yang ada di Kota Medan pada Tahun 2009 telah melewati target yang ingin dicapai dalam Indikator Indonesia Sehat 2010. Hasil penelitian juga memberikan gambaran persepsi informan tentang jumlah rumah sakit dan fasilitas yang dimiliki. Seluruh informan menyatakan bahwa jumlah rumah sakit yang ada di Kota Medan sudah mencukupi, namun fasilitas yang dimiliki seperti alat-alat kedokteran masih kurang lengkap. Mereka berpendapat bahwa rumah sakit yang ada di Kota Medan masih berada di level rata-rata, hanya rumah sakit tertentu yang mempunyai fasilitas yang lengkap. Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Medan 2008, jumlah rumah sakit yang ada di Kota Medan sebanyak 54 rumah sakit umum, 5 rumah sakit jiwa, 8 rumah sakit ibu dan anak dan 4 rumah sakit khusus lainnya. UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa alat-alat kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan merupakan sumber daya di bidang kesehatan selain dana, tenaga kesehatan, perbekalan kesehatan, sediaan farmasi dan teknologi yang dimanfaatkan untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan, termasuk dalam hal penyelenggaran praktik kedokteran. Berdasarkan jawaban dari seluruh stakeholders di atas, maka dapat dilihat bahwa stakeholders memiliki persepsi yang berbeda-beda tentang kepatuhan dokter di Kota Medan dalam melaksanakan praktik dokter 3 tiga tempat. Rakhmat 2005 menyatakan persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan- hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi yang berbeda-beda timbul karena beberapa faktor seperti ketidaktahuan, Universitas Sumatera Utara informasi yang salah, penilaian yang prematur dan pengalaman yang tidak menyenangkan. 5.3. Persepsi Stakeholders tentang Dampak Pengaturan Praktik Dokter 3 Tiga Tempat terhadap Dokter, Rumah Sakit dan Masyarakat Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh gambaran persepsi stakeholders tentang dampak pengaturan praktik dokter 3 tiga tempat terhadap dokter, rumah sakit dan masyarakat. Seluruh stakeholders menyatakan pengaturan praktik dokter 3 tiga tempat seperti yang diatur dalam UU Nomor 29 Tahun 2004 akan memberikan dampak positif baik terhadap dokter, rumah sakit dan masyarakat. Mereka berpendapat dengan adanya undang-undang tersebut, dokter dapat lebih fokus bekerja dalam memberikan pelayanan medis, karena tidak sibuk mengunjungi tempat praktik yang terlalu banyak. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan yang mewakili DKK Medan yang menyatakan bahwa pengaturan praktik dokter 3 tiga tempat akan memberikan tiga dampak positif bagi dokter. Pertama, dokter tidak sibuk mengunjungi tempat praktiknya yang banyak. Kedua, dokter dapat lebih meluangkan waktu bagi pasien dan yang ketiga, untuk menghindari malpraktik. Sebanyak 6 orang informan juga menyatakan bahwa pengaturan praktik dokter 3 tiga tempat adalah untuk menghindari dominasi praktik dokter senior, sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat DPR pada saat sidang judicial review uji materi UU Nomor 29 Tahun 2004 terhadap UUD Tahun 1945 di Mahkamah Konstitusi. Alasannya, dokter yang lebih muda harus diberikan Universitas Sumatera Utara kesempatan untuk berpraktik di rumah sakit sekaligus untuk melakukan regenerasi jika nantinya dokter senior akan pensiun. Adapun rumah sakit akan mendapat manfaat karena distribusi atau penyebaran dokter akan merata, terutama untuk rumah sakit yang kecil, namun hal ini harus didukung peningkatan fasilitas atau alat-alat kedokteran yang ada di rumah sakit tersebut. Hal ini seperti yang dinyatakan oleh informan yang mewakili RS Siti Hajar, yaitu pengaturan praktik dokter 3 tiga tempat akan memberikan manfaat khususnya untuk rumah sakit yang kecil karena akan mendapatkan dokter spesialis yang selama ini lebih memilih melakukan praktik di rumah sakit yang besar. Pengaturan praktik dokter 3 tiga tempat ini juga akan memberikan dampak positif bagi masyarakat. Informan yang mewakili IDI Cabang Kota Medan menyatakan pengaturan praktik dokter 3 tiga tempat akan memberikan manfaat terhadap masyarakat karena akan mendapat suatu kepastian diagnosis, pelayanan yang bermutu dan kepastian hukum dalam hal pelayanan yang diterima. Berdasarkan jawaban dari seluruh stakeholders di atas, maka dapat dilihat bahwa seluruh stakeholders memiliki persepsi yang sama tentang dampak pengaturan praktik dokter 3 tiga tempat terhadap dokter, rumah sakit dan masyarakat. Dalam Pasal 3 UU Nomor 29 Tahun 2004 disebutkan bahwa pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk : 1 Memberikan perlindungan kepada pasien, 2 Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi, serta 3 Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi. Universitas Sumatera Utara 5.4. Persepsi Stakeholders tentang Pengawasan Dinas Kesehatan terhadap Pelaksanaan Praktik Dokter 3 Tiga Tempat di Kota Medan Berdasarkan hasil penelitian dapat diperoleh gambaran persepsi informan tentang pengawasan dinas kesehatan terhadap pelaksanaan praktik dokter 3 tiga tempat, yaitu sebanyak 5 orang informan menyatakan dinas kesehatan cukup aktif dalam menjalankan fungsinya dalam hal pengawasan terhadap pelaksanaan pengaturan praktik dokter 3 tiga tempat. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan informan yang berasal dari IDI Cabang Kota Medan, yang menyatakan adanya kerjasama antara IDI Cabang Kota Medan dengan DKK Medan untuk menertibkan dan melakukan pembinaan terhadap pelaksanaaan praktik kedokteran di Kota Medan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh informan yang mewakili rumah sakit, di mana mereka menyatakan bahwa DKK Medan pernah beberapa kali mendatangi rumah sakit untuk meminta daftar nama dokter yang melakukan praktik di rumah sakit tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada dokter yang melakukan praktik lebih dari 3 tiga tempat. Dinas Kesehatan Kota DKK Medan mempunyai peran penting dalam pelaksanaan praktik dokter 3 tiga tempat di Kota Medan. Selain kewenangan untuk mengeluarkan Surat Izin Praktik SIP dokter, DKK Medan juga memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pelaksanaan praktik dokter 3 tiga tempat. Pengawasan dan pembinaan yang dilakukan seharusnya berkala dan rutin agar pelaksanaan UU Nomor 29 Tahun 2004 dapat berjalan baik. DKK Medan dapat menjalin kerjasama dengan Ikatan Dokter Indonesia IDI Cabang Kota Medan sebagai organisasi profesi dokter untuk turut serta Universitas Sumatera Utara membantu melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap pelaksanaan praktik dokter 3 tiga tempat tersebut di Kota Medan. Permenkes Nomor 512MenkesPerIV2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran menyatakan dinas kesehatan kabupatenkota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan praktik kedokteran. Pasal 21 permenkes tersebut menyatakan pembinaan dan pengawasan tersebut diarahkan pada pemerataan dan peningkatan mutu pelayanan yang diberikan oleh dokter dan dokter gigi. Pasal 22 Permenkes Nomor 512 Tahun 2007 menyatakan bahwa dalam rangka pembinaan dan pengawasan, Kepala Dinas Kesehatan KabupatenKota dapat mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran peraturan praktik kedokteran. Adapun sanksi administratif yang dimaksud adalah peringatan lisan, tertulis sampai dengan pencabutan Surat Izin Praktik SIP.

5.5. Persepsi Stakeholders tentang Dukungan terhadap Pengaturan Praktik Dokter 3 Tiga Tempat