ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO
10
diterapkan adalah ‘defensif’, ‘perlawanan subversif ketimbang konfrontasi’.
26
Selain itu, F. Bailey mengajukan metode perlawanan bisa mengambil bentuk seperti
‘pencurian, kepura-puraan tidak mengerti, sabotase, pembakaran, wangling, mengutak-
atik, dan menghindar’.
27
Meski saya tidak akan mengacu pada kelompok petani atau pekerja di Aceh dalam makalah ini, konsep James C. Scott tentang
‘senjata kaum lemah’ membantu dalam memahami bagaimana perlawanan sehari-hari telah ditunjukan oleh orang-orang yang terpinggirkan.
28
Keseluruhan konsep ini sangat fundamental dalam penelitian ini.
3. Perlawanan atas penerapan syariah: sebuah tinjauan
Penting untuk dicatat bahwa hampir semua orang Aceh takut dicap sebagai ‘anti-
syariah ’.
29
Namun begitu, sejak awal mula, beberapa elemen masyarakat Aceh telah menunjukkan ketidaksetujuannya terhadap proposal Pemerintah untuk menerapkan
hukum Islam di Aceh. Sebelum tsunami 2004, kelompok penentang penerapan syariah bisa dikategorikan ke dalam dua kelompok utama, masing-masing dengan
tujuan yang berbeda. Pertama adalah kelompok yang dimotori oleh para ulama Dayah tradisional Pesantren, termasuk diantaranya Waled Nu, salah satu cendekiawan
Muslim ulama Aceh berpengaruh yang menyebut usulan Syariah tersebut sebagai ‘cari’ab’ menurut bahasa Aceh secara harfiah berarti ‘cari makan’ atau ‘tipu
Jakarta’, ditipu oleh Jakarta, dan tentu saja dianggap mengabaikan kepentingan
masyarakat Aceh.
30
Dalam seminar yang saya hadiri, Waled Nu atau Tgk. Nuruzzahri, tokoh terkemuka dari Himpunan Ulama Dayah AcehHUDA mengkritik
kebijakan Jakarta dalam pidato sambutannya di depan jaringan masyarakat sipil Aceh di Hotel Sultan, Banda Aceh pada 17 Juni 2007.
Dia berbicara tentang ‘cari’ab’ dan
26
Peter Burke, History and Theory: Second Edition Cambridge-Malden Polity Press, 2007, 91-92.
27
F.D Baley, Kingdom of Individuls NewYork-Ithaca, 1993 17.
28
James C. Scott, Weapon of theWeak: Everyday Forms of Peasant Resistance New Haven: Yale University 1985
29
I h a , Alte ati e Voi es to Offi ialized a d Totalized Sha iatis i A eh , .
30
Lihat Rusjdi Ali Muhammad, Revitalisasi Syariat Islam di Aceh: Problem, Solusi dan Implementasi Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2003.
ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO
11
menolak untuk menggunakan istilah ‘syariah’ untuk menunjukkan formalisasi hukum
Islam di Aceh. Selanjutnya, HUDA juga mengkritik syariah versi Pemerintah karena
hanya berupa pemahaman parsial hukum Islam. Singkatnya, jika Jakarta memiliki
keinginan untuk menunjukkan niat baik, akan dimungkinkan untuk penerapan hukum Islam yang komprehensif, secara menyeluruh bukan parsial, biasa disebut syariat
Islam secara kaffah. Namun, menurut HUDA, Pemerintah justru bertindak sebaliknya dan karena itu mereka menolak syariah versi Pemerintah.
31
Kelompok kedua terdiri berbagai elemen masyarakat tetapi berbagi pandangan yang sama mengenai usulan Pemerintah. Mereka adalah politisi terutama para
pimpinan GAM, aktivis HAM dan intelektual di kampus-kampus yang melihat pelaksanaan syariah sebagai alat politik dari Pemerintah untuk menciptakan konflik
antar masyarakat Aceh. Sebagai contoh, menurut Nur Djuli, seorang pimpinan senior GAM, Aceh telah menjadi pusat pembelajaran Islam di seluruh Indonesia. Ironis jika
kemudian Pemerintah Indonesia sekarang ini berusaha untuk ‘re-Islamisasi’ Aceh.
Djuli berpendapat bahwa status khusus ini hanya taktik Pusat untuk memenangkan hati masyarakat Aceh. Selain itu, Djuli mengatakan bahwa GAM tidak berusaha
untuk mendirikan negara Islam. Secara ideologis, gerakan GAM dimotivasi oleh kesadaran sejarah dan perjuangan GAM sendiri didasarkan pada gagasan
kemerdekaan, bukan didasarkan pada isu agama.
32
Bagi sebagaian pegian Hak Asasi Manusia di Aceh, syariah hanyalah kebijakan politik Pusat untuk menutupi pelanggaran HAM di masa lalu.
33
Hal tersebut diutarakan oleh para profesor di IAIN Ar-Raniry dan Universitas Syiah Kuala yang
terlibat ambil bagian dalam merancang regulasi syariah. Pihak lainnya, termasuk di antaranya kaum intelektual di sejumlah universitas lain di Aceh, menunjukkan
31
Lihat H. Anwar Fuadi A. Salam, Dapatkah Syariah Islam diberlakukan di Aceh? Banda Aceh: Gua Hira, 2001. Tetapi, akhir-akhir ini opini beberapa ulama Dayah
tradisional berubah, dan beberapa di antaranya sekarang menjadi pendukung syariah.
32
Lihat Ki gs u y, The F ee A eh Mo e e t ,
–189.
33
Wawancara dengan Wiratmadinata International Centre for Transitional Justice- Aceh Programme dan Hendra Fadli Kontras Aceh, 23 Maret 2011
ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO
12
penentangannya terhadap pemberlakuan syariah.
34
Pada 2003, IAIN Ar-Raniry menyelenggarakan seminar umum untuk membahas isu tersebut. Banyak peserta,
terutama para dosen, kabarnya mengecam keputusan Pemerintah Pusat untuk mengakhiri perang dengan memberikan status yang Islami bagi Propinsi Aceh.
Bahkan salahsatu di antaranya mengatakan bahwa pengenalan syariah [oleh Pusat] adalah ‘kebijakan untuk melecehkan’.
35
Baru-baru ini, otoritas berwenang masalah syariah telah mengkonsentrasikan diri dalam upayanya dalam masalah berbusana kaum perempuan, pemberlakuan hukuman
cambuk di depan publik, pelarangan hiburan umum, serta mengeluarkan banyak aturan larangan tentang berbagai hal pribadiprivat. Hal tersebut telah menimbulkan
kontra-wacana dari mereka yang meyakini bahwa regulasi tersebut tidak menyentuh substansi Islam dan syariah itu sendiri. Bahkan, banyak buku dan artikel media yang
telah ditulis
oleh para
intelektual Aceh
kontemporer seperti
Fuad Mardhatillah,
36
Affan Ramli,
37
Husni Mubarak A. Latief,
38
Teuku Harits Muzanni,
39
Asrizal Luthfi
40
and Teuku Muhammad Jafar Sulaiman.
41
Mereka semua mengkritik
34
Lihat Otto Syamsuddin Ishak, Dari Maaf ke Panik Aceh: Sebuah Sketsa Sosiologi- Politik, Jakarta: Tifa Press, 2008, 358.
35
Lihat Lily Zakiah M u i , Si
olisasi, Politisasi da Ko t ol terhadap Perempuan di A eh , dalam Burhanuddin ed., Syariat Islam: Pandangan Muslim Liberal Jakarta:
Jaringan Islam Liberal-the Asia Foundation 2003 131.
36
Fuad Ma dhatillah, Isla P otesta , Journal Gelombang Baru, vol. 4 2009, 63– 102.
37
Affan Ramli, Merajam Dalil Syariat Banda Aceh: Bandar Publishing, 2010.
38
Husni Mubarak A. Latief, Sengkarut Syariat Atas Bawah, Journal Gelombang Baru, vol. 4 2009, 111
–122.
39
Teuku Ha ist Muza i, Sya iat Ta pa Si ol , www.acehinstitute.orgindex.php?
option=com_contentview=articleid=385:syariat-tanpa-simbolcatid=74 :paradigma- islam diakses pada 2 Maret 2011.
40
As izal Luthfi, P i u isasi Sya iat , www.acehinstitute.org index.php? option=com_contentview=articleid=445:pribumisasi-syariatcatid=74:
paradigm- islam diakses pada 2 Maret 2011.
41
Teuku Muha ad Jafa Sulai a , Sya iat Isla tidak Pe lu Di ela Negosiasi
Pluralisme Sebagai
Islam Masa
Depan Aceh,
www.acehinstitute.orgid index.php?option=com_contentview=articleid=810:syariat-islam-tidak-perlu-di bela-
negosiasi-pluralisme-sebagai-islam-masa-depan-acehcatid=133:paradigm Itemid=280 diakse pada 2 Maret 2011.
ISLAM, POLITIK DAN PERUBAHAN: DINAMIKA UMAT ISLAM INDONESIA PASKA LENGSERNYA SUHARTO
13
syariah versi Pemerintah Aceh sebagai ‘top-down policy’ yang diformulasikan tanpa
persetujuan masyarakat umum. Lebih lanjut, keberatan Irwandi Yusuf untuk menandatangani Qanun Jinayah
juga tak lepas dari reaksi Lembaga Swadaya Masyarakat di Aceh dalam menunjukkan perlawanan mereka terhadap syariah. Setelah rancangan Qanun Jinayah diterbitkan di
koran, 100 aktivis dari Jaringan Masyarakat Sipil Peduli Syariat JMSPS pergi ke DPRD Aceh dan meminta anggotanya dan Gubernur Aceh untuk menghentikan
usulan qanun Syariah yang mengandung pelanggaran terhadap nilai-nilai HAM.
42
JMSPS sendiri terdiri dari beberapa LSM lokal, seperti koalisi beberapa LSM HAM, Lembaga Bantuan Hukum LBH Aceh, Relawan Perempuan untuk Kemanusiaan
RPuK, Flower Aceh, KKTGA, Komunitas Tikar Pandan, Aceh Judicial and Monitoring Institute
, Violet Grey, Radio Women’s Voice, Gender Working Group,
SEIA, Fatayat NU, Sekolah Menulis Dokarim, Kontras Aceh, Pusat Studi Hak Asasi Manusia-Unsyiah, Yayasan Sri Ratu Safiatuddin dan lain-lain. Jaringan k
elompok ini berhasil meyakinkan Irwandi untuk menunda pelaksanaan Qanun Jinayah.
Keputusan oleh para politisi, kalangan intelektual dan aktivis kemanusiaan untuk melakukan protes dan munculnya keputusan Irwandi Yusuf dalam menunda
pelaksanaan hukum acara pidana Islam merupakan bentuk perlawanan terhadap syariah dalam berbagai ragam bentuk perlawanan dan nyata adanya.
Tapi bagaimana bagi masyarakat biasa Aceh yang tanpa dukungan dari partai politik, akademisi
intelektual, material dan kekuatan finansial menolak Syariah?
4. Sharia dan perlawanan kultural: suara masyarakat bawah