Pemodelan Pengambilan Keputusan Penilaian Kelayakan Bantuanbagi UMKM Jasa Telematika Indonesia

36 a a b c d Visualisasi hasil clustering ditampilkan melalui grafik secara terpisah untuk masing-masing atribut ditunjukkan pada Gambar 12a-12i. Kesesuaian hasil clustering dengan kondisi nyata melingkupi dua atribut utama kelayakan, yakni waktu operasi dan penggunaan komputer. Gambar 12a dan 12b menunjukkan bahwa karakteristik UMKM jasa telematika yang layak diberi bantuan mendominasi posisi C2. Karakter yang dimaksud adalah UMKM yang memiliki tahun operasi ≤ 3 tahun dan tidak memiliki komputer sehingga layak untuk diberi bantuan. Adapun karakter UMKM yang tidak layak diberi bantuan mendominasi C1 dengan kondisi waktu operasi 3 tahun dan umumnya UMKM tersebut telah memiliki komputer dalam operasional usahanya. Kondisi C3 pada Gambar 12a menunjukkan karakter UMKM yang kurang layak diberi bantuan, namun masih terdapat UMKM yang memiliki waktu operasi ≤ 3 tahun. Hal ini perlu dianalisa lebih lanjut melalui kondisi atribut lainnya yang turut mempengaruhi penilaian. Gambar 11. Validasi hasil clustering dengan IDB 0,005 0,01 0,015 0,02 0,025 0,03 0,035 iterasi 1 iterasi 2 iterasi 3 iterasi 4 iterasi 5 iterasi 6 Nilai IDB Pengukuran akurasi model Clustering dengan IDB Gambar 10. Plotgreyarea sebagai indikator jarak antar cluster 37 a b c d e f Gambar 12. Visualisasi hasil model clustering 2000 4000 6000 C1 C2 C3 Jm l UM K M Tingkat Kelayakan Kemitraan Ya Tidak 2000 4000 6000 C1 C2 C3 Jm l UM K M TIngkat Kelayakan Penjualan Mikro Kecil Menengah 1000 2000 3000 C1 C2 C3 Jm l UM K M TIngkat Kelayakan Total Aset Mikro Kecil Menengah 1000 2000 3000 4000 C1 C2 C3 Jm l UM K M Tingkat Kelayakan Anggota Koperasi Ya Tidak 1000 2000 3000 4000 5000 C1 C2 C3 Jm l U M K M Tingkat Kelayakan Penggunaan Internet Tidak Ya 1000 2000 3000 4000 5000 C1 C2 C3 Jm l UM K M Tingkat Kelayakan Modal Kerja Mandiri Pihak Lain 1000 2000 3000 4000 C1 C2 C3 Jm l UM K M Tingkat Kelayakan Waktu Operasi ≤ 3 th 3 th 1000 2000 3000 4000 C1 C2 C3 Jm l UM K M Tingkat Kelayakan Penggunaan Komputer Tidak Ya g h 38 i Gambar 12. Visualisasi hasil model clustering - lanjutan Pada Gambar 11a dan 11b menunjukkan bahwa pembeda utama antar clusterdapat dilihat dari atribut tahun beroperasi dan penggunaan komputer. Pembeda utama ini ditunjukkan dengan cukuphomogennya ciri anggota pada tiap cluster. Hasil clusteringmelalui analisa dua atribut ini menunjukkan kesesuain dengan program pemerintah yang mengutamakan pemberian bantuan untuk para start-upyang dicirikan dengan waktu operasi kurang dari 3 tahun, dan belum memiliki fasilitas komputer. Pada Gambar 11a kondisi C3 masih teridentifikasi UMKM jasa telematika yang memiliki waktu operasi ≤ 3 tahun. Hal ini bisa diakibatkan oleh banyaknya UMKM yang telah memiliki komputer dalam operasionalnya sehingga dianggap telah memiliki modal dasar dalam operasional usaha. Oleh karena itu UMKM tersebut dianggap kurang layak diberi bantuan. Alasan ini didukung oleh fakta pada Gambar 11b, yang menunjukkan bahwa pada C3, jumlah UMKM yang memiliki komputer lebih dari 2000 UMKM. Hasil clustering lainnya menunjukkan bahwa pada ketiga atribut kategorik lain penggunaan internet Gambar 11c, sumber modal Gambar 11d dan kemitraan Gambar 11f serta pada atribut numerik penjualan Gambar 11g, total asetGambar 11h dan jumlah tenaga kerja Gambar 11itidak menunjukkan perbedaan ciriyang signifikan untuk tiapcluster. Hal ini dapat terjadi karena atribut- atribut tersebut didominasi oleh salah satu nilai atribut Sun et al. 2015, dan bahkan menunjukkan jumlah yang sangat tidak seimbang hingga lebih dari 70. Kondisi ini ternyata tidak mampu dipetakan oleh algoritma Modified k-protype, sehingga hal tersebut menjadi salah satu kekurangan dari penelitian ini. Pola hasil clustering untuk atribut anggota koperasi berbeda dengan atribut lain Gambar 11e. Jumlah UMKM pada kedua nilai atributnya hampir seimbang. Hasil clustering menunjukkan bahwa anggota tiap cluster kurang homogen. Kedua nilai atribut masih terdistribusi secara merata pada semua cluster. Namun demikian walau pun kurang homogen kecenderungan C1 didominasi oleh UMKM yang telah menjadi anggota koperasi, menunjukkan kesesuaian dengan proses pemberian kelayakan bantuan. Demikian pula sebaliknya pada C2 didominasi oleh UMKM yang tidak menjadi anggota koperasi, hal ini memberikan indikasi bahwa UMKM tersebut layak untuk diberikan bantuan, karena dalam operasionalnya masih mandiri, dan umumnya sangat membutuhkan bantuan usaha. Sebagian kecil UMKM yang tidak menjadi anggota koperasi masih teridentifikasi di C3. Hal ini wajar terjadi karena kondisi atribut lain yang memiliki bobot lebih tinggiturut berpengaruh pada penentuan kelayakan. 1000 2000 3000 4000 5000 C1 C2 C3 Jm l UM K M Tingkat Kelayakan Tenaga Kerja Mikro Kecil Menengah 39 Pola kondisi hasil clustering yang mengarah ke dominasi C2 oleh UMKM jenis mikrotelah sesuai dengan kondisi saat itu pada Gambar 8g, 8h dan 8i. Usaha mikro yang mendominasi C2 baik dari aspek penjualan, besarnya total aset maupun jumlah tenaga kerja, semakin menguatkan bahwa usaha jasa telematika Indonesia memang sangat membutuhkan bantuan untuk menghasilkan UMKM yang berdaya saing tinggi. Demikian pula halnyadengan kondisi penggunaan internet dan jenis pemodalan untuk semua cluster menunjukkan ciri yang sama. Kondisi ini juga menunjukkan karakter yang sama akibat adanya dominasi data pada satu nilai atribut. Hasil clustering dikaji dari sebaran UMKM jasa telematika di provinsi juga menunjukkan hasil yang sesuai dengan proses kelayakan bantuan Gambar 12. Provinsi yang telah memiliki sebaran UMKM sangat tinggi memiliki sebaran lebih dari 10 seperti DIY, Jabar dan DKI Jakarta didominasi oleh C1 UMKM yang tidak layak menerima bantuan serta di Jatim didominasi oleh C3 UMKM yang kurang layak menerima bantuan. Kondisi ini semakin menegaskan bahwa hasil model clustering telah memiliki pola yang berkesesuaian dengan program pemerintahyang berusaha untuk mengembangkan usaha jasa telematika di daerah lain yang masih minim sebarannya. Kondisi ini juga sesuai dengan upaya pemerintah yang lebih fokus memperluas jangkauan jaringan tulang punggung pita lebar ke luar pulau jawa. Hal ini dimaksudkan agar terjadi pemerataan pembangunan usaha jasa telematika di seluruh pelosok Indonesia Dirjen Postel, 2010. Gambar 13. Sebaran hasil clustering di provinsi yang memiliki sebaran UMKM telematika tertinggi Model clustering perlu diuji untuk menganalisa bobot atribut yang turut berpengaruh dalam pembentukan anggota cluster. Uji coba dilakukan melalui 20 data secara acak dan dinilai secara kualitatif oleh pakar kemudian dibandingkan dengan hasil uji terhadap model clustering. Tabel 17 menunjukkan ujicoba terhadap 20 data secara acak. Penamaan atribut pada Tabel 17 merujuk pada Tabel 16. Tabel 17. Uji coba model clustering 100 200 300 400 500 600 700 800 DKI Jkt Jatim Jabar DIY Ju m lah U MKM Provinsi C1 C2 C3 40 No Atribut Penentuan Cluster A B C D E F G H I Mode l P1 P2 P3 1 1 2 2 1 1 2 1 1 1 C2 C2 C2 C2 2 2 2 2 1 1 2 1 1 1 C1 C3 C3 C1 3 2 2 2 1 1 2 1 1 1 C1 C1 C3 C3 4 2 2 2 1 2 2 2 2 1 C1 C1 C1 C1 5 2 2 2 1 1 2 2 2 2 C1 C1 C3 C1 6 2 2 2 1 1 1 1 1 1 C1 C1 C3 C1 7 1 2 2 1 2 1 3 3 2 C2 C2 C3 C1 8 2 2 2 1 2 2 1 1 1 C1 C1 C3 C1 9 1 2 2 1 2 2 3 1 2 C2 C1 C2 C1 10 2 2 2 1 2 2 1 2 1 C1 C3 C3 C1 11 1 2 2 1 1 2 1 1 1 C2 C1 C2 C2 12 1 1 1 1 1 2 1 2 1 C3 C1 C2 C1 13 2 2 1 1 2 2 1 1 1 C1 C3 C3 C1 14 2 2 1 1 2 2 1 1 1 C1 C1 C3 C1 15 1 2 2 1 1 2 1 1 1 C2 C2 C2 C2 16 2 1 1 1 2 2 1 2 1 C3 C3 C3 C3 17 2 2 1 1 2 2 1 2 2 C1 C3 C3 C1 18 1 1 2 1 1 2 1 2 1 C3 C3 C2 C3 19 2 2 1 1 1 1 1 1 1 C1 C3 C3 C3 20 1 2 1 1 1 2 1 1 1 C2 C2 C2 C2 Hasil uji coba model menunjukkan bahwa rata-rata pendapat pakar setuju terhadap model dengan tingkat validasi 82.3. Nilai ini diperoleh dari pemberian bobot atas uji penentuan cluster. Jika hasil model dan pendapat pakar sama, maka diberi bobot nilai 3. Jika hasil model dan pendapat pakar berbeda 1 level cluster misalnya C1=Tidak Layak dengan C3=Kurang Layak, atau C2=Layak dengan C3=Kurang Layak maka diberi bobot 2. Jika hasil model dan pendapat pakar berbeda 2 level cluster misalnya C1=Tidak Layak dengan C2=Layak maka diberi bobot 1. Hasil gabungan pendapat pakar diperoleh dari rata-rata validasi semua pakar. Perbedaan hasil uji coba model clustering dengan pendapat pakar dalam penentuan kelayakan bantuan terjadi pada beberapa kasus penilaian. Perbedaan penilaian umumnya terjadi akibat pembobotan atribut utama yang memberi pengaruh yang signifikan pada penilaian kelayakan. Misalnya pada kasus nomor 2 hasil model dan penilaian pakar berbeda 1 level penilaian. Kasus nomor 2 menunjukkan bahwa UMKM memiliki waktu opersional 3 tahun, telah menggunakan komputer, telah menggunakan internet dan merupakan anggota koperasi. Oleh karena bobot keempat atribut tersebut signifikan maka model mengelompokkan ke dalam cluster tidak layak diberi bantuan. Padahal menurut pakar perlu juga mempertimbangkan kondisi kemitraan yang belum dimiliki oleh UMKM tersebut, serta melihat penjualan serta aset yang masih minim. Demikian pula halnya dengan kasus nomor 19 yang dipengaruhi oleh bobot atribut yang signifikan, sehingga model merujuk kasus tersebut ke arah cluster yang tidak layak diberi bantuan. Berbeda halnya dengan kasus nomor 7 yang menunjukkan bahwa ketiga pakar berbeda pendapat dalam penentuan cluster untuk UMKM tersebut. jika UMKM 41 tersebut tidak layak diberi bantuan karena telah digunakannya komputer dan internet, serta tingkat penjualan dan aset yang relatif tinggi termasuk kategori usaha menengah. Adapun model mengelompokkan ke dalam cluster kurang layak karena nilai bobot atribut utama waktu operasi merujuk pada tingkat kelayakan yang cukup. Pada kasus nomor 12 ditemukan anomali hasil model yang menunjukkan ketidaksesuaian dengan tingginya nilai bobot atribut yang mempengaruhi keputusan clustering. Hal ini menunjukkan salah satu bias yang terjadi pada hasil model, yang dapat diakibatkan oleh adanya ketidakseimbangan data pada enam atribut yang digunakan dalam pemodelan. Hasil uji coba menunjukkan bahwa proses clustering sangat dipengaruhi oleh nilai bobot atribut yang terbentuk dari proses seleksi atribut. Bobot atribut yang terbentuk diperoleh dari peluang kejadian kemunculan tiap atribut pada tiap data set. Oleh karena terdapat 6 atribut yang didominasi oleh salah satu nilai hingga sebarannya lebih dari 70 mengakibatkan terjadinya bias dalam proses clustering. Untuk mengatasi hal ini maka pengembangan model selanjutnya dapat dilakukan dengan mengantisipasi ketidakseimbangan data melalui teknik-teknik data balancing Sun et al. 2015. Cara lain yang dapat dilakukan untuk menyeimbangkan data adalah dengan integrasi data semantik berupa pertimbangan pakar yang dikonversi ke dalam data kuantitatif. Dengan demikian proses clustering diharapkan dapat lebih akurat, karena mendekati prosedur yang berlaku pada instansi terkait. Model ini juga memiliki kekurangan akibat data yang digunakan merupakan data masa lampau 2006, sehingga kondisi yang digambarkan pada hasil interpretasi model tidak mewakili kondisi saat ini. Oleh karena itu model ini perlu diuji coba terhadap data yang telah dimutakhirkan yakni melalui data Susenas 2016. Kekurangan lain adalah pada model ini belum diintegrasikan dengan jenis bantuan yang sesuai dengan kondisi UMKM jasa telematika. Pada data Susenas 2006 sebenarnya sudah memiliki data kendala utama yang dihadarpi oleh UMKM jasa telematika. Data tersebut sangat potensial untuk menentukan jenis bantuan yang layak diberikan kepada UMKM, sehingga hal ini dapat dijadikan potensi pengembangan penelitian yang lebih komprehensif. 42 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Model pengambilan keputusan kelayakan bantuan berdasarkan data Susenas 2006 untuk UMKM jasa telematika Indonesia telah dibangun melalui pendekatan clustering Modified k-prototype. Model ini mampu mengelola data campuran numerik dan kategorik, serta menghasilkan bobot atribut yang valid. Hasil seleksi atribut menggunakan Algoritma Algodistance dan diverifikasi oleh pakar melalui metode AHP menghasil tingkat validasi 0.71. Nilai ini menunjukkan bahwa proses seleksi atribut berdasarkan pola data memiliki kesesuaian dengan pendapat pemangku kepentingan. Urutan atribut penilaian adalah tahun beroperasi, penggunaan komputer, penggunaan internet, sumber modal, anggota koperasi, kemitraan, tingkat penjualan, total aset dan jumlah tenaga kerja. Hasil analisa sensitifitas dua dimensi terhadap verifikasi model seleksi atribut menggunakan AHP menghasilkan tiga pola hubungan antar atribut yang mempengaruhi langsung terhadap kelayakan pemberian bantuan. Pola pertama adalah pola hubungan atribut yang saling menguatkan terhadap peningkatan kelayakan bantuan, terjadi pada atributpendidikan pemilik, kesulitan, jenis usaha dan prospek usaha. Pola kedua adalah pola hubungan antar dua atribut yang saling melemahkan dan mengakibatkan semakin tingginya tingkat kelayakan bantuan. Pola ini terjadi pada atribut sebaran UMKM di provinsi, dan kelimabelas atribut lainnya selain yang termasuk pada pola pertama. Pola ketiga adalah pola hubungan antar dua atribut yang berbanding terbalik terhadap tingkat kelayakan bantuan usaha. Pola ini terjadi saat adanya pasangan antara atribut yang termasuk pola pertama dan kedua. Hasil clustering menggunakan Modifiedk-prototype menunjukkan bahwa jarak antar cluster signifikan, sehingga diperoleh nilai IDB 0.013. Demikian juga hasil uji coba model clustering oleh pakar mencapai tingkat validasi model 82.3. Hal ini menunjukan model clustering cukup baik. Namun hasil interpretasi menunjukkan bahwa hanya atribut waktu operasi dan penggunaan komputer yang memiliki homogenitas yang baik. Adapun atribut lain masih menunjukkan tingkat heterogenitas yang tinggi, akibat adanya dominasi salah satu nilai pada atribut. Kondisi tersebut ternyata tidak mampu dipetakan oleh algoritma Modifiedk-prototype, sehingga menjadi kekurangan dalam model ini. Pada tahun 2006 kelompok UMKM jasa telematika didominasi oleh kelas mikro yang sangat membutuhkan bantuan dalam berbagai aspek, terutama pada aspek penggunaan teknologi informasi dan kemitraan yang masih rendah. Berdasarkan hal ini maka dapat dibuktikan bahwa basis data Susenas mampu memberi peluang yang baik untuk menjadi dasar dalam proses pengambilan keputusan kelayakan bantuan, khususnya bagi UMKM jasa telematika Indonesia. Kekurangan lain dari model ini adalah pendapat pakar belum diintegrasikan pada model, sehingga model yang dihasilkan belum didukung oleh data semantik.Oleh karena itu untuk pengembangan berikutnya perlu adanya integrasi data semantik hasil akusisi pengetahuan dari pakar sehingga pengembangan model pengambilan keputusan mampu meminimalisir bias akibat ketidakseimbangan data.

5.2 Saran

Model keputusan kelayakan pemberian bantuan bagi UMKM jasa telematika Indonesia perlu dilengkapi dengan penanganan data yang tidak seimbang, sehingga 43 homogenitas hasil clustering akan lebih tinggi. Model keputusan juga dapat dikembangkan dengan mengintegrasikan data-data semantik yang diperoleh dari para pakar, agar hasil keputusan kelayakan memiliki tingkat akurasi yang semakin baik. Pengembangan model keputusan dengan melibatkan atribut kendala yang dihadapi UMKM jasa telematika akan memberikan kelengkapan hasil kajian terkait dengan pemberian jenis bantuan yang sesuai dengan kondisi UMKM. Pengembangan lainnya adalah dengan menggunakan data terbaru Susenas 2016 memberi peluang yang sangat potensial untuk mengkaji kondisi terkini usaha jasa telematika dan upaya pemberdayaannya. Dengan demikian tujuan pemerintah dalam menopang pembangunan dan peningkatan daya saing bidang telematika yang didukung oleh model keputusan ini diharapkan akan lebih komprehensif. 44 DAFTAR PUSTAKA Afiah NN. 2009. Peran kewirausahaan dalam memperkuat UKMIndonesia menghadapi krisis finansial global [Internet]. Makalah disajikan pada Research Day, Pusat Pengembangan Akuntasi, Departemen Akuntansi, Universitas Padjadjaran; 2009 Okt; Bandung, Indonesia. Bandung ID. [diunduh 2016 Feb 28]. Tersedia pada : http:ppa.fe.unpad.ac.iduploads fileswp-acc01.pdf Ahmad A, Dey L. 2007. A k-means clustering algorithm for mixed numeric and categorical data. J. Data Knowledge Engineering 63 2 503-527. doi:10.1016j.datak.2007.03.016 APWI. 2004. APWI benahi bisnis wartel.[Diunduh 2015Des 17]. Tersedia pada : http:portal.cbn.net.idcbprtlcybertechdetail.aspx?x=Tech+Infoy=cybertec h|0|0|2|3843. APWI. 2007. Kebijakan tarif telekomunikasi terhadap iklim usaha wartel di Indonesia. [Diunduh 2015 Des 17]. Tersedia pada :http:kambing.ui.ac.id onnopurbolibrarylibrary-non-ictwrittenlawtelecommunicationtarifmastel Kebijakan20Tarif_dan_Pengaruhnya_di_Wartel-APWI.pdf. BKPM. 2015. Tiga sektor panduan investasi. [Diunduh 2015 Des 22]. Tersedia pada : www.bkpm.go.idsiaran_pers Siaran_Pers_BKPM_25 Nov 2015. Bapeda Banyuwangi. 2013. Peranan koperasi dalam mendukung pengembangan dan penguatan UMKM di Kab Banyuwangi. [Diunduh Des 25]. Tersedia pada : http:bappeda.banyuwangikab.go.idwebdoc-detail75-peran-koperasi-dalam- mendukung-pengembangan-dan-penguatan-umkm-di-kabupaten-banyuwangi- tahun-2013. BPS. 2015. Produk domestik bruto indonesia triwulanan 2011-2015. Nomor Katalog :9301003, Nomor Publikasi : 07130.1502, ISBN : 1907-4557, Tanggal Rilis : 2015-09-30. [Diunduh 2015 Des 27].Tersedia pada : http:www.bps.go.idindex.phppublikasi1083. Daniel Palacios-Marqués, Pedro Soto-Acosta, José M. Merigó. 2015. Analyzing the effects of technological, organizational andcompetition factors on Web knowledge exchange in SMEs. J. Telematics and Informatics 32 1 : 23 –32. Elsevier,http:dx.doi.org10.1016j.tele.2014.08.003.0736-58532014 Dhewanto W, Prasetio EA, Ratnaningyas S, Herliana S, Cherudin R, Aina Qorri, Bayuningrat RH, Rachmawaty E. 2012. Moderating effect of cluster on firms innovation capability and business performance : A conceptual framework. Procedia-Social and Behavioral Science Vol. 65: 867-872. doi: 10.1016j.sbspro.2012.11.212 Dirjen Postel Depkominfo. 2010. Dokumen : Kebijakan insentif pembangunan infrastruktur jaringan tulang punggung pita lebar ICT Fund for Backbone Infrastruktur. Jakarta ID. Donny BU. 2003. Laporan hasil riset pengantar : Kondisi industri warnet indonesia Medan, Makasar, Bandung, Yogyakarta, Jakarta. Kerjasama Center for ICT Studies, - ICT Watch dengan PEG – USAID. [Diunduh 2015 Des 27]. Tersedia pada : http:kambing.ui.ac.idonnopurbolibra-rylibrary-ref-indref- ind1appli-cationpolicysecondarydata warnet-research-ictwatch.pdf. Erdil A, Erbiyik H. 2015. Selection strategy via analytic hierarchy process : An application for a small enterprise in milk sector. Procedia-Social and Behavioral Sciences, Vol. 195 : 2618-2628. Elsevier,doi: 10.1016j.sbspro. 2015.06.463. 45 Han J, Kamber M, Pei J. 2012. Data mining : Concepts and techniques. Third Edition. Morgan Kaufmann is an imprint of Elsevier, 225Wyman Street,Waltham, MA 02451, USA. Hafsah MJ. 2004. Upaya pengembangan usaha kecil dan menengah. Jurnal Infokop : 1225. [Diunduh 2016 Feb 2]. Tersedia pada : MJ Hafsah - INFOKOP, 2015 - jurnal.smecda.com. Huang CL, Chen MC, Wang CJ. 2007. Credit scoring with data ming approach based on support vector machines. Journal of Expert Systems with Application, Vol. 33 :847-846. Elsevier.doi:10.1016j.eswa.2006.07.007 Huang Z. 1997. Clustering large data sets with mixed numeric and categorical values. Proceedings of the Firs Pacific-Asia Conference on Knowledge Discovery and Data Mining, World Scientific, Singapore. Ince H, Aktan B. 2009. Comparison of data mining techniques for credit scoring in banking : A managerial prespective. Journal of Business Economics and Management, 103 : 233-240. Publiser : Taylor Francis.DOI: 10.38461611- 1699.2009.10.233-240 Indarti I, Anton. 2013. Tantangan usaha mikro kecil dan menengah dalam mengahadapi asean economic community 2015. 3rd Economic Business Research Festival. 13 November 2014, repository.uksw.edu...PROS_Iin20 Indarti,20Anto [diakses 27 Des 2015. Ju Y, Jeon SY, Sohn SY. 2015. Behavioral technology credit scoring model with time-dependent covariates for stress test. European Journal of Operation Research, 242 3 : 910-919. Elsevier. http:dx.doi.org101016j.ejor. 2014.10.054. Kemenkominfo. 2011. Direktori komunitas teknologi informasi dan komunikasi. Kemenkominfo. 2014. Buku saku survey indikator akses dan penggunaan tik pada rumah tangga. Kemenkominfo. 2015. Buku saku : hasil survey indikator tik, rumah tangga dan individu. Kemenkominfo. 2016. Pengumuman pelatihan mobile appsbersama huawei. [Diunduh 2016 Feb 28]. Tersedia pada : Httpkemenkominfo.go.id. Kemenkop UKM. 2014. Deputi Bidang Pembiayaan. 2014. Pengembangan kebijakan dan program pemberdayaan UMK di bidang pembiayaan : Laporan tahunan Deputi Bidang Pembiayaan. Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia. Jakarta ID. Kim HS, Sohn SY. 2010. Support vector machines for default prediction of smes based on technology credit. European Journal of Operational Research 201 3 : 838-846. Elsevier. doi:10.1016j.ejor.2009.03.036 Kumar S, Luthra S, Haleem A, Mangla SK, Garg D. 2015. Identification and evaluation of critical factors to technology transfer using AHP approach. International Strategic Management Review 31-2: 24-42. journal http:dx.doi.org10.1016j.ism. 2015.09.001. Lee H, Lee S, Byungun Y. 2011. Technology clustering based on evolutionary patterns : the case of information and communications technologies.Jounal Technological Forecasting Social Change, 78 6 : 953-967. Elsevier. doi:10.16j.techfore. 2011.02.002 Marcelino-Sadaba S., Perez-Ezcurdia A, Lazcano AME, Villanieva P. 2014. Project risk management methodology for small firms. International Jounal of Project ManagementVol. 32 2014 327-340. Elsevier.http:dx.doi.org 10.1016j.ijproman. 2013.05.009