Pemodelan Pengambilan Keputusan Penilaian Kelayakan Bantuanbagi UMKM Jasa Telematika Indonesia
36
a a
b
c d
Visualisasi hasil clustering ditampilkan melalui grafik secara terpisah untuk masing-masing atribut ditunjukkan pada Gambar 12a-12i. Kesesuaian hasil
clustering dengan kondisi nyata melingkupi dua atribut utama kelayakan, yakni waktu operasi dan penggunaan komputer. Gambar 12a dan 12b menunjukkan bahwa
karakteristik UMKM jasa telematika yang layak diberi bantuan mendominasi posisi C2. Karakter yang dimaksud adalah UMKM yang memiliki tahun operasi
≤ 3 tahun dan tidak memiliki komputer sehingga layak untuk diberi bantuan. Adapun karakter
UMKM yang tidak layak diberi bantuan mendominasi C1 dengan kondisi waktu operasi 3 tahun dan umumnya UMKM tersebut telah memiliki komputer dalam
operasional usahanya. Kondisi C3 pada Gambar 12a menunjukkan karakter UMKM yang kurang layak diberi bantuan, namun masih terdapat UMKM yang memiliki
waktu operasi
≤ 3 tahun. Hal ini perlu dianalisa lebih lanjut melalui kondisi atribut lainnya yang turut mempengaruhi penilaian.
Gambar 11. Validasi hasil clustering dengan IDB
0,005 0,01
0,015 0,02
0,025 0,03
0,035
iterasi 1 iterasi 2
iterasi 3 iterasi 4
iterasi 5 iterasi 6
Nilai IDB
Pengukuran akurasi model Clustering dengan IDB Gambar 10. Plotgreyarea sebagai indikator jarak antar cluster
37
a b
c d
e f
Gambar 12. Visualisasi hasil model clustering
2000 4000
6000
C1 C2
C3
Jm l
UM K
M
Tingkat Kelayakan
Kemitraan
Ya Tidak
2000 4000
6000
C1 C2
C3
Jm l
UM K
M
TIngkat Kelayakan
Penjualan
Mikro Kecil
Menengah 1000
2000 3000
C1 C2
C3
Jm l
UM K
M
TIngkat Kelayakan
Total Aset
Mikro Kecil
Menengah 1000
2000 3000
4000
C1 C2
C3
Jm l
UM K
M
Tingkat Kelayakan
Anggota Koperasi
Ya Tidak
1000 2000
3000 4000
5000
C1 C2
C3
Jm l
U M
K M
Tingkat Kelayakan
Penggunaan Internet
Tidak Ya
1000 2000
3000 4000
5000
C1 C2
C3
Jm l
UM K
M
Tingkat Kelayakan
Modal Kerja
Mandiri Pihak Lain
1000 2000
3000 4000
C1 C2
C3
Jm l
UM K
M
Tingkat Kelayakan
Waktu Operasi
≤ 3 th 3 th
1000 2000
3000 4000
C1 C2
C3
Jm l
UM K
M
Tingkat Kelayakan
Penggunaan Komputer
Tidak Ya
g h
38
i Gambar 12. Visualisasi hasil model clustering - lanjutan
Pada Gambar 11a dan 11b menunjukkan bahwa pembeda utama antar clusterdapat dilihat dari atribut tahun beroperasi dan penggunaan komputer. Pembeda
utama ini ditunjukkan dengan cukuphomogennya ciri anggota pada tiap cluster. Hasil clusteringmelalui analisa dua atribut ini menunjukkan kesesuain dengan program
pemerintah yang mengutamakan pemberian bantuan untuk para start-upyang dicirikan dengan waktu operasi kurang dari 3 tahun, dan belum memiliki fasilitas
komputer. Pada Gambar 11a kondisi C3 masih teridentifikasi UMKM jasa telematika yang memiliki waktu operasi
≤ 3 tahun. Hal ini bisa diakibatkan oleh banyaknya UMKM yang telah memiliki komputer dalam operasionalnya sehingga dianggap
telah memiliki modal dasar dalam operasional usaha. Oleh karena itu UMKM tersebut dianggap kurang layak diberi bantuan. Alasan ini didukung oleh fakta pada
Gambar 11b, yang menunjukkan bahwa pada C3, jumlah UMKM yang memiliki komputer lebih dari 2000 UMKM.
Hasil clustering lainnya menunjukkan bahwa pada ketiga atribut kategorik lain penggunaan internet Gambar 11c, sumber modal Gambar 11d dan kemitraan
Gambar 11f serta pada atribut numerik penjualan Gambar 11g, total asetGambar 11h dan jumlah tenaga kerja Gambar 11itidak menunjukkan
perbedaan ciriyang signifikan untuk tiapcluster. Hal ini dapat terjadi karena atribut- atribut tersebut didominasi oleh salah satu nilai atribut Sun et al. 2015, dan bahkan
menunjukkan jumlah yang sangat tidak seimbang hingga lebih dari 70. Kondisi ini ternyata tidak mampu dipetakan oleh algoritma Modified k-protype, sehingga hal
tersebut menjadi salah satu kekurangan dari penelitian ini.
Pola hasil clustering untuk atribut anggota koperasi berbeda dengan atribut lain Gambar 11e. Jumlah UMKM pada kedua nilai atributnya hampir seimbang. Hasil
clustering menunjukkan bahwa anggota tiap cluster kurang homogen. Kedua nilai atribut masih terdistribusi secara merata pada semua cluster. Namun demikian walau
pun kurang homogen kecenderungan C1 didominasi oleh UMKM yang telah menjadi anggota koperasi, menunjukkan kesesuaian dengan proses pemberian kelayakan
bantuan. Demikian pula sebaliknya pada C2 didominasi oleh UMKM yang tidak menjadi anggota koperasi, hal ini memberikan indikasi bahwa UMKM tersebut layak
untuk diberikan bantuan, karena dalam operasionalnya masih mandiri, dan umumnya sangat membutuhkan bantuan usaha. Sebagian kecil UMKM yang tidak menjadi
anggota koperasi masih teridentifikasi di C3. Hal ini wajar terjadi karena kondisi atribut lain yang memiliki bobot lebih tinggiturut berpengaruh pada penentuan
kelayakan.
1000 2000
3000 4000
5000
C1 C2
C3
Jm l
UM K
M
Tingkat Kelayakan
Tenaga Kerja
Mikro Kecil
Menengah
39 Pola kondisi hasil clustering yang mengarah ke dominasi C2 oleh UMKM jenis
mikrotelah sesuai dengan kondisi saat itu pada Gambar 8g, 8h dan 8i. Usaha mikro yang mendominasi C2 baik dari aspek penjualan, besarnya total aset maupun jumlah
tenaga kerja, semakin menguatkan bahwa usaha jasa telematika Indonesia memang sangat membutuhkan bantuan untuk menghasilkan UMKM yang berdaya saing tinggi.
Demikian pula halnyadengan kondisi penggunaan internet dan jenis pemodalan untuk semua cluster menunjukkan ciri yang sama. Kondisi ini juga menunjukkan karakter
yang sama akibat adanya dominasi data pada satu nilai atribut.
Hasil clustering dikaji dari sebaran UMKM jasa telematika di provinsi juga menunjukkan hasil yang sesuai dengan proses kelayakan bantuan Gambar 12.
Provinsi yang telah memiliki sebaran UMKM sangat tinggi memiliki sebaran lebih dari 10 seperti DIY, Jabar dan DKI Jakarta didominasi oleh C1 UMKM yang
tidak layak menerima bantuan serta di Jatim didominasi oleh C3 UMKM yang kurang layak menerima bantuan. Kondisi ini semakin menegaskan bahwa hasil
model clustering telah memiliki pola yang berkesesuaian dengan program pemerintahyang berusaha untuk mengembangkan usaha jasa telematika di daerah lain
yang masih minim sebarannya. Kondisi ini juga sesuai dengan upaya pemerintah yang lebih fokus memperluas jangkauan jaringan tulang punggung pita lebar ke luar
pulau jawa. Hal ini dimaksudkan agar terjadi pemerataan pembangunan usaha jasa telematika di seluruh pelosok Indonesia Dirjen Postel, 2010.
Gambar 13. Sebaran hasil clustering di provinsi yang memiliki sebaran UMKM telematika tertinggi
Model clustering perlu diuji untuk menganalisa bobot atribut yang turut berpengaruh dalam pembentukan anggota cluster. Uji coba dilakukan melalui 20 data
secara acak dan dinilai secara kualitatif oleh pakar kemudian dibandingkan dengan hasil uji terhadap model clustering. Tabel 17 menunjukkan ujicoba terhadap 20 data
secara acak. Penamaan atribut pada Tabel 17 merujuk pada Tabel 16.
Tabel 17. Uji coba model clustering
100 200
300 400
500 600
700 800
DKI Jkt Jatim
Jabar DIY
Ju m
lah U
MKM
Provinsi C1
C2 C3
40 No
Atribut Penentuan Cluster
A B
C D
E F
G H
I Mode
l P1
P2 P3
1 1
2 2
1 1
2 1
1 1
C2 C2
C2 C2
2 2
2 2
1 1
2 1
1 1
C1 C3
C3 C1
3 2
2 2
1 1
2 1
1 1
C1 C1
C3 C3
4 2
2 2
1 2
2 2
2 1
C1 C1
C1 C1
5 2
2 2
1 1
2 2
2 2
C1 C1
C3 C1
6 2
2 2
1 1
1 1
1 1
C1 C1
C3 C1
7 1
2 2
1 2
1 3
3 2
C2 C2
C3 C1
8 2
2 2
1 2
2 1
1 1
C1 C1
C3 C1
9 1
2 2
1 2
2 3
1 2
C2 C1
C2 C1
10 2
2 2
1 2
2 1
2 1
C1 C3
C3 C1
11 1
2 2
1 1
2 1
1 1
C2 C1
C2 C2
12 1
1 1
1 1
2 1
2 1
C3 C1
C2 C1
13 2
2 1
1 2
2 1
1 1
C1 C3
C3 C1
14 2
2 1
1 2
2 1
1 1
C1 C1
C3 C1
15 1
2 2
1 1
2 1
1 1
C2 C2
C2 C2
16 2
1 1
1 2
2 1
2 1
C3 C3
C3 C3
17 2
2 1
1 2
2 1
2 2
C1 C3
C3 C1
18 1
1 2
1 1
2 1
2 1
C3 C3
C2 C3
19 2
2 1
1 1
1 1
1 1
C1 C3
C3 C3
20 1
2 1
1 1
2 1
1 1
C2 C2
C2 C2
Hasil uji coba model menunjukkan bahwa rata-rata pendapat pakar setuju terhadap model dengan tingkat validasi 82.3. Nilai ini diperoleh dari pemberian
bobot atas uji penentuan cluster. Jika hasil model dan pendapat pakar sama, maka diberi bobot nilai 3. Jika hasil model dan pendapat pakar berbeda 1 level cluster
misalnya C1=Tidak Layak dengan C3=Kurang Layak, atau C2=Layak dengan C3=Kurang Layak maka diberi bobot 2. Jika hasil model dan pendapat pakar
berbeda 2 level cluster misalnya C1=Tidak Layak dengan C2=Layak maka diberi bobot 1. Hasil gabungan pendapat pakar diperoleh dari rata-rata validasi semua pakar.
Perbedaan hasil uji coba model clustering dengan pendapat pakar dalam penentuan kelayakan bantuan terjadi pada beberapa kasus penilaian. Perbedaan
penilaian umumnya terjadi akibat pembobotan atribut utama yang memberi pengaruh yang signifikan pada penilaian kelayakan. Misalnya pada kasus nomor 2 hasil model
dan penilaian pakar berbeda 1 level penilaian. Kasus nomor 2 menunjukkan bahwa UMKM memiliki waktu opersional 3 tahun, telah menggunakan komputer, telah
menggunakan internet dan merupakan anggota koperasi. Oleh karena bobot keempat atribut tersebut signifikan maka model mengelompokkan ke dalam cluster tidak
layak diberi bantuan. Padahal menurut pakar perlu juga mempertimbangkan kondisi kemitraan yang belum dimiliki oleh UMKM tersebut, serta melihat penjualan serta
aset yang masih minim. Demikian pula halnya dengan kasus nomor 19 yang dipengaruhi oleh bobot atribut yang signifikan, sehingga model merujuk kasus
tersebut ke arah cluster yang tidak layak diberi bantuan.
Berbeda halnya dengan kasus nomor 7 yang menunjukkan bahwa ketiga pakar berbeda pendapat dalam penentuan cluster untuk UMKM tersebut. jika UMKM
41 tersebut tidak layak diberi bantuan karena telah digunakannya komputer dan internet,
serta tingkat penjualan dan aset yang relatif tinggi termasuk kategori usaha menengah. Adapun model mengelompokkan ke dalam cluster kurang layak karena
nilai bobot atribut utama waktu operasi merujuk pada tingkat kelayakan yang cukup. Pada kasus nomor 12 ditemukan anomali hasil model yang menunjukkan
ketidaksesuaian dengan tingginya nilai bobot atribut yang mempengaruhi keputusan clustering. Hal ini menunjukkan salah satu bias yang terjadi pada hasil model, yang
dapat diakibatkan oleh adanya ketidakseimbangan data pada enam atribut yang digunakan dalam pemodelan.
Hasil uji coba menunjukkan bahwa proses clustering sangat dipengaruhi oleh nilai bobot atribut yang terbentuk dari proses seleksi atribut. Bobot atribut yang
terbentuk diperoleh dari peluang kejadian kemunculan tiap atribut pada tiap data set. Oleh karena terdapat 6 atribut yang didominasi oleh salah satu nilai hingga
sebarannya lebih dari 70 mengakibatkan terjadinya bias dalam proses clustering. Untuk mengatasi hal ini maka pengembangan model selanjutnya dapat dilakukan
dengan mengantisipasi ketidakseimbangan data melalui teknik-teknik data balancing Sun et al. 2015. Cara lain yang dapat dilakukan untuk menyeimbangkan data adalah
dengan integrasi data semantik berupa pertimbangan pakar yang dikonversi ke dalam data kuantitatif. Dengan demikian proses clustering diharapkan dapat lebih akurat,
karena mendekati prosedur yang berlaku pada instansi terkait.
Model ini juga memiliki kekurangan akibat data yang digunakan merupakan data masa lampau 2006, sehingga kondisi yang digambarkan pada hasil interpretasi
model tidak mewakili kondisi saat ini. Oleh karena itu model ini perlu diuji coba terhadap data yang telah dimutakhirkan yakni melalui data Susenas 2016.
Kekurangan lain adalah pada model ini belum diintegrasikan dengan jenis bantuan yang sesuai dengan kondisi UMKM jasa telematika. Pada data Susenas 2006
sebenarnya sudah memiliki data kendala utama yang dihadarpi oleh UMKM jasa telematika. Data tersebut sangat potensial untuk menentukan jenis bantuan yang
layak diberikan kepada UMKM, sehingga hal ini dapat dijadikan potensi pengembangan penelitian yang lebih komprehensif.
42
5 KESIMPULAN DAN SARAN