Inovasi Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam Mengatasi Kekeringan (Studi tentang Program Pembangunan 1000 Embung Tahun 2013)

(1)

Page | i INOVASI KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN BOJONEGORO

DALAM MENGATASI KEKERINGAN

(Studi tentang Program Pembangunan 1000 Embung Tahun 2013)

SKRIPSI

Disusun sebagai salah satu syarat untuk memproleh gelar kesarjanaan Strata Satu (S1) Ilmu Pemerintahan

Oleh :

Lusy Dian Putri 201210050311058

PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG TAHUN 2016


(2)

Page | ii


(3)

(4)

(5)

(6)

Page | vi KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil Aa’lamin, puji syukur penulis panjatkan kepada

Allah SWT, atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi dengan judul Inovasi Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam Mengatasi Kekeringan, Studi tentang Program Pembangunan 1000 Embung sebagai syarat untuk menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari adanya berbagai pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat:

1. Kedua Orang Tua saya, Bapak Mustofa dan Ibu Hartini yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan, doa dan kasih sayang kepada saya selama ini, sungguh skripsi ini saya persembahkan kepada Bapak dan Ibu sebagai bentuk tanggung jawab dan terimakasih saya atas segala kasih sayangnya selama ini. 2. Ibu Dr. Tri Sulistyaningsih, M.Si dan Bapak Drs. Abdullah Masmuh, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terimakasih atas arahan, bimbingan, motivasi, dan ilmunya selama ini. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan dukungan dari Ibu dan Bapak.

3. Seluruh Dosen Ilmu Pemerintahan, FISIP-UMM, Ibu Hevy, Bapak Asep, Bapak Imam, Bapak Khrisno, Bapak Yana, Bapak Salahudin, dan Bapak Jainuri untuk semua ilmu, inspirasi dan motivasinya selama di bangku perkuliahan.


(7)

Page | vii

4. Bupati Kabupaten Bojonegoro, Drs. Suyoto, M.Si untuk kesediaannya melakukan wawancara dengan penulis.

5. Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro, BPBD Kabupaten Bojonegoro, UPTD Pengairan Wilayah Tengah I, dan Pemerintah Desa dan Masyarakat Desa Kepohkidul untuk dukungannya dalam memenuhi kebutuhan data skripsi penulis. 6. Kakak-Adek saya, Mbak Fenny, Mas Haris, Mas Ryan dan Adek Dimas yang tak bosan-bosannya menanyakan skripsi saya. Khususnya untuk Mbak Fenny yang selalu setia mendengarkan cerita, keluh kesah penulis selama kuliah.

7. Sahabat-sahabat terbaik, Miftahul Jannah, Iva Fitria, Muhammad Zainul, dan Lulus Kharisma, meskipun kita berada di kota berbeda, persahabatan kita terus terjaga.

8. Teman-teman seperjuangan di Ilmu Pemerintahan, khususnya kelas Ilmu Pemerintahan A, Malinda, Monica, Diyah, Reza, Astuti, Tina, Hasmi, Varista, Eka, Radja, Ramli dan semua teman-teman yang tidak bisa disebut satu-persatu. Semoga kelak kita bertemu dalam kesuksesan masing-masing.

9. Teman-teman seperjuangan pembimbing Ibu Tri Sulistyaningsih, Dewi Pratiwi Irma, Sukma Hawani dan Dewi Miftahul Jannah. Terimakasih Irma untuk semua nasihat, dukungan, termasuk omelan dan guyonan di banyak percakapan kita di line, untuk Sukma yang juga dengan ikhlas banyak direpotkan penulis, dan terakhir untuk Dewi yang selalu ada untuk membantu penulis. Kalian bertiga adalah orang-orang baik dan hebat.

10. Teman-teman Kost Rizky Amalia, Malinda dan Farahdiba teman seperjuangan ketika masa awal kuliah yang sulit, kapan kita makan duren lagi di Mojokerto rek? Juga untuk Ovillia, Hanif, Tyara, Iik, Winar dan Mbak Disma.


(8)

Page | viii

11. Teman-teman di Teater Sinden yang mengajarkan banyak hal kepada penulis, Samer, Farhan, Edwin, Samlulu, Mas Kakek, dan semua anggota LSO Teater Sinden.

12. Teman-teman KKN 49 khususnya untuk Posko Tiga, Gengs Ceman (Cewe Cerdas dan Manis) hahaha terimakasih untuk pengalaman hidup sebulan bersama di satu rumah yang sama, untuk Nopnop, Pidy, Rose, Zulpa, Rivi, Finna, Anna, Manggali, dan Menye. Kapan kita meet up lagi, gengs?

13. Untuk Kamu, Terimakasih.

Kepada semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas segala dukungannya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari adanya kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Terakhir, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi mahasiswa dan pembaca pada umumnya. Amin.

Malang, 07 Februari 2016 Peneliti


(9)

Page | ix DAFTAR ISI Halaman Judul...i Lembar Persetujuan...ii Lembar Pengesahan...iii Lembar Pernyataan...iv

Berita Acara Bimbingan...v

Kata Pengantar...vi Daftar Isi...ix Daftar Tabel...xi Daftar Gambar...xii Daftar Diagram...xiii Daftar Bagan...xiv Abstrak...xv Abstract...xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...9

C. Tujuan Penelitian...10

D. Manfaat Penelitian...10

E. Definisi Konseptual...11

1. Inovasi...11

2. Kebijakan...12

3. Inovasi Kebijakan...15

4. Kekeringan...17

F. Definisi Operasional...15

1. Program Pembangunan 1000 Embung sebagai Kebijakan Penanganan Kekeringan di Kabupaten Bojonegoro...19

2. Pelaksanaan Tugas Dinas Pengairan...22

3. Difusi Inovasi...24

4. Strategi Mitigasi Kekeringan...25

5. Penyelesaian Kekeringan di Beberapa Daerah...26

6. Manfaat Embung...27

G. Metode Penelitian...21


(10)

Page | x

2. Tempat, Waktu dan Subyek Penelitian...29

3. Sumber Data...30

4. Teknik Pengumpulan Data...31

5. Metode Analisis Data...33

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Paradigma Kinerja Pemerintah Daerah...35

B. Teori Sound Governance...38

C. Inovasi Pemerintah Daerah...40

D. Bentuk Inovasi dalam Pemerintahan...44

E. Tipe Keputusan Inovasi...46

F. Pengaruh Inovasi dalam Struktur Penyelenggaraan Pemerintahan...50

G. Kunci Kesuksesan Inovasi...51

H. Siklus Kebijakan Publik...53

I. Alur Kewenangan Tugas Dinas Pengairan...55

J. Efektifitas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah...57

K. Kekeringan di Kabupaten Bojonegoro...59

L. Dampak Kekeringan...61

M. Program Pembangunan 1000 Embung...62

N. Tipe Embung Berdasarkan Tujuan Pembangunannya...65

O. Tipe Embung Berdasarkan Penggunaannya...66

P. Teknik Pembuatan Embung...67

Q. Pemeliharaan Embung...69

R. Penelitian Terdahulu...70

BAB III DESKRIPSI WILAYAH A. Profile Kabupaten Bojonegoro...77

B. Hidrologi dan Klimatologi Kabupaten Bojonegoro...84

C. Jenis Tanah...84

D. Potensi Kabupaten Bojonegoro...85

E. Potensi Bencana di Kabupaten Bojonegoro...87

F. Peta Rawan Bencana di Kabupaten Bojonegoro...88

G. Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro...91

H. UPTD Pengairan...93

I. Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bojonegoro.94 J. Pembangunan Embung...96

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Inovasi Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam Mengatasi Kekeringan...105


(11)

Page | xi

B. Efektifitas Program Pembangunan Embung bagi

Penanganan Kekeringan di Kabupaten Bojonegoro...122 C. Faktor Penghambat dan Faktor Pendukung

Program Pembangunan 1000 Embung...144

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...151 B. Saran...153

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN


(12)

Page | xii DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Ringkasan Penelitian Terdahulu...74

Tabel 3.1 Wilayah Kecamatan dan Desa Kabupaten Bojonegoro...78

Tabel 3.2 Wilayah Kelurahan Kabupaten Bojonegoro...83

Tabel 3.3 Data Kependudukan Kabupaten Bojonegoro...83

Tabel 3.4 Potensi Kabupten Bojonegoro...85

Tabel 3.5 Penggunaan Lahan di Kabupaten Bojonegoro...86

Tabel 3.6 Desa Rawan Kekeringan di Kabupaten Bojonegoro...89

Tabel 3.7 Wilayah Terdampak Kekeringan tahun 2011-2015...90

Tabel 3.8 Pembagian Wilayah UPTD Pengairan...93

Tabel 4.1 Realisasi Pembangunan Embung di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2008-2015...118

Tabel 4.2 Jumlah Kapasitas Tampungan Embung Tahun 2009-2015...129

Tabel 4.3 Kepemilikan Embung di Desa-desa Rawan Kekeringan...131

Tabel 4.4 Jumlah Proposal Masuk dan Realisasi Proposal tahun 2014-2015...136


(13)

Page | xiii DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.2 Alur Teknis Analisis Data Miles & Hubermas...34

Gambar 2.1 Paradigma Proses Pengambilan Keputusan Kolektif...48

Gambar 2.2 The Policy Cycle...53

Gambar 2.3 Alur Kewenangan Tugas Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro...55

Gambar 3.1 Peta Kabupaten Bojonegoro...77

Gambar 3.2 Peta Rawan Bencana Kabupaten Bojonegoro...88

Gambar 3.3 Proses Pengerukan Tanah dengan Menggunakan Exavator.100 Gambar 3.4 Embung Desa Drokilo, Kecamatan Kedungadem...101

Gambar 3.5 Embung Desa Duwel, Kecamatan Kedungadem...101

Gambar 3.6 Embung Desa Karangdinoyo, Kecamatan Sumberejo...102

Gambar 3.7 Embung Desa Kepohkidul, Kecamatan Kedungadem...102

Gambar 4.1 Tahapan Perencanaan-Monitoring Embung oleh Dinas Pengairan...110

Gambar 4.2 Water Treatment yang berada di embung desa Kepohkidul, Kecamatan Kedungadem (tampak dari dekat)...125

Gambar 4.3 Water Treatment yang berada di embung desa Kepohkidul, Kecamatan Kedungadem (tampak dari jauh)...126


(14)

Page | xiv DAFTAR DIAGRAM

Diagram 3.1 Potensi Bencana di Kabupaten Bojonegoro...87 Diagram 4.1 Target Volume Kapasitas Ketersediaan Air Embung (m3) Tahun 2015-2018...130 Diagram 4.2 Pegawai Dinas Pengairan berdasarkan jenjang pendidikan139 Diagram 4.3 Pembangunan embung oleh Dinas Pengairan


(15)

Page | xv DAFTAR BAGAN

Bagan 3.1 Struktur Organisasi Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro..92 Bagan 3.2 Struktur Organisasi BPBD Kabupaten Bojonegoro...95


(16)

Page | xvi DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Adisusanto, Nugroho.2015.Aplikasi Hidrologi.Yogyakarta: Jogja Mediautama. Arikunto, Suharasimi.2002.Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek edisi

revisi ke-5.Jakarta:PT Rineke Cipta.

Hanafi, Abdillah. 1981. Memasyarakatkan Ide-Ide Baru.Surabaya:Usaha Nasional.

Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:Salemba Humanika

Idrus, Muhammad.2009.Metode Penelitian Ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif).Jakarta:PT Gelora Aksara Pratama.

Lionardo, Andries.2011.Administrasi Pemerintah Daerah. Malang:Tunggal Mandiri Publishing.

Moleong, J Lexy.2012.Metodologi Penelitian Kualitatif (cet ke-30).Bandung:PT Remaja Rosdakarya.

Nawawi, Hadari.2005.Metode Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nurdin.2011. Antisipasi Perubahan Iklim untuk Keberlanjutan Ketahanan Pangan dalam Ketahanan Pangan dalam Perubahan Iklim Global dalam Jurnal Dialog Kebijakan Publik.

Thahier, Rohana dan Makmur.2015. Inovasi & Kreativitas Manusia dalam Administrasi dan Manajemen. Bandung: PT Refika Aditama.hlm:32 Tri Rahayu.2004.Observasi dan Wawancara.Malang:Bayu Media Publishing.

Said, Mas’ud.2008.Kepemimpinan (Pengembangan Organisasi TeamBuildng dan Perilaku Inovatif).Malang:UIN Maliki Press.

Sugiyono.2009.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.Bandung:Alfabeta

Jurnal, Artikel Ilmiah, Perundang-Undangan:

Asropi.2008.Budaya Inovasi dan Reformasi Birokrasi.Jurnal Ilmu Administrasi, Volume V, Nomer 3.hlm:247


(17)

Page | xvii

Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri No 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana

Maulina Wulansari, Dirgayusa dan Tatas. Metode Konstruksi Pekerjaan Embung Kepuh Rejo di Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang. Halm:2-3.

Partnership for Public Service Report.2005.Innovation In

Government.Washington DC:IDEO

Permendagri Nomer 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana Renstra Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro tahun 2013-2018

Tjahtjanulin Domai. Sound Governance di Jaman Globalisasi:Sebuah Kerangka Konseptual Ali Farazmand.

UNDESA.2006. Innovations in Governance and Public Administration: Replicating What Works. New York: United Nations Publication.

White, Stacey Swaringen Michael R Boswell.2007.Stormwater Quality and Local Government Innovation. Journal of The America Planning Assocition.hlm:185

Internet:

Anonymous.2015.Gencarkan Program Membangun 1000 Embung. Diakses dan

diolah melalui laman

http://nasional.tempo.co/read/news/2015/07/29/206687343/kekeringan-mengancam-begini-cara-pemerintah-mengatasinya diakses pada 13-10-2015 Pukul 10.32 WIB.

Buku Profil Bojonegoro. Hlm: 5 Diakses dari http://kanalbojonegoro.com/wp-content/uploads/2014/01/buku-profil-bojonegoro.pdf pada tanggal 28-12-2015 Pukul 07.00 WIB

Diakses dari http://www.kompasiana.com/rigaprananda/website-daerah-sebagai-inovasi-pemerintah-daerah-efektifkah_5529f4f16ea834381a552d1b pada tanggal 17-11-2015 Pukul 01.56

Disampaikan oleh Fadillah Putra dalam seminar “Meretas Sound Governance untuk Administrasi Publik di Indonesia” pada tanggal 17 November 2011

di Aula FISIP-UNEJ. Diakses melalui laman

http://ideantara.com/2012/04/30/konsepsi-sound-governance-untuk-administrasi-publik-di-indonesia-review/ pada tanggal 17-12-2015 Pukul 22.34


(18)

Page | xviii

Mansyur Wahyuni.2014. Embung Merupakan Sumber Kehidupan Bagi Lahan

Pertanian Tadah Hujan di Musim Kemarau.

http://bpkaliori.blogspot.co.id/. diakses pada 24 Oktober 2015 Pukul 03.25 WIB

Riga Prananda.2015. Website Daerah sebagai Inovasi Pemerintah Daerah,

Efektifkah? Diakses dari

http://www.kompasiana.com/rigaprananda/website-daerah-sebagai-inovasi-pemerintah-daerah-efektifkah_5529f4f16ea834381a552d1b pada tanggal 17-11-2015 Pukul 01.56 WIB.

Yohanes Andrianus.2014.BNPB Kucurkan Rp 4 Miliar Atasi Krisis Air NTT. http://www.antaranews.com/berita/457525/bnpb-kucurkan-rp4-miliar-atasi-krisis-air-ntt diakses pada 13-10-2015 Pukul 09.59 WIB.

http://beritabojonegoro.com/read/122-embung-jadi-tempat-pemancingan-ikan.html.

http://swa.co.id/business-strategy/management/tiga-program-andalan kabupaten-bojonegoro diakses pada tanggal 02-10-2015 Pukul 03.00 WIB


(19)

1 BAB I

PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Kekeringan merupakan salah satu masalah lingkungan hidup yang secara spesifik dihadapi oleh Kabupaten Bojonegoro. Hal ini disebabkan oleh jenis tanah yang didominasi oleh jenis tanah Alluvial sebesar 46.357 Ha (20,09%) dan jenis tanah Grumusol sebesar 88,944 Ha (38,55%) dari seluruh luasan wilayah di Kabupaten Bojonegoro. Kedua jenis tanah ini berupa tanah liat yang memiliki sifat sulit untuk meresapkan air. Sehingga pada musim penghujan, air hujan langsung mengalir ke sungai Bengawan Solo dan hanya sedikit yang tertampung, baik di dalam tanah maupun di permukaan tanah. Hal ini mengakibatkan banjir saat musim pengujan dan kekeringan pada saat musim kemarau, karena kondisi seperti ini juga mengakibatkan air permukaan menjadi habis (kering) dan sedikitnya cadangan air dalam tanah pada musim kemarau.1

Kekeringan yang melanda Kabupaten Bojonegoro terjadi setiap tahun. Hal ini tentu saja mengganggu kegiatan pertanian masyarakat, terlebih diketahui bahwa potensi Kabupaten Bojonegoro banyak terletak pada hasil pertanian seperti tembakau, padi, jagung, ubi kayu, kedelai, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang hijau. Ini dibuktikan dengan luas lahan yang merupakan lahan persawahan yang ada di Kabupaten Bojonegoro mencapai 32,58 % dari total luas lahan. Meskipun tidak menutup kemungkinan berdampak pula terhadap kegiatan-kegiatan industri, perkebunan dan ketersediaan sumber air bersih untuk kebutuhan sehari-hari. Mengingat selain potensi unggulan pada bidang pertanian, Kabupaten Bojonegoro

1

Diakses melalui laman http://swa.co.id/business-strategy/management/tiga-program-andalan kabupaten-bojonegoro diakses pada tanggal 02-10-2015 Pukul 03.00 WIB


(20)

2

juga kaya akan potensi di bidang holtikultura, perkebunan, perikanan dan peternakan. Sehingga permasalahan kekeringan yang melanda Kabupaten Bojonegoro perlu ditanggapi dengan serius melalui kebijakan-kebijakan yang tepat oleh Pemerintah Daerah untuk mengurangi resiko yang dapat ditimbulkan dari bencana kekeringan.

Setidaknya terdapat tiga Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro yang tergolong kedalam kawasan rawan kekeringan, diantaranya Kecamatan Sekar, Kecamatan Bubulan dan Kecamatan Gondang.2 Ketiga kawasan tersebut merupakan kawasan dengan potensi produk pertanian seperti padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan kacang hijau untuk Kecamatan Sekar. Sedangkan Kecamatan Bubulan unggul pada hasil pertanian padi, ubi kayu, jagung dan kacang tanah. Terakhir, Kecamatan Gondang memiliki potensi produk pertanian pada ubi kayu, jagung dan padi. Sejauh ini, dalam menanggulangi kekurangan air untuk kebutuhan pengairan pada lahan pertanian di musim kemarau, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro melakukan penaikan air dari sungai Bengawan Solo melalui pompanisasi yang tersebar di 24 Desa. Selain itu, sejak tahun 2008 juga digiatkan program pembangunan 1000 embung yang ditargetkan selesai pada tahun 2018.

Kekeringan yang berkepanjangan seperti yang telah dibahas sebelumnya, sangat berpotensi menurunkan kualitas hasil pertanian petani. Menurunnya kualitas hasil pertanian tidak dapat dipandang remeh. Lebih jauh, kondisi ini dapat menyebabkan penurunan kondisi pangan nasional yang berpengaruh terhadap stabilitas perekonomian nasional. Sektor pertanian sangat rentan terhadap

2


(21)

3

perubahan iklim karena berpengaruh pada pola tanam, waktu tanam, produksi, dan kualitas hasil.3 Dengan demikian dapat kita pahami bahwa kekeringan merupakan satu kondisi yang harus ditanggapi dengan serius dalam upaya menjaga kualitas hasil pertanian, juga memenuhi kebutuhan air untuk aktivitas yang lain. Sehingga diperlukan inovasi dalam melakukan manajemen pengelolaan air pada musim kemarau, khususnya oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro.

Sejak tahun 2013, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menginisiasi Program Pembangunan 1000 Embung sebagai langkah mengatasi persoalan kekeringan di daerahnya yang terintegrasi dengan visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bojonegoro tahun 2013-2018 yaitu: terwujudnya pondasi Bojonegoro sebagai lumbung pangan dan energi negeri yang produktif, berdaya saing, adil, sejahtera, bahagia dan berkelanjutan. Disebut embung adalah tandon air atau waduk berukuran kecil pada lokasi pertanian yang bertujuan untuk menampung kelebihan air hujan di musim penghujan dan pemanfaatannya pada musim kemarau untuk berbagai keperluan, baik di bidang pertanian maupun kepentingan masyarakat banyak.

Pelaksana teknis kegiatan program pembangunan 1000 embung dilaksanakan oleh empat instansi diantaranya Dinas Pekerjaan Umum, Instansi Perusahaan Jasa Tirta, Balai Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Bengawan Solo (PSAWS.BS) dan Dinas Pengairan. Sedangkan tipe embung yang dibangun meliputi embung geo membran, embung reservoir dan embung pedesaan yang tanggulnya berasal dari tanah bekas galian. Khusus pada penelitian ini hanya

3

Nurdin.2011. Antisipasi Perubahan Iklim untuk Keberlanjutan Ketahanan Pangan dalam Ketahanan Pangan dalam Perubahan Iklim Global dalam Jurnal Dialog Kebijakan Publik. Hlm:7.


(22)

4

dilakukan penelitian pembangunan embung pedesaan oleh Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro.

Pembangunan embung oleh Dinas Pengairan sebelumnya telah dilaksanakan dari tahun 2009 dan merupakan salah satu unit kegiatan yang termasuk kedalam program pengelolaan dan konservasi sungai, danau, dan sumber air lainnya yang dilaksanakan dengan melakukan pembangunan embung, peningkatan embung, operasi pengelolaan embung, pemeliharaan embung dan rehabilitasi embung. Pembangunan embung dimulai tahun 2009 dengan membangun embung pedesaan yang tanggulnya berasal dari tanah bekas galian. Pembangunan embung dilaksanakan sesuai dengan usulan Pemerintah Desa melalui proposal pengajuan bantuan pembangunan embung.

Pembangunan embung difungsikan untuk menampung curah hujan yang tinggi (infiltrasi) secara maksimal pada musim penghujan. Sehingga dapat menyuplai kebutuhan air pada musim kemarau untuk beragam kegiatan masyarakat. Infiltrasi sangat berguna untuk mengurangi besarnya banjir dan erosi, mengisi aliran sungai pada waktu musim kemarau, menyediakan air tanah untuk pertumbuhan tanaman dan sebagai pemasukan air tanah.4

Pembangunan embung oleh Dinas Pengairan pada dasarnya adalah untuk mengairi lahan pertanian terutama pada akhir musim tanam II, manfaat lain dari embung adalah dibidang perikanan, embung dapat dimanfaatkan menjadi kolam pemeliharaan ikan dan sebagai persediaan minuman ternak maupun untuk keperluan rumah tangga. Pengelolaan embung yang dibangun oleh Dinas Pengairan sepenuhnya merupakan hak Pemerintah Desa, termasuk dalam

4


(23)

5

menetapkan pemanfaatan embung disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi desa.

Pembangunan embung membutuhkan teknik-teknik tertentu untuk mencapai kualitas embung dengan daya tampung maksimal. Wahyuni (2014) Teknik pembuatan embung meliputi penentuan tekstur tanah, kemiringan lahan, bentuk, ukuran penggalian tanah, kelapisan tanah, kelapisan plastik, penembokan dan pelapisan kapur. Oleh karena itu, sebelum melakukan pembangunan embung, pertama-tama Dinas Pengairan melakukan survei kelayakan lokasi pembangunan embung untuk menentukan apakah kemudian proposal akan disetujui atau tidak.

Pembangunan embung di tiap-tiap Kecamatan di Kabupaten Bojonegoro diharapkan dapat membantu dalam penyediaan air pada musim kemarau. Melanjutkan pernyataan sebelumnya, pembangunan embung oleh Dinas Pengairan dilakukan untuk menguatkan Kabupaten Bojonegoro sebagai lumbung pangan negeri yang ingin diwujudkan dengan kemampuan menghasilkan hasil pertanian, perkebunan, peternakan dan perikanan yang berkualitas.

Terhitung hingga bulan September 2015, telah dibangun 37 embung dengan rincian 27 embung telah selesai dibangun, dan 10 embung masih dalam tahap pembangunan yang tersebar di beberapa Kecamatan, diantaranya Kecamatan Ngasem, Kedungadem, Baureno, Sumberjo, dan Tambakrejo. Hasilnya, terdapat sebanyak 227 embung yang telah berhasil dibangun oleh Dinas Pengairan dan tersebar di 28 Kecamatan di hampir seluruh desa di Kabupaten Bojonegoro.

Proses pengadaan embung dan realisasinya di desa-desa yang ada di Kabupaten Bojonegoro dimulai dari pengajuan proposal oleh pihak Pemerintah


(24)

6

Desa (Pemdes). Pemerintah Desa mengajukan proposal pengajuan pembangunan embung yang disertai berita acara. Proses selanjutnya adalah survei lokasi untuk melihat lahan lokasi pembangunan embung. Perlu dicatat sebelumnya bahwa lahan yang digunakan dalam pembangunan embung sebagian besar menggunakan Tanah Kas Desa (TKD) yang diajukan dan diberikan oleh Pemerintah Desa setempat dengan kesepakatan bersama seluruh masyarakat desa melalui kegiatan musyawarah rencana pembangunan desa (Musrenbangdes). Setelah proses survei lokasi, dilaksanakan rapat internal oleh Dinas Pengairan untuk menentukan diterima atau tidak proposal pengajuan bantuan pembangunan embung oleh Pemerintah Desa.

Sesuai dengan UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 54 ayat 1, disebut musyawarah Desa merupakan forum permusyawaratan yang diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa dan unsur masyarakat Desa untuk memusyawarahkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan Desa. Salah satu hal strategis yang dimaksud adalah penambahan dan pelepasan Aset Desa. TKD merupakan satu dari yang termasuk sebagai Aset Desa. Proposal pengajuan pembangunan embung oleh Pemerintah Desa merupakan hasil dari Musyawarah Pembangunan Desa (Musrenbangdes).

Selain menggunakan TKD, pembangunan embung juga menggunakan Tanah Solo Vallei Werken (SVW) milik Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Pengadaan lahan menjadi satu problematika dalam mencapai sasaran target 1000 embung oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro. Salah satu yang menjadi kendala selama ini adalah perijinan penggunaan lahan milik Perhutani. Seperti telah diketahui, mayoritas lahan yang terdapat di Kabupaten Bojonegoro


(25)

7

merupakan peruntukkan hutan negara yang mencapai 40,15% dari total luas wilayah Kabupaten Bojonegoro. Dalam hubungannya dengan pembangunan 1000 embung, setidaknya terdapat 12 titik yang direncanakan akan dibangun embung diatas lahan milik Perhutani tersebut, akan tetapi belum dapat terealisasi karena belum mendapatkan ijin dari Kementerian Kehutanan untuk penggunaan lahan.

Selain itu, muncul penolakan pembangunan embung di Desa Balenrejo, Kecamatan Balen karena masyarakat setempat beranggapan bahwa letak pembangunan embung terlalu berdekatan dengan pemukiman warga. Sehingga warga khawatir akan membahayakan anak-anak di sekitar embung. Munculnya problematika dari pelaksanaan Program Pembangunan 1000 Embung merupakan satu hal yang wajar dalam sebuah implementasi kebijakan publik. Sebuah kebijakan publik memang tidak mungkin diterima oleh seluruh kalangan, sebagian kalangan ada yang merasa dirugikan dan sebagian lain merasa diuntungkan.

Program Pembangunan 1000 Embung merupakan satu inovasi kebijakan dalam mengatasi persoalan kekeringan yang tiap tahun melanda hampir seluruh kawasan di Kabupaten Bojonegoro. Inovasi dapat didefinisikan sebagai proses kegiatan yang melibatkan pemikiran yang dalam oleh manusia yang dilakukan untuk menemukan sesuatu yang baru atas suatu hal, baik yang belum pernah ada sebelumnya ataupun yang sudah ada untuk kemudian diperbaharui.

Dewasa ini, istilah inovasi dalam pemerintahan semakin populer seiring dengan perkembangan zaman. Yoo (2002) dalam Asropi (2008:3) Pada negara seperti Korea, konsep inovasi bahkan telah “menggantikan” konsep reformasi. Pengalaman Korea menunjukan bahwa penerapan inovasi pada negara tersebut telah meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan di tingkat lokal.


(26)

8

Selanjutnya Shenkar (2006) dalam Asropi (2008:3) Sementara di China, inovasi telah dianggap sebagai bagian dari tradisi China. Inovasi atas birokrasi sangat medukung bagi berkembangnya ekonomi dan teknologi China dewasa ini. Semua ini menunjukan nilai penting inovasi bagi perubahan yang dinginkan.

Lebih jauh lagi, inovasi dalam pemerintahan diperlukan untuk mencapai efektifitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan. Sebuah inovasi dianggap berhasil apabila dapat memotong lama waktu dan biaya yang dibutuhkan, serta manfatnya yang besar bagi masyarakat luas. Kembali dengan permilihan embung sebagai satu alternatif kebijakan didalam mengatasi masalah kekeringan di Kabupaten Bojonegoro, jika ditinjau dari kapasitas tampungan air memang relatif kecil jika dibandingkan dengan kemampuan waduk atau jaringan irigasi. Akan tetapi, untuk membangun jaringan irigasi pada lahan tadah hujan memerlukan biaya yang sangat besar, karena itu perlu diatasi dengan teknologi yang lebih murah dan terjangkau yaitu dengan teknologi pembuatan embung yang relatif lebih murah.

Penulisan ini merupakan satu kajian dalam melihat Program pembangunan 1000 embung sebagai salah satu inovasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam menangani kekeringan serta menganalisa efektifitas program dalam keberhasilannya menangani kekeringan. Selain itu juga ingin diurai faktor penghambat dan pendukung pelaksanaan program. Alasan tersebutlah yang menarik perhatian penulis untuk mengkaji secara lebih jauh mengenai “Inovasi Kebijakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam Mengatasi Kekeringan, Studi tentang Program Pembangunan 1000 Embung Tahun 2013”.


(27)

9 B.Rumusan Masalah

Program pembangunan 1000 embung yang digalakkan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro sejak tahun 2013 seharusnya sedikit banyak dapat membantu dalam mengatasi krisis air pada musim kemarau. Dimana diketahui pada musim kemarau, penduduk Kabupaten Bojonegoro kesulitan dalam mengakses air untuk pemenuhan kebutuhan akan air, termasuk didalamnya kebutuhan air untuk kegiatan irigasi wilayah pertanian dan peternakan, rumah tangga.

Berdasarkan kepada latar belakang masalah diatas, maka pertanyaan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah inovasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam mengatasi kekeringan?

2. Apakah program pembangunan 1000 embung dapat berjalan efektif bagi penanganan kekeringan di Kabupaten Bojonegoro?

3. Apakah faktor pendukung dan faktor penghambat pelaksanaan Program Pembangunan 1000 Embung?


(28)

10 C.Tujuan Penelitian

Kekeringan yang terjadi di Kabupaten Bojonegoro setiap tahun menyebabkan permasalahan yang cukup kompleks. Tidak hanya berkisar pada pemenuhan kebutuhan air dalam kegiatan pertanian, lebih jauh juga pada kebutuhan air bersih untuk kegiatan sehari-hari, perkebunan, peternakan, juga perikanan. Seiring dengan pelaksanaan program pembangunan 1000 embung yang dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, muncul berbagai kendala dalam rangka pencapaian target sasaran pembangunan. Oleh karena itu pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui inovasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam mengatasi kekeringan

2. Mengetahui efektifitas program pembangunan 1000 embung bagi penanganan kekeringan di Kabupaten Bojonegoro?

3. Mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelaksanaan program pembangunan 1000 embung.

D. Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dapat dijadikan sebagai bahan referensi, sebagai tambahan pengetahuan dan pengalaman bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

2. Dapat digunakan sebagai bahan rekomendasi bagi Dinas Pengairan pada khususnya dalam mengkaji, mengembangkan dan mengevaluasi pelaksanaan program pembangunan 1000 embung.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau bahan perbandingan bagi peneliti selanjutnya yang membahas atau mengkaji tema yang serupa.


(29)

11 E. Definisi Konseptual

1. Inovasi

Kata inovasi berasal dari bahasa inggris innovation yang berarti perubahan. Inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau benda yang dianggap/dirasa baru oleh individu atau kelompok masyarakat. Ungkapan dianggap/dirasa baru terhadap suatu ide, praktek atau benda oleh sebagian orang, belum tentu juga pada sebagian yang lain. Kesemuanya bergantung pada apa yang dirasakan oleh individu atau kelompok terhadap ide, praktek atau benda tersebut.

Diah dalam Prananda (2013) Inovasi Pemerintahan adalah suatu hal yang sekarang ini sedang memasuki trend, sedangkan inovasi sendiri memiliki pengertian sebagai kemampuan pemimpin daerah untuk membuat sebuah terobosan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, termasuk diantaranya kemampuan marketing dan promosi bagi daerah.5

Kajian mengenai inovasi di bidang pemerintahan sendiri sebenarnya relatif jarang, hal ini disebabkan karena lembaga pemerintah dipandang sebagai satu lembaga yang kaku dan sulit menerima perubahan. Padahal, inovasi pemerintahan dalam kaitannya penanganan bencana merupakan terjemahan dari satu tugas pemerintah, yaitu memberikan rasa aman, dan perlindungan dari kemungkinan bencana yang terjadi.

Inovasi pemerintah didalam menanggulangi bencana kekeringan sesuai dengan Pedoman Mitigasi Bencana dilaksanakan melalui serangkaian upaya pengurangan dampak bencana dalam bentuk kebijakan dan strategi. Kebijakan yang diambil di dalam mengurangi dampak kekeringan dimaksudkan untuk:

5

Diakses dari http://www.kompasiana.com/rigaprananda/website-daerah-sebagai-inovasi-pemerintah-daerah-efektifkah_5529f4f16ea834381a552d1b pada tanggal 17-11-2015 Pukul 01.56


(30)

12 Pertama, menyamakan persepsi yang sama kepada semua pihak, baik jajaran pemerintahan maupun segenap unsur masyarakat. Kedua, melaksanakan mitigasi bencana secara terpadu dengan melakukan koordinasi yang melibatkan seluruh potensi pemerintah dan masyarakat. Ketiga, melaksanakan upaya preventif yang dimaksudkan untuk meminimalisir dampak dan korban jiwa. Keempat, melaksanakan kerjasama dengan semua pihak, melalui pemberdayaan masyarakat dan kampanye.6

Dengan demikian, inovasi pemerintah dalam menanggulangi kekeringan dapat kita definisikan sebagai satu ide, gagasan, terobosan, atau upaya dari pemerintah yang dilaksanakan melalui pemilihan kebijakan mitigasi dampak bencana yang tepat dan berkelanjutan yang difungsikan untuk mengurangi dampak yang dihasilkan dari bencana kekeringan.

2. Kebijakan

Kebijakan adalah salah satu konsep dalam ilmu politik.7 Kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh seorang pelaku atau kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara untuk mencapai tujuan itu. Pada prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan-kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakan.8

Menurut Wayne Parsons (2005) kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy yang berasal dari bahasa Inggris. Kebijakan (policy) adalah istiah yang tampaknya banyak disepakati bersama. Dalam penggunaannya yang umum, istilah kebijakan dianggap berlaku untuk sesuatu yang “lebih besar” ketimbang

6

Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri No 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana

7

M i r i a m B u d i a r d j o . 2 0 0 9 . Dasar-dasar Ilmu Politik. J a k a r t a : P T . G r a m e d i a P u s t a k a .

8


(31)

13

keputusan tertentu, tetapi “lebih kecil” ketimbang gerakan sosial. Jadi kebijakan adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.9

Sedangkan James E Anderson sebagaimana dikutip Islamy (2009: 17) mengungkapkan bahwa kebijakan adalah “ a purposivecourse of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern” (Serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu).

Dari pendefinisian makna kebijakan diatas, maka kebijakan dapat disimpulkan sebagai gagasan, ide, serangkaian tindakan yang diambil oleh pemerintah yang di dalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada dan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu guna menyelesaikan masalah tertentu. Program pembangunan 1000 embung merupakan satu kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro yang ditujukan untuk mengatasi kekeringan di daerahnya dengan upaya peningkatan ketersediaan air melalui pembuatan embung.

Selanjutnya, di dalam studi kebijakan publik dikenal istilah model kebijakan publik. Rinka dalam Rusli (2009) menyebutkan model lebih merujuk pada sebuah konsep atau bagan untuk menyederhanakan realitas. Berbeda dengan teori yang kesahihannya telah dibuktikan melalui pengujian emperis, model didasarkan pada isomorphism, yaitu kesamaan kesamaan antara kenyataan satu dengan kenyataan lainnya. Dye dalam Rusli (2009) menyebutkan pada dasarnya

9


(32)

14

terdapat sembilan macam model perumusan kebijakan, salah satunya adalah teori inkremental. Pemilihan teori inkremental didasarkan atas alasan bahwa teori ini adalah tepat untuk penelitian ini.

Wibawa (1994:11) dalam Soetari (2014:75) Model inkremental pada dasarnya merupakan kritik terhadap model rasional. Pembuatan kebijakan tidak pernah melakukan proses seperti yang diisyaratkan oleh pendekatan rasional karena tidak memiliki cukup waktu, intelektual, dan biaya, ada kekhawatiran muncul dampak yang tidak diinginkan akibat kebijakan yang belum pernah dibuat sebelumnya, adanya hasil-hasil dari kebijakan sebelumnya yang harus dipertahankan dan menghindari konflik.

Teori inkremental memandang bahwa kebijakan sebagai variasi terhadap kebijakan masa lampau atau dengan kata lain kebijakan pemerintah yang ada sekarang ini merupakan kelanjutan kebijakan pemerintah pada waktu yang lalu yang disertai modifikasi secara bertahap. Pilihan ini biasanya dilakukan oleh pemerintahan yang berada di lingkungan masyarakat yang pluralistik, yang tidak mungkin membuat kebijakan baru yang dapat memuaskan seluruh warga.

Pembangunan embung merupakan kebijakan masa lampu yang dimodifikasi. Sebelumnya mulai tahun 2008, Pemerintah Kabupaten Bojonegoro melalui Dinas Pekerjaan Umum Bidang Pengairan telah melakukan pembangunan embung tipe geo membran. Kemudian melihat besaran manfaat yang dapat dihasilkan dari adanya embung, sejak tahun 2013 Pemerintah Kabupaten Bojonegoro mencanangkan program pembangunan 1000 embung dengan melakukan modifikasi seperti perluasan tipe embung yang dibangun dan institusi


(33)

15

pelaksana pembangunan embung. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari stretegi untuk mempercepat sasaran pembangunan 1000 embung pada tahun 2018.

Adanya pencanangan program pembangunan 1000 embung diawali oleh janji politik Bupati Kabupaten Bojonegoro ketika itu yang saat ini diwujudkan sebagai bagian dari upaya mengatasi kekeringan sekaligus mencapai Kabupaten Bojonegoro sebagai lumbung pangan negeri. Dampak dari adanya pencanangan ini adalah meningkatnya kuantitas pembangunan embung, khususnya yang dibangun oleh Dinas Pengairan. Terdapat peningkatan yang cukup signifikan dari sebelum dan sesudah adanya pencanganan program pembangunan 1000 embung yang akan diuraikan melalui tabel di bab selanjutnya. Secara kuantitas, maupun kualitas, adanya pencanangan ini berdampak positif bagi percepatan pencapaian pembangunan 1000 embung.

2.Inovasi Kebijakan

Inovasi kebijakan terdiri atas dua padanan kata, yaitu inovasi dan kebijakan. Inovasi berorientasi pada terobosan dan hal yang baru. Baru disini dapat dimaknai berupa suatu hal yang benar-benar baru atau baru ditemukan, juga dapat dimaknai sebagai suatu hal yang baru bagi satu individu, kelompok, organisasi, maupun pemerintahan, terlepas dari apakah inovasi tersebut sudah dilaksanakan di tempat lain atau belum.

Sedangkan kebijakan dalam konteks pemerintahan lebih dimaknai sebagai suatu tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam rangka mengatasi persoalan publik atau mencapai satu tujuan tertentu. Dari dua pemahaman inovasi dengan kebijakan, secara sederhana dapat ditarik satu pemahaman bahwa inovasi pemerintah merupakan satu kajian yang membahas mengenai apa yang baru


(34)

16

dilakukan pemerintah dalam rangka menyelesaikan masalah publik. Hasil inovasi kebijakan berupa kebijakan-kebijakan publik.

Windrum (2008:8) dalam Abdullah (2013:95) Policy innovations change the thought or behavioural intentions associated with a policy belief system (Sabatier, 1987, 1999). Policy innovations are associated with three types of learning (Glasbergen, 1994). First, there is learning of how policy instruments can be improved to achieve a set of goals. Second, there is conceptual learning that follows changes in shared understanding of a problem and appropriate courses of action. Third, there is social learning based on shared understanding of the appropriate roles of policy actors. (Inovasi kebijakan merubah hubungan pemikiran atau maksud tindakan dengan sebuah sistem kebijakan (Sabatier,1987, 1999). Inovasi kebijakan dihubungkan dengan tiga tipe pembelajaran (Glasbergen, 1994). Pertama, pembelajaran dari bagaimana instrumen kebijakan dapat di perbaiki untuk mencapai serangkaian tujuan-tujuan. Kedua, konsep pembelajaran mengikuti perubahan pada pembagian pemahaman tentang sebuah masalah dan arah yang tepat bagi tindakan. Ketiga, pembelajaran sosial didasarkan pada pembagian pemahaman yang tepat dari peran aktor kebijakan.

Program pembangunan 1000 embung hadir sebagai bagian dari inovasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro yang didasarkan pada serangkaian pemahaman bahwa persoalan kekeringan tidak dapat terus dihadapi secara represif, yaitu melalui kegiatan dropping air. Kekeringan memerlukan satu tindakan yang berkelanjutan dan bermanfaat dalam jangka panjang sehingga dampak yang dapat dihasilkan dari kekeringan dapat ditekan sekecil mungkin.


(35)

17 3. Kekeringan

Kekeringan pada hakikatnya merupakan satu kondisi sedikitnya kandungan air yang terdapat di dalam tanah, sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan air pada umumnya. Dampaknya, kekeringan menyebabkan tanah menjadi tandus dan gersang yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kualitas tanah didalamnya. Kekeringan yang berlangsung terlalu lama dapat berdampak terhadap kegiatan ekonomi, bahkan juga sosial dan politik.

Permasalahan kekeringan merupakan satu permasalahan yang memerlukan intervensi dari Pemerintah selaku pembuat kebijakan, mengingat air merupakan barang publik (public goods) yang merupakan hak dasar masyarakat yang harus dipenuhi. Sebagaimana di dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, khususnya Pasal 5 menyatakan bahwa “Negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif”. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pemerintah bertanggung jawab terhadap pemenuhan air kepada masyarakat dalam rangka penyediaan kebutuhan dasarnya. Nurhayati (2014:10) Campur tangan pemerintah dimaksudkan untuk melindungi kaum rentan dan termarginalkan dalam mengakses kebutuhan dasarnya, yaitu kebutuhan akan air. Kewajiban negara dalam mencukupi hak masyarakat dalam mengakses air juga diperkuat melalui UU No. 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya). Secara garis besar, ketentuan ini mewajibkan bagi negara menyelenggarakan berbagai upaya untuk menjamin ketersediaan air bagi setiap orang yang tinggal di


(36)

18

wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), termasuk di dalamnya menjamin akses setiap orang ke sumber air untuk mendapatkan air.

Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu wilayah langganan kekeringan di Jawa Timur. Berdasarkan kepada data BPBD Provinsi Jawa Timur pada tahun 2012, Kabupaten Bojonegoro termasuk kedalam daerah dengan bencana kekeringan yang paling parah bersama Kabupaten Lamongan, Trenggalek dan Pacitan yang disebabkan karena menurunnya debit air di Sungai Brantas dan Bengawan Solo.10 Sedangkan per Juli 2015 ini Pemerintah Kabupaten Bojonegoro melalui Surat Keputusan Bupati Nomor 188 Tahun 2015 tentang Penetapan Status Keadaan Darurat Bencana Kekeringan di Kabupaten Bojonegoro menetapkan Kabupaten Bojonegoro darurat kekeringan dalam rangka penanganan kekeringan di wilayahnya terhitung sejak tanggal 25 Mei sampai dengan 31 Oktober 2015.

Menanggapi status bencana kekeringan, seluruh stakeholder saling bahu- membahu dalam menanggulangi akibat dari musim kering yang berlangsung lebih lama melalui serangkaian penanganan seperti pendistribusian air bersih yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial bersama-sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Selain itu, BPBD juga melaksanakan pembuatan sumur bor air tanah dan juga pembuatan water treatment mini di sekitar embung. Diperkirakan untuk tahun 2015, terdapat 11 Kecamatan yang akan mengalami kesulitan air diantaranya seperti Kecamatan Kedungadem pada masa musim kering tahun ini. Sedangkan Dinas Pengairan melalui kegiatan pembangunan embung membantu dalam menjaga ketersediaan air ketika musim kemarau tiba.

10


(37)

19

Stage I

Identifikasi permasalahan Analisa Penyebab Kekeringan: Tekstur tanah, alluvial dan grumusol

Stage II Perumusan Kebijakan Program Pembangunan 1000 Embung Stage III Implementasi Kebijakan dilaksanakan oleh Dinas Pengairan, Instansi PJT, Balai

PSAWS.BS dan Dinas PU

Stage V

Penyempurnaan Kebijakan F. Definisi Operasional

1. Program Pembangunan 1000 Embung sebagai Kebijakan Penanganan Kekeringan di Kabupaten Bojonegoro

Terbentuknya program pembangunan 1000 embung tentu tidak terjadi begitu saja. Sebuah kebijakan terbentuk sebagai respon terhadap munculnya masalah publik. Demikian juga dalam hal ini, proses hingga dipilihnya program embung sebagai satu bagian inovasi dari Pemkab Bojonegoro muncul atas permasalah kekeringan yang telah menjadi bagian hidup (part of life) bagi masyarakat Kabupaten Bojonegoro. Masalah sulitnya mendapatkan sumber air muncul akibat dari tidak seimbangnya antara kebutuhan dan tersedianya sarana. Jika digambarkan, maka gambaran yang tepat siklus pembuatan kebijakan adalah dengan menggunakan policy cycling milik Laster dan Stewart berikut:

Stage IV

Evaluasi Kebijakan dengan menghitung capaian kinerja

Identifikasi permasalahan: Kekeringan

Stage VI

Program berakhir pada tahun 2018

Sumber : Modifikasi dari James P. Lester & Joseph Stewart (2000) Public Policy An Evolutionary Approach. California:Wadsworth Thomson Learning dalam Tafsir Nurchamid. (2009) Evaluasi Kebijakan. Fisip UI.


(38)

20

Tahapan pertama dalam pembuatan kebijakan publik adalah penyusunan agenda dengan mengumpulkan masalah-masalah publik. Salah satu masalah lingkungan yang dialami Kabupaten Bojonegoro adalah kekeringan. Kekeringan disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya, Pertama, jenis tanah yang mendominasi luasan wilayah di Kabupaten Bojonegoro adalah jenis tanah Alluvial dan Grumusol yang sulit meresapkan air.

Kedua, 30 juta tahun yang lalu Kabupaten Bojonegoro merupakan lautan, hal ini menyulitkan dalam menentukan sumber air. Pengalaman dari BPBD Kabupaten Bojonegoro dalam melakukan pengeboran sumur, ditemui kedalaman 75-100 meter, kandungan air dalam tanah adalah air laut yang tidak cocok untuk kebutuhan air minum. Akibatnya air yang masuk ke bumi menjadi berkurang karena jenis tanah yang sulit menyerap air. Sementara, masyarakat Kabupaten Bojonegoro mengandalkan air bawah tanah.

Setelah berhasil ditemukan masalah, kemudian diikuti dengan analisa masalah dan dilanjutkan dengan penyusunan kebijakan. Jumlah air adalah tetap, sedangkan kebutuhan air terus meningkat. Analisis ini yang kemudian membangun kesadaran Pemkab untuk menangkap air hujan dengan cara dimasukan kedalam tanah (konservasi air) melalui pembuatan sumur resapan yang banyak, serta dengan menampung air dengan menggunakan embung dengan menggaungkan program pembangunan 1000 embung. Pembuatan embung pertama kali dilaksanakan di Sumberwungu yang merupakan inisiatif dari Pemkab.

Siklus selanjutnya adalah penerapan kebijakan dalam masyarakat yang diikuti oleh evaluasi. Keberhasilan embung Sumberwungu memacu Pemkab


(39)

21

untuk mengadopsinya di desa terdampak kekeringan lain di Kabupaten Bojonegoro. Akan tetapi, untuk mendapatkan bantuan embung, Pemerintah Desa yang harus aktif menyerahkan proposal bantuan pembangunan embung. Sehingga, Pemerintah Desa diminta untuk aktif dan jemput bola dalam menyelesaikan masalah kekeringan di desanya. Artinya, kebijakan program pembangunan 1000 embung dibangun dengan melibatkan masyarakat dalam partisipasinya mengatasi kekeringan bersama-sama dengan Pemerintah Daerah.

Sebelumnya dilakukan evaluasi bahwa kebutuhan air di setiap desa berbeda kegunaannya. Hingga kemudian ditetapkan bahwa embung dibangun dalam tiga jenis yaitu embung tipe pertanian, embung tipe geo membran dan embung tipe reservoir dan diserahkan kepada instansi yang sesuai dengan kewenangannya. Penyesuaian dan perubahan kebijakan ini dilakukan dalam rangka penyempurnaan kebijakan. Embung tipe pertanian adalah embung yang tampungannya merupakan tanah bekas galian, embung dengan tipe ini selain lebih murah juga memiliki banyak fungsi, tampungan air dalam embung tipe pertanian dapat digunakan untuk kegiatan irigasi, minum ternak, konservasi air, sumber air baku, dan budidaya ikan. Akan tetapi, kelemahan embung tipe pertanian adalah untuk mengoptimalkan daya tampung air, maka embung secara rutin harus dinormalisasi kurang lebih setiap dua tahun sekali.

Berbeda dengan embung tipe pertanian, embung geo membran merupakan embung yang dilapisi lapisan membran pada dinding embung. Embung geo membran hanya memiliki satu fungsi yaitu untuk memenuhi kebutuhan sumber air minum manusia. Sedangkan embung reservoir adalah embung yang difungsikan untuk kebutuhan konservasi sumber daya air. Konservasi sumber daya air sesuai


(40)

22

dengan UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang. Konservasi sumber daya air yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bojonegoro untuk menaikkan sumber air pada sumur-sumur resapan.

Langkah terakhir dari siklus pembuatan kebijakan adalah mengakhiri kebijakan karena sudah tercapai. Program pembangunan 1000 embung ditargetkan akan selesai pada tahun 2018 mendatang dengan kemampuan mencapai target pembangunan 1000 embung yang hasilnya diharapkan dapat mengurangi dampak yang dihasilkan dari kekeringan. Melalui adanya program ini, tujuan yang ingin dicapai adalah mempermudah akses masyarakat dalam mendapatkan air, serta mencapai peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan.

2. Pelaksanaan Tugas Dinas Pengairan

Pembangunan embung oleh Dinas Pengairan dilaksanakan dengan melakukan tiga kegiatan diantaranya :

a. Pembangunan embung

Pembangunan embung oleh Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro dilaksanakan melalui tahapan kegiatan sebagai berikut:

1. Pengajuan proposal bantuan pembangunan embung oleh Pemerintah Desa kepada Dinas Pengairan;

2. Verifikasi kelengkapan data proposal;

3. Survei lokasi yang akan dibangun embung dengan mempertimbangkan tekstur tanah, lokasi sekitar bangunan embung;


(41)

23

4. Pembangunan embung (mendatangkan alat berat (exavator), pengerukan (2-3 minggu);

5. Penyerahan pengelolaan embung dari Dinas Pengairan kepada Pemerintah Desa dengan berita acara;

6. Penarikan alat berat.

b. Peningkatan embung dan Rehabilitas Embung

Peningkatan embung merupakan kegiatan perluasan luas embung yang dilakukan oleh Dinas Pengairan. Peningkatan luas bangunan embung dilaksanakan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Pengajuan proposal peningkatan luas bangunan embung;

2. Survei lokasi bangunan embung (mempertimbangkan kejelasan kepemilikan lahan);

3. Peningkatan bangunan embung (perluasan bangunan dengan pengerukan, dilaksanakan pada musim kemarau);

4. Penarikan alat berat (exavator) dan penyerahan berita acara kepada Pemerintah Desa.

3. Rehabilitasi Embung

Rehabilitasi embung oleh Dinas Pengairan menitik beratkan pada kegiatan pekerjaan struktur di kolam tampungan embung dengan melakukan kegiatan pengerukan embung untuk meningkatkan daya tampung embung. Tahapan pengajuan bantuan rehabilitasi embung dilaksanakan dengan tahapan:

1. Pengajuan proposal rehabilitasi embung;

2. Verifikasi kelengkapan data proposal (mempertimbangkan usia bangunan embung);


(42)

24

3. Survei lokasi untuk melihat kedalaman bangunan embung;

4. Rehabilitasi embung dengan pengerukan kembali bangunan embung untuk menjaga kedalaman embung;

5. Penarikan alat berat.

3. Difusi Inovasi

Difusi inovasi adalah suatu proses penyebar serapan ide-ide atau hal-hal yang baru dalam upaya untuk merubah suatu masyarakat yang terjadi secara terus menerus dari suatu tempat ke tempat yang lain, dari suatu kurun waktu ke kurun waktu yang berikut, dari suatu bidang tertentu ke bidang yang lainnya kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Tujuan utama dari difusi inovasi adalah di adopsinya suatu inovasi (ilmu pengetahuan, tekhnologi, bidang pengembangan masyarakat) oleh anggota sistem sosial tertentu. Sistem sosial dapat berupa individu, kelompok informal, organisasi sampai kepada masyarakat.11

Lebih jauh, Rogertz (1983) dalam Hanafi (1981) Keberhasilan sebuah inovasi juga ditentukan oleh proses difusi (penyebaran) inovasi yang terdiri atas empat unsur yaitu: (1) inovasi yang (2) dikomunikasikan melalui saluran tertentu (3) dalam jangka waktu tertentu, kepada (4) anggota suatu sistem sosial.

Munculnya problematika seiring dengan implementasi program pembangunan 1000 embung memiliki kaitan dengan proses difusi inovasi. Penyebaran program tidak hanya berkisar antar lembaga pemerintah, lebih dari itu proses difusi dilakukan pula antar lembaga pemerintah (pada level desa) bersama masyarakat melalui Musyawarah Rencana Pembangunan Desa (Musrenbangdes). Seperti telah diketahui sebelumnya bahwa komunikasi memegang peranan yang

11


(43)

25

penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan, difusi inovasi juga merupakan bagian dari pengkomunikasian kebijakan untuk mencapai kesepahaman dalam mengartikan kebijakan.

4. Strategi Mitigasi Kekeringan

Secara lebih rinci upaya mitigasi bencana dapat dilaksanakan dengan serangkaian kegiatan-kegiatan diantaranya:

a. Perlu melakukan pengelolaan air secara bijaksana, yaitu dengan mengganti penggunaan air tanah dengan penggunaan air permukaan dengan cara pembuatan waduk, pembuatan saluran distribusi yang efisien.

b. Konservasi tanah dan pengurangan tingkat erosi dengan pembuatan check dam, reboisasi.

c. Pengalihan bahan bakar kayu bakar menjadi bahan bakar minyak untuk menghindari penebangan hutan/tanaman.

d. Pengenalan pola tanam dan penanaman jenis tanaman yang bervariasi. e. Pendidikan dan pelatihan.

f. Meningkatkan/memperbaiki daerah yang tandus dengan melaksanakan pengelolaan Iahan, pengelolaan hutan, waduk peresapan dan irigasi.

g. Pembangunan check dam, waduk, sumur serta penampungan air, penghijauan secara swadaya.

h. Mengurangi pemanfaatan kayu bakar.

i. Pembuatan dan sosialisasi kebijakan konservasi air.

j. Pengelolaan peternakan disesuaikan dengan kondisi ketersediaan air di wilayahnya.


(44)

26

k. Mengembangkan industri alternatif non pertanian.12

5. Penyelesaian Kekeringan di Beberapa Daerah

Kekeringan merupakan satu masalah yang banyak dialami hampir seluruh daerah di Indonesia. Hal ini tentu memaksa Pemerintah melakukan tindakan mitigasi dalam rangka penanganan kekeringan agar dampak yang ditimbulkan dapat di minimalisir. Sejauh ini, tindakan preventif pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam mengatasi masalah kekeringan dilaksanakan dengan menggunakan tiga strategi.

Pertama, di bidang irigasi, dibangun pompa di sungai-sungai dan melalui efisiensi penggunaan air melalui sistem pergiliran dalam penggunaan air dan tekhnologi hemat air. Kedua, terkait dengan penyediaan air baku, melalui Ditjen SDA Kementerian PUPR mengadakan operasi waduk kering, yaitu penggunaan air baku di waduk yang diprioritaskan untuk keperluan air minum, irigasi dan industri. Ketiga, dalam upaya penanggulangan bencana kekeringan, disediakan 761 unit pompa air untuk membantu suplai air yang tersebar di 11 Balai Wilayah Sungai Kementerian PUPR yang tersebar di seluruh wilayah di Indonesia.13

Sedangkan penanganan kekeringan di Nusa Tenggara Timur (NTT), BPBD Provinsi NTT mengucurkan dana senilai Rp. 4 Miliar untuk kebutuhan membeli air di 15 titik kekeringan yang melanda 15 Kabupaten di Nusa Tenggara

12

Permendagri Nomer 33 Tahun 2006 tentang Pedoman Umum Mitigasi Bencana 13

Anonymous.2015.Gencarkan Program Membangun 1000 Embung. Diakses dan diolah melalui laman http://nasional.tempo.co/read/news/2015/07/29/206687343/kekeringan-mengancam-begini-cara-pemerintah-mengatasinya diakses pada 13-10-2015 Pukul 10.32 WIB.


(45)

27

Timur. Selain itu, juga dilakukan pembangunan sumur bor yang akan dibangun di Sumba Tengah.14

Besaran dampak yang dapat dihasilkan dari bencana kekeringan membuat penangan kekeringan harus dilaksanakan secara serius dan berkelanjutan guna mengurangi dampak yang dapat ditimbulkan. Selain itu kebutuhan air merupakan kebutuhan esensial manusia yang tidak dapat tergantikan oleh apapun. Oleh sebab itu penanganan kekeringan perlu mendapat perhatian khusus.

6. Manfaat Embung

1. Air Embung: Pada prinsipnya air embung digunakan untuk mengairi lahan terutama pada musim kemarau. Pemanfaatan air pada musim kemarau perlu juga memperhatikan luasan lahan dengan ketersediaan air yang ada didalam embung. Apakah untuk mengairi sawah atau palawija dengan memperhitungkan kebutuhan air sebagai misal untuk padi 200 mm per bulan atau 1 liter/ detik /Ha. Disamping itu juga perlu diperhatikan jika embung juga untuk persediaan minuman ternak. 2. Pengairan padi dan palawija. Pengairan dari embung untuk padi dan palawija tidak sepenuhnya menggunakan air, hanya dilakukan pada saat kritis, yaitu pada fase primordial (bunting), pembungaan dan pengisian gabah. Saat ini air disalurkan ke petak pertanian bisa menggunakan selang plastik hingga kondisi tanah jenuh air. Untuk tanaman palawija caranya dengan menyiram seputar pangkal tanaman, mengingat ketersediaan air di embung terbatas. Sebaiknya perlu diketahui kebutuhan dari masing-masing jenis palawija akan air per musim atau per hektar-nya.

14

Yohanes Andrianus.2014.BNPB Kucurkan Rp 4 Miliar Atasi Krisis Air NTT.

http://www.antaranews.com/berita/457525/bnpb-kucurkan-rp4-miliar-atasi-krisis-air-ntt diakses pada 13-10-2015 Pukul 09.59 WIB.


(46)

28

3. Peternakan: Pada musim kemarau ada kalanya sulit untuk mendapatkan air untuk minuman ternaknya dan harus diangkut dari tempat yang jauh. Dengan adanya air embung ini dapat digunakan untuk memberi minuman ternaknya. 4. Perikanan : Khusus dibidang perikanan embung ini dapat dimanfaatkan pada musim hujan maupun musim kemarau, dengan catatan untuk musim kemarau ketersediaan air harus cukup. Beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan jika embung digunakan untuk pemeliharaan ikan adalah; curah hujan, penguapan, tekstur tanah, kontruksi kolam dan mutu air yang ada di embung. Untuk mutu air sendiri perlu juga diperhatikan oksigen terlarut dan Amonia.

Jenis ikan untuk embung perlu dipilih yang tepat dan sesuai dengan kondisi embung yang pada dasarnya serba terbatas, yaitu air yang menggenang. Jenis ikan yang cocok yaitu, Gurame, Mujair, Tawes, dan Lele. Untuk pakannya dapat berupa dedak, sisa makanan atau pellet serta tanaman-tanaman seperti daun talas.


(47)

29 G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif. Suharsimi mendefinisikan penelitian deskriptif sebagai penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 15

Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif karena peneliti ingin menemukan pola hubungan yang bersifat interaktif, dan memperoleh pemahaman atas fenomena yang diteliti. Adapun fenomena permasalahan yang diangkat di dalam penelitian ini adalah inovasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam mengatasi kekeringan melalui Program Pembangunan 1000 embung tahun 2013.

2.Tempat, Waktu dan Subjek Penelitian

Subyek penelitian adalah individu, benda, atau organisme yang dijadikan sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian. Pemilihan

15

Muhammad Idrus.2009.Metode Penelitian Ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif).Jakarta:PT Gelora Aksara Pratama.hlm:23


(48)

30

subyek penelitian menggunakan teknik purposive sampling.16 Teknik purposive sampling yaitu penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.17

Subjek pada penelitian ini adalah : Bupati Kabupaten Bojonegoro

Kepala Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bojonegoro Kaur Sarana dan Prasarana Pemerintah Desa Kepohkidul

Petani Desa Kepoh Kidul

Sedangkan tempat penelitian adalah kantor instansi-instansi pada subyek penelitian dan areal persawahan di sekitar embung Kepohkidul. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015-Januari 2016.

3. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.18 Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi.19

Dalam memperoleh data untuk penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data – data yang diperoleh dari data primer dan data sekunder. 1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari wilayah studi. Dalam kajian ini, data diperoleh dengan melakukan interview terhadap subyek penelitian, antara lain :

16Ibid.

at 31.

17

Sugiyono.2009.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.Bandung:Alfabeta

18

Lexy J Moleong.2012.Metodologi Penelitian Kualitatif (cet ke-30).Bandung:PT Remaja Rosdakarya.hlm:157

19Ibid


(49)

31

a. Bupati Kabupaten Bojonegoro : Dalam kajian ini peneliti melakukan wawancara dengan Bupati Kabupaten Bojonegoro yang merupakan inisiator dalam program pembangunan 1000 embung.

b. Instansi terkait : Dinas Pengairan, Balai Penanggulangan Bencana Daerah, Pemerintah Desa Kepohkidul di mana dengan pengalaman dan kemampuan tiga orang yang ada dianggap dapat mewakili seluruh pegawai di instansi tesebut. c. Petani Desa Kepohkidul : Pemilihan petani sebagai salah satu subyek penelitian didasarkan atas alasan bahwa petani merupakan bagian dari masyarakat yang menerima manfaat dari adanya embung.

2. Data sekunderadalah data yang diperoleh dari dokumen – dokumen yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini. Data sekunder yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah buku-buku terkait, jurnal, laporan, artikel ilmiah, Renstra Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro tahun 2013-2018, Undang-Undang serta pemberitaan di media online yang sesuai dengan tema yang diangkat.

4. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

Peneliti melakukan observasi atau pengamatan langsung dilapangan untuk memahami apa yang diketahui oleh subjek penelitian yang berkaitan dengan tema yang diangkat dalam penelitian ini. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul. Observasi bertujuan untuk mendapat data tentang suatu masalah sehingga diperoleh


(50)

32

pemahaman atau sebagai alat rechecking atau pembuktian terhadap informasi yang diperoleh sebelumnya.20

Observasi yang dilakukan peneliti dilakukan di embung Desa Kepohkidul dan Desa Karangdinoyo. Peneliti ingin melihat bentuk embung, air embung yang tersedia dan aktifitas yang melibatkan masyarakat dengan embung.

b. Wawancara

Wawancara dalam suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat (Koentjaraningrat:129). Secara umum dalam penelitian sosial, wawancara merupakan metode pembantu utama dari metode observasi (Koentjaraningrat:135).

Wawancara yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur yang dicirikan dengan pertanyaan terbuka, namun ada batasan tema dan alur pembicaraan, kecepatan wawancara dapat diprediksi, fleksibel tetapi terkontrol (dalam hal pertanyaan atau jawaban), ada pedoman wawancara yang dijadikan patokan dalam alur, urutan, dan penggunaan kata serta tujuan wawancara adalah untuk memahami suatu fenomena.21

Pemilihan model wawancara semi terstruktur dipilih peneliti karena model ini dinilai akan memudahkan dalam menghimpun data dan informasi apabila menggunakan metode wawancara semi-terstruktur.

c. Studi Dokumen

Metode dokumentasi adalah mencari data yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan

20

Tri Rahayu.2004.Observasi dan Wawancara.Malang:Bayu Media Publishing. Hlm:1

21

Haris Herdiansyah, 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:Salemba Humanika


(51)

33

sebagainya.22 Studi dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku mengenai pendapat, dalil yang berhubungan dengan masalah penyelidikan.23 Dokumen-dokumen yang dipergunakan di dalam penelitian ini meliputi buku, jurnal, artikel ilmiah, laporan, perundang-undangan, Renstra Dinas Pengairan tahun 2013-2018, pemberitaan di media online yang memiliki kaitan dengan tema yang diangkat.

5. Metode Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.24

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif model interaktif Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2009:247) melalui : Pertama, pengumpulan data, proses pengumpulan data yang dilakukan merupakan rangkaian aktifitas peneliti pada saat pre-eliminary dengan melakukan wawancara kepada Kasi Pelaksanaan Teknis Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro untuk melakukan pembuktian awal bahwa kegiatan pembangunan 1000 embung yang sedang peneliti lakukan benar-benar ada, pengumpulan data dilanjutkan dengan serangkaian kegiatan wawancara yang penulis lakukan dengan Bupati Kabupaten

22

Suharasimi Arikunto.2002.Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek edisi revisi ke-5.Jakarta:PT Rineke Cipta.hlm:206.

23

Hadari Nawawi.2005.Metode Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.hlm:133

24


(52)

34 Gambar 1.2 Alur Teknis Analisis Data Miles & Hubermas

Sumber : Sugiyono.2014.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.Bandung: Alfabeta. Cetakan ke 21.hlm:247

Bojonegoro, BPBD, Kaur Sarana dan Prasarana Pemdes Kepohkidul dan petani desa Kepohkidul.

Kedua, Penyederhanaan data (Data Reduction), dalam tahapan ini peneliti melakukan penggabungan segala bentuk data yang peneliti peroleh menjadi satu bentuk tulisan yang kemudian akan dilakukan proses analisis. Ketiga, Penyajian data (Data Display), display data adalah mengolah data setengah jadi yang sudah seragam dalam bentuk tulisan dan memiliki alur tema yang jelas. Keempat, Penarikan kesimpulan (Conclution Drawing). Dari data tersebut akan mengungkapkan peristiwa sebagaimana adanya dalam bentuk kalimat.25

Berikut merupakan gambar tahapan-tahapan beserta alur teknik analisis data dengan model interaktif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman.

25Ibid

Data Collection

Conclusion:dra wing/verifying Data Display

Data Reduction


(1)

29

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang menggunakan pendekatan kualitatif. Suharsimi mendefinisikan penelitian deskriptif sebagai penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai status suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan. 15

Pendekatan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif karena peneliti ingin menemukan pola hubungan yang bersifat interaktif, dan memperoleh pemahaman atas fenomena yang diteliti. Adapun fenomena permasalahan yang diangkat di dalam penelitian ini adalah inovasi kebijakan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam mengatasi kekeringan melalui Program Pembangunan 1000 embung tahun 2013.

2.Tempat, Waktu dan Subjek Penelitian

Subyek penelitian adalah individu, benda, atau organisme yang dijadikan sumber informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data penelitian. Pemilihan

15

Muhammad Idrus.2009.Metode Penelitian Ilmu Sosial (Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif).Jakarta:PT Gelora Aksara Pratama.hlm:23


(2)

30

subyek penelitian menggunakan teknik purposive sampling.16 Teknik purposive sampling yaitu penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.17

Subjek pada penelitian ini adalah : Bupati Kabupaten Bojonegoro

Kepala Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Bojonegoro Kaur Sarana dan Prasarana Pemerintah Desa Kepohkidul

Petani Desa Kepoh Kidul

Sedangkan tempat penelitian adalah kantor instansi-instansi pada subyek penelitian dan areal persawahan di sekitar embung Kepohkidul. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan November 2015-Januari 2016.

3. Sumber Data

Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.18 Dilihat dari segi sumber data, bahan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku dan majalah ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi, dan dokumen resmi.19

Dalam memperoleh data untuk penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data – data yang diperoleh dari data primer dan data sekunder. 1. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari wilayah studi. Dalam kajian ini, data diperoleh dengan melakukan interview terhadap subyek penelitian, antara lain :

16Ibid.

at 31. 17

Sugiyono.2009.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.Bandung:Alfabeta 18

Lexy J Moleong.2012.Metodologi Penelitian Kualitatif (cet ke-30).Bandung:PT Remaja Rosdakarya.hlm:157

19Ibid


(3)

31

a. Bupati Kabupaten Bojonegoro : Dalam kajian ini peneliti melakukan wawancara dengan Bupati Kabupaten Bojonegoro yang merupakan inisiator dalam program pembangunan 1000 embung.

b. Instansi terkait : Dinas Pengairan, Balai Penanggulangan Bencana Daerah, Pemerintah Desa Kepohkidul di mana dengan pengalaman dan kemampuan tiga orang yang ada dianggap dapat mewakili seluruh pegawai di instansi tesebut. c. Petani Desa Kepohkidul : Pemilihan petani sebagai salah satu subyek penelitian didasarkan atas alasan bahwa petani merupakan bagian dari masyarakat yang menerima manfaat dari adanya embung.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen – dokumen yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini. Data sekunder yang digunakan untuk mendukung penelitian ini adalah buku-buku terkait, jurnal, laporan, artikel ilmiah, Renstra Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro tahun 2013-2018, Undang-Undang serta pemberitaan di media online yang sesuai dengan tema yang diangkat.

4. Teknik Pengumpulan Data a. Observasi

Peneliti melakukan observasi atau pengamatan langsung dilapangan untuk memahami apa yang diketahui oleh subjek penelitian yang berkaitan dengan tema yang diangkat dalam penelitian ini. Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul. Observasi bertujuan untuk mendapat data tentang suatu masalah sehingga diperoleh


(4)

32

pemahaman atau sebagai alat rechecking atau pembuktian terhadap informasi yang diperoleh sebelumnya.20

Observasi yang dilakukan peneliti dilakukan di embung Desa Kepohkidul dan Desa Karangdinoyo. Peneliti ingin melihat bentuk embung, air embung yang tersedia dan aktifitas yang melibatkan masyarakat dengan embung.

b. Wawancara

Wawancara dalam suatu penelitian bertujuan untuk mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat (Koentjaraningrat:129). Secara umum dalam penelitian sosial, wawancara

merupakan metode pembantu utama dari metode observasi

(Koentjaraningrat:135).

Wawancara yang dilakukan di dalam penelitian ini adalah wawancara semi terstruktur yang dicirikan dengan pertanyaan terbuka, namun ada batasan tema dan alur pembicaraan, kecepatan wawancara dapat diprediksi, fleksibel tetapi terkontrol (dalam hal pertanyaan atau jawaban), ada pedoman wawancara yang dijadikan patokan dalam alur, urutan, dan penggunaan kata serta tujuan wawancara adalah untuk memahami suatu fenomena.21

Pemilihan model wawancara semi terstruktur dipilih peneliti karena model ini dinilai akan memudahkan dalam menghimpun data dan informasi apabila menggunakan metode wawancara semi-terstruktur.

c. Studi Dokumen

Metode dokumentasi adalah mencari data yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan

20

Tri Rahayu.2004.Observasi dan Wawancara.Malang:Bayu Media Publishing. Hlm:1 21

Haris Herdiansyah, 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:Salemba Humanika


(5)

33

sebagainya.22 Studi dokumentasi adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga buku mengenai pendapat, dalil yang berhubungan dengan masalah penyelidikan.23 Dokumen-dokumen yang dipergunakan di dalam penelitian ini meliputi buku, jurnal, artikel ilmiah, laporan, perundang-undangan, Renstra Dinas Pengairan tahun 2013-2018, pemberitaan di media online yang memiliki kaitan dengan tema yang diangkat.

5. Metode Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.24

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif model interaktif Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2009:247) melalui : Pertama, pengumpulan data, proses pengumpulan data yang dilakukan merupakan rangkaian aktifitas peneliti pada saat pre-eliminary dengan melakukan wawancara kepada Kasi Pelaksanaan Teknis Dinas Pengairan Kabupaten Bojonegoro untuk melakukan pembuktian awal bahwa kegiatan pembangunan 1000 embung yang sedang peneliti lakukan benar-benar ada, pengumpulan data dilanjutkan dengan serangkaian kegiatan wawancara yang penulis lakukan dengan Bupati Kabupaten

22

Suharasimi Arikunto.2002.Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek edisi revisi ke-5.Jakarta:PT Rineke Cipta.hlm:206.

23

Hadari Nawawi.2005.Metode Penelitian Bidang Sosial.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.hlm:133

24


(6)

34 Gambar 1.2 Alur Teknis Analisis Data Miles & Hubermas

Sumber : Sugiyono.2014.Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D.Bandung: Alfabeta. Cetakan ke 21.hlm:247

Bojonegoro, BPBD, Kaur Sarana dan Prasarana Pemdes Kepohkidul dan petani desa Kepohkidul.

Kedua, Penyederhanaan data (Data Reduction), dalam tahapan ini peneliti melakukan penggabungan segala bentuk data yang peneliti peroleh menjadi satu bentuk tulisan yang kemudian akan dilakukan proses analisis. Ketiga, Penyajian data (Data Display), display data adalah mengolah data setengah jadi yang sudah seragam dalam bentuk tulisan dan memiliki alur tema yang jelas. Keempat, Penarikan kesimpulan (Conclution Drawing). Dari data tersebut akan mengungkapkan peristiwa sebagaimana adanya dalam bentuk kalimat.25

Berikut merupakan gambar tahapan-tahapan beserta alur teknik analisis data dengan model interaktif yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman.

25Ibid

Data Collection

Conclusion:dra wing/verifying Data Display

Data Reduction