Rendahnya prasarana dan sarana pertanian

57 sudah mencapai titik jenuh, bahkan beberapa tahun terakhir cenderung menurun sehingga potensi peningkatan produktivitas di Jawa sangat kecil. Rendahnya kualitas padi yang dihasilkan oleh petani di Kabupaten Kubu Raya disebabkan antara lain rendahnya sumber daya dan kesadaran petani terutama penggunaan varietas, penerapan pupuk yang berimbang dan penanganan pasca panen. Para petani masih sulit merubah kebiasaan penggunaan benih varietas lokal menjadi varietas unggul. Rendahnya mutu gabah disebabkan juga karena petani masih kurang memperhatikan penanganan pasca panen. Oleh karena sebagian besar pemanen merontok padinya dengan cara dibanting atau menggunakan pedal thresher, maka gabah yang diperoleh mengandung kotoran dan gabah hampa cukup tinggi. Tingginya kadar kotoran dan gabah hampa serta butir mengapur mengakibatkan rendahnya rendemen beras giling yang diperoleh Setyono et al., 2000. Butir mengapur selain dipengaruhi oleh faktor genetika, juga dipengaruhi oleh teknik pemupukan dan pengairan, sedangkan kadar kotoran dipengaruhi oleh teknik perontokan. Hal ini terlihat dari produk yang bermutu dicampur dengan padi yang kualitasnya kurang baik, sehingga secara umum kualitas padi produknya menjadi rendah. Diperparah lagi sifat produk pertanian yang tidak merata baik bentuk, warna, rasa,dan ukurannya yang berpengaruh terhadap kualitas produk, sehingga belum sesuai dengan apa yang diinginkan konsumen. Faktor Lingkungan Eksternal Analisis eksternal dilakukan untuk mengkaji berbagai faktor eksternal yang berpengaruh terhadap pengembangan lahan sawah di Kabupaten Kubu Raya. Faktor-faktor eksternal diperoleh dari wawancara dan hasil pengisian kuesioner yang merupakan identifikasi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan lahan sawah di Kabupaten Kubu Raya. Identifikasi faktor-faktor eksternal tersebut dikelompokkan menjadi 2 dua yaitu peluang dan ancaman. 1. Peluang Dalam pengembangan lahan sawah untuk menunjang kecukupan pangan di Kabupaten Kubu Raya, faktor eksternal yang menjadi peluang yaitu :

a. Permintaan Beras

Sebagai bahan makanan pokok yang dikonsumsi oleh lebih dari 90 persen penduduk Indonesia, beras akan terus mempunyai permintaan pasar yang meningkat, sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Sebagai salah satu lumbung padi di Kalimantan Barat, Kabupaten Kubu Raya mempunyai peluang untuk memenuhi kebutuhan beras di Kalimantan Barat. Dengan populasi penduduk Kalimantan Barat pada tahun mencapai 4,6 juta jiwa dan konsumsi beras rata-rata nasional 139 kgkapitatahun, maka peluang untuk memenuhi kebutuhan beras di Kalimantan Barat mencapai 612.150 tontahun BPS Provinsi Kalimantan Barat, 2014. Untuk kebutuhan di Kabupaten Kubu Raya sendiri, pada tahun 2013 beras yang harus tersedia di Kubu Raya mencapai 60.184 tontahun. Terkait dengan kebijakan Bupati Kubu Raya mengenai pemanfaatan hasil produksi beras lokal bagi Pegawai Negeri Sipil PNS di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kubu Raya, maka keperluasan beras untuk pegawai mencapai 2.056 tontahun. Selanjutnya 58 untuk memenuuhi permintaan Bulog untuk kebutuhan raskin di Kalimantan Barat, maka harus tersedia beras sebesar 62.000 tontahun. b. Kebijakan pemerintah pusat dalam pengembangan lahan pangan Dalam upaya ekstensifikasi lahan sawah, pemerintah melalui Perpres No. 10 tahun 2005 dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 299KptsOT.14072005 telah membentuk sebuah institusi yaitu Direktorat Jenderal Pengolahan Lahan dan Air PLA yang salah satu tugas dan fungsinya untuk mengelola perluasan areal tanam beberapa komoditi, termasuk padi. Dengan fokus kegiatan pada daerah di Luar Jawa, selama periode 2006-2010, Direktorat Jenderal PLA telah mencetak sawah seluas 69.102 ha. Untuk jangka waktu 5 tahun, pemerintah telah mencanangkan tema untuk ketahanan pangan periode 2009 – 2014 untuk mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan daya saing produk pertanian, peningkatan pendapatan petani, serta kelestarian lingkungan dan sumber saya alam melalui program revitalisasi pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa perluasan lahan pertanian menempati posisi teratas dalam arah kebijakan untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Pada tahun 2010 hingga sekarang, kegiatan perluasan sawah ditangani oleh eselon satu baru yang bernama Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Pada periode ini Menteri Pertanian telah menandatangani kontrak kinerja dengan Presiden RI untuk membuka lahan baru seluas 2 juta hektar, baik sawah maupun lahan kering pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan dalam rangka swasembada dan swasembada berkelanjutan, sasaran tersebut sebagaimana telah dituangkan didalam Rancangan Rencana Strategis Kementerian Pertanian, tahun 2010 - 2014. Pada perencanaan yang dilakukan tahun 2010, disediakan anggaran untuk mencetak sawah baru seluas 62.000 ha untuk tahun 2011. Hingga akhir tahun 2011, dari anggaran tersebut terealisasi sawah baru seluas 62.100 ha. Pada fase ini terlihat bahwa era perluasan sawah baru mulai terjadi peningkatan volume kegiatan secara signifikan. Pada tahun-tahun berikutnya rencana volume kegiatan perluasan sawah semakin meningkat. Untuk tahun 2012 telah dianggarkan untuk mencetak 100.000 ha sawah baru, dan untuk periode 2013-2014, direncanakan akan dianggarkan perluasan sawah seluas 100.000 ha tiap tahunnya. c. Teknologi Berbagai paket teknologi tepat guna yang dapat dimanfaatkan oleh petani untuk meningkatkan kuantitas, kualitas dan produktifitas komoditas pertanian saat ini sudah tersedia cukup banyak. Berbagai varietas berkapasitas produksi tinggi, teknologi produksi pupuk dan produk bio, alat dan mesin pertanian, serta aneka teknologi budidaya, pascapanen dan pengolahan hasil pertanian sudah banyak dihasilkan oleh para peneliti di lembaga-lembaga penelitian, masyarakat petani dan perusahaan swasta. d. Pembiayaan Pertanian Untuk mengatasi keterbatasan permodalan dan lemahnya kelembagaan petani pemerintah melalui Kementerian Pertanian mengembangkan fasilitas pembiayaan dalam bentuk skim kredit program dengan subsidi bunga dan penjaminan, serta melaksanakan kegiatan pemberdayaan petani. Skim kredit program yang telah dikembangkan adalah Kredit Ketahanan Pangan KKP yang kemudian berubah