Produktivitas dan mutu padi yang dihasilkan rendah

58 untuk memenuuhi permintaan Bulog untuk kebutuhan raskin di Kalimantan Barat, maka harus tersedia beras sebesar 62.000 tontahun. b. Kebijakan pemerintah pusat dalam pengembangan lahan pangan Dalam upaya ekstensifikasi lahan sawah, pemerintah melalui Perpres No. 10 tahun 2005 dan ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pertanian No. 299KptsOT.14072005 telah membentuk sebuah institusi yaitu Direktorat Jenderal Pengolahan Lahan dan Air PLA yang salah satu tugas dan fungsinya untuk mengelola perluasan areal tanam beberapa komoditi, termasuk padi. Dengan fokus kegiatan pada daerah di Luar Jawa, selama periode 2006-2010, Direktorat Jenderal PLA telah mencetak sawah seluas 69.102 ha. Untuk jangka waktu 5 tahun, pemerintah telah mencanangkan tema untuk ketahanan pangan periode 2009 – 2014 untuk mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan daya saing produk pertanian, peningkatan pendapatan petani, serta kelestarian lingkungan dan sumber saya alam melalui program revitalisasi pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa perluasan lahan pertanian menempati posisi teratas dalam arah kebijakan untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Pada tahun 2010 hingga sekarang, kegiatan perluasan sawah ditangani oleh eselon satu baru yang bernama Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian. Pada periode ini Menteri Pertanian telah menandatangani kontrak kinerja dengan Presiden RI untuk membuka lahan baru seluas 2 juta hektar, baik sawah maupun lahan kering pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan dalam rangka swasembada dan swasembada berkelanjutan, sasaran tersebut sebagaimana telah dituangkan didalam Rancangan Rencana Strategis Kementerian Pertanian, tahun 2010 - 2014. Pada perencanaan yang dilakukan tahun 2010, disediakan anggaran untuk mencetak sawah baru seluas 62.000 ha untuk tahun 2011. Hingga akhir tahun 2011, dari anggaran tersebut terealisasi sawah baru seluas 62.100 ha. Pada fase ini terlihat bahwa era perluasan sawah baru mulai terjadi peningkatan volume kegiatan secara signifikan. Pada tahun-tahun berikutnya rencana volume kegiatan perluasan sawah semakin meningkat. Untuk tahun 2012 telah dianggarkan untuk mencetak 100.000 ha sawah baru, dan untuk periode 2013-2014, direncanakan akan dianggarkan perluasan sawah seluas 100.000 ha tiap tahunnya. c. Teknologi Berbagai paket teknologi tepat guna yang dapat dimanfaatkan oleh petani untuk meningkatkan kuantitas, kualitas dan produktifitas komoditas pertanian saat ini sudah tersedia cukup banyak. Berbagai varietas berkapasitas produksi tinggi, teknologi produksi pupuk dan produk bio, alat dan mesin pertanian, serta aneka teknologi budidaya, pascapanen dan pengolahan hasil pertanian sudah banyak dihasilkan oleh para peneliti di lembaga-lembaga penelitian, masyarakat petani dan perusahaan swasta. d. Pembiayaan Pertanian Untuk mengatasi keterbatasan permodalan dan lemahnya kelembagaan petani pemerintah melalui Kementerian Pertanian mengembangkan fasilitas pembiayaan dalam bentuk skim kredit program dengan subsidi bunga dan penjaminan, serta melaksanakan kegiatan pemberdayaan petani. Skim kredit program yang telah dikembangkan adalah Kredit Ketahanan Pangan KKP yang kemudian berubah 59 menjadi Kredit Ketahanan Pangan dan Energi KKP-E, Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan KPEN-RP, Kredit Usaha Pembibitan Sapi KUPS, dan Kredit Usaha Rakyat KUR. KKP-E, KPEN-RP, KUPS adalah skim kredit program dengan subsidi bunga, sementara KUR adalah skim kredit program dengan penjaminan. Dana kredit sepenuhnya berasal dari Bank Pelaksana Kementan, 2012. e. Adanya Kebijakan otonomi daerah Pemberlakuan otonomi daerah, memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola dan memanfaatkan segala potensi daerah dalam upaya mencapai kemandirian. Agar pemanfaatan sumberdaya dan sumber dana pembangunan efektif dan efisien, maka pemerintah daerah harus mampu menyusun strategi pembangunan daerahnya sendiri dengan tepat. Pelaksanaan otonomi daerah membuka peluang yang sangat besar bagi terciptanya pemerataan pembangunan daerah dan pemberdayaan sumberdaya lokal secara optimal. Dalam era otonomi daerah, daerah mempunyai peranan sangat penting dalam penyediaan pangan lokal dalam rangka penguatan ketahanan pangan, yaitu menyediakan stok pangan yang cukup bagi seluruh penduduk di masing-masing wilayah daerah otonom tersebut. Dengan cara ini masalah kekurangan pangan dapat segera diatasi lebih dini karena Pemerintah Daerah yang paling mengetahui kondisi daerah dan masyarakatnya masing-masing. Uluran tangan Pemerintah Pusat tentu saja dapat diberikan dalam rangka penyelesaian masalah kekuarangan pangan yang lebih tuntas 2. Ancaman Dalam pengembangan lahan sawah untuk menunjang kecukupan pangan di Kabupaten Kubu Raya, faktor eksternal yang menjadi ancaman yaitu :

a. Alih fungsi lahan pertanian

Konversi lahan pertanian ke nonpertanian terjadi sejak lama dalam skala yang cukup masif. Selama periode 1983-1993, konversi lahan pertanian nonperkebunan besar pertanian rakyat mencapai 1,30 juta hektar atau 7,78 selama 10 tahun atau rata-rata 0,78 persen per tahun. Pada periode 1993-2003, konversi lahan mencapai 1,28 juta hektar atau 8,33 persen selama 10 tahun atau rata-rata 0,83 persen per tahun, yang berarti terjadi peningkatan intensitas konversi lahan. Jumlah konversi selama 1993-2003 menurun 16.259 ha 1,25 dibanding periode sebelumnya, namun secara kumulatif konversi lahan selama 20 tahun tersebut mencapai 2,58 juta hektar 15,45 dari posisi 1983 atau rata-rata 258.448 hektar per tahun. Dominasi wilayah konversi lahan pertanian rakyat selama 1993-2003 telah bergeser ke Sumatera 90,9. Konversi lahan juga meningkat di Kalimantan, dan terjadi di Maluku dan Irian Jaya yang selama periode sebelumnya luas lahan pertanian meningkat. Konversi lahan pertanian rakyat yang terjadi sangat cepat di wilayah Sumatera 363 dan Kalimantan 212 disebabkan oleh pembukaan areal perkebunan kelapa sawit dan karet yang menggunakan lahan pertanian pangan. Kedua jenis komoditas tersebut memberikan pendapatan dengan frekuensi lebih tinggi dan jumlah kumulatif per tahun lebih besar dibanding tanaman pangan. Konversi lahan pertanian dalam jumlah besar dan cepat, khususnya lahan sawah produktif, akan menambah beban upaya pencapaian swasembada pangan beras nasional di masa datang, apalagi jika peningkatan produktivitas, intensitas tanam, dan pencetakan sawah berjalan lambat.