BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Perspektif Paradigma Kajian
Paradigma konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme realitas sosial yang
diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Paradigma konstruktivisme yang di telusuri dari
pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secaea fundamental berbeda dengan perilaku alam, karena manusia bertindak sebagaiagen yang mengkonstruksi dalam
realitas sosial mereka, baik itu melalui pemberian makna ataupun pemahaman perilaku menurut Weber, menerangkan bahwa subtansi bentuk kehidupan di
masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorang yang timbul dari alasan-alasan subjektif. Weber juga melihat
bahwa tiap individu akan memberikan pengaruh dalam masyarakatnya. http:id.wikipediaorgwikiperspektif konstruktivisme dan kritikal.
Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahai dan
mengkonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan diteliti. Paradigma konstruktivisme merupakan respon terhadap paradigma positivis dan
memiliki sifat yang sama dengan positivis, dimana yang membedakan keduanya adalah objek kajiannya sebagai awal dalam memandang realitas sosial. Positivis
berangkat dari sistem dan struktur sosial, sedangkan konstruktivisme berangkat dari subjek yang bermakna dan memberikan makna dalam realitas tersebut.
Dikategorikan ke dalam penelitian kualitatif konstruktivisme karean sangat mengandalkan kemampuan peneliti dalam menafsirkan makna yang ingin
dibangun melalui realitas sosial sehingga dapat dikaitkan dengan konteks sosial, budaya, ekonomi, dan historis.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kajian Pustaka
2.2.1 Komunikasi Massa
Salah satu bentuk komunikasi adalah komunikasi massa yang menyampaikan informasi, ide, gagasan kepada komunikan yang jumlahnya
banyak dan menggunakan media. Aneka pesan melalui sejumlah media massa dengan menyajikan beragam peristiwa baik itu yang sifatnya sederhana
menunjukkan bahwa komunikasi massa telah menjadi bagian kehidupan manusia. Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai proses komunikasi yang
berlangsung dimana pesannya dikirim dari sumber yang melembaga kepada khalayak yang sifatnya massal melalui alat-alat yang bersifat mekanis seperti
radio, televisi dan film Cangara, 2006: 36.
Joseph A. Devito Wiryanto, 2004: 3 mengemukakan definisi komunikasi massa dalam dua pengertian :
1. Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada massa,
kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. 2.
Komunikasi massa adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar- pemancar audio atau visual, seperti televisi, radio, surat kabar,
majalah, film atau buku.
Media massa merupakan sumber kekuatan, alat kontrol, manajemen dan inovasi dalam masyarakat yang dapat didayagunakan sebagai pengganti kekuatan
atau sumber daya lainnya. Media massa seringkali berperan sebagai wahana pengembangan budaya, bukan saja dalam pengertian bentuk seni dan simbol,
Dalam banyak hal, proses komunikasi massa dan jenis komunikasi lain bentuknya sama yaitu seseorang menyusun sebuah pesan, pada dasarnya itu merupakan
tindakan intarpersonal. Pesan tersebut kemudian disandikan encoding ke dalam kode umum misalnya bahasa. Bahasa tersebut ditransmisikan dan orang lain akan
menerima pesan tersebut, menguraikan sandinya decoding lalu mendalaminya. Proses pendalaman pesan tersebut juga merupakan tindakan intrapersonal. Namun
Universitas Sumatera Utara
sifat komunikasi massa lebih khusus. Untuk dapat menyampaikan pesan dengan efektif kepada ribuan orang dengan latar belakang dan ketertarikan yang berbeda
membutuhkan keahlian yang tersendiri dibandingkan hanya bicara dengan teman di seberang meja. Menyandi pesan jauh lebih kompleks karena selalu
menggunakan alat, contohnya kamera, alat perekam atau media cetak Vivian, 2009:368.
Fungsi komunikasi massa bagi masyarakat menurut Joseph R. Dominick terdiri atas Effendy, 2006: 29-31:
1. Pengawasan peringatan surveillance Pengawasan mengacu kepada yang kita kenal sebagai peranan berita
dan informasi dari media massa. Media mengambil tempat para pengawal yang mempekerjakan pengawasan.
2. Interpretasi Interpretation Media massa tidak hanya menyajikan fakta dan data, tetapi juga informasi
beserta interpretasi mengenai suatu peristiwa tertentu. Contoh yang paling nyata dari fungsi ini adalah tajuk rencana surat kabar dan komentar radio atau televisi
siaran. Pada kenyataannya fungsi interpretasi ini tidak selalu berbentuk tulisan, adakalanya juga berbentuk kartun atau gambar lucu yang bersifat sindiran.
3. Hubungan Linkage Media massa mampu menghubungkan unsur-unsur yang terdapat di
dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung
oleh saluran
perseorangan. Misalnya kegiatan periklanan yang menghubungkan kebutuhan dengan produk-produk penjual.
4. Sosialisasi Sosialisasi merupakan transmisi nilai-nilai transmission of values yang
mengacu kepada cara-cara dimana seseorang mengadopsi perilaku dan nilai-nilai dari suatu kelompok. Media massa menyajikan penggambaran masyarakat, dan
dengan membaca, mendengarkan dan menonton maka seseorang mempelajari bagaimana khalayak berperilaku dan nilai-nilai apa yang penting.
Universitas Sumatera Utara
5. Hiburan Entertainment Fungsi ini jelas tampak pada televisi dan radio, dimana sebahagian
besar programnya bersifat menghibur to entertain.
2.2.2 Iklan
Iklan atau advertising dapat didefinisikan sebagai tiap bentuk komunikasi nonpersonal mengenai suatu organisasi, produk, servis, atau ide yang dibayar oleh
satu sponsor yang diketahui. Yang dimaksud ‘dibayar’ disini menunjukkan fakta bahwa ruang atau waktu bagi suatu pesan iklan pada umumnya harus dibeli,
sedangkan maksud kata ‘nonpersonal’ berarti suatu iklan melibatkan media massa Morrisan, 2010:17.
Iklan berasal dari bahasa Arab iqlama, yang dalam bahasa Indonesia artinya pemberitahuan, dalam bahasa Inggris advertising berasal dari kata Latin
abad pertengahan advertere, “mengarahkan perhatian kepada”, sedangkan reklame berasal dari bahasa Perancis “re-klame” yang berarti berulang-ulang
Danesi, 2010:362. Sebenarnya semua istilah di atas mempunyai pengertian yang sama yaitu memberi informasi tentang suatu barangjasa kepada khalayak.
Iklan dikategorisasikan sebagai iklan non komersial dan iklan komersial. Iklan non komersial adalah iklan yang bersifat pelayanan masyarakat. Iklan
komersial ditandai dengan syarat imajinasi dalam proses pencitraan dan pembentukan nilai-nilai estetika untuk memperkuat citra terhadap objek iklan itu
sendiri. Sehingga terbentuk image, semakin tinggi estetika dan citra objek iklan, maka semakin komersial objek tersebut Bungin, 2008:65.
Sejatinya tugas utama iklan adalah untuk mengubah produk menjadi sebuah citra, dan apapun pencitraannya yang digunakan dalam sebuah iklan, baik
itu citra kelas sosial, citra seksualitas, dan sebagainya, yang terpenting pencitraan itu memiliki efek terhadap produk dan akan menambah nilai ekonomisnya
Bungin, 2008:126.
Universitas Sumatera Utara
Jib Fowles dalam Bungin, 2008:81 mengatakan, iklan tidak sekedar media komunikasi, namun terpenting adalah muatan konsep komunikasi yang
terkandung di dalamnya, terlebih lagi konsep itu harus mampu mewakili maksud produsen untuk mempublikasikan produk-produknya, serta konsep tersebut harus
dipahami oleh pemirsa sebagaimana yang dimaksud oleh si pencipta iklan.
Salah satu bagian dari industri periklanan selain pengiklan dan agen periklanan, adalah media massa. Media berperan sebagai penghubung antara
perusahaan dengan konsumennya. Media untuk pengiklan antara lain adalah radio, televisi, koran, majalah, internet, direct mail, billboard dan sebagainya.
Dari seluruh media massa yang memungkinkan untuk menjadi media massa periklanan, televisi seringkali difavoritkan menjadi media periklanan yang utama
karena efektivitas dan efisiensi dalam penyampaian pesan dan pembentukan
citra di dalamnya. Televisi menjadi pilihan utama oleh banyak pemasar karena karakteristiknya yang unik dan mampu menampilkan imajinasi nyata dari iklan
tersebut dalam bentuk gambar dan suara. Iklan televisi lahir dari proses panjang penggarapan sebuah iklan. Banyak kalangan tidak mengetahui kalau iklan televisi
umumnya berdurasi beberapa detik, membutuhkan proses kerja yang sangat rumit dan panjang.
2.2.3 Citra Produk
Citra produk adalah sekumpulan perasaan dan emosi yang menyertai produk itu dan dapat menjadi rapuh. Citra produk menrupakan perpanjangan
dari citra organisasi atau perusahan dan dapat dibentuk secara kuat. Ada banyak yang dapat membentuk citra produk yang baik,di antaranya produk itu sendiri,
elemen atau identitas produk, orang-orang, pengemasan, dan lain-lain. Semua hal tersebut memiliki efek kumulatif dan penting untuk presepsi publik.
Konsumen yang terbiasa menggunakan produk tertentu cenderung memiliki persepsi yang kuat terhadap produk. Jadi apabila suatu konsep produk
akan menghasilkan product image yang dapat mencerminkan identitas produk yang jelas. Selain itu seperti disebutkan oleh frank jeffkins bahwa citra produk
Universitas Sumatera Utara
yang terbaik biasanya tercipta melalui kegiatan-kegiatan periklanan jeffkins,2000. Perusahaan dapat mengupayakan agar masyarakat memiliki
pengetahuan dan pemahaman yang bener akan suatu produk melalui berbagai cara. Menurut Burhan Bungin dalam bukunya sosiologi komunikasi,
sesungguhnya citra terbangun atas hasil konstruksi copywriter, visualiser, atau pun pembuatnya. Sehingga tanpa disadarin citra yang muncul telah menjadi
bagian dari kesadaran palsu yang sengaja dikontruksi oleh copywriter atau pembuat mengkontruksi kesadaran individu serta membentuk pengetahuan
tentang suatu realitas yang baru Bungin, 2007. Lebih lanjut, menurut Burhan Bungin dalam bukunya Sosiologi Komunakasi bahwa untuk mengkontruksi citra
realitas suatu benda atau produk, bahasa saja tidak cukup untuk tujuan tersebut, sehingga diperlukan dukungan tanda bahasa simbol-simnol sebagai alat
penggambaran citra tersebut.
Tahap konstruksi citra ada empat,yaitu: tahap penyampaian informasi produk, tahap membangun citra, tahap pembenaran tindakan,dan tahap persuasi
tindakan. Sedangkan dalam iklan, kategorisasi pencitraan ada 8, yaitu: citra kenikmatan, citra perempuan, citra maskulin, citra kemewahan dan ekslusif, citra
kelas sosial, citra manfaat, citra persahabatan, citra seksisme dan seksualitas Bungin,2007:221- 224.
Slogan sebagai elemen penting identitas produk harus memiliki citra dan sasaran perdagangan produk yang ingin ditampilkan perusahaan serta
mencerminkan aktifitas dan fungsi-fungsinya. Slogan harus mencerminkan citra positif produk dengan cara memaksimalkan pesan-pesan yang menguntungkan
dalam bentuk lambang dan gambar. Slogan menjadikan wajah dari suatu produk,berfungsi sebagai pengenal atau jati diri merk produk, untuk di kenalin
dan ada ide yang terbentuk di masyarakat tentang produk itu, dan secara visual membentuk citra produk. Slogan sebagai indentitas mewakili karakter tertentu
dari suatu produk dan dapat membentuk sosok tertentu akan suatu produk di mata khalayaknya.
Universitas Sumatera Utara
Slogan sebagai identitas mewakili karakter tertentu dari suatu produk dan dapat membentuk sosok tertentu akan suatu produk di mata khalayaknya.
Produk yang tidak dapat memunculkan realitas tersebut melalui identitasnya, sepotensial apapun produk itu, akan sulit untuk mendapatkan tempat di hati
rakyatnya Anggoro, 2011:291. Lebih lanjut menurut Burhan Bungin dalam bukunya Sosiologi Komunikasi, bahasa merupakan alat utama dalam
penggambaran realitas Burhan Bungin, 2007:228. Dengan demikian slogan dan logo yang merupakan tanda bahasa juga dapat menjadi alat utama dalam
menggambarkan realitas suatu benda, atau produk dalam hal ini.
2.2.4 Semiotika
Semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion yang berarti ‘tanda’ atau seme, yang berarti ‘penafsir tanda’. Semiotika berakar dari studi klasik dan
skolastik atas seni logika, retorika, dan poetika. ‘Tanda’ pada masa itu masih bermakna pada suatu hal yang menunjukkan pada adanya hal lain. Jika diterapkan
pada bahasa, maka huruf, kata, kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu hanya mengemban arti signifiant dalam kaitannya dengan
pembaca. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan apa yang ditandakan signifie sesuai dengan konvensi dala sistem bahasa yang
bersangkutan Sobur, 2009: 17.
Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Studi tentang tanda dan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungannya dengan tanda-
tanda lain, pengirimannya dan penerimaannya oleh mereka yang
menggunakannnya. Menurut Preminger dalam Kriyantono, 2006:261, ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu
merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.
Analisis semiotik berupaya menemukan tanda termasuk hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah tanda teks, iklan, berita. Karena sistem tanda sifatnya amat
kontekstual dan bergantung pada pengguna tanda tersebut. Pemikiran pengguna
Universitas Sumatera Utara
tanda merupakan hasil pengaruh dari berbagai konstruksi sosial di mana pengguna tanda tersebut berada.
Dapat kita katakan, semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang
tanda, tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri pun–sejauh terkait dengan pikiran manusia–
seluruhnya terdiri atas tanda-tanda karena, jika tidak begitu, manusia tidak akan bisa menjalin hubungannya dengan realitas. Bahasa itu sendiri merupakan sistem
tanda yang paling fundamental bagi manusia, sedangkan tanda-tanda nonverbal seperti gerak-gerik, bentuk-bentuk pakaian, serta beraneka praktik sosial
konvensional lainnya, dapat dipandang sebagai sejenis bahasa yang tersusun dari tanda-tanda bermakna yang dikomunikasikan berdasarkan relasi-relasi Sobur,
2004:13.
Charles Sanders Peirce adalah salah seorang filsuf Amerika yang paling orisinal dan multimensional. Menurut Paul Cobley dan Litza Jansz 1999:20,
Peirce adalah seorang pemikir yang argumentatif. Peirce mengidentisikasi, dari ilmu logika ke ilmu intelektual, yaitu tindakan komunikatif yang telah
menunjukkan bagaimana ia menggaris bawahi kepentingan teknis ilmu Sobur, 2009:40-41.
Peirce menandaskan bahwa kita hanya dapat berfikir dengan medium tanda. Manusia hanya dapat berkomunikasi lewat sarana tanda. Tanda dalam
kehidupan manusia bisa berarti gerakan ataupun isyarat. Anggukan ataupun gelengan dapat berati sebagai setuju dan tidak setuju, tanda peluit, genderang,
suara manusia bahkan bunyi telepon merupakan suatu tanda. Tanda dapat berupa tulisan, angka dan bisa juga berbentuk rambu lalu lintas contohnya merah berati
berhenti berbahaya jika melewatinya dan masih banyak ragamnya.
Universitas Sumatera Utara
Peirce dalam lingkungan semiotik melihat sebuah tanda, acuan dan penggunanya sebagai tiga titik dalam segitiga Peirce, yang biasanya dipandang
sebagai pendiri tradisi semiotika Amerika, menjelaskan modelnya secara sederhana yaitu tanda sebagai sesuatu yang dikaitkan kepada seseorang untuk
sesuatu dalam beberapa hal atau kapasitas dan seringkali mengulang-ulang pernyataan bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi
seseorang.
Tanda menunjuk pada seseorang, yakni menciptakan dibenak seseorang tersebut suatu tanda yang setara atau barangkali suatu tanda yang lebih
berkembang. Tanda tersebut disebut interpretant dari tanda-tanda pertama. Perumusan yang terlalu sederhana dari Pierce ini menyalahi kenyataan tentang
adanya suatu fungsi tanda: tanda A menunjukkan suatu fakta dari objek B, kepada penafsirnya yaitu C. Oleh karena itu, suatu tanda itu tidak pernah berupa
suatu entitas yang sendirian, tetapi yang memiliki ketiga aspek tersebut A, B dan C. Pierce mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari
kepertamaan, objeknya adalah keduaan dan penafsirnya adalah sebagai unsur pengantara yang berperan sebagai ketigaan.
Ketigaan yang ada dalam konteks pembentukkan tanda juga membangkitkan semiotika yang tak terbatas, selama suatu penafsir gagasan yang
membaca tanda sebagai tanda bagi yang lain yaitu sebagai wakil dari suatu makna atau penanda bisa ditangkap oleh penafsir lainnya. Penafsir ini adalah
unsur yang harus ada untuk mengaitkan tanda dengan objeknya induksi, deduksi dan penangkapan hipotesis membentuk tiga jenis penafsir yang penting. Agar
bisa ada sebagai suatu tanda maka tanda tersebut harus ditafsirkan dan berarti harus memiliki penafsir.
Universitas Sumatera Utara
Charles Sanders Peirce mengemukakan gagasannya mengenai model tanda dan taksonominya. Peirce mengemukakan model triadic tanda, yang terdiri atas
elemen-elemen sebagai berikut : a. Representamen, adalah bentuk yang diambil sebagai tanda tidak
senantiasa bersifat material. b. Interpretant, cenderung bermakna gagasan yang dimunculkan oleh
tanda. c. Object, adalah hal kemana tanda terkait mengacu.
Gambar 1 Segitiga Makna Charles S.Peirce
Sense B
A C Sign Vehicle
Referent Sumber : Morissan, 2009: 28
Hubungan antara ketiga elemen tersebut disebut ‘semiosis’. Untuk lebih memahaminya, kita bisa ilustrasikan dengan lampu lalu lintas. Dalam model tanda
yang dikemukakan oleh Peirce, lampu tanda berhenti akan diwakili oleh lampu merah yang ada di persimpangan jalan sebagai representamen, kendaraan
berhenti sebagai objek dan gagasan bahwa lampu merah mengindikasikan kendaraan harus berhenti sebagai interpretant Morissan, 2009:28.
2.2.5 Semiotika Komunikasi Visual
Semiotika komunikasi visual bertujuan mengkaji tanda verbal judul, subjudul, dan teks dan tanda visual ilustrasi, logo, tipografi, dan tata visual
desain komunikasi visual dengan pendekatan teori semiotika. Dengan analisis semiotika visual maka akan diperoleh makna yang terkandung di balik tanda
Universitas Sumatera Utara
verbal dan tanda visual karya desain komunikasi visual. Dengan pendekatan teori semiotika, maka karya desain komunikasi visual akan mampu diklasifikasikan
berdasarkan tanda, kode dan makna yang terkandung di dalamnya Tinarbuko, 2009: 9. Meskipun objek utama dari komunikasi visual adalah elemen-elemen
komunikasi yang bersifat visual, yaitu garis, bidang, ruang, warna, bentuk dan tekstur, akan tetapi perkembangannya, desain komunikasi visual juga melibatkan
elemen-elemen non visual, seperti tulisan, bunyi atau bahasa verbal.
Desain komunikasi visual adalah ilmu yang mempelajari konsep komunikasi dan ungkapan daya kreatif, yang diaplikasikan dalam pelbagai media
komunikasi visual dengan mengolah elemen desain grafis yang terdiri dari gambar ilustrasi, huruf dan tipografi, warna, komposisi dan layout. Semua itu dilakukan
guna menyampaikan pesan secara visual, audio atau audio visual kepada target sasaran. Jagat desain komunikasi visual senantiasa dinamis, penuh gerak dan
perubahan karena peradaban dan ilmu pengetahuan modern memungkinkan lahirnya industrialisasi. Sebagai industri fotografi yang terkait dalam sistem
ekonomi dan sosial, desain komunikasi visual juga berhadapan dengan konsekuensi sebagai produk massa dan komsumsi massa. Terkait dengan fakta
tersebut, desain komunikasi visual senantiasa berhubungan dengan penampilan rupa yang dapat dikecap orang banyak dengan pikiran maupun perasaan. Rupa
yang mengandung pengertian makna, karakter, serta suasana yang mampu dipahami diraba dan dirasakan oleh khalayak umum atau terbatas.
Sementara itu, pesan yang dikemukakan dalam pesan karya desain komunikasi, pesan disosialisasikan kepada khalayak sasaran melalui tanda. Secara
garis besar, tanda dapat dilihat dari dua aspek, yaitu tanda verbal dan tanda visual. Tanda verbal akan didekati pada aspek ragam bahasa, tama dan pengertian yang
didapatkan. Sedangkan tanda visual akan dilihat dari cara menggambarkannya, apakah secara ikonis, indeksikal atau simbolis dan bagaimana cara
mengungkapkan idiom estetiknya. Tanda-tanda yang telah dilihat dan dibaca dari dua aspek secara terpisah, kemudian diklasifikasikan dan dicari hubungan antara
yang satu dengan yang lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mewujudkan suatu tampilan visual, ada beberapa unsur perlu diperhatikan. Hal tersebut antara lain: garis line, bentuk form, ruang space,
tekstur, keseimbangan, proposisi, keserasian, warna, irama, ukuran serta durasi http:dc355.4shared.comdoc3Y97xjpnpreview.html
.
1.Garis Line Sebuah garis adalah unsur desain yang menghubungkan antara satu titik
poin dengan titik poin yang lain sehingga bisa berberntuk gambar, garis lengkung curve atau garis lurus straight. Garis adalah unsur dasar untuk membangun
bentuk atau konstruksi desain.
2.Bentuk Form Istilah bentuk form digunakan untuk menyatakan suatu bangun atau
shape yang tampak dari suatu benda. Bentuk adalah segala sesuatu hal yang memiliki diameter, tinggi dan lebar. Bentuk form adalah tubuh atau massa yang
berisi garis-garis. Sedangkan garis adalah bagian tepi atau garis pinggir bentuk suatu benda atau biasa disebut “kontur benda”. Kontur memperlihatkan bangun
atau gerakan itu sendiri. Garis lurus dan garis lengkung termasuk elemen benda; tanpa bentuk, tetapi garis-garis tersebut dapat menjelaskan suatu bentuk;
dengan menyusun garis horizontal dan vertikal yang sama panjang akan terjadi suatu bentuk bangun bujur sangkar. Semua bangun seperti bujur sangkar,
lingkaran, dan segitiga sama sisi merupakan sebagian dari bentuk dasar yang dipergunakan untuk mendesain. Bentuk suatu benda bisa bersifat dua dimensional
lonjong, oval, polygon, persegi panjang dan heksagon, yaitu datar tanpa ketebalan atau bersifat tiga dimensional kerucut, kubus, silinder, prisma,
piramida dan bola, yang mempunyai ketebalan atau padat.
Universitas Sumatera Utara
Sementara pada kategori sifatnya, bentuk dapat dikategori menjadi tiga, yaitu:
a. Huruf character yang direpresentasikan dalam bentuk visual
yang dapat digunakan untuk membentuk tulisan sebagai wakil dari bahasa verbal dengan bentuk visual langsung
seperti A, B, C dan sebagainya. b.
Simbol symbol yang direpresentasikan dalam bentuk visual yang mewakili bentuk benda secara sederhana dan dapat
dipahami secara umum sebagai simbol atau lambing untuk menggambarkan suatu bentuk nyata, misalnya gambar orang,
bintang, matahari dalam bentuk sederhana simbol, bukan dalam bentuk nyata dengan detail.
c. Bentuk nyata form, bentuk ini betul-betul mencerminkan
kondisi fisik dari suatu objek. Seperti gambar manusia secara detail, hewan secara detail atau benda lainnya.
3. Ruang space
Ruang terjadi karena adanya persepsi mengenai kedalaman sehingga terasa jauh dan dekat, tinggi dan rendah, yang tampak melalui indera
penglihatan. Ruang merupakan jarak antara suatu bentuk dengan bentuk lainnya yang pada praktek desain dapat dijadikan unsur untuk memberi efek
estetika desain. Sebagai contoh, tanpa ruang kita tidak akan tahu yang mana kata dan mana kalimat atau paragraf. Tanpa ruang kita tidak tahu mana yang
harus dilihat terlebih dahulu, kapan harus membaca dan kapan harus berhenti sebentar.
Dalam bentuk fisiknya pengidentifikasian, ruang digolongkan menjadi dua unsur, yaitu objek figure dan latar belakang background. Hubungan
antar ruang merupakan bagian dari perencanaan desain, apakah itu berupa jarak antar huruf atau huruf dengan gambar yang terletak pada sebidang kertas.
Ruang sebagai latar belakang dari suatu objek juga perlu diolah, umpamanya dengan memberi warna, tekstur dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
4.Tekstur Tekstur adalah sifat dan kualitas fisik dari permukaan suatu bahan,
seperti kasar, mengkilap, pudar atau kusam yang dapat diaplikasikan secara kontras, serasi atau berupa pengulangan-pengulangan untuk suatu
desain. Pada umumnya desain berkaitan dengan indera peraba dan juga indera penglihatan. Tekstur akan tampak jelas tergantung pada cahaya serta
bayangannya yang disebabkan oleh ilusi optis. Dalam penggunaan tekstur disusun secara serasi atau kontras hasilnya, tetapi secara kontras hasilnya
akan lebih menarik daripada kombinasi dengan tekstur yang serupa.
5.Keseimbangan balance Prinsip dasar dari komposisi yaitu keseimbangan paling mudah dikenal
atau dilihat. Bilamana ada dua benda dengan berat sama diletakkan pada jarak yang sama terhadap sumbu khayal maya, maka objek yang ada pada kedua
belah sisi dari garis maya tampak seolah-olah berbobot sama. Keseimbangan bisa terjadi secara fisik maupun secara optis. Untuk menghayatinya hanya diperlukan
satu titik atau sumbu khayal maya. Prinsip ini merupakan prinsip utama yang menghasilkan kesan beraturan sehingga tampak dinamis.
6. Keseimbangan simetris dan asimetris serta keseimbangan horizontal Simetris berarti sama dalam ukuran, bentuk, bangun dan letak dari
bagian- bagian atau objek-objek yang akan disusun di sebelah kiri dan kanan garis sumbu khayal. Asimetris terjadi apabila garis, bentuk, bangun atau massa
yang tidak sama dalam ukuran, isi atau volume yang diletakkan sedemikian rupa sehingga tidak mengikuti aturan keseimbangan asimetris yang banyak digunakan
dalam desain modern atau kontemporer. Ada pada lukisan atau karya fotografi, keseimbangan antara bidang bagian atas dan bidang bagian bawah diperoleh
dengan penggunaan keseimbangan horizontal.
Universitas Sumatera Utara
7. Keserasian harmony Keserasian adalah prinsip desain yang diartikan sebagai keteraturan di
antara bagian-bagian suatu karya. Keserasian adalah suatu usaha menyusun berbagai bentuk, bangun, warna, tekstur dan elemen-elemen lain yang disusun
secara seimbang dalam suatu susunan komposisi yang utuh agar indah untuk dipandang. Keseimbangan dapat dicapai dengan mengkombinasikan berbagai
elemen yang sifatnya sama, misalnya kesamaan dalam skala dan bentuk; dan apabila skala dan bentuk tersebut berbeda, maka kemungkinan yang juga bisa
dicapai adalah dengan warna yang sama. Walaupun keserasian merupakan upaya mencapai suatu kesatuan dalam penampilan tetapi juga diperlukan variasi-variasi
agar tidak berkesan monoton dan membosankan.
8. Irama rhythm Suatu gerak yang dijadikan sebagai dasar suatu irama dan ciri khasnya
terletak pada pengulangan-pengulangan yang dilakukan secara teratur dengan diberi tekanan atau aksen. Semua cabang seni menggunakan unsur irama seperti
musik, sajak, puisi, lukisan dan lain-lain. Dapat dikatakan irama berfungsi mengarahkan perhatian dari suatu tempat atau bidang ke bidang yang lain
sehingga terkesan suatu kesan gerak. Bentuk irama yang paling sederhana adalah pengulangan yang seragam dari objek yang sama. Komposisi irama yang lebih
kompleks atau rumit dibuat dengan mengurangi atau menambah ukuran elemen. Sedangkan gradiasi merupakan jenis irama yang penting dimana ukuran warna
atau nilai dari elemen-elemen desain secara bertahap bersamaan dengan pengulangan yang terjadi.
9.Warna Warna sebagai unsur visual yang berkaitan dengan bahan yang
mendukung keberadaannya ditentukan oleh jenis pigmennya. Kesan yang diterima oleh mata lebih ditentukan cahaya. Permasalahan mendasar dari
warna di antaranya adalah hue spektrum warna, saturation nilai kepekatan dan lightness nilai cahaya dari gelap ke terang. Warna juga merupakan
pelengkap gambar serta mewakili suasana kejiwaan pelukisnya dalam
Universitas Sumatera Utara
berkomunikasi. Warna juga merupakan unsur yang sangat tajam untuk menyentuh kepekaan penglihatan sehingga mampu merangsang munculnya rasa
haru, sedih, gembira, mood atau semangat. Molly E. Holzschlag, seorang pakar tentang warna, dalam tulisannya
“Creating Colour Scheme” Kusrianto, 2007: 47 membuat daftar mengenai kemampuan masing-masing warna ketika memberikan respon secara psikologis:
a. Merah bermakna kekuatan, bertenaga, kehangatan, nafsu, cinta, agresifitas dan bahaya.
b. Biru bermakna kepercayaan, konservatif, keamanan, teknologi, kebersihan dan perintah.
c. Hijau bermakna alami, kesehatan, pandangan yang enak, kecemburuan dan pembaruan.
d. Kuning bermakna optimis, harapan, filosofi, ketidakjujurankecurangan, pengecut dan penghianatan.
e. Ungu bermakna spiritual, misteri, keagungan, perubahan bentuk, galak dan arogan.
f. Orange bermakna energi, keseimbangan dan kehangatan. g. Coklat bermakna bumi, dapat dipercaya, nyaman dan bertahan.
h. Abu-abu bermakna intelek, futuristik, modis, kesenduan dan merusak.
i. Putih bermakna kemurniansuci, bersih, kecermatan, innocent tanpa dosa, steril dan kematian.
j. Hitam bermakna kekuatan, seksualitas, kemewahan, kematian, misteri, ketakutan, ketidakbahagiaan dan keanggunan.
Fungsi warna yang ada dalam masyarakat memiliki fungsi yang tidak dapat diabaikan. Fungsi warna tersebut adalah:
a. Fungsi estetis. Secara umun telah diketahuin bahwa warna memiliki
kekuatan untuk membangkitkan rasa keindahan dan memberikan pengalaman keindahan. Dalam hal demikian dapat dikatakan adanya
keharmonisan warna. Kata harmoni diambil dari seni suara dan berarti perpaduan suara dan hubungan nada-nada menjadi satu kesatuan yang
Universitas Sumatera Utara
menyenangkan. Pada harmoni warna dapat dijumpai bangkinya efek yang menyenangkan oleh dua warna atau lebih. Pengaruh warna pada
rasa disebut sebagai fungsi estetis warna. b.
Fungsi isyarat. Diantara banyak warna, ada warna-warna tertentu yang jika berdiri sendiri maupun digabungkan dengan warna lain mampu
menarik perhatian dengan kuat. Kekuatan warna yang dapat memaksa seseorang memperhatikan sangat cocok digunakan untuk peringatan.
Pengaruh warna yang demikian disebut fungsi isyarat warna. c.
Fungi psikologis. Telah diketahuin bahwa dapat memberikan pengaruh tertentu pada perangai dan perasan seseorang. Beberapa warna
membuat perasaan lebih tenang, sebaliknya warna-warna yang lain membuat seseorang menjadi gelisah dan aktif. Dalam hal ini dikatakan
bahwa warn memiliki fungsi psikologis. Tipografi dalam konteks desain komunikasi visual mencakup pemilihan
bentuk huruf, besar huruf, cara dan teknik penyusunan huruf menjadi kata atau kalimat sesuai dengan karakter pesan sosial atau komersial yang ingin
disampaikan. Tipografi dalam konteks komunikasi visual mencakup pemilihan bentuk huruf; besar huruf; cara dan teknik penyusunan huruf menjadi kata atau
kalimat yang sesuai dengan karakter pesan sosial atau komersial yang ingin disampaikan Tinarbuko, 2010:25.
Huruf dan tipografi dalam perkembangannya menjadi ujung tombak guna menyampaikan pesan verbal dan pesan visual kepada seseorang, sekumpulan
orang, bahkan masyarakat luas yang dijadikan tujuan akhir proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan atau target sasaran. Dalam
hubungannya dengan desain komunikasi visual, huruf dan tipografi adalah elemen penting yang sangat diperlukan guna mendukung proses penyampaian pesan
verbal maupun visual. Dewasa ini, perkembangan tipografi banyak dipengaruhi oleh kemajuan teknologi digital. Dalam perkembangannya, ada lebih dari seribu
macam huruf romawi atau latin yang telah diakui oleh masyarakat dunia. Tetapi huruf-huruf tersebut sejatinya merupakan hasil perkawinan silang dari lima jenis
huruf berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
1. Huruf Romein
Garis hurufnya memperlihatkan perbedaan antara tebal tipis dan mempunyai kaki atau kait yang lancip pada setiap batang hurufnya.
2. Huruf Egyptian
Garis hurufnya memliki ukuran yang sama tebal pada setiap sisinya. Kaki atau kaitnya berbentuk lurus dan kaku.
3. Huruf Sans Serif
Garis hurufnya sama tebal dan tidak mempunyai kaki atau kait.
4. Huruf Miscellaneous
Jenis huruf ini mementingkan nilai hiasnya daripada nilai komunikasinya. Bentuk senantiasa mengedepankan aspek dekoratif dan ornamental.
5. Huruf Script
Jenis huruf yang menyerupai tulisan tangan dan bersifat spontan.
2.2.6 Semiologi Roland Barthes
Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan, namun juga
mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Ini merupakan sebuah sumbangan Barthes yang sangat berarti bagi penyempurnaan
semiologi Saussure, yang terhenti pada panandaan dalam tataran denotatif Sobur, 2004:69.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu area penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca the reader. Konotasi walaupun merupakan sifat asli
tanda, membutuhkan keaktifan pembaca agar dapat berfungsi. Barthes secara panjang lebar mengulas apa yang sering disebut sebagai sistem pemaknaan tataran
kedua, yang dibangun diatas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, yang di dalam Mythologies-nya secara
tegas ia bedakan dari denotatif atau sistem pemaknaan tataran pertama Sobur,2004:69.
Fokus perhatian Barthes tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap two order of significations. Signifikasi tahap pertama merupakan
hubungan antara signifier dan signified makna denotasi. Pada tatanan ini menggambarkan relasi antara penanda objek dan petanda makna di dalam
tanda, dan antara tanda dan dengan referannya dalam realitasnya eksternal. Hal ini mengacu pada makna sebenarnya riil dari penanda objek, Dan signifikasi tahap
kedua adalah interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu makna konotasi.
Dalam istilah yang digunakan Barthes, konotasi dipakai untuk menjelaskan salah satu dari tiga cara kerja tanda konotasi, mitos, dan simbol
dalam tatanan pertanda kedua signifikasi tahap kedua. Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung saat bertemu dengan perasaan atau
emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya. Bagi Barthes, faktor penting dalam konotasi adalah penanda dalam tatanan pertama 4 dalam peta Ronald
Barthes.
Tradisi semiotika pada awal kemunculannya cenderung berhenti sebatas pada makna-makna denotatif alias semiotika denotasi. Sementara bagi Barthes,
terdapat makna lain yang justru bermain pada level yang lebih mendalam, yakni pada level konotasi. Pada tingkat inilah warisan pemikiran Saussure
dikembangkan oleh Barthes dengan membongkar praktik pertandaan di tingkat konotasi tanda.
Universitas Sumatera Utara
Konotasi bagi Barthes justru mendenotasikan sesuatu hal yang ia nyatakan sebagai mitos, dan mitos ini mempunyai konotasi terhadap ideologi tertentu.
Skema pemaknaan mitos itu oleh Barthes digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2 Gambar peta tanda Roland Barthes
Sumber: Cobley and Jansz dalam Sobur, 2004:69
Dari peta Barthes diatas, akan terlihat tanda denotative 3 yang terdiri dari penanda 1 dan petanda 2. Pada saat bersamaan juga, denotatif adalah penanda
konotatif 4. Jadi menurut konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang
melandasi keberadaanya. Bagi Barthes, semiotika bertujuan untuk memahami sistem tanda, apapun substansi dan limitnya, sehingga seluruh fenomena sosial
yang ada dapat ditafsirkan sebagai ‘tanda’ alias layak dianggap sebagai sebuah lingkaran linguistik.
Penanda-penanda konotasi, yang dapat disebut sebagai konotator, terbentuk dari tanda-tanda kesatuan penanda dan petanda dari sistem yang bersangkutan.
Beberapa tanda boleh jadi secara berkelompok membentuk sebuah konotator tunggal. Dalam iklan televisi, susunan tanda-tanda verbal non verbal dapat
menutupi pesan yang ditunjukkan. Citra yang terbangun di dalamnya meninggalkan ‘pesan lain’, yakni sesuatu yang berada di bawah citra kasar alias
1. signifier penanda
2. signified petanda
3. denotative sign tanda denotatif
4.CONNOTATIVE SIGNIFIER PENANDA
KONOTATIF 5. CONNOTATIVE
SIGNIFIED PETANDA KONOTATIF
6. CONNOTATIVE SIGN TANDA KONOTATIF
Universitas Sumatera Utara
penanda konotasinya. Sedangkan untuk petanda konotasi, karakternya umum, global dan tersebar sekaligus menghasilkan fragmen ideologis.
Penanda konotatif menyodorkan makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya Budiman, dalam
Christomy, 2004: 255. Dibukanya medan pemaknaan konotatif dalam kajian semiotika memungkinkan “pembaca” iklan memaknai bahasa metaforik yang
maknanya hanya dapat dipahami pada tataran konotatif. Dalam mitos, hubungan antara penanda dan petanda terjadi secara termotivasi. Berbeda dengan level
denotasi yang tidak menampilkan makna petanda yang termotivasi level konotasi menyediakan ruang bagi berlangsungnya motivasi makna ideologis.
Dapat dikatakan bahwa ideologi adalah suatu form penanda-penanda konotasi, sementara tampilan iklan melalui ungkapan atau gaya verbal, nonverbal
dan visualisasinya merupakan elemen bentuk form dari konotator-konotator. Singkatnya, konotasi merupakan aspek bentuk dari tanda, sedangkan mitos
adalah muatannya. Secara semiotis, ideologi merupakan penggunaan makna- makna konotasi tersebut di masyarakat alias makna pada makna tingkat ketiga.
Tatanan pertandaan pertama adalah landasan kerja Saussure. Tatanan ini menggambarkan relasi antara penanda dan petanda di dalam tanda, dan antara
tanda dengan referennya dalam realitas eksternal. Barthes menyebut tatanan ini sebagai denotasi, hal ini mengacu pada anggapan umum, makna jelaslah tentang
tanda. Sebuah foto tentang tanda keadaan jalan mendenotasi jalan tertentu; kata “jalan” mendenotasi jalan perkotaan yang membentang di antara bangunan.
Makna denotatif suatu kata ialah makna yang biasa kita temukan dalam kamus. Sebagai contoh, di dalam kamus, kata melati berati ‘sejenis bunga’.
Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat pertama pada sebuah kata yang secara bebas memegang peranan penting dalam ujaran. Makna
denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran sebuah petanda. Harimurti
Universitas Sumatera Utara
Kridalaksana dalam Sobur, 2003: 263 mendefinisikan denotasi denotations sebagai “makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas penunjukkan
yang lugas pada sesuatu di luar bahasa atau yang didasarkan atas konvensi tertentu; sifatnya objektif.
Makna denotatif merupakan makna objektif makna sesungguhnya dari kata tersebut. Makna denotatif denotatif meaning disebut juga dengan beberapa
istilah lain seperti; makna denotasial, makna kognitif, makna konseptual, makna ideasional, makna referensial atau makna proposional. Disebut makna denotasial,
referensial, konseptual atau ideasional, karena makna itu menunjuk denote kepada suatu referen, konsep atau ide tertentu dari referen. Disebut makna
kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau pengetahuan; stimulus dari pihak pembicara dan respon dari pihak pendengar menyangkut hal-hal
yang dapat diserap pancaindra kesadaran dan rasio manusia. Disebut makna proporsional karena ia bertalian dengan informasi-informasi atau pernyataan-
pernyataan yang bersifat faktual.
Jika kita mengucapkan sebuah kata yang mendenotasikan suatu hal tertentu maka itu berati kata tersebut ingin menunjukkan, mengemukakan
dan menunjuk pada hal itu sendiri. Dengan pengertian tersebut kita dapat mengatakan bahwa kata ayam mendenotasikan atau merupakan sejenis unggas
tertentu yang memiliki ukuran tertentu, berbulu, berkotek dan menghasilkan telur untuk sarapan. Kamus umum berisikan daftar aturan yang mengaitkan kata-
kata dengan arti denotatifnya, dan kita dapat membaca, menulis dan mengerti berbagai kamus karena kita sama-sama memakai pengertian yang sama tentang
kata-kata yang terdapat dalam kamus tersebut.
Sedangkan konotasi connotation, evertone, evocatory diartikan sebagai aspek makna atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran
yang timbul atau yang ditimbulkan pada penulis dan pembaca. Misalnya kata amplop, kata amplop bermakna sampul yang berfungsi tempat mengisi surat yang
akan disampaikan kepada orang lain atau kantor, instansi, jawatan lain.
Universitas Sumatera Utara
Makna ini adalah makna denotasinya. Tetapi kalimat “Berilah ia amplop agar urusanmu segera beres,” maka kata amplop dan uang masih ada
hubungan, karena amplop dapat saja diisi uang. Dengan kata lain, kata amplop mengacu kepada uang, dan lebih khusus lagi uang pelancar, uang pelicin, uang
semir atau uang gosok.
Konotasi mempunyai makna yang subjektif atau paling tidak intersubjektif. Dengan kata lain, konotasi bekerja dalam tingkat intersubjektif
sehingga kehadirannya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca makna konotatif sebagai fakta denotatif. Karena itu, salah satu tujuan analisis semiotika
adalah untuk menyediakan metode analisis dan kerangka berpikir dan mengatasi terjadinya salah baca misreading atau salah dalam mengartikan makna suatu
tanda Wibowo, 2011: 174.
Makna konotatif bersifat subjektif dalam pengertian bahwa ada pergeseran dari makna umum denotatif karena sudah ada penambahan rasa
dan nilai tertentu. Kalau makna denotatif hampir bisa dimengerti banyak orang, maka makna konotatif ini hanya bisa dicerna oleh mereka yang jumlahnya
relatif lebih sedikit kecil. Jadi, sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai “nilai rasa’, baik positif maupun negatif. Jika tidak
mempunyai nilai rasa, maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi negatif netral sobur Sobur 2003:264.
Barthes menggunakan konsep connotation-nya untuk menyingkap makna- makna tersembunyi. Konotasi atau makna konotatif disebut juga makna
konotasional, makna emotif atau makna evaluatif. Konsep ini menetapkan dua cara pemunculan makna yang bersifat promotif, yakni denotatif dan konotatif.
Pada tingkatan denotatif, tanda-tanda itu mencuat terutama sebagai makna primer yang “alamiah”. Namun pada tingkat konotatif, tahap sekunder, munculah makna
yang ideologis.
Universitas Sumatera Utara
Mitos dari Barthes mempunyai makna yang berbeda dengan konsep mitos dalam arti umum. Sebaliknya dari konsep mitos tradisional, mitos dari Barthes
memaparkan fakta. Mitos adalah murni sistem ideografis. Bagi Barthes, mitos adalah bahasa: le mythe est une parole. Konsep parole yang diperluas oleh
Barthes dapat berbentuk verbal lisan dan tulis atau non verbal: n’importe quelle matière peut être dotée arbitrairement de signification, materi apa pun dapat
dimaknai secara arbitrer‟. Seperti kita ketahui, parole adalah realisasi dari langue Barthes, 2007:16.
Betapa pun dominannya suatu mitos, ia selalu akan didampingi oleh suatu mitos lain, yang merupakan kontramitos. Ini barangkali dapat dikatakan sifat yang
biasanya terdapat pada sebuah masyarakat yang telah terbuka kepada dunia lain. Hanya dalam masyarakat yang benar-benar tertutup akan ditemui kemutlakan
suatu mitos. Dengan begitu, mitos-mitos tadi akan ditentang oleh mitos-mitos lain pula, ketika itu, yang merupakan kontramitos Junus dalam Sobur, 2004: 131.
Pada dasarnya, analisis semiotika memang sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu yang “aneh”, sesuatu yang dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca
atau mendengar suatu narasi atau naskah. Analisisnya bersifat paradigmatik, dalam arti berupaya menemukan makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi
di balik sebuah teks Berger dalam Sobur, 2004: 117. Teks yang dimaksud tidak hanya berarti berkaitan dengan aspek linguistik.
Eriyanto 2001:146 menempatkan ideologi sebagai konsep sentral dalam analisis wacana yang bersifat kritis. Hal ini menurutnya, karena teks, percakapan
dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu. Secara etimologis ideologi berasal dari bahasa Greek, terdiri atas kata
idea dan logos, Idea berasal dari kata idein yang berarti melihat, sedangkan kata logia berasal dari kata logos yang berarti kata-kata. Dan arti kata logia berarti
science pengetahuan atau teori.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu kultivasi ideologi dalam iklan televisi berlangsung melalui representasi mitos. Dalam tayangan iklan, akan terlihat bahwa tanda linguistik,
visual dan jenis tanda lain tidaklah sesederhana mendenotasikan sesuatu hal, tetapi juga menciptakan tingkat konotasi yang dilampirkan pada tanda. Untuk
mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, kita bisa mengkajinya lewat sistem tanda dalam iklan. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang,
baik yang verbal maupun yang berupa ikon. Iklan juga menggunakan tiruan indeks, terutama dalam iklan radio, televisi, dan film Sobur, 2004:116.
Makna yang dihasilkan oleh penanda konotasi seringkali menghadirkan mitos. Mitos bekerja menaturalisasikan segala sesuatu yang ada dalam
kehidupan manusia, sehingga imaji yang muncul terasa biasa saja dan tidak mengandung persoalan. Pada tingkat ini, mitos sesungguhnya mulai
meninggalkan jejak ideologis, karena belum tentu ”sesuatu” yang tampil alamiah lantas bisa diterima begitu saja tanpa perlu dipertanyakan kembali derajat
kebenarannya.
Dalam mengkaji mitos di dunia media dan budaya populer, perspektif semiotika struktural tidak akan pernah menampilkan gagasan-gagasan yang
dikeluarkan Roland Barthes. Dari sudut pandang semiotik-sentris, tujuan utama ”membaca” iklan televisi adalah menemukan makna terselubung latent meaning
yang terkait dengan mitos dan muatan ideologi tertentu. Persoalannya, relativitas kebenaran makna dalam semiotika menyebabkan sebuah tanda dapat dimaknai
beragamhttp:www.scribd.comdoc80446342Membaca-Iklan-TelevisiPerpektif Semiotika.
Setiap tanda, dalam bahasa Barthes, memiliki sifat polisemi alias berpotensi multitafsir. Hal tersebut disebabkan oleh sifat ambigu dari penanda dan
kemungkinan yang diberikan oleh penanda tersebut untuk diinterpretasikan. Oleh karenanya, kendati tidak ada prosedur teknis baku dalam kajian semiotika,
seorang ”pembaca”, bukan sekadar penonton tetapi perlu menstrukturkan iklan secara rapi dan konsisten. Rambu-rambu ini penting mengingat tidak terbatasnya
Universitas Sumatera Utara
tanda yang ada di dalamnya dapat menyebabkan seorang pembaca iklan tersesat dalam rimba tanda, yang menyebabkan proses penafsiran larut dalam problem
unlimitedsemiosis.http:abunavis.wordpress.com20080529E2809Dmem bacaE2809D-iklan-televisi-sebuah-perspektif-semiotika.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Model Teoretik Gambar 3
Bagan Model Teoretik Penelitian Slogan You C1000 Dalam Iklan
OOooooooob
Objek Penelitian
Iklan You C1000 “Healthy Inside, Fresh Outside” versi Xinema
Zavarrete
Semiotika Roland Barthes
- Denotasi
- Konotasi
- Mitos
Level Analisis
- Teks Gambar
- Konteks Sosial, Sejarah,
Budaya, Ekomoni
Bentuk citra yang ingin dibangun dalam iklan
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian